Penentuan Kadar Logam Timbal (Pb) Pada Refined Glyserin Secara Spektrofotometri Di PT. Ecogreen Oleochemical

(1)

PENENTUAN KADAR TIMBAL (Pb) PADA REFINED GLYSERIN

SECARA SPEKTROFOTOMETRI DI PT. ECOGREEN

OLEOCHEMICALS

KARYA ILMIAH

FADZILLAH M

072401018

DEPARTEMEN KIMIA

PROGRAM DIPLOMA-3 KIMIA ANALIS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PENENTUAN KADAR TIMBAL (Pb) PADA REFIND GLYSERIN DI PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

FADZILLAH M 072401018

DEPARTEMEN KIMIA

PROGRAM DIPLOMA-3 KIMIA ANALIS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KADAR LOGAM TIMBAL (Pb) PADA REFINED GLYSERIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI DI PT. ECOGREEN OLEOCHEMICAL

Kategori : KARYA ILMIAH Nama : FADZILLAH M Nomor Induk Mahasiswa : 072401018

Program Studi : DIPLOMA (D3) KIMIA ANALIS Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Diluluskan di Medan, Juli 2010

Diketahui/Disetujui Oleh : Program Studi D3 Kimia Analis

Ketua Departemen Kimia FMIPA USU Dosen Pembimbing

DR. Rumondang Bulan M. S Dra. Herlince Sihotang,M.Si NIP : 195408301985032001 NIP: 195503251986012002


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR TIMBAL (Pb) PADA REFINED GLYSERIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI DI PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2010

FADZILLAH M 072401018


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis persembahkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul

“PENENTUAN KADAR TIMBAL (Pb) PADA REFINED GLYSERIN SECARA SPEKTROFOTOMETRI DI PT. ECOGREEN OLEOCHEMICALS”. Karya ilmiah ini

disusun dalam memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan ijazah Ahli Madya pada Program Studi Diploma-3 Kimia Analis FMIPA USU.

Dalam penulisan karya ilmiah ini, penulis banyak mengalami kesulitan karena kemampuan yang terbatas, tetapi atas bantuan, bimbingan, dan dorongan serta semangat yang diberikan dari berbagai pihak kepada penulis maka penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Teristimewa penghargaan yang tulus buat Ayahanda (Alm.Dasman Ramli, S.A.P) dan Ibunda (Wirdawati Hasibuan,SH) tercinta serta adik-adik saya yang telah memberikan dorongan moril dan material kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

2. Ibu Dra. Herlice Sihotang,M.Si selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan karya ilmiah ini.

3. Ibu DR. Rumondang Bulan,M.S, selaku Ketua Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.’

4. Ibu DR. Marpongahtun,M. Sc, selaku Ketua Program Studi Diploma-3 Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Idris Tarigan, selaku pembimbing lapangan di PT. Ecogreen Oleochemicals.

6. Bapak/Ibu dosen serta pegawai program studi Kimia Analis Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang membimbing penulis sewaktu di bangku perkuliahan.

7. Rekan-rekan PKL saya ( Kiki, Rima dan Dika ) yang telah memotivasi saya selama menjalani praktek kerja lapangan.

8. Sahabat-sahabat spesial saya Rima dan Kiki, teman-temanku, dan Anak-anak PAKA 07 yang lainya, yang banyak membantu saya dan membuat saya mengerti arti perjuangan. 9. Kepada Heri Suganda yang tidak pernah bosan-bosanya memotivasi, mendengarkan

keluhan dan membantu saya dalam banyak hal, terimakasih untuk semuanya. Akhir kata penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan. Juli 2010 Penulis,


(6)

ABSTRAK

Kadar logam timbal (Pb) terdapat pada Refined Glyserin yang diproduksi oleh PT. Ecogreen Olechemicals Medan telah dianalisis menggunakan metode spektrofotometri pada λmax

= 480 nm dengan pereaksi thioacetamide dan buffer acetat. Dari hasil analisa diperoleh kadar timbal (Pb) yaitu pada sampel 015P = 1,65 ppm, sampel 016P = 1,108 ppm, sampel A-021P = 1,664 ppm, sampel A-020P = 1,107 ppm, dan sampel A-052 = 1,099 ppm. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kadar logam Pb dalam Refind Glyserin produksi PT. Ecogreen Oleochemicals masih sesuai standar yang telah ditetapkan standar perusahaan yaitu maksimal 5 ppm.


(7)

DETERMINATION OF LEAD (Pb) CONCENTRATION IN REFINED GLYSERIN BY SPECTHROFOTOMETRIC IN PT. ECOGREEN OLEOCHEMICAL

ABSTRACT

The lead (Pb) content in the Refind Glyserin that was produced by PT. Ecogreen Oleochemical Medan as analyzed using Spectrofotometric method at the wavelength λmax = 480

nm used thioacetamide concentrated and acetat buffer as a colouring reagent. The result of analysis showed the lead concentration in Refind Glyserin sample A-015P = 1,65 ppm, sample 016P = 1,108 ppm, sample 021P = 1,664 ppm, sample 020P = 1,107 ppm, and sample A-052 = 1,099 ppm. Refind Glyserin which produced by PT. Ecogreen Oleochemical Medan was still under from the standart undertaking which is max 5 ppm.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN ii

PERNYATAAN iii

PENGHARGAAN iv

ABSTRAK v

ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL ix

BAB 1. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 2

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1 Kelapa Sawit 2.1.1 Jenis-jenis Kelapa Sawit 4

2.2 Minyak Kelapa Sawit 4

2.3 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit 6

2.4 Sumber Gliserin 7

2.5 Kegunaan Gliserin 9

2.6 Wadah Penyimpanan 12

2.7 Timbal (Pb) 13

2.7.1 Karakteristik Logam Timbal (Pb) 14

2.7.2 Ambang Batas Logam Timbal(Pb) 14

2.7.3 Gejala Klinis pada Keracunan Timbal(Pb) 15

2.8 Spektrofotometer 15

2.8.1 Teori Spektrofotometri 16


(9)

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 23

4.1 Data Analisa 23

4.2 Perhitungan 24

4.3 Reaksi Percobaan 26

4.4 Pembahasan 27

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 29

5.1 Kesimpulan 29

5.2 Saran 29


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Komponen kimia dalam minyak kelapa sawit 5 Tabel 2.2 Perkiraan Penggunaan Gliserin 10 Tabel 4.3 Absorbansi Larutan Pb Standard 23 Tabel 4.4 Data Hasil Analisia 23


(11)

ABSTRAK

Kadar logam timbal (Pb) terdapat pada Refined Glyserin yang diproduksi oleh PT. Ecogreen Olechemicals Medan telah dianalisis menggunakan metode spektrofotometri pada λmax

= 480 nm dengan pereaksi thioacetamide dan buffer acetat. Dari hasil analisa diperoleh kadar timbal (Pb) yaitu pada sampel 015P = 1,65 ppm, sampel 016P = 1,108 ppm, sampel A-021P = 1,664 ppm, sampel A-020P = 1,107 ppm, dan sampel A-052 = 1,099 ppm. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa kadar logam Pb dalam Refind Glyserin produksi PT. Ecogreen Oleochemicals masih sesuai standar yang telah ditetapkan standar perusahaan yaitu maksimal 5 ppm.


(12)

DETERMINATION OF LEAD (Pb) CONCENTRATION IN REFINED GLYSERIN BY SPECTHROFOTOMETRIC IN PT. ECOGREEN OLEOCHEMICAL

ABSTRACT

The lead (Pb) content in the Refind Glyserin that was produced by PT. Ecogreen Oleochemical Medan as analyzed using Spectrofotometric method at the wavelength λmax = 480

nm used thioacetamide concentrated and acetat buffer as a colouring reagent. The result of analysis showed the lead concentration in Refind Glyserin sample A-015P = 1,65 ppm, sample 016P = 1,108 ppm, sample 021P = 1,664 ppm, sample 020P = 1,107 ppm, and sample A-052 = 1,099 ppm. Refind Glyserin which produced by PT. Ecogreen Oleochemical Medan was still under from the standart undertaking which is max 5 ppm.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

PT. Ecogreen Oleochemicals merupakan salah satu industi oleokimia yang mengolah bahan baku minyak inti kelapa sawit/CPKO (Crude Palm Kernel Oil) menjadi produk-produk seperti asam lemak (fatty acid), lemak alcohol (fatty alcohol), dan gliserin (glycerine). Gliserin terutama digunakan dalam industri kosmetika, antara lain sebagai bahan makanan, bahan pelarut dan pengatur kekentalan shampoo, obat kumur, dan pasta gigi (Personel and Administration Depatement, 2010).

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Proses hidrolisa yang disengaja, biasanya dilakukan dengan penambahan sejumlah basa. Proses itu dikenal sebagai reaksi penyabunan. Proses penyabunan ini banyak digunakan dalam industri. Minyak dan ketel, pertama-tama dipanasi dengan pipa uap dan selanjutnya ditambah alkali (NaOH), sehingga terjadi reaksi penyabunan. Sabun yang terbentuk dapat diambil dari lapisan teratas pada larutan yang merupakan campuran dari larutan alkali, sabun dan gliserol. Dari larutan ini dapat dihasilkan gliserol yang murni melalui penyulingan (Ketaren,1986).

Standart mutu merupakan hal yang penting dalam menentukan kualitas dari gliserin, sehingga dapat menentukan apakah gliserin tersebut bermutu baik ataupun tidak, sehingga perlu pengawasan mutu dari gliserin yang memenuhi standart mutu gliserin tersebut. Ada beberapa


(14)

faktor yang menentukan standart mutu dari gliserin, salah satunya adalah kadar logam berat. Logam timbal (Pb) merupakan logam berat dan termasuk dalam salah satu standart mutu karena logam timbal ini sangat bersifat toksik bagi manusia, dimana apabila mengabsorbsi lebih dari 0,5mg/hari akan terjadi akumulasi yang selanjutnya dapat menyebabkan keracunan.

Bahan pangan berlemak umumnya telah mengandung logam walau dalam jumlah yang sangat kecil. Logam ini umumnya telah terdapat secara alamiah dalam bahan atau mungkin sengaja ditambahkan untuk tujuan tertentu, yang berada dalam bentuk garam komplek, garam organik maupun anorganik; dan garam-garam ini biasanya sukar melepaskannya secara sempurna dari lemak. (Palar.H.2004) Selain itu, adanya kadar logam Pb dapat disebabkan dari korosi wadah penyimpanan yang berupa kaleng,karena produk kaleng dapat menyerap logam dari wadahnya baik timah (Sn), seng (Zn) dan besi (Fe) dari pelat timah, serta timah dan timbal (Pb) dari patrian, hal ini sering dinamakan korosi (Deman, 1997).

Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk menentukan kadar logam Timbal (Pb) pada Refined Glyserin secara Spektrofotometri di PT. Ecogreen Oleochemicals.

1.2 Permasalahan

Apakah kadar logam timbal (Pb) yang terkandung didalam refined glyserin produksi PT. Ecogreen Oleochemicals Medan masih dibawah standar baku mutu yang telah ditetapkan.


(15)

1.3 Tujuan

Analisa ini bertujuan untuk menentukan kadar logam timbal (Pb) yang terdapat di dalam refined glyserin produksi PT. Ecogreen Oleochemicals Medan

1.4 Manfaat

Memberikan informasi kepada penulis dan pembaca tentang kadar logam timbal (Pb) yang terdapat di dalam refined glyserin produksi PT. Ecogreen Oleochemicals Medan.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelapa Sawit

Kelapa sawit, didasarkan atas bukti-bukti fosil, sejarah, dan linguistic yang ada, diyakini berasal dari Afrika Barat. Ditempat asalnya ini kelapa sawit (yang pada saat yang lalu dibiarkan tumbuh liar dihutan-hutan) sejak awal telah dikenal sebagai tanaman pangan yang penting, oleh penduduk setempat, kelapa sawit telah diperoses dengan amat sederhana menjadi minyak dan tuak sawit (Tim penulis,1997).

2.1.1 Jenis-Jenis Kelapa Sawit

Dikenal banyak jenis kelapa varietas kelapa sawit di Indonesia. Varietas-varietas tersebut dapat dibedakan berdasarkan morfologinya. Namun, di antara jenis tersebut terdapat jenis unggul yang mempunyai beberapa keistimewaan dibandingkan dengan jenis lainnya.

Berdasarkan ketebalan tempurung dan daging buah, beberapa jenis kelapa sawit diantaranya, Dura, Pisifera, Tenera, Marco carya, dan Diwikka-wikka.

Berdasarkan kulit buah, beberapa varietas kelapa sawit diantaranya variates Nigrescens, Virescens, dan Albescens (Yan Fauzi,2004).


(17)

2.2 Minyak Kelapa Sawit

Minyak nabati merupakan produk utama yang bisa dihasilkan dari kelapa sawit. Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah (CPO atau crude palm oil) yang berwarna kuning dan minyak inti sawit (PKO atau palm kernel oil) yang tidak berwarna (jernih). CPO atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstik, kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif (minyak diesel) (Sastrosayono, 2006). Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan tersendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non-pangan.

Minyak kelapa sawit adalah minyak nabati semipadat. Hal ini karena minyak sawit mengandung sejumlah besar asam lemak tidak jenuh dengan atom karbon lebih dari pada C8.

Warna minyak ditentukan oleh adanya pigmen yang dikandung. Minyak sawit berwarna kuning karena kandungan β-karoten yang merupakan bahan vitamin A.

Tabel 2.1 Komponen kimia dalam minyak kelapa sawit

No. Komponen Kuantitas

1. Asam lemak bebas (%) 3,0 – 4,0

2. Karoten (ppm) 500 – 700


(18)

4. Dipalmitro stearin (%) 1,2

5. Tripalmitin (%) 5,0

6. Dipalmitolein (%) 37,2

7. Palmito stearin olein (%) 10,7

8. Palmito olein (%) 42,8

9. Triolein linoleat (%) 3,1

Sumber: I.Pahan, “Panduan Lengkap Kelapa Sawit”

2.3 Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

Ada beberapa faktor yang menentukan standar mutu, yaitu : kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna, bilangan peroksida, bilangan penyabunan, serta kandungan logam berat.

Mutu minyak kelapa sawit yang baik antara lain yaitu :

a) mempunyai kadar air kurang dari 0,1 persen dan kadar kotoran lebih kecil dari 0,01 persen,

b) kandungan asam lemak bebas serendah mungkin (kurang lebih 2 persen atau kurang),


(19)

d) bebas dari warna merah dan kuning (harus berwarna pucat) tidak berwarna hijau, jernih. Pigmen berwarna merah jingga atau kuning disebabkan oleh karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid merupakan persenyawaan hidrokarbon tidak jenuh, dan jika minyak dihidrogenasi, maka karoten tersebut juga akan ikut terhidrogenasi, sehingga intensitas warna kuning berkurang. Karotenoid bersifat tidak stabil pada suhu tinggi, dan jika minyak dialiri uap panas, maka warna kuning akan hilang. Kerotenoid tersebut tidak dapat dihilangkan dengan proses oksidasi. Warna gelap pada minyak disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat khlorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak.

e) kandungan logam berat serendah mungkin atau bebas dari ion logam. Pada umumnya seluruh logam yang berada dalam bentuk larutan garam dalam lemak, mempercepat terjadinya proses oksidasi, dan juga ada beberapa logam yang menyebabkan keracunan pada manusia walaupun dalam kadar yang sangat rendah (Ketaren,S , 1986).

2.4 Sumber Gliserin

Pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak (mempunyai rantai lurus monokarboksilat dengan jumlah atom karbon yang genap). Reaksi yang penting pada minyak dan lemak salah satunya adalah reaksi hidrolisa.

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol.


(20)

Berikut ini adalah persamaan reaksi dari reaksi hidrolisa minyak atau lemak menurut Scwitzer :

minyak/lemak gliserol asam lemak

Ada juga proses reaksi hidrolisa yang disebut reaksi penyabunan, dimana dalam proses reaksinya ditambahkan sejumlah basa Contohnya seperti trrstearin yang direaksikan dengan NaOH ataupun KOH, akan menghasilkan produk reaksi berupa Natrium Stearat ataupun Kalium Stearat seperti reaksi dibawah ini :


(21)

merupakan campuran dari larutan alkali, sabun dan gliserol. Dari larutan ini dapat dihasilkan gliserol yang murni melalui penyulingan (Ketaren,1986).

2.5 Kegunaan Gliserin

Gliserin dengan rumus molekul C3H8O3 adalah produk samping dari reaksi hidrolisis

antara minyak nabati dengan air untuk menghasilkan asam lemak. Gliserin berbentuk cairan jernih, tidak berbau dan memiliki rasa manis. Struktur molekul dari gliserin adalah sebagai berikut :

Gliserin


(22)

Gliserin mempunyai peran hampir di setiap industri. Penggunaan terbesar dari gliserin adalah pada industri resin alkid. industri kertas, dan juga industri nitrogliserin.Berikut ini perkiraan penggunaan gliserin :

Tabel 2.2 Tabel Perkiraan Penggunaan Gliserin

No Kegunaan Persentase (%)

1 Alkil 25 %

2 Tembakau 13 %

3 Peledak 5 %

4 Kertas 17 %

5 Obat-obatan dan kebutuhan kamar mandi termasuk pasta gigi

16 %

6 Monogliserida dan makanan 7 %

7 Urethan foams 3 %

8 Lain-lain 14 %

Gliserin juga digunakan pada berbagai macam kegunaan lain, diantaranya adalah :

1. Makanan dan minuman.


(23)

pemberian rasa (seperti vanilla) dan pewarnaan makanan, b) agen pengental dalam sirup, c) pengisi dalam produk makanan rendah lemak (biskuit), d) pencegah kristalisasi gula pada permen dan es e) pelumas pada mesin yang digunakan untuk pengolahan dan pengemasan makanan.

2. Obat-obatan dan kosmetik.

Pada obat-obatan dan bidang kedokteran gliserin adalah bahan dalam larutan alkohol dan bahan obat-obatan. Kegunaannya antara lain : a) gliserit pada kanji digunakan dalam selai dan obat salep, b) obat batuk dan obat bius, seperti larutan gliserin-fenol, c) pengobatan telinga dan media pembiakan bakteri, d) krim dan lotion untuk menjaga kehalusan dan kelembutan kulit,e) bahan dasar pembentukan pasta gigi, sehingga diperoleh kehalusan dan viskositas yang diinginkan.

3. Bahan Pembungkus dan Pengemas.

Gliserin digunakan sebagai pembungkus daging, jenis khusus kertas, seperti glassine dan greasproof memerlukan bahan pelunak untuk memberi kelenturan dan kekerasan.

4. Pelumas.

Gliserin dapat digunakan sebagai pelumas jika minyak tidak ada. Ini disarankan untuk kompresor oksigen karena lebih tahan terhadap oksidasi daripada minyak mineral, dan pada industri makanan, farmasi dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai pengganti minyak (www.satriaigin.wordpress.com).


(24)

2.6 Wadah Penyimpanan

Kualitas produk dalam suatu industri tak lepas dari berbagai pengaruh seperti kondisi lingkungan yang menjadikan layak atau tidaknya suatu produk untuk dapat di konsumsi. Berbagai bahan pencemar terkandung dalam produk karena penggunaan bahan baku pangan terkontaminasi oleh proses pengolahan maupun penyimpanan. Suatu produk olahan biasanya ditempatkan pada suatu wadah yang dipakai untuk dapat memperpanjang umur produk tersebut. Biasanya tempat yang digunakan adalah kaleng, akan tetapi produk kaleng dapat menyerap logam dari wadahnya baik timah (Sn), seng (Zn) dan besi (Fe) dari pelat timah, serta timah dan timbal (Pb) dari patrian, hal tersebut sering dinamakan korosi. Pada produk bersifat asam dan dikalengkan tanpa oksigen, timah menjadi anoda dalam pasangan timah-besi. Timah pada kondisi ini larut dengan laju sangat rendah dan dapat melindungi produk selama dua tahun atau lebih (Deman, 1997).

Kaleng adalah lembaran baja yang disalut timah (Sn) atau berupa wadah yang dibuat dari baja dan dilapisi timah putih tipis dengan kadar tidak lebih dari 1,00-1,25% dari berat kaleng itu sendiri. Terkadang lapisan ini dilapisi lagi oleh lapisan bukan metal yaitu untuk mencegah reaksi dengan produk di dalamnya. Dan pengertian dari baja adalah logam alloy yang komponen utamanya adalah besi (Fe), dengan karbon sebagai material pengalloy utama. Baja dengan peningkatan jumlah karbon dapat memperkeras dan memperkuat besi, tetapi juga lebih rapuh. Definisi klasik, baja adalah besi-karbon alloy dengan kadar karbon sampai 5,1 persen; ironisnya, alloy dengan kadar karbon lebih tinggi dari ini dikenal dengan besi (Fe). Definisi yang lebih


(25)

Banyak sekali faktor yang mempengaruhi besarnya korosi pada kaleng bagian dalam, diantaranya :

a. Tingginya sisa oksigen dalam makanan.

b. Adanya akselator korosi, seperti Nitrat dan senyawa Sulfur lainnya. c. pH produk dalam kaleng

d. Suhu dan lama penyimpanan

e. Jenis kaleng dan lapisan penahan korosi

Biasanya besarnya korosi di bagian luar akan lebih mudah terkontrol, hal tersebut dikarenakan oleh :

a. Komposisi air pendingin (mengandung klor, melarutkan garam, dsb). b. Ketipisan lapisan timah dan jenis kaleng yang digunakan.

Sedangkan untuk bagian dalam kaleng dihindarkan dari terjadinya karat ataupun reaksi terhadap produk di dalamnya terutama reaksi dengan asam, yaitu dengan cara melapisinya dengan Enamel. Dan biasanya enamel yang dipakai adalah campuran dari Oleoresin Seng Oksida (ZnO). Oleh karenanya logam timah (Sn) dipilih sebagai bahan dasar pembentuk kaleng karena relatif tidak beracun dan menambah daya tarik kemasan karena berkilat dan tahan karat (www.id.wikipedia.org).

2.7 Timbal (Pb)

Timbal banyak terdapat atau digunakan dalam industri logam, batu baterai, cat, kabel, karet, dan mainan anak-anak. Sedangkan timbal tetraetil digunakan sebagai bahan tambahan


(26)

dalam bensin. Selain itu timbal juga terdapat dalam debu atau uap, jika kita membakar kayu yang di cat, koran dan majalah karena menggunakan tinta cetak, dan aki bekas. Jika mengabsorbsi lebih dari 0,5 mg/hari akan terjadi akumulasi yang selanjutnya menyebabkan keracunan. Dosis fatal kira-kira 0,5 g (Sartono,2001).

2.7.1 Karakteristik Logam Timbal (Pb)

Timbal atau dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur berkala merupakan logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Pb merupakan logam lunak yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik leleh pada 327,5˚ dan titik didih 1.740˚C pada tekanan atmosfer. Timbal mempunyai nomor atom terbesar dari semua unsur yang stabil yaitu 82. Dari golongan IV A dengan bobot berat atom 207,2. Namun logam ini sangat beracun (Palar.H.2004).

2.7.2 Ambang Batas Logam Timbal (Pb)

Batas paparan untuk timbal dan timbal arsenat di udara 0,15 mg/m3, sedangkan batas paparan untuk timbal tetrametil dan timbal tetraetil 0,07 mg/m3. Batas kandungan timbal dalam makanan 2,56 mg/kg.

Efek toksik timbal, terutama pada otak dan sistem saraf pusat. Kadar timbal dalam otak dan hati, dapat 5 sampai 10 kali dari kadarnya dalam darah. Akibat keracunan timbal ialah


(27)

2.7.3 Gejala Klinis Pada Keracunan Logam Timbal (Pb)

Logam timbal (Pb) dapat menyebabkan keracunan akut dan juga keracunan kronis pada tubuh manusia.

Keracunan akut dapat terjadi melalui mulut, suntikan senyawa timbal yang larut, atau absorbsi melalui kulit yang terjadi dengan cepat. Gejala yang timbul, antara lain sakit perut, muntah, diare, feses berwarna hitam, dan koma.

Keracunan kronik dapat terjadi melalui mulut, absorbsi melalui kulit,dan menghirup partikel timbal atau senyawa timbal organik. Gejala yang timbul, mula mula nafsu makan berkurang, berat badan turun, iritasi, kadang-kadang muntah, lelah, sakit kepala, badan lemah, rasa logam, garis-garis hitam pada gusi, dan dapat mengakibatkan anemia. Selanjutnya, lebih sering muntah-muntah rasa sakit tidak jelas pada kaki, sendi dan perut, gangguan saraf pada kaki dan tangan, kelumpuhan otot dan kaki pada tangan, dan pada wanita dapat terjadi gangguan siklus haid selain aborsi.

Pada keracunan, akan muntah terus menerus, dan pingsan, disertai gangguan penglihatan, tekanan darah naik, kelumpuhan saraf tengkorak, dan koma. Gejala keracunan berat sering timbul pada anak-anak yang keracunan timbal, atau pada orang dewasa yang keracunan timbal tetraetil. Keracunan timbal tetrametil atau timbal titraetil menyebabkan insomnia, instablitas emosional, dan juga hiperaktivitas (Sartono, 2001).

2.8 Spektrofotometer

Spektrofotometer adalah alat yang terdiri dari spektrometer dan fotometer. Spektrometer menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau diadsorbsi. Jadi spektrofotometer


(28)

digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang. Kelebihan spektrofotometer dibandingkan fotometer adalah panjang gelombang dari sinar putih dapat lebih terseleksi dan ini diperoleh dengan alat pengurai seperti prisma ataupun celah optis. Pada fotometer filter, sinar dengan panjang gelombang yang diinginkan diperoleh dengan berbagai warna yang mempunyai spesifikasi melewatkan trayek panjang gelombang tertentu. Pada fotometer filter, tidak mungkin diperoleh panjang gelombang yang benar-benar monokromatis, melainkan suatu trayek panjang gelombang 30-40 nm. Sedangkan pada spektrofotometer, panjang gelombang yang benar-benar terseleksi dapat diperoleh dengan bantuan alat pengurai cahaya seperti prisma. Suatu spektrofotometer tersusun dari sumber spektrum tampak yang kontinyu, monokromator, pengabsorbsi antara sampel dan blanko ataupun pembanding (Underwood,1990).

2.8.1 Teori Spektrofotometri

Hukum Lambert- Beer Dinyatakan dalam ;

A = abc Yang mana :

A = absorban a = absorptivitas b = tebal kuvet (cm)


(29)

Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada konsentrasi, tebal kuvet, dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel. Absorbtivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul, dan panjang gelombang radiasi. Satuan a ditentukan oleh satuan-satuan b dan c. Jika satuan-satuan c dalam molar (M) maka absorptivitas disebut juga absorptivitas molar dan disimbolkan dengan ε dengan satuan M-1cm-1 atau liter.mol-1cm-1.

Hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan konsentrasi larutan. Dalam hukum Lambert-Beer tersebut ada beberapa pembatasan yaitu :

• Sinar yang digunakan dianggap monokromatis

• Penyerapan terjadi dalam suatu volume yang mempunyai penampang luas yang sama • Senyawa yang menyerap dalam larutan tersebut tidak tergantung terhadap yang lain

dalam larutan tersebut

• Indeks bias tidak tergantung pada konsentrasi larutan (Rohman, 2007).

2.8.2 Spektrofotometer UV/VIS

Spektrofotometer UV/VIS adalah bagian tehnik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780) dengan memakai instrumen spektrofotometer.

Radiasi ultra violet jauh (100-190 nm) tidak dipakai, sebab pada daerah radiasi tersebut diabsorbsi oleh udara. Ada kalanya spektrofotometer uv-vis yang beredar diperdagangkan memberikan rentang pengukuran panjang gelombang 190-1100 nm.


(30)

Hal ini perlu diperhatikan lebih seksama sebab diatas panjang gelombang 780 nm merupakan daerah radiasi infra merah. Oleh karena itu pengukuran diatas panjang gelombang 780 nm harus dipakai detektor dengan kualitas sensitive terhadap radiasi infra merah (infrared sensitive) (Khopkar,S.M.,2002).


(31)

BAB 3

BAHAN DAN METODOLOGI

Pada analisa yang dilakukan yaitu tentang analisa kadar logam berat Pb pada Refined Glyserin di PT.Ecogreen Oleochemicals, digunakan bahan dan metodologi percobaan sebagi berikut.

3.1 Alat-alat

− Spektrofotometer DR Lange

− Kuvet DR Lange

− Labu Takar IKA°ETS – D4 Fuzzy − Neraca Analitik

− Tabung Nesler Pyrex

− Mikro pipet Pyrex

− Gelas Ukur Pyrex

− Beaker Glass Duran

− Spatula


(32)

3.2 Bahan

− Refind Glyserin

− Pb Nitrat [ Pb(NO3)2 ] p.a EMerck

− Thioacetamide [ C2H5NS ] p.a EMerck

− Larutan Buffer Acetat ( pH 3,5 ) p.a EMerck − Aquadest

3.3 Prosedur

3.3.1 Pembuatan Reagen

Pembuatan Larutan Induk Pb Nitrat 1000 ppm

— Larutkan 0,1598 gr timbal nitrat dengan aquades dan encerkan sampai 100 ml dalam labu takar.

Pembuatan Larutan Standart Pb Nitrat 10 ppm dari Larutan Induk 1000 ppm

— Dengan menggunakan pipet, pindahkan 1 ml larutan induk 1000 ppm kedalam labu takar 100 ml dan encerkan sampai tanda batas dengan aquadest.


(33)

— Panaskan di atas penangas uap selama 1 menit

Pembuatan Buffer Acetat (pH 3,5)

— Encerkan 5 ml asam klorida pekat, 37% dengan 10 ml aquades

— Tambahkan 5,0 gr amonium asetat. Encerkan sampai 20 ml

3.3.2 Prosedur penentuan Kadar Logam Timbal (Pb) Pengukuran Absorbansi Blanko

- Larutan blanko (aquadest bebas Pb) dimasukkan kedalam tabung Nessler sebanyak 10 ml.

- Ditambahkan 1 ml larutan thioacetamide - Ditambahkan 2 ml larutan buffer acetate - Ditambahkan aquadest hingga tanda batas - Dihomogenkan

- Didiamkan selama 2 menit

- Dimasukkan larutan blanko kedalam kuvet dan ditentukan absorbansinya = 0 pada 480 nm pada alat spektrofotometer

Pengukuran Absorbansi Larutan Seri Standart

- Masing-masing larutan seri standart 1,2,3,4,5 pm dimasukkan kedalam tabung Nessler sebanyak 10 ml.

- Ditambahkan 1 ml larutan thioacetamide - Ditambahkan 2 ml larutan buffer acetate - Ditambahkan aquadest hingga tanda batas


(34)

- Dihomogenkan

- Didiamkan selama 2 menit

- Dimasukkan larutan blanko kedalam kuvet dan ditentukan absorbansinya = 0 pada 480 nm pada alat spektrofotometer

- Dimasukkan larutan seri standart ke dalam kuvet kemudian dilihat Absorbansinya secra bergantian, setelah larutan blanko, kemudian larutan seri standart.

- Dihitung nilai absorbansinya

Pengukuran Absorbansi Sampel

- Dimasukkan 10 gram sampel glyserin kedalam tabung Nessler - Ditambahkan 1 ml larutan thioacetamide

- Ditambahkan 2 ml larutan buffer acetate - Ditambahkan aquadest hingga tanda batas - Dihomogenkan

- Didiamkan selama 2 menit

- Dimasukkan larutan blanko kedalam kuvet dan ditentukan absorbansinya = 0 pada 480 nm pada alat spektrofotometer

- Dimasukkan sampel ke dalam kuvet kemudian dilihat Absorbansinya secra bergantian, setelah larutan blanko, kemudian sampel.


(35)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Data Analisa

Tabel 4.3 Absorbansi Larutan Pb Standard Larutan Seri Standar

Timbal (ppm) Absorbansi

1 0,002

2 0.003

3 0.005

4 0.008

5 0.009

λ max = 480 nm

Tabel 4.4 Data Hasil Analisis

Tanggal Sampel Berat

Sampel (gr) Ablk (480 nm) Aspl (480 nm) Konsentrasi Pb (ppm)

25-Jan-2010 A015-P 10.4 0.000 0.003 1.65 26-Jan-2010 A016-P 10.01 0.000 0.002 1.108 27-Jan-2010 A021-P 10.01 0.000 0.003 1.664 28-Jan-2010 A020-P 10.03 0.000 0.002 1.107 29-Jan-2010 A052-P 10.10 0.000 0.002 1.099


(36)

4.2Perhitungan

4.2.1 Penentuan konsentrasi Pb dalam Refind Glyserin

Ppm Pb W std g x Ablk Astd Ablk Aspl µ ) ( ) ( − − =

Dimana Aspl = Absorbansi sample Ablk = Absorbansi blanko Astd = Absorbansi standart µg std = microgram standart W = berat sampel

Untuk Sampel Sampel A015-P

ppm =

=

= 1,65 ppm

Dengan cara yang sama dilakukan juga untuk menghitung kadar konsentrasi timbal pada refined gliserin sampel A016-P, A021-P, A020-P, dan juga A052-P .(Hasil terdapat pada tabel 4.4)


(37)

Maka, 0,15985 g Pb(NO3)2 dilarutkan kedalam labu takar 100 ml.

b. Pembuatan Larutan standar 10 ppm dari larutan standart 1000 ppm V1 . N1 = V2 . N2

Dimana :

V1 = volume larutan standart 10 ppm yang akan dipipet

V2 = volume labu takar

N1 = konsentrasi larutan standart

N2 = konsentrasi larutan seri standart

V1 . N1 = V2 . N2

V1 .. 1000 = 100 . 10

V1 =

= 1 ml


(38)

c. Pembuatan Larutan Seri Standart 5 ppm dari larutan standart 10 ppm di labu takar 50 ml V1 . N1 = V2 . N2

V1 .10 = 50 . 5

V2 =

= 25 ml

Maka, 5 ml dipipet dari larutan standart 10 ppm (10 ml seri standart 5 ppm ini setara dengan 50 µgPb)

4.3 Reaksi Percobaan

Pb + thioacetamide(C2H5NS)


(39)

4.2 Pembahasan

Dari hasil data yang telah dilakukan selama periode 25-29 Januari terhadap kadar logam timbal (Pb) pada refind glyserin diperoleh rata-rata dalam satu minggu adalah sebesar 1,3276 ppm, sedangkan standart mutu dari perusahaan adalah 5 ppm. Ada beberaoa faktor yang dapat menyebabkan terdapatnya kandungan Logam Pb pada refined gliserin ini, seperti yang telah diutarakan Palar (2004), bahwa bahan pangan berlemak umumnya telah mengandung logam walau dalam jumlah yang sangat kecil. Logam ini umumnya telah terdapat secara alamiah dalam bahan atau mungkin sengaja ditambahkan untuk tujuan tertentu, yang berada dalam bentuk garam komplek, garam organik maupun anorganik, dan garam-garam ini biasanya sukar melepaskannya secara sempurna dari lemak. Dan juga menurut Deman (1997), kadar logam Pb dapat disebabkan dari korosi wadah penyimpanan yang berupa kaleng,karena produk kaleng dapat menyerap logam dari wadahnya baik itu logam timbal (Pb) dari patrian, maupun logam lain seperti timah (Sn), seng (Zn), dan besi (Fe) dari pelat timah.

Jika kadar logam Pb masih dibawah standart mutu yang ditetapkan, ini berarti mutu dari refined glyserin yang diperoleh cukup baik, karena apabila kadar logam Pb yang terdapat dalam refined glyserin lebih besar dari standar mutu yang ditetapkan maka dapat bersifat toksik bagi konsumen. Baik itu digunakan sebagai bahan makanan ataupun sebagai bahan dasar pembuatan kosmetik,dll. Dampak dari timbal sangat membahayakan bagi manusia, utamanya bagi anak-anak. Diantaranya adalah mengganggu fungsi koognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan, penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelejensia, merusak fungsi organ tubuh, seperti ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak. Pada jaringan atau organ tubuh, logam Pb akan


(40)

terakumulasi pada tulang. Karena dalam bentuk ion Pb2+, logam ini dapat menggantikan keadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang.


(41)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari analisa menggunakan spektrofotometer diperoleh absorbansi dari kadar logam timbal (Pb) yaitu :

Sampel A-015P = 1,65 ppm, sampel A-016P = 1,108 ppm, sampel A-021P = 1,664 ppm, sampel A-020P = 1,107 ppm, sampel A-052 = 1,099 ppm.

Maka diperoleh kadar logam timbal yang terkandung dalam Refined Glyserin masih berada dalam standar mutu PT.Ecogreen Oleochemicals, dimana kadar maksimum cemaran logam timbal (Pb) yang telah ditetapkan dalam setiap penjualan produk adalah sebesar 5,0 ppm.

5.2 Saran

Diharapkan selanjutnya tidak hanya dilakukan analisa logam timbal (Pb) saja, tetapi juga dilakukan analisa untuk logam-logam Zn pada setiap produk Refined Glyserin.


(42)

DAFTAR PUSTAKA

Deman, J.M., 1997, Kimia Makanan, Bandung : Penerbit ITB.

Fauzi, Y. 2004. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swada.

Hadi, M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Yogyakarta : Mitra Gama Widya. http://www.blogspot.com. Oleh Susyana Iriani diakses pada tanggal 8 Mei 2010.

http://www.wordpress.com.Oleh Satria Igin diakses pada tanggal 8 Mei 2010.

http://www.id.wikipedia.org.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Penerbit UI-Press.

Khopkar, S.M, 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Penerbit UI-Press.

Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Swadaya. Palar, H., 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Cetakan Kedua. Jakarta : Penerbit

Rineka Cipta.

Personel and Administration Depatement, 2010. PT. Ecogreen Oleochemicals. Medan. Belawan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Tim, Penulis. 1997. Kelapa Sawit. Jakarta : Penebar Swada.

Sartono. 2001. Racun dan Keracunan. Jakarta : Widya Medika.

Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta : Agromedia Pustaka.

Underwood, A, L. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Surabaya : PT. Gelora Aksara Pratama.


(1)

Maka, 0,15985 g Pb(NO3)2 dilarutkan kedalam labu takar 100 ml.

b. Pembuatan Larutan standar 10 ppm dari larutan standart 1000 ppm V1 . N1 = V2 . N2

Dimana :

V1 = volume larutan standart 10 ppm yang akan dipipet

V2 = volume labu takar

N1 = konsentrasi larutan standart

N2 = konsentrasi larutan seri standart

V1 . N1 = V2 . N2

V1 .. 1000 = 100 . 10

V1 =

= 1 ml

Maka, 1 ml larutan induk 1000 ppm diencerkan dalam labu takar 100 ml


(2)

c. Pembuatan Larutan Seri Standart 5 ppm dari larutan standart 10 ppm di labu takar 50 ml V1 . N1 = V2 . N2

V1 .10 = 50 . 5

V2 =

= 25 ml

Maka, 5 ml dipipet dari larutan standart 10 ppm (10 ml seri standart 5 ppm ini setara dengan 50 µgPb)

4.3 Reaksi Percobaan

Pb + thioacetamide(C2H5NS)


(3)

4.2 Pembahasan

Dari hasil data yang telah dilakukan selama periode 25-29 Januari terhadap kadar logam timbal (Pb) pada refind glyserin diperoleh rata-rata dalam satu minggu adalah sebesar 1,3276 ppm, sedangkan standart mutu dari perusahaan adalah 5 ppm. Ada beberaoa faktor yang dapat menyebabkan terdapatnya kandungan Logam Pb pada refined gliserin ini, seperti yang telah diutarakan Palar (2004), bahwa bahan pangan berlemak umumnya telah mengandung logam walau dalam jumlah yang sangat kecil. Logam ini umumnya telah terdapat secara alamiah dalam bahan atau mungkin sengaja ditambahkan untuk tujuan tertentu, yang berada dalam bentuk garam komplek, garam organik maupun anorganik, dan garam-garam ini biasanya sukar melepaskannya secara sempurna dari lemak. Dan juga menurut Deman (1997), kadar logam Pb dapat disebabkan dari korosi wadah penyimpanan yang berupa kaleng,karena produk kaleng dapat menyerap logam dari wadahnya baik itu logam timbal (Pb) dari patrian, maupun logam lain seperti timah (Sn), seng (Zn), dan besi (Fe) dari pelat timah.

Jika kadar logam Pb masih dibawah standart mutu yang ditetapkan, ini berarti mutu dari refined glyserin yang diperoleh cukup baik, karena apabila kadar logam Pb yang terdapat dalam refined glyserin lebih besar dari standar mutu yang ditetapkan maka dapat bersifat toksik bagi konsumen. Baik itu digunakan sebagai bahan makanan ataupun sebagai bahan dasar pembuatan kosmetik,dll. Dampak dari timbal sangat membahayakan bagi manusia, utamanya bagi anak-anak. Diantaranya adalah mengganggu fungsi koognitif, kemampuan belajar, memendekkan tinggi badan, penurunan fungsi pendengaran, mempengaruhi perilaku dan intelejensia, merusak fungsi organ tubuh, seperti ginjal, sistem syaraf, dan reproduksi, meningkatkan tekanan darah dan mempengaruhi perkembangan otak. Pada jaringan atau organ tubuh, logam Pb akan


(4)

terakumulasi pada tulang. Karena dalam bentuk ion Pb2+, logam ini dapat menggantikan keadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang.


(5)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari analisa menggunakan spektrofotometer diperoleh absorbansi dari kadar logam timbal (Pb) yaitu :

Sampel A-015P = 1,65 ppm, sampel A-016P = 1,108 ppm, sampel A-021P = 1,664 ppm, sampel A-020P = 1,107 ppm, sampel A-052 = 1,099 ppm.

Maka diperoleh kadar logam timbal yang terkandung dalam Refined Glyserin masih berada dalam standar mutu PT.Ecogreen Oleochemicals, dimana kadar maksimum cemaran logam timbal (Pb) yang telah ditetapkan dalam setiap penjualan produk adalah sebesar 5,0 ppm.

5.2 Saran

Diharapkan selanjutnya tidak hanya dilakukan analisa logam timbal (Pb) saja, tetapi juga dilakukan analisa untuk logam-logam Zn pada setiap produk Refined Glyserin.


(6)

DAFTAR PUSTAKA Deman, J.M., 1997, Kimia Makanan, Bandung : Penerbit ITB.

Fauzi, Y. 2004. Kelapa Sawit. Edisi Revisi. Jakarta : Penebar Swada.

Hadi, M. 2004. Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Edisi Pertama. Yogyakarta : Mitra Gama Widya. http://www.blogspot.com. Oleh Susyana Iriani diakses pada tanggal 8 Mei 2010.

http://www.wordpress.com.Oleh Satria Igin diakses pada tanggal 8 Mei 2010. http://www.id.wikipedia.org.

Ketaren, S. 1986. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Penerbit UI-Press. Khopkar, S.M, 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Penerbit UI-Press.

Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit. Cetakan Pertama. Jakarta : Penerbit Swadaya. Palar, H., 2004. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Cetakan Kedua. Jakarta : Penerbit

Rineka Cipta.

Personel and Administration Depatement, 2010. PT. Ecogreen Oleochemicals. Medan. Belawan Rohman, Abdul. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Tim, Penulis. 1997. Kelapa Sawit. Jakarta : Penebar Swada. Sartono. 2001. Racun dan Keracunan. Jakarta : Widya Medika.

Sastrosayono, S. 2003. Budidaya Kelapa Sawit. Jakarta : Agromedia Pustaka. Underwood, A, L. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Edisi Keempat. Surabaya :