Pemurnian Gliserol Dengan Metode Asidifikasi Asam Klorida dan Ekstraksi Dengan Pelarut Kloroform

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GLISEROL
Dalam perkembangan industri modern, salah satu masalah utama yang
paling sering dihadapi adalah masalah energi. Energi yang digunakan masih
didominasi oleh energi yang berasal dari bahan bakar fosil yang tidak ramah
lingkungan. Untuk itulah dikembangkan sumber energi yang ramah lingkungan
yang berasal dari pengolahan biomassa untuk menghasilkan biodiesel [20].
Biodiesel merupakan bahan bakar yang terbarukan, biodegradable, tidak
beracun, serta memiliki karakteristik yang hampir menyamai bahan bakar diesel
yang berasal dari fosil, sehingga biodeisel menjadi bahan bakar alternatif yang
sangat menjanjikan. Biodiesel biasanya dihasilkan dari minyak nabati dan lemak
hewan yang umumnya dihasilkan dari proses transesterifikasi dimana trigliserida
dikonversi menjasi ester (biodiesel) melalui reaksi transesterifikasi [21].
Dalam proses konversi biodiesel dari minyak nabati atau lemak hewan,
selain menghasilkan biodiesel sebagai produk utama, juga terbentuk gliserol
sebagai produk samping dan umumnya dari 10 kg biodiesel yang dihasilkan
terbentuk juga 1 kg gliserol [22].
Berikut merupakan reaksi umum konversi minyak nabati atau lemak hewani
menjadi biodiesel yang menghasilkan gliserol sebagai produk samping.
O

CH2

O

C

R

CH2

OH

Katalis
CH

CH2

O C

O


C

R

+ 3CH3OH

CH

R

CH2

OH + 3CH3 OH C R

OH

O
Minyak


Alkohol

Gliserol

Biodiesel

Gambar 2.1. Reaksi Transesterifikasi Minyak menjadi Biodiesel dan Gliserol [22]

5
Universitas Sumatera Utara

Gliserol (sering juga disebut gliserin) adalah senyawa poli-ol (1,2,3propanetriol) [23], yang merupakan produk samping dari transesterifikasi minyak
nabati dan lemak hewan. Gliserol mentah yang dihasilkan dari pembentukan
biodiesel ini tidak dalam keadaan murni, melainkan tercampur dengan banyak
senyawa lainnya seperti air, garam organik dan anorganik, alkohol, sisa dari mono
dan digliserida, serta zat pewarna tumbuhan [24].
Saat ini, seiring dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat
akan pentingnya dalam menyelaraskan kegiatan manusia dalam segala sektor
dengan lingkungan alam sekitarnya, termasuk industri, maka energi terbarukan
seperti biodiesel menjadi pilihan utama dalam penggantian bahan bakar fosil,

sehingga penggunaan biodiesel semakin meningkat, dan sayangnya semakin
menambah jumlah gliserol yang terbentuk yang apabila tidak dikelola, akan
menimbulkan efek negatif bagi lingkungan [25]. Pada gambar 2.2 berikut, dapat
dilihat grafik pertumbuhan jumlah produksi gliserol yang dihasilkan seluruh
dunia.

Gambar 2.2. Pertumbuhan Jumlah Gliserol yang Dihasilkan Seluruh Dunia [26]

Gliserol yang merupakan produk sampingan dari transesterifikasi minyak
nabati dan lemak hewan menjadi biodiesel yang memiliki efek negatif bagi
lingkungan apabila dibiarkan menumpuk [22]. Hal ini disebabkan oleh banyaknya
kontaminan yang terkandung didalam gliserol segar, seperti sabun/asam lemak
bebas (ALB), garam, serta reaktan sisa yang terikut, serta perlakuan khusus

6
Universitas Sumatera Utara

sewaktu

reaksi


transesterifikasi

(seperti

menggunakan

katalis

alkalin)

menyebabkan pH yang tinggi (di atas 10) [9].
Gliserol segar umumnya tidak memiliki komposisi yang sama disebabkan
oleh keragaman umpan masuk prosedurnya [9].Bagaimanapun juga, semua
gliserol segar mengandung gliserol, sabun, solven ringan, (seperti air, metanol,
dan/atau etanol), fatty acid methyl esters (FAMEs), gliserida (seperti
monogliserida, digliserida, dan trigliserida), beberapa jenis asam lemak bebas
(ALB), serta debu dalam jumlah yang beragam [27]. Hu, et al.,(2012) [28]
mengumpulkan karakteristik umum gliserol segar dari 3 tipe gliserol yang
dikumpulkan dalam tiga jenis gliserol segar CG1, CG2, dan CG3 yang dapat

dilihat pada tabel 2.1 di bawah ini.
Tabel 2.1. Karakteristik Umum Gliserol Untuk Beberapa Sampel [28]
Komponen
CG1
CG2
CG3
Gliserol
63,0
22,9
Metanol
6,2
10,9
Air
28,7
18,2
Sabun
BDL
26,2
FAME
BDL

21,3
Gliserida
BDL
1,2
FFA
BDL
1,0
Abu
2,7
3,0
b
Total
99,4
102,9
BDL : below detectable level
b : garam anorganik terhitung dua kali dalam total ash dan sabun

57,1
11,3
1,0

31,4
0,5
0,4
BDL
5,7
103,6

Tabel 2.2. Karakteristik Crude Gliserol dan Commercial Gliserol [9]
Properties
Commercial Gliserol
Crude Gliserol
Densitas (g/ml)
1,27 ± 0,01
1,05 ± 0,26
Air (wt%)
0,01 ± 0,00
10,30 ± 0,26
Abu (wt%)
0,00 ± 0,00
9,20 ± 1,04

Gliserol (wt%)
9,99± 0,00
12± 2,38
MONG (wt%)
0,00 ± 0,00
70,2 ± 4,37
Alkali
56,0 ± 1,02
K
870 ± 40
45762 ± 3240
Na
28 ± 10
140,5 ± 23,7
Viskositas (cP)
142 ± 1
Pada tabel 2.2 di atas, dapat dlihat karakteristik commercial gliserol yang
umumnya dijual di pasaran dibandingkan dengan crude gliserol hasil samping

7

Universitas Sumatera Utara

biodiesel. Gliserol murni yang umumnya dijual dipasar adalah gliserol murni
dengan konsentrasi 99,5 – 99,7 % [25]. Umumnya, gliserol dengan konsentrasi
tinggi (di atas 99%) digunakan untuk industri makanan, obat –obatan, atau
kosmetik

[9]

serta

dapat

juga

dengan

mudah

dihalogenasikan, dieterifikasi,dan diesterifikasi


untuk

dioksidasi,

direduksi,

menjadi

komoditas

alternatif sebagai bahan baku proses kimia [10]. Akan tetapi, pemurnian gliserol
segar untuk mencapai konsentrasi tinggi (diatas 99%) memerlukan biaya operasi
yang tinggi, untuk itu, diperlukan metode yang lebih murah dengan efisiensi
tinggi [11].
Salah satu kegunaan lain dari gliserol dan turunannya adalah mampu
mengambil banyak jumlah gliserol sebagai solven. Solven dibutuhkan dalam
jumlah banyak untuk berbagai kegunaan di berbagai industri, termasuk sebagai
media reaksi, media dispersant, dan senyawa pembersih. Seperti kebanyakan
senyawa organik, solven organik sekarang yang banyak digunakan adalah turunan
minyak bumi, dan umumnya merupakan senyawa volatil yang berbahaya,
beracun, dan tidak ramah lingkungan [23].

2.2 PROSES PEMURNIAN GLISEROL
Gliserol diproduksi dari bahan baku dan proses yang berbeda-beda,
sehingga gliserol yang dihasilkan pun memiliki karakteristik yang berbeda-beda
pula.

Untuk itu diperlukan proses pemurnian yang berbeda tergantung pada

karakteristik gliserol tersebut [3]. Cara umum yang digunakan untuk
meningkatkan kemurnian gliserol diantaranya adalah dengan distilasi, filtrasi,
perlakuan kimia, adsorpsi (dengan activated carbon), resin penukar ion, ekstraksi,
filtrasi, dekantasi dan kristalisasi, dimana berbagai metode yang digunakan
tergantung pada karakteristik gliserol yang akan dimurnikan [12]. Masing-masing
proses memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Proses ekstraksi
dipilih karena beberapa keuntungan yaitu operasi yang mudah, biaya operasi yang
rendah dibandingkan dengan yang lain, efisiensi yang tinggi dan juga
kemungkinan untuk menggunakan kembali pelarut yang dipakai [16].
Kongjao, et al., pada tahun 2009 telah melaporkan proses pemurnian
gliserol dari hasil samping biodiesel dengan

menggunakan ekstraksi pelarut.

8
Universitas Sumatera Utara

Pelarut yang digunakan adalah pelarut polar yaitu ethanol. Dengan didahului
proses asidifikasi dan kemudian dilanjutkan dengan ekstraksi, didapat gliserol
dengan tingkat kemurnian hingga 93,34 % [16].
Sedangkan Andrade, et al., pada tahun 2015 memurnikan gliserol dengan
mengombinasikan metoda ekstraksi dan juga adsorpsi. Proses ekstraksi yang
dilakukan yaitu proses ekstraksi bertingkat dengan menggunakan dua pelarut,
yaitu pelarut non polar petroleum eter dan toluen. Dari kombinasi proses yang
dilakukan, didapat kemurnian gliserol mencapai 99,2 %.[17]
Ekstraksi dilakukan dengan temperatur yang rendah menghadirkan resiko
yang rendah terhadap terjadinya dekomposisi senyawa selama proses,

juga

mampu menghasilkan gliserol dengan tingkat kemurnian yang tinggi, selain itu,
ekstraksi merupakan proses yang tidak berbahaya [17]. Oleh karena itu, ekstraksi
merupakan metode yang efisien dipilih dalam memurnikan gliserol.
Sebagai pre treatment awal, dilakukan asidifikasi yaitu dengan
penambahan asam pada bahan baku gliserol. Ooi, et al., 2001, melaporkan bahwa
perlakuan kimia dengan pH yang rendah lebih baik karena meningkatkan gliserol
dan mengurangi kadar abu dalam proses rekoveri gliserol [15]. Pemurnian gliserol
dapat dilakukan dengan berbagai metoda. Namun setiap metoda memiliki
keuntungan dan kerugian tersendiri, seperti yang dipaparkan pada tabel 2.3.
berikut.

Teknik
Distilasi vakum

Penukar ion

Tabel 2.3. Teknologi Pemurnian Gliserol [3]
Keuntungan
Kerugian
 Metode yang telah ada
 Memerlukan energi yang
tinggi
 Menghasilkan
produk
dengan kualitas yang tinggi
 Tidak
memungkinkan
untuk skala kecil
 Biaya yang rendah
 Membutuhkan
penanganan
untuk
 Mudah untuk skala scale-up
pencucian air
 Dibutuhkan energi yang  Tidak dioptimalkan untuk
kecil
skala industri
 Operasi yang sederhana
 Mudah dalam scale up dan
pengontrolannya
 Ramah lingkungan
 Fleksibel untuk pemakaian

9
Universitas Sumatera Utara

Activated
carbon

Perlakuan
kimia

dalam skala besar
 Mereduksi warna

 Tidak
efisien
untuk
menghilangkan impuritis
lain

 Digunakan
sebagai
perlakuan awal (netralisasi)
 Memproduksi
produk
samping dengan kualitas
tinggi ( asam lemak)
 Menghilangkan sabun

 Pengulangan asidifikasi
menghasilkan
yield
gliserol yang rendah
 Memiliki prospek yang
baik
untuk
produksi
gliserol berkualitas tinggi

Gliserol memiliki parameter standard yang harus dipenuhi. Berikut adalah
parameter standard gliserol yang dikeluarkan oleh British Standard.
Tabel 2.4. Parameter Standard Gliserol [3]
Parameter
BS 2621 : 1979
Kadar gliserol (wt %)
>80
Kadar abu (wt%)