Gambaran Gangguan Fungsi Kognitif pada Pasien Pasca Stroke di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2015

4

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stroke
2.1.1. Defenisi Stroke
Defenisi menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan
fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung
dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian,
tanpa ditemukannya penyebab selain daripada gangguan vaskular.

2.1.2. Klasifikasi Stroke
Stroke sebagai diagnosis klinis untuk gambaran manifestasi lesi vascular
serebral, dapat dibagi dalam (Mardjono, M., Sidharta, P., 2013) :
1. Transient ischemic attack (T.I.A)
2. Stroke-in-evolution
3. Completed stroke yang bias dibagi dalam:
a. Completed stroke yang hemoragik
b. Completed stroke yang non-hemoragik


Pembagian klinis lain sebagain variasi klasifikasi di atas (Mardjono, M.,
Sidharta, P., 2013) :
1. Stroke non-hemoragik, yang mencakup
a. T.I.A
b. Stroke-in-evolution
c. Thrombotic stroke
d. Embolic stroke
e. Stroke akibat kompresi terhadap arteri oleh proses di luar arteri,
seperti tumor, abses, granuloma
2. Stroke hemoragik
Stroke non-hemoragik pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh
darah otak yang kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan

5

glukosa ke otak. Stroke ini sering diakibatkan oleh trombosis akibat plak
aterosklerosis dari arteri otak atau arteri yang memberi vaskularisasi pada otak
atau suatu emboli dari pembuluh darah di luar otak (Martono,H., 2014).
Stroke hemoragik diakibatkan oleh pecahnya suatu mikro-aneurisma dari
Charcot atau etat crible di otak. Dibedakan antara : perdarahan intraserebral,

subdural, dan subaraknoid (Martono,H., 2014).

2.1.3. Faktor Risiko
Menurut CDC (2014), faktor risiko terbagi atas:
1. Kondisi
a. Riwayat stroke atau T.I.A
b. Tekanan darah tinggi
c. Kadar kolesterol tinggi
d. Penyakit jantung
e. Diabetes
f. Sickle cell disease
2. Kebiasaan
a. Diet
b. Aktivitas fisik
c. Obesitas
d. Konsumsi alcohol
e. Penggunaan tobacco
3. Riwayat keluarga
a. Genetic
b. Riwayat penyakit

4. Lainnya
a. Umur
b. Jenis kelamin

6

2.1.4. Patofisiologi

Gambar 2.1. Patofisiologi stroke iskemik.
Sumber: Harrison’s Neurology in Clinical Medicine 3rd edition, 2013.

Oklusi akut pembuluh intrakranial menyebabkan penurunan aliran darah
ke otak.Jika aliran darah kembali normal sebelum sejumlah besar kematian sel,
pasien mungkin hanya mengalami gejala sementara, yang disebut TIA. Infark
serebral terjadi melalui dua jalur, yaitu: jalur nekrotik dan apoptosis (Smith, S. et
al., 2013).
iNOS (inducible Nitric Oxide Synthase) merupakan mediator penting dari
respon inflamasi sewaktu iskemik dan reperfusi (Vaughan,C., Delanty,N., 1999).
Poly(ADP-Ribose)Polymerase atau PARP merupakan enzim yang memfasilitasi
perbaikan DNA (Deoxyribonucleic acid) diaktivasi oleh DNA yang rusak

(Shimoji,M. et al., 2005).

7

Stroke hemoragik :
Lesi vaskular hipertensi

Lipohyalinosis
segmental

Ruptur spontan
arteri

Mikro aneurisme
Gambar 2.2. Patofisiologi stroke hemoragik.
Sumber: Adams and Victor’s Principles of Neurology 8th edition, 2005.

2.1.5. Manifestasi Klinis
Gejala klinis dari stroke (CDC, 2014):
-


Kelemahan otot secara tiba-tiba terutama pada salah satu sisi tubuh

-

Kebingungan, kesulitan berbicara dan memahami pidato

-

Masalah penglihatan pada satu atau kedua mata

-

Kesulitan berjalan, pusing, kehilangan keseimbangan, atau kurangya
koordinasi

-

Sakit kepala tiba-tiba tanpa tahu penyebabnya


2.1.6. Diagnosa
Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksasan fisis, dan
pemeriksaan penunjang (Arifputra et al., 2014).

-

Anamnesis
o Gejala yang mendadak pada saat awal, lamanya awitan, dan aktivitas
saat serangan

8

o Deskripsi gejala yang muncul beserta kelanjutannya: progresif
memberat, perbaikan, atau menetap
o Gejala penyerta: penurunan kesadaran, nyeri kepala, mual, muntah,
rasa berputar, kejang, gangguan penglihatan, atau gangguan fungsi
kognitif
o Ada tidaknya faktor risiko stroke

-


Pemeriksaan fisik
o Tanda vital
o Pemeriksaan kepala dan leher (mencari cedera kepala akibat jatuh,
peningkatan tekanan vena jugularis, dan lain-lain)
o Pemeriksaan neurologis, meliputi:


Pemeriksaan kesadaran



Pemeriksaan nervus kranialis



Pemeriksaan kaku kuduk (biasanya positif pada pendarahan
subarachnoid)

-




Pemeriksaan motorik, refleks, dan sensorik



Pemeriksaan fungsi kognitif sederhana

Pemeriksaan penunjang
o Elektrokardiografi
o Laboratorium (darah, fungsi ginjal, hematologi, gula darah, urinalisis,
analisis gas darah, dan elektrolit)
o Foto toraks: gambaran kardiomegali sebagai tanda hipertensi
o CT scan/MRI
o Transcranial dropler dan doppler karotis: untuk melihat adanya
penyumbatan dinding pembuluh darah
o Analisis cairan serebrospinal jika diperlukan

9


2.1.7. Prognosis
Stroke berulang sering terjadi, sekitar 25% orang yang sembuh dari stroke
akan mengalami stroke dalam lima tahun (NINDS, 2015).

2.2. Gangguan Fungsi Kognitif
2.2.1. Defenisi
Ganguan fungsi kognitif atau disebut juga gangguan fungsi luhur adalah
keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan mengingat, belajar hal-hal baru,
berkonsentrasi, atau membuat keputusan, dan dapat mempengaruhi aktivitas
sehari-harinya (CDC, 2009).

2.2.2. Jenis-jenis Gangguan Fungsi Kognitif
Afasia adalah gangguan berbahasa. Afasia terbagi atas (Rohkamm, 2004):
a. Afasia Broca
Lesi di area Broca (area 44, 45).
b. Afasia Wernicke’s
Lesi di area Wernicke (area 22).
c. Afasia Konduksi
Lesi di fasikulus arkuata.

d. Afasia Global
Lesi di arteri cerebral media.
e. Afasia Anomic
Lesi di korteks temporo-parietal atau white-matter subkortikal.
f. Afasia Transkortikal
g. Afasia Subkortikal

Aleksia

adalah

ketidakmampuan

membaca.Agrafia

ketidakmampuan menulis (Rohkamm, 2004).
a. Aleksia dengan agrafia
Adanya gangguan membaca dan menulis, lesi di girus angularis.

adalah


10

b. Aleksia tanpa agrafia
Pasien tidak dapat membaca namun dapat menulis.

Apraksia adalah ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas motorik.
a. Apraksia ideomotor
Ketidakmampuan melakukan respon motoric setelah perintah verbal.
b. Apraksia ideasional
Kesulitan dalam mengurutkan aktivitas atau komponen secara logis.

Agnosia adalah ketidakmampuan atau kesulitan mengenali objek.
(Rohkamm,2004)
a. Astereognosis
Astereognosis adalah ketidakmampuan menyebutkan bentuk dan ukuran
benda yang dirabanya.Lesi pada lobus parietal.
b. Agnosia visual
Agnosia visual berarti tidak dapat mengenali objek yang dilihat.Kerusakan
pada korteks oksipital dan mungkin pula pada splenium korpus kalosum
yang menghubungkan korteks visual hemisfer kiri dan kanan.
c. Prosopagnosia
Prosopagnosia adalah ketidakmampuan mengenali wajah.
d. Unilateral neglect
Unilateral neglect adalah ketidakmampuan berespon terhadap stimulus
pada salah satu sisi tubuhnya.
e. Anosognosia
Anosognosia adalah ketidaksadaran atau penyangkalan adanya penyakit.

Demensia adalah penurunan gangguan fungsi kognitif tanpa disertai
gangguan kesadaran (Ropper, A.H., Brown,R.H., 2005). Pada demensia, memori
jangka panjang dan pendek terganggu dengan melibatkan setidaknya salah satu
dari berikut: afasia, apraksia, agnosia, atau gangguan berpikir abstrak, membuat
keputusan, dan visuospasial (Rohkamm, 2004).

11

2.2.3. Manifestasi Klinis
Beberapa tanda-tanda adanya gangguan fungsi kognitif (CDC, 2009):
-

Kesulitan mengingat

-

Menanyakan pertanyaan yang sama dan berulang

-

Tidak mengenali orang yang telah dikenalnya

-

Perubahan sikap dan mood

-

Masalah penglihatan

-

Kesulitan melakukan aktivitas secara berurutan

2.2.4. Diagnosa
Menurut Smith, T et al., (2007), Montreal Cognitive Assessment (MoCA)
lebih sensitive dibandingkan Mini-Mental State Examination (MMSE).