Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tanaman
Sirsak (Annona muricata L.) merupakan salah satu jenis tanaman buah
berasal dari Amerika Selatan yang beriklim tropis, kemudian menyebar luas ke
daratan Asia Selatan dan Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Pada awalnya sirsak
merupakan tanaman liar dan setelah di budidayakan umumnya merupakan tanamn
pekarangan. Tanaman sirsak akan tumbuh dengan sangat baik pada keadaan iklim
bersuhu 22-280C, dengan kelembapan relative 60-80% dan curah hujan berkisar
antara 1500-2500 mm per tahun (Ersi, 2011).
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Dalam

sistematika

tumbuh-tumbuhan,

tanaman

sirsak


dapat

diklasifikasikan sebagai berikut (Putri, 2012).
Kingdom

: Plantae (Tumbuhan)

Sub Kingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi

: Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas

: Magnoliopsida (berkeping dua/ dikotil)

Sub Kelas


: Magnoliidae

Ordo

: Magnoliales

Famili

: Annonaceae

Genus

: Annona

Spesies

: Annona muricata L.

5
Universitas Sumatera Utara


2.1.2 Nama daerah
Tanaman sirsak memiliki nama daerah seperti nangka Sabrang, nangka
landa (Jawa); nangka walanda, sirsak (Sunda); nangka buris (Madura); srikaya
jawa (Bali); deureuyan belanda (Aceh); durio ulondro (Nias); durian batawi
(Minangkabau); jambu landa (Lampung); langelo walanda (Ternate); naka
(Flores); ai ata malai (Timor) (Trubus, 2015).
2.1.3 Morfologi
Sirsak merupakan tanaman dengan tinggi pohon sekitar 5-6 meter. Batang
coklat berkayu, bulat, bercabang. Mempunyai daun berbentuk telur atau lanset,
ujung runcing, tepi rata, pangkal meruncing, pertulangan menyirip, panjang
tangkai 5 mm, hijau kekuningan. Bunga terletak pada batang atau ranting, daun
kelopak kecil, kuning keputih-putihan, benang sari banyak berambut. Buahnya
bukanlah buah sejati, yang dinamakan ”buah” sebenarnya adalah kumpulan buahbuah (buah agregat) dengan biji tunggal yang saling berhimpitan dan kehilangan
batas antar buah. Daging buah sirsak berwarna putih dan berbiji hitam. Akar
pohon sirsak berwarna coklat muda, bulat dengan perakaran tunggang. Di
Indonesia, sirsak tumbuh dengan baik pada daerah yang mempuyai ketinggian
kurang dari 1000 meter di atas permukaan laut (Meiyanto, dkk., 2006).
2.1.4 Kandungan kimia
Senyawa bioaktif seperti tanin, flavonoid, polifenol, Annonaceuous

acetogenius, dan saponin banyak terdapat pada daun sirsak. Senyawa-senyawa
tersebut terutama Annonaceuous acetogenius memiliki kemampuan sitostatik
yang dapat menghambat dan menghentikan pertumbuhan sel kanker (Rachmani,
2012). Beberapa senyawa aktif dalam daun sirsak Annona muricata yang masuk
kelompok acetogenins diantaranya adalah muricatocins A, muricatocins B,
6
Universitas Sumatera Utara

annonacins

A,

trans-isoannonacin,

annonacin-10-one,

dan

muricatocin


(Matsushige, dkk., 2012). Senyawa yang terdapat dalam daun sirsak merupakan
senyawa yang tidak tahan panas dan pada suhu >60OC dapat mengalami
perubahan struktur (Haijun, dkk., 2010).
Studi pustaka menunjukkan bahwa daun Anonna muricata (sirsak)
memiliki aktivitas antioksidan lebih kuat dibandingkan dengan A. squamosa dan
A. reticulata. (Baskar, dkk., 2007). Daun sirsak juga memiliki efek pada jaringan
pankreas dengan cara meningkatkan lipid peroksidase dan secara tak langsung
meningkatkan produksi antioksidan endogen (Adewole, dkk., 2006). Telah
ditemukan beberapa acetogenin yang bersifat sitotoksik dari biji sirsak (Liaw dan
Chang, 2002).
2.1.5 Manfaat
Dewasa saat ini banyak penelitian pengembangan tentang daun sirsak,
daun sirsak memiliki banyak manfaat dan telah diaplikasikan sebagai obat
tradisional, suplemen herbal, dan olahan pangan seperti jellydrink dan teh.
Manfaat yang dapat diambil dari daun sirsak yaitu memiliki efek sedatif,
antispasmodic, hipotensif, antioksidan, dan antitumor (Ahalya dan Priyabandhavi,
2013). Selain itu daun sirsak dimanfaatkan sebagai obat batuk, mengatasi luka
borok, bisul, kejang, jerawat, kutu rambut dan hepatoprotektor (Padma, dkk.,
1999).
2.2 Kulit

Kulit sebagai lapisan pembungkus tubuh senantiasa mengalami pengaruh
lingkungan luar, baik berupa sinar matahari, iklim maupun faktor-faktor kimiawi
dan mekanisme kulit tidak saja harus menghilangkan pengaruh panas matahari,

7
Universitas Sumatera Utara

tetapi juga harus dapat mengatasi pengaruh sinar matahari, bahwa sinar ultraviolet
pada kulit menyebabkan penebalan lapisan tanduk (Rostamailis, 2005).
2.2.1

Anatomi kulit
Menurut Prianto (2014), secara mikroskopik kulit terdiri dari tiga lapisan

yaitu epidermis, dermis dan subkutis.
2.2.1.1 Lapisan epidermis
Lapisan epidermis adalah lapisan terluar kulit. Sel-sel kulit di bagian
teratas epidermis umumnya lebih gepeng dan kandungan airnya semakin ke atas
semakin kecil, yang pada akhirnya menyebabkan vitalitas sel kulit tersebut
menjadi sangat rendah kemudian mati. Inilah yang sering kita lihat sebagai

pengelupasan kulit mati. Normalnya, proses pembentukan hingga pengelupasan
kulit ini berlangsung kira-kira sepanjang 28 hari. Selain sel-sel keratinosit, kita
temui pula sel langerhans yang berfungsi dalam pembentukan sel melanosit yang
berperan dalam memproduksi pigmen yang memberi warna dari kulit pada lapisan
epidermis ini. Keaktifan dari sel melanosit inilah yang menentukan perbedaan
warna kulit dari individu yang berbeda ras dan didapatkan secara bawaan dari
riwayat genetik keluarga. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keaktifan
dari sel melanosit ini adalah paparan sinar matahari (Prianto, 2014).
2.2.1.2 Lapisan dermis
Merupakan lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal dari pada
epidermis dan terdiri dari serabut-serabut kolagen, elastin, dan retikulin yang
tertanam dalam suatu substansi dasar. Matriks kulit mengandung pembuluhpembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis
(Price dan Wilson, 2005). Dermis dan epidermis ini saling mengikat melalui
penonjolan epidermis kebawah dan penonjolan dermis ke atas.
8
Universitas Sumatera Utara

Dermis merupakan jaringan penyangga berserat dengan ketebalan rata-rata
3-5 mm. Dermis terdiri dari bahan dasar serabut kolagen dan elastin. Serabut
kolagen dapat mencapai 72% dari keseluruhan berat kulit manusia tanpa lemak

(Tranggono dan Latifah, 2007).
a.

Kolagen merupakan komponen serat utama dari kulit yang memberikan
ketahanan dan daya lentur pada kulit (Bauman dan Saghari, 2009).
Kolagen merupakan protein fibrous, 70-80% dari berat dermis kering, dan
merupakan komponen terpenting dari dermis. Kolagen disintesa dalam
bentuk prekursor yaitu prokolagen. Kolagen dihancurkan oleh metal
proteinase, sintesisnya dirangsang oleh asam retinoat dan dihambat oleh
radiasi ultraviolet (Jain, 2012).

b.

Elastin merupakan komponen yang membentuk serat elastis, sehingga
bagian dermis dapat meregang dengan mudah ketika diberi tekanan dan
dapat kembali kebentuk awal ketika tekanan dihilangkan (Washington,
dkk., 2003). Radiasi UV pada dermis akan menyebabkan terjadinya dermal
elastosis, yaitu serabut elastin kulit menjadi kasar, menebal dan kaku (Jain,
2012).


2.2.1.3 Lapisan sub-kutis
Lapisan sub-kutis terletak dibawah dermis dan mengandung sel-sel lemak.
Lapisan lemak ini melindungi bagian dalam organ dari trauma mekanik dan juga
sebagai pelindung tubuh terhadap udara dingin. Besarnya bagian lemak sangat
bergantung kepada faktor keturunan, gaya hidup, diet, dan aktivitas sehari-hari
(Prianto, 2014).

9
Universitas Sumatera Utara

2.2.2 Fungsi Kulit
Kulit mempunyai berbagai fungsi yaitu sebagai berikut:
1. Fungsi Proteksi
Kulit melindungi bagian dalam tubuh manusia terhadap gangguan fisik
maupun mekanik, misalnya tekanan, gesekan, tarikan, gangguan kimiawi,
seperti zat-zat iritan (lisol, karbol, asam atau basa kuat lainnya), gangguan
panas atau dingin, gangguan sinar radiasi atau ultraviolet, gangguan kuman,
jamur, bakteri atau virus (Wasitaatmadja, 1997).
2. Fungsi Absorpsi
Kemampuan permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air

memungkinkan kulit ikut mengambil fungsi respirasi. Kemampuan
absorbsinya bergantung pada ketebalan kulit, hidrasi, kelembaban,
metabolisme, dan jenis vehikulum. Penyerapan dapat melalui celah antar sel,
menembus sel epidermis, melalui muara saluran kelenjar (Djuanda, 2007).
3. Fungsi Pengindra (Sensori)
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Badan ruffini yang terletak di dermis, menerima rangsangan dingin dan
rangsangan panas diperankan oleh badan krause. Badan taktil meissner
yang terletak di papil dermis menerima ransang rabaan, demikian pula
badan Merkel-renvier yang terletak di epidermis (Wasitaatmadja, 1997).
4. Fungsi Pengaturan Suhu Tubuh (Thermoregulasi)
Di

waktu

suhu

dingin

peredaran


di

kulit

berkurang

guna

mempertahankan suhu badan. Pada waktu suhu panas, peredaran darah di
kulit meningkat dan terjadi penguapan keringat dari kelenjar keringat,
sehingga suhu tubuh dapat dijaga tidak terlalu panas (Harahap, 2000).
10
Universitas Sumatera Utara

5. Pengeluaran (Ekskresi)
Kelenjar-kelenjar pada kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna
sisa metabolisme dalam tubuh misalnya NaCl, urea, asam urat, amonia dan
sedikit lemak. Sebum yang diproduksi melindungi kulit dan menahan
penguapan yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering (Mitsui,
1997).
6. Fungsi Pembentukan Pigmen (Melanogenesis)
Jumlah melanosit serta jumlah dan besarnya melanin yang terbentuk
menentukan warna kulit. Melanin dibuat dari sejenis protein, tirosin, dengan
bantuan enzim tirosinase, ion Cu dan oksigen oleh sel melanosit di dalam
melanosom. Pajanan sinar matahari dapat mempengaruhi produksi melanin
(Djuanda, 2007).
7. Fungsi Keratinisasi
Keratinisasi dimulai dari dari sel basal yang kuboid, bermitosis ke atas
berubah bentuk lebih poligonal yaitu sel spinosum, terangkat ke atas
menjadi lebih gepeng, dan bergranula menjadi sel granulosum. Kemudian
sel tersebut terangkat ke atas lebih gepeng dan granula serta intinya hilang
menjadi sel spinosum dan akhirnya sampai dipermukaan kulit menjadi sel
yang mati, protoplasmanya mengering menjadi keras, gepeng, tanpa inti
yang disebut sel tanduk. Sel tanduk ini akan secara kontinu lepas dari
permukaan kulit dan diganti oleh sel yang terletak dibawahnya
(Wasitaatmadja, 1997).

8. Sintesis vitamin D

11
Universitas Sumatera Utara

Kulit dapat membentuk Vitamin D dari bahan baku 7-dehidroksi
kolesterol dengan bantuan sinar matahari. Namun produksi ini masih lebih
rendah dari kebutuhan tubuh sehingga diperlukan tambahan vitamin D dari
luar melalui makanan (Prianto, 2012).

2.3 Sinar Matahari dan Bahayanya Terhadap Kulit
Sinar matahari yang sampai di permukaan bumi merupakan cahaya nampak,
infra merah dan ultraviolet (UV). Paparan sinar matahari pada kulit dapat
menyebabkan timbulnya pembentukan spesies oksigen reaktif (SOR) seperti anion
superoksida, molekul oksigen singlet dan radikal hidroksil. Menurut Cockell dan
Knowland (1999), radiasi ultraviolet dapat merusak struktur DNA, molekul
seluler, protein esensial, asam amino dan membran lipida sehingga meningkatnya
produksi radikal bebas pada kulit.
Lipida dapat bereaksi dengan radikal bebas sehingga menimbulkan lipid
peroksida yang diinduksi oleh cahaya ultraviolet dan bisa mempercepat penyakit
degeneratif pada kulit. Lipida peroksida ini mampu menghasilkan reaksi radikal
bebas berantai dan selanjutnya menimbulkan kerusakan pada membran selular
kulit. Kerusakan kulit akibat degeneratif kulit seperti flek hitam, pengerutan dan
penyakit kanker kulit merupakan permasalahan kesehatan kulit yang dominan
karena reaksi-reaksi yang ditimbulkannya berpengaruh buruk terhadap kulit
manusia, seperti eritema, pigmentasi, fotosensitivitas dan penuaan dini
(Svobodova, dkk., 2003).
Berdasarkan panjang gelombang dan efek fisiologi sinar UV dibedakan
menjadi tiga yaitu: UV-A (320 - 400nm) yang menimbulkan pigmentasi sehingga
menyebabkan kulit berwarna coklat kemerahan tanpa menimbulkan inflamasi

12
Universitas Sumatera Utara

sebelumnya; UV-B (290 - 320nm) yang mengakibatkan sunburn maupun reaksi
iritasi, serta kanker kulit apabila terlalu lama terpapar dan UV-C (200 - 290nm)
yang tertahan pada lapisan atmosfer sehingga tidak dapat masuk ke bumi karena
adanya lapisan ozon, efek penyinaran paling kuat karena memiliki energi radiasi
paling tinggi diantara ketiganya, yaitu dapat menyebabkan kanker kulit dengan
penyinaran yang tidak lama (Taufikkurohmah, 2005; Windono, dkk., 1997).
Setiap tahun sekitar satu juta orang didiagnosa dengan kanker kulit dan
sekitar 10.000 meninggal dari bahaya melanoma. Kebanyakan kanker kulit terjadi
pada area badan yang paling sering terpapar sinar matahari seperti pada wajah,
leher, kepala dan bagian belakang tangan (SAX, 2000).
UV-B merupakan sinar ultraviolet yang efektif menembus bumi dan
mengakibatkan kerusakan pada kulit manusia. Kerusakan yang terjadi oleh karena
radiasi UV-B adalah lebih pada kerusakan DNA sel yang merupakan kromofornya.
Gejala kerusakan yang terjadi akibat penyerapan UV-B ke epidermis berupa
eritema. Panjang gelombang dari ultraviolet yang paling efektif menyebabkan
eritema yaitu 250-290 nm dan semakin berkurang efek eritemanya seiring dengan
bertambahnya panjang gelombang (Gilchrest dan Krutmann, 2004). Aktivitas
spektrum terhadap respon biologi terlihat pada Gambar 2.1.
Pengaruh Radiasi UV terhadap kesehatan tergantung pada jumlah dan
jenis radiasi yang mengenai tubuh. Faktor yang mempengaruhi radiasi UV pada
kesehatan manusia adalah: Jumlah ozon di atmosfer yang tersedia untuk menyerap
radiasi UV, khususnya UV-B (Lucas, dkk., 2006). Selain faktor lapisan ozon
faktor lain yang mempengaruhi jumlah radiasi UV yang mencapai bumi adalah
waktu, musim, garis lintang dan ketinggian (Wang, dkk., 2010).

13
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.1. Aktivitas spektrum terhadap respon biologi (www.temis.nl).
Efek akut sinar UV terhadap kulit meliputi Sunburn yang merupakan
reaksi inflamasi pada kulit berkaitan dengan kemerahan yang timbul setelah
paparan yang berlebihan dari sinar UV (Rigel, dkk., 2004). Efek lainnya yaitu
terjadinya pigmentasi kulit berupa reaksi kecoklatan (tanning) dan pembentukan
melanin baru. Stimulus utama bagi pembentukan melanin adalah radiasi
ultraviolet. Melanin melindungi inti sel pada epidermis terhadap pengaruh buruk
radiasi UV. Warna kecoklatan karena kulit terkena sinar matahari merupakan
suatu mekanisme perlindungan yang alami (Brown dan Burns, 2005).

2.4 Tabir Surya
Tabir surya adalah suatu bahan yang formulanya mengandung senyawa
kimia aktif yang dapat menyerap, menghamburkan, atau memantulkan sinar surya
yang mengenai kulit, sehingga dapat digunakan untuk melindungi fungsi dan
struktur kulit manusia dari kerusakan akibat sinar surya (Wasitaatmadja, 1977).
Secara umum sinar matahari sangat bermanfaat bagi kehidupan makhluk
hidup. Manfaat sinar matahari antara lain sebagai sumber cahaya dan energi, juga
digunakan untuk membantu fotosintesis tumbuhan berklorofil. Bagi manusia sinar
matahari digunakan sebagai sumber vitamin D, juga untuk tujuan terapi. Namun
salah satu akibat pemaparan sinar matahari yang terus-menerus dalam jangka

14
Universitas Sumatera Utara

waktu yang lama adalah terjadinya perubahan pada bentuk kulit yang disebut
dengan dermatoheliosis, yaitu kulit menjadi barwarna pucat kekuningan, keriput,
disertai dengan timbulnya bercak-bercak hitam yang tidak merata pada permukaan
kulit yang terkena paparan sinar tersebut (Wilkinson, dkk., 1982).
Berbagai cara dapat dilakukan untuk melindungi manusia dari sinar
ultraviolet (UV). Namun perlindungan tersebut kadang-kadang tidak memadai
karena alat pelindung masih dapat ditembus sinar tersebut. Selain itu, sinar UV
dapat dipantulkan oleh berbagai benda di permukaan bumi, sehingga
kemungkinan besar pantulannya akan mencapai tubuh kita. Pengaruh sinar UV
pada wajah akan merusak sel-sel kulit sehingga akan menimbulkan kerutan,
warna dan tekstur kulit yang tidak sama, kulit rusak dan rentan terhadap penyakit,
sehingga sangat dibutuhkan kosmetika yang dapat menyaring sinar matahari
(sunscreen) atau bahkan yang dapat menahan seluruh sinar matahari (sunblock)
untuk mengurangi efek buruk sinar matahari tersebut (De Fretes, dkk., 2011).
Ada 2 macam tabir surya, yaitu:
1. Tabir surya kimia; misalnya PABA, PABA ester, benzofenon, salisilat dan
antranilat, yang dapat mengabsorpsi energi radiasi. Tabir surya kimia
mengabsorpsi hampir 95% radiasi sinar UV-B yang dapat menyebabkan
sunburn (eritema dan kerut) namun hampir tidak dapat menghalangi UVA penyebab direct tanning, kerusakan sel elastin, actinic skin damage, dan
timbulnya kanker kulit.
2. Tabir surya fisik; misalnya titanium dioksida, Mg Silikat, seng oksida, red
petrolatum dan kaolin, yang dapat memantulkan sinar. Tabir surya fisik
dapat menahan UV-A maupun UV-B (Wasitaatmadja, 1997).
Mekanisme kerja sunscreen dapat dilihat pada Gambar 2.2.
15
Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.2 Mekanisme kerja sunscreen (www.futurederm.com).

2.5

SPF (Sun Protection Factor)
Efektivitas tabir surya dinyatakan dalam SPF (Sun Protection Factor)

yang merupakan rasio energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai minimal
erythema dose (MED) pada kulit yang dilindungi oleh tabir surya, Dibagi dengan
jumlah energi UV yang dibutuhkan untuk mencapai MED pada kulit tanpa
perlindungan. Minimal Erythema Dose (MED) didefenisikan sebagai dosis radiasi
sinar UV yang dibutuhkan untuk menyebabkan terjadinya eritema (Elmarzugi,
dkk., 2013).
Pengukuran nilai SPF suatu sediaan tabir surya dapat dilakukan secara in
vitro. Metode pengukuran nilai SPF secara in vitro terbagi atas dua tipe. Tipe
pertama adalah dengan cara mengukur serapan atau transmisi radiasi UV melalui
lapisan produk tabir surya pada plat kuarsa atau biomembran (Gordon, 1993). Dan
tipe yang kedua adalah dengan menentukan karakteristik serapan tabir surya
menggunakan analisis secara spektrofotometri larutan hasil pengenceran dari tabir
surya yang diuji (Mansur, dkk., 1986).

16
Universitas Sumatera Utara

Mansur, dkk (1986) mengembangkan suatu persamaan matematis untuk
mengukur nilai SPF secara in vitro dengan menggunakan spektrofotometer.
Persamaannya adalah sebagai berikut:
SPFspectrophotometric = CF x ∑���
��� �� (λ)� � ( λ)� ��� (λ)

Keterangan :
CF
= Faktor Koreksi (10)
EE
= Spektrum Efek Erytemal
I
= Spektrum Intensitas dari Matahari
Abs
= Absorban dari sampel

Nilai EE x I adalah suatu konstanta. Nilainya dari panjang gelombang 290320 nm dan setiap selisis 5 nm telah ditentukan oleh Sayre, dkk. (1979).
Nilai SPF berkisar antara antara 0-100, Pathack dalam Wasitaatmadja
(1997) membagi tingkat kemampuan tabir surya sebagai berikut :
1. Minimal, bila SPF antara 2-4, contoh salisilat dan antranilat.
2. Sedang, bila SPF antara 4-6, contoh sinamat dan benzofenon.
3. Ekstra, bila SPF antara 6-8, contoh derivat PABA.
4. Maksimal, bila SPF antara 8-15, contoh PABA.
5. Ultra, bila SPF lebih dari 15, contoh kombinasi PABA, non PABA,
dan Fisik.
FDA merekomendasikan menggunakan sunscreen dengan nilai SPF
minimal 15 atau lebih untuk mendapatkan efek perlindungan terhadap sinar UV
yang lebih baik. Nilai SPF mengacu kepada kemampuan suatu produk tabir surya
untuk menyaring atau memblokir sinar matahari yang berbahaya. Misalnya, untuk
tabir surya dengan SPF 15 memiliki kemampuan menyerap 93% dari sinar
matahari. Tanpa penggunaan sunscreen dengan benar, kemampuan SPF akan jauh
lebih rendah dari label produk. Untuk mendapatkan aktivitas SPF optimum,

17
Universitas Sumatera Utara

pasien harus mengaplikasikan 1 ons sunscreen untuk menutupi seluruh
permukaan kulit yang terpapar matahari sekitar 30 menit sebelum terpapar.
Sunscreen harus diaplikasikan kembali setiap 2 jam sekali dalam jumlah yang
sama dengan penggunaan pertama kali, atau setiap selesai berenang atau
mengeluarkan keringat. Sebaiknya menggunakan sunscreen yang tahan air apabila
akan berenang atau berkeringat dan untuk anak-anak dibawah 6 bulan penggunaan
sunscreen terlebih dahulu ditanyakan pada dokter. Penggunaan sunscreen setiap 2
jam sekali atau lebih sering 5 kali lebih kecil menyebabkan Sunburn dibandingkan
penggunaan sunscreen setiap 2,5 jam atau lebih (Rigel., dkk., 2004).
Penggunaan tabir surya secara teratur dapat mencegah perkembangan
keratosis, karsinoma sel skuamosa, melanoma dan fotoaging karena paparan UV.
Manfaat ini hanya dapat terwujud dengan penggunaan tabir surya secara memadai,
selain menghindari paparan sinar matahari langsung. Namun kebanyakan
penggunaan tabir surya sering tidak cukup, sehingga mengurangi efektivitas tabir
surya. SPF yang diberikan oleh tabir surya tergantung kepada ketebalan. Jumlah
tabir surya yang tidak cukup untuk daerah yang terpapar sinar matahari
merupakan faktor yang dapat mengurangi efektivitas tabir surya. Ketebalan
penggunaan tabir surya yang disepakati secara internasional adalah 2 mg/cm2
(Reiche dan Sinclair, 2015).

2.6 Avobenson
Avobenson

atau

dikenal

dengan

nama

lain

yaitu

Butil

Metoksidibenzoillmetan disetujui untuk digunakan oleh Food and Drug
Administration (FDA) pada tahun 2011, merupakan serbuk putih yang larut dalam
minyakyang menunjukkan absorbansi yang baik pada UV A (panjang gelombang

18
Universitas Sumatera Utara

maksimum 358) (Rieger, 2000). Rumus bangun avobenson dapat dilihat pada
Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Rumus bangun Avobenson (www.sigmaaldrich.com).
2.7 Oktil Metoksisinamat
Oktil metoksisinamat adalah bahan yang paling banyak digunakan dalam
sediaan tabir surya. Oktil metoksisinamat tergolong dalam tabir surya kimia yang
melindungi kulit dengan cara menyerap energi dari radiasi UV dan mengubahnya
menjadi energi panas. Oktil metoksisinamat termasuk senyawa golongan sinamat
yang menyerap sinar pada panjang gelombang 290-320 nm pada daerah UV B.
Saat terekspos ke cahaya, oktil metoksisinamat berubah menjadi bentuk yang
memiliki kemampuan absorbsi yang lebih rendah (dari bentuk trans- menjadi
bentuk cis-) sehingga menurunkan efektivitasnya (Barel, dkk., 2009). Rumus
bangun oktil metoksisinamat dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 Rumus bangun oktil metoksisinamat (www.sigmaaldrich.com).

19
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat

2 25 87

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

0 0 15

Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat

0 0 16

Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat

0 0 2

Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat

1 3 4

Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat

0 2 5

Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol Daun Sirsak (Annona muricata L.) Terhadap Nilai SPF Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson dan Oktil Metoksisinamat

0 0 23

Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Oktil Metoksisinamat Dan Avobenson

1 1 47

Pengaruh Penambahan Ekstrak Daun Pepaya (Carica Papaya L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Oktil Metoksisinamat Dan Avobenson

0 0 14