makalah globalisasi dalam dimensi sosial

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di dunia yang kita tinggali saat ini tentunya terdapat banyak pulau-pulau dan lautan yang
luas.Bahwa kemudian pualu dan lautan tersebut dibagi menjadi beberapa wilayah atau
kawasan,salah satunya adalah kawasan Asia Tenggara dimana anggota dari kelompok tersebut
adalah Indonesia,Filipina,Thailand,Malasya,Brunei Darussalam,Singapura dan Vietnam.Dan
terbentuknya kelompok atau organisasi tersebut bukan lain mempunyai maksud dan tujuan
tersendiri.ASEAN sendiri terbentuk pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok yang berlandaskan
geo-politik dan ekonomi.Negara yang tergabung dalam organisasi ini rata-rata memiliki iklim
tropis.ASEAN sendiri memiliki moto “One Vision,One Identity,One Community”
ASEAN memiliki wilayah daratan seluas 4.46 km2 atau setara dengan 3% total luas
daratan di Bumi, dan memiliki populasi yang mendekati angka 600 juta jiwa atau setara dengan
8.8% total populasi dunia. ASEAN memiliki luas wilayah laut sekitar tiga kali lipat dari luas
wilayah daratan. pada tahun 2010, kombinasi nominal GDP ASEAN telah tumbuh hingga 1,8
Triliun Donas AS. jika ASEAN adalah sebuah entitas tunggal, maka ASEAN akan duduk sebagai
ekonomi terbesar kesembilan setelah AAmerika Serikat, Cina, Jepang, jerman, perancis, Berazil,
Inggris, dan italia.1
1.2 Rumusan Masalah
A. Apa tujuan ASEAN dibentuk ?
B. Siapa pelopor pendiri ASEAN ?
C. Dimensi apa saja yang ada didalam ASEAN ?

D. Bagaimana dimensi tersebut bisa terbentuk ?
1.3 Tujuan Pembahasan
A. Mengetahui tujuan terbentuknya ASEAN
B. Mengetahui pelopor-pelopor pendiri ASEAN
1 http://asean.org/asean/about-asean/history/

C. Mengetahui dimensi-dimensi yang ada didalam ASEAN
D. Mengetahui mengapa dimensi-dimensi tersebut bisa terbentuk
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Sejarah Regionalisme di Asia Tenggara
Sebelum terbentuknya ASEAN sebagai organisasi kawasan di Asia Tenggara, terdapat perjalanan
sejarah yang panjang. Dimulai di masa perang dingin, untuk pertama kalinya Asia Tenggara
mengenal organisasi regional yaitu dengan terbentuknya SEATO (South East Asia Treaty
Organization). Organisasi ini dibentuk sebagai upaya AS membendung pengaruh komunis di
Asia Tenggara, terutama pengaruh Uni Soviet melalui Cina. Sifat pembentukannya tidak berasal
dari regional sendiri, namun merupakan prakarsa dari luar kawasan Asia Tenggara dan tergolong
dalam kategori aliansi.
Sedangkan organisasi pertama yang dibentuk oleh negara – negara di kawasan ini adalah ASA
(Association of Southeast Asia) pada tahun 1961. Negara anggotanya saat itu adalah Malaysia,
Filiphina dan Thailand. Namun organisasi ini tidak bertahan lama karena pecahnya konflik

Filiphina dengan Malaysia atas status daerah Sabah yang diklaim sebagai wilayah Filiphina.
Konflik ini mendorong terbentuknya Malphilindo (Malaysia, Filiphina dan Indonesia). Tetapi
Malphilindopun bubar karena konflik Indonesia yang menentang pembentukan negara Malaysia.
Dan di tahun 1967, lima pemimpin negara di kawasan ini berkumpul dan membentuk ASEAN
sebagai sarana bagi negara – negara kawasan dalam mengembangkan kerjasama di tingkat
kawasan, hingga saat ini, keanggotaan ASEAN sudah mencapai sepuluh negara anggota.

Secara rinci, berikut proses regionalisasi di Asia Tenggara :
2.1.1. SEATO (Southeast Asian Treaty Organization) (1954)
SEATO merupakan pakta pertahanan kolektif di Asia Tenggara yang dibentuk di Manila –
Filiphina pada 8 September 1954. Pembentukan SEATO sendiri diprakarsai oleh aktor di luar
kawasan (yaitu AS) dan ditandatangani oleh AS, Inggris, Australia, Pakistan, Thailand, Perancis,
Selandia Baru, dan Philipina. SEATO merupakan dampak dari perang dingin (perebutan
pengaruh antara AS dan uni Soviet), yang merupakan upaya negara barat untuk membendung

pengaruh komunis di Asia Tenggara, khususnya yang terjadi di Vietnam. Pada saat itu, sebagai
salah satu organisasi yang berdiri di Asia Tenggara, negara-negara utama di Asia Tenggara malah
tidak diikutsertakan di SEATO, anggota-anggotanya yang utama justru negara-negara Blok Barat
yang dipimpin oleh AS.
Berdasarkan perjanjian SEATO ini, para anggota perjanjian akan memberikan bantuan militer

kepada negara anggota lainnya yang diserang oleh pihak luar. Pada 30 Juni 1975, SEATO
dibubarkan setelah terjadinya perubahan besar di kawasan Asia Tenggara, khususnya yang terkait
dengan kekalahan AS dalam perang Vietnam.

2.1.2 ASA (Associations of Southeast Asia) - 1961
ASA merupakan organisasi pertama yang didirikan oleh negara – negara di kawasan Asia
Tenggara yang dibentuk berdasarkan Deklarasi Bangkok pada 31 Juli 1961 antara Malaysia,
Thailand, dan Filipina. ASA merupakan kesepakatan kerjasama ekonomi dan kebudayaan bagi
negara – negara Asia tenggara. Ide dibentuknya ASA diprakarsai oleh Tunku Abdul Rahman,
Perdana Mentri Pertama Malaysia saat itu, setelah Malaysia memperoleh kemerdekaan dari
Inggris. Ide ini disambut baik oleh Mentri Luar Negeri Filiphina – Felixberto Serrano dan
Thailand – Thanat Khoman.[1] Tujuan dibentuknya ASA adalah untuk menciptakan keamanan,
keadilan sosial, kebebasan serta meningkatkan kerjasama, khususnya ekonomi bagi negara negara Asia Tenggara. Dan dalam perkembangannya, kerjasama yang dibentuk ASA
berkembang ke bidang lain, seperti di bidang pendidikan dan budaya.
Banyak negara – negara Asia tenggara tidak mau bergabung dengan ASA (termasuk Indonesia),
karena menganggap bahwa ASA dianggap sebagao antek SEATO dan imperialisme AS. Naum
ternyata ASA tidak dapat bertahan lama dan dianggap gagal. Munculnya perselisihan politik
antara Malaysia dengan Filiphina mengenai Sabah (Kalimantan Utara) yang dimasukkan ke
dalam federasi Malaysia pada September 1963 telah melumpuhkan kegiatan organisasi
kerjasama regional tersebut.


2.1.3. Malindo (Malaysia-Indonesia) à MAPHILINDO (Malaysia-Indonesia-Philipina) – 1963

Konflik antara Malaysia dengan Thailand yang berujung pada pembubaran ASA kemudian
mendorong terbentuknya Maphilindo (Malaysia, Filiphina, Indonesia) pada 1963. Dibentuknya
Maphilindo ini digagas oleh Filiphina yang mengembangkan ide untuk membentuk semacam
Konfederasi Melayu Raya (Greater Malay Confederation), yang bertujuan untuk mencari
penyelesaian Malaya di satu pihak dengan Filiphina dan Indonesia di pihak lain. Oleh karena itu,
pada Agustus 1963 terjadi pertemuan tingkat tinggi di Manila antara Soekarno, Tengku Abdul
Rahman dan Diosdado Macapagal, yang menyetujui untuk mengambil langkah-langkah
permulaan ke arah berdirinya sebuah organisasi kerjasama regional baru yang kemudian dikenal
dengan Maphilindo (Malaya, Philipina, dan Indonesia).
Sewaktu Malaysia diresmikan pada tanggal 16 September 1963 yang mencakup Sabah, Serawak,
Singapura di samping Malaya ke dalamnya, Indonesia meningkatkan konfrontasi terhadap
federasi baru itu. Filiphina yang tidak lagi mempunyai hubungan diplomatik dengan Malaya /
Malaysia bekerjasama dengan Indonesia. Politik konfrontasi yang dilancarkan Soekarno pada
saat itu, meremukkan pondasi Maphilindo. Belum lagi sempat bergerak, Maphilindo praktis
menjadi lumpuh, meskipun kedua negara anggota yaitu Indonesia dan Filipina masih
meneruskan pertemuan-pertemuannya.


2.1.4. ASPAC (Asia-Pasific Council) - 1966

ASPAC dibentuk pada 1996 dengan negara anggota Malaysia, Filipina, Thailand, Australia,
Jepang, Taiwan, New Zealand, Korea Selatan dan Vietnam Selatan. Tujuan dibentuknya
organisasi ini adalah untuk membangun kerjasama regional di dalam bidang ekonomi, sosial dan
kebudayaan di kalangan negara-negara Asia Pasifik. Seperti organisasi sebelum - sebelumnya,
ASPAC juga mengalami kegagalan, karena dianggap tidak mencerminkan kerjasama regional
berkaitan dengan keangggotaannya diikuti oleh negara – negara di luar kawasan. Pada tahun
1975, ASPAC telah dibubarkan, namun ia telah memberi idea bagi pembentukan pertubuhan
kerjasama serantau yang lebih mantap di Asia Tenggara. ASPAC kemudian digantikan dengan
munculnya APEC - Asia Pasific Economic Forum dengan membawa gagasan yang sama.

2.1.5 ASEAN
Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (Perbara) atau lebih populer dengan sebutan
Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) merupakan sebuah organisasi geo-politik dan
ekonomi dari negara-negara di kawasan Asia Tenggara, yang didirikan di Bangkok, 8 Agustus
1967 berdasarkan Deklarasi Bangkok oleh Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan
Thailand. Organisasi ini bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial,
dan pengembangan kebudayaan negara-negara anggotanya, memajukan perdamaian dan
stabilitas di tingkat regionalnya, serta meningkatkan kesempatan untuk membahas perbedaan di

antara anggotanya dengan damai.
Deklarasi Bangkok ditandatangi oleh perwakilan dari 5 negara pemrakarsa/pendiri ASEAN
diantaranya : Adam Malik (Mentri Luar Negeri Indonesia); Tun Abdul Razak (Wakil Perdana
Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia); Narciso Ramos (Menteri Luar Negari
Filiphina); S. Rajaratman (Menteri LUar Negeri Singapura); Thanat Khoman (Menteri Luar
Negeri Thailand). Adapun Isi dari Deklarasi Bangkok yakni :


Mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di

kawasan Asia Tenggara.


Meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional



Meningkatkan kerjasama dan saling membantu untuk kepentingan bersama dalam bidang

ekonomi, sosial, teknik, ilmu pengetahuan, dan administrasi



Memelihara kerjasama yang erat di tengah - tengah organisasi regional dan internasional yang

ada


Meningkatkan kerjasama untuk memajukan pendidikan, latihan, dan penelitian di kawasan

Asia Tenggara

Brunei Darussalam menjadi anggota pertama ASEAN di luar lima negara pemrakarsa. Brunei
Darussalam bergabung menjadi anggota ASEAN pada tanggal 7 Januari 1984 (tepat seminggu
setelah memperingati hari kemerdekaannya). Sebelas tahun kemudian, ASEAN kembali
menerima anggota baru, yaitu Vietnam yang menjadi anggota yang ketujuh pada tanggal 28 Juli

1995. Dua tahun kemudian, Laos dan Myanmar menyusul masuk menjadi anggota ASEAN,
yaitu pada tanggal 23 Juli 1997. Walaupun Kamboja berencana untuk bergabung menjadi
anggota ASEAN bersama dengan Myanmar dan Laos, rencana tersebut terpaksa ditunda karena
adanya masalah politik dalam negeri Kamboja. Meskipun begitu, satu tahun kemudian Kamboja

akhirnya bergabung menjadi anggota ASEAN yaitu pada tanggal 16 Desember 1998. Setelah
kesemua negara di Asia Tenggara bergabung dalam wadah ASEAN, sebuah negara kecil di
tenggara Indonesia yang tak lain dan tak bukan juga pecahan dari Indonesia yaitu Timor Leste
memutuskan untuk ikut bergabung menjadi anggota Perhimpunan Bangsa Asia Tenggara,
meskipun keanggotaannya belum dipenuhi.
Dalam menjalin hubungan antarnegara anggota, ASEAN memiliki prinsip sebagaimana yang
dimuat pada Piagam ASEAN, antara lain, menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan,
integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh Negara anggota ASEAN; komitmen bersama
dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran di
kawasan;serta menolak agresi, ancaman, penggunaan kekuatan, atau tindakan lainnya dalam
bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional; Selain itu, ASEAN
mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai, tidak mencampuri urusan dalam negeri
negara anggota ASEAN, dan menghormati kebebasan yang mendasar, pemajuan dan
pelindungan hak asasi manusia, serta pemajuan keadilan sosial. Dalam menjalin hubungan
antarnegara anggota, ASEAN memiliki prinsip sebagaimana yang dimuat pada Piagam ASEAN,
antara lain, menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas
nasional seluruh negaraanggota ASEAN; komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam
meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran di kawasan;serta menolak agresi,
ancaman, penggunaan kekuatan, atau tindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang bertentangan
dengan hukum internasional; Selain itu, ASEAN mengedepankan penyelesaian sengketa secara

damai, tidak mencampuri urusan dalam negeri negara anggota ASEAN, dan menghormati
kebebasan yang mendasar, pemajuan dan pelindungan hak asasi manusia, serta pemajuan
keadilan sosial.

ASEAN biasanya mengadakan pertemuan, pertemuan yang diadakan ASEAN adalah sebagai
berikut:

a.

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN, yaitu pertemuan tingkat tinggi para kepala

Negara/pemerintahan Negara anggota.
b.

Dewan Koordinasi ASEAN (ASEAN Coordinating Council), yaitu pertemuan para menteri

luar negeri Negara anggota ASEAN, sebagai coordinator dewan komunitas ASEAN.
c.

Dewan komunitas ASEAN (ASEAN Community Councils), yaitu pertemuan para menteri


yang membidangi tiga pilar komunitas ASEAN.
d.

Pertemuan Badan-Badan Sektoral Tingkat Menteri (ASEAN Sectoral ministerial Bodies),

yaitu pertemuan para menteri membidangi masing-masing sector kerjasama ASEAN.
e.

Pertemuan Tingkat Pejabat Tinggi ASEAN (ASEAN), yaitu pertemuan para pejabat tinggi di

bawah tingkat menteri Negara anggota ASEAN yang membidangi masing-masing sector
kerjasama ASEAN.

2.2 Dimensi Ekonomi Kawasan Asia Tenggara
Asia Tenggara menjadi salah satu kawasan yang menyatukan negara-negara karena keadaan
geografis, namun seiring berkembangnya waktu, masing-masing negara mempunyai sifat
ketergantungan satu sama lain. Hal ini menunjukkan kemajuan terhadap tujuan dari ASEAN.
Setiap negara sadar bahwa setiap negara yang berada di kawasan Asia Tenggara mempunyai
kekayaan sumber daya alam yang melimpah didukung pula dengan sumber daya manusianya.

Kesadaran yang menghasilkan sebuah kerja sama ekonomi yang selain untuk mendapatkan
keuntungan, yaitu mempererat hubungan antar negara.
Sebenarnya semua tujuan ASEAN telah dijabarkan dalam Deklarasi Bangkok. Sejak tahun 1976,
kerja sama yang dilakukan ASEAN telah mencakup program pemberian preferensi perdagangan,
joint ventures, ekspor impor komoditas pangan dan energi, dan dalam sektor industri, lalu, sejak
diselenggarakannya KTT (Konferensi Tingkat Tinggi), kerja sama ASEAN telah menapaki
jenjang yang lebih tinggi, seperti AFTA (ASEAN Free Trade Area), dalam AFTA, terdapat
pencapaian yang luar biasa dalam perdagangan bebas, yaitu dengan dihapuskannya hambatanhambatan, contohnya: pengurangan bahkan penghapusan pajak, dilanjutkan dengan terbentuknya
AEC (ASEAN Economic Community) salah satu program ASEAN untuk menciptakan pasar

tunggal yang lebih bebas dalam pengaturan segala kegiatan perekonomiannya, didukung dengan
VAP (Vientiane Action Program) sebagai panduan dalam pengimplementasian AEC di tahun
2020 mendatang, setelah itu dikeluarkan Blueprint for the ASEAN Economic Community (AEC
Blueprint) sebagai roadmap .

Selain itu ASEAN mempunyai kerja sama dalam sektor industri, yang bertujuan untuk
peningkatan arus investasi, peningkatan proses kemajuan teknologi, dan peningkatan
keterampilan sumber daya manusia masing-masing negara.
Bentuk kerja sama ASEAN dalam bidang ekonomi yang terakhir adalah, kerja sama dalam sektor
perdagangan. Salah satu pencapaian yang terpenting yaitu ASEAN Trade in Goods Agreement
(ATIGA), untuk peningkatan transparansi, kepastian, serta peningkatan pengaturan yang penting
sekali untuk komunitas-komunitas bisnis di ASEAN.

2.3 Dimensi dan Dinamika di Keamanan di Kawasan Asia Tenggara

Meskipun dalam perjalanan ASEAN, ASEAN telah banyak membentuk berbagai
kerjasama guna meningkatkan regionalisasi yang ada di kawasan Asia Tenggara, namun di sisi
lain masih terdapat hambatan-hambatan yang belum dapat diselesaikan terkait beberapa konflik,
baik dalam internal ASEAN maupun konflik yang berhubungan dengan kerjasama ASEAN
dengan beberapa negara tetangga. Kasus internal ASEAN yang masih belum bisa diselesaikan
oleh ASEAN adalah terkait konflik perbatasan antara Thiland dan Myanmar yang mana kasus ini
juga pernah terjadi antara Cina dan Vietnam. Kasus antara Thailand dan Myanmar ini merupakan
salah satu konflik dalam internal ASEAN yang memasukkan unsur militer di dalamnya (Dibb
2001, 830). Selain konflik antara Thailand dan Myanmar, penyelesaian konflik etnis yang
dihadapi Malaysia dan Singapura yang dahulu merupakan bagian dari negaranya masih
cenderung mengalami tarik ulur dalam internal ASEAN. Hal ini mengkibatkan kedua negara
harus mengatur hubungan yang cukup sulit satu dengan yang lainnya (Dibb 2001, 830).

Berikut ini beberapa instrumen dalam Pilar Masyarakat Politik-Keamanan ASEAN:2
1. Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (ZOPFAN)
ZOPFAN merupakan kerangka perdamaian dan kerja sama yang tidak hanya terbatas di
kawasan Asia Tenggara tetapi mencakup kawasan Asia Pasifik yang lebih luas, termasuk
dengan negara-negara besar (major powers) dalam bentuk tindakan menahan diri secara
sukarela (voluntary self-restraints). ZOPFAN tidak mengesampingkan peranan negara besar
di kawasan, namun memungkinkan keterlibatan negara-negara tersebut secara konstruktif
dalam penanganan masalah-masalah keamanan kawasan.
2. Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (TAC)
TAC atau Traktat Persahabatan dan Kerjasama merupakan sebuah Traktat yang bertujuan
untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan di kawasan Asia Tenggara. TAC mengatur
mekanisme penyelesaian konflik di antara negara-negara pihak secara damai.
3. Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ)
Zona Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (Southeast Asia Nuclear-Weapon-Free Zone/
SEANWFZ) merupakan sebuah traktat yang bertujuan untuk mewujudkan Kawasan Asia
Tenggara yang bebas dari nuklir. Traktat itu ditandatangani pada KTT ASEAN di Bangkok,
15 Desember 1995. Penandatangan Traktat tersebut juga merupakan kontribusi terhadap
upaya menuju perlucutan senjata nuklir secara menyeluruh dan mendorong perdamaian serta
keamanan internasional. Selain itu, Traktat tersebut juga bertujuan untuk melindungi
Kawasan Asia Tenggara dari pencemaran lingkungan dan bahaya yang disebabkan oleh
sampah radio aktif dan bahan-bahan berbahaya lainnya.

A. Pembentukan ASEAN Regional Forum (ARF)
Salah satu kerjasama keamanan multilateral di ASEAN adalah ARF. ARF merupakan
forum pertemuan para menteri luar negeri yang terdiri dari 25 negara anggota termasuk
2 http://www.kemlu.go.id/id/kebijakan/asean/Pages/Masyarakat-Politik-KeamananASEAN.aspx

Jepang, Amerika, China, Uni Eropa, Russia, juga di ikuti oleh seluruh anggota negara Asia
Tenggara. ARF bertujuan untuk menciptakan ruang dialog dan konsultasi konstruktif bagi
para partisipan masing-masing untuk menangani persoalan di kawasan ASEAN. Sesuai
dengan tujuan tersebut kegiatan utama ARF adalah pengembangan tradisi confidencebuilding measures (CBM), yang diikuti dengan preventive diplomacy (PD), dan diharapakan
kelak akan mampu mengembangkan kapasitas resolusi konflik. Lebih jauh dapat dikatakan
bahwasanya ARF adalah tanggapan ASEAN terhadap situasi keamanan Asia Tenggara pasca
Perang Dingin.3
Program-program yang diajukan oleh ASEAN melalui pertemuan ARF, yang antara lain :
1. Kerjasama dalam pengawasan senjata yang dipakai di lapangan dan kerjasama dalam
perjanjian non-proliferasi
2. Transparansi terhadap kekuatan militer yang dimilikinya atau yang digunakannya dengan
mempublikasikan

dokumen-dokumen

yang

berkaitan

dengan

kebijakan-kebijakan

pertahanan dan keamanan
3. Kegiatan-kegiatan bersama seperti latihan militer bersama, kursus-kursus pelatihan dan
pertukaran petugas penjagaan atau saling mengunjungi fasilitas-fasilitas militer dan
observasi pelatihan-pelatihan diantara mereka
4. Early warning of conflict situations atau peringatan awal dari keadaan konflik
Namun, persoalan yang kemudian terjadi di Laut Cina Selatan menunjukan dengan jelas,
betapa ARF kurang efektif dalam menyelesaikan persoalan yang berkembang dikawasan
sekitarnya. Konflik Philipina-Cina adalah sala satu persoalan yang memperkuat asumsi
tentang kelemahan ARF dalam menemukan jalan keluar atas konflik yang berkembang di
kawasan ASEAN. Kawasan Laut Cina Selatan merupakan kawasan dengan potensi konflik
yang tinggi dimana banyak negara berlomba dan mengklaim wilayah tersebut. Kerawanan
kawasan ini menciptakan dilema keamanan yang pada akhirnya mengancam stabilitas
keamanan kawasan ASEAN.

3 Bambang Cipto. Hal. 209

B. Pembentukan APSC (Asean Political Security Community)
ASEAN Political-Community Security merupakan sebuah gagasan yang
sebenarnya asal usulnya telah ada sejak lebih dari empat dekade terakhir yang
berhubungan dengan solidaritas dan kerjasama antara negara-negara dalam ASEAN.
APSC yang keanggotaannya diisi oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN merupakan
badan yang ditugaskan untuk membangun kerjasama politik dan keamanan ASEAN
menuju sasaran terciptanya Komunitas ASEAN. Tidak lama setelah berdiri, APSC telah
mulai bekerja untuk mengidentifikasi isu yang menjadi prioritas kerjasama politik
keamanan di kawasan Asia Tenggara.
APSC menggunakan pendekatan yang komprehensif untuk keamanan, yang
mengakui terjalinnya hubungan dalam dimensi politik, ekonomi, sosial budaya dan
lingkungan pembangunan. Ini menunjukkan bahwa ASEAN menolak agresi dan ancaman
atau penggunaan kekuatan atau tindakan dalam cara yang tidak sesuai dengan hukum
internasional. APSC juga berfokus pada human security dan keamanan dalam lingkup
toleransi pada keberagaman yang ada dalam masyarakat negara anggota ASEAN itu
sendiri adalah karena masyarakat yang ada dalam ASEAN terdiri dari beragam etnis,
kepercayaan, budaya, agama, dan sebagainya.

C. Trend Modernisasi Militer Asia Tenggara
Andrew Tan mengatakan bahwa tren modernisasi ini dapat dilihat dari meningkatnya
kecanggihan teknologi, sumberdaya yang semakin beragam, pengenalan kapabilitas baru,
penekanan pada perlindungan sumber daya alam (khususnya sumberdaya maritim) dan tren
perlombaan akuisisi senjata.
Richard A. Bitzinger menggambarkannya dengan faktor penggerak (driver) dan faktor
yang memampukan (enabler). Faktor penggerak adalah adanya ketegangan regional,
kebutuhan proyeksi kekuatan baru, pergeseran aktivitas militer Amerika Serikat ke Asia dan
semakin meningkatnya kehadiran China di Laut China Selatan. Sedangkan faktor yang
memampukan (enabler) Asia melakukan modernisasi militernya adalah meningkatnya
anggaran pertahanan negara-negara ini dan sisi penawaran ekonomi yaitu “pasar pembeli”

untuk persenjataan. Mirip dengan Bitzinger, Tan mengungkapkan bahwa penyebab
pembangunan kekuatan bersenjata di kawasan ini adalah pertumbuhan ekonomi, kewajiban
pengawasan dan perlindungan ZEE, ketegangan antar negara di kawasan, keamanan dalam
negeri, meluasnya cakupan keamanan regional, pasar pembeli, gengsi (menjaga
kehormatan/kewibawaan), faktor politik domestik dan korupsi.
D. Peningkatan Belanja Militer di ASEAN
Berakhirnya Perang Dingin tidak berarti merupakan tanda bahwa isu-isu ancaman militer
ASEAN telah berakhir. Dalam kenyataannya negara-negara ASEAN justru meningkatkan
belanja militer masing-masing segera sesudah berakhirnya Perang Dingin. Anggota ASEAN
seakan berlomba memperrsenjatai angkatan udara masing-masing dengan mengusahakan F16/F-18 (buatan Amerika), Mirage (buatan Perancis), MiG 29/Su-30 (buatan Rusia), Hawk
(buatan Inggris). Untuk memperkuat angkatan laut negara-negara ASEANjuga melengkapi
diri dengan pembelian kapal frigate dan kapal selam. Ada beberapa alasan mengapa ASEAN
justru meningkatkan belanja militer dalam era paska Perang Dingin.
Pertama, meningkatkan anggaran belanja militer ASEAN. Antara tahun 1984 hingga
tahun 1994 masing-masing negara anggota ASEAN terus meningkatkan belanja militer.
Kedua, pembelian persenjataan tidak lagi di fokuskan pada system persenjataan yang
diarahkan untuk mengatasi konflik dalam negeri namun diarahkan untuk mengatasi konflik
dalam negeri namun lebih diarahkan untuk memperkuat kemampuan perang konvesional.
Ketiga, penarikan mundur pasukan Amerika di Philipina dan berakhirnya Perang Dingin
menjadi pendorong lain bagi ASEAN untuk meningkatkan pembelian senjata. Keempat,
meningkatnya kemampuan ekonomi dan militer Cina adalah sebab lain mengapa negaranegara ASEAN melakukan peningkat belanja militer.
Kelima, undang-undang Hukum Internasional yang disepakati tahun 1892 dan diratifikasi
tahun 1994 memberi hak bagi negara-negara untuk mengelola Zona Ekonomi Eksklusif
(ZEE) 200 mil laut sepanjang pantai mereka. Besarnya sumber daya yang dapat diambil dari
zona khusus ini sudah tentu memerlukan kemampuan untuk mengawasi yang dengan
semdirinya mengarahkan negara pada proyeksi kekuatan militer dengan peningkatan belanja
senjata. Tak heran jika negara-negara ASEAN meningkatkan belanja militernya untuk

mengamankan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE).4 Dengan demikian, peningkatan belanja
senjata yang dilakukan Negara-negara anggota ASEAN merupakan reaksi yang diterima dari
stimulus dinamika konflik yang berkembang di kawasan tersebut.

Gambar 1
Grafik Pengeluaran militer negara-negara ASEAN

Sumber: Military Balance in Southeast Asia, House of Commons Library, UK.
Perbandingan Negara-Negara ASEAN :
Pembangunan kekuatan masing-masing negara tentulah mempunyai alasannya tersendiri
menurut kepentingan negara yang bersangkutan. Berikut ini sekilas mengenai negara-negara
utama ASEAN dengan pembelanjaan militer tertinggi.

4 Bambang Cipto. Hal. 218-220

1. Singapura. Pembangunan kekuatan dilakukan Singapura untuk penangkalan sebagai alat
pertahanan nasional. Singapura melakukan penangkalan (deterrence) dengan membangun
kekuatannya. Namun di pihak lain Singapura juga mengembangkan diplomasi dengan
mengembangkan kerjasama dengan AS dan the rising power seperti China dan India dan
juga menjadi pemain kunci dalam ASEAN dan berbagai forum internasional lainnya. Hal
ini untuk mengurangi ketergantungannya apada strategi penangkalan.

2. Indonesia. Memiliki wilayah perairan yang terdiri dari duapertiga wilayah perairan
ASEAN merupakan anugrah sekaligus tanggungjawab yang besar bagi negara ini. Saat
ini modernisasi militer dilakukan dengan memodernisasi alutsistanya untuk mencapai
Minimum Essetial Force. Modernisasi ini dilakukan dalam tiga tahapan, Renstra I (20102014), Renstra II (2015-2019) dan Renstra III (2020-2024). Diharapkan sebelum tahun
2024 Indonesia sudah dapat mencapai MEF nya.

3. Thailand. Thailand akan meningkatkan belanja militernya dari 1,5 persen dari Produk
Domestik Bruto (PDB) tahun 2011 menjadi 1,8 persen tahun 2016. Alutsista yang banyak
dipesan adalah sistem canggih pertahanan seperti pesawat tempur, helikopter militer,
kendaraan lapis baja, alat-alat pengintai, kapal perang dan kapal selam. 5 Investasi
pertahanan yang signifikan juga dilakukan pada peralatan untuk melawan ancaman
keamanan maritim.

Fokus pertahanan dan keamanan Thailand saat ini adalah memelihara keamanan
internalnya karena meningkatnya aktivtas terorisme, demonstrasi massal dan instabilitas
internal. Selain masalah internal, ketegangan masalah perbatasan antara Malaysia,
Kamboja dan Myanmar juga menjadi perhatian negara ini. Pada akhir tahun 2010, Thai
Armed Forces meningkatkan patroli sepanjang perbatasan Thailand-Myanmar untuk
mencegah serangan oleh pemberontak minoritas etnis Myanmar. Di lain pihak, keamanan
Laut Andaman juga diperketat. Imigran ilegal, narkoba dan pengungsi yang melintasi
5 www.asiandefense.com

perbatasan adalah isu-isu khusus yang menjadi perhatian Thailand. Thailand dan
Kamboja juga bermasalah dengan perbatasan maritim di Teluk Thailnd yang dipercaya
mengandung sumberdaya gas dan mineral.

4. Malaysia. Berbatasan langsung dengan Thailand, Brunei, Indonesia, Singapore dan
Filipina, di darat maupun di laut tentu saja membutuhkan pengawasan dan perlindungan
dari segala macam ancaman di perbatasan. Ditambah dengan masih ada yang belum
terselesaikan konflik perbatasan yang belum terselesaikan sampai sekarang. Hal ini
merupakan tantangan keamanan tersendiri bagi Malaysia. MAF (Malaysian Air Force)
harus dapat berpatroli sepanjang garis pantai dan mempertahankan kedaulatannya di
perbatasan. Perbatasan sangat rentan terhadap perompakan, penyelundupan, illegal
immigrants dari Selatan Filipina. Selain itu konflik Laut China Selatan dan pembangunan
kekuatan negara-negara pengklaim juga menjadi alasan negara ini membangun
kekuatannya.

5. Vietnam. Sejak tahun 2003, Vietnam telah meningkatkan pembelanjaan militernya 82
persen. Prioritas utama Vietnam fokus pada integritas teritorialnya, konflik perbatasan di
Laut China Selatan dan semakin meningkatnya akses minyak dan gas di kawasan ini.
Vietnam memiliki masalah perbatasan juga dengan Kamboja dan Los, sementara
sengketa antara Vietnam dan Kamboja terhadap pulau lepas pantai juga belum
terselesaikan. Vietnam juga menjadi negara pengklaim di sebagaian wilayah Laut China
Selatan (Spratly Islands).

6. Filipina. Dibandingkan dengan negara-negara tetangganya, Filipina termasuk kecil dalam
hal luas wilayah dan populasinya. Namun negara ini memiliki 7,100 pula dan merupakan
negara ketiga dengan garis pantai terpanjang. Filipina memiliki sejumlah masalah
perbatasan, termasuk Laut China Selatan. Filipina mengklaim Scarborough Reef di Laut
China Selatan yang juga diklaim oleh China dan Taiwan. Selain itu, Filipina juga

mengklaim Spratly Islands. Klaim tumpang tindih ini menyebabkan terjadi beberapa
ketegangan antara Filipina-China-Taiwan di daerah ini.

Pada tahun 2011, pemerintah China menambah anggaran pertahanannya sebanyak
$2.4 milyar (Rp 23,82 trilyun) dan akan menambah $970 juta untuk pembelian pada lima
tahun mendatang.6

2.4 Dimensi Sosial Budaya dalam Kawasan Asia Tenggara
Berdasarkan Declaration of ASEAN Concord, dalam bidang sosial dikembangkan kerja sama
sebagai berikut:
1.

Kerja sama dalam bidang pembangunan sosial dengan menekankan pada kesejahteraan bagi
masyarakat berpenghasilan rendah dan masyarakat pedesaan, melalui perluasan kesempatan
kerja produktif dengan imbalan yang wajar.

2.

Bantuan bagi ikut sertanya secara aktif dalam semua sektor dan lapisan masyarakat ASEAN,
terutama bagi kaum perempuan dan pemuda dalam usaha pembangunan.

3.

Intensifikasi dan perluasan kerja sama dalam rangka menanggulangi masalah perkembangan
penduduk, menyusun teori strategi baru dalam rangka bekerja sama dengan berbagai badan
internasional yang bersangkutan.

4.

Intensifikasi kerja sama antar-negara anggota ASEAN ataupun badan Internasional terkait
lainnya dalam rangka pencegahan dan pemberantasan penyalahgunaan narkotika dan pengedaran
obat bius yang ilegal.
Dalam bidang kebudayaan dan penerangan, ASEAN membangun kerja sama sebagai berikut:

1.

Memperkenalkan ASEAN melalui sekolah-sekolah dan lembaga pendidikan lainnya.

2.

Memberi bantuan kepada para cendekiawan, penulis, artis dan wakil media massa ASEAN
yang memungkinkan mereka untuk memainkan peranan yang lebih aktif dalam memupuk rasa
kepribadian dan persahabatan regional.

3.

Menyebarluaskan pengkajian masalah-masalah Asia Tenggara melalui kerja sama yang lebih
erat dengan lembaga-lembaga nasional.
6 Military Balance in Southeast Asia. Research Paper. 2011. House of Commons.

Dalam ASEAN terdapat tiga pilar utama, yaitu: Keamanan ASEAN (ASEAN Security
Community-ASC), Komunitas Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community-AEC), dan
Komunitas Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community-ASCC). Tiga pilar ini
akan menjadi pendukung Komunitas ASEAN dalam paradigma baru yang akan menggerakkkan
kerjasama ASEAN ke arah sebuah komunitas dan identitas baru yang lebih mengikat. Dalam
dimensi sosial dan budaya, ASEAN mempunyai satu pilar, yaitu: Komunitas Sosial-Budaya
ASEAN. Negara-negara ASEAN perlu meningkatkan kerja sama untuk memperkuat daya saing
kawasan dengan cara meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kualitas lingkungan
hidup. ASEAN membuka akses yang seluas-luasnya bagi seluruh penduduk di negara-negara
anggotanya dengan memperhatikan kesetaraan gender di berbagai bidang, misalnya di bidang
pendidikan, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kesehatan, serta lingkungan hidup.
Selain itu untuk dapat melaksanakan kerja sama yang baik di sektor pemerintahan, ASEAN terus
berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik melalui peningkatan kapabilitas pegawai
negeri dan good governance serta peningkatan keterlibatan masyarakat madani (civil society)
dalam pengambilan keputusan.
Guna mewujudkan semua itu, warga ASEAN harus menciptakan “rasa ke-kekita-an (we
feeling)” terhadap ASEAN. Di samping itu, warga ASEAN perlu menumbuhkan rasa saling
menghormati dan kesetiakawanan sosial yang tinggi sehingga warga ASEAN akan berkembang
menjadi sebuah masyarakat yang saling peduli dan berbagi (a caring and sharing community).
Dengan demikian, masyarakat ASEAN dapat lebih mengenali keragaman budaya Negara
anggota, saling menghargai identitas nasional masing-masing, dan mewariskan sebuah kawasan
Asia Tenggara yang aman, damai, dan makmur kepada generasi penerus.
Sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan terbentuknya Masyarakat Sosial Budaya, telah
disusun Cetak Biru Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASCC Blueprint) sebagai pedoman
(guidelines) bagi negara anggota ASEAN dalam melaksanakan langkah aksi menuju
terbentuknya Masyarakat ASEAN tahun 2015.
Cetak biru Masyarakat Sosial Budaya ASEAN diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam
memperkuat integrasi ASEAN yang berpusat pada masyarakat (people-centred) serta
memperkokoh kesadaran, kesetiakawanan, kemitraan, dan rasa “ke-kita-an” (We Feeling)
terhadap ASEAN. Cetak Biru tersebut memuat enam elemen utama (Core Element) dan 339
Rencana Aksi (Action-lines). Berikut ini adalah berapa perkembangan penting terkait kerja sama

di Pilar Sosial Budaya. Beberapa perkembangan dari kerja sama bidang di Pilar Sosial Budaya
sebagai berikut:
2.5.1

Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community-ASCC)

Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASEAN Socio-Cultural Community/ASCC) merupakan
bagian dari tiga pilar penting yang saling terkait dan saling melengkapi dalam rangka
pembentukan Masyarakat ASEAN tahun 2015. Masyarakat Sosial Budaya ASEAN bersifat
terbuka dan dinamis berdasarkan pendekatan yang berfokus pada masyarakat (people-centered
approach). Masyarakat Sosial Budaya ASEAN mencakup kerja sama yang luas dan multisektor.
Sebagai satu masyarakat sosial budaya, masyarakat ASEAN akan bersama-sama mengatasi
berbagai tantangan di bidang kependudukan, kemiskinan, ketenagakerjaan, dan kesejahteraan
masyarakat.
Berdasarkan Bali Concord II, Masyarakat Sosial Budaya ASEAN (ASCC), memilki karakteristik
sebagai berikut :
ASCC, selaras dengan tujuan yang ingin dicapai dalam ASEAN vision 2020



mempertimbankan Asia Tenggara yang bersatu dalam sustu ikatan sebagai “a community of
caring societies”.
Sesuai dengan pogram aksi Deklarasi ASEAN Concord, sebuah komunitas akan



mempercepat kerjasama dalam pembangunan social yang ditujukan guna meningkatkan
standar kehidupan kelompok yang dirugikan dan penduduk pedesaan, dan akan mencari
keterlibatan aktif semua sector masyarakat, khususnya kaum wanita, pemuda dan komunitas
local.


ASEAN harus menjamin bahwa tenaga kerjanya akan disiapkan untuk, dan memperoleh
keuntungan dari integrasi ekonomi dengan menanamkan sumber daya lebih banyak untuk
pendidikan dasar dan lanjut, latihan, pembangunan iptek, penciptaan kesempatan kerja serta
perlindungan social.



ASEAN akan lebih mengintensifkan kerjasama dalam bidang kesehatan umum, termasuk
pencegahan dan pengendalian penyakit infeksi seperti halnya HIV/AIDS dan SARS, dukungan
atas aksi bersama regional guna meningkatkan akses terhadap obat-obatan yang terjangkau.



Komunitas akan memeliharabakat serta meningkatkan interaksi diantara, penulis, artis
dan praktisi media ASEAN guna membantu perlindungan atas aneka peninggalan budaya
ASEAN, serta mempererat identitas regional sekaligus menimbulkan kesadaran masyarakat
ASEAN.



komunitas akan mengitensifkan pada kerjasama terhadap permasalahan yang berkaitan
dengan pertumbuhan populasi, pengangguran, penurunan lingkungan hidup serta populasi
lintas perbatasn sebagaiman manajemen bencana disuatu wilayah yang memungkinkan
masing-masing negara anggota memyadari potensi pembangunannya serta meningkatkan
semangat bersama ASEAN.
Pada KTT ASEAN di Vientiane tahun 2004 bersama dengan rencana aksinya, para pimpinan
ASEAN sepakat bahwa Masyarakat Sosial-Budaya ASEAN akan mencakup empat wilayah
utama, yaitu :

1.

pembentukan “a community of caring societies”

2.

pengelolaan dampak social dari integrasi ekonomi

3.

peningkatan pelestarian lingkungan

4.

peningkatan identitas ASEAN
Selain itu ada juga perkembangan dari kerja sama bidang di Pilar Sosial Budaya sebagai berikut:

 Pemajuan dan Perlindungan Perempuan













Kepemudaan
Pegawai Negeri
Olahraga
Pengendalian Penyebarluasan Penyalahgunaan Narkoba
Pendidikan
Kerja Sama Kebudayaan dan Penerangan ASEAN
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Lingkungan Hidup
Penanggulangan Bencana Alam
Kerja Sama Ketenagakerjaan
Kesehatan
Pembangunan Pedesaan dan Penanggulangan Kemiskinan

 Pembangunan dan Kesejahteraan Sosial

MAKALAH SEJARAH REGIONALISME DI KAWASAN ASIA TENGGARA
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Regionalisme
Dosen Pengampu:
Yustika Citra Mahendra, SIP, MA.

Disusun Oleh :
Fauzan Azhima

155120407121003

Anggy Purnomo.

155120407121020

Naurah Syofyan

155120407121029

M. Sultan Rifaldi

155120407121036

Pitra Kinasih

155120407121042

PROGRAM STUDI ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2016

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah untuk memenuhi tugas Regionalisme dengan
baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya.
Dan juga kami sadar makalah ini tidak akan selesai dengan sempurna tanpa kontribusi
dari berbagai pihak yang telah membantu kami. Untuk itu, kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1.Bapak Yustika Citra Mahendra, SIP, MA selaku dosen pembimbing mata kuliah Pengantar
Globalisasi
2.Teman dan sahabat yang membantu kami menyelesaikan makalah ini
Terlepas dari ketidaksempurnaan makalah ini, kami selaku penyusun sangat berharap
makalah ini dapat membantu menambah wawasan serta pengetahuan pembaca sekalian tentang
Sejarah Regionalisme di Kawasan Asia Tenggara ini. Kami juga mengharapkan kritik dan saran
yang membangun guna menyempurnakan makalah ini dan di penulisan-penulisan selanjutnya.

Malang, 5 Desember 2016

Penyusun