Menilik Penyelundupan Imigran melalui Ja

Menilik Penyelundupan Imigran melalui Jalur Laut Mediterrania:
Signifikansi Kasus & Upaya Uni Eropa dalam Pengentasan Masalah
Winda Noviana
14010413120040
Permasalahan imigran bukanlah menjadi hal baru bagi dunia internasional khususnya
regional Eropa. European Refugee Crisis pada tahun 2015 hingga saat ini telah menghasilkan
masuknya lebih dari satu juta imigran. Melonjaknya imigran yang masuk berpengaruh
terhadap stabilitas negara-negara Eropa dan masyarakat di dalamnya, serta menghasilkan
kebijakan-kebijakan baru pada tingkat nasional maupun regional dalam mengatasi
permasalahan tersebut. Salah satu yang menjadi fokus pembahasan kebijakan adalah
bagaimana jalur laut penghubung daratan Eropa dengan wilayah lain berpengaruh bagi krisis
yang dialami mereka.
Jalur laut yang menghubungkan daratan Eropa dan wilayah lain sekitarnya memegang
peran perantara krisis imigran. Sementara arus imigrasi yang berlangsung sekarang berasal dari
negara-negara Timur Tengah dan Afrika, maka posisi laut di bagian selatan Eropa memegang
peran krusial. Laut Mediterrania menghubungkan daratan Eropa dengan Afrika bagian Utara
dan Timur Tengah. Laut yang membentang dari tenggara hingga barat daya Eropa ini terdiri
dari pembagian daerah laut yang lebih kecil seperti Laut Agea, Ionia, Adriatik, dan Tyrrhenia.
Luasnya teritorial Laut Mediterrania dijadikan celah bagi pelaku Transnasional Organized
Crime untuk melaksanakan praktik-praktik kejahatan seperti penyelundupan manusia. Adanya
permintaan yang tinggi dari calon-calon imigran yang menginginkan fasilitas perantara

memasuki Eropa dan masih kurangnya pengawasan hingga penegakan hukum bagi pelaku
penyelundupan manusia di Laut Mediterrania, manjadikannya ladang subur keuntungan para
penyelundup (smuggler). Tingginya kematian melaui jalur laut membuat peran smuggler dalam
memfasilitasi imigran ke Eropa menjadi sorotan. Maka, artikel ini berupaya menjelaskan
bagaimana permasalahan penyelundupan imigran menjadi perlu dijadikan pertimbangan
kebijakan untuk kemudian menarik Uni Eropa sebagai pihak berkepentingan untuk
menciptakan keputusan guna mengatasi penyelundupan via Laut Mediterrania.
Bagaimana Karakteristik Penyelundupan Imigran via Laut Mediterrania ?
Rute pelayaran melaui Mediterrania dibagi menjadi 3: rute timur melaui Laut Agea,
tengah melalui Laut Ionia dan Tyrrhenia yang berakhir di Italia atau Yunani, dan barat melalui
semenanjung Catalan (Spanyol, Kepulauan Baleares). Rute tengah menjadi medan paling
berbahaya bagi imigran karena jarak yang jauh antar wilayah dan dibuktikan dengan tingkat
1

kematian yang tinggi di rute tersebut. Namun sebaliknya rute tengah menjadi yang paling
diminati pada awalnya, terutama berasal dari Libya karena letak geografisnya yang strategis
dan ketidakstabilan pemerintahan1 yang berujung relatif longgarnya keamanan perbatasan yang
memungkinkan bagi jaringan penyelundupan manusia untuk berkembang. 2 Menurut United
Nations High Commissioner for Refugees pada tahun 2015, dari jumlah migrasi via Laut
Mediterrania yaitu 991,000; 836,000 tiba di Yunani melalui jalur timur; 151,000 tiba di Italia

melalui jalur tengah; kemudian berkisar 3,700 di antaranya merupakan angka kematian dan
hilang dalam usaha mencapai Eropa. Dari tahun ke tahun, angka kematian ini pun semakin
meningkat.3 Atas statistik di atas pula, saat ini lebih banyak penyelundup imigran memilih rute
timur yang dinilai lebih aman dan memiliki operasi pemantauan yang lebih longgar.4
Penyelundupan imigran dilakukan oleh individu maupun kelompok kejahatan
terorganisir dalam rangka mencari keuntungan. Modus operasi penyelundup pun dibagi dua,
yaitu bertujuan membawa imigran sampai hingga daratan negara transit/yang dituju atau
sengaja dibiarkan di titik laut tertentu agar ditemukan oleh otoritas negara sekitarnya.
Permasalahan penyelundupan imigran adalah fenomena struktural yang meski banyak upaya
pemberantasan telah dilakukan, jaringannya masih terus ada hingga kini. Karakteristik lainnya,
manusia yang diselundupkan tidak hanya mewakili pengungsi, imigran ekonomi atau
kelompok khusus lainnya tetapi berasal dari campuran kepentingan dan latar belakang tujuan.
Untuk jalur Mediterrania, imigran yang diselundupkan justru bukan kebanyakan berasal dari
sekitar wilayah tersebut, namun jauh ke tengah dan selatan Afrika dan Timur Tengah.5
Mengapa Penyelundupan Imigran Perlu menjadi Sorotan ?
Dunia internasional menuntut Eropa untuk memberikan perhatian terhadap fenomena
penyelundupan imigran melalui Laut Mediterrania. Selain memunculkan permasalahan bagi
kestabilan regional Eropa, lebih jauh, penyelundupan manusia yang memang terlarang menurut
hukum internasional memberi konsekuensi negatif bagi pelaku, korban, dan aktor-aktor
internasional lain. Jaringan penyelundup telah menghasilkan setidaknya $1 miliar keuntungan


1 Mattia Toaldo, “Libya’s Migrant-Smuggling Highway: Lessons for Europe”, dalam
European Council on Foreign Relations Policy Memo November 2015
2 Timothy G. Hammond, “The Mediterranean Migration Crisis”, dalam Foreign Policy
Journal (2015), hal.5-7
3 Tamara Last dan Thomas Spijkerboer, “Tracking Deaths in the Mediterranean”, dalam
Tara Brian and Frank Laczko (eds.), Fatal Journeys. Tracking Lives Lost During Migration
(International Organization for Migration: Geneva, 2014) hal.92-97
4 Mattia Toaldo, Op. Cit. hal.5
5 Phillipe De Bruycker, dkk, “Migrants smuggled by sea to the EU: facts, laws and policy
options”, dalam Migration Policy Report Research Report 2013/09, hal.5-11

2

dari penyelundupan sekitar satu juta imigran ke Eropa. Jumlah yang tidak sedikit dengan
akumulasi sebesar $10 miliar apabila dihitung sejak tahun 2000.6
Pertama, penyelundupan manusia rentan akan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia
bagi para imigran. Meski tak bisa dikatakan sebagai korban karena penyelundupan ini adalah
atas keinginan mereka sendiri, perlakuan yang diterima menjadikannya korban atas berbagai
pelanggaran HAM. Pelanggaran HAM yang diterima imigran dari smugglers berupa

kekerasan; tidak diberikannya fasilitas penunjang kehidupan seperti makanan, air, obat-obatan
yang memadai seperti yang dijanjikan; tidak diterimanya ruang hidup yang layak sementara
imigran harus berminggu-minggu berada di laut; serta rawannya penipuan di mana fasilitas
yang disediakan tidak sesuai dengan jumlah uang yang dibayarkan/dijanjikan. Pelanggaran
seperti ini tak asing berujung kepada tingkat kematian yang bertambah dalam tahun terakhir.
Penyelundupan manusia melalui kapal juga rentan akan praktik perbudakan yang terjadi ketika
seseorang tidak mampu membayar biaya yang ditentukan kepada smugglers.
Berikutnya, masih terbatasnya operasi penyelamatan serta luasnya cakupan Laut
Mediterrania menjadikan beberapa pihak harus turut serta mengambil inisiatif penyelamatan.
Kapal-kapal dagang dan swasta yang melalui jalur yang sama dengan yang dilewati jaringan
penyelundupan imigran sering berpapasan dengan kapal penyelundup berisi imigran yang
membutuhkan pertolongan, sehingga sesuai keharusan mereka menghentikan pelayaran guna
membantu korban. Hal tersebut membuat pemilik dan pengelola kapal-kapal ini harus
mengeluarkan biaya tambahan guna fasilitas pertolongan meskipun ini merupakan bagian dari
kewajiban mereka. Pelayaran juga terhambat dan memerlukan waktu lebih lama, yang
berujung pada membengkaknya biaya operasional kapal.
Ketiga, penyelundupan manusia melalui laut menyulitkan otoritas terkait dan
pemberlakuan hukum yang berlaku. Kesulitan terjadi karena di lautan terkadang sulit
menentukan jurisdiksi negara yang bertanggungjawab atas kejadian tersebut. Dibutuhkan
penyelidikan mendalam mulai dari kapal yang ditumpangi, jalur yang dilalui, negara tujuan,

negara transit dan asal7 yang tentu saja memakan waktu lama dan biaya yang tidak sedikit.
Kemudian yang terakhir, jaringan penyelundupan manusia terkait erat dengan jenisjenis kejahatan lain seperti penyelundupan senjata dan obat-obatan, terorisme, penipuan.
Semakin kompleks jaringan terkait kejahatan-kejahatan lain, maka penyelesaiannya pun akan
semakin sulit.
6 Tom Miles, “EU gets one million migrants in 2015, smugglers seen making $1 billion”,
Reuters,
diakses
dari
http://www.reuters.com/article/us-europe-migrantsidUSKBN0U50WI20151222, pada tanggal 29 Desember 2015 pukul 16.23
7 United Nations, “Smuggling of Migrants by the Sea”, dalam Issue Paper 2011, hal.9

3

Upaya yang Ditempuh Eropa mengenai Penyelundupan Imigran
Berbagai upaya ditempuh negara-negara Eropa guna mengatasi terus masuknya imigran
yang menimbulkan krisis regional bagi mereka. Upaya-upaya tersebut juga dilakukan untuk
menekan angka kematian via jalur Mediterrania yang mencapai 20,000 selama dua dekade
terakhir.8 Secara garis besar, inisiatif mengatasi krisis ini dilakukan berdasar Central
Mediterranean Sea Initiative (CMSI) Action Plan; Protocol Against the Smuggling of
Migrants by Land, Sea and Air, Supplementing the United Nations Convention Against

Transnational Organized Crime; the European Union’s Joint Foreign Affairs and Home
Council’s 10-point action plan on migration; Universal Declaration on Human Rights; EU
Action Plan against migrant smuggling (2015 - 2020); dan The Model  Law  against  the 
Smuggling 

of Migrants 

oleh

United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC).

Ketentuan-ketentuan di atas berisi penguatan operasi Search and Rescue (SAR); mendorong
kapal komesial untuk memberi bantuan yang dibuthkan; mekanisme penggunaan titik-titik
strategis penyelamatan, fasilitas, dan bantuan; menyediakan prosedur suaka, bantuan, dan
kemanusiaan; pertukaran informasi; pengembangan institusi dan kapasitas 9; kerjasama dengan
komunitas dan otoritas lokal negara non-EU terkait serta organisasi internasional seperti
International Organization for Migration10 dan The International Federation of Red Cross and
Red Crescent Societies (IFRC)11.
Dalam operasi konkret negara secara individu, Italia melalui Naval Search and Rescue
(SAR)-nya melakukan penyelamatan imigran dengan permasalahan tenggelamnya kapal, tidak

layak, kekurangan fasilitas pendukung kehidupan, dan kesulitan lain untuk selanjutnya
mendapatkan pelayanan kemanusiaan dari pemerintah Italia. Meski sempat keberatan dengan
melonjaknya jumlah imigran yang masuk ke Italia khususnya jalur laut, Italia menunjukkan
iktikad kemanusiaannya dengan melaksanakan operasi SAR Mare Nostrum yang diklaim
menyelamatkan sekitar 150,000 imigran dari Oktober 2013 hingga Oktober tahun berikutnya.
Tentang upaya bersama, Uni Eropa sebagai wadah penyelesaian konflik dan
pengambilan keputusan negara-negara anggotanya telah menjalankan Joint Operation Triton
yang diluncurkan agensi kontrol perbatasan Uni Eropa, FRONTEX pada November 2014.12
Operasi Poseidon yang serupa dengan Triton tetapi dengan wilayah kerja khusus timur
8 “Mapping Mediterranean Migration”, BBC, diakses dari http://www.bbc.com/news/worldeurope-24521614, pada tanggal 27 Desember 2015 pukul 00.33
9 Central Mediterranean Sea Initiative (CMSI) Action Plan
10 Europe / Mediterranean Migration Response: International Organization for Migration
Situation Report 5 Oktober 2015
11 International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies, “Migrants Smuggled
at Sea / Ensuring their Dignity and Safety: An IFRC perspective”
12 Timothy G. Hamond, Loc. Cit. hal.7-8

4

Mediterrania.13 Kemudian ada operasi anti-penyelundupan imigran di Laut Mediterrania yang

dikenal sebagai EUNAVFOR Med sebagai gabungan agenda Common Security and Defence
Policy (CSDP) dan Freedom, Security and Justice (FSJ) dengan kerjasama dengan EUROPOL
dan FRONTEX.14 Hingga akhir 2015 telah menacapai fase kedua (Operasi Sophia) yang
bertujuan

mengidentifikasi,

memproses

kapal

yang

dicurigai

menjadi

perantara

penyelundupan-perdagangan manusia, dan menangkap pelaku di perairan internasional 12 mil

lepas laut Libya15; setelah sebelumnya melewati fase pertama atau pengumpulan informasi
intelijen tentang jaringan penyelundupan terutama dari Libya. 16 Fase ketiga berupa aksi koersif
pembentukan unit bersenjata khusus dilaksanakan pasca pengimplementasian penuh fase
sebelumnya atau dalam kata lain dalam jangka satu tahun setelahnya (2016).
Pemberantasan jaringan penyelundupan imigran memang tidak mudah. Tidak ada cara
instan seperti sekedar membuka pintu bagi imigran untuk masuk ke Eropa. 17 Akan lebih efektif
ketika perang terhadap aktivitas illegal ini ditilik dari akar penyebabnya dan harus ada upaya
konkret seperti pemutusan rantai jaringan smugglers sehingga fenomena ini tak terjadi terus ke
depannya. EURONAV Med merupakan salah satu cara efektif penanggulangan penyelundupan
manusia di Mediterrania yang selayaknya terus dikembangkan menjadi lebih baik. Meski
masih terdapat kekurangan yang sering dibahas beberapa pihak yaitu kurang fokus terhadap
keselamatan imigran melainkan hanya berpacu pada aktivitas penyelundupan, tetapi dengan
semakin eratnya kerjasama dengan pemerintah dan aktor internasional lain maka peran
EURONAV Med dan upaya lain di lingkup Uni Eropa dalam mengatasi migrant smuggling
patut diperhitungkan. Sebagai penambahan, fokus jaringan penyelundupan memang perlu
ditekankan sementara diiringi pengurangan fokus sekedar kriminalisasi atas imigran yang
masuk ke Eropa sendiri.18

13 Mattia Toaldo, Loc. Cit. hal.7-8
14 Thierry Tardy, “Operation Sophia: Tackling the refugee crisis with military means”,

dalam European Union Institute for Security Studies Brief Issue September 2015, hal.1-3
15 Mark Micallef, “EU Anti-Smuggling Operation Moving to Phase Two: Intercepting
Smugglers at Sea”, Migrant Report, diakses dari http://migrantreport.org/green-light-foreu-anti-smuggling-operation-to-move-to-phase-two/, pada tanggal 28 Desember 2015
pukul 18.55
16 Giovanni Faleg dan Steven Blockmans, “EU Naval Force EUNAVFOR MED sets sail in
troubled waters’’, dalam CEPS Commentary Juni 2015, hal.2-3
17 Nick Gutteridge, “EU adviser unveils flawless plan to beat the evil people traffickers-let
EVERYONE in”, Express, diakses dari http://www.express.co.uk/news/world/628519/EUmigrant-crisis-refugees-people-smugglers-mass-migration-Germany-France, pada tanggal
28 Desember 2015 pukul 19.00
18 “European Migration Crisis: Failing Policies, Fatal Journeys”, dalam Trocaire Policy
Briefing September 2015 hal.6

5