Pembuatan Dan Karakterisasi Film Kitosan Dengan Karbon Dari Ampas Kopi Untuk Menurunkan Kadar Logam Timbal(Pb)

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kitosan
Kitosan adalah poli-(2-amino-2-deoksi-β-(1-4)-D-glukopiranosa) dengan rumus
molekul (C6H11NO4)n yang dapat diperoleh dari deasetilasi kitin. Sumber kitin alami
ditemukan dalam cumi-cumi, jamur, serangga dan beberapa alga. Dalam jumlah
produksi yang besar kitin diperoleh dari kulit luar golongan Crustasean (seperti
udang, kepiting, lobster, dan udang karang) dan dari cangkang moluska (Rajasree &
Rahate, 2013).

H2N

HOH2C

NH2
O

HO

O


O

HO
O

O

O

HOH2C

NH2
OH

HOH2C

n
Kitosan


Gambar 2.1 Struktur Kimia Kitosan

Proses deasetilasi kitosan dapat dilakukan dengan cara kimiawi maupun enzimatik.
Proses kimiawi menggunakan basa, misalnya NaOH dan dapat menghasilkan kitosan
dengan derajat deasetilasi yang tinggi, yaitu mencapai 85-93% (Tsigos, et.al, 2000).
Namun proses kimiawi menghasilkan kitosan dengan bobot molekul yang beragam
dan deasetilasinya juga sangat acak, sehingga sifat fisik dan kimia kitosan tidak
seragam (Martinou, et.al, 1995). Sedangkan secara enzimatik menghasilkan kitosan
dengan karakteristik yang lebih seragam (Tokuyasu, et.al, 1997).

5

6

2.1.1 Sifat Kitosan
Kitosan merupakan polimer yang terdapat berlimpah di alam dan dapat diperbaharui.
Kitosan memiliki sifat yang unggul seperti biodegradabel, biokompatibilitas, tidak
beracun, dan bersifat menyerap. Sifat fisik berupa padatan amorf berwarna putih
kekuningan. Sifat kimia kitosan antara lain adalah poliamin berbentuk linear,
mempunyai gugus amino dan hidroksil yang aktif dan mempunyai kemampuan

mengkelat beberapa jenis logam. Sedangkan sifat biologi kitosan antara lain: bersifat
biokompatibel, dimana sebagai polimer alami, sifatnya tidak mempunyai efek
samping, aman dan tidak beracun, serta mudah diuraikan oleh mikroba. Dapat
berikatan dengan sel mamalia dan mikroba secara agresif. Efek regeneratif pada
jaringan gusi. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol,
dan bersifat sebagai depresan pada sistem saraf pusat. Mampu meningkatkan
pembentukan yang berperan dalam pembentukan tulang (Kumar, 2004).

2.1.2 Kitosan Cangkang Belangkas
Hewan mirip kepiting ini adalah hewan jenis artopoda yang hidup di perairan dangkal
dan kawasan mangrove. Kadang disebut juga dengan nama kepiting ladam, mimi,
atau mintuna. Kepiting ladam yang dalam bahasa Indonesia disebut belangkas ialah
hewan beruas yang bentuk badannya menyerupai “ladam kuda” berekor sehingga di
luar negeri, belangkas kerap dipanggil dengan nama "kepiting tapal kuda" (horseshoe
crab). Cetakan fosil hewan ini tidak mengalami perubahan bentuk berarti sejak masa
Devon (400-250 juta tahun yang lalu) dibandingkan dengan bentuknya yang
sekarang, meskipun jenisnya tidak sama. Mimi adalah nama dalam bahasa Jawa
untuk yang berkelamin jantan dan Mintuna adalah untuk yang berkelamin betina.
Belangkas di dalam tangga klasifikasi ilmiah termasuk ke dalam filum
Arthropoda (hewan beruas-ruas) di mana hewan-hewan seperti kepiting, serangga,

dan kelabang juga termasuk ke dalam filum ini. Dasar dari penggolongan tersebut
adalah karena belangkas memiliki 6 pasang kaki dan tubuh yang beruas-ruas. Ada 4

7

spesies belangkas yang diketahui oleh manusia dan masih hidup di masa kini di mana
keempat spesies tersebut digolongkan ke dalam famili Limulidae (Abbas, 2012).

Gambar 2.2. Belangkas
Harry Noviary (2010) mengemukakan tentang studi karakterisasi pembuatan kitin
dan kitosan dari cangkang belangkas, dari hasil karakterisasi menunjukkan bahwa
derajat deasetilasi kitosan cangkang belangkas adalah 82,9% dengan berat molekul
kitosan 1048000 g/mol.

2.1.3 Kegunaan Kitosan
Dewasa ini aplikasi kitosan sangat banyak dan meluas. Kitosan mudah mengalami
degradasi secara biologis, tidak beracun dan baik sebagai flokulan dan koagulan serta
mudah membentuk membran atau film. Kitosan merupakan suatu biopolimer alam
yang reaktif yang dapat melakukan perubahan-perubahan kimia.
Di bidang industri, kitosan berperan antara lain sebagai koagulan polielektrolit

pengolahan limbah cair, pengikat dan penjerap ion logam, mikroorganisme,
mikroalga, pewarna, residu pestisida, lemak tanin, PCB (poliklorinasi bifenil),
mineral dan asam organik, media kromatografi afinitas, gel dan pertukaran ion,
penyalut berbagai serat alami dan sintetik, pembentukan film dan membran mulai
terurai, meningkatkan kualitas kertas, pulp dan produk tekstil. Sementara dibidang
pertanian dan pangan, kitosan digunakan sebagai pencampur ransum pakan ternak,

8

antimikroba, antijamur, serat bahan pangan, penstabil, pembentuk gel, pembentuk
tekstur, pengental dan pengemulsi produk olahan pangan, pembawa zat aditif
makanan, flavor, zat gizi, pestisida, herbisida, virusida tanaman, dan deasedifikasi
buah-buahan, sayuran dan penjernih sari buah. Fungsinya sebagai antimikroba dan
antiamur juga diterapkan dibidang kedokteran, kitosan dapat mencegah pertumbuhan
Candida albican dan Staphvlacoccus aureus. Selain itu biopolimer tersebut juga
berguna sebagai antikoagulan, antitumor, antivirus, pembuluh darah-kulit dan ginjal
sintetik, bahan pembuat lensa kontak, aditif kosmetik, membran dialis, bahan
shampoo dan kondisioner rambut, pembalut luka dan benang bedah yang mudah
diserap, serta mempertinggi daya kekebalan dan antiinfeksi (Sugita, 2009).


2.1.4 Modifikasi Kitosan
Kitosan dapat dimodifikasi menjadi berbagai bentuk seperti serpih, hidrogel,
membran/film dan butiran. Perbedaan bentuk kitosan akan mempengaruhi pada luas
permukaannya. Semakin kecil ukuran kitosan, maka luas permukaan kitosan akan
semakin besar.

a. Kitosan Berbentuk Serpihan
Afinitas kitosan bentuk serpihan telah diuji coba terhadap ion Pb+2, Ni+2, dan Cr+2 dan
persentase pengikatan adalah 84 – 98, 40 – 92, dan 17 – 46% berturut–turut.

b. Hidrogel Kitosan
Pelarutan kitosan dalam asam asetat merupakan cara sederhana untuk membentuk
hidrogel kitosan. Hidrogel kitosan yang dibentuk oleh penambahan bahan senyawa
penaut silang disebut hidrogel kitosan kovalen atau ionik. Penaut silang yang
digunakan merupakan molekul berbobot molekul lebih rendah daripada bobot
molekul kedua rantai polimer yang akan ditautkan.

9

c. Kitosan Berbentuk Membran

Membran merupakan batas atau penghalang selektif antara dua fase. Berdasarkan
bahan dasarnya membran dibedakan menjadi membran organik dan anorganik.
Membran dapat disiapkan dengan menggunakan beberapa metode antara lain
pelelehan, pengepresan, track–etching, dan pembalikan fase. Pembalikan fase adalah
proses yang mengubah polimer dari bentuk larutan menjadi bentuk padatan secara
terkontrol. Asnel (2008) membuat membran gel kitosan–alginat dengan penaut silang
glutaraldehida.

d. Kitosan Berbentuk Butiran
Kitosan dapat dibuat menjadi bentuk butiran den gan pelarutan 3 gram kitosan dalam
100 ml larutan asam asetat 1% yang diteteskan pada larutan NaOH 4% maka
diperoleh butiran berbentuk bola. Kitosan berbentuk butiran yang terbentuk
dikumpulkan dan dicuci dengan akuades. Shentu, et al telah membuat kitosan dalam
bentuk butiran yang digunakan untuk proses adsorpsi enzim catalase (Sugita, 2009).

2.1.5 Kitosan sebagai Adsorben
Kitosan larut dalam pelarut organik, HCl encer, HNO3 encer, H2PO4 0.5% dan
CH3COOH 1%, tetapi tidak larut dalam basa kuat dan H2SO4. Dalam kondisi asam
berair, gugus amino−NH
(


2)

kitosan akan menangkap H+ dari lingkungannya,

sehingga gugus aminonya terprotonasi menjadi –NH3+. Gugus –NH3+ inilah yang
menyebabkan kitosan bertindak sebagai garam, sehingga dapat larut dalam air. Selain
itu, muatan positif –NH3+ dapat dimanfaatkan untuk adsorpsi (penyerapan) zat warna
anionik (bermuatan negatif). Sementara adsorpsi zat warna kationik dan kation logam
memanfaatkan keberadaan pasangan elektron bebas pada gugus –OH dan NH2. Oleh
karena itu, sebaiknya proses penyerapan dilakukan dalam lingkungan yang tidak
asam agar gugus−NH

2

tidak terprotonasi. Pasangan elektron pada gugus –OH dan

−NH2 akan berperan sebagai ligan (basa Lewis, donor pasangan elektron) yang dapat

10


berinteraksi dengan zat warna kationik atau kation logam melalui mekanisme
pembentukan ikatan kovalen koordinasi (kompleks).
Sebagai adsorben, kitosan dapat digunakan secara langsung dalam bentuk serpihan.
Namun, telah banyak penelitian yang menggunakan kitosan dalam bentuk butiran,
hidrogel,dan

membran/film.

Dimana

memodifikasi

struktur

kitosan

untuk

meningkatkan kemampuan adsorpsi, kekuatan mekanik, dan kestabilannya.

(Sugita,2009).

2.1.6 Kemampuan Kitosan untuk Menyerap Logam
Kemampuan kitosan untuk mengikat logam dengan cara pengkhelat adalah
dihubungan dengan kadar nitrogen yang tinggi pada rantai polimernya. Kitosan
mempunyai satu kumpulan amino linier bagi setiap unit glukosa. Kumpulan amino ini
mempunyai sepasang elektron yang dapat berkoordinat atau membentuk ikatan-ikatan
aktif dengan kation-kation logam. Unsur nitrogen pada setiap monomer kitosan
dikatakan sebagai gugus yang aktif berkoordinat dengan kation logam (Hutahahean,
2001).
Interaksi kitosan dengan ion logam terjadi karena proses pengkompleksan dimana
penukaran ion, penyerapan dan pengkhelatan terjadi selama proses berlangsung.
Ketiga proses tersebut tergantung dari ion logam masing-masing. Kitosan
menunjukkan afinitas yang tinggi pada logam transisi golongan 3, begitu pula pada
logam yang bukan golongan alkali dengan konsentrasi rendah (Muzzarelli, 1973).

2.2 Arang Aktif
Struktur arang aktif adalah arang halus yang berwarna hitam, tidak berbau tidak
mempunyai rasa. Arang aktif berbentuk amorf, yang terdiri dari unsur karbon.
Karbon ini terdiri dari pelat-pelat dasar yang atom karbonnya terikat secara kovalen

dalam suatu kisi heksagonal mirip dengan grafit. Pelat-pelat ini terkumpul satu sama

11

lain membentuk kristal-kristal dengan susunan tidak beraturan dan jarak antar
pelatnya acak.

Gambar 2.3 Struktur Arang Aktif

Arang aktif dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang mengandung karbon atau
dari arang yang diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan
yang lebih luas. Luas permukaan karbon aktif berkisar antara 300-3500 m2/gram dan
ini berhubungan dengan struktur pori internal yang menyebabkan arang aktif
mempunyai sifat sebagai daya serap yang bagus. Arang aktif dapat dibuat melalui dua
tahap, yaitu tahap karbonasi dan aktivasi (Sembiring, 2003). Bahan baku yang dapat
dibuat menjadi karbon aktif adalah semua bahan yang mengandung karbon, baik yang
berasal dari tumbuh-tumbuhan, binatang ataupun barang tambang. Bahan-bahan
tersebut adalah berbagai jenis kayu, sekam padi, tulang binatang, batu-bara,
tempurung kelapa, kulit biji kopi. Karbonasi merupakan proses pengarangan dalam
ruangan tanpa adanya oksigen dan bahan kimia lainnya, pada proses ini pembentukan
struktur pori dimulai, sedangkan aktivasi dilakukan dengan perendaman arang dalam,
arang direndam dalam larutan pengaktif bahan pengaktif masuk di antara sela-sela
lapisan heksagonal karbon aktif dan selanjutnya membuka permukaan yang tertutup
dan memperbesar pori. Aktivasi dibagi menjadi dua yaitu aktivasi fisika dan aktivasi
kimia. Aktivasi fisika dapat didefinisikan sebagai proses memperluas pori dari arang
aktif dengan bantuan panas, uap dan gas CO2. Sedangkan aktivasi kimia merupakan

12

aktivasi dengan pemakaian bahan kimia yang dinamakan aktivator (Sembiring,
dkk.2003).

2.2.1 Sorpsi (Daya Serap)
Sorpsi adalah proses penyerapan ion oleh partikel penyerap. Proses sorpsi dibedakan
menjadi dua yaitu adsorpsi dan absorpsi. Dinamakan proses adsorpsi jika ion atau
senyawa yang diserap tertahan pada permukaan partikel penyerap dan proses
pengikatan berlangsung sampai di dalam partikel penyerap disebut sebagai proses
absorpsi (Afiatun, 2004). Daya serap yang terjadi dalam arang aktif terdapat tiga
tahap yaitu: zat terjerap pada arang aktif bagian luar, kemudian menuju pori-pori
arang, dan terjerap pada dinding bagian dalam arang aktif. Menurut IUPAC, karbon
aktif diklasifikasikan berdasarkan ukuran porinya menjadi mikropori (diameter < 2
nm), mesopori (diameter 2−50 nm), dan makropori (diameter >50 nm).

2.3 Kopi
Tanaman kopi merupakan family Rubiaceae, genus Coffea. Meskipun lebih dari 80
spesies kopi telah diidentifikasi di seluruh dunia, hanya dua yang ekonomis penting.
Coffea arabica, juga dikenal sebagai kopi Arabika, yang keberadaannya sekitar 70%
dari pasar global kopi, dan Robusta atau kopi Robusta (nama komersial salah satu
kultivar C.canephora) menyumbang sisanya. Arabika dan Robusta kopi yang berbeda
dalam banyak hal, termasuk iklim ideal mereka tumbuh, aspek fisik, komposisi
kimia, dan karakteristik dari minuman yang dibuat dengan biji kopi panggang (YiFang Chu, 2012).
Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi minuman termasuk komposisi kopi
bubuk panggang, proporsi kopi untuk air, kekerasan dan suhu air, panjang waktu kopi
dalam kontak dengan air, dan bahan saringan. Jumlah padatan terlarut di kopi diseduh
bervariasi dari 2 sampai 6 g/100 mL.

13

Tabel 2.1.Komposisi Biji Kopi Arabika dan Robusta setelah Penyangraian
(%bobot kering)
Komponen
Mineral
Kaffein
Trigonelline
Asam Nikotianat
Lemak
Diterpen Ester
Total Asam Klorogenik
Asam alifatis
Asam Quinic
Oligosakarida
Polisakarida
Lignin
Peptin
Protein
Melanoidin

Kopi Arabika

Kopi Robusta

3.5-4.5
1.1-1.3
0.5-1
0.016-0.026
14.5-20
0.9
1.2-2.3
1.6
0.8
0-3.5
31-33
3.0
2.0
13-15
25

4.6-5
2.4-2.5
0.3-0.6
0.014-0.025
11-16
0.2
3.9-4.6
1.6
1.0
0-3.5
37
3.0
2.0
13-15
25

(Sumber : Clarke, et al. 1985; Yi-Fang Chu.2012)

2.4 Logam Berat dan Pengaruhnya Pada Kesehatan
Adanya logam berat di perairan, berbahaya baik secara langusng terhadap kehidupan
organisme, maupun efek secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Hal ini
berkaitan dengan sifat-sifat logam berat (Sutamihardja dkk, 1982) yaitu:
1. Sulit dimetabolisme, sehingga mudah terakumulasi dalam perairan dan
keberadaannya secara alami sulit terurai
2. Dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kerang dan ikan, dan akan
membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsi biota laut
3. Mudah terakumulasi di sedimen, sehingga konsentrasinya selalu lebih tinggi
dari konsentrasi logam dalam air. Disamping itu sedimen mudah tersuspensi
karena pergerakan masa air yang akan melarutkan kembali logam yang
dikandungnya ke dalam air, sehingga sedimen menjadi sumber pencemar
potensial dalam skala waktu tertentu

14

2.4.1 Timbal (Pb)
Timbal (Pb) mempunyai berat atom 207,21; berat jenis 11,34; bersifat lunak serta
berwarna biru atau silver abu-abu dengan kilau logam, nomor atom 82 mempunyai
titik leleh 327,4 ºC dan titik didih 1.620 ºC. Timbal banyak dimanfaatkan oleh
kehidupan manusia seperti sebagai bahan pembuat baterai, amunisi, produk logam
(logam lembaran, solder, dan pipa), perlengkapan medis (penangkal radiasi dan alat
bedah), cat, keramik, peralatan kegiatan ilmiah/praktek (papan sirkuit/CB untuk
komputer) untuk campuran minyak bahan-bahan untuk meningkatkan nilai oktan.
Konsentrasi timbal di lingkungan tergantung pada tingkat aktivitas manusia, misalnya
di daerah industri, di jalan raya, dan tempat pembuangan sampah. Karena timbal
banyak ditemukan di berbagai lingkungan maka timbal dapat memasuki tubuh
melalui udara, air minum, makanan yang dimakan dan tanah pertanian (Sudarwin,
2008).
Sumber timbal bisa berasal dari kendaraan yang menggunakan bahan bakar
bertimbal dan juga dari biji logam hasil pertambangan, peleburan, pabrik pembuatan
timbal atau recycling industri, debu, tanah, cat, mainan, perhiasan, air minum,
permen, keramik, obat tradisional dan kosmetik (Marchand., et al, 2011). Bahan
pencemar memasuki badan air melalui berbagai cara seperti pembuangan limbah oleh
industri, pertanian, domestik dan perkotaan, dan lain-lain (Effendi, 2000). Keracunan
Pb akut atau kronis oleh senyawanya pada yang akut menyebabkan gastroenteritis
berat dan encefalopati dan pada yang kronis menyebabkan anemia dan kerusakan
saluran pencernakan dan sistim saraf yang disebut saturnisme, keracunan Pb dapat
terjadi karena terhirupnya secara terus menerus debu, asap atau melalui makanan atau
substansi lain yang mengandung Pb (Ratmini, 2009).

2.5 Ekstraksi Fase Padat
Ekstraksi fase padat (Solid Phase Extraction/ SPE) merupakan suatu proses ekstraksi
yang dilakukan dengan melewatkan larutan sampel melalui suatu lapisan partikel

15

penyerap. Ekstraksi fase padat mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan
ekstraksi fase cair-cair yaitu hemat pelarut, waktu pengerjaan relatif singkat, hasil
ektraksi tidak membentuk emulsi serta cukup selektif (Botsoglou dan Fletouris,
2001). Ekstraksi fase padat merupakan teknik pemisahan dan prekonsentrasi ion
logam yang lebih efisien dan dapat mengatasi kelemahan ekstraksi pelarut
(Anthemidis,et al.2002) dan memiliki ketepatan serta selektivitas yang tinggi (Jing, et
al. 2007).
Ekstraksi fase padat dapat dibagi menjadi 4 berdasarkan jenis fase diam atau
penyerap yang dikemas dalam cartridge, yakni fase normal (normal phase), fase
terbalik (reversed phase), adsorpsi (adsorption) dan pertukaran ion (ion exchange).
Pemilihan penyerap didasarkan pada kemampuannya berikatan dengan analit, dimana
ikatan antara analit dengan penjerap harus lebih kuat dibandingkan ikatan antara
analit dengan matriks sampel. Sehingga analit akan tertahan pada penyerap.
Selanjutnya dipilih pelarut yang mampu melepaskan ikatan antara analit dengan
penyerap pada tahap elusi (Botsoglou dan Fletouris, 2001).

2.6 Karakterisasi Film
2.6.1 Pengujian Kekuatan Tarik
Pengujian kekuatan tarik (σt) dapat dilakukan dengan menggunakan alat pengukuran
tensometer atau dinamometer, bila terhadap bahan diberikan tegangan. Secara praktis
kekuatan tarik diartikan sebagai besarnya beban maksimum (Fmaks ) yang dibutuhkan
untuk memutuskan spesimen bahan, dibagi dengan luas penampang bahan (A).
Karena selama dibawah pengaruh tegangan, spesimen mengalami perubahan bentuk
(deformasi) maka definisi kekuatan tarik dinyatakan dengan luas penampang. Selama
deformasi, dapat diasumsikan bahwa volum spesimen tidak berubah, sehingga
perbandingan luas penampang semula dengan penampang setiap saat, Aₒ/A= l/lₒ,
dengan l dan lₒ masing-masing adalah panjang spesimen setiap saat dan semula.

16

σt =

Fmaks
Ao

Bila didefenisikan besaran kemuluran (ε) sebagai nisbah pertambahan panjang
terhadap panjang spesimen semula (ε = Δl/lₒ) maka diperoleh hubungan

�=

Ao
(l + ε)

Hasil pengamatan sifat kekuatan tarik ini dinyatakan dalam bentuk kurva tegangan,
yakni nisbah beban dengan luas penampang, terhadap perpanjangan bahan
(regangan), yang disebut dengan kurva tegangan-regangan. Bentuk kurva
tegangan−regangan ini merupakan karakteristik yang menunjukkan indikasi sifat
mekanis bahan yang lunak, keras, kuat, lemah, rapuh atau liat (Wirjosentono, 1995).

2.6.2 Analisis Distribusi Ukuran Partikel Menggunakan Particle Size Analyzer
Particle Size Analyzer (PSA) dapat menganalisis partikel suatu sampel yang
bertujuan menentukan ukuran partikel dan distribusinya dari sampel yang
representatif. Distribusi ukuran partikel dapat diketahui melalui gambar yang
dihasilkan. Ukuran tersebut dinyatakan dalam jari-jari untuk partikel yang berbentuk
bola. Penentuan ukuran dan distribusi partikel menggunakan PSA dapat dilakuan
dengan (1) difraksi sinar laser untuk partikel dari ukuran submikron sampai dengan
milimeter, (2) counter principle untuk mengukur dan menghitung partikel yang
berukuran mikron sampai dengan milimeter, dan (3) penghamburan sinar untuk
mengukur partikel yang berukuran mikron sampai dengan nanometer. PSA juga
merupakan alat yang mampu mengukur partikel distribusi ukuran emulsi, suspensi
dan bubuk kering. Hal ini dapat melakukan berbagai analisis dalam penggunaan
operasi yang sangat ramah lingkungan (Sembiring, R.S. 2014).

17

2.6.3 Spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infrared Spectroscopy)
Spektroskopi inframerah digunakan untuk penentuan struktur, khususnya senyawa
organik dan juga untuk analisa kuantitatif. Pancaran infra-merah terbatas di antara
4000 cm-1 dan 666 cm-1 (2,5 – 15,0 μm), diserap oleh sebuah molekul organik dan
diubah menjadi energi getaran molekul. Penyerapan ini juga tercatum, namun
spektrum getaran tampak bukan sebagai garis-garis melainkan berupa pita-pita. Letak
pita dalam spektrum inframerah disajikan sebagai bilangan gelombang atau panjang
gelombang. Satuan bilangan

gelombang (cm-1). Terdapat dua macam getaran

molekul yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan
berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau
berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara
ikatan-ikatan pada sebuah atom (Silverstein, 1986).
Spektrum infra merah memberikan puncak maksimal yang jelas sebaik
puncak minimumnya. Spektrum absorpsi dibuat dengan bilangan gelombang pada
sumbu X dan persentase transmitan (T) pada sumbu Y. Bila dibandingkan dengan
daerah UV-tampak, dimana energi dalam daerah ini dibutuhkan untuk transisi
elektronik, maka radiasi infra merah hanya terbatas pada perubahan energi setingkat
molekul. Untuk tingkat molekul, perbedaan dalam keadaan vibrasi dan rotasi
digunakan untuk mengabsorpi sinar inframerah. Jadi, untuk dapat mengabsorpi,
molekul harus memiliki perubahan momen dipole sebagai akibat dari vibrasi. Berarti
radiasi medan listrik yang berubah-ubah akan berinteraksi dengan molekul dan akan
menyebabkan perubahan amplitude salah satu gerakan molekul (Khopkar, 2008).
Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi
peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang
diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk
mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan.
Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan
yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran (Sitorus, A. 2009).

18

2.6.4

Analisa Permukaan dengan SEM (Scanning Electron Microscopy)

SEM (Scanning Electron Microscopy) adalah salah satu jenis mikroskop elektron
yang menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari
material yang dianalisis. Prinsip kerja dari SEM adalah dengan menggambarkan
permukaan benda atau material dengan berkas elektron yang dipantulkan dengan
energi tinggi. Permukaan material yang disinari atau terkena berkas elektron akan
memantulkan kembali berkas elektron atau dinamakan berkas elektron sekunder ke
segala arah. Tetapi dari semua berkas elektron yang dipantulkan terdapat satu berkas
elektron yang dipantulkan dengan intensitas tertinggi. Detektor yang terdapat di
dalam SEM akan mendeteksi berkas elektron berintensitas tertinggi yang dipantulkan
oleh benda atau material yang dianalisis (Micheler, 2008). Pada alat Scan Electron
Microscopy (SEM) suatu berkas insiden elektron yang sangat halus di-scan
menyilangi permukaan sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam
tabung

sinar

katoda.

Elektron-elektron

yang

terhambur

digunakan

untuk

memproduksi sinyal yang memodulasi berkas dalam tabung sinar katoda, yang
memproduksi suatu citra dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang
hampir tiga dimensi (Stevens, 2001).

2.6.5 Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)
Prinsip

dasar

Spektroskopi serapan

atom adalah interaksi

antara radiasi

elektromagnetik dengan atom. Spektroskopi serapan atom merupakan metode yang
sangat tepat untuk analisis zat pada konsentrasi rendah (Khopkar, 2008). Teknik ini
adalah teknik yang paling umum dipakai untuk analisis unsur. Cara kerja
Spektroskopi Serapan Atom ini adalah berdasarkan atas penguapan larutan sampel,
kemudian logam yang terkandung di dalamnya diubah menjadi atom bebas. Atom
tersebut mengapsorbsi radiasi dari sumber cahaya yang dipancarkan dari lampu
katoda (Hollow Cathode Lamp) yang mengandung unsur yang akan ditentukan.

19

Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu
menurut jenis logamnya (Darwono, 1995).
Radiasi elektromagnetik dikenakan kepada suatu atom, maka akan terjadi
eksitasi elektron dari tingkat dasar ke tingkat tereksitasi. Setiap panjang gelombang
memiliki energi yang spesifik untuk dapat tereksitasi ke tingkat yang lebih tingggi.
Larutan sampel disemprotkan ke suatu nyala dalam bentuk aerosol dan unsur-unsur di
dalam sampel diubah menjadi uap atom sehingga nyala mengandung atom unsurunsur yang dianalisis. Beberapa diantara atom akan tereksitasi secara termal oleh
nyala, tetapi kebanyakan atom tetap tinggal sebagai atom netral dalam keadaan dasar
(ground state). Atom-atom ground state ini kemudian menyerap radiasi yang
diberikan oleh sumber radiasi yang terbuat oleh unsur-unsur yang bersangkutan.
Panjang gelombang yang dihasilkan oleh sumber radiasi adalah sama dengan panjang
gelombang yang diabsorpsi oleh atom dalam nyala (Khopkar, 2008).