Tindakan Pengawasan dalam Kegiatan Intelijen Terhadap Penyelundupan Barang Palsu dan Bajakan di Bidang Kepabeanan ditinjau dari Hukum Internasional

BAB II

DASAR HUKUM PENGATURAN INTERNASIONAL DALAM
PENGAMANAN HAK-HAK NEGARA DI BIDANG KEPABEANAN

A.

Istilah Pengamanan dan hak-hak Negara di Bidang Kepabeanan
Atas dasar konstitusi bahwa fungsi hukum adalah meliputi aspek (1)

perlindungan dan (2) aspek kesejahteraan, maka adalah sangat penting untuk
melakukan pengamanan terhadap hak-hak negara di bidang kepabeanan. Dalam
konteks pengamanan terhadap hak-hak negara di bidang kepabeanan, baik pada tataran
formulasi, tataran aplikasi maupun tataran eksekusi peran Ditjen Bea dan Cukai
menempati posisi yang sangat sentral.
Meskipun istilah “pengamanan“ tidak secara eksplisit disebutkan dalam UU
Kepabeanan, namun secara

tersirat makna dari berbagai ketentuan dalam UU

Kepabeanan menunjukkan kepada langkah-langkah pengamanan hak-hak negara. jika

memilih terlebih jauh rancang bangunan UU Kepabeanan, yang secara garis besar
dapat dipilah menjadi : (1) konsiderans (2) judul undang-undang, (3) asas self
assesment, (4) sistem pemeriksaan pabean (5) audit kepabaenan, (6) tarif bea masuk
(7) nilai pabean, (8) bea masuk anti dumping dan bea masuk imbalan, (9)
pengendalian impor dan ekspor barang hasil pelanggaran HAKI, (10) pembukuan, (11)
sanksi administrasi, (12) ketentuan pidana (13) penyelundupan, (14) banding (15)
penyidikan dan (16) subjek hukum, maka terlihat jelas bahwa ide pengamanan hakhak negara merupakan dasar pembentukan undang-undang ini.
Mengamati arus barang yang ke luar dan masuk ke daerah pabean,
menggambarkan bagaimana kegiatan ekspor dan import barang. Oleh karena itu,

Universitas Sumatera Utara

secara tidak langsung pula tergambarkan hak-hak negara yang harus dipungut oleh
pihak pabean. Secara garis besar, hak-hak negara dimaksud dapat digolongkan atas:20
1. Hak negara terhadap bea masuk (BM), yakni terhadap setiap barang yang
dimasukkan ke daerah pabean.
2. hak negara terhadap pajak impor, yang terdiri dari pajak pertambahan nilai
(PPN) dan pajak penghasilan (Pph) serta pajak ekspor.

B. Pangaturan GATT dan WTO tentang Customs Principles

GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) atau perjanjian umum
tentang tarif-tarif dan perdagangan didirikan pada tahun 1948 di Genewa, Swiss. Pada
waktu didirikan, GATT beranggotakan 23 negara, tetapi pada saat sidang terakhir di
Marakesh pada 5 April 1994 jumlah negara penandatangan sebanyak 115 negara.
Kesepakatan dalam GATT yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1948 tertuang dalam
tiga prinsip, yaitu:21
1. Prinsip resiprositas, yaitu perlakuan yang diberikan suatu negara kepada
negara lain sebagai mitra dagangnya harus juga diberikan juga oleh mitra
dagang negara tersebut.
2. Prinsip most favored nation, yaitu negara anggota GATT tidak boleh
memberikan keistimewaan yang menguntungkan hanya pada satu atau
sekelompok negara tertentu.
3. Prinsip transparansi, yaitu perlakuan dan kebijakan yang dilakukan suatu
negara harus transparan agar diketahui oleh negara lain.
20

Sartan G, Kepabeanan: Pengantar Hukum Pabean Positif di Internasional , Djambatan,
Semarang, 2010, hal 17
21
Mahmud Peter, The Function of General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), Jakarta,

1996, hal 29

Universitas Sumatera Utara

Sesuai dengan perkembangannya, masing-masing negara anggota GATT
menghendaki adanya perdagangan bebas. Pada pertemuan di Marakesh, Maroko 5
April 1994 GATT diubah menjadi World Trade Organization (WTO) mulai tanggal 1
Januari 1995. GATT merupakan traktat/perjanjian antarnegara, dan bukan merupakan
suatu Organisasi Internasional. GATT tidak memiliki anggota (members), tetapi
contracting states.

GATT dibentuk pada Oktober tahun 1947. GATT dibentuk sebagai suatu dasar
(wadah) yang sifatnya sementara setelah Perang Dunia II. Pada masa itu timbul
kesadaran masyarakat internasional akan perlunya suatu lembaga multilateral di
samping Bank Dunia IMF. Negara-negara yang pertama kali menjadi anggota adalah
23 negara. Ke-23 negara ini juga yang membuat dan merancang Piagam International
Trade Organization (Organisasi Perdagangan Internasional) yang ada pada waktu itu

direncanakan sebagai suatu badan khusus PBB. 22
Piagam itu dimaksudkan bukan saja untuk memberikan ketentuan-ketentuan

atau aturan-aturan perdagangan dunia tetapi juga membuat keputusan-keputusan
mengenai ketenagakerjaan (employment), persetujuan komoditi, praktik-praktik
restriktif (pembatasan) perdagangan, penanaman modal internasional dan jasa. Ada
dua fungsi utama GATT dalam mencapai tujuannya pertama, sebagai suatu perangkat
ketentuan (aturan) multilateral yang mengatur mengenai transaksi perdagangan yang
dilakukan oleh negara-negara anggota GATT dengan memberikan suatu perangkat
ketentuan perdagangan (the rules of the road for tradle). Kedua, sebagai suatu forum
(wadah) perundingan perdagangan. Di sini diupayakan agar praktik perdagangan dapat

22

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Kovensi Internasional Tentang Penyederhanaan dan
Penyelarasan Prosedur Pabean , Jakarta, 1993

Universitas Sumatera Utara

dibebaskan dari rintangan-rintangan yang mengganggu (liberalisasi perdagangan).
Selain itu, GATT mengupayakan agar aturan atau praktik perdagangan demikian itu
menjadi jelas (predictable), baik melalui pembukaan dasar nasional atau melalui
penegakan dan penyebarluasan pemberlakuan peraturannya.23

Sejak berdiri GATT telah mensponsori berbagai macam perundinganperundingan utama/pokok yang biasanya disebut juga dengan istilah putaran (rounds).
Tujuan dari putaran atau perundingan ini bertujuan menpercepat liberalisasi
perdagangan internasional.24
Namun pada perkembangannya, GATT tidak berjalan dengan efektif karena
Amerika Serikat sebagai pencetus dari International Trade Organisation itu sendiri
tidak meratifikasi piagam Havana. Oleh karena itu, WTO lahir pada tahun 1994
membawa dua perubahan yang cukup penting untuk GATT. Pertama, WTO
mengambil alih GATT dan menjadikannya salah satu lampiran aturan WTO. Kedua,
prinsip-prinsip GATT menjadi kerangka aturan bagi bidang-bidang baru dalam
perjanjian WTO, khususnya perjanjian mengenai jasa (GATS), dan juga dalam
perjanjian mengenai perdagangan yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan
Intelektual.25
Pada awalnya GATT ditujukan untuk membentuk International Trade
Organization (ITO), suatu badan khusus PBB yang merupakan bagian dari sistem
Bretton Woods (IMF dan Bank Dunia). Meskipun Piagam ITO akhirnya disetujui

dalam UN Conference on Trade and Development di Havana pada bulan Maret 1948,

23


Kartajoemana, H.S., GATT, WTO dan Hasil Uruguay Round , Jakarta: Penerbit UI Press,

1997.
24

Ibid
Christoporus Barutu, Ketentuan Anti Dumping, Subsidi dan Tindakan Pengamanan
(Safeguard) Dalam GATT dan WTO , Jakarta: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti, 2007
25

Universitas Sumatera Utara

proses ratifikasi oleh lembaga-lembaga legislatif negara anggota tidak berjalan lancar.
Tantangan paling serius berasal dari kongres Amerika Serikat, yang walaupun sebagai
pencetus, AS memutuskan tidak meratifikasi Piagam Havana, sehingga ITO secara
efektif tidak dapat dilaksanakan. Meskipun demikian, GATT tetap merupakan
instrumen multilateral yang mengatur perdagangan internasional.26
Bersama berjalannya waktu, GATT semakin membuka diri kepada negaranegara lain untuk menjadi anggota. Pada tahun 1947, anggota GATT tercatat sebanyak
23 negara dan akhirnya terus berkembang menjadi 123 negara yang terlibat dalam
Putaran Uruguay pada tahun 1994. Dalam Putaran Uruguay itu pulalah, para negara

anggota GATT sepakat untuk membentuk suatu lembaga baru yakni WTO. Setelah
melewati masa transisi untuk memberikan kesempatan ratifikasi di tingkat nasional
anggota, WTO secara resmi berdiri pada tanggal 1 Januari 1995. Walau telah
terbentuk organisasi baru di bidang perjanjian perdagangan internasional, GATT
masih tetap ada sebagai “payung perjanjian” di dalam WTO berdampingan dengan
perjanjian lain seperti General Agreement on Trade in Service (GATS) dan Agreement
on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights (TRIPs).27

Putaran Tokyo (1973-1979) meneruskan upaya GATT mengurangi tarif secara
progresif. Hasil yang diperoleh rata-rata mencakup sepertiga pemotongan dari bea
impor/ekspor terhadap 9 negara industri utama, yang mengakibatkan tarif rata-rata atas
produk industri turun menjadi 4,7%. Pengurangan tarif, yang berlangsung selama 8
tahun, mencakup unsur “harmonisasi” yakni semakin tinggi tarif, semakin luas
pemotongannya secara proporsional. Dalam isu lainnya, Putaran Tokyo gagal
26

Ibid
Kartajoemana, H.S, GATT dan WTO, Sistem Forum dan Lembaga Internasional di Bidang
Perdagangan , Jakarta: Penerbit UI-Press, 2006
27


Universitas Sumatera Utara

menyelesaikan masalah produk utama yang berkaitan dengan perdagangan produk
pertanian dan penetapan persetujuan baru mengenai “safeguards” (emergency import
measures). Meskipun demikian, serangkaian persetujuan mengenai hambatan non tarif

telah

muncul

di

berbagai

perundingan,

yang

dalam


beberapa

kasus

menginterpretasikan peraturan GATT yang sudah ada. Selanjutnya adalah Putaran
Uruguay (1986-1994) yang mengarah kepada pembentukan WTO.28
Sepanjang perjalanannya, WTO telah berhasil mencapai berbagai kesepakatan
yang

memiliki

peranan

penting

dalam

perkembangan


perdagangan

dunia.

Kesepakatan-kesepakatan dalam WTO mencakup barang, jasa, dan kekayaaan
intelektual yang mengandung prinsip-prinsip utama liberalisasi. Adapun secara umum
struktur dasar kesepakatan dalam WTO meliputi:29
1. General Agreement on Tariff and Trade (GATT) yakni kesepakatan di bidang
perdagangan barang
2. General Agreement on Trade and Services (GATS) yakni kesepakatan di
bidang perdagangan jasa
3. General Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Properties
(TRIPs) yakni kesepakatan di bidang hak kekayaan intelektual.
4. Penyelesaian sengketa (Dispute Settlements)
Berdasarkan keempat kesepakatan utama yang dihasilkan oleh WTO, GATT
dinilai memiliki peranan terbesar bagi sistem perdagangan multilateral mengingat
peranan perdagangan barang yang jauh lebih besar dibandingkan peranan perdagangan
dari sektor jasa.
28


Ibid
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, WTO (World Trade Organisation), Menuju Perdagangan
Masa depan, 1999
29

Universitas Sumatera Utara

Hasil kesepakatan GATT mengatur banyak hal guna mengurangi hambatanhambatan yang terjadi dalam perdagangan multilateral dari mulai upaya penurunan
hambatan tarif dan non tarif hingga upaya pengaturan penggunaan hambatan teknis/
Technical Barriers to Trade (TBT) sehingga menjadi lebih transparan dan

berkesinambungan.30
Pembentukan WTO oleh banyak pihak dipandang sebagai hasil yang sangat
penting dari Putaran Uruguay dan pada kenyataannya merupakan kelanjutan dan
pengembangan dari GATT 1947. Dengan demikian WTO menggantikan GATT 1947
yang telah berfungsi selama hampir lima puluh tahun secara de facto, sebagai
organisasi antar negara bagi perdagangan internasional.31
WTO berfungsi untuk mengatur dan memfasilitasi perdagangan internasional,
dan tujuan utamanya adalah untuk menciptakan persaingan sehat di bidang
perdagangan internasional bagi para anggotanya, sedangkan berdasarkan Pembukaan
Persetujuan WTO, tujuan WTO adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan
pendapatan, menjamin terciptanya lapangan pekerjaan, meningkatkan produksi dan
perdagangan serta mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya dunia. Tujuan lain yang
tidak kalah pentingnya adalah untuk penyelesaian sengketa.32

WTO adalah

metamorfosis yang semakin sempurna dari GATT . Dibawah GATT, yang diatur
adalah hanya perdagangan barang saja, namun di bawah WTO, pengaturan meliputi 3
bidang yaitu perdagangan barang, perdagangan jasa dan Hak Atas kekayaan
Intelektual (trade related intellectual proverty right). WTO yang berkantor pusat di

30

http://arwanarsyad.blogspot.com/2011/05/perkembangan-gatt.html diakses tanggal 8
September 2013
31
Peter van den Bossche, Daniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnaidi, Pengantar Hukum
WTO (World Trade Organization), (Jakarta: Penerbit Yayasan Obor Indonesia, 2010), hlm. 91.
32
Ibid ., hlm. 92

Universitas Sumatera Utara

Jenewa, Swiss dan beranggotakan 146 Negara termasuk Indonesia yang bergabung
pada awal pembentukan WTO yaitu 1 Januari 1995.33
Indonesia merupakan salah satu negara yang menandatangani Perjanjian
Marrakesh, yang menandai berakhirnya Sidang Putaran Uruguay GATT. Salah satu
dari isi perjanjian itu adalah pembentukan WTO sebagai suatu wadah atau forum
untuk membahas masalah-masalah dan mengambil langkah-langkah dalam hal
perdagangan dan perekonomian internasional. Dalam perjanjian Marrakesh juga
ditentukan bahwa semua anggota terikat untuk melaksanakan isi perjanjian yang sudah
disepakati dalam negoisasi-negoisasi GATT. Salah satu dari 13 perjanjian yang sudah
berhasil dilahirkan negosiasi-negosiasi GATT adalah Agreement on the Implementasi
of Article VII GATT (GATT Customs Valuation ), memerlukan perhatian yang serius

dari Bea dan Cukai negara-negara yang belum menganut sistem harga pabean tersebut.
Sejak terbentuknya WTO dan disahkannya GATT/WTO tahun 1994, Indonesia
sebagai salah satu Negara anggota WTO harus meratifikasi GATT/WTO tersebut
dengan Undang Undang No. 7 tahun 1994, maka dengan diratifikasinya ketentuanketentuaan tersebut, berarti Indonesia mengakui peraturan-peraturan yang ada di
GATT/WTO sebagai bagian dari peraturan nasional kita.34
Sejak diratifikasinya ketentuan WTO tersebut, berarti sejak itu pula banyak
peraturan-peraturan yang harus dibuat agar sesuai dengan ketentuan GATT/WTO
tersebut, mulai dari keetentuan di bidang Tariff sampai pada ketentuan mengenai
dumping, subsidi dan safeguard. WTO merupakan hasil pengembangan dari sistem

GATT, dengan memberikan perhatian khusus pada perdagangan jasa dan Hak Atas
33

http://adenasution.com/index.php/2012/05/29/wto-dari-singapura-ke-cancun/ diakses tanggal
8 September 2013
34
Bossche, Peter van den, Daniar Natakusumah, Joseph Wira Koesnaidi. Pengantar Hukum
WTO (World Trade Organization). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2010

Universitas Sumatera Utara

Kekayaan Intelektual. Terhadap perdagangan barang-barang sebenarnya telah diatur
dalam ketentuan dalam system General Agreement on Tariffs snd Trade (GATT) sejak
tahun 1948.35
Untuk menyongsong pelaksanaan GATT Customs Valuation (sistem harga,
GATT), Direktorat Jenderal Bea dan Cukai telah mempersiapkan diri, dengan
langkah-langkah sebagai berikut : (1) dengan mengirim 6 (enam) pejabat yang
mengikuti Intensive Training Coursce on Customs Valuation and Post Clearance
Audit di Nagoya Jepang, (2) mengadakan Workshop on the GATT Valuation and Post
Celearance Audit di Jakarta pada tanggal 13-17 Maret 1995 yang diikuti oleh 50

pejabat dari hampir seluruh Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai se
Indonesia.
Tujuan dari dianutnya GATT Valuation ini adalah untuk memberikan
keseragaman dan kepastian, netralitas, sederhana serta kriteria seimbang dan konsisten
dengan praktek-praktek komersial. dengan demikian langkah-langkah untuk
menghadapi pelaksanaan GATT Valuation telah diambil oleh Ditjen Bea dan Cukai
baik dalam bentuk persiapan sumber daya manusia maupun sosialisasi ketentuan
GATT Valuation itu sendiri.

Tarif bea masuk pada dasarnya mengacu pada ketentuan tarif yang tercantum
dalam dokumen utama GATT. Pada Bagian Pertama (Part I) dari GATT terdiri atas
dua pasal, yakni Pasal I yang menguraikan prinsip most-favored-nation atau MFN,
yaitu ketentuan bahwa perlakuan yang paling baik yang diperlakukan terhadap satu
mitra dagang harus diterapkan kepada semua anggota GATT. Pasal II merupakan
pasal yang mengatur penurunan bea masuk (tariff reduction) yang disetujui dalam
35

WTO, diakses tanggal 8 September 2013

Universitas Sumatera Utara

GATT. Daftar penurunan tarif yang telah disetujui dimasukkan ke dalam Annexed
Schedule dan daftar ini merupakan bagian integral dari perjanjian GATT.36

C. Prinsip-prinsip Hukum Internasional dalam bidang kepabeanan menurut
WCO
Indonesia telah menjadi anggota WCO (World Customs Organization), yang
secara formal dikenal dengan nama Customs Cooperation Council (CCC), sejak
tanggal 30 April 1957. Sebagai anggota WCO, Indonesia telah menunjukan peran
sertanya yang aktif dalam setiap kegiatan WCO, baik yang diadakan di Brussels,
markas besar WCO, maupun yang diadakan di luar Brussels, khususnya di wilayah
Asia bagian Timur, Selatan, dan Tenggara, Australia, serta Kepulauan Pasifik.
Disamping itu, Indonesia juga telah banyak menarik manfaat dari keanggotaannya
pada organisasi ini. Berbagai bantuan teknis, baik dalam rangka peningkatan
profesionalisme aparat Bea dan Cukai, maupun dalam rangka menunjang kelancaran
pelaksanaan sistem dan prosedur kepabeanan internasional, telah diterima oleh
Indonesia.37
WCO adalah organisasi dunia antar pemerintah yang independen yang
mempunyai misi untuk mendorong efektifitas dan efisiensi administrasi pabean dalam
mencapai tujuannya, yaitu memberikan kemudahan perdagangan, perlindungan kepada
masyarakat, dan mengumpulkan penerimaan bagi pemerintah. Sampai saat ini,
anggota WCO berjumlah 138 negara. Dengan melihat besarnya jumlah anggotanya
serta luasnya ruang lingkup kerja WCO ,maka dapatlah dikatakan bahwa WCO
36

Barutu, Christhophorus, Ketentuan Antidumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan
(Safeguard) dalam GATT dan WTO, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2007. hal. 8.
37
Syaiful Anwar, Mengenal World Customs Organization (WCO), Widyaiswara Utama
Pusdiklat Bea dan Cukai, 2011

Universitas Sumatera Utara

merupakan mini Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sejak didirikannya pada tahun 1950,
WCO telah menghasilkan dan mengelola 17 konvensi internasional yang berkaitan
dengan ketentuan, peraturan dan prosedur kepabeanan dalam rangka pemberian
kemudahan perdagangan intenasional. Salah satu konvensi tersebut adalah
International Convention on the Simplification and Harmonization of Customs
Procedures yang merupakan dasar dari sistem dan prosedur kepabeanan anggota

WCO termasuk Indonesia. Oleh karena itu maka pengembangan dan pengaplikasian
sistem dan prosedur kepabeanan Indonesia-pun berorientasi kepada konvensi tersebut.
WCO sebagai salah satu organisasi ternama di dunia, telah diminta bantuannya
oleh WTO

untuk mengharmonisasikan ketentuan mengenai asal barang (rules

of origin) dalam rangka mempermudah perdagangan. Permintaan tersebut antara lain

didasarkan atas pertimbangan bahwa WCO memiliki profesionalisme yang tinggi dan
secara relatif lebih terbebas dari pengaruh politik.38
1. Aspek Law Enfocement
Bea dan Cukai harus menggunakan metode-metode risk assesment sehingga
hanya sebagian shipment yang diperiksa, hanya sebagian dari barang-barang yang
diperiksa. selain itu, market forces juga meminta agar jika tidak terdapat bukti atas
adanya suatu commercial froud, maka aparat Bea dan Cukai harus mempunyai
batas waktu yang wajar untuk meminta tambahan-tambahan bea. kembali menjadi
jelas bahwa bahkan dalam konteks law enforcement, kegiatan untuk
memperlancar arus barang tetap merupakan tuntutan utama dan hal ini disadari
oleh Ditjen Bea dan Cukai. Bea dan Cukai harus mempunyai sistem untuk
38

http://pmmc.or.id/component/content/article/1-hi-lite/60-peranan-world-customsorganization-dalam-rangka-mempermudah-perdagangan-dan-hubungannya-dengan-direktorat-jenderalbea-dan-cukai-.html diakses tanggal 8 September 2013

Universitas Sumatera Utara

memproses dokumen-dokumen atas dasar compliance history dan bukan atas
dasar pendekatan transaksi (transaction approach). tegasnya market forces lebih
menginkan adanya kepastian, bukan pendekatan-pendekatan yang bersifat
sementara atau ad-hoc.
2. Aspek Audit dan Otomatisasi
Para market forces di dunia perdagangan internasional juga mengharapkan
agar Bea dan Cukai mengandalkan sistem post audit atau dengan konotasi yang
lebih lengkap post import audit dalam melakukan penelitian yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan dibandingkan dengan semata-mata pola verifikasi
sementara menahan barang import di pelabuhan. dari keinginan ini tampak jelas
bahwa sistem post audit tersebut diinginkan oleh para market forces di dunia
untuk diterapkan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Berdasarkan segi kecanggihan perangkat teknologi, para market forces sangat
mengaharapkan agar Bea dan Cukai memiliki sistem otomatisasi nasional untuk
impor, dimana masyarakat perdagangan dapat mensubmit data yang dipersyaratkan
oleh Ditjen Bea dan Cukai secara elektronik. Bea dan Cukai juga diharapkan dapat
mengembangkan sistem otomatisasi dengan pihak-pihak perbankan dan perusahaan
asuransi untuk menangani pembayaran bea-bea dan jaminan-jaminan melalui
electronic final transfer .

Aspek praktek kepabeanan internasional diikut sebagaimana diatur dalam
persetujuan perdagangan internasional. pernyataan Sekretaris Jenderal Organisasi
Kepabeanan sedunia WCO menyebutkan bahwa Penyederhanaan dan harmonisasi
sistem dan prosedur kepabeanan merupakan sasaran utama seluruh institusi Bea dan
Cukai. Kehadiran metode modern dalam proses penyelesaian prosedur kepabeanan

Universitas Sumatera Utara

telah terlibat dalam kegiatan import dan ekspor oleh karenanya telah memperlancar
perdagangan internasional.
Instrumen hukum internasional terpenting yang telah diluncurkan WCO pada
tahun 1977 untuk menggalang peningkatan kerjasama internasional tersebut adalah
Nairobi convention for prevention , investigation and repression of customs offences .

Selain itu sistem pengklasifikasikan barang yang dapat diterima secara internasional.
Untuk itu WCO telah meluncurkan Internasional Convention on the Harmonized
Commodity description and Coding System, yang dikenal dengan nama Harmonized
System (HS). Sedangkan untuk sistem harga berdasarkan Brussels Definition of Value

(BBDV) dan GATT Valuation Code (GVC), yang merupakan pelaksanaan artikal VII
perjanjian GATT.
Prinsip-prinsip Hukum Internasional dalam bidang kepabeanan menurut WCO
yakni:39
1. Prinsip self assessment, memberikan kepercayaan kepada masyarakat dan
upaya peningkatan peran serta anggota masyarakat untuk bertanggungjawab
atas bea masuk melalui sistem menghitung dan membayar sendri bea masuk
yang tertuang yang lazim dikenal dengan self assessment. UU Kepabeanan
secara tegas menganut prinsip ini yang artinya bahwa wewenang untuk
mengisi pemberitahuan pabean yang antara lain meliputi jenis, kualitas,
kuantitas barang impor bahkan tarif dan nilai pabeannya, sehingga termasuk
didalamnya jumlah bea masuk yang harus dibayar oleh importir atau pajak

39

Suharjo, Kepabeanan : Suatu Pengantar WCO Sarankan Sistem Pre Shipment Inspection
diganti Post audit, Media Indonesia. 1997, hal 10

Universitas Sumatera Utara

ekspor yang harus dibayar eksportir, diserahkan sepenuhnya kepada importir
atau ekspotir.
2. Prinsip pemberian alternatif kepada market forces, artinya pemberian keluasan
kepada importir di dalam memilih alternatif atau options dalam melakukan
proses pembayaran bea masuk dan pungutan impor lainnya. Sistem dan
prosedur kepabeanan memberikan options kepada importir tertentu yang
memenuhi persyaratan untuk ditetapkan dapat menggunakan fasilitas
pembayaran berkala, penggunaan media elektronik atau secara manual dalam
melakukan pembayaran bea-bea, demikian juga importir diberikan altenatif
untuk menggunakan fasilitas prenotification artinya importir dapat memilih
untuk menyerahkan pemberitahuan pabean sebelum kedatangan barang atau
sesuadah barang di bongkar ditimbun.
3. Prinsip penolakan (reject), mengandung makna dalam hal pemberitahuan
pabean yang diajukan, secara dini akan disampaikan atau diinformasikan
secara jelas kriteria-kriteria apa yang dijadikan dasar untuk suatu penolakan
dan setiap penolakan akan disertai dengan alasan-alasannya serta hal-hal yang
perlu diperbaiki.
4. Prinsip pemeriksaan selektif, digunakan berdasarkan risk management. Bea
dan Cukai tidak mungkin melakukan pemeriksaan terhadap seluruh barang,
maka konsep selektif menetapkan melalui kriteria-kriteria tertentu, maka
barang impor dapat dilakukan pemeriksaan fisik, dan dilakukan sangat selektif
tanpa pretensi untuk menghambat kelancaran arus barang.
Untuk merespon seluruh aspek yang sudah dipaparkan pada bagian pertama,
pertanyaan kemudian basic element apa saja yang diperlukan dalam customs reforms

Universitas Sumatera Utara

dan hal-hal apa yang menjadi ciri dari Bea dan Cukai masa depan. Untuk mendapatkan
butir-butir jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut, terlebih dahulu kita harus
memahami secara lebih terbuka hal-hal yang merupakan major problem dari suatu
administrasi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Sebenarnya terlalu banyak segment atau faktor yang dapat digali dan karena itu
diidentifikasi sebagai permasalahan-permasalahan yang ada pada administrasi Ditjen
Bea dan Cukai, Namun demikian pada kerangka yang lebih besar terdapat 6 (enam)
lingkup permasalahan yang umumnya terdapat, antara lain:40
1. Sistem dan prosedur kepabeanan yang seringkali sudah out-of date.
Sistem dan prosedur tersebut sudah tidak mampu lagi mengikuti
perkembangan dan kebutuhan pembangunan dibidang perekonomian secara
umum atau aspek fiskal secara lebih khusus. Semua cerminan perubahan
perekonomian dan praktek perdagangan internasional akan mempengaruhi atau
menyebabkan bergesernya mission Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan
karena

itu

menyebabkan

perlunya

modifikasi

atau

adjustment

atau

pembaharuan dari sistem dan prosedur kepabean dan pada akhirnya perilaku
para aparatnya juga harus mengalami perubahan yang seirama.
2. Perangkat peraturan perundang-undangan yang ada sering jumpai tidak
memadai

yang

gilirannya

menyebabkan

sulit

untuk

mengakomodasi

perubahan-perubahan yang justru sangat diperlukan dalam kegiatan-kegiatan
bisnis yang baru. sangat sering dijumpai bahwa suatu administrasi kepabeanan
menggunakan

excuses

(alasan-alasan

pemaaf)

yang

bersumber

pada

40

M. Ali Purwito. Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang) Konsep dan Aplikasi .
Jakarta: Pusat Kajian Fiskal FHUI dan Badan Penerbit FHUI, 2010, hal 48

Universitas Sumatera Utara

ketidakmampuan suatu peraturan perundangan, sehingga mengakibatkan
terjadinya penundaan-penundaan atau kegagalan dalam mengadaptasi sistem
dan prosedur-prosedur yang baru.
3. Adanya keyakinan bahwa computerization is the answer to all problem. Sering
kali dijumpai bahwa aparat-aparat Bea dan Cukai menaruh sangat sedikit sekali
perhatian terhadap upaya memahami peran komputer, kebutuhan untuk
menyederhanakan sistem dan prosedur, dan memanfaatkan informasi-informasi
yang diperoleh dari perangkat-perangkat komputer untuk secara efektif
melakukan pengawasan atau kontrol atas proses-proses atau operasi-operasi
kepabean. dengan perkataan lain kelemahan yang sering dijumpai adalah
bahwa seolah-olah dengan komputerisasi tidak lagi diperlukan upaya-upaya
adjusment

serta simplifikasi

prosedur bahkan para aparatnya

gagal

mendayagunakan peralatan-peralatan canggih itu untuk membantu tugas-tugas
lain yang lebih sentral sifatnya.
4. Masalah juga timbul karena sangat sedikit perhatian yang dicurahkan pada
organisasi-organisasi dan kebutuhan-kebutuhan staf dari sebuah administrasi
atau lembaga yang menerima secara pasif peran-peran dari aparatnya termasuk
secara pasif menerima struktur organisasinya, pembagian-pembagian tugas
dalam lingkup kewenangan dan fungsinya dan bahkan berupaya melakukan
pembinaan dan pengembangan serta adjustment atas struktur organisasinya
yang pasti berbeda dengan struktur organisasi yang lainnya, satu dan lainnya
sesuai dengan misi dan atau tantangan-tantangan yang terhampar luas
didepannya.

Universitas Sumatera Utara

5. Sangat minimnya pemahaman atau pengertian tentang perlunya koordinasinya
dan kerja sama baik secara internal antar unit-unit satu administrasi Ditjen Bea
dan Cukai maupun secara eksternal antara instituti satu dengan instituti yang
lain, khususnya antara Ditjen Bea dan Cukai dengan Ditjen Pajak. Di dalam era
perekonomian nasional dengan sistem perpajakan yang menganut tipe pajak
atas pertambahan nilai maka dijumpai lebih banyak alasan untuk tercipta dan
terbinanya kerjasama yang erat antara dua Ditjen tersebut.
6. Masih terdapatnya sementara aparat yang belum mau atau mampu
menyesuaikan sikap, pola pikir, dan visinya sesuai dengan kondisi serta
kebutuhan perkembangan ekonomian perdagangan pada waktu-waktu terjadi
perubahan.

D. Regulasi Kepabeanan Dalam Rangka Pengamanan Hak-Hak Negara
Perkembangan perdagangan internasional, baik yang menyangkut kegiatan di
bidang kepabeanan yakni impor maupun ekspor akhir-akhir ini mengalami kemajuan
yang sangat pesat. Pesatnya kemajuan di bidang tersebut ternyata menuntut
diadakannya suatu sistem dan prosedur kepabeanan yang lebih efektif dan efisien
serta mampu meningkatkan kelancaran arus barang dan dokumen. Dengan kata lain,
masalah birokrasi di bidang kepabeanan yang berbelit-belit merupakan permasalahan
yang nantinya akan semakin tidak populer. Adanya kondisi tersebut, tentunya tidak
terlepas dari pentingnya pemerintah untuk terus melakukan berbagai kebijaksanaan di
bidang ekonomi

terutama

dalam

meningkatkan

pertumbuhan

perekonomian

internasional.

Universitas Sumatera Utara

Peran Kebijaksanaan Fiskal di bidang Kepabeanan Seperti diketahui bahwa
perkembangan perdagangan internasional, baik yang menyangkut kegiatan di bidang
impor maupun ekspor akhir-akhir ini mengalami kemajuan yang sangat pesat.
Pesatnya kemajuan di bidang tersebut ternyata menuntut diadakannya suatu sistem dan
Proses bea cukai yang lebih efektif dan efisien serta mampu meningkatkan kelancaran
arus barang dan dokumen. Setiap negara akan memperoleh manfaat perdagangan
internasional karena melakukan spesialisasi produksi dan mengekspor barang jika
negara tersebut memiliki keunggulan mutlak, serta mengimpor barang jika negara
tersebut memiliki ketidakunggulan mutlak.
Maraknya kasus penyelundupan barang-barang tertentu masuk atau keluar
wilayah indonesia dapat mengancam perekonominan indonesia karena tidak
membayar bea sehingga mengurangi devisa dan dapat menjatuhkan industri lokal
karena pihak penyelundup dapat mensuplai barang dengan kwalitas sama atau lebih
baik dengan harga lebih murah yang akan menjadi pilihan konsumen. Akibatnya
barang lokal tidak dapat bersaing karena barang tidak laku terjual. apabila tidak segera
ditanggulangi maka banyak industri yang akan tutup sehingga menyebabkan pihak dan
meningkatkan angka pengangguran.
Kasus penyelundupan merupakan tindakan penyeludupan barang palsu dan
bajakan yang berkaitan dengan kegiatan ekspor-impor, di mana pelaku tindakan
“melakukan” atau “mencoba” melakukan pengeluaran / pemasukan barang dari atau
ke dalam wilayah Kepabeanan Indonesia tanpa mengindahkan ketentuan sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan atas UU No.
10 tahun 1995 tentang Kepabeanan. Karena berkaitan dengan kegiatan ekspor-impor,
maka kasus penyelundupan barang palsu dan bajakan pada umumnya merupakan

Universitas Sumatera Utara

bagian dari kegiatan perdagangan antar negara yang pelaksanaannya dengan
melanggar prosedur/ketentuan tentang masuk dan keluar barang dari/ke wilayah
Pabean Internasional. Terjadinya kasus penyelundupan barang palsu dan bajakan
menunjukkan tidak terkontrolnya barang yang masuk maupun keluar. Pelayanan dan
pemeriksaan kepabeanan pada hakekatnya juga merupakan pelaksanaan fungsi
kontrol. fungsi-fungsi yang diselenggarakan secara simultan, antara lain berupa :
pelayanan fasilitas kegiatan perdagangan antar negara dengan memperlancar arus
barang, mengurangi ekonomi biaya tinggi dan menciptakan suasana yang kondusif dan
sehat dalam kegiatan perdagangan, sebagai pengumpul penerimaan negara yang harus
mampu mencegah kebocoran, dan sebagai “community protector ” yang harus mampu
melindungi

masyarakat

internasional

dari

masuknya

barang-barang

yang

membahayakan masyarakat dari berbagai aspek dan sekaligus terhadap Keamanan
Negara.Meningkatnya perdagangan Internasional yang cenderung menciptakan pasar
bebas dan global di bidang perdagangan, telah meningkatkan pula perdagangan antar
negara di Indonesia, yang dengan demikian akan meningkat pula kegiatan arus barang
masuk dan keluar wilayah Internasional dari dan ke negara lain. Apabila pengawasan
terhadap prosedur arus barang masuk-keluar barang tersebut kurang ketat, maka kasus
penyelundupan barang palsu dan bajakan tentunya akan meningkat pula di samping
itu, faktor kondisi lingkungan yang ada akhir-akhir ini baik dari aspek ekonomi, sosial,
budaya terutama moralitas petugas dan kemajuan teknologi telah berpengaruh pula
terhadap meningkatnya kasus penyelundupan. Hal ini terbukti masih banyaknya
barang-barang yang diduga hasil penyelundupan barang palsu dan bajakan beredar di
pasaran internasional dengan melihat kompleksnya permasalahan penyelundupan
barang palsu dan bajakan maka upaya penegakan hukum dan penanggulangan harus

Universitas Sumatera Utara

dilaksanakan secara integral dan komprehensif melibatkan seluruh institusi terkait dan
masyarakat. Intelijen sebagai alat negara / pemerintah yang merupakan garda terdepan
lembaga penegak hukum dituntut proaktif dalam penegakan hukum terhadap
penyelundupan dengan menjalin keterpaduan dengan instansi maupun di internasional
terkait. Penegakan tersebut dilakukan di seluruh wilayah Internasional terutama di
pintu masuk / keluar wilayah Internasional/negara seperti pelabuhan, bandar udara,
pulau terluar maupun daerah perairan (laut, sungai). perkembangan terakhir tidak
hanya barang hasil industri yang diselundupkan tetapi juga barang berbahaya seperti
senjata. Konvensi kepabeanan internasional membedakan terminologi penyelundupan
barang palsu dan bajakan dengan kecurangan dalam rangka pemenuhan kewajiban
kepabeanan.
Penjelasan UU No.17 Tentang Kepabeanan mengenai Tindakan Pengamanan
Bea masuk tindakan pengamanan dapat dikenakan terhadap barang impor dalam hal
terdapat lonjakan barang impor baik secara absolut maupun relatif terhadap barang
produksi dalam negeri yang sejenis atau barang yang secara langsung bersaing, dan
lonjakan barang impor tersebut:
1. menyebabkan kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang memproduksi
barang sejenis dengan barang tersebut dan/atau barang yang secara langsung
bersaing; atau
2. mengancam terjadinya kerugian serius terhadap industri dalam negeri yang
memproduksi barang sejenis dan/atau barang yang secara langsung bersaing.
Penjelasan Pasal 23 A
Yang dimaksud dengan bea masuk tindakan pengamanan (safeguard ) yaitu bea
masuk yang dipungut sebagai akibat tindakan yang diambil pemerintah untuk

Universitas Sumatera Utara

memulihkan kerugian serius dan/atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap
industri dalam negeri sebagai akibat dari lonjakan impor barang sejenis atau barang
yang secara langsung merupakan saingan hasil industri dalam negeri dengan tujuan
agar industri dalam negeri yang mengalami kerugian serius dan/atau ancaman
kerugian serius tersebut dapat melakukan penyesuaian struktural.
Dalam hal tindakan pengamanan telah ditetapkan dalam bentuk kuota
(pembatasan impor), maka bea masuk tindakan pengamanan tidak harus dikenakan.
Yang dimaksud dengan kerugian serius adalah kerugian nyata yang diderita oleh
industri dalam negeri. Kerugian tersebut harus didasarkan pada (shall be based on )
fakta-fakta bukan didasarkan pada tuduhan, dugaan, atau perkiraan.
Penjelasan Pasal 23B Ayat (1):
Dalam hal barang ekspor Indonesia diperlakukan secara tidak wajar oleh suatu
negara misalnya dengan pembatasan, larangan, atau pengenaan tambahan bea masuk,
barang-barang dari negara yang bersangkutan dapat dikenai tarif yang besarnya
berbeda dengan tarif yang dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1). Pesatnya perkembangan
industri dan perdagangan menuntut pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Bea
dan Cukai untuk dapat memberikan insentif perdagangan dan industri yang lebih luas
berupa pelayanan yang lebih cepat, lebih baik dan lebih murah, contohnya jalur
prioritas, perluasan fasilitas penangguhan bea masuk, safe guard tariff, sehingga dapat
menjadi daya tarik bagi para investor baik dalam negeri maupun luar negeri.
Rumusan ketentuan tindak pidana penyelundupan dalam UU No. 10 Tahun
1995 kurang tegas, sehingga susah menjerat pelanggar kepabeanan dengan pidana
penyelundupan karena jika pelaku telah memenuhi salah satu kewajiban pabean saja
walaupun tidak sepenuhnya, tidak lagi dianggap sebagai penyelundupan. Hal tersebut

Universitas Sumatera Utara

dianggap kurang memenuhi rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu dipandang perlu
untuk merumuskan kembali tindakan-tindakan yang dapat dikategorikan sebagai
tindak kejahatan penyelundupan.
Mengingat masih banyaknya kasus-kasus pelanggaran kepabeanan yang terjadi
karena masih ringannya sanksi yang diatur didalam UU No. 17 Tahun 2006, maka
untuk menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran kepabeanan, perlu ditetapkan
pemberatan sanksi berupa denda, serta memberlakukan sanksi pidana minimal dan
maksimal.
Bea masuk tindakan pengaman (safeguard) yaitu bea masuk yang dipungut
sebagai akibat tindakan yang diambil pemerintah untuk memulihkan kerugian serius
dan/atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri dalam negeri sebagai
akibat lonjakan impor barang sejenis atau barang yang secara langsung merupakan
saingan hasil industri dalam negeri dengan tujuan agar industri dalam negeri yang
mengalami kerugian serius dan/atau ancaman kerugian serius tersebut dapat
melakukan penyesuaian struktural. Yang dimaksud kerugian serius adalah kerugian
nyata yang diderita oleh industri dalam negeri. Kerugian tersebut harus didasarkan
pada fakta-fakta, bukan berdasarkan tuduhan, dugaan atau perkiraan. Dewasa ini bea
masuk tindakan pengaman dikenakan terhadap impor table ware dari negara-negara
tertentu.
Dalam hal tindakan pengaman telah ditetapkan dalam bentuk kuota
(pembatasan impor), maka bea masuk tindakan pengaman tidak harus dikenakan. Bea
masuk tindakan pengaman paling tinggi sebesar jumlah yang dibutuhkan untuk
mengatasi kerugian serius atau mencegah ancaman kerugian serius terhadap industri

Universitas Sumatera Utara

didalam negeri. Bea masuk tindakan pengaman merupan tambahan bea masuk yang
dipungut berdasarkan pasal 12 ayat (1) UU Kepabeanan Tahun 2006.
Sebelum ada WCO, peraturan mengenai kepabeanan dianggap menghambat
perdagangan antar negara. Karena peraturan yang tidak sesuai dengan negara lain,
terlalu memberatkan perdagangan, dan tidak adanya standar khusus dalam berdagang.
Untuk itulah pada mulanya dibentuk kesepakatan-kesepakatan dagang baik yang
bilateral maupun kelompok seperti uni-Eropa yang kemudian meluas sampai seluruh
dunia dan terbentuklah WCO.41
Permasalahan implementasi WCO Negara berkembang merupakan sistem
penilaian pabean telah menjadi subyek perjanjian internasional karena dapat
menciptakan hambatan perdagangan. WCO mengamanatkan penggunaannya untuk
semua anggota WCO. WCO menetapkan bahwa nilai pabean barang impor, sedapat
mungkin adalah nilai transaksi yaitu harga yang sebenarnya dibayar atau yang
seharusnya dibayar untuk barang. Meskipun menerima bantuan teknis yang substansial
(Technical Assistant), banyak negara berkembang belum berhasil secara memadai
melaksanakan WCO valuation standard. Berikut ini adalah beberapa penyebab
kegagalan implementasi di Negara berkembang:42

1.

Kurangnya Komitmen

Bukti empiris menunjukkan bahwa kekhawatiran negara-negara berkembang
mengenai sistem nilai yang akan diadopsi dalam WCO tidak sepenuhnya
diperhitungkan, dan bahkan diabaikan. Misalnya, komitmen yang dibuat oleh Menteri
41

http://bumikitta.wordpress.com/2010/01/26/selamat-hari-kepabeanan-internassional-ke-58/
diakses 9 November 2013
42
http://ardianlovenajlalita.wordpress.com/ diakses 9 November 2013

Universitas Sumatera Utara

Perdagangan, yang mewakili negara mereka di WCO, sering kurang dikomunikasikan
ke Menteri Keuangan, yang bertanggung jawab untuk menerapkan Agreement
tersebut. Sebagai hasilnya, Agreement minim terinternalisasi. Special Different
Treatment disediakan beberapa fleksibilitas jadwal untuk penerapan Agreement, tapi

secara luas dianggap tidak memadai dalam mengatasi kesulitan khusus negara-negara
berkembang. Selanjutnya, minimnya internalisasi juga sering tercermin dalam
penggabungan dari ketentuan WCO Valuation Agreement dalam legislasi domestik
yang tidak lengkap dan akurat, sehingga sistem tidak lagi sesuai dengan maksud
WCO.43
2. Kekhawatiran Hilangnya Penerimaan Negara
Negara-negara berkembang sangat kawatir dengan kehilangan pendapatan negara.
Rendahnya kepatuhan wajib pajak dan kekurangan administrasi pabean membuat sulit
untuk menangani kasus underinvoicing secara efektif. Underinvoicing menjadi hal
yang menarik bagi importir karena tingginya tarif bea masuk yang dikenakan pada
barang impor.
3. Rendahnya Kepatuhan Dunia Usaha
Partisipasi terbesar dalam kegiatan impor dicatat oleh sektor informal yang
menggunakan unvoice yang tidak dapat diandalkan, memiliki standar pembukuan yang
buruk atau tidak menyelenggarakan pembukuan sama sekali, tidak memiliki alamat
tetap bisnis, atau sering melakukan perubahan dalam nama bisnis mereka. Dalam
keadaan ini, pengawasan nilai pabean berdasarkan pada Post Clearance Audit tidak
dapat dilaksanakan. Petugas bea cukai di banyak negara menyadari betapa mudahnya

43

Luc De Wulf, Jose B. Sokol, 2005, Customs Modernization Handbook, Washington, D.C.,
The World Bank

Universitas Sumatera Utara

faktur impor dipalsukan baik pada saat ekspor atau bahkan dilakukan di negara tujuan.
Beberapa faktur palsu mudah untuk dideteksi. Namun adapula yang dilakukan dengan
kecanggihan tingkat tinggi dan disusun oleh importir menengah dan skala besar.
Hanya sebuah organisasi pabean yang maju yang memiliki kemampuan untuk
mendeteksi pemalsuan tersebut. Penelitian atas kebenaran invoice menjadi hal yang
rumit dalam upaya untuk mengatasi masalah underinvoicing.
4. Keterbatasan Administrasi Pabean
Kapasitas administrasi Pabean untuk menerapkan sistem WTO Valuation Agreement
kurang efektif di banyak negara berkembang. Tingginya volume barang yang
diperdagangkan, dengan harga sangat berbeda untuk barang yang sejenis, fluktuasi
harga yang terus berubah, serta berbagai tingkat transaksi dan kondisi penjualan
menyulitkan penilaian yang benar atas barang impor. Banyak informasi yang
dibutuhkan tidak tersedia untuk meneliti transaksi karena dengan pemasok asing yang
tetap. Misalnya, pemeriksaan silang faktur keluar dari penjual (eksportir) dengan
faktur masuk dari pembeli (importir) atau melakukan pemeriksaan sederhana seperti
menentukan keberadaan eksportir biasanya tidak mungkin atau terlalu rumit. Terhadap
pemalsuan harga perlu ditangani bukan melalui ketentuan nilai pabean tapi dengan
menggunakan

penyelidikan

dan

penyidikan

pidana

pemalsuan

yang

juga

menimbulkan sejumlah permasalahan sendiri dalam pelaksanaannya.
Menerapkan metode alternatif WCO Valuation Agreement secara ketat
menyulitkan, rumit, dan memakan waktu. Hal ini membutuhkan informasi terbaru
mengenai nilai barang identik dan serupa, dan informasi yang tidak tersedia atau yang
membutuhkan perhitungan rumit. Untuk menerapkan nilai yang dihitung akan
memerlukan investigasi di negara-negara pengekspor, prosedur yang sama sekali tidak

Universitas Sumatera Utara

memungkinkan di kebanyakan negara berkembang karena kurangnya sumber daya
anggaran dan staf. Penerapan ketat aturan ini akan menyebabkan keterlambatan
clearance, terutama dalam kasus di mana post clearance audit belum di dilaksanakan.

Akibatnya, banyak negara berkembang mengambil jalan pintas dalam penggunaan
metode alternatif untuk sebagian besar dari impor mereka. Jelas, ini masih jauh dari
situasi yang ideal untuk sistem penilaian yang seharusnya berperan memfasilitasi
perdagangan.
Secara umum dapat diketahui kedudukan WCO dalam perdagangan
internasional adalah :
1. Customes Procedures

Masalah utama

yang menghambat

kelancaran arus barang dan

orang

(perdagangan) yang melintas perbatasan suatu Negara adalah diterapkannya
prosedur kepabeanan yang rumit dan berbeda-beda serta diberlakukannya berbagai
macam persyaratan. Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah tersebut. WCO
telah menetapkan salah satu tujuannya yaitu menjamin tercapainya tingkat
harmonisasi dan keseragaman sistem kepabeanan yang memadai dalam rangka
memperlancar perdagangan. Pencapaian tujuan tersebut menjadi tanggungjawab
the Parmanent Technical Committee (PTC). Salah satu fasilitas penting yang telah

dihasilkan oleh PTC guna memperlancar perdagangan adalah diluncurkan the
International Convention on the simplification and harmonization pf customs
Procedures, dikenal dengan nama Kyoto Convention, pada tahun 1973. Konvensi

ini terdiri dari 31 lampiran yang memuat berbagai kegiatan kepabeanan, antara lain
mengenai : prosedur impor, transit, dan fasilitas untuk traveler. Masing-masing
lampiran tersebut memuat prinsip-prinsip dasarnya saja. Sedangkan aplikasinya

Universitas Sumatera Utara

diserahkan kepada masing-masing negar anggota sesuai dengan tingkat
penyederhanaan dan penyalarasan prosedur kepabeanan yang dikehendaki.
2. Enforcement
Salah satu tugas utama Customs administrations adalah memberikan perlindungan
terhadap masyarakat. Untuk maksud tersebut WCO menggalang Negara anggota
untuk meningkatkan kerjasama internasional guna memenangi pelanggaran dalam
bidang kepabeanan. Instrument hokum yang terpenting yang telah diluncurkan
oleh WCO pada tahun 1977 untuk menggalang peningkatan kerjasama
internasional tersebut adalah Nairobi Convention for the prevention , investigation
and repession of Customs offecers. Jenis pelanggaran yang tercantum dalam

konvensi tersebut pada dasarnya adalah pelanggaran dalam bidang perniagaan,
termasuk penyalahgunaan hak milik kekayaan intelektual, perdagangan gelap
bahan-bahan berbahaya, peralatan persenjataan, bahan nuklir, bahan beracun, hak
milik kebudayaan dan binatang serta tumbuhan yang dilindungi.
Data yang diterima dari Negara-negara anggota akan dikelompokkan,
dianalisa dan disebarluaskan kepada seluruh Negara anggot WCO. Guna
meningkatkan efektivitas CIS (Customs Intelligent System), WCO mengadakan
perjanjian

dengan

organisasi-organisasi

perdagangan

dan

pengangkutan

internasional serta mendirikan kantor-kantor penghubung intelijen di 6 wilayah
WCO. Disamping itu pula WCO membina hubungan kerjasama yang erat dengan
organisasi internasional terkait dalam bidang penegakan hokum. Pembinaan
hubungan kerjasama tersebut antara lain meliputi masalah pencucian uang dari
transaksi illegal serta penyimpangan penggunaan bahan-bahan berbahaya.

Universitas Sumatera Utara

3. Nomenclature and Classification
Sistem pengklasifikasian barang yang dapat diterima secara internasional
merupakan suatu kebutuhan yang mendasar didalam pelaksanaan perdagangan
internasional. Untuk maksud ini, WCO pada tanggal 14 Juni 1983 telah
meluncurkan International Convention on the Harmonizal Commodity Deskription
and Coding System, yang dikenal dengan nama Harmonized System atau HS.

Multi fungsi yang dimiliki oleh sistem tersebut telah menyebabkannya dijadikan
sebagai salah satu fundamental yang sangat penting di dalam hokum perdagangan
internasional. Di dalam rangka mempermudah pengaplikasian sistem ini. WCO
telah menerbitkan publikasi sebagai pelengkap konvensi HS. Publikasi tersebut
adalah Explanatory Notes dan Compendition of Classification Opinions , yang
merupakan kumpulan keputusan klasifikasi yang dibuat oleh Komite HS.
4. Customs Valuation
Sistem penetapan harga pabean merupakan salah satu bentuk dari sistem tarif
pabean yang modern. Sistem penetapan tersebut sangat penting untuk menilai
besarnya bea masuk, baik dalam rangka pengumpulan penerimaan, maupun dalam
rangka pemberian perlindungan terhadap industry dalam negeri. Disamping itu,
sistem penetapan harga pabean juga merupakan unsur penting dalam berbagai
aspek perdagangan internasional, antara lain statistik, kuota, pengaturan perijinan,
pajak dan pungutan impor lainnya, serta penerapan sistem preferensi.
5. Training and Technical Cooperation
Salah satu fungsi WCO yang terpenting adalah memberikan pelatihan kepada
aparat Bea dan Cukai Negara anggota agar mereka dapat lebih tanggap dalam
memberikan respon terhadap tantangan yang muncul sebagai akibat pesatnya

Universitas Sumatera Utara

perkembangan pola perdagangan dan penerapan teknologi pada Customs
Administration. Untuk maksud ini, sekretariat Dewan memiliki tim ahli dalam

berbagai kegiatan kepabeanan. Tim ahli tersebut bertugas untuk mempersiapkan
modul pelatihan, menyelenggarakan kursus bagi pelatih, mengadakan berbagai
kursus dan seminar baik dalam rangka meningkatkan kemampuan aparat Customs
Administration maupun dalam rangka memperlancar pelaksanaan perjanjian

internasional dalam bidang kepabeanan, memberikan bea siswa. Disamping itu,
Sekretariat Dewan juga memiliki Kelompok Penasehat Pelatihan yang bertugas
untuk mendiskusikan dan mengenali keburuhan pelatihan bagi Customs
Administrastion di wilayah-wilayah WCO.
Dalam rangka mengantisipasi lingkungan yang penuh tantangan tersebut,
WCO akan terus melakukan harmonisasi dan standarisasi instrument kepabeanan
melalui penerapan konvensi-konvensi internasional yang telah dihasilkannya.
Selain itu, WCO juga akan terus berusaha untuk meningkatkan pelayanan dan
jumlah anggotanya melalui peningkatan pertukaran informasi antar Customs
Administration, penerapan teknologi yang memadai dalam sistem dan prosedur

kepabeanan, kerjasama dengan masyarakat usaha, pelaksanaan pelatihan,
pemberian bantuan dan peningkatan fungsi WCO sebagai forum untuk menukar
pendapat mengenai berbagai hal kepabeanan.
Secara umum hubungan antara WCO Internasional dengan kepabeanan
Indonesia yaitu kepabeanan Indonesia telah menerapkan Konvensi Kyoto tahun
1973 (Kyoto Convention) yang mengatur mengenai sistem dan prosedur
kepabeanan (Customs Administration), yaitu yang berisi 31 lampiran yang memuat
berbagai kegiatan kepabeanan, Kepabeanan Indonesia menerapkan Noirobi

Universitas Sumatera Utara

Convention for the prevention, investigation and repressi