Konflik Antara Pdam Duri Dan Pelanggannya

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Isu kelangkaan air bersih akhir-akhir ini seringkali menjadi perbincangan utama di tengah-tengah masyarakat, pemerintah, bahkan dunia. Dimana air merupakan salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan seluruh makhluk hidup khususnya manusia di bumi ini. Kelangkaan akan air bersih ini sudah dirasakan manusia sejak lama, yang ditandai dengan semakin sulitnya menemukan sumber air bersih yang layak dikonsumsi dan digunakan untuk keperluan sehari-hari. Hal ini menjadi masalah yang tidak kunjung berhenti bagi sebagian besar penduduk baik yang tinggal di kota maupun di pedesaaan, khususnya yang berada di wilayah Indonesia.

Sulitnya memperoleh air bersih menjadi sebuah pembahasan yang menarik ketika kita mengingat bahwa sekitar tiga perempat permukaan bumi yaitu 70,8% ditutupi oleh air, tetapi kelangkaan air bersih masih dirasakan di berbagai penjuru dunia. Adalah seorang aktivis lingkungan terkenal yaitu “Vandana Shiva” yang membahas tentang “Perang Air” yang sedang terjadi di tengah-tengah masyarakat. Beliau menyatakan bahwa kelangkaan air bersih yang sedang kita alami merupakan buah dari keserakahan kita mengeksploitasi alam secara berlebihan. Dimana pada masa ini teknologi telah merasuk kedalam sendi-sendi kehidupan manusia, termasuk dalam hal pengelolaan air. Air yang dahulunya menjadi barang bebas dan sifatnya tergolong kepada sumber daya yang dapat diperbaharui, kini


(2)

menjadi suatu komoditas yang diperdagangkan oleh manusia. Layaknya seperti industri minuman berkemasan. Cara memperoleh air bersih menjadi komoditas yang menguntungkan bagi sebagian kalangan. Misalnya sumur bor atau pengelolaan air yang menggunakan sistem perpipaan modern. Tetapi semuanya itu tidak bisa dijadikan sebuah alasan tunggal penyebab terjadinya kelangkaan air bersih di tengah-tengah masyarakat saat ini. Semakin tingginya tingkat eksploitasi atas hutan dan seluruh sumber daya alam yang ada di bumi menjadi penyebab terjadinya perubahan iklim yang sangat ekstrem dan sangat berpengaruh bagi kelangkaan air bersih tersebut.

Hal yang dikemukakan diatas adalah sekilas tentang bagaimana kondisi kelangkaan air bersih yang sedang dihadapi oleh banyak orang pada masa ini. Tidak jarang kelangkaan air bersih tersebut akhirnya berkembang menjadi sebuah konflik di tengah-tengah masyarakat, baik itu mengenai perebutan akan sumber daya air, maupun konflik di antara dua pihak yang terikat kontrak jual beli air, seperti hal nya yang terjadi pada PDAM Duri dan pelanggannya.

Skripsi ini menjelaskan tentang konflik yang terjadi antara PDAM Cabang Duri dengan pelanggan/masyarakat.1

1

Lebih luas dampaknya dirasakan oleh masyarakat, sebab masyarakat Duri sebagian besar bergantung kepada PDAM, jika tidak melalui PDAM maka Pelanggan PDAM.

Pada kasus konflik yang dihadapi oleh PDAM dan masyarakat Duri ini sebenarnya bukan perebutan atas sumber daya air itu sendiri, melainkan karena tidak terpenuhinya hak-hak masyarakat akan air bersih yang dipercayakan kepada PDAM Tirta Dharma Cabang Duri, Kabupaten Bengkalis. Tetapi meskipun begitu tetap saja air yang menjadi pemicu konfliknya.


(3)

Konflik ini terjadi setelah pelanggan dan masyarakat mengalami kekeringan selama beberapa bulan karena tidak berjalannya air dari PDAM. Dalam hal ini, PDAM dinilai tidak sportif oleh masyarakat. Pasalnya, pelanggan sudah melakukan kewajibannya sebagai pelanggan akan tetapi tidak menerima haknya sesuai dengan kesepakatan yang mereka buat bersama sebelumnya. Sementara di sisi lain, PDAM Duri juga memiliki masalah internal yang belum bisa diatasi hingga saat ini, dan kondisinya tersebut menghambat pelayanannya terhadap pelanggan.

PDAM dapat dikatakan sebagai produsen pengelola air bersih yang kemudian dinikmati oleh masyarakat sebagai pelanggan/pelanggannya. Namun, PDAM bukanlah produsen yang “sebenarnya,” tetapi alam lah yang menyediakan sumber air kepada PDAM, dan kemudian dikelola menjadi air bersih yang siap digunakan oleh masyarakat. Dalam mengembangkan layanannya kepada masyarakat, Pemerintah memperbolehkan PDAM untuk bekerja sama dengan pihak ketiga (swasta maupun non swasta). Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan pelayanan PDAM terhadap pelanggan yang bisa jadi terhambat pada masalah-masalah tertentu.2 Di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, PDAM Dharma Tirta Sampit bekerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam mendistribusikan air ke seluruh pelanggannya,3

2

Contoh masalah masalah yang menghambat pelayanan PDAM yaitu kurangnya dana untuk mengembangkan instalasi proyek yang sedang dijalankan oleh PDAM, atau bisa saja faktor wilayah yang memang tandus dan sulit menemukan sumber air di wilayah tersebut.

dan PDAM Tirta Dharma Cabang Duri yang terletak di Kabupaten Bengkalis, Propinsi Riau, yang

3

Sumber : “PDAM Daerah Masih Andalkan PLN dan Rawan Masalah” yang ditulis oleh Maya Selviani dalam media lokal jaringnews.com


(4)

bekerja sama dengan PT. CPI (Chevron Pacific Indonesia), serta masih banyak lagi yang juga melakukan kerjasama dengan pihak-pihak lain, untuk membantu kelancaran kewajiban PDAM untuk mendistribusikan air bersih kepada masyarakat.

Jenis kerja sama yang dilakukan PDAM dengan pihak lain bisa bermacam-macam dan pastinya berbeda pada masing-masing PDAM, tergantung dengan situasi dan kondisi yang dialami oleh PDAM tersebut di wilayah operasionalnya. Terkadang situasi wilayah yang terletak jauh dari sumber air baku juga mempengaruhi kebutuhan serta kemampuan PDAM itu sendiri dalam mengolah air baku serta mengelola pendistribusiannya kepada pelanggan. Minimnya sarana dan prasarana menjadi salah satu contoh latar belakang PDAM melakukan kerja sama dengan pihak lain untuk mengembangkan layananannya. Seperti yang dilakukan oleh PDAM Tirta Dharma Cabang Duri yang merupakan anak cabang dari PDAM Tirta Dharma Pusat, Kabupaten Bengkalis. PDAM ini bekerja sama dengan PT. CPI yang merupakan sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang Migas yang sama-sama beroperasi di wilayah Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis. Jenis kerja sama yang dilakukan PDAM cabang Duri dengan Chevron, berupa penyediaan sarana dan prasarana bagi keduanya dalam memperoleh air baku4

Upaya PDAM melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam mengembangkan layanannya, tentu mempengaruhi pelayanan PDAM terhadap pelanggan. Ketika hubungan PDAM Duri dengan Chevron diguncang masalah,

yang letaknya cukup jauh dari wilayah Duri.

4

Kerjasama ini dilakukan pihak Chevron sebagai upaya pemenuhan CSR (Corporate Sosial Responsibility) nya terhadap masyarakat Duri.


(5)

maka pastilah pelanggan terkena imbasnya, mengingat bahwa Chevron lah yang menyediakan sumber air baku kepada PDAM.5 Situasi ini menimbulkan krisis air bagi PDAM dan juga bagi pelanggan. Situasi krisis air bersih inilah yang kemudian memicu timbulnya konflik di antara PDAM dengan masyarakat. Sebab akses untuk sesuatu yang sangat vital itu terganggu sehingga menjurus kepada apa yang disebut oleh Vandana Shiva tentang “Perang Air”.6

Latar belakang konflik kedua pihak ini tentu memberikan penjelasan tentang bagaimana konflik ini berlangsung dan bagaimana upaya penyelesaiannya.Secara keseluruhan tulisan ini memaparkan bagaimana konflik itu terjadi dan bagaimana upaya penyelesaiannya.Untuk itu penulis membagi Pelanggan yang merasakan krisis air bersih tersebut menuntut kepada PDAM untuk memberikan air kepada mereka, sementara PDAM juga mempunyai problemnya tersendiri.

Konflik adalah gesekan yang terjadi pada kedua belah pihak yang terikat dalam suatu hubungan tertentu, dimana ada pihak yang merasa dirugikan dan tindakan yang merugikan itu menimbulkan adanya pelanggaran hukum. Hukum yang dimaksudkan bisa berupa kesepakatan-kesepakatan di antara kedua belah pihak yang ditentukan bersama sebagai aturan dalam hubungan tersebut, baik itu berbadan hukum atau tidak berbadan hukum. Mengacu kepada pengertian akan konflik ini, maka dapat disimpulkan bahwa dalam hubungan PDAM dengan pelanggannya rentan terjadi sebah konflik, dimana ada pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya, dan ada pihak yang tidak menerima haknya.

5

Kontrak antara PDAM dengan Chevron yang dimulai tahun 1994 harusnya berakhir pada tahun 2002 namun masih berlangsung sampai sekarang, untuk itu hubungan keduanya juga berpotensi untuk menjadi sebuah konflik.

6


(6)

pokok pembahasan menjadi tiga bab. Ketiga bab tersebut masing-masing memiliki spesifikasi yang berbeda dan memiliki kait-kemait dari masing-masing bab.

Pada bab dua dijelaskan mengenai gambaran umum lokasi penelitian. Dimana dalam bab tersebut dijelaskan mengenai awal mula kehadiran PDAM di Duri dan bagaimana hubungan PDAM dengan pelanggannya .Bab ini juga menjelaskan komponen-komponen lain yang terkait dengan PDAM Tirta Dharma Cabang Duri, seperti profil umum, visi dan misi serta struktur organisasi PDAM Duri.

Pada bab selanjutnya yaitu bab tiga, penulis mulai berbicara mengenai bagaimana situasi konflik serta apa-apa saja sumber konflik antara PDAM dan pelanggannya. Bab ini akan menjelaskan bagaimana keadaan krisis air tersebut akhirnya memicu timbulnya konflik antara PDAM Tirta Dharma Cabang Duri dengan pelanggannya.

Pada bab empat dalam tulisan ini berisi tentang upaya-upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh pihak PDAM Tirta Dharma Cabang Duri kepada pelanggannya, strategi-strategi maupun kebijakan dalam mengatasi krisis air PDAM tersebut, serta tanggapan masyarakat tentang upaya penyelesaian konflik yang dilakukan oleh pihak PDAM. Dan terakhir, bab lima yang berisi tentang Kesimpulan dan saran dari tulisan ini.


(7)

1.2 Tinjauan Pustaka

Konflik merupakan bagian yang tidak terhindarkan dari kehidupan masyarakat. Konflik juga akan selalu ada pada setiap masyarakat karena konflik merupakan gejala sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konflik berarti pertentangan atau percekcokan. Selanjutnya Dean G. Pruitt (2004) menyebutkan pertentangan sendiri bisa muncul ke dalam bentuk pertentangan ide maupun fisik antara dua belah pihak yang berseberangan.

Kata konflik tersebut mengacu kepada perkelahian, perlawanan dan pertentangan dimana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkan atau membuatnya tidak berdaya (Hendropuspito, 1989: 240). Coser (dalam Suparlan, 1999) memaparkan bahwa konflik adalah perjuangan antar individu atau kelompok untuk memenangkan sesuatu tujuan yang sama-sama ingin mereka capai. Dimana kekalahan dan kehancuran dipihak lawan, merupakan tujuan utama yang ingin mereka capai.

Dalam Teori Hubungan Masyarakat, Fisher menyebutkan bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, serta tidak adanya saling percaya dalam masyarakat yang melahirkan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Selain itu, penyebab konflik dalam masyarakat juga dapat disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan dasar manusia. Dalam teori kebutuhan manusia, Fisher mengatakan bahwa konflik yang berakar dalam disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik), mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihargai. Hoult sebagaimana di kutip Wiradi (2000) menyebut konflik sebagai situasi proses interaksi antara dua (atau lebih) orang atau


(8)

kelompok yang masing-masing memperjuangkan kepentingannya atas obyek yang sama, yaitu tanah dan benda-benda lain yang berkaitan dengan tanah, seperti air dan perairan, tanaman, tambang, dan juga udara yang berada di atas tanah yang bersangkutan.7

Dalam Teori Pertukaran Sosial dikatakan bahwa perilaku manusia dalam interaksi sosial merupakan aktivitas pertukaran antara imbalan (reward) dan biaya (cost). Pertukaran tersebut meliputi pertukaran yang kelihatan (tangible exchange) atau pertukaran yang tidak kelihatan (intangible exchange).

Konflik yang terjadi dapat berupa konflik vertikal, yaitu antar pemerintah, masyarakat dan swasta, antar pemerintah pusat, pemerintah kota dan desa, serta konflik horizontal yaitu konflik antar masyarakat.

Demikian halnya dengan Konflik yang terjadi antara PDAM Duri dengan pelanggannya. Konflik yang dilatar belakangi oleh air ini dilakukan oleh pihak pelanggan dalam memperjuangkan haknya akan air yang sering kali tidak terpenuhi oleh pihak PDAM Duri. Akan tetapi hal yang perlu ditekankan dalam kasus konflik disini adalah bukan kehancuran pihak lawan yang ingin dicapai, namun pencapaiannya justru lebih kepada pemecahan konflik tersebut. Dimana masyarakat dapat memperoleh air bersih dengan lancar dan lebih maksimal.

8

7

“Konflik Sosial di Desa Kuta Rayat, Kecamatan Naman Teran (Studi Deskriptif Tentang Konflik Perebutan Tanah Warisan)” Dalam Skripsi Rosmalemna Tarigan (2010)

8

Milan Zafiroski dalam Wirawan (2010:32) “Konflik dan Manajemen Konflik”

Pertukaran yang kelihatan, misalnya pertukaran barang dan jasa. Lebih dalam dikatakan bahwa pertukaran dalam interaksi sosial berhubungan dengan pertukaran manfaat, yaitu memberikan kepada orang lain sesuatu yang lebih bernilai jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan oleh pemberi dan terjadinya sesuatu yang timbal balik. Pertukaran timbal balik terjadi karena adanya saling ketergantungan antara


(9)

pemberi dan penerima. Proses pertukaran tersebut diatur oleh hubungan timbal balik dan pertukaran tidak akan berlangsung jika ketentuan mengenai timbal balik dilanggar sehingga memunculkan terjadinya konflik. Hal inilah yang terjadi pada PDAM Duri dan pelanggannya, dimana pertukaran timbal balik di antara keduanya tidak berjalan lancar. timbal balik keduanya yang berupa hak dan kewajiban yang tidak berjalan sebagaimana mestinya hingga kemudian menimbulkan konflik.

Menurut LauraNader and Harry Todd konflik adalah tahapan dari proses bersengketa (disputing process). Menurutnya terdapat tiga tahapan dalam proses bersengketa, yaitu tahap pra-konflik, tahap konflik, dan Sengketa9

Situasi “keluhan, perasaan diperlakukan tidak adil’ ini mengandung suatu potensi yaitu suatu potensi untuk meletus menjadi konflik atau justru mengendor. Perasaan diperlakukan tidak adil dapat lebih memuncak dikarenakan oleh suatu konfrontasi, atau eskalasi justru terelakkan karena setara sengaja kontak dengan lawan dihindari atau karena pihak kedua tidak member reaksi terhadap tantangan : Tahap pra-konflik atau tahap keluhan, Mengacu kepada keadaan atau kondisi yang oleh seseorang atau suatu kelompok dipersepsikan sebagai hal yang tidak adil dan alasan-alasan atau dasar-dasar dari adanya perasaan itu. Pelanggaran terhadap rasa keadilannya itu dapat bersifat nyata, atau imajinasi saja, tergantung pada persepsi dari pihak yang merasakan ketidakadilan bersangkutan. Dalam hal ini, yang penting ialah pihak itu merasakan bahwa haknya dilanggar atau dia/mereka diperlakukan dengan salah (TO. Ihromi, 1993:209).

9


(10)

yang diajukan. Dapat disebut bahwa cirri tahap ini adalah monadik (Nader dan Todd, 1978:14). Bila pihak yang merasa haknya dilanggar memilih jalan konfrontasi, serta melemparkan tuduhan kepada pihak pelanggar haknya, atau memberitahukan kepada pihak lawannya tentang keluhannya, maka keluhan semula memasuki tahap konflik. Kedua belah pihak sadar mengenai adanya suatu perselisihan pendapat antara mereka. Tahap ini mempunyai cirri diadik (dua pihak berhadapan). Akhirnya tahap sengketa (dispute) dapat terjadi karena konflik mengalami eskalasi berhubung sebab adanya konflik itu dikemukakan secara umum.10

Situasi tidak adil yang dirasakan oleh pelanggan PDAM Duri dapat dilihat dari isi perjanjian baku yang ditandatangani oleh pelanggan. Perjanjian baku/standar merupakan perjanjian yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing pihak telah ditentukan dalam surat perjanjian itu sehingga calon konsumen (pelanggan) hanya tinggal menandatangani formulir tersebut yang sebenarnya lebih banyak mengatur mengenai kewajiban-kewajiban pelanggan. Pada dasarnya

Hubungan hukum antara PDAM dengan pelanggannya saat transaksi jual beli air bisa dilihat dalam kesepakatan atau perjanjian (berupa perjanjian baku) yang disepakati oleh pelanggan saat mendaftarkan diri menjadi pelanggan PDAM. Inilah hukum, mengacu kepada pendapat Griffith (1986) Hukum yang berlaku adalah aturan atau norma yang benar-benar berlaku dan digunakan oleh individu-individu untuk mengatur hubungan-hubungannya dalam aktivitas-aktivitas dari individu-individu itu sehari-hari, tanpa peduli dari mana hukum itu bersumber.

10


(11)

suatu perjanjian terjadi berlandaskan asas kebebasan berkontrak di antara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang seimbang dan kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian itu melalui suatu proses negosiasi di antara mereka (PDAM dan Pelanggan). Namun dewasa ini ada kecenderungan bahwa banyak perjanjian dalam transaksi bisnis yang terjadi dilakukan bukan melalui suatu proses negosiasi yang seimbang di antara para pihak melainkan pihak yang satu telah menyiapkan suatu syarat baku pada suatu formulir perjanjian dan pihak lain tersebut untuk melakukan negosiasi atau syarat-syarat yang disodorkan. Perjanjian yang demikian dapat disebut perjanjian baku atau standar.11

Berikut isi perjanjian yang ditanda tangani oleh calon pelanggan PDAM Duri (perjanjian baku)

Hal ini tentunya sudah menyebabkan adanya ketidakadilan dalam hubungan keduanya. Melalui hal ini dapat dilihat bahwa potensi konflik sudah terlihat sejak pertama kali seorang calon pelanggan mendaftarkan dirinya menjadi konsumen PDAM.

12

1. Setelah selesai pemasangan instalasi air minum, kami bersedia menjaga dari kehilangan dan kerusakan terhadap peralatan sambungan rumah yang telah terpasang, dan apabila terjadi kehilangan dan kerusakan, maka biaya penggantian peralatan menjadi tanggung jawab kami.

:

2. Setelah pemasangan kmi bersedia membayar rekening air secara rutin (setiap tanggal 5 s/d 20) setiap bulannya.

11

Perlindungan Hukum bagi Konsumen Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM), Universitas DiponegoroTerdapat dalam Tesis Novi Hesti Lestari tahun 2003.

12


(12)

3. Apabila kami lalai / terlambat membayar kewajiban selama 2 (dua) bulan berturut-turut, maka kami bersedia menanggung resiko Pemutusan Instalasi Pipa Dinas tanpa pemberitahuan dari PDAM.

4. Apabila terjadi hal-hal yang mengakibatkan pembongkaran sambungan rumah karena sengketa milik tanah atau bangunan, maka kami tidak menuntut apapun kepada PDAM Kabupaten Bengkalis Cabang Duri. 5. Jika terjadi perubahan jaringan pipa sambungan rumah yang tidak sesuai

dengan ketentuan yang telah diizinkan, maka sambungan pipa dinas dapat dicabut tanpa ganti rugi.

6. Kami bersedia mengikuti antrian yang ditentukan PDAM, yaitu :

a. Selambat-lambatnya………Minggu untuk dilakukan pemasangan sambungan rumah

b. Tidak akan mendesak PDAM untuk melakukan pemasangan sebelum batas waktu yang telah ditentukan.

7. Kami berjanji akan mematuhi segala ketentuan yang ditetapkan PDAM Kabupaten Bengkalis Cabang Duri.

Dapat dilihat bahwa keseluruhan dari butir-butir perjanjian ini mengatur apa saja yang harus dipatuhi oleh pelanggan. Bahkan hak untuk menerima air pun tidak dituangkan didalamnya.

Dalam tugasnya, PDAM diizinkan melakukan negosiasi dengan pihak swasta maupun non-swasta dalam mengembangkan layanan kepada masyarakat. Menurut Ishack Rafick (2008:145), sejak memasuki dasawarsa 90-an PDAM di


(13)

Indonesia terlihat gencar mengundang partisipasi swasta karena kewalahan melayani kebutuhan air bersih yang semakin meningkat. Negosiasi ini terjadi karena semakin banyaknya permasalahan mengenai sumber air bersih yang ketersediaannya semakin sedikit serta jumlah kebutuhan yang semakin meningkat setiap tahunnya. Selanjutnya Rafick menyatakan bahwa hubungan dengan pihak swasta dapat mempengaruhi pelayanan PDAM itu sendiri. Pihak ketiga yang hadir dalam hubungan PDAM dengan konsumennya akan menimbulkan kesepakatan-kesepakatan baru yang tentunya berbeda dengan kesepakatan-kesepakatan PDAM terhadap konsumennya.

Situasi seperti ini secara potensial dapat menyebabkan terjadinya konflik. Hubungan PDAM dengan instansi lain bersamaan dengan hubungannya kepada konsumen akan menimbulkan permasalahan baru. Seperti Di Sampit, Kabupaten Kotawaringin Timur, PDAM bekerja sama dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) dalam mendistribusikan air ke seluruh pelanggannya, ketergantungan PDAM dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN) menjadi faktor utama penyebab distribusi air keseluruh konsumen di Kotim sering bermasalah.13

13Sumber : “PDAM Daerah Masih Andalkan PLN dan Rawan Masalah” yang ditulis oleh Maya

Selvianidalam media lokal jaringnews.com.

Di Duri-Riau, Kabupaten Bengkalis, PDAM bekerja sama dengan PT. Chevron Pasific Indonesia (PT. CPI) yang juga menyebabkan distribusi air kepada konsumen mengalami gangguan. Hal ini dimungkinkan karena adanya interaksi antara

2013.


(14)

hukum-hukum yang berlaku di antara pihak yang saling memiliki kesepakatan seperti PDAM dan pihak swasta, serta PDAM dan konsumennya.

Selain itu faktor-faktor yang mempengaruhi konflik juga dapat mempengaruhi interaksi konflik tersebut. Seperti hal nya emosi, emosi dapat menyebabkan terjadinya konflik dan mempengaruhi proses interaksi konflik. Emosi adalah perasaan subjektif yang kompleks sebagai reaksi-kognitif dan fisiologi atas suatu pengalaman yang mempengaruhi sikap dan perilaku. Emosi merupakan perasaan yang kompleks bisa berupa perasaan senang, tidak senang, atau netral (perasaan yang biasa-biasa saja).

Emosi bila bersifat konstruktif atau destruktif; positif atau negative; dan menyenangkan atau menyakitkan. Dengan demikian, emosi erat hubungannya dengan konflik. Emosi seseorang dapat bersifat destruktif dan menimbulkan konflik. Orang yang tidak/ kurang memperhatikan persepsi orang lain. Orang yang emosionalnya sering irasional dan logika berpikirnya dipengaruhi oleh emosinya. Ia menjadi egosentris atau egois. Keadaan ini menyebabkan terjadinya perbedaan pendapat atau konflik dengan orang yang berinteraksi dengan dirinya.

Emosi orang juga bersifat konstruktif untuk interaksi sosial. Seseorang yang emosionalnya keluar dapat menjadi altruistik menghindari konflik dalam berinteraksi sosial. Emosi juga mempengaruhi interaksi konflik. Seseorang yang emosional dalam terlibat konflik menjadi irasional atau ilogikal. Oleh karena terobsesi oleh ego dalam mencapai tujuannya, ia berupaya memenangkan konflik dengan menghancurkan lawan konfliknya.


(15)

Konflik yang disebabkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan pelanggan akan air bersih ini diikuti dengan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi interaksi konflik tersebut, seperti emosi. Emosi pelanggan yang meluap setelah hampir dua bulan sama sekali tidak menerima air bersih dari PDAM menjadikan pelanggan agresif dalam mewujudkan emosinya tersebut. Situasi semacam ini disebut marah agresif (Wirawan, 2010: 154). Simptom kemarahan yang mengarahkan kemarahan dalam bentuk agresif fisik dan verbal. Berikut adalah perilaku-perilaku yang tergolong marah agresif dalam konflik:

Mengancam. Menakut-nakuti lawan konflik dengan mengatakan

bahwa dapat melukai diri atau hak miliknya; menunjuk-nunjuk ke muka lawan konflik; mengacungkan kepalan tangan; memakai baju atau symbol-simbol yang ada hubungannya dengan perilaku kekerasan; membuntuti lawan konflik; “menggas” mobil atau motor keras-keras; membanting pintu dan menggebrak meja.

Menyakiti. Menyakiti berupa kekerasan fisik; mendaprat, lelucon biasa dan vulgar, merusak percaya diri lawan, menggunakan bahasa kotor, menyalahkan, menuduh, me-label-i orang lain serta mengutuk.

Menggertak. Mengancam orang secara langsung, menganiaya,

menghukum, atau menggeser dari jabatan, menggunakan kekuasaan untuk menindas, berupanya menabrak orang, dan mengejek kelemahan orang.

Menyalahkan tidak adil. Menyalahkan orang lain dan menuduh secara membabi buta.


(16)

Dalam merealisasikan strategi konfliknya, pihak yang terlibat konflik menggunakan taktik konflik. Taktik konflik adalah teknik yang mempengaruhi lawan konflik untuk menghasilkan keluaran konflik yang diharapkan. Dalam menghadapi situasi konflik, pihak yang terlibat konflik dapat menggunakan berbagai taktik konflik secara berurutan atau secraa bersam-sama. Di samping itu, taktik konflik dapat berubah setiap waktu tergantung situasi interaksi konflik. Sebagai contoh, jika pihak yang terlibat konflik menggunakan taktik persuasif rasional tidak akan berhasil, ia akan menggunakan taktik mengancam dan menekan. Taktik konflik itu sediri ditentukan pihak yang berkonflik, contoh: taktik menahan diri atau diam, taktik menangis dan menghimbau, serta taktik mengancam. Keseluruhannya itu dilakukan untuk mencapai tujuan konflik keduanya.

Pada prinsipnya konflik sesungguhnya tidak bisa dihindari oleh siapapun, namun yang paling penting adalah bagaimana cara untuk menyelesaikan konflik tersebut supaya ancaman dan bahaya sebagai akibatnya dapat dicegah secara dini.

Menurut Nader dan Todd dalam tulisan Ihromi (1993 : 210-212) ada beberapa tahap untuk mengatasi dan menyelesaikan terjadinya konflik, yaitu :

1. Membiarkan saja (lumping it) : pihak yang merasakan perlakuan tidak adil, gagal dalam upaya menekan tuntutannya. Seseorang mengambil keputusan untuk mengabaikan saja karena berbagai kemungkinan seperti kurangnya informasi mengenai bagaimana proses mengajukan keluhan itu ke pengadilan, atau sengaja tidak diproses ke pengadilan karena


(17)

diperkirakan bahwa kerugian lebih besar dari keuntungannya (dalam arti materil maupun kejiwaan).

2. Mengelak (avoidance): pihak yang merasakan dirugikan, memilih untuk mengurangi hubungan-hubungan dengan pihak yang merugikannya atau sama sekali menghentikan hubungan tersebut.

3. Paksaan (coercion): salah satu pihak memaksakan pemecahan pada pihak yang lain. Tindakan yang bersifat memaksakan atau ancaman untuk menggunakan kekerasan, pada umumnya mengurangi penyelesaian secara damai.

4. Perundingan (negotiation): dua pihak yang berhadapan merupakan pengambil keputusan. Pemecahan dari masalah yang mereka hadapi dilakukan oleh kedua belah pihak, mereka sepakat, tanpa adanya pihak ketiga yang mencampuri.

5. Mediasi (mediation): pemecahan suatu masalah dilakukan menurut perantara. Dalam cara ini ada pihak ketiga yang membantu kedua belah pihak yang berselisih pendapat untuk menemukan kesepakatan. Pihak ketiga ini dapat ditentukan oleh kedua pihak yang bersengketa, atau ditunjuk oleh pihak yang berwenang. Kedua pihak yang bersengketa tidak harus menuruti atau setuju terhadap upaya mencari pemecahan oleh pihak ketiga atau mediator, tetapi harus setuju bahwa jasa-jasa dari mediator akan digunakan dalam upaya pemecahan masalah.


(18)

6. Arbitrase (arbitration): dua pihak yang besengketa sepakat untuk meminta perantara pihak ketiga, arbitrator, dan sejak semula telah setuju bahwa mereka akan menerima keputusan dari arbitrator itu.

7. Peradilan (adjudication): pihak ketiga mempunyai wewenang untuk mencampuri pemecahan masalah, lepas dari keinginan para pihak yang bersengketa. Pihak ketiga juga berhak membuat keputusan itu artinya berupaya bahwa keputusan dilaksanakan.

Menurut Kriekhoff dalam Ihromi (1993 : 225) cara-cara yang ditempuh untuk menyelesaikan sengketa (konflik) antara lain dibahas oleh:

1. S. Roberts (1979:57-59), yang mengemukakan tentang upaya-upaya seperti:

a) Penggunaan kekerasan, yaitu langsung antar pribadi, b) Melalui upacara atau ritus, misalnya upacara adat, c) Mempermalukan, misalnya dengan sindiran/kiasan,

d) Melalui makhluk-makhluk supernatural, misalnya dengan sampah atau magic,

e) Pengucilan

f) Melalui pembicaraan yang terdiri dari :

• Pembicaraan langsung (negosiasi)

• Pembicaraan tidak langsung atau dengan pihak ketiga, baik yang bertindak sebagai penengah atau penasehat (mediasi/mediator atau perantara/go between) maupun


(19)

sebagai pihak ikut menyelesaikan (arbitrasi/arbitration dan peradilan adjudicator)

2. P.H Gulliver dan L. Nader (1969), secara khusus membahas penyelesaian sengketa dengan menekankan pada :

a) Hasil yang diperoleh, dengan membedakan antara pola

compromise vs decision (kompromi vs keputusan) atau negotiation vs adjudication (negosiasi/kesepakatan vs keputusan atau vonis hakim) – menurut Gulliver.

b) Para pihak yang terlibat atau pada model keputusan, yaitu (L. Nader mengikuti pola Aubert) :

• Hanya menyangkut dua pihak yang berkepentingan (pola

dyadic atau bargain model)

• Dengan melibatkan pihak ketiga (pola triadic atau court model)

Sengketa/konflik itu hal yang melekat pada hubungan sosial, sehingga: a) bila hubungannya erat, maka penyelesaiannya cenderung damai (“win-win solution”); b) bila hubungannya renggang, maka penyelesaiannya cenderung

adjudication (semacam win - loose solution). Dalam konteks ini, juga ditelaah mengenai lembaga hukum (Nader & Todd, 1978; Bohannan, 1984) yakni: lembaga yang digunakan oleh warga untuk menyelesaikan sengketa yang timbul di antara para warga dan merupakan alat untuk tindakan balasan (counteract) setiap penyalahgunaan yang menyolok dan berat dari aturan yang ada pada lembaga lain dalam masyarakat. Tujuan menelusuri proses sengketa adalah untuk


(20)

menemukan “inti sari” hukum. Berbagai kajian penyelesaian sengketa dari pelbagai masyarakat dan kebudayaan kemudian diungkapkan dan ditelusuri. Karena penggunaan metode komparasi untuk berbagai penyelesaian sengketa semakin sering dan mendalam, akibatnya unsur-unsur kemajemukan pun semakin terpupuk.

Sementara itu, menurut Djaka Soehendera konflik (conflict) yang terjadi pada kenyataannya tidak selalu menimbulkan hubungan-hubungan sosial yang disfungsional, terkadang konflik justru berfaedah untuk memelihara suatu hubungan sosial (Coser, 1964: 47; Coser, 1957: 227).14

1.3 Rumusan Masalah

Dan tidak semua konflik kemudian menjurus ke perkara hukum (karena adanya ancaman disintegrasi sosial atau motif lainnya). Pada dasarnya semua menginginkan adanya solusi akan konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat.

Berdasarkan latar belakang terjadinya konflik antara PDAM Duri dengan pelanggan/masyarakat yang telah diuraikan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana situasi konflik dan Apa-apa saja sumber konflik antara PDAM dengan pelanggannya ?

2. Bagaimana penyelesaian konflik yang dilakukan oleh PDAM Duri dalam menghadapi pelanggan/masyarakat?

14

Dalam Djaka Soehendera “Membedah Kondisi Hukum Di Era Otonomi Daerah Dengan Menggunakan Cara Pandang Antropologi Hukum”


(21)

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran tentang bagaimana situasi konflik di antara PDAM Duri dengan pelanggannya, sumber-sumber konflik serta upaya-upaya penyelesaian konflik keduanya.

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah secara akademis penelitian ini akan menambah wawasan keilmuan dalam bidang Antropologi hukum. Khususnya dalam memperkaya literatur mengenai kajian sengketa, pluralisme hukum serta hukum-hukum yang berlaku dalam masyarakat. Secara praktis peneletian ini akan memperoleh data yang diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan mengungkapkan fenomena hukum dan kemajemukan hukum yang berlaku di masyarakat.

1.5 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan teknik pengumpulan data berupa observasi partisipatif dan wawancara. Penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang memusatkan perhatiannya kepada data dan memanfaatkan teori yang ada sebagai bahan penjelas yang kemudian memunculkan teori baru yang lebih kompleks.

Metode penelitian kualitatif ini sangat cocok digunakan dalam penelitian yang kajiannya merupakan antropologi hukum. Dimana tulisan mengenai PDAM dan pelanggannya ini memfokuskan penelitian kajian mengenai konflik yang terjadi yang dilatar belakangi karena ketidaktersediaannya air. Teknik


(22)

pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian guna mendapat data-data dilapangan antara lain :

1.5.1 Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan pengamatan, yang melibatkan pengamat secara langsung dengan aktifitas-aktifitas lapangan yang akan ditelitinya. Di dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen penelitian yang paling utama, peneliti menggunakan dirinya sendiri untuk melakukan observasi untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Dalam hal ini, penulis akan melakukan pengamatan baik itu secara tidak langsung seperti selalu memperhatikan kejadian-kejadian yang terjadi terkait dengan permasalahan kelangkaan air bersih yang sedang dihadapi oleh PDAM dan masyarakat Duri.

Dalam melakukan pengamatan, antropolog harus menempatkan posisinya di tengah-tengah persoalan, dimana pada hakikatnya bahwa antropolog harus bersifat netral dan tidak memihak pada siapapun. Hal ini akan menjaga kemurnian data yang diperoleh, sehingga peneliti mampu mendeskripsikan fenomena yang terjadi tanpa mengurangi kemurnian data dengan perasaan-perasaan atau identitas yang dimiliki oleh peneliti, atau yang dalam antropologi disebut dengan Emic view (native’s point of view).15

1.5.2 Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam topik tertentu.

15

Native’s point of view atau Emik view yaitu mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri.


(23)

Wawancara pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan seorang peneliti untuk memperoleh pemahaman secara holistik mengenai pandangan atau perspektif (inner perspectives) seseorang terhadap isu, tema atau topik tertentu.16

Penelitian ini berlokasi di tanah kelahiran penulis yaitu Kota Duri yang merupakan salah satu Ibu Kota Kecamatan Mandau, Kecamatan terluas di Kabupaten Bengkalis, Riau. Diawali dengan rasa kecintaan penulis sebagai orang Duri maka muncullah penelitian ini. Duri adalah kampung halaman penulis yang

Dalam penelitian mengenai kasus sengketa ini, peneliti akan menggunakan metode wawancara yang akan dilakukan dengan informan-informan yang menurut penulis mampu menjawab semua data yang dibutuhkan. Sebagai instrument utama, penulis harus mampu menjalin rapport (hubungan) yang baik dengan para informannya. Dengan menjalin hubungan baik dengan para informan, maka penulis akan lebih mudah untuk masuk kedalam permasalahan penelitian dengan melakukan wawancara ataupun wawancara mendalam dengan informan. Kedudukan informan dalam penelitian kualitatif adalah informan sebagai guru bagi penulis, yang akan menjelaskan tentang objek kajian yang akan diteliti oleh penulis.

Informan penelitian ini merupakan semua orang yang terkait dengan PDAM, masyarakat yang mengamati serta merasakan permasalahan kelangkaan air bersih, PT. CPI yang bekerja sama dengan PDAM, dan khususnya masyarakat yang menjadi pelanggan (langsung/tidak langsung) yang terikat dengan PDAM.

1.5.3 Rangkaian Pengalaman Penelitian di Lapangan

16

Sumber : Dawson (2009:27) yang dipaparkan lewat tulisan Prof.Dr.H. Mudjia Rahardjo dalam blog-nya tanggal 15 Juni 2012 (http://mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/400-hakikat-wawancara-dalam-penelitian-kualitatif.html)


(24)

dipenuhi dengan warna-warni budaya masyarakatnya sebagai tempat yang sangat ramai dikunjungi para calon urban. Ketertarikan yang membuatnya menjadi salah satu destinasi tempat tinggal dikarenakan banyaknya perusahaan yang bergerak dibidang Migas (Minyak dan Gas) yang beroperasi di wilayah ini. Tuntutan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi adalah sebagai alasan utama perpindahan penduduk ke Kota ini. Rasa kecintaan penulis ini disebabkan karena situasi lingkungan yang beraneka ragam yang menurut penulis saling menjaga toleransi antara satu dengan yang lainnya, meskipun pada dasarnya toleransi itu berbeda dengan apa yang ada didalam hati pemiliknya. Akan tetapi hubungan baik dengan para sahabat berbeda etnis dan keyakinan, serta sosialisasi yang baik dengan lingkungan menjadikan saya nyaman berada di antara keberagaman tersebut. Rasa kecintaan inilah yang kemudian mewujudkan keinginan saya untuk melakukan penelitian di wilayah ini.

Penelitian ini berjudul “Konflik Antara PDAM Duri dan Pelanggannya”. Salah satu alasan Penulis memilih topik ini adalah dikarenakan sulitnya memperoleh air bersih yang sudah dirasakan oleh Masyarakat Duri serta penulis sendiri. Hingga akhirnya PDAM muncul sebagai salah satu solusi yang melegakan hati masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya terhadap air bersih. Pengalaman-pengalaman pribadi tentang air inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menulis karya ilmiah ini. Topik mengenai air ini menjadi menarik menurut penulis ketika PDAM yang selama ini memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat (konsumen) tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya karena beberapa alasan yang dampaknya sangat merugikan pelanggan atau masyarakat.


(25)

Banyak sekali kendala yang penulis temui dalam mewujudkan karya ilmiah ini, dimulai dari perang terhadap diri sendiri mengenai keyakinan terhadap terwujudnya tulisan ini, hingga data yang sangat homogen sifatnya di tengah-tengah masyarakat Duri. Semuanya dilalui oleh penulis dengan penuh pergumulan, meskipun sebenarnya situasi ini disebabkan oleh pikiran-pikiran penulis sendiri.

Penelitian ini sebenarnya sudah penulis mulai ketika pertama kali Judul proposal untuk skripsi ini di Acc oleh bapak Ketua Jurusan Antropologi dengan Topik “Sengketa antara PDAM dengan PT. CPI”. Alasan penulis menaikkan judul ini karena apa yang penulis lihat di media cetak dan elektronik yang menyoroti tentang permasalahan kelangkaan air di masyarakat Duri akibat tidak mengalirnya air PDAM. Kelangkaan air ini justru dipicu oleh permasalahan internal PDAM itu sendiri. Hal ini terkait dengan kontrak kesepakatan kerja pada tahun 1994 dengan PDAM Duri melalui PDAM Pusat Kabupaten Bengkalis dan Pemerintah Daerah yang harusnya berakhir setelah 7 tahun masa kerja sama, namun masih berjalan hingga saat ini. Akan tetapi karena sedikitnya data yang mendukung tulisan ini serta sulitnya untuk “masuk” kedalam pihak swasta guna memperoleh data maka saya memutuskan untuk mencari tahu lagi apa yang sebenarnya akan menjadi masalah saya. Hingga akhirnya topik mengenai sengketa pun saya tinggalkan dan beralih ke topik mengenai Konflik ini.

Pada saat di Lapangan, sebagai warga Duri, penulis cukup tahu betul bagaimana respon masyarakat terhadap kinerja PDAM yang dianggap tidak memuaskan pelanggannya. Ketakutan penulis akan adanya bias dalam penelitian


(26)

ini pun mulai muncul seiring semakin banyaknya wawancara yang penulis lakukan dengan para warga di berbagai lokasi di Duri. Akan tetapi sebagai peneliti, penulis harus bersikap netral untuk menanggapi setiap informasi yang masuk pada penulis sehingga menghasilkan tulisan yang baik.

Dalam melihat sudut pandang PDAM itu sendiri penulis melakukan PKL (Praktek Kerja Lapangan) dadakan seperti yang biasa dilakukan oleh siswa atau mahasiswa magang disuatu instansi tertentu, dalam hal ini penulis melakukannya di Kantor PDAM Duri. Hampir lebih dari tiga minggu penulis berperan menjadi

karyawan PDAM yang menangani keluhan pelanggan akan kinerja PDAM yang dinilai tidak baik. Berbagai jenis pelanggan yang masuk ke bagian hubla sering kali menjadi objek pengamatan penulis, berbagai ekspresi (luapan emosi) pelanggan akan ketidakterimaan terhadap apa yang diterimanya sebagai pelanggan merupakan data yang sangat mendukung tulisan ini.

Untuk mewawancarai pihak PDAM bukanlah sesuatu yang mudah bagi penulis, jawaban yang terkesan ditutup-tutupi tak jarang penulis temui ketika berbincang-bincang dengan karyawan PDAM. Kendala tersebut tak lantas menyurutkan niat penulis untuk melanjutkan tulisan ini, sebab data-data yang telah diperoleh oleh penulis sudah cukup menjelaskan bagaimana Konflik yang terjadi di antara keduanya.

Seiring dengan berjalannya percakapan dan candaan yang berlangsung dalam hubungan penulis dengan pihak PDAM maka tak jarang saya menyisipkan pertanyaan saya dalam tiap percakapan tersebut. Dan tak jarang juga penulis mendapatkan jawaban yang tanpa mereka sadari mengalir begitu saja terkait


(27)

dengan kinerja PDAM Duri ini. Misalnya ketika salah seorang dari pihak PDAM tersebut saya tanyai seputar artikel yang mereka pajangkan di mading HubLa ; “Bupati Minta PDAM Harus Mandiri”17

17

Terdapat dalam Koran Riau Pos, Judul : Bupati Minta PDAM Harus Mandiri, tanggal 11 Juni 2012 – 08.35 WIB

jawabannya justru menyalahkan pihak Pemda yang membiarkan PDAM sampai selama ini bergantung kepada pihak swasta. Masalah PDAM sebenarnya berakar pada ketiadaan sumber air baku yang hendak dikelola sendiri oleh PDAM dengan sarana dan prasarana milik sendiri yang selama ini semuanya difasilitasi oleh pihak Chevron. Berulangkali wacana mengenai pengadaan sumber air baku juga sudah pernah muncul seperti, Sungai Sekapas dan Sungai Jurong sebagai daerah destinasi sumber air baku tersebut namun sampai saat ini belum jua ter-realisasi.


(1)

pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian guna mendapat data-data dilapangan antara lain :

1.5.1 Observasi

Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan pengamatan, yang melibatkan pengamat secara langsung dengan aktifitas-aktifitas lapangan yang akan ditelitinya. Di dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen penelitian yang paling utama, peneliti menggunakan dirinya sendiri untuk melakukan observasi untuk melengkapi data yang dibutuhkan. Dalam hal ini, penulis akan melakukan pengamatan baik itu secara tidak langsung seperti selalu memperhatikan kejadian-kejadian yang terjadi terkait dengan permasalahan kelangkaan air bersih yang sedang dihadapi oleh PDAM dan masyarakat Duri.

Dalam melakukan pengamatan, antropolog harus menempatkan posisinya di tengah-tengah persoalan, dimana pada hakikatnya bahwa antropolog harus bersifat netral dan tidak memihak pada siapapun. Hal ini akan menjaga kemurnian data yang diperoleh, sehingga peneliti mampu mendeskripsikan fenomena yang terjadi tanpa mengurangi kemurnian data dengan perasaan-perasaan atau identitas yang dimiliki oleh peneliti, atau yang dalam antropologi disebut dengan Emic view (native’s point of view).15

1.5.2 Wawancara

Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam topik tertentu.

15

Native’s point of view atau Emik view yaitu mencoba menjelaskan suatu fenomena dalam masyarakat dengan sudut pandang masyarakat itu sendiri.


(2)

Wawancara pada hakikatnya merupakan kegiatan yang dilakukan seorang peneliti untuk memperoleh pemahaman secara holistik mengenai pandangan atau perspektif (inner perspectives) seseorang terhadap isu, tema atau topik tertentu.16

Penelitian ini berlokasi di tanah kelahiran penulis yaitu Kota Duri yang merupakan salah satu Ibu Kota Kecamatan Mandau, Kecamatan terluas di Kabupaten Bengkalis, Riau. Diawali dengan rasa kecintaan penulis sebagai orang Duri maka muncullah penelitian ini. Duri adalah kampung halaman penulis yang

Dalam penelitian mengenai kasus sengketa ini, peneliti akan menggunakan metode wawancara yang akan dilakukan dengan informan-informan yang menurut penulis mampu menjawab semua data yang dibutuhkan. Sebagai instrument utama, penulis harus mampu menjalin rapport (hubungan) yang baik dengan para informannya. Dengan menjalin hubungan baik dengan para informan, maka penulis akan lebih mudah untuk masuk kedalam permasalahan penelitian dengan melakukan wawancara ataupun wawancara mendalam dengan informan. Kedudukan informan dalam penelitian kualitatif adalah informan sebagai guru bagi penulis, yang akan menjelaskan tentang objek kajian yang akan diteliti oleh penulis.

Informan penelitian ini merupakan semua orang yang terkait dengan PDAM, masyarakat yang mengamati serta merasakan permasalahan kelangkaan air bersih, PT. CPI yang bekerja sama dengan PDAM, dan khususnya masyarakat yang menjadi pelanggan (langsung/tidak langsung) yang terikat dengan PDAM.

1.5.3 Rangkaian Pengalaman Penelitian di Lapangan

16

Sumber : Dawson (2009:27) yang dipaparkan lewat tulisan Prof.Dr.H. Mudjia Rahardjo dalam blog-nya tanggal 15 Juni 2012


(3)

(http://mudjiarahardjo.com/materi-kuliah/400-hakikat-wawancara-dipenuhi dengan warna-warni budaya masyarakatnya sebagai tempat yang sangat ramai dikunjungi para calon urban. Ketertarikan yang membuatnya menjadi salah satu destinasi tempat tinggal dikarenakan banyaknya perusahaan yang bergerak dibidang Migas (Minyak dan Gas) yang beroperasi di wilayah ini. Tuntutan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi adalah sebagai alasan utama perpindahan penduduk ke Kota ini. Rasa kecintaan penulis ini disebabkan karena situasi lingkungan yang beraneka ragam yang menurut penulis saling menjaga toleransi antara satu dengan yang lainnya, meskipun pada dasarnya toleransi itu berbeda dengan apa yang ada didalam hati pemiliknya. Akan tetapi hubungan baik dengan para sahabat berbeda etnis dan keyakinan, serta sosialisasi yang baik dengan lingkungan menjadikan saya nyaman berada di antara keberagaman tersebut. Rasa kecintaan inilah yang kemudian mewujudkan keinginan saya untuk melakukan penelitian di wilayah ini.

Penelitian ini berjudul “Konflik Antara PDAM Duri dan Pelanggannya”. Salah satu alasan Penulis memilih topik ini adalah dikarenakan sulitnya memperoleh air bersih yang sudah dirasakan oleh Masyarakat Duri serta penulis sendiri. Hingga akhirnya PDAM muncul sebagai salah satu solusi yang melegakan hati masyarakat dalam pemenuhan kebutuhannya terhadap air bersih. Pengalaman-pengalaman pribadi tentang air inilah yang melatarbelakangi penulis untuk menulis karya ilmiah ini. Topik mengenai air ini menjadi menarik menurut penulis ketika PDAM yang selama ini memenuhi kebutuhan air bersih masyarakat (konsumen) tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan pelanggannya karena beberapa alasan yang dampaknya sangat merugikan pelanggan atau masyarakat.


(4)

Banyak sekali kendala yang penulis temui dalam mewujudkan karya ilmiah ini, dimulai dari perang terhadap diri sendiri mengenai keyakinan terhadap terwujudnya tulisan ini, hingga data yang sangat homogen sifatnya di tengah-tengah masyarakat Duri. Semuanya dilalui oleh penulis dengan penuh pergumulan, meskipun sebenarnya situasi ini disebabkan oleh pikiran-pikiran penulis sendiri.

Penelitian ini sebenarnya sudah penulis mulai ketika pertama kali Judul proposal untuk skripsi ini di Acc oleh bapak Ketua Jurusan Antropologi dengan Topik “Sengketa antara PDAM dengan PT. CPI”. Alasan penulis menaikkan judul ini karena apa yang penulis lihat di media cetak dan elektronik yang menyoroti tentang permasalahan kelangkaan air di masyarakat Duri akibat tidak mengalirnya air PDAM. Kelangkaan air ini justru dipicu oleh permasalahan internal PDAM itu sendiri. Hal ini terkait dengan kontrak kesepakatan kerja pada tahun 1994 dengan PDAM Duri melalui PDAM Pusat Kabupaten Bengkalis dan Pemerintah Daerah yang harusnya berakhir setelah 7 tahun masa kerja sama, namun masih berjalan hingga saat ini. Akan tetapi karena sedikitnya data yang mendukung tulisan ini serta sulitnya untuk “masuk” kedalam pihak swasta guna memperoleh data maka saya memutuskan untuk mencari tahu lagi apa yang sebenarnya akan menjadi masalah saya. Hingga akhirnya topik mengenai sengketa pun saya tinggalkan dan beralih ke topik mengenai Konflik ini.

Pada saat di Lapangan, sebagai warga Duri, penulis cukup tahu betul bagaimana respon masyarakat terhadap kinerja PDAM yang dianggap tidak memuaskan pelanggannya. Ketakutan penulis akan adanya bias dalam penelitian


(5)

ini pun mulai muncul seiring semakin banyaknya wawancara yang penulis lakukan dengan para warga di berbagai lokasi di Duri. Akan tetapi sebagai peneliti, penulis harus bersikap netral untuk menanggapi setiap informasi yang masuk pada penulis sehingga menghasilkan tulisan yang baik.

Dalam melihat sudut pandang PDAM itu sendiri penulis melakukan PKL (Praktek Kerja Lapangan) dadakan seperti yang biasa dilakukan oleh siswa atau mahasiswa magang disuatu instansi tertentu, dalam hal ini penulis melakukannya di Kantor PDAM Duri. Hampir lebih dari tiga minggu penulis berperan menjadi

karyawan PDAM yang menangani keluhan pelanggan akan kinerja PDAM yang dinilai tidak baik. Berbagai jenis pelanggan yang masuk ke bagian hubla sering kali menjadi objek pengamatan penulis, berbagai ekspresi (luapan emosi) pelanggan akan ketidakterimaan terhadap apa yang diterimanya sebagai pelanggan merupakan data yang sangat mendukung tulisan ini.

Untuk mewawancarai pihak PDAM bukanlah sesuatu yang mudah bagi penulis, jawaban yang terkesan ditutup-tutupi tak jarang penulis temui ketika berbincang-bincang dengan karyawan PDAM. Kendala tersebut tak lantas menyurutkan niat penulis untuk melanjutkan tulisan ini, sebab data-data yang telah diperoleh oleh penulis sudah cukup menjelaskan bagaimana Konflik yang terjadi di antara keduanya.

Seiring dengan berjalannya percakapan dan candaan yang berlangsung dalam hubungan penulis dengan pihak PDAM maka tak jarang saya menyisipkan pertanyaan saya dalam tiap percakapan tersebut. Dan tak jarang juga penulis mendapatkan jawaban yang tanpa mereka sadari mengalir begitu saja terkait


(6)

dengan kinerja PDAM Duri ini. Misalnya ketika salah seorang dari pihak PDAM tersebut saya tanyai seputar artikel yang mereka pajangkan di mading HubLa ; “Bupati Minta PDAM Harus Mandiri”17

17

Terdapat dalam Koran Riau Pos, Judul : Bupati Minta PDAM Harus Mandiri, tanggal 11 Juni

jawabannya justru menyalahkan pihak Pemda yang membiarkan PDAM sampai selama ini bergantung kepada pihak swasta. Masalah PDAM sebenarnya berakar pada ketiadaan sumber air baku yang hendak dikelola sendiri oleh PDAM dengan sarana dan prasarana milik sendiri yang selama ini semuanya difasilitasi oleh pihak Chevron. Berulangkali wacana mengenai pengadaan sumber air baku juga sudah pernah muncul seperti, Sungai Sekapas dan Sungai Jurong sebagai daerah destinasi sumber air baku tersebut namun sampai saat ini belum jua ter-realisasi.