Uji Daya Terima dan Kandungan Gizi Rempeyek Kacang Hijau yang Dimodifikasi Dengan Tepung Belalang Kayu (Melanoplus Cinereus)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Kekurangan protein merupakan salah satu masalah gizi utama di

Indonesia. Oleh karena itu peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan, salah
satunya melalui penganekaragaman pangan berprotein tinggi. Salah satu cara yang
dapat ditempuh adalah dengan memanfaatkan belalang sebagai salah satu
makanan alternatif yang mampu memberikan sumbangan nilai gizi (protein) yang
besar (Kusmaryani, 2005).
Belalang memiliki banyak spesies, saat ini terdapat lebih dari 20.000
spesies belalang. Belalang yang paling sering dijumpai antara lain belalang kayu,
belalang sentadu atau belalang sembah, belalang hijau, belalang batu dan belalang
daun. Diantara jenis-jenis belalang tersebut, yang paling sering dikonsumsi
masyarakat adalah belalang kayu (Rifai, 2014).
Belalang kayu adalah serangga herbivora berwarna coklat yang termasuk
ordo Orthoptera. Belalang kayu banyak ditemui pada pohon turi, ketela, jati, dan
lain sebagainya. Belalang termasuk serangga yang bagi masyarakat lebih sering

dicap sebagai hama yang merusak tanaman, selama ini belalang kayu hanya
dimanfaatkan sebagian kecil masyarakat padahal kandungan proteinnya sangat
tinggi (Chasanah dkk., 2013).
Seratus gram bagian belalang mentah yang dapat dimakan mengandung
protein 26,8%, lemak 3,8%, karbohidrat 5,5%, serat 2,4%, air 62,7%, dan energi
170 kkal. Seratus gram bagian belalang kering yang dapat dimakan mengandung

1
Universitas Sumatera Utara

2

protein 62,2%, lemak 10,4%, karbohidrat 15,8%, air 7%, dan energi 420 kkal
(Koswara, 2002). Pengolahan belalang di Zimbabwe, belalang direbus dalam air
mendidih, lalu dijemur sampai kering selama 1 – 2 hari. Jika akan diolah, sayap
dan kakinya dilepaskan, lalu direndam dalam air hingga air terserap, dimasak
dengan bawang merah, tomat dan hancuran kacang tanah berbumbu (Koswara,
2002).
Pemanfaatan belalang di Ethiopia yaitu belalang ditumbuk dan direbus
dengan susu, atau dikeringkan dan digiling menjadi tepung. Tepung belalang ini

dicampur dengan minyak sayur dan dipanggang menghasilkan makanan sejenis
cake. Di banyak negara Afrika, belalang segar disangrai, diberi garam dan
dikonsumsi sebagai snack (Koswara, 2002). Di Indonesia terutama di Kabupaten
Gunung Kidul, belalang yang sudah biasa dikonsumsi oleh masyarakat adalah
belalang kayu. Belalang dikonsumsi masyarakat selain karena mudah didapat atau
ada di setiap saat, beraroma khas, mengandung protein yang tinggi yaitu 62,2
persen tiap 100 gramnya, juga tidak menimbulkan efek yang beracun atau
berbahaya ( Koswara, 2002).
Kabupaten Mandailing Natal sering disebut sebagai lumbung padi
Sumatera Utara di bagian selatan, artinya Mandailing Natal dikategorikan sebagai
daerah agraris. Faktanya antara lain, bahwa di Mandailing Natal terhampar lahan
persawahan yang sangat luas meski belum seluruhnya bersifat teknis, sebab
sebagian besar masih merupakan sawah setengah teknis dan sawah tadah hujan.
Selain itu, terdapat lahan –lahan yang potensial di kelola menjadi lahan pertanian

Universitas Sumatera Utara

3

untuk tanaman hortikultura dan palawija disamping untuk tanaman perkebunan

(Lubis, 2014).
Luasnya lahan pertanian menyebabkan populasi belalang di Mandailing
Natal sangat besar terutama pada saat musim panen. Belalang biasanya ditangkap
pada malam hari ketika belalang dalam keadaan tidak aktif. Pemanfaatan belalang
di Mandailing Natal hanya sebatas digoreng dan disambal yang disajikan dengan
nasi dan hanya sebagian masyarakat yang mau memakannya. Alasan masyarakat
tidak mau mengonsumsinya adalah karena merasa geli dan tidak terbiasa
memakannya.
Berdasarkan penelitian Hardiana (2015), tentang kualitas sosis belalang
dengan substitusi tepung labu kuning pada tepung tapioka menunjukkan belalang
dapat diolah menjadi sosis yang memiliki kadar protein dan β-karoten tinggi, dan
berkadar lemak rendah. Substitusi tepung labu kuning pada tepung tapioka dalam
pembuatan sosis belalang berbeda nyata pada kadar abu, lemak, protein dan βkaroten.
Belalang kayu dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit dalam
pembuatan mie instan untuk mengatasi masalah Kurang Energi Protein (KEP).
Belalang kayu dipilih sebagai bahan baku karena belalang memiliki potensi untuk
dijadikan sumber protein non-konvensional. Kandungan protein belalang yang
cukup tinggi diharapkan dapat meningkatkan kandungan protein mie instan yang
apabila dibandingkan dengan mie instan komersial yang beredar dipasaran
(Asthami dkk, 2016).


Universitas Sumatera Utara

4

Menurut Putra (2013), peningkatan konsumsi protein perlu digalakkan
untuk dapat mencukupi asupan protein masyarakat miskin, salah satunya melalui
penganekaragaman

pangan

berprotein

tinggi.

Penganekaragaman

pangan

berprotein tinggi dapat dikembangkan dengan menggali potensi lokal yang ada di

Indonesia, yaitu dengan pengolahan belalang. Sebagian masyarakat Indonesia
tentu tidak asing lagi dengan makanan ini, di Gunungkidul misalnya, masyarakat
memenuhi kebutuhan proteinnya dengan mengkonsumsi belalang. Selain
harganya terjangkau, belalang

sangat mudah didapatkan pada musim-musim

tertentu. Salah satu produk olahan yang dapat dikembangkan dengan bahan dasar
belalang adalah belalang nugget. Belalang nugget diharapkan menjadi salah satu
alternatif pilihan dibidang pangan yang dapat diterima konsumen dari tingkat
anak-anak maupun dewasa sebagai lauk maupun camilan.
Pengolahan belalang kayu tersebut membuktikan bahwa belalang
merupakan hewan yang dapat dikonsumsi. Selain diolah menjadi belalang goreng,
tepung belalang, nugget belalang, sosis belalang dan kerupuk belalang, belalang
dapat diolah menjadi produk makanan lain yang populer dan digemari
masyarakat. Salah satu makanan ataupun camilan yang disukai masyarakat adalah
rempeyek atau peyek.
Rempeyek atau peyek adalah sejenis makanan pelengkap dari kelompok
gorengan. Secara umum, rempeyek adalah gorengan yang berbahan dasar tepung
beras yang dicampur dengan air hingga membentuk adonan kental, diberi bumbu

(terutama garam dan bawang putih), dan diberi bahan pengisi yang khas, biasanya
biji kacang tanah, kedelai ataupun kacang hijau (Ulya dan Rusman, 2012).

Universitas Sumatera Utara

5

Menurut Rukmana (1997), dalam 100 gram kacang hijau terdapat 22 gram
protein dan 1,2 gram lemak. Pemilihan kacang hijau sebagai bahan pengisi
rempeyek karena kandungan lemak pada kacang hijau tergolong rendah, sehingga
tidak terlalu mempengaruhi atau menambah kandungan lemak pada rempeyek
karena proses penggorengan.
Rempeyek mudah didapatkan dan banyak dijual di warung makan, pasar,
ataupun di pasar swalayan. Rempeyek sangat cocok dimakan sebagai menu
pelengkap lauk dan pauk. Rempeyek tidak hanya gurih dan enak tetapi juga
memiliki harga yang cukup terjangkau. Itulah mengapa rempeyek sangat digemari
masyarakat Indonesia sebagai makanan khas nusantara (Ulya dan Rusman, 2012).
Rempeyek yang terbuat dengan penambahan tepung belalang ini kaya
akan protein. Menurut penelitian Kusmaryani (2005), tepung belalang kayu
(Melanoplus cinereus) mempunyai nilai protein yang lebih tinggi dari tepung

udang windu (Panaeneous monodon). Kadar protein tepung belalang kayu sebesar
17,922% sedangkan tepung udang windu hanya 9,846 %. Protein mempunyai
peranan yang sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia. Kekurangan
protein dalam waktu lama dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan
menurunkan daya tahan tubuh terhadap berbagai penyakit.
Pembuatan rempeyek kacang hijau yang dimodifikasi dengan tepung
belalang bertujuan untuk menambah kandungan zat gizi pada rempeyek. Pada
penelitian ini akan dilakukan pembuatan rempeyek dengan penambahan tepung
belalang dan tepung tapioka dengan tiga perbandingan sebesar 20%:20%,
25%:15%, 30%:10% dari berat tepung beras dimana rempeyek akan

Universitas Sumatera Utara

6

menghasilkan kerapuhan dan kerenyahan yang baik. Pengenalan penggunaan
tepung belalang kepada masyarakat akan lebih efektif bila diterapkan sebagai
bahan baku atau tambahan dalam pembuatan makanan yang sudah dikenal oleh
masyarakat, salah satunya adalah rempeyek.
Penetapan dengan perbandingan sebesar 20%:20%, 25%:15%, 30%:10%

ini dilakukan karena peneliti telah melakukan penelitian pendahuluan sebelum
melakukan penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila
persentase terlalu besar akan menghasilkan warna rempeyek menjadi coklat tua
dan sangat kurang menarik, sedangkan jika persentase terlalu kecil maka tidak
akan menambah pengaruh terhadap rasa, aroma, tekstur terhadap penambahan
tepung belalang.
Rempeyek merupakan salah satu makanan pendamping atau camilan yang
sangat digemari masyarakat. Dengan alasan tersebut, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “uji daya terima dan kandungan gizi
rempeyek kacang hijau yang dimodifikasi dengan tepung belalang kayu”.
1.2

Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

bagaimana daya terima dan kandungan gizi (protein, lemak, kadar abu, kadar air,
karbohidrat dan kalsium) rempeyek kacang hijau yang dimodifikasi dengan
tepung belalang.

Universitas Sumatera Utara


7

1.3

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui daya terima dan

kandungan gizi rempeyek kacang hijau yang dimodifikasi dengan tepung belalang
kayu.
1.4

Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang penganekaragaman
suatu produk dari pemanfaatan belalang yang diolah dalam pembuatan
rempeyek.
2. Memberi informasi mengenai cara pembuatan dan kandungan gizi dari
rempeyek kacang hijau yang dimodifikasi dengan tepung belalang.
3. Sebagai salah satu usaha penganekaragaman pangan dari pemanfaatan

tepung belalang.
4. Sebagai salah satu upaya mengurangi populasi belalang yang menjadi
hama bagi pertanian.

Universitas Sumatera Utara