Faktor Risiko yang Mempengaruhi Kejadian Overweight dan Obesitas pada Siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan penderita obesitas menjadi masalah kesehatan yang cukup
serius. Sekitar 2-8% dari anggaran pelayanan kesehatan di Eropa digunakan untuk
menangani penyakit yang berkaitan dengan overweight dan obesitas (World
Obesity Federation, 2012). Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi obesitas di
seluruh negara meningkat. Selama 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan obesitas
di Amerika Serikat secara drastis. Lebih dari sepertiga orang dewasa (35,7%) dan
hampir seperlima anak-anak dan remaja usia 2-19 tahun mengalami obesitas
(CDC, 2012).
Di Indonesia, masalah obesitas pada kelompok umur 5-12 tahun
tergolong tinggi yaitu 18,8%. Kemudian pada kelompok umur 13-15 tahun
prevalensi obesitas sebesar 10,8%. Selanjutnya pada kelompok umur 16-18
tahun prevalensi obesitas sebesar 7,3%, dan pada kelompok umur diatas 18
tahun sebesar 15,4% (Rikesdas, 2013). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan
Sumatera Utara tahun 2007, prevalensi berat badan lebih (overweight) dan
obesitas pada umur diatas 15 tahun di Kota Medan sebesar 12,5% dan 12,1%,
dengan prevalensi provinsi sebesar 10,8% dan 9,9%.
Overweight dan obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan energi dalam
waktu yang lama dan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk sosial, budaya,
lingkungan, genetik, dan kebiasaan (Kimm, 2003). Berbagai penelitian
menunjukan bahwa lingkungan mempengaruhi kejadian obesitas sebesar 70% dan
genetik sebesar 30%. Interaksi tersebut menjadi dasar ketidakseimbangan antara
energi yang masuk dan energi yang keluar yang akan meningkatkan jaringan
adiposa (Atkinson, 2005). Hampir tidak ada kejadian overweight dan obesitas
yang hanya disebabkan oleh kelebihan makan (overeating) melainkan interaksi
yang kompleks dari faktor lingkungan dan genetik.
Salah satu faktor lingkungan tersebut adalah aktivitas fisik. Di beberapa
negara, aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor utama penyebab overweight
Universitas Sumatera Utara
2
dan obesitas. Obeservasi Valery, et al. (2012) pada anak usia 5-17 tahun di
Australia Utara menemukan bahwa anak-anak obesitas cenderung menunjukan
kebiasaan aktivitas fisik yang kurang yang akan menurunkan jumlah energi yang
keluar (total energy expenditure / TEE). Suryaputra dan Nadhiroh (2012)
menemukan hal yang sama pada remaja di Surabaya. Sebagian besar kelompok
obesitas memiliki aktivitas fisik yang ringan dibanding kelompok yang tidak.
Namun penelitian oleh Lestari (2013) di Medan menunjukan hasil yang
berlawanan yang mana aktivitas fisik kelompok obesitas dan tidak obesitas
tergolong kategori ringan.
Faktor lainnya adalah konsumsi fast food. Fast food merupakan makanan
yang mudah disajikan dan cepat dikonsumsi. Fast food tidak memiliki nilai gizi
seimbang serta tinggi lemak, garam, gula, dan kalori. Berdasarkan rekomendasi
WHO, mengonsumsi 100 g fast food sudah mewakili 1/3 angka kecukupan gizi
dari lemak total (Johnson, Sahu, dan Saxena, 2012). Tingginya kadar lemak
menyebabkan otak mengirimkan impuls ke sel untuk mengabaikan sinyal dari
leptin dan insulin sehingga pusat kenyang terganggu (Benoit, et al., 2009). Oleh
karena itu, konsumsi fast food berlebihan dapat mencetuskan obesitas
(KEMENKES, 2012; Zulfa, 2011)
Di Amerika Serikat, dari 4.746 siswa dengan rentang usia 11-18 tahun
menemukan bahwa sekitar 75% dari populasi tersebut paling sedikit
mengonsumsi fast food satu kali dalam seminggu. Di Riyadh, Arab Saudi, fakta
membuktikan satu dari empat remaja di sana mengonsumsi fast food lebih dari 2
kali dalam seminggu (ALFariz, et al., 2015). Sedangkan di Surakarta, lebih dari
setengah siswa dikategorikan sering mengonsumsi fast food (Muwakhidah dan
Dian, 2008). Penelitian yang dilakukan di Medan menunjukan bahwa orang yang
mengalami obesitas mempunyai kebiasaan makan fast food minimal 3 kali dalam
seminggu (Lestari, 2013).
Selain itu, rendahnya konsumsi serat diyakini sebagai pencetus obesitas
(Burhan, Sirajuddin, dan Indriasari, 2013). Makanan dengan kandungan serat
biasanya mengandung kalori, gula dan lemak yang rendah serta mempunyai
Universitas Sumatera Utara
3
kemampuan menahan air dan memberikan rasa kenyang lebih lama sehingga
mencegah konsumsi yang berlebihan.
Pengaruh tidak langsung seperti pengaruh kelompok bermain dan uang
saku juga akan meningkatkan perilaku yang menyebaban obesitas. Sebagian besar
uang saku yang dimiliki remaja digunakan untuk jajan membeli makanan yang
diinginkan (Muwakhidah, dan Dian, 2008). Keputusan pemilihan makanan dan
jajanan termasuk jajanan fast food dapat dipengaruhi oleh orang lain, dalam hal ini
adalah teman bermain atau peer group (Imtihani dan Noer, 2013). Perilaku
tersebut terlihat jelas terutama di daerah urban seperti kota-kota besar. Beberapa
faktor tersebut terjadi pada masa anak-anak dan remaja (Procter, 2007). Obesitas
pada saat remaja berkaitan dengan peningkatan risiko obesitas berat saat dewasa
(Natalie, et al., 2010). Oleh karena itu diperlukan pentingnya langkah-langkah
pencegahan dengan cara mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan obesitas.
Alexander, et al. (2015), mengatakan bahwa kesulitan dalam penelitian
epidemiologi tekait obesitas dipengaruhi oleh ketidakseragaman pengumpulan
data dari kelompok usia yang dianggap representatif. Selain itu menurut WHO
(2006), menentukan dan mengukur gaya hidup dan kebiasaan anak-anak dan
remaja bukanlah hal yang mudah, tetapi sangat bermanfaat untuk mengetahui
bagaimana pencegahan obesitas tersebut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi kejadian overweight dan obesitas
pada siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui faktor risiko
yang mempengaruhi kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Yayasan
Pendidikan Harapan 1 Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi kejadian overweight dan
obesitas pada siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan.
Universitas Sumatera Utara
4
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian overweight dan obesitas
pada kalangan remaja berdasarkan karakteristik.
2. Mengetahui hubungan antara konsumsi fast food dengan kejadian
overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.
3. Mengetahui hubungan antara konsumsi serat dengan kejadian
overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.
4. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian
overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.
5. Mengetahui hubungan antara uang saku dengan kejadian overweight
dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.
6. Mengetahui hubungan antara pengaruh kelompok dengan kejadian
overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Bagi masyarakat terutama kalangan remaja, informasi hasil penelitian
dapat menjadi tambahan informasi dalam memahami faktor risiko
terjadinya overweight dan obesitas.
2.
Bagi pihak sekolah, melalui pengetahuan faktor risiko overweight dan
obesitas dapat disusun rancangan upaya penyuluhan dan pencegahan.
3.
Bagi penulis, menambah wawasan dan pengalaman dalam meneliti
dan mengenali faktor risiko overweight dan obesitas.
4.
Bagi pendidikan, karya ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian
selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Peningkatan penderita obesitas menjadi masalah kesehatan yang cukup
serius. Sekitar 2-8% dari anggaran pelayanan kesehatan di Eropa digunakan untuk
menangani penyakit yang berkaitan dengan overweight dan obesitas (World
Obesity Federation, 2012). Berdasarkan studi epidemiologi, prevalensi obesitas di
seluruh negara meningkat. Selama 20 tahun terakhir, terjadi peningkatan obesitas
di Amerika Serikat secara drastis. Lebih dari sepertiga orang dewasa (35,7%) dan
hampir seperlima anak-anak dan remaja usia 2-19 tahun mengalami obesitas
(CDC, 2012).
Di Indonesia, masalah obesitas pada kelompok umur 5-12 tahun
tergolong tinggi yaitu 18,8%. Kemudian pada kelompok umur 13-15 tahun
prevalensi obesitas sebesar 10,8%. Selanjutnya pada kelompok umur 16-18
tahun prevalensi obesitas sebesar 7,3%, dan pada kelompok umur diatas 18
tahun sebesar 15,4% (Rikesdas, 2013). Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan
Sumatera Utara tahun 2007, prevalensi berat badan lebih (overweight) dan
obesitas pada umur diatas 15 tahun di Kota Medan sebesar 12,5% dan 12,1%,
dengan prevalensi provinsi sebesar 10,8% dan 9,9%.
Overweight dan obesitas terjadi akibat ketidakseimbangan energi dalam
waktu yang lama dan dipengaruhi oleh banyak faktor termasuk sosial, budaya,
lingkungan, genetik, dan kebiasaan (Kimm, 2003). Berbagai penelitian
menunjukan bahwa lingkungan mempengaruhi kejadian obesitas sebesar 70% dan
genetik sebesar 30%. Interaksi tersebut menjadi dasar ketidakseimbangan antara
energi yang masuk dan energi yang keluar yang akan meningkatkan jaringan
adiposa (Atkinson, 2005). Hampir tidak ada kejadian overweight dan obesitas
yang hanya disebabkan oleh kelebihan makan (overeating) melainkan interaksi
yang kompleks dari faktor lingkungan dan genetik.
Salah satu faktor lingkungan tersebut adalah aktivitas fisik. Di beberapa
negara, aktivitas fisik yang kurang merupakan faktor utama penyebab overweight
Universitas Sumatera Utara
2
dan obesitas. Obeservasi Valery, et al. (2012) pada anak usia 5-17 tahun di
Australia Utara menemukan bahwa anak-anak obesitas cenderung menunjukan
kebiasaan aktivitas fisik yang kurang yang akan menurunkan jumlah energi yang
keluar (total energy expenditure / TEE). Suryaputra dan Nadhiroh (2012)
menemukan hal yang sama pada remaja di Surabaya. Sebagian besar kelompok
obesitas memiliki aktivitas fisik yang ringan dibanding kelompok yang tidak.
Namun penelitian oleh Lestari (2013) di Medan menunjukan hasil yang
berlawanan yang mana aktivitas fisik kelompok obesitas dan tidak obesitas
tergolong kategori ringan.
Faktor lainnya adalah konsumsi fast food. Fast food merupakan makanan
yang mudah disajikan dan cepat dikonsumsi. Fast food tidak memiliki nilai gizi
seimbang serta tinggi lemak, garam, gula, dan kalori. Berdasarkan rekomendasi
WHO, mengonsumsi 100 g fast food sudah mewakili 1/3 angka kecukupan gizi
dari lemak total (Johnson, Sahu, dan Saxena, 2012). Tingginya kadar lemak
menyebabkan otak mengirimkan impuls ke sel untuk mengabaikan sinyal dari
leptin dan insulin sehingga pusat kenyang terganggu (Benoit, et al., 2009). Oleh
karena itu, konsumsi fast food berlebihan dapat mencetuskan obesitas
(KEMENKES, 2012; Zulfa, 2011)
Di Amerika Serikat, dari 4.746 siswa dengan rentang usia 11-18 tahun
menemukan bahwa sekitar 75% dari populasi tersebut paling sedikit
mengonsumsi fast food satu kali dalam seminggu. Di Riyadh, Arab Saudi, fakta
membuktikan satu dari empat remaja di sana mengonsumsi fast food lebih dari 2
kali dalam seminggu (ALFariz, et al., 2015). Sedangkan di Surakarta, lebih dari
setengah siswa dikategorikan sering mengonsumsi fast food (Muwakhidah dan
Dian, 2008). Penelitian yang dilakukan di Medan menunjukan bahwa orang yang
mengalami obesitas mempunyai kebiasaan makan fast food minimal 3 kali dalam
seminggu (Lestari, 2013).
Selain itu, rendahnya konsumsi serat diyakini sebagai pencetus obesitas
(Burhan, Sirajuddin, dan Indriasari, 2013). Makanan dengan kandungan serat
biasanya mengandung kalori, gula dan lemak yang rendah serta mempunyai
Universitas Sumatera Utara
3
kemampuan menahan air dan memberikan rasa kenyang lebih lama sehingga
mencegah konsumsi yang berlebihan.
Pengaruh tidak langsung seperti pengaruh kelompok bermain dan uang
saku juga akan meningkatkan perilaku yang menyebaban obesitas. Sebagian besar
uang saku yang dimiliki remaja digunakan untuk jajan membeli makanan yang
diinginkan (Muwakhidah, dan Dian, 2008). Keputusan pemilihan makanan dan
jajanan termasuk jajanan fast food dapat dipengaruhi oleh orang lain, dalam hal ini
adalah teman bermain atau peer group (Imtihani dan Noer, 2013). Perilaku
tersebut terlihat jelas terutama di daerah urban seperti kota-kota besar. Beberapa
faktor tersebut terjadi pada masa anak-anak dan remaja (Procter, 2007). Obesitas
pada saat remaja berkaitan dengan peningkatan risiko obesitas berat saat dewasa
(Natalie, et al., 2010). Oleh karena itu diperlukan pentingnya langkah-langkah
pencegahan dengan cara mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan obesitas.
Alexander, et al. (2015), mengatakan bahwa kesulitan dalam penelitian
epidemiologi tekait obesitas dipengaruhi oleh ketidakseragaman pengumpulan
data dari kelompok usia yang dianggap representatif. Selain itu menurut WHO
(2006), menentukan dan mengukur gaya hidup dan kebiasaan anak-anak dan
remaja bukanlah hal yang mudah, tetapi sangat bermanfaat untuk mengetahui
bagaimana pencegahan obesitas tersebut. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi kejadian overweight dan obesitas
pada siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengetahui faktor risiko
yang mempengaruhi kejadian overweight dan obesitas pada siswa SMA Yayasan
Pendidikan Harapan 1 Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor risiko yang mempengaruhi kejadian overweight dan
obesitas pada siswa SMA Yayasan Pendidikan Harapan 1 Medan.
Universitas Sumatera Utara
4
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui distribusi frekuensi kejadian overweight dan obesitas
pada kalangan remaja berdasarkan karakteristik.
2. Mengetahui hubungan antara konsumsi fast food dengan kejadian
overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.
3. Mengetahui hubungan antara konsumsi serat dengan kejadian
overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.
4. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian
overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.
5. Mengetahui hubungan antara uang saku dengan kejadian overweight
dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.
6. Mengetahui hubungan antara pengaruh kelompok dengan kejadian
overweight dan obesitas pada siswa SMA Harapan 1 Medan.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.
Bagi masyarakat terutama kalangan remaja, informasi hasil penelitian
dapat menjadi tambahan informasi dalam memahami faktor risiko
terjadinya overweight dan obesitas.
2.
Bagi pihak sekolah, melalui pengetahuan faktor risiko overweight dan
obesitas dapat disusun rancangan upaya penyuluhan dan pencegahan.
3.
Bagi penulis, menambah wawasan dan pengalaman dalam meneliti
dan mengenali faktor risiko overweight dan obesitas.
4.
Bagi pendidikan, karya ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian
selanjutnya.
Universitas Sumatera Utara