Tindakan Pengawasan dalam Kegiatan Intelijen Terhadap Penyelundupan Barang Palsu dan Bajakan di Bidang Kepabeanan ditinjau dari Hukum Internasional

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan perdagangan bebas yang telah terjadi secara simultan baik pada
tingkat regional ASEAN (Association of South East Asia Nations) dan Asia Pasifik
maupun pada tingkat global membutuhkan kesiapan Indonesia untuk menghadapi
persaingan yang cenderung akan semakin ketat. Hal ini akibat diterimanya persetujuan
umum tentang Perdagangan dan Tarif GATT (General Agreement on Tariff and
Trade). Untuk mengatasi persoalan tersebut di atas, diperlukan berbagai upaya untuk

meningkatkan efisiensi termasuk perbaikan sistem dan pranata hukum yang mampu
mendukung kegiatan ekonomi dan bisnis yang semakin modern dan global sifatnya.
Indikator paling kuat dari era liberalisasi ekonomi dan perdagangan itu adalah
kaburnya atau bahkan gugurnya sekat atau aturan-aturan yang bersifat lokal, nasional
maupun regional. Dengan kata lain, aturan-aturan tersebut harus menyelaraskan diri
dengan aturan-aturan yang sudah disepakati di dalam World Trade Organization
(WTO), Asia Pacific Economic Cooperation (APEC), Asean Free Trade Agreement
(AFTA) maupun World Customs Organization (WCO). Implikasinya adalah produk
barang dan jasa suatu Negara tidak hanya bisa dipasarkan di dalam negerinya sendiri,
tetapi juga diperbolehkan untuk masuk ke berbagai penjuru dunia terutama bagi

Negara-negara yang meratifikasi perjanjian tersebut. Klimaksnya pada suatu Negara
akan mengalami “banjir” produk barang dan jasa yang berasal dari negara lain.1

1

M., Ali Purwito., 2008, Kepabeanan dan Cukai (Pajak Lalu Lintas Barang) , Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, hal 34

Universitas Sumatera Utara

Mencermati kompleksitas perdagangan multilateral menuju era globalisasi ekonomi
dan liberalisasi perdagangan, serta kemajuan teknologi informasi, berbagai upaya
perbaikan dan pengembangan melalui serangkaian program reformasi kepabeanan
belum sepenuhnya memuaskan dan mampu menciptakan sistem dan prosedur ekspor
yang dapat memberikan keyakinan atas kebenaran ekspor barang, sehingga tidak
memberi peluang terjadinya ekspor fiktif serta menekan tingkat penyelundupan.
Kegiatan kepabeanan merupakan kegiatan yang sangat penting bagi suatu
negara, baik yang berkaitan dengan aspek penerimaan negara maupun aspek
kedaulatan, serta aspek security dari keluar masuknya barang di suatu negara. Ketiga
aspek tersebut merupakan kesatuan pemikiran yang wajib diatur dalam suatu peraturan

hukum internasional mengenai bidang kepabeanan. Selain itu ada beberapa aspek lain
yang nendukung pelaksanaan tugas kepabeanan suatu negara, yaitu antara lain aspek
sumber daya manusia dan aspek infrastruktur dari kepabeanan internasional.
Sebagaimana diketahui, kegiatan kepabeanan yang merupakan pintu utama
kegiatan ekonomi antara Indonesia dengan negara-negara lain di dunia, masih
menghadapi berbagai hambatan, baik hambatan internal maupun hambatan eksternal.
Hambatan-hambatan tersebut justru sangat mempengaruhi kemampuan bersaing
berbagai produk Internasional di pasar ekonomi global. Salah satu contoh hambatan
internal adalah fakta adanya persepsi di masyarakat akan barang penyeludupan barang
palsu dan bajakan di bidang kepabeanan internasional. Betapa tidak, sebagai pengawas
lalu lintas kepabeanan wajib melaksanakan fungsinya yakni perlindungan kepada
masyarakat dari masuknya barang-bahaya bahaya, perlindungan kepada industriindustri tertentu dari persaingan barang ekspor ke negara lain, Pemberantasan
penyeludupan barang palsu dan bajakan dan menegakkan peraturan dan berbagai

Universitas Sumatera Utara

institusi internasional yang berkepentingan dengan lalu lintas barang yang melampui
batas-batas negara.2 Dengan perkataan lain, disatu pihak kepabeanan dituntut untuk
akomodatif terhadap instrumen-instrumen (hukum) kepabeanan internasional yang
menghendaki simplikasi di segala pihak, sementara lainnya dituntut pula untuk

mengamankan kepentingan negara di bidang kepabeanan.
Peran pabean sebagai trade fasilitator dengan fungsi yang tampak paradoksal
tersebut diatas, sebenarnya telah terlihat sejak merebaknya resolusi industri di Eropa.
Pada saat itu peran pabean meski yang dominan baru fungsi sebagai pengawas
penerimaan negara, lebih mementingkan perlindungan terhadap industri masingmasing negara daripada perlindungan terhadap industri-industri masing-masing negara
daripada perlindungan terhadap masyarakat dunia yang berakses pada visi global.
Konsekuensinya, penentuan tarif bea masuk, sistem dan prosedur serta formalitasformalitas lainnya dari instituti kepabeanan di tiap negara berbeda-beda dan bahkan
cenderung bermuara pada proteksi-proteksi dari pembatasan-pembatasan perdagangan.
Kondisi ini pula yang kemudian membidani lainnya upaya-upaya menyederhanakan
dan menstandarisasikan formalitas-formalitas, sistem dana prosedur kepabeanan dalam
perdagangan.
Perjuangan panjang menuju ke arah keseragaman dan penyederhanaan tersebut
disponsori oleh kalangan industri dan perdagangan eropa. Hasilnya pada tahun 1953
telah dibentuk organisasi pabean sedunia World Customs Organization (WCO), yang
hingga kini telah beranggotakan 145 negara, termasuk Indonesia. Selama lebih kurang
44 tahun berdirinya organisasi ini, selain telah berbuat banyak untuk menyeragamkan
2

Abdul Sani dan kawan-kawan, 2007, Buku Pintar Kepabeanan, Gramedia Pustaka Utama,


Jakarta, hlm. i.

Universitas Sumatera Utara

sistem dan prosedur kepabeanan di negara anggotanya, juga telah menghasilkan 7
(tujuh) konvensi utama dan 2 (dua) konvensi titipan yang diharapkan dapat menjadi
standar aturan main bagi institusi kepabeanan di tiap negara anggota World Customs
Organization (WCO). Pemerintah maupun masyarakat luas memerlukan bacaan yang

kritis tentang pengorganisasian dan pelaksanaan fungsi intelijen dalam suatu negara
yang sedang dalam proses mengkonsolidasi demokrasinya. Ada beberapa unsur dari
konsolidasi demokrasi yang kiranya patut mendapat perhatian sehingga tidak
diabaikan begitu saja ketika merumuskan legislasi di bidang intelijen yang selaras
(compatible) dengan tujuan menciptakan negara demokrasi yang modern.3
Pertama, akibat dominasi pada masa lalu telah berkembang mindset yang salah
di internasional di mana intelijen diasosiasikan dengan militer yang bisa menangkap
orang tanpa proses pengadilan dan secara rahasia melakukan berbagai rekayasa sosial
politik demi kepentingan penguasa. Cara berpikir seperti ini berkembang dalam
masyarakat karena praktek-praktek penangkapan dan bahkan penghilangan orang
secara paksa merupakan hal yang biasa pada masa lalu dan tidak satu kekuatan pun

dalam masyarakat yang mampu mencegah praktek tersebut. Meskipun kita mengakui
bahwa unsur kerahasiaan dalam intelijen sangat penting namun tidak itu tidak berarti
bahwa intelijen harus dikaitkan dengan tentara.
Kedua, karena telah begitu lama intelijen di Internasional dijadikan alat oleh
penguasa untuk melestarikan kepentingannya sendiri, maka segala aturan yang
berkaitan dengan intelijen datangnya hanya dari kekuasaan eksekutif. Demikianpun
penentuan pimpinan badan intelijen selalu mengikuti selera penguasa tanpa ada
3

Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Pertumbuhan & Perkembangan Bea dan Cukai Dari Masa

ke Masa – Jilid II, Penerbit Yayasan Bina Ceria, Jakarta, 1995, hlm. 60.

Universitas Sumatera Utara

keterlibatan wakil rakyat maupun masyarakat sipil secara luas. Belum berkembang di
lingkungan kita suatu budaya untuk melihat suatu jabatan publik sebagai persoalan
yang harus disepakati antara penguasa dan yang dikuasai sehingga unsur
pertanggungjawaban


publik

terjamin.

Intelijen

sebagai

bagian

dari

fungsi

pemerintahan terlalu penting untuk dipayungi secara hukum hanya melalui keputusan
atau instruksi internasional. Secara rinci menginformasikan kepada kita hal-hal pokok
apa saja yang harus ada dalam legislasi intelijen sehingga tidak memberikan peluang
diterapkannya mekanisme self-tasking yang justru membahayakan demokrasi, hak
azasi manusia dan kebebasan sipil. Apalagi di Indonesia ada mental feodal di kalangan
pejabat yang selalu berusaha menyenangkan pemimpinnya meskipun untuk itu ia

harus melakukan penindasan terhadap orang lain.
Ketiga, karena tidak adanya legislasi yang jelas tentang pelaksanaan fungsi
intelijen, maka koordinasi menjadi kelemahan yang menonjol. Di samping itu terjadi
tumpang tindih otoritas antara intelijen dengan fungsi pemerintah lainnya. Salah satu
prinsip yang ditekankan dalam buku ini adalah pemisahan yang tegas antara intelijen
dengan fungsi law enforcement yang biasanya dilakukan oleh kepolisian dan didukung
oleh lembaga-lembaga penegak hukum lainnya. Pemisahan fungsi yang tegas ini
membawa implikasi yang luas dalam masyarakat karena masyarakat mendapatkan
kepastian hukum bahwa mereka tidak mungkin ditangkap oleh aparat intelijen tanpa
melalui prosedur hukum yang berlaku. Karena kompleksnya tantangan keamanan
internasional yang datang dari jaringan penyeludupan barang palsu dan bajakan
dibidang kepabeanan global dan mengingat adanya peluang untuk penahanan orang
yang dicurigai terlibat dalam tindakan terorisme yang diberikan oleh legislasi intelijen
di sejumlah negara tertentu, maka diperkirakan bahwa topik tentang kewenangan

Universitas Sumatera Utara

intelijen untuk melakukan penahanan ini akan menjadi topik perdebatan yang hangat
antara pemerintah dengan civil society.4
Berdasarkan uraian diatas maka penting untuk diteliti persoalan tentang

tindakan pengawasan dalam kegiatan intelijen terhadap penyeludupan barang palsu
dan bajakan di bidang kepabeanan ditinjau dari segi hukum internasional.
B. Perumusan Masalah
Adapun yang merupakan permasalah yang timbul dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana regulasi kepabeanan dalam rangka pengamanan hak-hak negara?
2. Bagaimana pengawasan dalam kegiatan intelijen terhadap penyelundupan
barang palsu dan bajakan di bidang kepabeanan internasional?
3. Bagaimana penindakan dan pengamanan dalam kegiatan intelimjen terhadap
penyelundupan barang palsu dan bajakan di bidang kepabeanan ditinjau dari
hukum Internasional?
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
1. Tujuan Penulisan
Tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui regulasi kepabeanan dalam instrument hukum kepabeanan
dalam rangka pengamanan hak-hak negara.

4

Bambang Semedi, Modul Penindakan Pengawasan dan di Bidang Kepabeanan,


Kementerian Keuangan Republik Indonesia Badan pendidikan dan pelatihan keuangan Pusdiklat bea
dan cukai 2011

Universitas Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui pengawasan dan penindakan dalam kegiatan intelijen
terhadap penyeludupan barang palsu dan bajakan di bidang kepabeanan
internasional.
3. Untuk mengetahui pengamanan dalam kegiatan intelijen terhadap barang
penyeludupan barang palsu dan bajakan di bidang kepabeanan ditinjau dari
hukum Internasional.
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Secara Teoritis
dapat memberikan gambaran yang tuntas tentang dinamika sektor
kepabeanan di era perdagangan global di satu pihak dan di pihak lainnya perihal
eksistensi intelijen terhadap penyeludupan barang palsu dan bajakan di bidang
kepabeanan internasional.
b. Secara Praktis

Secara praktis penulis mengharapkan agar penulisan skripsi ini dapat
memberikan masukan pada :

Pemerintah :
1. Memudahkan pelaksanaan penegakan hukum oleh aparat pemerintah dalam
kaitan dengan kegiatan ekspor-impor;
2. Meningkatkan perlindungan atas kepentingan nasional dari ancaman yang
mungkin timbul karena lalu-lintas barang ekspor-impor
3. Mengoptimalkan penerimaan negara

Universitas Sumatera Utara

4. Memberikan kemudahan-kemudahan dan fasilitas di bidang fiskal atas
pemasukkan barang dari luar daerah pabean sehingga dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Pelaku usaha:
1. membenahi sistem dan sejumlah peraturan pelaksana di bidang kepabeanan.
Aparat hukum :
1. penegakan hukum terhadap praktik-praktik Kepabeanan yang menyimpang
dari Ketentuan dan tata cara Kepabeanan yang ada serta mengakibatkan

kerugian bagi masyarakat dan Negara.
2. Mendukung penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam
seluruh kegiatan pelayanan ekspor-impor.
Masyarakat :
1. Memberikan fasilitasi dan perlindungan perdagangan dan industri.
2. Mempertegas ketentuan mengenai hukum internasional untuk menangkal
penyelundupan barang palsu dan bajakan di bidang kepabeanan.
3. Memperberat sanksi terhadap pelanggaran kepabeanan untuk menimbulkan
efek jera.
4. Kewenangan kepada Direktorat jenderal Bea dan Cukai untuk mengawasi
pengangkutan atas Barang Tertentu dalam Daerah Pabean.
D. Keaslian Penulisan
Adapun judul tulisan ini adalah tindakan pengawasan dalam kegiatan intelijen
terhadap penyeludupan barang palsu dan bajakan di bidang kepabeanan ditinjau dari
segi hukum internasional, judul skripsi ini belum pernah ditulis, sehingga tulisan ini

Universitas Sumatera Utara

asli dalam hal tidak ada judul yang sama. Dengan demikian ini keaslian skripsi ini
dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
Penulisan ini disusun berdasarkan literatur-literatur yang berkaitan dengan
kepabeanan internasional. Oleh karena itu, penulisan ini adalah asli karya penulis.
E. Tinjauan Kepustakaan
Pengertian Kepabeanan menurut Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2006 tentang Kepabeanan (UU Kepabeanan) ialah “Kepabeanan adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan pengawasan atas lalu lintas barang yang masuk atau
keluar daerah pabean serta pemungutan bea masuk dan bea keluar.5 Batasan
pengertian pengawasan Pabean berdasarkan International Convention on the
simplicatiaon and harmonization of custom procedures adalah pengawasan Pabean

berarti langkah-langkah yang diambil untuk menjamin pematuhan undang-undang dan
peraturan-peraturan yang pelaksanaannya menjadi tanggungjawab pabean.6
Prinsip yang dianut dalam konvensi Internasional tentang prosedur pabean
tersebut juga menyatkan bahwa “semua barang yang dibawa ke dalam daerah pabean,
terlepas apakah akan dikenakan bea masuk dan pajak atau tidak, harus tetap diawasi
oleh instansi pabean. lalu lintas barang yang masuk (ke dalam daerah pabean) ialah
pergerakan barang impor).7

5

Himpunan Peraturan Perundang-Undangan, Penerbit Fokusmedia, Bandung, 2011, hal 3
Daeng Nazir, Post Audit dalam Sistem Kepabeanan di Indonesia , Makalah, Seminar Nasional
UU Kepabeanan dan UU Cukai, Surabaya, 10 Maret 1996
7
Edhi Sutarto, Pelaksanaan Kewenangan Penyidikan Tindak Pidana di Bidang Kepabeanan
dan Cukai, Makalah, Seminar Nasional Kewenangan Penyidikan dalam sistem Peradilan Pidana di
Indonesia, Universitas Diponegoro, Semarang, 1997.
6

Universitas Sumatera Utara

Masalah pabean adalah merupakan masalah universal yang menyangkut
perdagangan internasional dan pertukaran internasional lainnya (international trade
and international exchange).8

Deklarasi Columbus menegaskan bahwa, Pabean memainkan peranan kunci
dalam perdagangan internasional selalu melibatkan paling sedikit intervensi dua
institusi Bea Cukai, satu pada saat ekspor dan satu lagi pada saat impor. Berawal daari
upaya tindakan sementara, dengan pertimbangan terpenuhi kebutuhan internasional
yang sangat mendesak untuk negara memenuhi perekonomian dunia yang hancur
akibat perang Dunia I dan II, maka dalam persidangan I yang berlangsung di London
15 Oktober sampai dengan 26 November 1946, dicapai persetujuan untuk langsung
diadakan

perundingan

bagi

pengurangan

berbagai

hambatan

perdagangan

internasional, terutama dalam penurunan tarif.9
Sidang di Jenewa, melahirkan ketentuan-ketentuan dalam bentuk perjanjian
multilateral yang kemudian lebih dikenal dengan nama “General Agreement on Tariff
and Trade (GATT)”. Ketentuan-ketentuan GATT dalam kenyataannya merupakan

satu-satunya instrumen hukum yang meletakkan dasar bagi terselenggaranya kegiatan
perdagangan antar negara. GATT mempunyai dua fungsi yaitu sebagai lembaga
internasional dalam perdagangan internasional dalam bidang perdagangan dan sebagai
kumpulan ketentuan umum mengenai perdagangan internasional.10
Permasalahan perdagangan internasional pada umumnya berhulu dari dua
kepentingan yang berbeda yaitu kepentingan nasional dan kepentingan internasional
dalam kenyataannya GATT seringkali menjadi wadah dam mempertemukan dua
8

Ibid
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Deklarsai Columbus, Jakarta, 1997
10
Sudarto Gautama, Segi-Segi Hukum Perdagangan Interna sional (GATT dan GSP), PT. Citra
Aditya Bukti, Bandung, 1994, hal 14
9

Universitas Sumatera Utara

kepentingan tersebut ke dalam hubungan yang bersifat mutualistik dan saling
menguntungkan melalui penerapan skedul tarif, dengan tujuan untuk menciptakan
perdagangan bebas berdasarkan pedoman-pedoman dalam ketentuan GATT dengan
mendasari dengan nilai keadilan, kegunaan dan kepastian hukum. 11
Masalah utama yang menghambat kelancaran arus barang dan orang
(perdagangan) yang melintas perbatasan suatu negara adalah diterapkannya prosedur
kepabeanan yang rumit dan berbeda-beda serta diberlakukannya berbagai macam
persyaratn. oleh karena itu untuk mengatasi hal tersebut, World Customs Organization
(WCO) telah menetapkan salah satu tujuannya yaitu menjamin tercapainya tingkat
harmonisasi dan keseragaman sistem kepabeanan yang memadai dalam rangka
memperlancar perdagangan. pencapaian tujuan tersebut menjadi tanggungjawab the
permanent Technical Commitee (PTC).12

WCO juga membina hubungan kerjasama yang erat dengan organisasi
internasional terkait dalam bidang penegakan hukum. pembinaan hubungan kerjasama
tersebut antara lain meliputi masalah pencucian uang dan transaksi ilegal serta
penyimpangan penggunaan bahan-bahan berbahaya.
Permasalahan utama yang digadapi negara anggota WCO adalah masalah
pencegahan dan pendektisian pelanggaran dalam bidang perniagaan. di banyak negara
anggota yang dikategorikan sebagian negara berkembang. masalah penerimaan masih
merupakan masalah yang dominan, sedangkan pada negara yang sudah tergolong
maju, masalah bukan saja terbatas pada masalah penerimaan, tetapi juga pada masalah
ketentuan perdagangan dan pengawasan yang berbelit-belit. di negara-negara yang
11

Ibid
Husni Basri Siregar, Perkembangan Hukum Organisasi Internasional , Kelompok Studi
Hukum dan Masyarakat (KSHM), FE, Medan, 1998, hal 20
12

Universitas Sumatera Utara

telah menggunakan pasar sebagai kekuatan ekonominya, tugas-tugas kepabeanan
ditransformasikan kedalam suatu mekanisme yang efektif disamping untuk melindungi
pasar luar negeri dan dalam negeri serta mengatur arus permintaan dan penawaran,
tetapi juga sekaligus untuk menunjang kebijaksanaan rekonstruksi ekonomi dan
peningkatan penerimaan negara.13
F. Metode Penelitian
Metode merupakan cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Maksud
metode ini ialah supaya kegiatan praktis dapat terlaksana secara rasional dan
terarah agar mencapai hasil optimal.14
1. Tipe Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif.
Penelitian hukum normatif merupakan suatu bentuk penulisan hukum yang
mendasarkan pada karakteristik ilmu hukum yang normatif.15 Langkah pertama
dilakukan penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan
sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan
kepabeanan ditinjau dari hukum internasional. Penelitian bertujuan menemukan
landasan hukum yang jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam pengawasan
dan tindakan kegiatan intelijen terhadap penyeludupan barang palsu dan
bajakan di bidang kepabeanan berdasarkan hukum internasional.
2. Data dan Sumber Data
Bahan atau data yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari:
13

Taryana Sunandar, Penulisan Karya Ilmiah Tentang Perkembangan Hukum Perdagangan
Internasional dari GATT 1947 sampai Terbentuknya WCO , Badan Nasional Departemen Kehakiman,
1994
14
Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Rineka Cipta, Jakarta, 2004, hlm 15
15
Asri Wijayanti & Lilik Sofyan Achmad, Strategi Penulisan Hukum, Lubuk Agung,
Bandung, 2011, hlm 43.

Universitas Sumatera Utara

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan yang mengikat dan terdiri dari
norma atau kaidah dasar, peraturan dasar, peraturan, bahan hukum yang
tidak dikodifikasikan, yurisprudensi dan traktat.16 Dalam penelitian ini
bahan hukum primer : perjanjian-perjanjian (konvensi) yang mengatur
mengenai kepabeanan, dan Undang-undang Kepabeanan.

b. Bahan hukum sekunder yaitu memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer.17 Dalam penelitian ini adalah buku-buku, makalah, artikel
dari surat kabar, majalah, dan artikel dari internet.
3. Teknik Pengumpulan Data
Untuk memperoleh suatu kebenaran ilmiah dalam penelitian, maka
digunakan metode pengumpulan data dengan cara18 : Studi Kepustakaan, yaitu
mempelajari dan menganalisis secara digunakan sistematis buku-buku, surat
kabar, makalah ilmiah, majalah, internet, peraturan internasional dan bahanbahan lain yang berhubungan dengan materi yang dibahas dalam skripsi ini.
4. Analisis Data
Metode yang digunakan untuk menganalisis data adalah analisis kualitatif,
yaitu data yang diperoleh kemudian dikemudian disusun secara sistematis dan
selanjutnya dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang
akan dibahas dan hasilnya tersebut dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode

16

Soerjono Soekanto, dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan
Singkat. Penerbit Rajawali Pers, Jakarta, 2004, hlm 13
17
Ibid, hlm 13
18
Ibid , hlm. 24.

Universitas Sumatera Utara

kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif19, yaitu
data-data yang akan diteliti dan dipelajari sesuatu yang utuh.

19

Suharsimi Arikunto, Prsedur Penelitian suatu pendekatan Praktik, Penerbit Rineka Cipta,
Edisi revisi VI, Jakarta, 2006, hal 239

Universitas Sumatera Utara