Gambaran Histopatologi pada Pasien Karsinoma Nasofaring Tahun 2012-2014 di RSUP. H. Adam Malik Medan
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Fathimah Nurul Wafa Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/22 Februari 1994
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Islam
Alamat : Jalan dr. Sumarsono No.18 Medan, Kompleks Dosen USU, Medan
Komp. Timah Blok CC V No. 35 Rt.05/12 Kota Depok- Jawa Barat
Orangtua
Ayah : Sigit Pramono
Ibu : Rufidah
Riwayat Pendidikan :
1. Taman Qur’an Nurul Fikri (1997-1999) 2. Sekolah Dasar Islam Pondok Duta (1999-2005) 3. Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu Nurul Fikri (2005-2008) 4. Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Depok (2008-2011)
Riwayat Pelatihan :
1. Pelatihan Pengkaderan Tingkat III UKMI Ad-Dakwah USU 2. Pelatihan Basic Life Support TBM FK USU
(2)
Riwayat Organisasi :
1. Sekretaris Divisi HUMAS PHBI FK USU Periode 2013-2014 2. Anggota Divisi PPI SCORE PEMA FK USU Periode 2013-2014 3. Sekretaris Divisi MAI BKM Ar-Rahmah FK USU Periode 2015
(3)
LAMPIRAN 2
ETHICAL CLEARENCE
LAMPIRAN 3
(4)
LAMPIRAN 3
SURAT IZIN PENELITIAN
TAKSASI DANA PENELITIAN
LAMPIRAN 4
(5)
LAMPIRAN 4
DATA OUTPUT STATISTIK Frekuensi Statistics umur responden umur berinterval jenis kelamin responden gambaran histopatologi responden
N Valid 144 144 144 144
Missing 0 0 0 0
umur responden
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 16 1 .7 .7 .7
17 2 1.4 1.4 2.1
20 1 .7 .7 2.8
21 1 .7 .7 3.5
24 3 2.1 2.1 5.6
26 1 .7 .7 6.2
27 1 .7 .7 6.9
29 1 .7 .7 7.6
30 1 .7 .7 8.3
31 4 2.8 2.8 11.1
33 1 .7 .7 11.8
34 4 2.8 2.8 14.6
(6)
36 2 1.4 1.4 17.4
37 3 2.1 2.1 19.4
38 1 .7 .7 20.1
39 4 2.8 2.8 22.9
40 3 2.1 2.1 25.0
41 11 7.6 7.6 32.6
42 4 2.8 2.8 35.4
43 4 2.8 2.8 38.2
44 2 1.4 1.4 39.6
45 5 3.5 3.5 43.1
46 5 3.5 3.5 46.5
47 2 1.4 1.4 47.9
48 3 2.1 2.1 50.0
49 6 4.2 4.2 54.2
50 8 5.6 5.6 59.7
51 1 .7 .7 60.4
52 7 4.9 4.9 65.3
53 4 2.8 2.8 68.1
54 4 2.8 2.8 70.8
55 2 1.4 1.4 72.2
56 2 1.4 1.4 73.6
57 4 2.8 2.8 76.4
58 2 1.4 1.4 77.8
59 3 2.1 2.1 79.9
60 3 2.1 2.1 81.9
61 1 .7 .7 82.6
(7)
65 4 2.8 2.8 88.9
66 5 3.5 3.5 92.4
67 2 1.4 1.4 93.8
69 1 .7 .7 94.4
70 2 1.4 1.4 95.8
72 1 .7 .7 96.5
74 3 2.1 2.1 98.6
79 1 .7 .7 99.3
82 1 .7 .7 100.0
Total 144 100.0 100.0
umur berinterval
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Valid usia 11-20 tahun 4 2.8 2.8 2.8
usia 21-30 tahun 8 5.6 5.6 8.3
usia 31-40 tahun 24 16.7 16.7 25.0
usia 41-50 tahun 50 34.7 34.7 59.7
usia 51-60 tahun 32 22.2 22.2 81.9
usia 61-70 tahun 20 13.9 13.9 95.8
usia 71-80 tahun 6 4.2 4.2 100.0
Total 144 100.0 100.0
jenis kelamin responden
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
(8)
Valid laki-laki 103 71.5 71.5 71.5
perempuan 41 28.5 28.5 100.0
Total 144 100.0 100.0
gambaran histopatologi responden
Frequency Percent
Valid Percent
Cumulative Percent Valid WHO 1 (Keratinizing
Squamous Cell Carcinoma)
12 8.3 8.3 8.3
WHO 2
(Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma)
73 50.7 50.7 59.0
Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma
59 41.0 41.0 100.0
Total 144 100.0 100.0
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Std. Deviation
umur responden 144 16 82 48.10 13.268
umur berinterval 144 1.00 7.00 4.2639 1.31684 jenis kelamin responden 144 1.00 2.00 1.2847 .45286 gambaran histopatologi
(9)
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean
Std. Deviation
umur responden 144 16 82 48.10 13.268
umur berinterval 144 1.00 7.00 4.2639 1.31684 jenis kelamin responden 144 1.00 2.00 1.2847 .45286 gambaran histopatologi
responden 144 1.00 3.00 2.3264 .62388
(10)
LAMPIRAN 5
DATA INDUK
NO NAME SEX AGE
(years) WHO
1 Hendrikus B. Simbolon Laki-laki 46 Non- keratinizing SCC
2 Irna Siregar Perempuan 40 undifferentiated SCC
3 Arma Sihombing Laki-laki 30 keratinizing SCC
4 Maria E. Silitonga Perempuan 40 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
5 Markus Jordan Laki-laki 29 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
6 Boni Lucas Laki-laki 54 keratinizing SCC
7 Paijo Laki-laki 41 Malignan smear
8 Dadang Laki-laki 52 differentiated SCC
9 Yusra Perempuan 31 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma
10 Yoyok Laki-laki 62 keratinizing SCC
11 Ali Usman Nst Laki-laki 24 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
12 andika lubis Laki-laki 46 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
13 lubis Laki-laki 60 Non-keratinizing SCC
14 Ponirin Laki-laki 52 Belum dilakukan biopsi
15 Seh Umar Laki-laki 50 Non- keratinizing SCC
16 Yusra A Perempuan 34 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
17 Nurminah Hrp perempuan 70 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
18 Nuraimma perempuan 34 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
19 Maria Sihotang Perempuan 45 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
20 Erica Duha Perempuan 57 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
21 Sormiah perempuan 56 Non- keratinizing SCC
22 Husmail Laki-laki 41 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
23 Samsul Bahri Hasibuan Laki-laki 59 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
(11)
tahun
25 Maras Laki-laki 41
tahun Non- keratinizing SCC
26 Rebo Laki-laki 55
tahun Non- keratinizing SCC
27 Serti Perempuan 35
tahun Non- keratinizing SCC 28 Ertidawati Perempuan 20 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma
29 M. Ali Laki-laki 65 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma
30 Fatania Perempuan 49 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
31 Gibson tampubolon laki-laki 47
tahun Non- keratinizing SCC (30/05/13)
32 Zaharuddin laki-laki 57
tahun Non- keratinizing SCC 33 Ramadan Lubis laki-laki 43 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma 34 Manggarerak Manik laki-laki 43
tahun Non- keratinizing SCC
35 Ramli laki-laki 70
tahun Non- keratinizing SCC 36 Tuani Hasundungan Laki-laki 50 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma
37 Suwardi Laki-laki 33
Tahun Non- keratinizing SCC
38 Tugiran Laki-laki 66
Tahun SCC
39 henas atmaja Laki-laki 59
Tahun Non- keratinizing SCC
40 Juriati Laki-laki 41
Tahun Keratinizing SCC
41 Edwin Laki-laki 51 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma
42 Nurhayati Laki-laki 43
Tahun Non- keratinizing SCC 43 Agus Salim Laki-laki 50 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma 44 dormiana br tarigan laki-laki 39 Non- keratinizing SCC 45 amat sukardi laki-laki 74 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma 46 boslen simalamgo laki-laki 49 Non- keratinizing SCC
47 sinta manurung Perempuan 55
tahun Non- keratinizing SCC
(12)
tahun
49 suwardi laki-laki 34 NLaki-laki
50 gery simatupang Laki-laki 45 Non-keratinizing SCC
51 jamaludin laki-laki 58 Non- keratinizing SCC
52 Manaek Sianipar laki-laki 49 Undifferentiated Carcinoma (19/12/13)
53 Harun Rangkuti laki-laki 46 Undifferentiated SC-Carcinoma (21/10/13)
54 Mangantar Pangaribuan laki-laki 37 Non-Keratinizing SCC (03/04/13) 55 Darwin M. Sihotang laki-laki 34 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma (31/12/13)
56 Thomson Saminar laki-laki 56 Keratinizing SCC
57 M indra kurniawan Laki-laki 39 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
58 Sampliat Hutabarat Laki-laki 45 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
59 Supardi Laki-laki 54 Non- keratinizing SCC
60 Arbak Marpaung Laki-laki 50 Non- keratinizing SCC
61 Jurludin laki-laki 53 SCC
62 Surianto Laki-laki 38 malignant smear
63 Legini Laki-laki 55 undifferentiated
64 Lizarto Harefa Laki-laki 48
Tahun Non- keratinizing SCC 65 Mangihut Lumban T Perempuan 42
Tahun Non- keratinizing SCC 66 Mudiah Hasibuan Perempuan 62 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma
67 Perdamen Kataren laki-laki 41 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
68 Abdullah laki-laki 36 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
69 Anggiat M Simanjuntak laki-laki 41
tahun Non- keratinizing SCC 70 Brta Samosir Perempuan 52 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma
71 Sanggal Laki-laki 79 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
72 Jenda Malem Br Ginting Perempuan 65 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
73 Rio Maraden Sibarani Laki-laki 39 Undifferentiated Squamous cell carcinoma (6/9/12) 74 Ali Usman Nasution Laki-laki 24 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma (19/12/12) 75 Dormiana br Tarigan Perempuan 37 Non- keratinizing SCC (04/12/13)
(13)
76 Manaik perempuan 50 Non- keratinizing SCC 77 Rinaldi laki-laki 54 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma 78 Dormianna Br Tarigan perempuan 39 Non- keratinizing SCC 79 Amat Sukardi laki-laki 74 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma 80 Boslen Simalang laki-laki 49 Non- keratinizing SCC 81 Yoel Christian Hutabarat laki-laki 17 Non- keratinizing SCC 82 Lukman Pasaribu Laki-laki non keratinizing SCC 83 Novita heni Sinaga Perempuan 21 non keratinizing SCC
84 Cipto Haryono Laki-laki 67 undifferentiated SCC
85 nursiam Perempuan 67 non keratinizing
86
Rosliana ginting Perempuan 57 non-keratining
87 andra putra Laki-laki 37 non keratinizing
88 maniar sitorus Perempuan 49 non keratinizing
89 arnol naibaho Laki-laki 26 non keratinizing
90 sukiwan Laki-laki 44 non keartinizing
91 lamsudin saragih Laki-laki 61 undifferentiated
92 rosida damanik Perempuan 41 non keratinizing
93 halma sembiring Perempuan 52 non-keratinizing SCC
94 Markus Jordan Laki-laki 31 non-keratinizing SCC
95 Angga Harahap Laki-laki 42 undifferentiated SCC
96 Makmur Nst Laki-laki 20 non-keratinizing SCC
97 Jamet Mankur laki-laki 82 un-differentiated SCC
98 Heppy Sitepu laki-laki 47 non-keratinizing SCC
99 Amansyah Tanjung laki-laki 40 non-keratinizing SCC
100 Abu Bakar laki-laki 27 non-keratinizing SCC
101 Jimut Saragih perempuan 66 non-keratinizing SCC
102 Hafiz laki-laki 42 undifferentiated
103 Abdul Hamid Munthe laki-laki 54 Non- keratinizing SCC 104 Rohman Sinaga laki-laki 41 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma
105 Selamat Sujoko laki-laki 72 Keratinizing Squamous Cell carcinoma
106 Mangampiri Lumban
Tobing laki-laki 50
Undifferentiated Squamous cell carcinoma
107 Mashuri P laki-laki 67 Non- keratinizing SCC
(14)
109 Ngemani perempuan 74 Non- keratinizing SCC
110 Subah Pralogo laki-laki 48 Non- keratinizing SCC
111 Giat P. Simanjuntak laki-laki 52 Non- keratinizing SCC 112 M. Syarif Lubis laki-laki 50 Non- keratinizing SCC
113 Marsad Padang laki-laki 53 Non-keratinizing SCC
114 Pantul Liber Harianja laki-laki 46 Non- keratinizing SCC 115 Faminudin Lauli laki-laki 60 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma
116 Paiman laki-laki 66 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma 117 Rahman Siregar laki-laki 41 Non- keratinizing SCC 118 M. Syahrizal laki-laki 24 Undifferentiated Squamous cell
carcinoma
119 Nurasnah perempuan 43 Non- keratinizing SCC
120 Ruslin Tumanggor laki-laki 41 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
121 Betsaida R. Sinaga perempuan 31 Keratinizing Squamous Cell carcinoma
122 Maruli Pardede laki-laki 65 Non- keratinizing SCC
123 Sabar laki-laki 47 Non- keratinizing SCC
124 Aripin laki-laki 17 Non- keratinizing SCC
125 Maluddin Hamid laki-laki 58 Non- keratinizing SCC
141
Melitina Dula perempuan 45 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
Tarmizi Mahda laki-laki 16 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
Robin Sitanggang laki-laki 53 Non- keratinizing SCC
Rosmaniar perempuan 42 Non- keratinizing SCC
dantur manik Laki-laki 60
Keratinizing Squamous Cell carcinoma
manaf Laki-laki 41 Non- keratinizing SCC
132 samsul hanafiah Laki-laki 44 Undifferentiated Squamous cell carcinoma
133 jhon efendi Laki-laki 52 Non- keratinizing SCC
134 manan Laki-laki 48 Non- keratinizing SCC
135 nurainun Perempuan 31 Non- keratinizing SCC
136 josti perempuan 35 Non- keratinizing SCC
(15)
138 m. ali Laki-laki 65 Undifferentiated
139 fataria perempuan 49 Non- keratinizing SCC
140 posman Laki-laki 69 Undifferentiated
141 ade aulia Laki-laki 45 Non- keratinizing SCC
142 tugirin Laki-laki 62 Non- keratinizing SCC
143 saksi Laki-laki 42 Undifferentiated
144 patimah perempuan 66 Undifferentiated
145 nurdiah hsb perempuan - Undifferentiated
(16)
DAFTAR PUSTAKA
Alan, S., 2001. Wheater’s Basic Histopathology: a Colour Atlas and Text; 4:10: 6-7
Bailey BJ MD, Jhonson JT MD., 2001. Nasopharyngeal Cancer in Head and Neck Surgery-Otolaryngology. 4th Ed. Volume 2. Philadephia: Lippincott Williams & Wilkins. p.1657- 67.
Brennan, B., 2006. Review: Nasopharyngeal Carcinoma. Orphanet Journal of Rare Diseases; 1:23: 1-5
Chang C., 2011. Neck Masses (online). Cited 5 Mar 2012 [Updated 30 September 2011]. Available from: URL http://www.fauquierent.net/neckmass.htm
Instalasi Deteksi Dini dan Promosi Kesehatan RS Kanker Dharmais 2010-2013.,2013. Prevalesi Kanker Terbanyak di Rumah Sakit Dharmais; 2:35
Longmore M,Wilkinson I, Turmezei T,Cheug CK., 2009. Oxford Handbook of Clinical Medicine. 7th Ed. United States, New York: Oxford University. p. 179.
Mills SE.,2004. Squamous Cell Carcinoma. In: Stenbergs Diagnostic Surgical Pathology. 4th Ed. Lippicoltt William&Wilkins: p. 974-7.
Roezin, A., and Adam, M., 2007. Karsinoma Nasofaring. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Kepala & Leher Edisi ke 6. Jakarta: Balai Penerbit FKUI:182-187
S Leu-Yi, Jhen-Chuan Lee., 2009. Carcinoma in the Pharynx: Nasopharynx, Oropharynx and Hypopharynx. Original Article. J. Chinese Oncol. Soc. Vol 25: p.102-13.
Shanmugaratnam, KS., 1978. Histological Typing Of Upper Respiratory Tract Tumors. Geneva: World Health Organization, 1:24:4-5
Pusdatin Kementerian Kesehatan RI., 2013. Angka Kejadian Kanker per Provinsi di Indonesia; 1:23: 5-7
(17)
Tambunan, WG., 2001. Sepuluh Jenis Kanker Terbanyak di Indonesia. Jakarta: EGC;p.67-87.
Wulan, M., 2013. Karakteristik Penderita Kanker Nasofaring Di Rumah Sakit H. Adam Malik Medan Tahun 2011. Available from:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/35349/5/Chapter%20l.pdf [Accessed 25 Maret 2015]
(18)
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3. 1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
3.2. Definisi Operasional
• Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang berasal dari sel epitel yang melapisi nasofaring.
• Penderita KNF adalah semua pasien yang dinyatakan menderita kanker nasofaring berdasarkan diagnosis dokter sesuai yag tercatat dalam rekam medis di RSUP HAM Medan.
• Umur adalah jumlah tahun hidu pasien penderita KNF sejak lahir sampai ulang tahun terakhir yang sesuai denga rekam medis.
• Jenis kelamin adalah laki-laki dan perempuan sesuai dengan yang tertulis di rekam medis.
• Gambaran histopatologi adalah klasifikasi KNF menurut WHO (1978) yang masih digunakan di RSUP H. Adam Malik pada saat ini, terbagi menjadi WHO 1 (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma), WHO 2 (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma), dan WHO 3 (Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma).
1.
Umur
2.
Jenis Kelamin
3.
Gambaran
Histopatologi
KNF
(19)
3.2.1 Cara menilai
Melihat rekam medik pasien KNF di RSUP HAM dan memperhatikan variabel usia, jenis kelamin, serta gambaran histopatologi KNF yang ada pada sampel.
3.2.2 Alat ukur
Hasil rekam medik pasien KNF di RSUP HAM.
3.2.3 Hasil pengukuran
Hasil disajikan dalam betuk tabel.
a. Usia: 11-20, 21-30, 31-40, 41-50, 51-60, 61-70, 71-80. b. Jenis kelamin: Laki-laki atau perempuan.
c. Gambaran Histopatologi : WHO 1 (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma), WHO 2 (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma), dan WHO 3 (Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma).
Skala pengukuran:
a. Usia diukur dengan skala interval
(20)
BAB 4
METODE PENELITIAN
4. 1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif. Desain penelitian ini adalah retrospektif.
4. 2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan bulan Juni sampai bulan November 2015 di RSUP H.Adam Malik dengan melihat data rekam medis pasien KNF dari bulan Januari 2012 sampai bulan Desember 2014.
4. 3. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi penelitian ini adalah semua penderita yang didiagnosa KNF di bagian THT RSUP.H.Adam Malik Medan pada bulan Januari 2012 sampai bulan Desember 2014.
Sampel pada penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total sampling bahwa semua pasien KNF yang datang ke bagian THT RSUP.H.Adam Malik Medan dari bulan Januari 2012 sampai Desember 2014 dipilih sebagai sampel dalam penelitian ini.
4.4. Teknik Pengumpulan data
Jenis data yang dikumpukan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang di dapat dari rekam medis pasien KNF yang menjalani pengobatan di RSUP.H.Adam Maik Medan dari bulan Januari 2012 sampai bulan Desember 2014.
Seluruh subjek dalam populasi terjangkau dimasukkan sebagai sampel dalam
penelitian ini dengan teknik total sampling. Dari masing-masing sampel ditabulasi gambaran histopatologi KNF. Data tersebut merupakan data yang dibutuhkan dalam penelitian ini.
(21)
Data yang terkumpul kemudian diolah dan di analisi dengan bantuan program SPSS for windows. Analisis statistik yang digunakan adalah statistik deskriptif dengan
(22)
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di RSUP (Rumah Sakit Umum Pusat) Haji Adam Malik di Medan, Sumatera Utara. Rumah sakit ini berlokasi di Jalan Bunga Lau No. 17 Kecamatan Medan Tuntungan, Medan, Sumatera Utara. Sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VIII/1990 menyatakan bahwa rumah sakit ini merupakan rumah sakit tipe A dan menjadi rumah sakit pusat rujukan regional untuk Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Riau. Wilayah tersebut masuk dalam 20 besar wilayah di Indonesia dengan prevalensi stroke yang tinggi.
Sejalan dengan visi RSUP Haji Adam Malik yaitu menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul di Sumatera tahun 2015, dan misi yaitu melaksanakan pelayanan kesehatan yang paripurna, bermutu dan terjangkau, melaksanakan pendidikan, pelatihan serta penelitian kesehatan yang profesional, serta melaksanakan kegiatan pelayanan dengan prinsip efektif, efisien, akuntabel dan mandiri. Memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat secara profesional, efisien dan efektif sesuai standar pelayanan yang bermutu merupakan falsafah rumah sakit, dengan core believe yaitu kesejahteraan terwujud dengan memberikan pelayanan bermutu yang dijalankan oleh RSUP Haji Adam Malik, melalui moto yang mengutamakan keselamatan pasien dengan pelayanan cepat, akurat, terjangkau , efisien dan nyaman.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel Penelitian
Rekam medis yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah rekam medis pasien yang didiagnosis menderita karsinoma nasofaring di bagian Telinga Hidung Tenggorokan (THT) RSUP Haji Adam Malik Medan dari Januari 2012 sampai Desember 2014 dan telah memenuhi kriteria penelitian, yaitu mencakup data distribusi frekuensi menurut umur, jenis
(23)
kelamin, dan klasifikasi histopatologi WHO pada karsinoma nasofaring. Didapatkan data sebanyak 144 rekam medis pasien karsinoma nasofaring.
5.1.3. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan umur diuraikan di tabel 5.1.
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan umur
Dari tabel 5.1 dapat dipaparkan bahwa berdasarkan umur, didapati kelompok usia terbanyak hingga paling sedikit pada pasien karsinoma nasofaring secara berturut-turut adalah 41-50 tahun yaitu sebanyak 50 orang (34,7%), kelompok usia 51-60 tahun sebanyak 32 orang (22,2%), kelompok usia 31-40 tahun sebanyak 24 orang (16,7%), kelompok usia 61-70 tahun sebanyak 20 orang (13,9%), kelompok usia 21-30 tahun sebanyak 8 orang
(5,6%), kelompok usia 71-80 tahun sebanyak 6 orang (4,2%), dan kelompok usia 11-20 tahun sebanyak 4 orang (2,8%).
5.1.4. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin.
Kelompok Umur (tahun) n (%)
i. 11-20 4 2.8
ii. 21-30 8 5.6
iii. 31-40 24 16.7
iv. 41-50 50 34.7
v. 51-60 32 22.2
vi. 61-70 20 13.9
vii. 71-80 6 4.2
(24)
Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin diuraikan di tabel 5.2.
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N (%)
i. Laki-Laki 103 71,5
ii. Perempuan 41 28.5
Total 144 100
Dari tabel 5.2 dapat dilihat bahwa proporsi tertinggi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan jenis kelamin lebih banyak didapati pada laki-laki yaitu sebanyak 103 orang (71,5%), sedangkan pada perempuan hanya dijumpai 41 orang (28,5%).
5.1.5. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO.
Pada penelitian ini, distribusi frekuensi penderita karsinoma nasofaring berdasarkan klasifikasi histopatologi WHO diuraikan di tabel 5.3.
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO
Klasifikasi Histopatologi N (%)
i. WHO I (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma)
12 8,3
ii. WHO II (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma)
73 50,7
iii. WHO III (Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma)
(25)
Total 144 100
Dari tabel 5.3 dapat dipaparkan bahwa berdasarkan gambaran klasifikasi histopatologi pada pasien karsinoma nasofaring, didapati kasus paling banyak adalah klasifikasi WHO II ((Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma) yaitu sebanyak 73 orang (50,7%), diikuti klasifikasi WHO III (Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma) sebanyak 59 orang (41%), dan WHO I (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma) sebanyak 12 orang (8,3%).
5.2 Pembahasan
5.2.1 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Usia
Pada penelitian ini, usia penderita KNF yang termuda adalah 16 tahun dan yang tertua adalah 82 tahun. Roezin (1995) di Jakarta melaporkan bahwa rentang umur termuda adalah 4 tahun manakala umur tertua adalah 84 tahun. Dari distribusi data, didapati penderita
terbanyak pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu sebanyak 50 orang (34,7%) dan kelompok usia 51-60 tahun sebanyak 32 orang (22,2%). Hal ini hampir sama dengan Roezin (1995) yang mendapatkan kelompok umur 40 – 49 tahun (25,92%) dan 50 – 59 tahun (19,75%) serta Magdalena et el (1996) di Yogyakarta mendapatkan insiden tertinggi KNF pada kelompok umur 40 – 49 tahun (42,4%) dan Ibrahim (2007) di Medan menjumpai kelompok umur 40 -49 tahun (24%) dan 50 -59 tahun (29,2%). Insiden kanker meningkat sesuai peningkatan usia dan memerlukan waktu yang lama, mulai dari paparan pertama bahan karsinogen sampai timbulnya kanker ataupun faktor–faktor lain (Brennan, 2006).
5.2.2. Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Laki–laki lebih tinggi proporsinya dibanding perempuan dimana laki– laki berjumlah 103 orang sedangkan perempuan 41 orang. Laki- laki lebih banyak beraktivitas di luar maka mengalami stress sehingga terjadi penurunan respon imun. Ibrahim (2007) di Medan,
mendapati kasus yang lebih tinggi pada laki- laki yaitu 74% dibanding perempuan sebanyak 26% dengan perbandingan 2,84:1 dimana hampir sama perbandingan dalam penelitian ini yaitu 2,51 :1. Hal ini mungkin disebabkan oleh gaya hidup laki–laki berbeda daripada perempuan, seperti kebiasaan merokok dimana jumlah laki–laki merokok lebih tinggi
berbanding perempuan. Perokok berat berisiko 2-4 kali menderita KNF dibanding yang tidak merokok. (Yi dan Jhen, 2009).
(26)
5.2.3. Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO Pada penelitian ini sebahagian besar penderita KNF mempunyai jenis histopatologis WHO tipe II ((Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma) yaitu sebanyak 73 orang (50,7%), diikuti klasifikasi WHO tipe III (Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma) sebanyak 59 orang (41%), dan WHO tipe I (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma) sebanyak 12 orang (8,3%).
Beberapa penelitian mendapatkan WHO tipe III yang tertinggi seperti Magdalena (1996) di Yogyakarta sebanyak 88,98%, WHO tipe II sebanyak 3,74% dan WHO tipe I sebanyak 1,72%. Ibrahim (2007) mendapatkan WHO tipe III sebanyak 38,6%, diikuti WHO tipe II sebanyak 33,3%, dan WHO tipe I sebanyak 28,1%. Delfitri (2006) di Medan,
mendapatkan WHO tipe III sebanyak 53%, diikuti WHO tipe II sebanyak 18 %, dan WHO tipe I sebanyak 29 % dari 55 kasus. Di Asia, WHO tipe III merupakan tipe yang terbanyak sedangkan di Amerika Serikat yang paling banyak adalah WHO tipe I (Brennan, 2006).
Perbedaan hasil klasifikasi histopatologi ini bisa didasari oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah paparan karsinogen dan juga genetik (Brennan, 2006). Penelitian pertama tentang adanya kelainan genetik ras Cina yang dihubungkan dengan klasifikasi histopatologi KNF adalah penelitian tentang Human Leucocyte Antigen (HLA). Pada etnik Cina, KNF dihubungkan dengan ditemukannya HLA tipe A2 dan Bw46 (Cottrill dan Nutting, 2003), kemungkinan HLA tipe ini yang menyebabkan klasifikasi histopatologi KNF di Cina yang lebih dominan adalah WHO tipe III (Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma). Penelitian di Medan menemukan gen yang potensial sebagai penyebab kerentanan timbulnya KNF pada suku Batak adalah gen HLA-DRB1*08 (Munir D, 2007), sehingga kemungkinan gen ini menyebabkan klasifikasi histopatologi lebih mengarah dominan kepada WHO tipe II ((Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma). Berdasarkan perbedaan dominasi jenis
histopatologis, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi klasifikasi histopatologi.
(27)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penilitian yang dilakukan mengenai Gambaran Histopatologi pada Pasien Karsinoma Nasofaring Tahun 2012-2014 di RSUP Haji Adam Malik, Medan
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Jumlah total penderita KNF di RSUP H. Adam Malik pada Januari 2012-Desember 2014 adalah 144 orang.
2. Berdasarkan usia dapat dilihat bahwa kelompok usia terbanyak pasien KNF adalah kelompok usia 41-50 tahun yaitu sebanyak 50 orang (34,7%).
3. Berdasarkan jenis kelaminnya, pada KNF lebih banyak didapati jenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 103 orang (71,5%).
4. Berdasarkan hasil gambaran klasifikasi histopatologi KNF menurut WHO, jenis paling banyak adalah klasifikasi WHO II ((Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma) yaitu sebanyak 73 orang (50,7%).
6.2 Saran
Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapkan beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut yaitu :
1. Bagi mahasiswa dan tenaga medis
- Diperlukan update ilmu pengetahuan tentang perkembangan bidang penelitian kesehatan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan edukasi terhadap pasien.
- Senantiasa menjaga tingkah laku untuk membangun kenyaman dan kepercayaan dengan rekan dan seluruh warga di lingkungan berada.
- Diperlukan pengaturan waktu yang matang dalam melakukan penelitian kedepannya.
- Rumah sakit, dinas kesehatan, puskesmas, dan seluruh institusi-institusi kesehatan terkait perlu memberikan penyuluhan awal tentang KNF agar deteksi dini dan terapi awal dapat ditingkatkan.
- Dengan adanya perbedaan gambaran klasifikasi histopatologis pada berbagai penelitian di tempat dan waktu yang berbeda maka perlu dilakukan penelitian
(28)
lebih lanjut tentang faktor yang mempengaruhi perbedaan klasifikasi histopatologi.
- Perlunya melengkapi rekam medis pasien secara keseluruhan agar data yang dibutuhkan dapat tercukupi.
2. Bagi masyarakat
- Perlunya penjagaan pola hidup agar mengurangi timbulnya faktor resiko terhadap KNF.
(29)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.2 Karsinoma Nasofaring
2.2.1 Definisi Karsinoma Nasofaring
Karsinoma nasofaring (KNF) adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring (fosa Rossenmuller) dan atap nasofaring (Roezin, 2009).
2.2.2 Epidemiologi
KNF dapat terjadi pada setiap usia, namun sangat jarang dijumpai penderita di bawah usia 20 tahun dan usia terbanyak antara 45 – 54 tahun. Laki-laki lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 2 – 3 : 1. Kanker nasofaring tidak umum dijumpai di Amerika Serikat dan dilaporkan bahwa kejadian tumor ini di Amerika Serikat adalah kurang dari 1 dalam 100.000 (S Leu-Yi, 2009)
Disebahagian provinsi di Cina, dijumpai kasus KNF yang cukup tinggi yaitu 15-30 per 100.000 penduduk. Selain itu, di Cina Selatan khususnya Hong Kong dan
Guangzhou,dilaporkan sebanyak 10-150 kasus per 100.000 orang per tahun.Insiden tetap tinggi untuk keturunan yang berasal Cina Selatan yang hidup di negara-negara lain. Hal ini menunjukkan sebuah kecenderungan untuk penyakit ini apabila dikombinasikan dengan lingkungan pemicu (Leu-Yi, 2009).
Di Indonesia, KNF menempati urutan ke-5 dari 10 besar tumor ganas yang terdapat di seluruh tubuh dan menempati urutan ke -1 di bidang Telinga, Hidung dan Tenggorok (THT). Hampir 60% tumor ganas kepala dan leher merupakan KNF. Dari data Departemen Kesehatan, tahun 1980 menunjukan prevalensi 4,7 per 100.000 atau diperkirakan 7.000-8.000 kasus per tahun (Pusdatin Kemenkes RI, 2009 dan Tambunan, 2000)
2.2.3. Etiologi
Terjadinya KNF mungkin multifaktorial, proses karsinogenesisnya mungkin mencakup banyak tahap. Faktor yang mungkin terkait dengan timbulnya KNF adalah: (Bailey, 2001)
(30)
1. Kerentanan Genetik
Walaupun karsinoma nasofaring tidak termasuk tumor genetik, tetapi kerentanan terhadap karsinoma nasofaring pada kelompok masyarakat tertentu relatif lebih menonjol dan memiliki agregasi familial. Analisis korelasi menunjukkan gen HLA (human leukocyte antigen) dan gen pengkode enzim sitokrom p4502E (CYP2E1) kemungkinan adalah gen kerentanan terhadap karsinoma nasofaring, mereka berkaitan dengan sebagian besar karsinoma nasofaring.
2. Infeksi Virus Eipstein-Barr
Banyak perhatian ditujukan kepada hubungan langsung antara karsinoma nasofaring dengan ambang titer antibody virus Epstein-Barr (EBV). Serum pasien-pasien orang Asia dan Afrika dengan karsinoma nasofaring primer maupun sekunder telah dibuktikan mengandung
antibody Ig G terhadap antigen kapsid virus (VCA) EB dan seringkali pula terhadap antigen dini (EA); dan antibody Ig A terhadap VCA (VCA-IgA), sering dengan titer yang tinggi. Hubungan ini juga terdapat pada pasien di Amerika yang mendapat karsinoma nasofaring aktif. Bentuk-bentuk anti-EBV ini berhubungan dengan karsinoma nasofaring tidak berdifrensiasi (undifferentiated) dan karsinoma nasofaring non-keratinisasi
(nonkeratinizing) yang aktif (dengan mikroskop cahaya) tetapi biasanya tidak berhubung dengan tumor sel skuamosa atau elemen limfoid dalam limfoepitelioma.
3. Faktor Lingkungan
Penelitian akhir-akhir ini menemukan zat-zat berikut berkaitan dengan timbulnya karsinoma nasofaring yaitu golongan Nitrosamin,diantaranya dimetilnitrosamin dan dietilnitrosamin, Hidrokarbon aromatic dan unsur Renik, diantaranya nikel sulfat.
2.2.4. Klasifikasi & Histopatologi
Berdasarkan klasifikasi histopatologi menurut WHO pada tahun 1978, KNF dibagi menjadi tipe 1 karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, tipe 2 gambaran histologinya karsinoma tidak berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih ke arah diferensiasi baik, tipe 3 karsinoma tanpa diferensiensi adalah sangat heterogen, sel ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas. Jenis KNF yang banyak dijumpai adalah tipe 2 dan tipe 3. Jenis tanpa keratinisasi dan tanpa diferisiensi
(31)
mempunyai sifat radiosensitif dan mempunyai titer antibodi terhadap virus Epstein-Barr, sedangkan jenis karsinoma sel skuamosa dengan berkeratinisasi tidak begitu radiosensitif dan tidak menunjukkan hubungan dengan virus Epstein-Barr (Chang, 2011). Berikut ini
gambaran histopatologi karsinoma nasofaring: 1. Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Pada keratinizing squamous cell carcinoma dijumpai adanya diferensiasi dari sel squamous dengan intercellular bridge atau keratinisasi. Tumor tumbuh dalam bentuk pulau-pulau yang dihubungkan dengan stroma yang desmoplastik dengan infiltrasi sel-sel radang limfosit, sel plasma, neutrofil dan eosinofil yang bervariasi. Sel-sel tumor berbentuk poligonal dan bertingkat. Batas antar sel jelas dan dipisahkan oleh intercellular bridge. Sel-sel pada bagian tengah pulau menunjukkan sitoplasma eosinofilik yang banyak
mengindikasikan keratinisasi. Dijumpai adanya keratin pearls.
2. Non Keratinizing Squamous Cell Carcinoma
Pada pemeriksaan histopatologi non keratinizing squamous cell carcinoma memperlihatkan gambaran stratified dan membentuk pulau-pulau. Sel-sel menunjukkan batas antar sel yang jelas dan terkadang dijumpai intercellular bridge yang samar-samar. Dibandingkan dengan undifferentiated carcinoma ukuran sel lebih kecil, rasio inti sitoplasma lebih kecil, inti lebih hiperkhromatik dan anak inti tidak menonjol.
3. Undifferentiated Carcinoma
Gambaran undifferentiated carcinoma berupa kelompokan sel-sel berukuran besar yang tidak berdiferensiasi, batas sel tidak jelas, inti bulat sampai oval, vesikular inti,
membesar dan khromatin pucat, terdapat anak inti yang besar, sitoplasma sedang, dijumpai latar belakang sel-sel radang limfosit diantara sel-sel epitel. Sel-sel tumor sering tampak terlihat tumpang tindih. Beberapa sel tumor dapat berbentuk spindel. Dijumpai infiltrat sel radang dalam jumlah banyak, khususnya limfosit, sehingga dikenal juga sebagai
lymphoepithelioma. Dapat juga dijumpai sel-sel radang lain, seperti sel plasma, eosinofil, epitheloid dan multinucleated giant cell (walaupun jarang).
Terdapat dua bentuk undifferentiated carcinomayaitu tipe Regauds (terdiri dari kumpulan sel-sel epiteloid dengan batas yang jelas yang dikelilingi oleh jaringan ikat fibrous dan sel-sel limfosit) dan tipe Schmincke (sel-sel epitelial neoplastik tumbuh difus dan
(32)
lymphoma). Inti sel tumor berbeda antara karsinoma nasofaring dan large cell malignant lymphoma. Pada karsinoma nasofaring memiliki gambaran vesikular, dengan pinggir inti yang rata dan berjumlah satu, dengan anak inti yang jelas berwarna eosinophil. Pada
malignant lymphoma biasanya pinggirnya lebih iregular, khromatin kasar dan anak inti lebih kecil dan berwarna basofilik atau amphofilik.
4. Basaloid Squamous Cell Carcinoma
Tipe ini memiliki dua komponen yaitu sel-sel basaloid dan sel-sel squamous. Sel-sel basaloid berukuran kecil dengan inti hiperkhromatin dan tidak dijumpai anak inti dan sitoplasma sedikit. Tumbuh dalam pola solid dengan konfigurasi lobular dan pada beberapa kasus dijumpai adanya peripheral palisading. Komponen sel-sel squamous dapat in situ atau invasif. Batas antara komponen basaloid dan squamous jelas.
2.2.5. Gejala Klinis Karsinoma Nasofaring 2.2.5.1 Gejala Dini
KNF bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan, maka diagnosis dan pengobatan yang sedini mungkin memegang peranan penting (Roezin, 2007).
Gejala pada telinga dapat dijumpai sumbatan Tuba Eutachius. Pasien mengeluh rasa penuh di telinga, rasa dengung kadang-kadang disertai dengan gangguan pendengaran. Gejala ini merupakan gejala yang sangat dini. Radang telinga tengah sampai pecahnya gendang telinga. Keadaan ini merupakan kelainan lanjut yang terjadi akibat penyumbatan muara tuba, dimana rongga telinga tengah akan terisi cairan. Cairan yang diproduksi makin lama makin banyak, sehingga akhirnya terjadi kebocoran gendang telinga dengan akibat gangguan pendengaran (Roezin, 2009).
Gejala pada hidung adalah epistaksis akibat dinding tumor biasanya rapuh sehingga oleh rangsangan dan sentuhan dapat terjadi pendarahan hidung atau mimisan. Keluarnya darah ini biasanya berulang-ulang, jumlahnya sedikit dan seringkali bercampur dengan ingus, sehingga berwarna merah muda. Selain itu,sumbatan hidung yang menetap terjadi akibat pertumbuhan tumor ke dalam rongga hidung dan menutupi koana. Gejala menyerupai pilek kronis, kadang-kadang disertai dengan gangguan penciuman dan adanya ingus kental. Gejala telinga dan hidung ini bukan merupakan gejala yang khas untuk penyakit ini, karena juga
(33)
dijumpai pada infeksi biasa, misalnya pilek kronis, sinusitis dan lain-lainnya. Mimisan juga sering terjadi pada anak yang sedang menderita radang (Roezin, 2009).
2.2.5.2. Gejala Lanjut
Pembesaran kelenjar limfe leher yang timbul di daerah samping leher, 3-5 sentimeter di bawah daun telinga dan tidak nyeri. Benjolan ini merupakan pembesaran kelenjar limfe, sebagai pertahanan pertama sebelum tumor meluas ke bagian tubuh yang lebih jauh. Benjolan ini tidak dirasakan nyeri, sehingga sering diabaikan oleh pasien. Selanjutnya sel-sel kanker dapat berkembang terus,menembus kelenjar dan mengenai otot di bawahnya. Kelenjarnya menjadi melekat pada otot dan sulit digerakan. Keadaan ini merupakan gejala yang lebih lanjut lagi.
Pembesaran kelenjar limfe leher merupakan gejala utama yang mendorong pasien datang ke dokter. Gejala akibat perluasan tumor ke jaringan sekitar. Perluasan ke atas ke arah rongga tengkorak dan kebelakang melalui sela-sela otot dapat mengenai saraf otak dan menyebabkan ialah penglihatan ganda (diplopia), rasa baal (mati rasa) didaerah wajah sampai akhirnya timbul kelumpuhan lidah, leher dan gangguan pendengaran serta gangguan
penciuman. Keluhan lainnya dapat berupa sakit kepala hebat akibat penekanan tumor ke selaput otak rahang tidak dapat dibuka akibat kekakuan otot-otot rahang yang terkena tumor. Biasanya kelumpuhan hanya mengenai salah satu sisi tubuh saja (unilateral) tetapi pada beberapa kasus pernah ditemukan mengenai ke dua sisi tubuh (Roezin, 2009).
Gejala akibat metastasis apabila sel-sel kanker dapat ikut mengalir bersama aliran limfe atau darah, mengenai organ tubuh yang letaknya jauh darinasofaring, hal ini yang disebut metastasis jauh. Yang sering ialah pada tulang, hati dan paru. Jika ini terjadi, menandakan suatu stadium dengan prognosis sangat buruk (Roezin, 2009).
2.2.6. Stadium Karsinoma Nasofaring
Untuk menentukan stadium, dipakai sistem TNM menurut UICC (Union for International Cancer Control) tahun 2002.
Tabel 2.1. T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya
T Tumor primer T0 Tidak tampak tumor
(34)
T1 Tumor terbatas di nasofaring T2 Tumor meluas ke jaringan lunak
T2A
parafaring
T2B parafaring
T3 Tumor menginvasi struktur tulang dan/atau sinus paranasal
T4 Tumor dengan perluasan intrakranial dan/atau terdapat keterlibatan saraf kranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang mastikator
Tabel 2.2. N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar limfe regional N Pembesaran kelenjar getah bening regional
NX Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai N0 Tidak ada pembesaran
N1 Metastasi kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula
N2 Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atas fossa supraklavikula
N3 Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran lebih besar dari 6 cm atau terletak di dalam fossa supraklavikula
N3A N3B
Tabel 2.3. M = Metastase, menggambarkan metastase jauh M Metastasis jauh
MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
Tabel 2.4. Stadium penyakit
Stadium 0 T1 N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIa
T2a N0 M0
(35)
IIb
T2a N1 M0
T2b N0, N1 M0
Stadium III
T1 N2 M0
T2a, T2b
N2 M0
T3 N2 M0
Stadium IVa
T4 N0, N1, N2 M0
Stadium IVb
Semua T
N3 M0
Stadium IVc
Semua T
Semua N M1
2.2.7. Diagnosis
Persoalan diagnostik sudah dapat dipecahkan dengan pemeriksaan CT-Scan daerah kepala dan leher, sehingga pada tumor primer yang tersembunyi pun tidak akan terlalu sulit ditemukan. Pemeriksaan foto tengkorak potongan anteroposterior, lateral dan Waters menunjukan massa jaringan lunak di daerah nasofaring. Foto dasar tengkorak
memperlihatkan destruksi atau erosi tulang di daerah fossa serebri media. Pemeriksaan darah tepi, fungsi hati, ginjal dan lain -lain dilakukan untuk mendeteksi metastasis (Nasir,2008).
Pemeriksaan serologi IgA anti EA dan IgA anti VCA untuk infeksi virus E-B telah menunjukkan kemajuan dalam mendeteksi karsinoma nasofaring. Tetapi pemeriksaan ini hanya digunakan untuk menentukan prognosis pengobatan.
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi nasofaring. Biopsi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dari hidung atau dari mulut. Biopsi dari hidung dilakukan tanpa melihat jelas tumornya (blind biopsi). Cunam biopsi dimasukkan melalui rongga hidung menelusuri konka media ke nasofaring kemudian cunam diarahkan ke lateral dan dilakukan biopsy. Biopsi melalui mulut dengan memakai bantuan kateter nelaton yang dimasukkan melalui hidung dan ujung kateter yang berada didalam mulut ditarik keluar dan
(36)
diklem bersam-sama ujung kateter yang di hidung. Demikian juga dengan kateter dari hidung disebelahnya, sehingga palatum mole tertarik keatas. Kemudian dengan kaca laring dilihat daerah nasofaring. Biopsi dilakukan dengan melihat tumor melalui kaca tersebut atau memakai nasofaringoskop yang dimasukkan melalui mulut, massa tumor akan terlihat lebih jelas. Biopsi tumor nasofaring umumnya dilakuan dengan anestsi topical dengan Xylocain 10%.Bila dengan cara ini masih belum didapatkan hasil yang memuaskan maka dilakukan pengerokan dengan kuret daerah lateral nasofaring dalam nakrosis. Endoskopi dapat
membantu dokter untuk melihat bagian dalam tubuh dengan hanya menggunakan thin,fexible tube. Pasien disedasi semasa tuba dimasukkan melalui mulut ataupun hidung untuk menguji area kepala ataupun leher. Apabila endoskopi telah digunakan untuk melihat
nasofaring,disebut nasofaringoskopi (Longmore, 2009). 2.2.8. Terapi bagi Karsinoma Nasofaring
Radioterapi masih merupakan pengobatan utama dan ditekankan pada penggunaan megavoltage dan pengaturan dengan komputer. Pengobatan tambahan yang diberikan dapat berupa diseksi leher, pemberian tetrasiklin, faktor transfer, interferon, kemoterapi, seroterapi, vaksin dan anti virus. Semua pengobatan tambahan ini masih dalam pengembangan,
sedangkan kemoterapi masih tetap terbaik sebagai terpai adjuvant (tambahan) (Longmore, 2009).
Pemberian adjuvant kemoterapi Cis-platinum, bleomycin dan 5-fluorouracil saat ini sedang dikembangkan dengan hasil sementara yang cukup memuaskan. Demikian pula telah dilakukan penelitian pemberian kemoterapi praradiasi dengan epirubicin dan cis-platinum, meskipun ada efek samping yang cukup berat, tetapi memberikan harapan kesembuhan yang lebih baik. Kombinasi kemoterapi dengan mitomycin C dan 5-fluorouracil oral setiap hari sebelum diberikan radiasi yang bersifat radiosensitizer memperlihatkan hasil yang memberi harapan akan kesembuhan total pasien karsinoma nasofaring (Longmore, 2009).
Pengobatan pembedahan diseksi leher radikal dilakukan terhadap benjolan di leher yang tidak menghilang pada penyinaran (residu) atau timbul kembali setelah penyinaran selesai, tetapi dengan syarat tumor induknya sudah hilang yang dibuktikan dengan pemeriksaan radiologi dan serologi. Operasi sisa tumor (residu) atau kambuh (residif) diindikasikan, tetapi sering timbul komplikasi yang berat akibat operasi (Roezin, 2007).
(37)
Perawatan paliatif harus diberikan pada pasien dengan pengobatan radiasi. Mulut rasa kering disebakan oleh keusakan kelenjar liur mayor maupun minor sewaktu penyinaran. Tidak banyak yang dilakukan selain menasihatkan pasien untuk makan dengan banyak kuah, membawa minuman kemanapun pergi dan mencoba memakan dan mengunyah bahan yang rasa asam sehingga merangsang keluarnya air liur. Gangguan lain adalah mukositis rongga mulut karena jamur, rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan akibat penyinaran, sakit kepala, kehilangan nafsu makan dan kadang-kadang muntah atau rasa mual (Roezin, 2007). Kesulitan yang timbul pada perawatan pasien pasca pengobatan lengkap dimana tumor tetap ada (residu) akan kambuh kembali (residif). Dapat pula timbul metastasis jauh pasca pengobatan seperti ke tulang, paru, hati, otak. Pada kedua keadaan tersebut diatas tidak banyak tindakan medis yang dapat diberikan selain pengobatan simtomatis untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien akhirnya meninggal dalam keadaan umum yang buruk , perdarahan dari hidung dan nasofaring yang tidak dapat dihentikan dan terganggunya fungsi alat-alat vital akibat metastasis tumor (Roezin, 2007).
2.2.9. Prognosis
Prognosis karsinoma nasofaring secara umum tergantung pada pertumbuhan lokal dan metastasenya. Karsinoma skuamosa berkeratinasi cenderung lebih agresif aripada yang non keratinasi dan tidak berdiferensiasi, walau metastase limfatik dan hematogen lebih sering pada ke-2 tipe yang disebutkan terakhir. Prognosis buruk bila dijumpai limfadenopati, stadium lanjut, tipe histologik karsinoma skuamus berkeratinasi. Prognosis juga diperburuk oleh beberapa faktor seperti stadium yang lebih lanjut,usia lebih dari 40 tahun, laki-laki dari pada perempuan dan ras Cina daripada ras kulit putih (Longmore, 2009) .
2.2.10. Komplikasi
Toksisitas dari radioterapi dapat mencakup xerostomia, hipotiroidisme, fibrosis dari leher dengan hilangnya lengkap dari jangkauan gerak, trismus, kelainan gigi, dan hipoplasia struktur otot dan tulang diiradiasi. Retardasi pertumbuhan dapat terjadi sekunder akibat radioterapi terhadap kelenjar hipofisis. Panhypopituitarismdapat terjadi dalam beberapa kasus.Kehilangan pendengaran sensorineural mungkin terjadi dengan penggunaan cisplatin dan radioterapi. Toksisitas ginjal dapat terjadi pada pasien yang menerima cisplatin. Mereka yang menerima bleomycin beresiko untuk menderita fibrosis paru. Osteonekrosis dari
(38)
mandibula merupakan komplikasi langka radioterapi dan sering dihindari dengan perawatan gigi yang tepat (Longmore, 2009).
2.2.11 Pencegahan
Pemberian vaksinasi pada penduduk yang bertempat tinggal di daerah dengan risiko tinggi. Penerangan akan kebiasaan hidup yang salah serta mengubah cara memasak makanan untuk mencegah kesan buruk yang timbul dari bahan-bahan yang berbahaya. Penyuluhan mengenai lingku ngan hidup yang tidak sehat, meningkatkan keadaan sosial-ekonomi dan berbagai hal yang berkaitan dengan kemungkinankemungkinan faktor penyebab. Akhir sekali, melakukan tes serologik IgA-anti VCA dan IgA anti EA bermanfaat dalam menemukan karsinoma nasofaring lebih dini (Longmore, 2009)
(39)
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Karsinoma Nasofaring (KNF) merupakan karsinoma yang banyak dijumpai di
Indonesia. Angka kejadian KNF di Indonesia cukup tinggi, yaitu 4,7 kasus baru per tahun per 100.000 penduduk atau sekitar 7000-8000 kasus per tahun di seluruh Indonesia. Menurut Santosa (1988) dalam Wulan (2013) didapatkan jumlah 716 (8,46%) penderita KNF berdasarkan data patologi yang diperoleh di Laboratorium Patologi anatomi FK Unair Surabaya (1973-1976) diantara 8463 kasus keganasan di seluruh tubuh. Karsinoma nasofaring termasuk ke dalam urutan sepuluh besar kejadian karsinoma terrbanyak di RS Kanker Dharmais, Jakarta selama tahun 2010-2013 bersama dengan kanker payudara, serviks, paru, ovarium, rektum, tiroid, usus besar, hepatoma, limfoma, dan jaringan lunak (Instalasi Deteksi Dini dan Promosi Kesehatan RS Kanker Dharmais, 2010-2013). KNF juga menduduki tempat pertama sebagai tumor ganas pada daerah kepala dan leher dengan persentase hampir 60% dari tumor di daerah kepala dan leher, diikuti tumor ganas hidung dan sinus paranasal 18%, laring 16%, dan tumor ganas rongga mulut, tonsil,
hipofaring dalam persentase rendah (Pahala,2009). Provinsi Sumatera Utara juga menduduki posisi lima besar dari 34 provinsi untuk kasus KNF terbanyak (Pusdatin Kementerian
Kesehatan RI, 2013). Hingga saat ini, jumlah kasus baru serta jumlah kematian akibat kanker nasofaring terus meningkat.
Histopatologi adalah cabang biologi yang mempelajari kondisi dan fungsi jaringan dalam hubungannya dengan penyakit. Histopatologi sangat penting dalam kaitan dengan diagnosis penyakit karena salah satu pertimbangan dalam penegakan diagnosis adalah melalui hasil pengamatan terhadap jaringan yang diduga terganggu. Histopatologi dapat dilakukan dengan mengambil sampel jaringan atau dengan mengamati jaringan setelah kematian terjadi. Dengan membandingkan kondisi jaringan sehat terhadap jaringan sampel dapat diketahui suatu penyakit yang diduga benar-benar menyerang atau tidak. (Alan, 2001).
Penegakan diagnosa KNF dengan menggunakan tes histopatologi yang dilakukan di laboratorium patologi anatomi merupakan gold standard (standar baku emas). Diagnosis histopatologi KNF dapat dilakukan dengan mengambil spesimen biopsi nasofaring dan
(40)
diperiksa menggunakan mikroskop cahaya maupun mikroskop elektron. WHO membagi klasifikasi KNF menjadi WHO 1, WHO 2, dan WHO 3. WHO 1 adalah karsinoma sel skuamosa dengan keratinisasi, WHO 2 dengan gambaran histologi karsinoma tidak berkeratin dengan sebagian sel berdiferensiasi sedang dan sebagian lainnya dengan sel yang lebih ke arah diferensiasi baik, sedangkan WHO 3 adalah karsinoma yang sangat heterogen dengan sel ganas membentuk sinsitial dengan batas sel tidak jelas. Klasifikasi ini hanya bisa diperoleh melalui serangkaian tes histopatologi yang sangat penting dalam penegakkan diagnosa dan penatalaksanaan KNF. (Shanmugaratnam, 1978)
Berdasarkan paparan di atas diketahui bahwa penderita KNF cukup tinggi di Indonesia, khususnya Sumatera Utara dan gambaran histopatologi sangat penting untuk mengetahui tingkat keparahan KNF. Oleh karena itu, penulis ingin melakukan penelitian tentang gambaran histopatologi penderita KNF di RSUP H. Adam Malik Medan, Sumatera Utara dalam rentang waktu tahun 2012-2014.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan di atas, maka penulis merumuskan masalah penelitian ini adalah :
Bagaimana karakteristik dan gambaran histopatologi pada pasien karsinoma nasofaring tahun 2012-2014 di RSUP H. Adam Malik, Medan?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui distribusi frekuensi menurut umur, jenis kelamin, dan klasifikasi histopatologi WHO pada karsinoma nasofaring tahun 2012-2014 di RSUP H. Adam Malik.
1.3.2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui distribusi frekuensi menurut umur pada karsinoma nasofaring tahun 2012-2014 di RSUP H. Adam Malik yang dibagi berdasarkan tujuh kelompok umur, yaitu 11-20 tahun, 21-30 tahun, 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, 61-70 tahun, dan 71-80 tahun.
(41)
b. Untuk mengetahui distribusi frekuensi menurut jenis kelamin pada karsinoma nasofaring tahun 2012-2014 di RSUP H. Adam Malik yang bisa ditentukan dengan laki-laki atau perempuan.
c. Untuk mengetahui distribusi frekuensi menurut klasifikasi histopatologi WHO pada karsinoma nasofaring tahun 2012-2014 di RSUP H. Adam Malik yang terbagi menjadi WHO 1 (Keratinizing Squamous Cell Carcinoma), WHO 2 (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma), dan WHO 3 (Undifferentiated Squamous Cell Carcinoma).
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi: 1.4.1 RSUP HAM Medan
Memberikan informasi dalam upaya peningkatan kelengkapan data penderita KNF.
1.4.2 Peneliti
a. Peneliti akan mendapatkan informasi mengenai gambaran histopatologi pasien karsinoma nasofaring.
b. Peneliti memperoleh pengetahuan dan pegalaman dalam melakukan penelitian. 1.4.3 Pembaca
a. Memberikan informasi bagi pembaca bagaimana gambaran histopatologi dari kanker nasofaring untuk acuan penelitian selanjutnya.
(42)
ABSTRAK
Latar belakang : Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia. KNF di Indonesia menempati urutan ke-10 di antara keganasan yang ada di seluruh tubuh. KNF adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring (fosa Rossenmuller) dan atap nasofaring.
Metode : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran klasifikasi histopatologi KNF menurut WHO di RSUP. H. Adam Malik, Medan dari Januari 2012-Desember 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif dengan pendekatan cross sectional. Jenis sampel yang digunakan adalah total sampling.
Hasil : Hasil yang diperoleh dari penelitian ini terdapat sebanyak 144 penderita KNF dari Januari 2012- Desember 2014 di RSUP H. Adam Malik. Hasil menunjukkan mayoritas penderita KNF adalah kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 50 orang (34,7%) dan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak 103 orang (71,5%). Gambaran klasifikasi histopatologi yang sering didapati adalah WHO II (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
Kesimpulan : Gambaran klasifikasi histopatologi paling banyak adalah WHO II (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma) dengan kelompok umur mayoritas 41-50 tahun dan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan pengetahuan masyarakat, tenaga paramedis, dan medis mengenai gejala awal KNF sehingga stadium dini lebih cepat terdeteksi dan memberikan prognosis yang lebih baik.
(43)
ABSTRACT
Background : Nasopharyng carcinoma (NPC) is the most common malignant tumor
in head and neck regions were mostly in Indonesia. NPC get the 10th among malignancy in the body. NPC grows in the nasopharynx with a predilection in Rossenmuller fossa and the roof of the nasopharynx.
Methode : The purpose of this study was to see the picture of the histopathologic
classification of NPC patients by WHO at the general hospital Haji Adam Malik, Medan from January 2012 to December 2014. This research was conducted with descriptive retrospective method with cross sectional approach. Thpe of sample used is total sampling.
Result : There were 144 patients with NPC from January 2012 until December 2014
at the general hospital Haji Adam Malik, Medan. The largest age group suffered from NPC is the age group 41-50 years old 50 peoples (34,7%) and the number of largest sex is men as many as 103 cases (71,%). Mostly common the picture of the histopathologic classification of NPC is WHO II (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
Conclusion : Mostly common the picture of the histopathologic classification of NPC
is WHO II (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma) with the largest age group is 41-50 years and mostly common sex is men. In that cases, people should know more knowledge on the risk factors of NPC and those in medical field could diagnose early and precautions can be made.
(44)
GAMBARAN HISTOPATOLOGI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING TAHUN 2012-2014 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Oleh :
FATHIMAH NURUL WAFA 120100414
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(45)
GAMBARAN HISTOPATOLOGI PADA PASIEN KARSINOMA NASOFARING TAHUN 2012-2014 DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh :
FATHIMAH NURUL WAFA 120100414
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2015
(46)
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : Gambaran Histopatologi pada Pasien Karsinoma Nasofaring Tahun 2012-2014 di RSUP. H. Adam Malik Medan.
Nama : Fathimah Nurul Wafa NIM : 120100414
_______________________________________________________________ Dosen Pembimbing, Dosen Penguji I,
(dr. Ashri Yudhistira, Sp.THT-KL) (dr. RA. Dwi Puji Astuti, M.Ked (Neu), Sp.S) NIP: 19780523 200212 1 002 NIP: 19830226 200701 2 005
Dosen Penguji II,
(dr. Johanes Saing, Sp.A (K)) NIP: 19720129 200003 1 001
Medan, Desember 2015 Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD – KGEH) NIP: 19540220 198011 1 001
(47)
ABSTRAK
Latar belakang : Karsinoma nasofaring (KNF) merupakan tumor ganas yang paling banyak dijumpai di antara tumor ganas THT di Indonesia. KNF di Indonesia menempati urutan ke-10 di antara keganasan yang ada di seluruh tubuh. KNF adalah tumor ganas yang tumbuh didaerah nasofaring (fosa Rossenmuller) dan atap nasofaring.
Metode : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran klasifikasi histopatologi KNF menurut WHO di RSUP. H. Adam Malik, Medan dari Januari 2012-Desember 2014. Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif retrospektif dengan pendekatan cross sectional. Jenis sampel yang digunakan adalah total sampling.
Hasil : Hasil yang diperoleh dari penelitian ini terdapat sebanyak 144 penderita KNF dari Januari 2012- Desember 2014 di RSUP H. Adam Malik. Hasil menunjukkan mayoritas penderita KNF adalah kelompok usia 41-50 tahun sebanyak 50 orang (34,7%) dan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sebanyak 103 orang (71,5%). Gambaran klasifikasi histopatologi yang sering didapati adalah WHO II (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
Kesimpulan : Gambaran klasifikasi histopatologi paling banyak adalah WHO II (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma) dengan kelompok umur mayoritas 41-50 tahun dan jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki. Oleh karena itu, perlu ditingkatkan pengetahuan masyarakat, tenaga paramedis, dan medis mengenai gejala awal KNF sehingga stadium dini lebih cepat terdeteksi dan memberikan prognosis yang lebih baik.
(48)
ABSTRACT
Background : Nasopharyng carcinoma (NPC) is the most common malignant tumor
in head and neck regions were mostly in Indonesia. NPC get the 10th among malignancy in the body. NPC grows in the nasopharynx with a predilection in Rossenmuller fossa and the roof of the nasopharynx.
Methode : The purpose of this study was to see the picture of the histopathologic
classification of NPC patients by WHO at the general hospital Haji Adam Malik, Medan from January 2012 to December 2014. This research was conducted with descriptive retrospective method with cross sectional approach. Thpe of sample used is total sampling.
Result : There were 144 patients with NPC from January 2012 until December 2014
at the general hospital Haji Adam Malik, Medan. The largest age group suffered from NPC is the age group 41-50 years old 50 peoples (34,7%) and the number of largest sex is men as many as 103 cases (71,%). Mostly common the picture of the histopathologic classification of NPC is WHO II (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma).
Conclusion : Mostly common the picture of the histopathologic classification of NPC
is WHO II (Non-Keratinizing Squamous Cell Carcinoma) with the largest age group is 41-50 years and mostly common sex is men. In that cases, people should know more knowledge on the risk factors of NPC and those in medical field could diagnose early and precautions can be made.
(49)
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang memberi rahmat dan hidayah-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini yang menjadi tugas akhir dari program studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dengan selesainya karya tulis ilmiah ini, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian, diantaranya :
1. Kepada kedua orang tua saya, orang tua terbaik sepanjang masa. Ummi dan Abi tercinta, Bapak Sigit Pramono dan Ibu Rufidah, untuk seluruh kebaikan yang tak mampu terhitung lagi. Moga Allah selalu menyayangi Ummi dan Abi dalam kasih sayang terbaik yang tiada dua.
2. Kepada Prof. Dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, Selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
3. Kepada dosen pembimbing, dr. Ashri Yudhistira, Sp.THT-KL, yang dengan sepenuh hati telah meluangkan waktu, mendukung, membimbing, dan mengarahkan penulis mulai dari awal penyusunan proposal hingga selesainya laporan hasil penelitian ini. 4. Kepada dosen penguji I, yaitu dr. Imelda Rey, M.Ked(PD), Sp.PD dan Dosen penguji
II, yaitu dr. Johanes Saing, Sp.A (K) , yang telah banyak memberi masukan dan saran dalam penelitian ini.
5. Kepada adik-adik, Maryam Affaf Karimah, Aisyah Nisa Hafiyya, Asma Rida Istisyhad, Nadia Amalia Khansa, Muhammad Abdurrahman Azzam, Hanin Shofiya Nurazizah, dan Muhammad Fathi Isma’il, untuk seluruh dukungan serta semangat yang diberikan.
6. Kepada teman bertukar pikiran yang selalu setia mendengarkan dan membuat hari-hari terasa lebih indah, Ananda Syah Putera.
7. Kepada seluruh teman-teman satu bimbingan saya, Faroh Hidayatullah dan Citra Ayu Dystira, yang sudah saling berjuang selama 2 semester ini.
8. Kepada seluruh guru dan sahabat-sahabat saya yang tidak bisa disebutkan satu per satu yang selalu memantapkan dan menguatkan hati ini untuk terus berada dalam kebaikan.
(50)
9. Kepada seluruh civitas akademika dan teman sejawat stambuk 2012 yang terus membersamai sejak awal masuk FK USU hingga akhir tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritk dan saran yang membangun demi lebih menyempurnakan laporan hasil penelitian ini.
Medan, Desember 2015
(51)
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1
1.1.Latar Belakang………... 1
1.2.Rumusan Masalah……….. 2
1.3.Tujuan Penelitian………... 2
1.3.1. Tujuan Umum……… 3
1.3.2. Tujuan Khusus………... 3
1.4.Manfaat Penelitian………... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………...5
2.1 Anatomi Nasofaring...5
2.1. Karsinoma Nasofaring……….……….6
2.1.1. Definisi ………...6
2.1.2. Epidemologi ….………. ...6
2.1.3. Etiologi ……….………...6
2.1.4. Klasifikasi dan Histopatologi...8
2.1.5. Gejala Klinis...10
2.1.6. Stadium...11
2.1.7. Diagnosis...13
2.1.8. Terapi...14
2.1.9. Komplikasi...16
2.1.10. Prognosis...16
2.1.11. Pencegahan...17
(52)
3.1. Kerangka Konsep……….. 18
3.2. Definisi Operasional……….. 18
BAB 4 METODE PENELITIAN………... 20
4.1. Rancangan Penelitian………..……20
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian………...20
4.3. Populasi dan Sampel………...……20
4.4. Teknik Pengumpulan Data………...20
4.5. Pengolahan dan Analisa Data………...21
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
5.1. Hasil Penelitian ... 22
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 22
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel Penelitian ... 23
5.1.3. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur... ... 23
5.1.4. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin ... 24
5.1.5 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO...25
5.2. Pembahasan ... 26
5.2.1. Gambaran Distribusi Frekuensi Karsinoma Nasofaring berdasarkan Usia 26 5.2.2. Gambaran Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin WHO...26
5.2.3. Gambaran Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO ... 26
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
6.1. Kesimpulan ... 28
6.2. Saran ... 28 DAFTAR PUSTAKA
(53)
(54)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
(55)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor 11 primer, besar dan perluasannya
2.2. N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar 11 limfe regional
2.3. M = Metastase, menggambarkan metastase jauh 11
2.4. Stadium Penyakit 12
5.1. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma 22 Nasofaring Berdasarkan Umur
5.2. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma 23 Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin
5.3. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma 24 Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi
WHO
(56)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Riwayat Hidup Peneliti Lampiran II Ethical Clearance Lampiran III Surat Izin Penelitian Lampiran IV Data Output Statistik Lampiran V Data Induk
(1)
DAFTAR ISI
HALAMAN PERSETUJUAN ... i
ABSTRAK ... ii
ABSTRACT ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
DAFTAR ISI... vi
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB 1 PENDAHULUAN……….. 1
1.1.Latar Belakang………... 1
1.2.Rumusan Masalah……….. 2
1.3.Tujuan Penelitian………... 2
1.3.1. Tujuan Umum……… 3
1.3.2. Tujuan Khusus………... 3
1.4.Manfaat Penelitian………... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………...5
2.1 Anatomi Nasofaring...5
2.1. Karsinoma Nasofaring……….……….6
2.1.1. Definisi ………...6
2.1.2. Epidemologi ….………. ...6
2.1.3. Etiologi ……….………...6
2.1.4. Klasifikasi dan Histopatologi...8
2.1.5. Gejala Klinis...10
2.1.6. Stadium...11 2.1.7. Diagnosis...13 2.1.8. Terapi...14 2.1.9. Komplikasi...16 2.1.10. Prognosis...16 2.1.11. Pencegahan...17
(2)
3.1. Kerangka Konsep……….. 18
3.2. Definisi Operasional……….. 18
BAB 4 METODE PENELITIAN………... 20
4.1. Rancangan Penelitian………..……20
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian………...20
4.3. Populasi dan Sampel………...……20
4.4. Teknik Pengumpulan Data………...20
4.5. Pengolahan dan Analisa Data………...21
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22
5.1. Hasil Penelitian ... 22
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 22
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel Penelitian ... 23
5.1.3. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Umur... ... 23
5.1.4. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin ... 24
5.1.5 Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO...25
5.2. Pembahasan ... 26
5.2.1. Gambaran Distribusi Frekuensi Karsinoma Nasofaring berdasarkan Usia 26 5.2.2. Gambaran Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin WHO...26
5.2.3. Gambaran Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi WHO ... 26
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 28
6.1. Kesimpulan ... 28
6.2. Saran ... 28 DAFTAR PUSTAKA
(3)
(4)
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Anatomi Nasofaring 5
(5)
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
2.1. T = Tumor, menggambarkan keadaan tumor 11 primer, besar dan perluasannya
2.2. N = Nodul, menggambarkan keadaan kelenjar 11 limfe regional
2.3. M = Metastase, menggambarkan metastase jauh 11 2.4. Stadium Penyakit 12
5.1. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma 22 Nasofaring Berdasarkan Umur
5.2. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma 23 Nasofaring Berdasarkan Jenis Kelamin
5.3. Distribusi Frekuensi Penderita Karsinoma 24 Nasofaring Berdasarkan Klasifikasi Histopatologi
WHO
(6)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I Riwayat Hidup Peneliti Lampiran II Ethical Clearance Lampiran III Surat Izin Penelitian Lampiran IV Data Output Statistik Lampiran V Data Induk