Pendapat dan isi yang terdapat dalam WKL (1)
Warta Konservasi Lahan Basah
Warta Konservasi Lahan Basah (WKLB) diterbitkan atas kerjasama antara Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Ditjen. PHKA), Dephut dengan Wetlands International - Indonesia Programme (WI-IP), dalam rangka pengelolaan dan pelestarian sumberdaya lahan basah di Indonesia.
Penerbitan Warta Konservasi Lahan Basah ini dimaksudkan untuk meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat akan manfaat dan fungsi lahan basah, guna mendukung terwujudnya lahan basah lestari melalui pola-pola pengelolaan dan pemanfaatan yang bijaksana serta berkelanjutan, bagi kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.
Pendapat dan isi yang terdapat dalam WKLB adalah semata- mata pendapat para penulis yang bersangkutan.
Ucapan Terima Kasih dan Undangan
Secara khusus redaksi mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi- tingginya kepada seluruh penulis yang telah berperan aktif dalam terselenggaranya majalah ini. Walaupun tanpa imbalan apapun, para penulis terus bersemangat berbagi informasi dan pengetahuannya demi perkembangan dunia pengetahuan dan pelestarian lingkungan khususnya lahan basah di republik tercinta ini.
Kami juga mengundang pihak-pihak lain atau siapapun yang berminat untuk menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, gambar dan foto, untuk dimuat pada majalah ini. Tulisan diharapkan sudah dalam bentuk soft copy, diketik dengan huruf Arial 10 spasi 1,5 dan hendaknya tidak lebih dari 2 halaman A4 (sudah berikut foto-foto).
Semua bahan-bahan tersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada: Triana - Divisi Publikasi dan Informasi
Foto sampul muka:
Wetlands International - Indonesia Programme Jl. A. Yani No. 53 Bogor 16161, PO Box 254/BOO Bogor 16002
Kegiatan peringatan hari lahan basah di Pulau Dua, Banten
tel: (0251) 831-2189; fax./tel.: (0251) 832-5755
e-mail: publication@wetlands.or.id
(Foto: Yus Rusila Noor)
DEWAN REDAKSI: Penasehat: Direktur Jenderal PHKA;
Penanggung Jawab: Sekretaris Ditjen. PHKA dan Direktur Program WI-IP; Pemimpin Redaksi: I Nyoman N. Suryadiputra; Anggota Redaksi: Triana, Hutabarat, Juss Rustandi, Sofian Iskandar, dan Suwarno
2 2 2 2 2 z z zz z z zz z z zz z z z Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah
Dari Redaksi
Kegiatan-kegiatan konservasi lingkungan yang berjalan secara terus menerus di bumi pertiwi ini, tidaklah akan terarah optimal dan berkesinambungan bila anak-anak dan generasi muda sebagai penerus para tua tidak ikut dilibatkan secara aktif. Kenyataannya, mereka adalah pewaris ‘lingkungan’ dan juga penerus tongkat estafet pemelihara dan pengelola lingkungan di masa yang akan datang.
Wetlands International - IP (WIIP) sebagai salah satu wadah organisasi yang mengusung pelestarian lahan basah dan pemanfaatan yang bijak dan kontinyu, selalu mencoba melibatkan anak-anak sekolah sebagai bagian atau sasaran dari program pemberdayaan masyarakat dan Pendidikan Lingkungan yang diembannya khususnya pada lokasi-lokasi kegiatan.
Hari Lahan Basah, yang diperingati setiap 2 Februari, merupakan moment penting bagi para muda untuk menyatakan wujud kepedulian dan rasa sayang mereka terhadap lingkungan. Peringatan tahun ini, WIIP telah memfasilitasi kegiatan penanaman mangrove di Aceh dan Pulau Dua, Banten, yang dilakukan langsung oleh siswa-siswi sekolah yang juga datang dari luar wilayah kegiatan. Simak laporan singkatnya pada kolom Berita Kegiatan.
Informasi-informasi lain mengenai perlahanbasahan di Indonesia dapat juga Anda baca pada kolom- kolom yang tersedia pada warta ini. Selamat membaca.
Daftar Isi
Fokus Lahan Basah
INGGRESAU dan Keberadaan PENYU yang Terancam
Konservasi Lahan Basah
Pelestarian Sumberdaya Perairan
Berita Kegiatan
Ringkasan Kegiatan Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia Aceh, 4-8 Februari 2009 - Pulau Dua, 15 Februari 2009
Sekilas 3 Tahun Perjalanan Proyek Green Coast (2005 s/d 2008), di NAD dan Nias Rekomendasi Beberapa Lokasi Contoh (demo sites)
Berita dari Lapang
Mangrove Pulih - Masyarakat Nelayan Tersenyum Kembali
Kelestarian Mangrove Teluk YOTEFA Terancam ?
Penentuan Daerah Konservasi Laut Daerah Berdasarkan Informasi Suhu Permukaan Laut (Pendekatan bagi Ekosistem Terumbu Karang di Papua)
Flora dan Fauna Lahan Basah
Kuntul Kerbau (Egretta ibis) di Kawasan Pesisir Pantai Amban Manokwari
Menyingkap Kekayaan FLORA di Suaka Margasatwa Danau Pulau Besar dan Danau Bawah, Siak, Propinsi Riau
Dokumentasi Perpustakaan
Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 z zz z z z zz z z zz z z z 3 3 3 3 3
Fokus Lahan Basah
INGGRESAU dan Keberadaan PENYU
yang Terancam
Oleh: Ferawati Runtuboi*
Maturbongs dari WWF pada tahun 1993 tentang Populasi Penyu.
Ketika 15 belas tahun berselang (1993-2008) terjadi banyak perubahan yang menyebabkan degradasi lingkungan baik dari alam maupun aktivitas manusia. Banyak pendapat mengemukakan bahwa aktivitas manusia menempati prosentase tertinggi
sebagai penyebab rusaknya pantai Inggresau yang diikuti oleh aktivitas alam. Tingginya aktivitas manusia ditunjukan lewat pembukaan lahan baru untuk tempat pemukiman (terdapat 2 kk di pantai ini yang hidup menetap) dan tempat untuk mencari (berkebun dan
B Pantai Inggresau habitat kita dirusak dan tidak lagi
anyak orang mungkin
tanaman dan hewan seperti
menangkap ikan), sumber comp pres. Luasnya pembukaan lahan
terlupa akan keberada-
kepiting, penyu, serangga dan jenis
disekitar pantai menyebabkan annya !!!
lainnya. Apa jadinya ketika rumah/
sering terjadinya erosi dan abrasi
disekitar pantai Inggresau baik dari merupakan salah satu kawasan
berfungsi sebagai mana mestinya
sungai maupun laut. Ini terlihat dari pantai yang terdapat di kawasan
perubahan topografi pantai dari Cagar Alam Yapen tepatnya di
landai membentuk tanggul, sebelah utara Pulau Yapen.
Pantai inggresau merupakan salah
Sejenak, kita menyimak apa yang
satu pantai di Papua yang menjadi
perubahan substrat yang awalnya
hanya bersubstrat pasir halus kini sebenarnya terjadi sehingga Pantai
habitat bagi penyu untuk bertelur di
Inggresau yang merupakan habitat
samping pantai Jamursba Medi
ditemukan beberapa tempat
terdapat pasir kerikil dan bebatuan. peneluran penyu di Kabupaten
dan Warmon Sorong. Pantai
Kepulauan Yapen Papua sudah
Inggresau terbagi menjadi dua bagian yaitu pantai Inggresau
Salah satu dampak atas kerusakan mulai Terancam . pantai ini adalah terganggunya
peneluran dengan panjang 3.9 km
habitat bertelur bagi penyu, Kawasan pantai tidak saja
dan pantai Inggresau tebusan
memberikan keindahan alam yang
dengan panjang 2.7 km. Pantai ini
sehingga dapat diprediksikan jumlah penyu yang datang untuk
menakjubkan bagi penikmatnya
telah menjadi tempat para aktivis
bertelur semakin menurun. tetapi juga sebagai habitat yang
lingkungan hidup untuk melakukan
Sebagai contoh jenis penyu yang nyaman bagi beberapa jenis-jenis
riset, seperti yang dilakukan Jhon
4 4 4 4 4 z z zz z z z zz z zz z z z Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah
Fokus Lahan Basah
naik dan bertelur selama musim pengambil kebijakan/stakeholders peneluran (April-Agustus 2008)
khususnya di Kabupaten
adalah 3 spesies penyu masing- Kepulauan Yapen Papua. zz masing penyu belimbing, penyu sisik dan penyu hijau. Hasil ini sangat rendah jika dibandingkan
Sumber:
dengan riset yang dilakukan tahun Maturbongs J,A, Rumaikewi H, 1993 ditemukan 32 ekor penyu
Rumaropen J, Sanggenafa, A, 1993, masing2 penyu belimbing, penyu
Report Of Population and Eggs
sisik semu/lekang, penyu hijau dan
Laying Place Of Turtle Observa-
penyu sisik.
tion at Inggeresau Beach regency In Irian Jaya.
Kenyataan ini membuktikan bahwa keberadaan penyu di pantai
Sineri M, Y, 2008, Kondisi Habitat Inggresau dalam kondisi terancam
dan Populasi Penyu Di Pantai
yang disebabkan aktivitas manusia
Inggresau Kabupaten Kepulauan
yang tidak hanya merusak habitat Yapen Papua (Skripsi mahasiswa mereka (pantai inggresau, red),
sedikit jumlah penyu yang
Unipa).
tetapi juga dengan melakukan
tertangkap oleh nelayan dan pelaut
penangkapan dan pengambilan
lainnya. Ironis memang tapi itulah
induk penyu maupun telur-telurnya
kenyataan yang berlangsung dan
* Dosen Pada Jurusan Ilmu Kelautan selama musim peneluran
yang dilakukan secara kontinue
akan terus berlangsung jika tidak
ada penanganan serius dalam
Universitas Negeri Papua
E-mail: fera_run@yahoo.com berlangsung (April-Agustus). Tidak
upaya konservasi oleh para
Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 z zz z z zz z z z z zz z z 5 5 5 5 5
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
6 6 6 6 6 z zz z z z zz z z z zz z z Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah
Konservasi Lahan Basah ○
erhatian dunia terhadap terjadinya erosi sumber plasma nutfah perairan, baik di laut
maupun air tawar makin bertambah besar. Selain oleh terjadinya tangkap lebih (overfishing) dan pencemaran, hal ini tampak dari jumlah jenis yang terancam (threat- ened speci-es) semakin bertambah, termasuk mamalia laut, reptilia (penyu, kura-kura, biawak), amfibia (katak), ikan bersirip (Pisces), cucut, pari dan hiu, moluska (kerang, siput), ubur-ubur dan juga tangkur atau kuda laut serta terumbu karang. Pemanfaatannya makin bertambah luas dan banyak variasinya sehingga rerlu diatur pemanenannya secara lestari dan pengembangbiakan secara exsitu. Yang penting juga adalah melindungi populasi di alam dalam kawasan konservasi alam sebagai stok masa depan.
Undang Undang Konservasi Hayati 1990 melindungi, membatasi atau melarang pengambilan sumberdaya perairan yang status populasinya di alam telah terancam karena nyaris punah, jarang, endemik dan populasinya mengalami penurunan yang tajam.
PERATURAN PERUNDANGAN YANG BARU
Usaha untuk melakukan pelestarian sumberdaya perairan, baik di daratan (perairan tawar) dan laut tidak cukup bila melandaskan pada Undang Undang Konservasi Hayati 1990 dengan peraturan-peraturan pemerintahnya sebagai pelaksanaannya, sehingga Pemerintah perlu mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tanggal 16 Nopember 2007 tentang Konservasi sumberdaya Ikan sebagai pelaksanaan Undang Undang No. 13 tahun 2007 tentang perikanan.
Yang diatur adalah upaya pengelolaan konservasi ekosistem atau habitat ikan, termasuk di dalamnya pengembangan kawasan konservasi perairan (laut, rawa. dan air tawar) sebagai bagian dari ekosistem. Selain itu untuk menjamin kelangsungan hidup dari jenis- jenis ikan serta terpeliharanya keanekaragaman genetik ikan.
Yang dimaksud dengan sumberdaya ikan dalam peraturan perundangan ini adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Tidak hanya ikan (Pisces), mamalia laut dan reptilia (buaya, penyu, ular, kura-kura, biawak), moluska (kerang, tiram, siput) tetapi juga amfibia (katak, kodok), kepiting, ubur-ubur, kuda laut, rumput laut (algae dan lamun).
Di dalam Pasal 51 Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi sumberdaya Ikan, Departemen Kelautan dan Perikanan ditetapkan sebagai Otoritas Pengelola (Management Authority) konservasi sumberdaya ikan. Ini berarti tanggungjawabnya bertambah besar, antara lain dalam pengawasan lalu lintas perdagangan ekspor impor yang diatur CITES.
KONSERVASI SUMBERDAYA IKAN
Konservasi sumberdaya ikan meliputi konservasi ekosistem, jenis dan genetika ikan termasuk di dalamnya pengertian kawasan konservasi sumberdaya ikan. Kawasan konservasi perikanan (ikan) dapat berupa taman nasional perairan, taman wisata perikanan, suaka alam dan suaka perikanan. Dari hasil identifikasi dan inventarisasi atas usulan calon kawasan konservasi perairan, maka menteri dan kepala daerah setempat dapat menetapkan suatu kawasan sebagai kawasan konservasi perairan cadangan yang kemudian diusulkan untuk penetapannya sebagai kawasan konservasi definitif.
Pelestarian Sumberdaya Perairan
Oleh : Ismu Sutanto Suwelo 1 dan Yuliadi Suparmo 2
Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 z zz z z z zz z z z zz z z 7 7 7 7 7
Konservasi Lahan Basah
Pengelolaan konservasi sumberdaya ikan dilakukan oleh satuan unit pengelolaan yang dapat melibatkan masyarakat melalui kemitraan (collabotative management), yaitu :
a. perairan laut di luar 12 mil dan perairan lintas propinsi oleh pemerintah pusat;
b. kurang dari 12 mil dan perairan lintas kabupaten oleh gubernur;
c. sepertiga dari wilayah kewenangan propinsi den perairan payau dan/atau air tawar oleh pemda kabupaten/kota.
Adapun zonasi kawasan konservasi perairan terdiri atas zona inti, zona perikanan berkelanjutan, zona pemanfaatan, den zona-zona lainnya.
Pemanfaatan jenis ikan untuk perdagangan terhadap jenis yang dilindungi adalah hasil pengembangbiakan generasi kedua (F2 dan seterusnya). Ekspor/impor, re-ekspor, harus melalui tindakan ka-rantina (karantina ikan). Masih ditunggu ketetapan LIPI bahwa yang bertindak sebagai Otoritas Ilmiah (Scientific Authority) masalah konservasi ikan apakah Puslit Oseanografi, Limnologi ataukah Puslit Biologi seperti yang selama ini berlaku dalam kaitannya dengan pelaksanaan CITES (Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora).
Pemberlakuan Undang Undang No.
13 tahun 2007 tentang Perikanan dari pasal 13 melalui PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan diharapkan selaras dengan Undang Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Hayati melalui PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa serta PP No. 8 tahun 1999 tentang Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar. Keduanya berfungsi sebagai payung hukum dalam rangka melestarikan keanekaragaman sumberdaya alam hayati di Indonesia, daratan maupun perairan.
Pasal 13 dari PP No. 60 tahun 2007 tentang Konservasi Sumber daya Ikan tertera :
1. Dalam rangka pengelolaan sumberdaya ikan dilakukan upaya konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan, dan konservasi genetika ikan.
2. Ketentuan lebih lanjut mengenai konservasi ekosistem, konservasi jenis ikan dan konservasi genetika ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Menurut Ditjen PHKA Dephut, rencana penetapan kawasan pelestarian alam (KPA) dan kawasan suaka alam (KSA) di Indonesia yang meliputi daratan dan perairan adalah seluas 23juta Ha, terdiri atas 450 lokasi. Sedangkan target untuk memperluas wilayah perairan laut yang dilindungi hingga tahun 2010 diharapkan mencapai 10 juta Ha dan
20 juta Ha hingga tahun 2020. Namun saat ini yang baru terealisir sekitar 5,2 juta Ha (43 lokasi), terdiri dari 6 lokasi taman nasional (murni), 3 lokasi taman nasional (perluasan ke arah laut), 19 lokasi taman wisata alam laut (murni dan perluasan), 16 lokasi cagar alam laut dan 9 lokasi suaka marga satwa laut. Program ini kini “diambil alih” oleh Departemen Kelautan dan Perikanan.
BAGAIMANA DENGAN PERAIRAN DARATAN
Perairan daratan dalam wujudnya terdiri dari sungai, danau, rawa, embung, gua, lahan gambut. Bersamaan dengan pesisir, delta, perairan pantai dan laut dangkal adalah merupakan lingkungan alam. Sedangkan waduk, reservoir, situ, empang, kanal, bendungan, sawah dan tambak adalah lingkungan binaan (buatan), dimodifikasi dengan mengubah tata air oleh adanya tuntutan pembangunan di bidang pertanian,
perhutanan, perkebunan dan industri. Juga sebagai sumber tenaga, dan prasarana perhubungan; banyak yang direklamasi dari lingkungan alam sehingga luas perairan daratan alam semakin menyusut.
Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, perairan daratan Indonesia dihuni lebih dari 1.000 jenis biota, baik ikan konsumsi maupun ikan hias. Jumlah jenis akan bertambah karena masih banyak yang belum teridentifikasi, terutama, jenis-jenis ikan asli (indigeneus species).
Saat ini banyak perairan umum yang telah mencapai eksploitasi berlebihan dan lingkungannya rusak, terjadilah penurunan keanekaragaman; beberapa jenis sumberdaya perikanan daratan yang langka menjadi terancam keberadaannya. Bahkan menjurus kepada kepunahan. Banyak jenis yang asli kalah persaingan dengan ikan introduksi, sementara habitat atau perwakilan ekosistem (habitat) nya yang kritis tidak diamankan dengan pendekatan konservasi alam (ekologis) melalui cara-cara berikut (PPA, 1980):
1. melindungi dan menyatakan daerah tertentu habitat ikan yang langka dan yang terancam punah untuk diadakan pelarangan terhadap pengambilan secara bebas;
2. pencegahan pencemaran atas zona yang dilindungi;
3. pencegahan pembangunan saluran pada zona yang dilindungi atau apabila bendungan, kanal serta saluran perlu dibangun, haruslah memasukkan keberadaan sumberdaya perikanan yang langka dan yang terancam punah dalam studi Amdalnya;
4. perlindungan perairan yang menjadi tempat berbiak/memijah;
5. pembatasan terhadap eksploitasi benih dari sumberdaya di sungai- sungai;
.....bersambung ke hal 20
8 8 8 8 8 z zz z z z zz z z z zz z z Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah
Berita Kegiatan ○
Ringkasan Kegiatan
Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia
Aceh, 4-8 Februari 2009 - Pulau Dua, 15 Februari 2009
S etiap tahun tema peringatan
Hari Lahan Basah Sedunia berbeda-beda
menyesuaikan isu yang sedang terjadi pada ekosistem lahan basah. Tahun 2009 tema Hari Lahan Basah Sedunia adalah Up Stream Down Stream, Wetlands connect us, all
Dari Hulu Ke Hilir Lahan Basah
Menyatukan Kita. Wetlands International Indonesia Programme (WIIP) telah menyelenggrakan peringatan Hari Lahan Basah Sedunia pada tanggal 4-8 Februari 2009 di Aceh dan pada tanggal 15 Februari 2009 di Pulau Dua Banten. Peringatan Hari Lahan Basah Sedunia oleh WIIP tersebut juga disosialisasikan oleh Bpk. Yus Rusila melalui wawancara dengan Green Radio Jakarta.
PERINGATAN HARI LAHAN BASAH SEDUNIA DI ACEH, 4-8 FEBRUARI 2009
KONVENSI RAMSAR
Pada tanggal 2 Februari 1971 di kota Ramsar, Iran, telah disepakati dan ditandatangani suatu Konvensi Internasional (Perjanjian Internasional) dimana para peserta mengesyahkan: Convention on Wetlands of Interna- tional Importance, especially as Waterfowl Habitat, yang kemudian kita kenal sebagai: Konvensi Ramsar (1971).
Konvensi yang pada awalnya lebih berfokus pada masalah burung air dan burung migran, selanjutnya berkembang kepada kesadaran keutuhan lingkungan dan konservasi, termasuk keanekaragaman hayatinya, bahkan kesadaran tersebut saat ini lebih bermulti fokus menyangkut seluruh aspek kehidupan manusia. Lahan basah sebagai suatu ekosistem berperan dalam memberikan peluang kehidupan bagi seluruh mahluk bahkan berperan dalam mewarnai budaya manusia pada wilayahnya masing-masing.
Indonesia masuk menjadi anggota Konvensi Ramsar pada tahun 1991 dengan diterbitkannya Keppres 48 th 1991 yang merupakan Ratifikasi Konvensi Ramsar di Indonesia. Pada tahun 1996, sebagai salah satu hasil pertemuan para anggota Konvensi Ramsar, ditetapkan bahwa tanggal 2 Februari adalah Hari Lahan Basah Sedunia, yang diharapkan para anggota memperingatinya di negara masing-masing. Hari Lahan Basah Sedunia dirayakan untuk pertama kalinya pada tahun 1997. Instansi-instansi pemerintah, LSM, kelompok-kelompok masyarakat dari berbagai kalangan turut berpartisipasi dalam mendukung setiap kegiatan dalam rangka meningkatkan penghargaan masyarakat akan arti penting lahan basah dan manfaatnya secara umum.
kelompok agar tetap terjalin meski Green Coast Project telah selesai. Kegiatan cross visit juga diisi dengan Sosialisasi hasil pembelajaran dari seluruh proses kegiatan Green Coast 1 dan 2 oleh Ita Sualia yang bertujuan untuk memperoleh masukan akhir sebelum dokumen pembelajaran (Lesson Learned) dicetak. Kegiatan ini juga dihadiri oleh Hester Smidt Perwakilan Oxfam Banda Aceh selaku donor dari Green Coast Project, Aparat Desa dan Tokoh Msyarakat dari Aceh Besar dan Aceh Jaya, Anggota Advisorry Comittee. Total peserta kegiatan cross visit adalah 83 orang.
Rangkaian kegiatan yang telah dilakukan :
1. Tanggal 4 dan 7 Februari 2009 :
Kunjungan antar kelompok rehabilitasi dari Kabupaten Aceh Jaya (Desa Ceunamprong, Krueng Tunong, Keude Unga dan Gle Jong) ke Kabupaten Aceh Besar (Desa Lam Ujong, Kajhu, Gampong Baro) dan sebaliknya. Cross visit ini bertujuan untuk saling tukar pengalaman secara langsung antara kelompok dari Aceh Jaya dengan dari Aceh Besar dalam pelaksanaan rehabilitasi ekosistem dan kegiatan pengembangan mata pencaharian. Disamping itu kegiatan ini juga untuk memupuk silahturahmi antar
Berita Kegiatan
(representative WIIP Aceh Nias) Outbond pelajar SD dan guru-guru
2. Tanggal 5 Februari 2009 :
dan 2 regu dari Kabupaten Aceh
mengharapkan agar kegiatan yang telah dari Kabupaten Aceh Jaya (Desa
Jaya. Peserta lomba tersebut
sebelumnya telah diseleksi melalui dilakukan oleh Wetlands bisa dilanjutkan Ceunamprong, Krueng Tunong,
oleh instansi terkait yang ada di Aceh. Keude Unga dan Gle Jong) di
tes tertulis dan penilaian tingkat
keaktifan saat outbond di Lokasi
Lokasi Rute Pendidikan
Repling. Total pelajar yang terlibat Harapan Masyarakat
Lingkunngan (Repling) Desa
dalam kegiatan lomba Cerdas
Gampong Baro Aceh Besar pada.
• Kegiatan serupa dengan Green Tujuan kegiatan ini untuk memupuk
Cermat Lingkungan dan Outbond
Coast Project di Aceh semoga bisa kecintaan dan peningkatan
adalah 45 siswa.
diperpanjang karena masih banyak kepedulian pelestarian lingkungan
lokasi yang perlu direhab dan
sejak usia dini, juga untuk membina masyarakat masih membutuhkan keakraban antar sekolah.
Peliputan oleh Media Lokal
dampingan atau bantuan penguatan
Acara peringatan hari lahan basah
modal ekonomi
sedunia di Aceh telah diliput oleh media
3. Tanggal 8 Februari 2009 : Lomba
Cerdas Cermat Lingkungan tingkat • Kelompok Green Coast bertekad
cetak dari Serambi yang terbit pada
SD yang bertempat di SD kedepan bisa mengurangi upah
tanggal 5 Februari 2009 dan oleh Aceh
Ceunamprong Kabupaten Aceh tanam tanaman rehabilitasi dan
TV yang disiarkan pada tanggal 5
Jaya. Peserta lomba terdiri dari 2 menggulirkan pengelolaan modal
Februari 2009 jam 19.30 WIB. Pesan
yang disampaikan oleh Eko Budi
regu dari Kabupaten Aceh Besar
usaha.
PERINGATAN HARI LAHAN BASAH SEDUNIA DI PULAU DUA BANTEN, 15 FEBRUARI 2009
Kegiatan Peringatan hari lahan basah sedunia di Pulau Dua ○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○ tambak dan alur sungai. Kegiatan ini disambut Banten dilakukan dengan kunjungan staff WIIP bersama
sangat antusias oleh peserta terutama anak-anak. keluarga ke salah satu lokasi kegitan rehabilitasi ekosistem
Jumlah mangrove yang tertanam pada acara ini pesisir yang terdekat, dalam hal ini adalah Pulau Dua
adalah sekitar 100 bibit. Sebagai penutupan acara Banten. Total peserta yang hadir 39 orang, terdiri dari staff
yaitu makan siang bersama. zz
WIIP bersama keluarga, anggota kelompok rehabilitasi Pulau Dua, petambak dan beberapa warga sekitar. Kegiatan dimulai dengan keberangkatan keluarga WIIP dari Bogor pukul 07.00, tiba di Pulau Dua sekitar pukul 10.00 dan tiba kembali di Bogor sekitar pukul 19.00 WIB.
Tujuan kegiatan ini adalah untuk melihat langsung (site visit) perkembangan kegiatan rehabilitasi ekosistem pesisir yang dikelola oleh WIIP; mupuk kecintaan dan peningkatan kepedulian pelestarian lingkungan kepada anak-anak sejak usia dini, dan tak kalah penting adalah memupuk
Sebagian peserta WWD silahturahmi antar warga Desa Sawah Luhur kelompok
rehabilitasi Pulau Dua dengan keluarga WIIP. Pelaksanaan kegiatan dilakukan di areal tambak milik
kelompok yang dikembangkan dengan dukungan dana pemberdaaan ekonomi (livelihood) dari WIIP melalui donor
de Kootje. Kegiatan diawali dengan penjelasan dari Reza Lubis mengenai latar belakang diperingatainya Hari Lahan Basah Sedunia serta arahan bagaimana mengelola ekosistem pesisir yang lestari, dilanjutkan dengan sambutan dari Bpk. H.Madsahi mewakili Kepala Resor CA Pulau Dua
Penanaman mangrove oleh anak-anak di sepanjang serta penjelasan sejarah penetapan Pulau Dua menjadi
tanggul tambak Cagar Alam. Acara dilanjutkan dengan kegiatan inti yaitu
penanaman mangrove oleh peserta di sepanjang pematang Dilaporkan oleh: Ita Sualia
Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 z z zz z z zz z z z zz z z 9 9 9 9 9
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
10 10 10 10 10 z zz z z z zz z z z zz z z Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah
Berita Kegiatan ○
ejak bulan Oktober 2005, melalui proyek Green Coast (didanai oleh Oxfam-Novib),
Wetlands International Indonesia Programme (WIIP) bekerjasama dengan WWF Indonesia telah memfasilitasi 31 LSM lokal dan 29 Kelompok Swadaya Masyarakat dalam melakukan upaya rehabilitasi ekosistem pesisir pasca tsunami di Aceh-Nias. Sampai Agustus 2008 tercatat tak kurang dari 1000 hektar lahan pesisir telah direhabilitasi (dengan jumlah tanaman hidup rata-rata sekitar 83% atau 1,54 Juta dari 1,85 juta yang ditanam) melalui penanaman mangrove dan tanaman pantai di Aceh dan Nias. Selain itu, kami juga telah memfasilitasi berbagai upaya perlindungan terumbu karang, khususnya di Sabang.
Pilar kegiatan Green Coast meliputi 4 kegiatan besar, yaitu: (1) Rehabilitasi ekosistem pesisir; (2) Pengembangan alternatif mata pencaharian ramah lingkungan; (3) Pembuatan peraturan desa yang mendukung upaya rehabilitasi eksositem pesisir dan (4) Kampanye pendidikan lingkungan.
Mekanisme yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan diatas (khususnya untuk butir 1 dan 2) adalah dengan menyediakan “pinjaman” modal tanpa bunga dan tanpa agunan bagi kelompok masyarakat yang bersedia melakukan kegiatan rehabilitasi ekosistem pesisir (difasilitasi oleh LSM lokal). Apabila kegiatan rehabilitasi tersebut berhasil, biasanya dihitung berdasarkan jumlah pohon yang hidup (mencapai 75%) setelah 1 tahun, maka pinjaman tersebut menjadi hibah grant kepada masyarakat. Jika pohon yang hidup < 75% maka pinjaman tersebut harus dikembalikan berdasarkan persentase pohon yang berhasil hidup. Terbukti kegiatan ini lebih menjamin pertumbuhan tanaman rehabilitasi
sekaligus meningkatkan rasa tanggung jawab masyarakat terhadap kegiatan rehabilitasi yang dilakukannya.
Secara keseluruhan kegiatan proyek Green Coast telah dilakukan di 70 lokasi pesisir, dimana pada Phase I (Oktober 2005 s/d Maret 2007) dilakukan di 54 lokasi sedangkan pada Phase II (April 2008 s/d Maret 2009) dilanjutkan di 16 lokasi. Lokasi- lokasi ini, masing-masing memiliki keunikan tersendiri, baik dari sisi jenis dan karakter ekosistemnya maupun dari sisi mata pencaharian masyarakatnya. Dari kajian-kajian bio-fisik dan sosial ekonomi yang telah dilakukan WIIP terhadap lokasi-lokasi di atas, teridentifikasi adanya beberapa lokasi yang memiliki nilai- nilai ekologis dan ekonomis penting untuk dikelola masyarakat bersama para pemangku kepentingan (stake- holders) lainnya sebagai Lokasi Percontohan /Demo sites yang berkelanjutan. Selain itu, beberapa lokasi bahkan memiliki potensi sebagai objek tujuan wisata alam dan pendidikan lingkungan yang perlu dipromosikan lebih lanjut kepada pihak-pihak lain.
Terkait dengan hal-hal tersebut di atas, WIIP telah mengusulkan kepada Pemerintah Daerah NAD agar beberapa lokasi hasil kegiatan Green Coast, terutama yang memiliki nilai-nilai ekologis dan ekonomis penting bagi masyarakat, dijadikan sebagai daerah percontohan (demo sites).
Rekomendasi dan keputusan tertulis dari Pemerintah Daerah NAD dan Nias yang diumumkan secara luas tentang nilai penting dan manfaat keberadaan lokasi-lokasi percontohan tersebut, akan menjadi langkah strategis bagi upaya- upaya pelestarian dan pengembangan lokasi secara bijaksana dan berkesinambungan. Apabila memungkinkan didukung pengalokasian dana, misal melalui APBD.
Harapan ke depan, manfaat-manfaat ekologi, ekonomi serta edukasi dapat berjalan secara sinergis dan dapat dirasakan langsung oleh segenap lapisan masyarakat termasuk aparat pemerintah.
Sekilas 3 tahun Perjalanan Proyek Green Coast, di NAD dan Nias
2005 s/d 2008
Rekomendasi Beberapa Lokasi Contoh (demo sites)*
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 z zz z z z zz z z z zz z z 11 11 11 11 11
Berita Kegiatan
Berikut daftar 11 lokasi yang direkomendasikan menjadi kawasan percontohan di NAD dan Nias.
• Mengintegrasikan hasil kegiatan proyek ke
dalam tata ruang kabupaten untuk melindungi kawasan hasil kegiatan proyek sebagai sabuk hijau.
• Melanjutkan perawatan dan memperluas kegiatan rehabilitasi di
kawasan ini. • Mengakui aturan
pengelolaan pesisir yang telah dikembangkan masyarakat.
• Mengintegrasikan potensi wisata alam
Krueng Tunong dengan kegiatan wisata tebing di Grute
• s.d.a. • Perlu adanya
pengawasan terhadap pengambilan telur penyu
• s.d.a
• s.d.a. dan • Melarang pengambilan
pasir di kawasan ini. • Perlindungan terhadap
flora dan fauna alami yang ada
Desa Krueng Tunong Kecamatan Jaya Kabupaten Aceh Jaya
5° 6' 43.56" (LU) 95° 18' 43.27" (BT)
Desa Ceunamprong Kecamatan Jaya Kabupaten Aceh Jaya
4° 58' 38.24" (LU) 95° 22' 38.42" (BT)
Desa Keude Ungah Kecamatan Jaya Kabupaten Aceh Jaya
5° 0' 34.52" (LU) 95° 22' 8.04" (BT)
Desa Gle Jong Kecamatan Jaya Kabupaten Aceh Jaya
5° 4' 47.53" (LU) 95° 19' 17.51" (BT)
Pantai berpasir, muara sungai, tambak, daerah perbukitan (bukit Temega)
Pantai berpasir, kawasan berlumpur, rawa air payau, bekas tambak
Muara sungai, kawasan berlumpur dan rawa air payau- asin (yang dahulunya persawahan)
Pantai berpasir, rawa air payau dan perbukitan
• Sekitar 200 m pantai hilang
(ambelas) setelah gempa dan tsunami, abrasi sangat kuat padahal pemukiman baru telah dibangun di belakang pantai.
• Penghijauan pantai, melindungi
pertambakan dan pemukiman dan penghijauan bukit Temega, akan mencegah longsor.
• Bentuk lansekap yang indah
sehingga mendukung kegiatan pariwisata pantai.
• Air dari rawa-rawa dan laguna
Krueng Tunong menyuplai kebutuhan air bagi pertambakan yang menjadi salah satu mata pencaharian penting masyarakat.
• Memiliki potensi wisata alam
berupa keindahan alam yang menawan
• Abrasi pantai • Dulu merupakan habitat penyu
bertelur • Rehabilitasi pantai kemunglkinan
akan membantu restorasi habitat penyu bertelur
• Pemukiman yang dibangun di
areal bekas sawah yang diurug perlu dilindungi dari abrasi dan intrusi air laut
• Merupakan salah satu contoh
kombinasi perbaikan ekosistem pesisir yang berlangsung secara alami (single spesies, sonneratia) dan secara buatan (multispesies, berbagai jenis mangrove).
• Perlunya melindungi kawasan
pesisir yang saat ini sekitar 100 truk pasir (600 m3) diambil setiap hari dari kawasan ini padahal di dekatnya terdapat pemukiman dan makam bersejarah Sultan Ala’addin Riayatsyah.
• Kawasan ini juga menunjukkan
adanya pemulihan vegetasi dan fauna alami paska tsunami yang cukup baik.
• Rehabilitasi 90 ha pesisir
dengan 121,000 mangrove di tambak dan muara sungai, 12,000 tanaman pantai dan 12.500 tanaman buah-buahan di bukit Temega
• Menyalurkan dana hibah untuk
usaha kecil kebun sayuran dan tambak tumpang sari
• Menyusun Rencana Strategy
Pengelolaan kawasan pesisir (termasuk aturan penangkapan ikan dan pengelolaan pesisir)
• Melakukan kajian bio-fisik dan
social ekonomi Peningkatan kapasitas kelompok
dan kelembagaan masyarakat· • Pendidikan lingkungan bagi
masyarakat (termasuk anak sekolah)
• Menanam 71.000 mangrove,
1.650 tanaman pantai dan 350 tanaman pekarangan
• Menyalurkan dana hibah untuk
usaha kecil • Menyusun Rencana Strategy
Pengelolaan kawasan pesisir (termasuk aturan penangkapan ikan dan pengelolaan pesisir)
• Melakukan kajian bio-fisik dan sosial ekonomi
• Pendidikan lingkungan bagi masyarakat (termasuk anak sekolah)
• Menanam 70.000 mangrove,
9650 tanaman pantai dan tanaman pekarangan (350).
• Menyalurkan dana hibah untuk
usaha beternak, pembuatan tempe yang kini sangat berhasil
• Melakukan kajian bio-fisik dan
social ekonomi • Pendidikan lingkungan bagi
masyarakat (termasuk anak sekolah)
• Menanam 70.000 mangrove,
2000 tanaman pantai dan 950 tanaman pekarangan
• Menyalurkan dana hibah untuk
usaha beternak dan beli sampan
• Melakukan kajian bio-fisik dan
social ekonomi • Pendidikan lingkungan bagi
masyarakat (termasuk anak sekolah)
Nama lokasi & kordinat
Karakteristik ekosistem
Kegiatan yang telah dikerjakan
(untuk rehabilitasi, tingkat
keberhasilan > 85%)
Alasan sebagai lokasi
demosite
No. Saran kepada pemerintah
Kabupaten Aceh Jaya – NAD
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
12 12 12 12 12 z zz z z z zz z z z zz z z Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah
Berita Kegiatan ○
• Mengangkat dan mengembangkan secara resmi kawasan ini menjadi “Arboretum pesisir” dan
Sebagai kawasan Sabuk Hijau (greeen belt)
• Memasukkan ke dalam tata ruang Kabupaten sebagai
kawasan perlindungan pantai.
• Mempromosikan kawasan ini kepada instansi dan sekolah lainnya di Aceh sebagai sarana pendidikan lingkungan masyarakat dan sebagai lokasi ekowisata
• Memasukkan ke dalam tata ruang Kabupaten sebagai kawasan perlindungan pantai dan kesatuan green
belt (dari Kajhu sampai Gampoeng Baroe)
• PemKab Aceh Besar menjadikan dan
mempromosikan lokasi ini sebagai contoh Tambak Tumpang Sari yang berwawasan lingkungan
• Membuat kebijakan ditingkat Propinsi (terutama di pantai timur Aceh) akan pentingnya tambak tumpang sari, meng-
antisipasi perubahan iklim • Mempertahankan dan
merawat fasilitas yang telah dibangun (termasuk Puskesmas)
• Memfasilitasi perawatan tanaman yang telah tumbuh dengan baik di tebing laguna dan tepi perairan)
• Mencegah alih fungsi perbukitan sekitar laguna menjadi perladangan
• Mengoptimalkan kawasan laguna sebagai objek wisata alam & pendidikan
• Menata pembangunan di sekitar lokasi mata air tawar dll
Desa Kajhu Kec. Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar
5° 36’ 23.22" (LU) 95° 22’ 16.03" (BT)
Desa Gampong Baroe Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar
5° 37' 46.30" (LU) 95° 23' 51.29" (BT)
Desa Lham Ujong,Kec. Baitussalam, Kabupaten Aceh Besar
5° 37’ 13.01" (LU) 95° 24’ 17.57" (BT)
Desa Pulot, Kec. Leupung, Kabupaten Aceh Besar
5° 21' 51.91" (LU) 95° 14' 59.68" (BT)
Pantai berpasir dengan gundukan pasir serta muara sungai
Pantai berpasir dengan gundukan pasir, pertambakan serta muara sungai
Pertambakan dan sungai. Pada tahun 1960-an sekitar 900 ha kawasan ini adalah hutan mangrove, lalu dibuka menjadi pertambakan dan pemukiman. Hilangnya mangrove diduga memperparah dampak tsunami
Laguna air payau – hingga asin (sekitar
15 ha) yang terbentuk setelah tsunami. Mulut laguna kadang tertutup pasir, kadang terbuka.
Di bukit dekat laguna dijumpai Lutung, Kera ekor panjang, Beruk, Siamang dan beberapa jenis burung rangkong.
Di dalam laguna dijumpai berbagai jenis ikan laut yang bernilai ekonomi penting (seperti: Kakap/ Serakap, Tengoh, Tanda, Merah mata, Bayam/Kerape dsb.
• Abrasi pantai sangat kuat
padahal di belakang pantai telah dibangun ratusan pemukiman baru, sekolahan dan mesjid
• Secara geografis, lokasi ini
merupakan benteng pelindung alami 3 desa dari deburan ombak Samudera Hindia dan Selat Malaka yang dapat merusak penghidupan masyarakat.
• Tipe ekosistemnya yang
bervariasi dan bentuknya yang menyerupai pulau kecil menyebabkan lokasi ini cocok sebagai sarana pendidikan sekaligus sarana rekreasi.
• Lahan pesisir yang dulu
produktif sekarang ditinggalkan akibat kerusakan Tsunami.
• Lahan pertanian tertutup pasir
dan garam, tambak hancur, jalur transportasi terputus
• Hancurnya pertambakan (juga
pemukiman) akibat tsunami disebabkan hilangnya hutan mangrove sebagai benteng alami. Untuk itu tambak perlu dihijaukan dengan menanam bakau sebagian di dalam tambak dan sekitarnya (model tambak tumpang sari/ silvo-fishery).
• Terdapat Puskesmas mewah
(terletak di tepi laguna) yang dibangun atas bantuan Bulan Sabit Merah Arab Saudi.
• Tebing laguna mengalami
longsor, kini telah ditanggul • Laguna berperan sebagai
sumber perikanan dan benih ikan alami
• Laguna berperan sebagai
penyangga banjir • Memiliki potensi wisata alam
pantai dan perbukitan (dekat akses jalan raya Banda Aceh- Meulabeh)
• Terdapat sumber mata air tawar
di balik bukit
• Menanam 30.000 bibit mangrove (ada 7
jenis) dan 15.000 bibit tanaman pantai (23 jenis, termasuk cemara laut yang kini mencapai tinggi 8 meter). Kini banyak tirom (sejenis kerang) bermunculan di lokasi penanaman mangrove dan menjadi sumber nafkah nelayan.
• Memfasilitasi pengembangan usaha
masyarakat melalui pinjaman bergulir yang dikelola oleh kelompok (saat ini kelompok sudah memiliki buku rekening bank sendiri dan 6 sampan).
• Menanam 64.000 mangrove (di tambak
dan pinggir sungai) dan 7000 tanaman pantai (di pinggir pantai)
• Membangun dan mengelola Pusat Kajian
Ekosistem Pesisir di Kajhu dan Gampoeng Baroe
• Membangun fasilitas out-bonds (flying
fox and tracking) • Menyelenggarakan pendidikan
lingkungan pesisir untuk SD-SMP Kab. Aceh Besar dan Kota Banda Aceh.
• Melakukan penghijauan sekolah dan
pengelolaan sampah sekolah • Pemberian modal usaha kecil untuk
kegiatan berkebun sayuran dan beternak • Melakukan kajian bio-fisik dan sosial
ekonomi • Menanam 185,000 mangrove di
sepanjang sungai yang memisahkan Desa Lam Ujong dengan Desa Lham Ngah, di saluran dan dalam tambak.
• Memberikan dana usaha kecil dan
melatih anggota masyarakat Lham Ujong di Pemalang Jawa Tengah untuk mengembangkan alternatif matapencaharian
• Melakukan kajian bio-fisik dan sosial
ekonomi
• Penanaman 42,000 mangroves di tepi
perairan laguna, 9000 lainnya (kelapa, cemara laut, jambu keling dan ketapang)
• Pelatihan terhadap kelompok masyarakat
Pulot tentang tehnik menyiapkan bibit dan menanam mangrove
• Membuat taman di bekang Puskesmas
(ditanam cemara, sebagai pencegah abrasi dan membatasi terpaan angin laut)
• Membangun pusat informasi laguna
(merangkap kios) • Membuat peraturan pemanfaatan Krueng/
Laguna • Membangun tempat sampah • Memberikan pelatihan budidaya kepiting
dll
Nama lokasi & kordinat
Karakteristik ekosistem
Kegiatan yang telah dikerjakan
(untuk rehabilitasi, tingkat
keberhasilan > 85%)
Alasan sebagai lokasi
No. demosite
Saran kepada pemerintah
Kabupaten Aceh Besar – NAD (kawasan Kuala Gigeng)
Berita Kegiatan
Kegiatan yang telah dikerjakan
No. Nama lokasi &
Karakteristik
Alasan sebagai lokasi
Saran kepada
pemerintah Kabupaten Sabang – NAD
ekosistem
demosite
(untuk rehabilitasi, tingkat
kordinat
keberhasilan > 85%)
1 Kelurahan Anoi Itam Terumbu karang,
• Agar PemKo Sabang Kecamatan
• Berdasarkan hasil kajian
• Terbentuknya Daerah Perlindungan
mengeluarkan Surat Sukajaya,
pantai berpasir, pantai
WCS, wilayah Anoi Itam
Laut/DPL berbasis masyarakat
Keputusan (SK) yang Kota Sabang
cadas, perbukitan.
adalah salah satu ekosistem
seluas 20ha dan Badan Pengelola
merekomendasikan DPL 5° 50’ 32.96" (LU)
terumbu karang yang masih
DPL serta Lembaga Keuangan
Lhok Anoi Itam kepada 95° 22’ 22.87" (BT)
relatif baik kondisinya.
Mikro
Departemen Kelautan dan
• Saat ini, Anoi Itam dan
• Pengadaan boat patroli untuk
perairan sekitarnya yaitu Ie
Panglima Laot
Perikanan untuk
Meulee telah ditetapkan oleh
menetapkan DPL Lhok
masyarakat setempat sebagai
• Penanaman 3.000 vegetasi pantai
Anoi Itam sebagai
daerah perlindungan laut
Kawasan Konservasi Laut
• Membangun balai pertemuan
(DPL), satu-satunya DPL
serba guna
Daerah (KKLD)
berbasis masyarakat di Provinsi NAD.
• Menempatkan 10 tempat sampah
di lokasi wisata Lhok Anoi Itam • Melakukan kajian bio-fisik dan
social ekonomi
• Melanjutkan pembiayaan Kelurahan Iboih,
2 Pinueng Cabeng, Pantai berpasir putih
• Terumbu karang terancam
• Pembuatan 8 buah Pelampung
perawatan dan Kecamatan
indah dan bersih.
jangkar perahu nelayan dan
Penambat (mooring buoy) oleh
penambahan Sukakarya,
Berdamnpingan dengan
jangkar perahu Yacht wisata
ACC dan penanaman 50,000
pembangunan pelampung Kota Sabang
Taman Wisata Laut
manca negara. Pantai
mangrove oleh YPS.
penambat dan tanaman 5° 52’ 23.48" (LU)
Pulau Weh di Selat
terangkat saat gempa/tsunami
mangrove 95° 15’ 23.33" (BT) ha)
Rubiah(dengan luas
dan mangrove mati
• Melakukan kajian bio-fisik dan
terumbu karang 2600
kekeringan.
sosial ekonomi
• Menata berlabuhnya perahu-perahu Yacht yang
• Wilayah ini merupakan contoh
• Melakukan transplantasi terumbu
kawasan ekosistem terumbu
karang atas inisiatif ACC (Aceh
mampir di lokasi ini
karang yang dilindungi untuk
Coral Conservation).
mendukung kegiatan wisata
• Memfasilitasi perluasan ○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○○
air yang merupakan sumber
kegiatan transplantasi
matapencaharian penduduk.
terumbu karang yang saat ini dilakukan ACC.
Kabupaten Nias – Sumatera Utara
1 Luaha Talu, Laguna Sebuah laguna pesisir
• Mengkaji kembali upaya Desa Teluk Belukar (luas 47 ha) yang
Laguna terancam oleh:
• Melakukan kajian bio-fisik dan
pembangunan TPI Kecamatan Gunung
sosial ekonomi
dikelilingi hutan
• Pembangunan pelabuhan
• Menyetujui Rencana Nias
Sitoli Utara, Kab. mangrove (luas 66ha
perikanan dan tempat
• Melakukan kampanye lingkungan
dengan 20 jenis
Strategy Pengelolaan mangroves).
pelelangan ikan (TPI).
tentang nilai penting laguna
Laguna yang
berwawasan lingkungan 1° 23’ 5.35" (LU)
• Pembuatan infrastuktur TPI
• Membuat booklet tentang laguna
Morfologi Laguna berbentuk ikan pari,
termasuk jalan menuju TPI
Teluk Belukar
• Mengalokasikan dana 97° 32’ 25.66" (BT) sangat kaya dengan
dengan menebang sebagian
untuk pengelolaannya keanekaragaman
hutan mangrove sebagai
• Memfasilitasi pembuatan draft
bahan baku pembangunan
Rencana Strategy Pengelolaan Laguna
• Melakukan pengawasan hayati daratan maupun
ketat terhadap alih fungsi akuatik.
• Pembangunan fasilitas
hutan mangrove di Kelestarian Laguna
wisata di sekitar laguna
• Membina LSM Lokal (Wahana
Lestari) untuk mengkampanyekan
sekeliling Laguna akan mendukung
• Pengkaplingan kawasan
pelestarian Laguna dan Hutan
mangrove untuk berbagai
mangrove di sekitar laguna
keberlanjutan
kepentingan yang berpotensi
kehidupan nelayan,
merusak kawasan mangrove
mencegah intrusi air laut, pendukung eko- wisata dan berperan dalam mitigasi dan adaptasi perubahan Iklim global.
Catatan : Nilai Penting sebagai demo site didasarkan atas : peran dalam melindungi pantai, pemukiman, sarana dan prasarana publik ; pendukung keanekaragaman hayati dan matapencaharian penduduk ; mencegah intrusi air laut ; mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim ; serta sarana pendidikan lingkungan bagi masyarakat luas.
Selain didukung oleh Gren Coast (dengan pendanaan dari Oxfam Novib), untuk kegiatan di Pulot & Lham Uiong juga didukung pendanaan dari UNEP, sedangkan untuk kegiatan di Krueng Tunong juga didukung Force of Nature (FoN) Malaysia
* Surat rekomendasi secara lengkap bisa diperoleh di WIIP
Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 z zz z z z z zz z zz z z z 13 13 13 13 13
14 14 14 14 14 z zz z z z zz z z z zz z z Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah Warta Konservasi Lahan Basah
Berita dari Lapang ○
isah ini diawali oleh keprihatinan akan semakin sulitnya nelayan untuk
menangkap ikan, udang, kepiting dan hasil perikanan pantai lainnya di sekitar hutan mangrove Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut (SM KGLTL), Sumatera Utara sejak satu dekade yang lalu. Ketika industri arang kayu mangrove banyak tersebar di daerah pantai Langkat tahun 1990- an, kondisi hutan mangrove, baik di dalam maupun di luar kawasan SM KGLTL semakin menurun.
Hasil penelitian penulis tahun 2002 yang dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI) Depdiknas menunjukkan bahwa sangat sulit mendapatkan pohon mangrove berdiameter di atas 5 cm. Mengapa demikian? Industri arang kayu bakau sangat menyukai bahan baku dari pohon kelompok Rhizophora (bakau) dan Bruguiera (tancang dan mata buaya) berdiamater 5 cm untuk dibuat arang karena menghasilkan arang bermutu baik dibandingkan pohon berdiamater lebih dari 5 cm. Sementara kayu dari jenis lain, misalnya kelompok Xylocarpus (nyiri), Avicennia (api-apai), Sonneratia (berembang) digunakan sebagai bahan bakar tungku industri arang tersebut.
Kondisi ini terekam dengan baik dalam penelitian spasial menggunakan citra satelit yang membandingkan kondisi penutupan lahan tahun 1989 dengan 2004 (Siahaan, 2006). Berdasarkan hasil penelitian spasial tersebut diketahui bahwa proporsi hutan mangrove primer sebesar 82,24%
tahun 1989 menurun jauh sehingga hanya tersisa 18,02% pada tahun 2004 atau berkurang sebesar 64,27% dalam kurun waktu 15 tahun, sedangkan hutan mangrove sekunder meningkat tajam dari 4,91% tahun 1989 menjadi 58,95% tahun 2004 atau meningkat sebesar 54,04% dalam periode yang sama. Selain itu, luasan tambak, permukiman, lahan kosong dan badan air juga meningkat selama periode tersebut. Perubahan kondisi penutupan lahan hutan mangrove secara keseluruhan di SM KGLTL dalam kurun waktu 1989-2004 disajikan pada Gambar 1.
Potret yang tersaji pada Gambar 1 menunjukkan bahwa dalam kurun waktu tersebut penebangan hutan
mangrove di dalam kawasan SMKGLT terjadi dengan sangat masif, apalagi hutan mangrove di luar kawasan SMGLTL yang bukan berupa kawasan konservasi diyakini luasan hutan mangrove primer menurun lebih besar. Kondisi serupa juga terjadi di kawasan mangrove lainnya di Sumatera Utara (Onrizal & Kusmana, 2008). Menurunnya kuantitas (luas) dan kualitas hutan mangrove berdampak pada penurunan volume dan keragaman jenis ikan yang ditangkap. Hasil penelitian di Kecamatan Secanggang yang merupakan daerah di sekitar SM KGLTL (Purwoko, 2005) dibandingkan dengan satu dekade sebelumnya menunjukkan bahwa sekitar 56,32% jenis ikan menjadi langka/sulit didapat, dan 35,36% jenis ikan menjadi hilang/tidak pernah lagi
Mangrove Pulih -
Masyarakat Nelayan Tersenyum Kembali
Oleh: Onrizal*
Gambar 1. Perubahan luasan hutan mangrove di kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading dan Langkat Timur Laut, Sumatera Utara. Dalam kurun waktu 15 tahun (1989- 2004) luasan hutan mangrove primer berkurang drastis menjadi hutan mangrove sekunder akibat penebangan, terutama untuk bahan baku industri arang kayu mangrove. Selain itu, hutan mangrove primer juga dikonversi menjadi permukiman dan tambak meskipun konversi tersebut tidak dibenarkan menurut peraturan.
Lahan Kosong
P Badan Air ro por
s il uasa
n (%
1989 2004 Perubahan
Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 Edisi April, 2009 z zz z z z zz z z z zz z z 15 15 15 15 15
Berita dari Lapang
tertangkap. Kondisi ini disertai dengan penurunan pendapatan sebesar 33,89%, dimana kelompok yang paling besar terkena dampak adalah nelayan dan sekitar 85,4% masyarakat kesulitan dalam berusaha dan mendapatkan pekerjaan dibandingkan sebelum kerusakan mangrove. Konversi hutan mangrove di pantai Napabalano, Sulawesi Tenggara juga menyebabkan berkurangnya secara nyata populasi kepiting bakau (Scylla serrata) (Amala, 2004). Pada skala global, hasil ulasan Walters et al. (2008) menunjukkan bahwa 80% species biota laut yang komersial diduga sangat tergantung pada kawasan mangrove di kawasan Florida, USA, 67% spesies hasil tangkapan perikanan komersial di bagian timur Australia, dan hampir 100% udang yang ditangkap pada kawasan ASEAN.
INISIASI AWAL
Di awal tahun 2000, bapak HM Matin, mantan Kepala Desa (Kades) Karang Gading, Kec. Secanggang, Kab. Langkat mulai mengajak masyarakat desa secara swadaya untuk memulai menanam areal mangrove pada areal yang berbatasan dengan SM KGLT. Pada awalnya hanya sedikit masyarakat yang mengikuti ajakan tersebut. Namun demikian, Bapak HM Matin yang juga merupakan pimpinan pesantren di desanya beserta kelompoknya tidak pernah menyerah. Mereka mulai secara otodidak belajar menyeleksi benih mangrove yang matang, membibitkan tumbuhan mangrove, dan mencoba menanamnya pada lahan mangrove yang kosong.
Seiring dengan keberhasilannya, pada tahun 2004 pihak pemerintah melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Kabupaten Langkat mengajak Bapak HM Matin dan kelompoknya untuk terlibat dalam kegiatan Gerakan Rehablitasi Lahan dan Hutan (GERHAN). Pada tahun
tersebut, kelompok Bapak HM Matin dipercaya untuk merehabilitasi 40 ha kawasan mangrove yang berbatasan dengan SM KGLT. Tahun-tahun berikutnya, Bapak HM Matin dan kelompokanya terus mendapat kepercayaan pemerintah dengan
luasan areal rehabilitasi mencapai ratusan hektar.
Kini Bapak HM Matin telah menjadi penyedia bibit mangrove dengan kualitas baik dengan keuntungan ekonomi yang tinggi. Pihak Dishutbun Kabupaten Langkat melalui Kepala Dinasnya Bapak Tarigan mengakui bahwa hasil rehabilitasi oleh Bapak HM Matin dan kelompoknya merupakan kegiatan GERHAN yang paling berhasil di Kabupaten Langkat. Selain itu, Bapak HM Matin dipercaya oleh pihak Dishutbun Kabupaten Langkat sebagai pengelola Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) Desa Karang Gading, Kec. Secanggang, Kabupaten Langkat.