Analisis Yuridis Program Kepemilikan Saham Bagi Karyawan Di Perseroan Terbatas Terbuka Dikaitkan Dengan Penerapan Pajak Penghasilan

BAB II
ASPEK HUKUM PADA ORGANISASI PT TERBUKA

A. Pengertian dan Dasar Hukum PT Terbuka
Ilmu hukum mengenal 2 (dua) subyek hukum yaitu orang (naturlijk person)
dan badan hukum (rechtpersoon). Perseroan terbatas merupakan subyek hukum
sebagai badan hukum yang memiliki hak dan kewajiban. Apabila dikaitkan
dengan unsur-unsur badan hukum, unsur-unsur yang menandai Perseroan Terbatas
sebagai badan hukum adalah mempunyai kekayaan yang terpisah (Pasal 31 ayat
(1) UU PT), mempunyai kepentingan sendiri (Pasal 98 UU PT), mempunyai
tujuan tertentu (Pasal 15 ayat (1) huruf b UU PT), dan mempunyai organisasi
teratur (Pasal 1 angka 2 UU PT). 27
Perseroan terbatas adalah suatu persekutuan untuk menjalankan usaha
yang memiliki modal yang terdiri dari saham-saham, yang pemiliknya memiliki
bagian saham yang dimilikinya.Oleh karena modalnya terdiri atas saham-saham
yang diperjualbelikan, perubahan kepemilikan perusahaan dapat dilakukan tanpa
perlu membubarkan perusahaan. Definisi lain perseroan terbatas adalah
persekutuan berbadan hukum. Berbadan hukum ini disebut “perseroan”, karena
modal dari persekutuan ini terdiri dari sero-sero atau saham-saham.Oleh karena itu
dapat dikatakan bahwa perseroan terbatas merupakan perkumpulan atau asosiasi
modal. 28Istilah “terbatas” mengacu pada tanggungjawab pemegang saham yang


27

Adnan Sutedi, Buku Pintar Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Penebar Swadaya
Group, 2015), hlm. 9
28
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan terbatas, Disertai dengan Ulasan
menurut Undang-Undang No. 1 tahun 1995, (Bandung: PT. Citra Aditya bakti, 1995), hlm. 31.

terbatas hanya sejumlah nilai saham yang dimilikinya. 29 Istilah perseroan merujuk
pada cara menentukan modal, yaitu terbagi dengan saham, sedangkan istilah
terbatas merunjuk pada batas tanggung jawab pemegang saham, yaitu
sebatas jumlah nominal saham yang dimiliki. PT adalah perusahaan persekutuan
badan hukum. 30
Definisi Perseroan Terbatas dapat ditemukan dalam Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebutUndangUndang Perseroan Terbatas Tahun 2007) yang berbunyi sebagai berikut:
“Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum
yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan
kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan
memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan

pelaksanaannya.”
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa Perseroan Terbatas
memiliki unsur-unsur sebagai berikut:
1. Badan Hukum
Badan yang memenuhi syarat keilmuan sebagai pendukung hak dan
kewajiban, antara lain memiliki harta kekayaan yang terpisah dari harta
kekayaan pendiri atau pengurusnya.
2. Merupakan Persekutuan Modal
Penegasan Perseroan Terbatas adalah Badan Hukum yang merupakan
persekutuan modal merupakan penegasan bahwa Perseroan Terbatas tidak
mementingkan sifat kepribadian para pemegang saham yang ada di
dalamnya. Persekutuan Perdata, Firma, dan Persekutuan Komanditer
29

Pasal 3 UU PT
Jurnal Hukum Bisnis, Kajian Hukum Bisnis Atas UU No.40/2007 Tentang PT,
volume 26 No. 3 Tahun 2007, hlm. 5.
30

terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mengenal satu sama

lain secara pribadi. Berbeda halnya
terutama

pada

Perseroan

dengan

Perseroan

Terbatas,

TerbatasTerbukadimana yang diutamakan

adalah menghimpun modal sebanyak mungkin dan mengabaikan
hubungan pribadi diantara para pemegangsaham. 31
3. Didirikan berdasarkan perjanjian
Oleh karena Perseroan Terbatas dinyatakan sebagai badan hukum yang
didirikan berdasarkan perjanjian, maka pendirian Perseroan Terbatas harus

pula tunduk kepada persyaratan syarat sahnya perjanjian yang ditentukan
oleh Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut
KUHPerdata). Pasal 1320 KUHPerdata menentukan adanya empat syarat
sahnya suatu perjanjian,yaitu:
a.

Adanya kata sepakat bagi mereka yang mengikatkan dirinya.

b.

Kecakapan para pihak untuk membuat suatu perikatan.

c.

Harus ada hal tertentu.

d.

Harus ada suatu sebab (causa) yang halal.


Persyaratan tersebut diatas berkenaan baik mengenai subjek maupun objek
perjanjian. Persyaratan yang pertama dan kedua berkenaan dengan subjek
perjanjian.Persyaratan yang ketiga dan keempat berkenaan dengan objek
perjanjian.Pembedaan kedua persyaratan tersebut dikaitkan pula dengan
masalah

batal

demi

hukum

dan

dapat

dibatalkannya

suatu


perjanjian.Apabila persyaratan subjektif tidak dipenuhi, maka tidak
31

Ridwan Khairandy, Perseroan Terbatas: Doktrin, Peraturan Perundang-Undangandan
Yurisprudensi, Penerbit Kreasi Total Media, Yogyakarta: 2009, hlm.23-24.

mengakibatkan batalnya suatu perjanjian namun hanya dapat dibatalkan
melalui putusan pengadilan.Sedangkan persyaratan mengenai objek,
apabila tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut batal demi hukum. 32
4. Melakukan kegiatan usaha
Setiap perseroan waib melakukan kegiatan usaha dalam bidang
perekonomian (industri, dagang, jasa) yang bertujuan untuk mendapatkan
keutungan dan atau laba.Melakukan kegiatan artinya menjalankan
perusahaan.Agar kegiatannya sah maka harus mendapat izin usaha dari
pihak yang berwenang dan didaftarkan dalam daftar perusahaan menurut
Undang-undang yang berlaku.
5. Modal yang seluruhnya terbagi atas saham
Salah satu ciri utama suatu badan hukum seperti perseroan terbatas adalah
memiliki kekayaan yang terpisah dari kekayaan para pendiri badan hukum
tersebut. Dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas dijelaskan bahwa modal perseroan merupakan keseluruhan nilai
nominal saham yang ada dalamPerseroan. 33
6. Didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih
Perseroan terbatas (PT) didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih.Dimana
pernyataan diatas dapat dibuktikan dengan dapat dilihat di dalam Pasal 7
ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yang menyatakan bahwa
“Perseroan didirikan oleh 2 (dua) orang atau lebih dengan akta notaris
yang dibuat dalam bahasa Indonesia”. 34Yang dimaksudkan didirikan
32

Ibid, hlm. 26-27.
Pasal 31 ayat 1 UUPT
34
Pasal 7 ayat 1 UUPT

33

berdasarkan perjanjian adalah harus terdapat dua pendiri atau lebih.Para
pemegang saham yang mendirikan perseroan tersebut saling mengikatkan
diri untuk menerima dan melaksanakan kewajiban tertentu yang diatur

dalam Anggaran Rumah Tangga dan Anggaran Dasar Perseroan tersebut.
Salah satu jenis PT adalah PT Terbuka.PT. Terbuka adalah suatu PT
dimana masyarakat luas dapat ikut serta menanamkan modalnya dengan cara
membeli saham yang ditawarkan oleh PT. Terbuka melalui bursa dalam rangka
memupuk modal untuk investasi PT atau biasa disebut PT yang go-public.
Pengertian PT. Terbuka tercantum dalam UU No. 40 tahun 2007, PT Terbuka
ialah perseroan yang modal dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria
tertentu atau perseroan yang melakukan penawaran umum sesuai dengan
peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
Perubahan PT Tertutup menjadi PT Terbuka adalah dalam rangka untuk
mengembangkan usahanya. Dalam hal para usahawan yang ingin mengembangkan
usahanya, mereka melakukan dengan cara merubah jenis perseroan yang tadinya
berstatus tertutup menjadi status terbuka yang dalam arti untuk melakukan hal
tersebut harus dilakukan harus terlebih dahulu melakukan suatu penawaran umum
atau lebih dikenal dengan istilah “go public” atau IPO (Initial Public Offering)
atau merupakan suatu penawaran saham perdana ke publik. Dengan melakukan
perubahan status tersebut, agar nantinya memperoleh legitimasi sebagai
perusahaan terbuka. Persyaratan suatu perseroan untuk memperoleh legalitas
dalam proses going public telah diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal (untuk
selanjutnya disebut dengan UUPM) dan beberapa peraturan lainnya di bidang


pasar modal. Beberapa pasal dalam UUPM yang mengatur tentang perseroan
publik adalah: 35
1. Pasal 70 UUPM yang mengaskan bahwa yang dapat melakukan penawaran
umum adalah Emiten yang telah menyampaikan pernyataan pendaftaran
kepada Bapepam untuk menawarkan atau menjual efek kepada masyarakat
dan pernyataan pedaftaran tersebut telah efektif;
2. Pasal 73 UUPM, yang mengatakan setiap perusahaan publik wajib
menyampaikan pernyataan pendaftaran kepada Bapepam;
3. Pasal 1 angka 19 UUPM, menjelaskan bahwa pernyataan pendaftaran adalah
dokumen yang wajib disampaikan kepada Badan Pengawas Pasar Modal oleh
Emiten dalam rangka Pernawaran Umum atau perusahaan publik.
Dasar Hukum pembentukkan PT Terbuka, masing-masing sebagai berikut:
a. PT Tertutup (PT Biasa): berdasarkan UU No.40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas;
b. PT Terbuka (PT go-public) berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 dan UU
No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal;
c. PT PMDN: berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007 tentang penanaman
modal;
d. PT PMA: berdasarkan UU No. 25 Tahun 2007 tenntang Penanaman

Modal;
e. PT Persero berdasarkan UU No. 40 Tahun 2007.
B. Struktur Organisasi PT Terbuka

35

UU PM.

Organ Perseroan Terbatas, menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas,
terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Direksi dan Dewan Komisaris. Ketiga
organ tersebut melakukan metabolisme tubuh di dalam badan hukum PT,
menjalankan roda kegiatan PT kearah visi-misinya.Kegiatan organ-organ itu
meliputi fungsi pembuatan kebijakan, pelaksanaan dan pengawasan. 36 Berikut
organ-organ yang terdapat pada PT 37:
1. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
RUPS merupakan organ perseroan yang memiliki kewenangan eksklusif.
Kewenangan ini, sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat 4 UUPT 2007,
tidak akan pernah diberikan atau dialihkan kepada komisaris ataupun
direksi.RUPS dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
a. RUPS Tahunan

RUPS Tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 bulan
setelah tahun buku berakhr.Pada RUPS Tahunan, harus diajukan semua
dokumen dari laporan tahunan perseroan.
b. RUPS Lainnya
RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk
kepentingan perseroan. Ini antar lain jika perseroan mengalami krisi atau
keadaan amat mendesak sehingga memerlukan penyelenggaraan RUPS
untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Kewenangan RUPS dalan UUPT 2007, antara lain yaitu:
36

http://www.legalakses.com/organ-perseroan-terbatas/, diakses pada tanggal 9 Desember
2015, pukul 16.09 WIB.
37
Orinton Purba, Petunjuk Praktis bagi RUPS, Dewan Komisaris dan Direksi Perseroan
Terbatas agar terhindar dari jerat hukum, (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2011), hlm 27.

1. Mengubah anggaran dasar Perseroan; 38
2. Menyetujui bentuk setoran pemegang saham dalam bentuk lain, selain uang; 39
3. Membeli kembali saham yang dikeluarkan; 40
4. Menambah modal perseroan; 41
5. Mengurangi modal perseroan; 42
6. Menyetujui rencana kerja tahunan perseroan; 43
7. Menyetujui laporan tahunan termasuk pengesahan laporan keuangan serta
laporan tugas pengawasan Dewan Komisaris; 44
8. Menggunakan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan untuk
cadangan. 45
9. Mengangkat direksi; 46
10. Menetapkan peraturan tengtang pembagian tugas dan wewenang pengurusan
diantara anggota direksi; 47
11. Mengangkat pihak lain dalam hal seluruh anggota direksi dan dewan
komisaris mempunyai benturan kepentingan dengan Perseroan; 48
12. Menyetujui pengalihan atau dujadikannya kekayaan perseroan sebagai
jaminan utang; 49
13. Menyetujui Direksi untuk mengajukan permohonan pailit atas perseroan
sendiri ke Pengadilan Negeri; 50
38
Ibid,
39
Ibid,
40
Ibid,
41
Ibid,
42
Ibid,
43
Ibid,
44
Ibid,
45
Ibid,
46
Ibid,
47
Ibid,
48
Ibid,
49

Pasal 19.
Pasal 34.
Pasal 38.
Pasal 41.
Pasal 44.
Pasal 64 ayat 2.
Pasal 69.
Pasal 1 ayat 1.
Pasal 94.
Pasal 92 ayat 5.
Pasal 99 ayat 2.
Ibid, Pasal 102 ayat 1.

14. Memberhentikan anggota Direksi; 51
15. Mencabut atua menguatkan keputusan pemberhentian sementara anggota
Direksi oleh Dewan Dewan Komisaris; 52
16. Mengangkat dewan pengawas syariah; 53
17. Mengangkat Dewan Komisaris; 54
18. Mengangkat komisaris Independen; 55
19. Memberikan wewenang kepada Dewan Komisaris untuk menjalankan
tindakan pengurusan perseroan dalam keadaan tertentu untuk jangka waktu
tertentu; 56
20. Memberhentikan anggota Dewan Komisaris secara tetap atau sementara; 57
21. Menyetujui rancangan penggabungan perseroan; 58
22. Menyetujui pengambilalihan perseoan; 59
23. Membubarkan perseroan; 60
24. Memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atas likuidasi
perseroan yang dilakukannya. 61
2. Komisaris

50

Ibid, Pasal 104 ayat 1.
Ibid, Pasal 4 ayat 5 jo Pasal 105.
52
Ibid, Pasal 106 ayat 1 dan 6.
53
Ibid, Pasal 109 ayat 2.
54
Ibid, Pasal 111.
55
Ibid, Pasal 120 ayat 2.
56
Ibid, Pasal 118 ayat 1.
57
Ibid, Pasal 111 jo 119.
58
Ibid, Pasal 123.
59
Ibid, Pasal 125 ayat 4.
60
Ibid, Pasal 142 ayat 1 butir a jo 144.
61
Ibid, Pasal 152.
51

Komisaris atau biasa disebut Dewan Komisaris bertugas melakukan
pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi berdasarkan anggaran dasar
perseroan.Pengawasan oleh Dewan Komisaris meliputi pengawasan atas
kebijakan Direksi dalam melakukan dan menjalankan pengurusan perseroan, baik
mengenai perseroan maupun kegiatan usaha perseroan.Pengawasan yang
dilakukan oleh Dewan Komisaris haruslah bertujuan untuk kepentingan perseroan
serta sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.Namun dalam keadaan darurat
Dewan Komisaris dapat bertindak mengurus perseroan bersama-sama dengan
Direksi, dengan syarat sesuai anggaran dasar atau keputusan RUPS. 62
Jika Dewan Komisaris melakukan tugas untuk mengurus perseroan maka
Dewan Komisaris tersebut mempunyai konsekuensi sebagaimana melekat pada
Direksi.Selain itu, Dewan Komisaris juga harus bertanggung jawab kepada pihak
ketiga dalam kapasitasnya sebagai pengurus.Dewan Komisaris sebagai Direksi,
mewakili kepentingan perseroan, baik di dalam maupun diluar pengadilan.
Anggota Dewan Komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih.Jika
terdiri atas beberapa orang, anggota bersifat “majelis”.Anggaran Dasar juga dapat
menentukan adanya 1 Dewan Komisaris independen dan 1 Dewan Komisaris
utusan. 63
Adapun persyaratan menjadi anggota Dewan Komisaris berdasarkan
UUPT 2007 yaitu cakap melakukan perbuatan hukum dan tidak pernah
dinyatakan pailit atau menjadi anggota Direksi atau anggota Dewan Komisaris,
serta bukan orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang
merugikan keuangan Negara dalam waktu 5 tahun sebelum pengangkatan.

63

Pasal 120

Perusahaan Terbuka sekurang-kurangnya memiliki 30% (tiga puluh
persen) dari jajaran anggota Dewan Komisaris yang dapat dipilih terlebih dahulu
melalui RUPS sebelum Pencatatan dan mulai efektif bertindak sebagai Komisaris
Independen setelah saham perusahaan tersebut tercatat. 64Selain itu, terkait
Komisaris Independen ini juga, Peraturan Bapepam No. IX.I.5 tentang
Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit mengatur bahwa
Komisaris Independen adalah anggota Dewan Komisaris yang berasal dari luar
emiten atau perusahaan public, tidak mempunyai saham baik langsung maupun
tidak langsung pada emiten atau perusahaan publik, tidak mempunyai hubungan
afiliasi dengan emiten atau perusahaan publik, Komisaris, Direksi, atau pemegang
saham utama emiten atau perusahaan publik dan tidak memiliki hubungan usaha
baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha
emiten atau perusahaan publik.
Peraturan OJK No. 33/POJK.04/2014 tentang Direksi dan Dewan
Komisaris Emiten atau Perusahaan Publik mengatur lebih khusus lagi mengenai
persyaratan pengangkatan Komisaris Independen yang haruslah bukan karyawan
atau memiliki hubungan ketenagakerjaan dengan emiten dalam jangka waktu
minimal 6 bulan, tidak memiliki saham di emiten baik secara langsung maupun
tidak langsung, tidak memiliki hubungan afiliasi dengan Emiten, Direksi, Dewan
Komisaris dan pemegang saham utama Emiten serta tidak melakukan hubungan
bisnis dengan emiten baik secara langsung maupung tidak langsung.
64

Peraturan Bursa Efek Indonesia No.I.A tentang Pencatatan Saham dan Efek bersifat
Ekuitas, poin III.1.4.

Tugas dan tanggung jawabDewan Komisaris, antara lain 65:
a. Melakukan

pengawasan

atas

kebijakan

pengurusan,

jalannya

pengurusan pada umumnya, dan memberi nasihat kepada Direksi.
Pengawasan oleh Dewan Komisaris dilakukan untuk kepentingan
sesuai dengan maksud dan tujuan serta anggaran dasar.
b. Memastikan terselenggaranya pelaksanaan prinsip-prinsip GCG dalam
setiap kegiatan usaha.
c. Mengarahkan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan
strategis perusahaan.
d. Memastikan bahwa Direksi telah menindaklanjuti temuan audit dan
rekomendasi dari hasil pengawasan pihak otoritas termasuk namun
tidak terbatas pada Otoritas Jasa Keuangan.
e. Memastikan bahwa Komite-Komite yang telah dibentuk Dewan
Komisaris telah menjalankan tugasnya secara efektif.
f. Menyediakan waktu

yang

cukup

untuk melaksanakan tugas dan

tanggung jawabnya secara optimal.
g. Menyelenggarakan rapat Dewan Komisaris secara berkala, paling
kurang 4 (empat) kali dalam setahun. Rapat Dewan Komisaris
wajib dihadiri oleh seluruh anggota Dewan Komisaris secara fisik
paling kurang 2 (dua) kali dalam setahun.
h. Membuat risalah rapat Dewan Komisaris, dan ditandatangani oleh
seluruh anggota Dewan Komisaris yang hadir dalam rapat Dewan
Komisaris.
65

http://www.bca.co.id/include/download/indeks_id/TugasTanggungJawabDekomDirA_138140.07 Januari 2016, pukul 23.29 WIB.

i. Mendistribusikan salinan risalah rapat Dewan Komisaris kepada
seluruh anggota Dewan Komisaris dan pihak yang terkait.
j. Menyampaikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah
dilakukan selama tahunbukusebelumnyakepadaRUPS Tahunan.
Wewenang Dewan Dewan Komisaris, antara lain 66:
1. Mengadakan dengar pendapat dengan akuntan yang memeriksa
pembukuan perseroan
2. Ikut serta menandatangani laporan tahunan dan neraca perhitungan
laba rugi;
3. Memanggil RUPS;
4. Memberikan nasihat dalam RUPS ;
5. Mewakili perseroan baik di luar maupun di dalam pengadilan bila
antara Direksi dengan perseroan terdapat kepentingan yang berbeda;
6. Membebaskan sementara setiap anggota Direksi dari tugasnya apabila
kedapatan bertindak merugikan perseroan ;
7. Mengangkat seorang ahli pembukuan untuk membantu mengawasi
pembukuan perseroan dalam waktu-waktu tertentu (secara insidentil)
kecuali sebelumnya telah diangkat seorang ahli pembukuan oleh
RUPS.
3. Direksi

66

Agus Budiarto, Kedudukan Hukum dan Tanggung Jawab Pendiri Perseroan Terbatas,
(Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002), hlm 72.

Direksi adalah Organ Perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab
penuh atas pengurusan Perseroan untuk kepentingan Perseroan, sesuai dengan
maksud dan tujuan Perseroan serta mewakili Perseroan, baik di dalam maupun di
luar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 67Artinya, mesti memiliki
kewenangan penuh dalam hal kepengurusan perseroan, langkah-langkah Direksi
harus tetap dalam batas-batas yang ditentukan undang-undang serta anggaran
dasar perseroan.Sebagai pengurus, Direksi secara otomatis mewakili perseroan
baik di dalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar. 68
Selain berwenang untuk pengurusan sehari-hari Perseroan, Direksi juga
berwenang mewakili Perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan. 69Dan
dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari 1 (satu) orang, yang berwenang
mewakili Perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam
anggaran dasar. 70
Direksi dalam perseroan minimal terdiri atas 1 orang, namun tidak
menutup kemungkinan lebih dari 1 orang, tergantung kebutuhan operasional
perseroan. Namun, terdapat pengecualian bagi perseroan yang usahanya
menghimpun dan mengelola dana masyarakat, menerbitkan surat pengakuan utang
dan perseroan terbuka (tbk), ketiganya wajib memiliki minimal 2 anggota Direksi.
Jika anggota Direksi lebih dari 1 orang, setiap orang memiliki wewenang yang
samadalam mewakili perseroan, kecuali dalam anggaran dasar menentukan bahwa
hanya direktur utama yang berwenang mewakili perseroan.

67

Pasal 5 UUPT.
Op.Cit., hlm 31.
69
Pasal 98 ayat (1) UUPT.
70
Pasal 98 ayat (2) UUPT.

68

Anggota Direksi diangkat oleh RUPS, sesuai dengan ketentuan Pasal 93
UUPT, anggota Direksi adalah orang perorangan yang cakap melaksanakan
perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakn pailit dalam waktu 5 tahun sebelum
pengangkatannya, atau dihukum karena melakukantindak pidanayang merugikan
keuangan Negara atau yang berkaitan dengan sektor keuangan. 71

C. Pengelolaan PT Terbuka
Pengelolaan PT Terbuka merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakan
sebaik mungkin untuk menggerakkan roda perusahaan secara efektif yang
tergambar dalam kerangka tata kelola perusahaan. Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang menggantikan undang-undang
sebelumnya tahun 1995 merupakan undang-undang yang lebih komprehensif
dalam mengakomodasi dan menjabarkan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan
(good corporate governance) dengan mengatur kesetaraan organ perusahaan yang
terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan Komisaris, dan
Direksi. 72
Melihat perkembangan dunia usaha yang semakin kompetitif, tata kelola
perusahaan menjadi sangat penting.Good Corporate Governance(yang selanjutnya
disebut GCG) adalah prinsip-prinsip yang mendasari suatu proses dan mekanisme
pengelolaan perusahaan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan etika
berusaha. 73Kerangka GCG merupakan fondasi untuk implementasi efektif dari
71

Orinton Purba, Op. Cit., hlm 32.
Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas, Cetakan Kedua, (Bandung:
Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 23-24
73
Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : Per–
01/Mbu/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate
Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara
72

tata kelola yang baik. Dalam prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang
diterbitkan oleh OECD dinyatakan bahwa kerangka kerja tata kelola perusahaan
harus mendorong transparansi dan pasar yang efisien, sejalan dengan peraturan
hukum, dan membagi dengan jelas kewajiban dan tanggung jawab di antara
otoritas yang menjalankan fungsi pengawasan, pengaturan dan penegakan hukum. 74
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : Per — 01
/Mbu/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate
Governance) Pada Badan Usaha Milik Negara menegaskan kerangka kerja tata
kelola perusahaan di Indonesia didasarkan pada prinsip-prinsip yang ada dalam
UU PT. Prinsip-prinsip GCG yang dimaksud dalam Peraturan ini, meliputi: 75
1.

Transparansi (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan
proses

pengambilan

keputusan

dan

keterbukaan

dalam

mengungkapkan informasi material dan relevan mengenai perusahaan.
2.

Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban

Organ

sehingga

pengelolaan

perusahaan

terlaksana secara efektif.
3.

Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian di dalam
pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat.

4.

Kemandirian (independency), yaitu keadaan di mana perusahaan
dikelola secara professional tanpa benturan kepentingan dan

74

Ibid, hlm. 14.
Pasal 3 Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor : Per — 01
/Mbu/2011 Tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan Yang Baik (Good Corporate Governance)
Pada Badan Usaha Milik Negara.
75

pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan dan prinsip-prinsip korporasi yang
sehat.
5.

Kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak Pemangku Kepentingan (stakeholders)yang timbul
berdasarkan perjanjian dan peraturan perundangundangan.

Prinsip-prinsip GCG diatas sesuai dengan mekanisme pengelolaan yang
terdapat dalam UU PT. penjabaran prinsip-prinsip GCG terhadap UU PT sebagai
berikut:
1) Transparansi
Transparansi merupakan kepentingan dari para pemegang saham untuk
mendapatkan informasi material suatu Perseroan. Hal ini akan
berkaitan dengan dua permasalahan,yaitu: 76
a. Pemenuhan informasi penting yang berkaitan dengan kinerja suatu
Perseroan sebagai bahan pertimbangan bagi para pemegang saham
atau calon investor untuk menanamkanmodalnya.
b. Perlindungan

terhadap

kedudukan

pemegang

saham

dari

penyalahgunaan wewenang dan penipuan yang dapat dilakukan oleh
direksiPerseroan.
Pemenuhan informasi materialperseroan secaratepat waktu, benar dan
teratur yang dapat mempengaruhi pertimbangan para pemegang saham
76

Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governance:
Mengesampingkan Hak-hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha (Jakarta: Kencana Prenanda
Media Group, 2006),hlm.74.

dalam pengambilan keputusan, merupakan kewajiban dari Direksi dan
atas pengawasan Dewan Komisaris untuk mengungkapkannya
(disclosure), kewajiban tersebut terkait dengan prinsip accountability
(akuntabilitas) dari Direksi dan Dewan Komisaris. Kewajiban Direksi
mengenai pengungkapan informasi Perseroan di dalam UUPT harus
dilakukan dalam bentuk laporan tahunan, sebagaimana diatur dalam
Pasal 66 ayat (1) dan (2) UUPT yang menyatakan bahwa:
(1) Direksi menyampaikan laporan tahunan kepada RUPS setelah
ditelaah oleh Dewan Komisaris dalam jangka waktu paling lambat 6
(enam) bulan setelah tahun buku Perseroan berakhir.
(2) Laporan tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
memuatsekurang-kurangnya:
a. laporan keuangan yang terdiri atas sekurang-kurangnya neraca
akhir tahun buku yang baru lampau dalam perbandingan
dengan tahun buku sebelumnya, laporan laba rugi dari tahun
buku yang bersangkutan,laporan arus kas, dan laporan
perubahan ekuitas, serta catatan atas laporan keuangantersebut;
b. laporan mengenai kegiatanPerseroan;
c. laporan pelaksanaan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan;
d. rincian masalah yang timbul selama tahun buku yang
mempengaruhi kegiatan usahaPerseroan;
e. laporan mengenai tugas pengawasan yang telah dilaksanakan
oleh Dewan Komisaris selama tahun buku yang baru lampau;
f. nama anggota Direksi dan anggota DewanKomisaris;
g. gaji dan tunjangan bagi anggota Direksi dan gaji atau
honorarium dan tunjangan bagi anggota Dewan Komisaris
Perseroan untuk tahun yang barulampau.
Berkaitan dengan kewajiban Direksi tersebut diatas dalam memberikan
laporan tahunan, pada pasal 69 ayat (3)UUPT kembali menitikberatkan
pada pemberian informasi mengenai laporan keuangan dengan
sanksinya apabila informasi yang diberikan tidak benar atau
menyesatkan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
kepada para pemegang saham mengenai keadaan finansial suatu
Perseroan, dimana memberikan jaminan dan kepastian bahwa harta

kekayaan dari para pemegang saham dipergunakan oleh Perseroan
sesuai

peruntukannya.Begitu

juga

perlindungan

terhadap

para

pemegang saham dan calon pemegang saham yang cenderung melihat
kondisi Perseroan dari laporan keuangan untuk menanamkan uangnya
tanpa melihat kondisi Perseroan secaramendalam.
2) Akuntabilitas
Prinsip akuntabilitas berkaitan erat dengan prinsip transparansi, karena
dengan prinsip akuntabilitas, segala informasi material yang telah
diberikan dapat diolah sedemikian rupa sehingga didapatkan bahan
yang komprehensif dalam melakukan pengawasan terhadap kinerja
suatu Perseroan.Prinsip ini juga turut mendukung keberadaan doktrin
fiduciary duties yang pada dasarnya memberikan konsep normatif
mengenai wewenang dan tanggung jawab Direksi dan Dewan
Komisaris dalam menjalankan Perseroan, sehingga doktrin tersebut
dapat diimplementasikan secarakonkret. 77Doktrin dari fiduciary duties
dimaksud adalah berkaitan dengan tugas kepercayaan yang diberikan
oleh Perseroan dalam melakukan pengurusan Perseroan untuk
kepentingan
melaksanakan

Perseroan
fiduciary

itu

sendiri,

duties-nya

dimana
dituntut

Direksi
untuk

dalam

bertindak

denganasas duty of good faith,dan duty of disclousure.
3) Pertanggungjawaban
Prinsip responsibility merupakan perwujudan dari tanggung jawab
77

Hindarmojo Hinuri, ed., The Essence of Good Corporate Governance; Konsep dan
Implementasi pada Perusahaan Publik dan Korporasi Indonesia (Jakarta: Yayasan pendidikan
Pasar Modal Indonesia & Sinergy Communication, 2002), hlm.78.

suatu Perseroan untuk mematuhi dan menjalankan setiap aturan yang
telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku di
negara asalnya atau tempatnya berdomisili secara konsekuen.Termasuk
peraturan

di

bidang

lingkungan

hidup,

persaingan

usaha,

ketenagakerjaan, perpajakan, perlindungan konsumen dan sebagainya,
sebagaimana ditentukan dalam peraturan perundang-undangan di tiaptiapNegara. 78Pertanggungjawaban

Perseroan

dalam

mematuhi

peraturan perundang-undangan merupakan kerangka dari tata kelola
Perseroan yang baik yaitu sebagai wujud dari hukum itu ditegakkan
atau dipatuhi. Dengan dipatuhinya semua peraturan perundangundangan yang berlaku oleh Perseroan akan memberikan citra positif
bagi

suatu Perseroan, baik di mata pemerintah maupun di mata

masyarakat luas. Sedangkan bagi pemegang saham akan berdampak
pada nilai dari saham itu sendiri dan memberikan kepastian mengenai
kelanjutan usaha Perseroan (corporate sustainability), begitu juga
dengan calon investor mempunyai alasan yang kuat

untuk

menanamkanmodalnya.
Pertanggungjawaban Perseroan pada masyarakat dan lingkungan,
merupakan usaha untuk menjaga kesinambungan usaha dalam jangka
panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen,
pertanggungjawaban tersebut telah diatur dalam Pasal 74 UUPT yang
menyatakan bahwa:
(1) Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial danLingkungan.
78

Gunawan Widjaja, Resiko Hukum sebagai Direksi, Komisaris & Pemilik PT (Jakarta:
Forum Sahabat, 2008), hlm82.

(2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan
dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan diatur dengan PeraturanPemerintah.
4) Kemandirian
Independensi atau kemandirian adalah suatu keadaan dimana
Perseroan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak maupun yang tidak sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip
korporasi yangsehat. 79Independensi atau kemandirian fungsi masingmasing Organ Perseroan di dalam Perseroan, merupakan suatu hal
yang sangat krusial untuk mencegah terjadinya benturan kepentingan
yang dapat mengakibatkan kerugian bagi Perseroan begitu juga
pemegang saham. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya di dalam
prinsip accountability (akuntabilitas), dimana self dealing sebagai
bagian dari benturan kepentingan dapat dicegah dengan memberiakn
kewajiban bagi Direksi dan Dewan Komisaris maupun

keluarganya

melaporkan kepemilikansahamnya. 80
Selain itu juga dalam menjaga kemandirian masing fungsi

79

Mas Achmad Daniri, Good Corporate Governance: Konsep dan Penerapannya dalam
KonteksIndonesia,edisikedua.(Jakarta:RayIndonesia,2006),hlm.13.
80
Pasal 101 ayat (1) dan Pasal 116 UU PT.

Organ Perseroan, yaitu diatur dalam Pasal 36 ayat (1) UUPT yang
menyatakan bahwa Perseroan dilarang mengeluarkan saham baik
untuk dimiliki sendiri maupun dimiliki oleh Perseroan lain, yang
sahamnya secara langsung atau tidak langsung telah dimiliki oleh
Perseroan.
5) Kewajaran
Prinsip fairness merupakan keharusan bagi sebuah Perseroan untuk
memberikan kedudukan yang sama terhadap para pemegang saham
(baik pemegang saham mayoritas atau minoritas, asing atau domestik),
sehingga kerugian akibat perlakuan diskriminatif dapat dicegah
sedinimungkin. 81Fairness

diharapkan

membuat

seluruh

asset

Perseroan dikelola secara baik dan prudent (hati-hati) sehingga muncul
perlindungan kepentingan pemegang saham secara fair (jujur dan adil).
Fairness juga diharapkan memberi perlindungan kepada perusahaan
terhadap praktek korporasi yang merugikan.Pendekkata, fairness
menjadi jiwa untuk memonitor dan menjamin perlakuan yang adil
diantara beragam kepentingan dalamperusahaan. 82
Namun seperti halnya sebuah prinsip, fairness memerlukan
syarat agar bisa diberlakukan secara efektif.Syarat itu berupa peraturan
perundang-undangan yang jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan
secara efektif. Hal ini dinilai penting karena akan menjadi penjamin
81
82

Daniri, Op. Cit, hlm. 71.
Ibid, hlm. 14.

adanya perlindungan atas hak-hak pemegang saham manapun, tanpa
pengecualian. Peraturan perundang-undangan ini harus dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat menghindari penyalahgunaan lembaga
peradilan (litigation abuse). Diantara litigation abuse ini adalah
penyalahgunaan ketidakefisienan lembaga peradilandalam mengambil
keputusan sehingga pihak yang beritikad baik mengulur-ngulur waktu
kewajiban yang harusdibayarkannya atau bahkan dapat terbebas dari
kewajiban yang harusdibayarkan. 83
Adapun prinsip-prinsip tata kelola tersebut pada dasarnya selaras dengan
prinsip-prinsip yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945. Dengan
merujuk pada hirarkhi perundang-undangan di Indonesia, prinsip-prinsip tersebut
diturunkan secara lebih konkrit di dalam berbagai peraturan perundang-undangan
di Indonesia.
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien,
transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan.Oleh karena itu
penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu
negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan
masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip-prinsip dasar
yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah: 84

83

Ibid, hlm. 15.
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Umum Good Coorporate
Governance Indonesia, (Jakarta: KNKG, 2006), hlm. 3.
84

a. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan
yang menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan,
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum
secara konsisten (consistent law enforcement).
b. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman
dasar pelaksanaan usaha.
c. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak
yang terkena dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan
kepedulian dan melakukan kontrol sosial (social control)secara obyektif
dan bertanggung jawab.
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada
setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan.Asas GCG yaitu transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan
diperlukan untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability)perusahaan
dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders). 85
Peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal juga sangat terkait
dengan implementasi prinsip-prinsip GCG. Jika UUPT berlaku terhadap seluruh
perseroan terbatas yang didirikan, maka terhadap perusahaan public, selain
UUPT, berlaku juga peraturan di pasar modal yang mencakup kewajibankewajiban yang harus dipenuhi oleh perusahaan terbuka. 86

85
86

Ibid, hlm. 5.
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Op.Cit., hlm 118.

Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya
disebut dengan UUPM) juga memuat peraturan terkait dengan GCG, terutama
kaitannya dengan prinsip keterbukaan. Peraturan tersebut dimuat dalam bagian
kelima, Pasal 82-84, yaitu mengenai Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu,
Benturan Kepentingan, Penawaran Tender, Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan. 87
Beberapa peraturan Bapepam yang terkait dengan penerapan prinsip GCG,
adalah: 88
1. Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1 tentang Hak Memesan Efek Terlebih
dahulu.
2. Peratutan Bapepam No. VIII.G.2 tentang Laporan Tahunan.
3. Peraturan Bapepam No. IX.E.1 TENTANG Benturan Kepentingan Transaksi
Tertentu.
4. Pertauran Bapepam No. IX.E.2 tentang Transaksi Material dan Perubahan
Kegiatan Usaha yang Dilakukan Perusahaan Terbuka.
5. Peraturan Bapepam No. IX.G.1 tentang Pengabungan Usaha dan Peleburan
Perusahaan Publik dan Emiten.
6. Peraturan Bapepam No. IX.I.1 tentang Rencana dan Pelaksanaan RUPS.
7. Peraturan Bapepam No. IX.J.1 tentang Pengaturan tentang Pokok-Pokok
Anggaran Dasar Perseroan yang Melakukan Penawaran Umum Efek Bersifat
Eluitas dan Perusahaan Publik.
87
88

Ibid.
Indra Surya dan Ivan Yustiavandana, Op.Cit.,hlm 119.

8. Peraturan Bapepam No. X.K.1 tentang Keterbukaan Informasi yang Harus
Segera Diumumkan kepada Publik.
9. Peraturan Bapepam No. X.K.4 tentang Laporan Realisasi Penggunaan Dana
Hasil Penawaran Umum.
10. Peraturan Bapepam No. IX.H.1 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka.
11. Peraturan Bapepam No. IX.F.1 tentang Penawaran Tender.
12. Peraturan Bapepam No. VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Diresi atas
Laporan Keuangan.
13. Peraturan Bapepam No. X.K.5 tentang Keterbukaan Informasi bagi Emiten
atau Perusahaan Publik yang dimohonkan Pernyataan Pailit.
14. Peraturan Bapepam No. IX.1.4 tentang Pembentukan Sekretaris Perusahaan.
15. Peraturan Bapepam No. IX.I.6 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emiten
dan Perusahaan.

D. Pengawasan Terhadap PT Terbuka.
Pengawasan berorientasi kepada tujuan perusahaan, perencanaan dan
pelaksanaannya.Pengawasan berupaya membetulkan kesalahan arah, untuk
dikembalikan pada jalur yang benar.Mekanisme pengawasan adalah untuk melihat
apakah pekerjaan yang dilaksanakan telah sesuai dengan arah tujuan yang sudah
ditetapkan oleh perusahaan.Pengawasan meliputi aspek penelitian apakah hasil
yang dicapai telah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.Pengawasan untuk
mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilaksanakan bawahan
sesuai dengan kebijaksanaan pimpinan.Fungsi pengawasan atau yang lebih

dikenal dengan Controlling tidak dapat berdiri sendiri, melainkan selalu terkait
dengan fungsi-fungsi manajemen yang lain yang paling sederhana yaitu Planning,
Organizing dan Actuating. 89
Tugas

dan

tanggung

jawab

pengawasan

ada

pada

Dewan

Komisaris.Dewan Komisaris mengemban tugas untuk melakukan pengawasan
atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai
Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberikan nasihat kepada Direksi
secara kolektif.Pengawasan dan pemberian nasihat semata-mata dilakukan untuk
kepentingan Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, tidak
boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.Dalam hal Dewan
Komisaris mengambil keputusan mengenai hal-hal yang ditetapkan dalam
anggaran dasar atau peraturan perundang-undangan, pengambilan keputusan
tersebut dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas, sehingga keputusan
kegiatan operasional tetap menjadi tanggung jawab Direksi. 90
Pengawasan juga penting tidak hanya dalam hal pengurusan Perseroan,
tapi juga penting sebagai pelaksanaan dari Prinsip GCG sehingga tujuan
Perseroan dapat tercapai dengan baik.Peran ini untuk menjaga agar seluruh
Direksi melaksanakan tugasnya dengan benar.Pengawasan bekerja pada saat
pelaksanaan tugas pokok pengurusan sedang berlangsung dan diharapkan bisa
segera mengoreksi kesalahan apabila diketahui ada penyimpangan dalam
pengurusan Perseroan. Maksud dari penyimpangan ini berarti ada kegiatan

89

Sentot Harman Glendoh, “Fungsi Pengawasan dalam Manajemen Koorporasi”, Jurnal
Manajemen & Kewirausahaan Vol. 2, No. 1, Maret 2000), hlm. 47
90
Jandi Mukianto, Pendirian, Pengurusan, Pengawasan Perseroan Terbatas di
Indonesia, (Jakarta: Wdijaja, Effendy & Mukianto – Indonesian Legal Consultant, 2014), hlm 9.

pengurusan PT yang tidak sesuai dengan peraturan dan/atau anggaran dasar
Perseroan, yang apabila tidak dilakukan koreksi akan menyebabkan pengurusan
Perseroan menyimpang dari tujuan.
Pengertian dewan komisaris dalam Pasal 1 angka 6 UU PT adalah organ
perseroan yang bertugas melakukan pengawasan secara umum dan atau khusus
sesuai dengan anggaran dasar serta memberi nasihat kepada direksi. Tugas dewan
komisaris berdasarkan Pasal 108 Ayat (1) dan (2) UU PT adalah melakukan
pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik
mengenai perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada
direksi.
Pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi dilakukan untuk
kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.
Selanjutnya penjelasan Pasal 108 Ayat (2) UU PT menjelaskan bahwa yang
dimaksud dengan “untuk kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan” adalah bahwa pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh
dewan komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu, tetapi
untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai dengan maksud dan
tujuan perseroan. Tugas pengawasan tersebut, dapat juga dilakukan dewan
komisaris terhadap sasaran atau objek tertentu, antara lain sebagai berikut: 91
1. Melakukan audit keuangan;
2. Pengawasan atas organisasi perseroan;
3. Pengawasan terhadap personalia.
91

M. Yahya Harahap, Op.Cit.,hlm. 439.

Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih. Dewan
komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota merupakan majelis dan
setiap anggota dewan komisaris tidak dapat bertindak sendiri-sendiri, tetapi
bertindak berdasar pada keputusan dewan komisaris sebagaimana yang tercantum
dalam Pasal 108 UU PT. 92 Setiap anggota dewan komisaris ikut bertanggung
jawab secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan bersalah
atau lalai menjalankan tugas pengawasan perseroan. Dalam hal dewan komisaris
terdiri atas dua anggota dewan komisaris atau lebih, tanggung jawab tersebut
berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota dewan komisaris
sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 114 Ayat (3) dan (4) UU PT. Pasal 114
Ayat (5) UUPT menyebutkan bahwa anggota dewan komisaris tidak dapat
dipertanggungjawabkan atas kerugian tugas pengawasan dan pemberian nasihat
kepada direksi apabila dapat membuktikan:
1. Telah membuktikan pengawasan dengan itikad baik dan kehati-hatian
untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan
perseroan;
2. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun tidak
langsung atas tindakan pengurusan direksi yang mengakibatkan
kerugian; dan
3. Telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah timbul atau
berlanjutnya kerugian tersebut.
92

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia Cetakan Keempat Revisi, PT.
Citra Aditya Bakti, Bandung, 2010, hlm.134

Setiap anggota Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas pengawasan
dan pemberian nasihat kepada Direksi wajib dilakukan dengan itikad baik, kehatihatian, dan bertanggung jawab karena setiap anggota Dewan Komisaris ikut
bertanggungjawab secara pribadi atas kerugian perseroan, apabila diketahui yang
bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya. Apabila terdapat 2
(dua) orang anggota Dewan Komisaris atau lebih maka tanggung jawab atas
kerugian Perseroan yang terjadi ditanggung renteng oleh setiap anggota Dewan
Komisaris.

Dewan Komisaris juga wajib membuat risalah rapat Dewan

Komisaris dan menyimpan salinannya; melaporkan kepada Perseroan mengenai
kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan tersebut dan
Perseroan lain; dan memberikan laporan tentang tugas pengawasan yang telah
dilakukan selama tahun buku yang baru lampau kepada RUPS. 93
UU PT mengatur hal yang baru, menyerap dari prinsip GCG dengan
menempatkan pengaturan Komisaris Independen dan Komisaris Utusan dalam
anggaran dasar Perseroan. Komisaris Independen diangkat berdasarkan keputusan
RUPS dari pihak yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota
Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya, atau yang disebut juga
Komisaris dari pihak luar. Sedangkan Komisaris Utusan adalah anggota Dewan
Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan rapat Dewan Komisaris dengan
tugas dan wewenang Komisaris Utusan ditetapkan dalam anggaran dasar
Perseroan dengan ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang dari
Komisaris, dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan Direksi. 94
93

Frans Satriyo Wicaksono, Tanggung Jawab Pemegang Saham, Direktur & Komisaris
PT Terbuka, (Jakarta: Visimedia, 2009), hlm 219.
94
Gunawan Widjaja, 150 Pertanyaan tentang Perseroan Terbatas, (Jakarta: Forum
Sahabat, 2008), hlm 200.

Terdapat 2 (dua) bentuk pengawasan terhadap PT Terbuka, yaitu:
A. Pengawasan Internal
1. Dewan Komisaris
Tugas dan tanggung jawab pengawasan ada pada Dewan
Komisaris. Dewan Komisaris mengemban tugas untuk melakukan
pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada
umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan
memberikan nasihat kepada Direksi secara kolektif.Pengawasan
dan pemberian nasihat semata-mata dilakukan untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan, tidak
boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.Dalam
hal Dewan Komisaris mengambil keputusan mengenai hal-hal
yang ditetapkan dalam anggaran dasar atau peraturan perundangundangan, pengambilan keputusan tersebut dilakukan dalam
fungsinya sebagai pengawas, sehingga keputusan kegiatan
operasional tetap menjadi tanggung jawab Direksi. 95
Pengawasan

juga

penting

tidak

hanya

dalam

hal

pengurusan Perseroan, tapi juga penting sebagai pelaksanaan dari
Prinsip GCG sehingga tujuan Perseroan dapat tercapai dengan
baik.Peran ini untuk menjaga agar seluruh Direksi melaksanakan
tugasnya dengan benar.Pengawasan bekerja pada saat pelaksanaan
tugas pokok pengurusan sedang berlangsung dan diharapkan bisa
95

Jandi Mukianto, Op.Cit., hlm 9.

segera mengoreksi kesalahan apabila diketahui ada penyimpangan
dalam pengurusan Perseroan. Maksud dari penyimpangan ini
berarti ada kegiatan pengurusan PT yang tidak sesuai dengan
peraturan dan/atau anggaran dasar Perseroan, yang apabila tidak
dilakukan koreksi akan menyebabkan pengurusan Perseroan
menyimpang dari tujuan.
Tugas dewan komisaris berdasarkan Pasal 108 Ayat (1) dan
(2) UU PT adalah melakukan pengawasan atas kebijakan
pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai
perseroan maupun usaha perseroan, dan memberi nasihat kepada
direksi. Selanjutnya penjelasan Pasal 108 Ayat (2) UU PT
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “untuk kepentingan
dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan” adalah bahwa
pengawasan dan pemberian nasihat yang dilakukan oleh dewan
komisaris tidak untuk kepentingan pihak atau golongan tertentu,
tetapi untuk kepentingan perseroan secara menyeluruh dan sesuai
dengan maksud dan tujuan perseroan. Tugas pengawasan tersebut,
dapat juga dilakukan dewan komisaris terhadap sasaran atau objek
tertentu, antara lain sebagai berikut: 96
a. Melakukan audit keuangan;
b. Pengawasan atas organisasi perseroan;
c. Pengawasan terhadap personalia.
96

M. Yahya Harahap, Op.Cit., hlm. 439.

Dewan komisaris terdiri atas satu orang anggota atau lebih.
Dewan komisaris yang terdiri atas lebih dari satu orang anggota
merupakan majelis dan setiap anggota dewan komisaris tidak dapat
bertindak sendiri-sendiri, tetapi bertindak berdasar pada keputusan
dewan komisaris sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 108
UU PT. 97 Setiap anggota dewan komisaris ikut bertanggung jawab
secara pribadi atas kerugian perseroan apabila yang bersangkutan
bersalah atau lalai menjalankan tugas pengawasan perseroan.
Dalam hal dewan komisaris terdiri atas dua anggota dewan
komisaris atau lebih, tanggung jawab tersebut berlaku secara
tanggung

renteng

bagi

setiap

anggota

dewan

komisaris

sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 114 Ayat (3) dan (4) UU
PT. Pasal 114 Ayat (5) UUPT menyebutkan bahwa anggota dewan
komisaris tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian tugas
pengawasan dan pemberian nasihat kepada direksi apabila dapat
membuktikan:
1. Telah membuktikan pengawasan dengan itikad baik dan kehatihatian untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan.
2. Tidak mempunyai kepentingan pribadi baik langsung maupun
tidak

langsung

atas

tindakan

pengurusan

direksi

yang

mengakibatkan kerugian. dan
3. Telah memberikan nasihat kepada direksi untuk mencegah
timbul atau berlanjutnya kerugian tersebut.
97

Abdulkadir Muhammad, Op.Cit., hlm 134.

Setiap anggota Dewan Komisaris dalam menjalankan tugas
pengawasan dan pemberian nasihat kepada Direksi wajib dilakukan
dengan itikad baik, kehati-hatian, dan bertanggung jawab karena
setiap anggota Dewan Komisaris ikut bertanggungjawab secara
pribadi

atas

kerugian

perseroan,

apabila

diketahui

yang

bersangkutan bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.
Apabila terdapat 2 (dua) orang anggota Dewan Komisaris atau
lebih maka tanggung jawab atas kerugian Perseroan yang terjadi
ditanggung renteng oleh setiap anggota Dewan Komisaris. Dewan
Komisaris juga wajib membuat risalah rapat Dewan Komisaris dan
menyimpan salinannya; melaporkan kepada Perseroan mengenai
kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya pada Perseroan
tersebut dan Perseroan lain; dan memberikan laporan tentang tugas
pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku yang baru
lampau kepada RUPS. 98
UU PT mengatur hal yang baru, menyerap dari prinsip
GCG dengan menempatkan pengaturan Komisaris Independen dan
Komisaris Utusan dalam anggaran dasar Perseroan. Komisaris
Independen diangkat berdasarkan keputusan RUPS dari pihak yang
tidak terafiliasi dengan pemegang saham utama, anggota Direksi
dan/atau anggota Dewan Komisaris lainnya, atau yang disebut juga
Komisaris dari pihak luar. Sedangkan Komisaris Utusan adalah
anggota Dewan Komisaris yang ditunjuk berdasarkan keputusan
98

Jandi Mukianto, Op.Cit., hlm 10.

rapat Dewan Komisaris dengan tugas dan wewenang Komisaris
Utusan ditetapkan dalam anggaran dasar Perseroan dengan
ketentuan tidak bertentangan dengan tugas dan wewenang dari
Komisaris, dan tidak mengurangi tugas pengurusan yang dilakukan
Direksi. 99
2. Dewan Pengawas Syariah
Dewan

Pengawas

Syariah

ini

merupakan

lembaga

keuangan syariah dan bertugas mengawasi pelaksanaan keputusan
Ketua MUI di lembaga keuangan syariah. Berd