Faktor Pencetus Karsinoma Nasofaring di RSUP H. Adam Malik Medan Periode 2012 - 2014

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Karsinoma Nasofaring adalah karsinoma kepala dan leher yang berasal dari
nasofaring terletak dibagian atas tenggorokkan dibelakang hidung menuju dasar
tengkorak (Gao et al, 2012).
Ras mongoloid merupakan faktor dominan timbulnya karsinoma nasofaring,
sehingga kekerapannya cukup tinggi pada penduduk cina bagian selatan, Hongkong,
Vietnam, Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Meskipun banyak ditemukan
di Negara penduduk non-Mongoloid namun demikian daerah cina bagian selatan
masih menduduki tempat tertinggi, yaitu dengan 2500 kasus pertahun untuk provinsi
Guang-Dong atau prevalensi 39,84/100.000 penduduk (Roezin dan Adham, 2007).
Indonesia termasuk salah satu Negara dengan prevalensi penderita karsinoma
nasofaring yang termasuk tinggi di luar Cina. Di Indonesia, karsinoma nasofaring
menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang terdapat di seluruh tubuh dan
menempati urutan ke -1 di bidang Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT). Hampir
60% tumor ganas kepala dan leher merupakan karsinoma nasofaring (Nasir, 2009).
Prevalensi karsinoma nasofaring di Indonesia adalah 6,2/100.000 penduduk

dengan 13.000 kasus karsinoma nasofaring baru setiap tahunnya. Insiden kejadian
karsinoma nasofaring di Medan pada tahun 2000 adalah 4,3/100.000 penduduk
(Adham et al, 2012). Di Indonesia karsinoma nasofaring paling banyak dijumpai
diantara tumor ganas di bidang THT dan usia terbanyak yang menderita adalah usia
40 tahun keatas (Munir, 2006). Menurut Lutan dan Zachreini dalam Munir D (2006),
di RSUP H. Adam Malik Medan, Provinsi Sumatera Utara, penderita karsinoma
nasofaring ditemukan pada lima kelompok suku, dimana suku yang terbanyak
menderita karsinoma nasofaring ialah Suku Batak, yaitu 46.7% dari 30 kasus.
Beberapa faktor timbulnya karsinoma nasofaring seperti berhubungan dengan
letak daerah geografis atau lingkungan, dimana masyarakat memiliki kebiasaan hidup
tertentu seperti mengkonsumsi ikan asin yang merupakan salah satu faktor

Universitas Sumatera Utara

2

karsinogenik yang berhubungan dengan karsinoma nasofaring. Insidens karsinoma
nasofaring berbeda secara geografis dan etnik serta hubungannya dengan virus
Epstein-Barr (VEB). Secara global, pada tahun 2000 terdapat lebih kurang 65.000
kasus baru dan 38.000 kematian yang disebabkan karsinoma nasofaring. Di Amerika

insiden karsinoma nasofaring 1-2 kasus per 100.000 laki-laki dan 0,4 kasus per
100.000 perempuan. Namun di negara lain dan kelompok etnik tertentu, seperti di
Cina, Asia Tenggara, Afrika Utara, tumor ganas ini banyak ditemuka (Guo X et al,
2009).
Kaitan antara virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin dikatakan sebagai
penyebab utama timbulnya penyakit ini. Virus tersebut dapat masuk ke dalam tubuh
dan tetap tinggal di sana tanpa menyebabkan suatu kelainan dalam jangka waktu yang
lama. Untuk mengaktifkan virus ini dibutuhkan suatu mediator. Kebiasaan untuk
mengkonsumsi ikan asin secara terus menerus mulai dari masa kanak-kanak,
merupakan mediator utama yang dapat mengaktifkan virus ini sehingga menimbulkan
karsinoma nasofaring (Roezin dan Adham, 2007). Mengkonsumsi ikan asin lebih dari
tiga kali dalam satu bulan meningkatkan risiko karsinoma nasofaring. Penelitian pada
hewan percobaan berupa tikus memperkuat teori tersebut. Hal ini dikarenakan proses
pengawetan dengan garam tidak efisien sehingga terjadi akumulasi nitrosamin yang
di kenal sebagai bahan karsinogen pada hewan (Chang ET et al, 2006). Enam puluh
dua persen pasien karsinoma nasofaring mengonsumsi makanan fermentasi yang di
awetkan. Banyaknya konsumsi nitrosamin dan nitrit yang biasa di dapatkan dari
konsumsi daging, ikan, dan sayuran yang di awetkan selama masa kecil
meningkatkan risiko karsinoma nasofaring (Yang X et al, 2005).
Merokok sejak tahun 1950 telah di nyatakan sebagai penyebab karsinoma.

Merokok menyebabkan kematian sekitar 4 sampai 5 juta pertahunnya. Diperkirakan
pada tahun 2030 jumlahnya mencapai 10 juta kematian pertahun (Vineis P et al,
2004). Banyak penelitian yang menunjukan bahwa merokok meningkatkan risiko
karsinoma nasofaring sebanyak 2 hingga 6 kali. Sekitar 60% karsinoma nasofaring
tipe I memiliki hubungan dengan merokok, sedangkan risiko karsinoma nasofaring

Universitas Sumatera Utara

3

tipe II dan tipe III tidak memiliki hubungan yang berarti dengan merokok (Chang ET
et al, 2006).
Genetik juga memiliki peran sebagai faktor risiko penyebab karsinoma
nasofaring. Kerabat pertama, kedua, dan ketiga pasien karsinoma nasofaring memiliki
risiko terkena karsinoma nasofaring. Orang yang memiliki keluarga tingat pertama
karsinoma nasofaring memiliki resiko 4 hingga 10 kali terkena karsinoma nasofaring
dibanding yang tidak (Guo X et al, 2009). Tindakan pencegahan untuk karsinoma
nasofaring sampai saat ini merupakan suatu permasalahan yang sulit di pecahkan. Hal
ini karena etiologi yang masih belum pasti, letak nasofaring yang tersembunyi dan
gejala dini yang tidak khas. Berdasarkan penyebab diatas, penulis ingin mengetahui

apakah faktor pencetus terjadinya karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik
Medan periode 2012-2014.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut:
Apakah faktor pencetus karsinoma nasofaring di RSUP H. Adam Malik periode
2012-2014?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor pencetus terjadinya karsinoma nasofaring.

1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran jenis kelamin dengan karsinoma nasofaring.
2. Mengetahui gambaran usia dengan karsinoma nasofaring.
3. Mengetahui gambaran pekerjaan dengan karsinoma nasofaring.
4. Mengetahui gambaran riwayat keluarga dengan karsioma nasofaring.
5. Mengetahui gambaran suku dengan karsinoma nasofaring.


Universitas Sumatera Utara

4

6. Mengetahui gambaran konsumsi ikan asin dengan karsinoma nasofaring.
7. Mengetahui gambaran riwayat merokok dengan karsinoma nasofaring.

1.4 Manfaat Penelitian
1. Data atau informasi hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh pasien untuk
digunakan sebagai edukasi pada pasien tentang penyakit ini agar dapat berobat lebih
awal.
2. Untuk meningkatkan kesadaran pasien tentang faktor pencetus terjadinya
karsinoma nasofaring.
3. Diharapkan agar penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi
penelitian selanjutnya.
4. Diharapkan hasil data penelitian ini dapat membantu dokter mendiagnosis dini
serta melakukan penatalaksanaan dan prognosis yang baik pada pasien.

Universitas Sumatera Utara