CTL CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING SEB (4)

CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) SEBAGAI METODE
PEMBELAJARAN SEJARAH YANG VARIATIF

MAKALAH
UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH
Bahasa Indonesia Keilmuan
Yang dibina oleh Ibu Rizka Amaliah, S.Pd., M.Pd.
Disusun oleh
Ainun Jariyah
Ferdian Rizky Pratama
Rica Filasari

160731614824
160731614872
160731614846

UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS ILMU SOSIAL
JURUSAN SEJARAH
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN SEJARAH
April 2017


CTL (CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING) SEBAGAI METODE
PEMBELAJARAN SEJARAH YANG VARIATIF

PENDAHULUAN
Pada bagian ini dijabarkan secara spesifik mengenai latar belakang dan
rumusan masalah yang berkenaan dengan metode pembelajaran sejarah yang
variatif.
Latar Belakang
Metode pembelajaran adalah sebuah cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata
dan praktis untuk mencapai tujuan belajar (Sudrajat, 2008). Metode dalam suatu
pendidikan sangatlah diperlukan dalam suatu pembelajaran sejarah. Wiyanarti
(2007) menyatakan bahwa pembelajaran sejarah harus sesuai dengan karakteristik
sejarah yaitu mengandung kemampuan mengajak peserta didik berpikir
kesejarahan dan menanamkan kesadaran sejarah. Namun, kenyataan di sekolah
menunjukkan

bahwa


proses

pembelajaran

sejarah

masih

banyak

yang

menggunakan metode yang kurang variatif dalam pembelajarannya.
Penyebab utamanya adalah banyaknya tenaga pendidik yang masih
menggunakan metode konvensional (ceramah) dalam pembelajaran sejarah,
sehingga terlihat kurang variatif, ditambah lagi dengan rendahnya pengusaan
IPTEK dan penguasaan materi oleh tenaga pendidik. Kurangnya kreativitas tenaga
pendidik serta terbatasnya jam matapelajaran sejarah di sekolah, turut serta
menjadi penyebab penggunaan metode konvensional (ceramah) oleh tenaga
pendidik. Menurut Suhartini (2001:7) sebagian besar tenaga pendidik sejarah

berasumsi bahwa materi sejarah dapat dipindahkan secara utuh dari kepala
pendidik ke kepala peserta didik dengan metode ceramah. Selain itu, latar
belakang pendidik sejarah yang tidak sesuai dan terbatasnya sumber pengetahuan
berupa buku ajar juga turut menjadi penyebab penggunaan metode konvensional
(ceramah) yang banyak diterapkan di sekolah.
Penggunaan metode pembelajaran sejarah yang kurang variatif menjadi
masalah bagi pendidik dan peserta didik dalam proses belajar mengajar. Pelajaran
sejarah menurut peserta didik hanya mengulangi hal yang sama dari tingkat
1

sekolah dasar sampai tingkat pendidikan menengah, karena pendidik hanya
ceramah tentang waktu, tokoh dan peristiwa yang telah tertulis di dalam buku ajar
(Soewarso, 2000:2). Pendidik cenderung dominan di dalam kelas, sehingga
kurang mengembangkan aspek nilai, sikap, dan keterampilan peserta didik.
Kenyataan seperti itu menyebabkan hasil dan tujuan belajar kurang maksimal,
karena peserta didik hanya terpusat pada hafalan, sehingga pelajaran tampak
monoton dan sangat membosankan.
Berdasarkan urugensi pembahasan, diperlukan alternatif solusi untuk
menyelesaikan metode pembelajaran sejarah yang kurang variatif. Beberapa solusi
yang dapat diterapkan antara lain: (1) mengadakan pelatihan IPTEK secara

berkala, (2) memanfaatkan pembelajaran teknologi yang modern, (3) optimalisasi
perpustakaan, (4) menetapkan UU tentang tenaga kependidikan, dan (5)
menggunakan metode pembelajaran CTL (Contextual Teaching and Learning).
Dari kelima solusi tersebut, penggunaan metode pembelajaran (Contextual
Teaching and Learning) menjadi salah satu yang diprediksi paling efektif. Oleh
karena itu, dalam makalah ini dipilih judul CTL (Contextual Teaching and
Learning) sebagai Metode Pembelajaran Sejarah yang Variatif.
Rumusan Masalah
Tiga rumusan masalah yang menjadi fokus bahasan dalam makalah ini
dijabarkan sebagai berikut.
1) Bagaimana konsep metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam
pembelajaran sejarah?
2) Bagaimana cara kerja metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam
pembelajaran sejarah?
3) Apa saja kelebihan dan kelemahan metode CTL (Contextual Teaching and
Learning) dalam pembelajaran sejarah?
BAHASAN
Pada bagian ini, berbagai informasi sesuai rumusan masalah dijelaskan
secara spesifik. Rincian informasi yang dijelaskan meliputi: (1) konsep, (2) cara
kerja, serta (3) kelebihan dan kelemahan CTL (Contextual Teaching and

Learning) dalam pembelajaran sejarah. Ketiganya dijabarkan sebagai berikut.

2

Konsep Metode CTL
Pembelajaran Sejarah

(Contextual

Teaching

and

Learning)

dalam

CTL (Contextual Teaching and Learning) dapat diartikan sebagai suatu
metode belajar yang membantu pendidik mengkaitkan antara materi yang
diajarkan dengan situasi dunia nyata dan mendorong peserta didik membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari
(Depdiknas, 2003:5). Dalam konteks pembelajaran sejarah, konsep CTL berkatian
dengan pelibatan peserta didik secara langsung dalam mempelajari sejarah,
sehingga peserta didik mengetahui makna dari belajar tentang sejarah. Konsep ini
memberikan dorongan pada peserta didik untuk menerapkan dalam dunia nyata,
agar tidak terjebak pada kesalahan yang sama.
Pengetahuan dan keterampilan yang diharapkan melalui pembelajaran
sejarah dengan menggunakan metode CTL menurut Depdikas (2002:4) meliputi:
(1) makna belajar, (2) manfaat belajar, dan (3) cara mencapai tujuan belajar.
Pendidik diharapkan dapat memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan dan menerapkan ide-idenya dan mengajak peserta didik agar
menyadari dan dengan sadar menggunakan metode mereka untuk belajar. Dengan
begitu CTL dapat merangsang peserta didik belajar menguasai kompetensi yang
telah ditentukan dengan cara mereka, sehingga peserta didik bebas untuk
berekspresi dan mengembangkan potensi yang dimiliki.
Terdapat tiga hal yang harus dipahami dalam konsep CTL, menurut
Depdiknas (2003:6) yakni: (1) menekankan pada peserta didik untuk menemukan
materi, artinya proses belajar berorientasi pada pengalaman langsung; (2)
mendorong peserta didik dapat menemukan hubungan antara materi dengan
situasi kehidupan nyata, artinya peserta didik dituntut untuk menangkap hubungan

antara pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata; serta (3)
mendorong peserta didik untuk menerapkan dalam kehidupan, artinya tidak hanya
menganjurkan peserta didik memahami materi yang dipelajarinya, tetapi juga
dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu CTL dapat
merangsang peserta didik belajar aktif, berpikir kritis dan percaya diri. Selain itu,
juga dapat menumbuhkan motivasi belajar peserta didik, sehingga dapat
membantu peserta didik untuk memperdalam suatu matapelajaran sejarah.

3

Sehubungan dengan konsep tersebut, terdapat beberapa karakteristik
dalam proses pembelajaran sejarah dengan metode CTL yaitu: (1) kerjasama, (2)
saling menunjang, (3) menyenangkan, (4) belajar dengan semangat, (5)
pembelajaran terintegrasi, (6) memanfaatkan berbagai sumber, (7) peserta didik
yang aktif, (8) mudah berbagi, (9) berpikir kritis, (10) hasil pembelajaran, dan (11)
laporan pada orang tua (Depdiknas, 2003:7). Dengan konsep metode CTL dalam
pembelajaran sejarah, hasil pembelajaran sejarah diharapkan lebih bermakna bagi
peserta didik. Proses pembelajaran sejarah berlangsung alamiah dalam bentuk
kegiatan peserta didik memahami dan menerapkan, bukan hanya mentransfer
pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik.

Bentuk pembelajaran sejarah berbasis CTL yang mudah diterapkan di
kelas yakni role playing (bermain peran). Bermain peran bisa berbentuk
memerankan dialog

tokoh-tokoh dalam sejarah atau memerankan diri atau

kelompok sebagai ahli sejarah. Bentuk pembelajaran sejarah bermain peran bisa
mengajak peserta didik untuk menjiwai karakter atau tokoh sejarah. Dengan cara
ini, peserta didik dapat merasakan dirinya sebagai pelaku sejarah, sehingga
peserta didik mengetahui makna dan manfaat belajar serta capaian hasil belajar
tentang sejarah.
Cara Kerja Metode CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam
Pembelajaran Sejarah
CTL (Contextual Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah
merupakan konsep pembelajaran yang membantu peserta didik dalam mengaitkan
materi pelajaran sejarah dengan kehidupan nyata dan memotivasi peserta didik
membuat hubungan antara yang dipelajari dengan kehidupan nyata. Melalui
pembelajaran CTL diharapkan materi pelajaran sejarah dapat diintegrasikan dalam
konteks kehidupan nyata, sehingga peserta didik dapat memahami informasi yang
dipelajarinya dengan lebih baik dan mudah. Dengan demikian tugas pendidik

dalam pembelajaran sejarah secara kontekstual yaitu memberikan kemudahan
belajar kepada peserta didik dan menyediakan sarana dan sumber belajar yang
memadai. Pendidik diharapkan bukan hanya menyampaikan materi tetapi juga
mengatur lingkungan dan metode pembelajaran yang memungkinkan peserta
didik belajar dengan nyaman dan kondusif.
4

Metode pembelajaran CTL memiliki tujuh asas cara kerja dalam
pembelajarannya yang meliputi: (1) konstruktivisme, (2) inquiri, (3) bertanya, (4)
masyarakat belajar, (5) pemodelan, (6) refleksi, dan (7) penilaian sesungguhnya
(Sugiyanto, 2010:17). Namun, tidak semua asas cara kerja ini dapat diterapkan
langsung dalam pembelajaran sejarah di dalam kelas. Oleh karena itu, dalam
konteks pembelajaran sejarah, asas cara kerja yang digunakan harus sesuai dengan
materi yang disampaikan.
Salah satu asas cara kerja metode CTL dalam pembelajaran sejarah yang
dapat diterapkan langsung di dalam kelas yakni konstruktivisme. Menurut
Sugiyanto (2010:17) konstruktivisme adalah proses membangun pengetahuan
baru peserta didik berdasarkan pengalaman. Dengan dasar itu pembelajaran
sejarah harus dikemas menjadi proses mengontruksi, bukan hanya menerima
pengetahuan saja. Dalam proses pembelajaran, peserta didik dilatih untuk

membangun pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif dalam proses
pembelajaran sejarah, sehingga peserta didik menjadi pusat kegiatan belajar
mengajar.
Pelaksanaan pembelajaran konstruktivisme dapat dilakukan dengan
menerapkan langkah-langkah pembelajaran yang meliputi: (1) apersepsi, (2)
konstruksi pengalaman dan pengetahuan, (3) diskusi, dan (4) refleksi. Langkah
awal yang dilakukan yaitu apersepsi dengan menyampaikan tujuan pembelajaran
yang akan dibahas dengan tujuan untuk memotivasi peserta didik. Langkah ini
dapat dilakukan dengan cara tanya jawab tentang pokok bahasan materi yang akan
disampaikan, sehingga peserta didik dapat membuka pikirannya dan timbul rasa
ingin tahu.
Langkah kedua yakni mengonstruksi pengalaman dan pengetahuan dengan
cara mencari, menyelidiki, menyusun dan menemukan pengetahuan tentang
pembelajaran melalui berbagai sumber belajar. Dalam konteks pembelajaran
sejarah yang terdapat banyak kisah atau cerita, contohnya tentang Kerajaan
Majapahit. Dalam hal ini, peserta didik dapat mencari tahu tentang awal mula
berdirinya Kerajaan Majapahit, raja-raja yang pernah memerintah, kehidupan
sosial, budaya, ekonomi, dan politik pada masa itu hingga runtuhnya Kerajaan
Majapahit.


5

Langkah ketiga yaitu diskusi yang terdiri atas mempresentasikan hasil
kerja kelompok atau individu, menjelaskan konsep-konsep yang telah ditemukan,
dan memberikan tanggapan. Dengan menerapkan pola-pola seperti

ini dapat

membuat peserta didik menjadi lebih kritis dan tanggap terhadap permasalahan
yang berkaitan dengan sejarah. Langkah terakhir yaitu melakukan refleksi dengan
menghubungkan nilai-nilai yang terkandung dalam materi pelajaran sejarah
dengan kehidupan nyata masing-masing peserta didik, sehingga peserta didik
dapat menerapkan pengalaman belajar tersebut.
Kelebihan dan Kelemahan Metode CTL (Contextual Teaching and Learning)
dalam Pembelajaran Sejarah
Menurut Anisa dan Dzaki (2009) ada beberapa kelebihan dalam
pembelajaran sejarah yang dijabarkan sebagai berikut: (1) pembelajaran menjadi
lebih bermakna, artinya peserta didik dapat melakukan kegiatan yang
berhubungan sengan materi yang diajarkan; (2) pembelajaran menjadi lebih
produktif dan mampu menumbuhkan pengutan konsep kepada peserta didik
karena pembelajaran ini menuntut peserta didik untuk menemukan pengetahuan
bukan menghafal pengetahuan; (3) menumbuhkan keberanian pada peserta didik
untuk mengemukakan pendapat tentang materi yang dipelajarinya; (4)
menumbuhkan rasa ingin tahu tentang materi yang dipelajari dengan cara mencari,
menyelidiki, menemukan, dan bertanya; (5) menumbuhkan kemampuan dalam
bekerja sama dengan orang lain untuk memecahkan suatu masalah; serta (6)
peserta didik dapat menarik kesimpulan dari kegiatan pembelajaran. Salah satu
kelebihan yang menonjol dari metode CTL dalam pembelajaran sejarah yakni
menjadi

lebih

bermakna

dan

produktif.

Karena

peserta

didik

dapat

mengorelasikasn materi yang ditemukan dengan kehidupan nyata, sehingga materi
yang disampaikan bagi peserta didik berfungsi secara fungsional dan materi yang
dipelajarinya akan tertanam erat dalam memori peserta didik.
Menurut Kurniawan (2013) ada beberapa kelemahan metode CTL dalam
pembelajaran sejarah yang dijabarkan sebagai berikut: (1) dalam pemilihan
informasi atau materi di dalam kelas pasti berdasarkan pada kebutuhan peserta
didik, sedangkan di dalam kelas tingkat kemampuan peserta didik berbeda-beda,
sehingga pendidik akan kesulitan dalam menentukan materi karena tingkat
6

pencapaian peserta didik tidak sama; (2) tidak efesien, karena membutuhkan
waktu yang lama dalam kegiatan belajar mengajar, sedangkan alokasi jam
matapelajaran sejarah kurang; (3) dalam proses pembelajaran akan nampak jelas
peserta didik yang memiliki kemampuan tinggi dan yang kurang, sehingga akan
menimbulkan rasa tidak percaya diri bagi peserta didik yang merasa memiliki
kemampuan kurang; (4) bagi peserta didik yang tertinggal dalam proses
pembelajaran, akan terus tertinggal dan akan sulit untuk mengejar, karena metode
CTL tergantung pada keaktifan peserta didik; (5) pengetahuan yang diperoleh
peserta didik akan berbeda-beda dan tidak merata; dan (6) peran pendidik tidak
tampak penting, karana dalam pembelajaran sejarah perannya hanya sebagai
fasilitator. Dari beberapa kelemahan metode CTL dalam pembelajaran sejarah,
salah satu kelemahan yang paling dominan yaitu kemampuan peserta didik yang
berbeda-beda dalam hal keaktifan, sehingga memungkinkan pengetahuan yang
diperoleh peserta didik tidak merata dan menimbulkan rasa tidak percaya diri.
Oleh karena itu, optimalisasi peran pendidik dalam pembelajaran sejarah melalui
metode CTL ini diperlukan, sehingga semua peserta didik merasa diperhatikan
dan memiliki kemampuan yang sama.
SIMPULAN DAN SARAN
Dari berbagai informasi spesifik mengenai metode CTL (Contextual
Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah, berikut ini disajikan
simpulan dan saran yang linier.
Simpulan
CTL dapat diartikan sebagai metode belajar yang menekankan pada
keterlibatan peserta didik untuk mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan
pengalaman langsung di dunia nyata, mendorong peserta didik untuk dapat
menemukan hubungan antara materi dengan situasi dunia nyata dan memotivasi
peserta didik untuk menerapkan yang telah dipelajari dalam kehidupan nyata.
Dalam konteks pembelajaran sejarah peserta didik diharapkan untuk mengetahui
makna, manfaat, dan tujuan belajar. Salah satu bentuk pembelajaran sejarah
berbasis CTL yakni bermain peran, karena dengan cara ini peserta didik dapat
merasakan langsung dirinya sebagai pelaku sejarah.

7

Cara kerja utama CTL terbagi menjadi empat langkah. Langkah pertama
adalah apersepsi (menyampaikan tujuan pembelajaran). Langkah kedua adalah
konstruksi pengalaman dan pengetahuan (mencari, menyelidiki, menyusun, dan
menemukan). Langkah ketiga adalah diskusi dengan mempresentasikan hasil
kerja. Langkah keempat adalah refleksi dengan mengevaluasi kembali
pembelajaran yang telah dilalui untuk mendapatkan pemahaman yang dicapai.
Penggunaan CTL sebagai metode pembelajaran sejarah yang variatif
memiliki kelebihan dan kelemahan. Salah satu kelebihan yang paling menonjol
yakni pembelajaran menjadi lebih bermakna, karena peserta didik dituntut untuk
dapat menangkap pengalaman belajar di sekolah dengan kehidupan nyata, dan
pembelajaran menjadi lebih produtif, karena peserta didik dituntut untuk
menemukan pengetahuannya guna menumbuhkan penguatan konsep. Akan tetapi,
disisi lain, kelemahan yang tampak dari metode CTL dalam pembelajaran sejarah
yaitu kemampuan peserta didik yang berbeda-beda dalam hal keaktifan, sehingga
memungkinkan pengetahuan yang diperoleh peserta didik tidak merata dan
menimbulkan rasa yang tidak percaya diri pada peserta didik yang merasa kurang
memiliki kemampuan.
Saran
Untuk mengatasi beberapa kelemahan dalam metode CTL (Contextual
Teaching and Learning) dalam pembelajaran sejarah, berikut ini dipaparkan
beberapa cara yang bisa dilakukan.
1) Optimalisasi peran pendidik dalam meratakan pengetahuan peserta didik
Optimalisasi peran pendidik ditujukan agar semua peserta didik merasa
diperhatikan, sehingga pendidik tidak hanya sebagai fasilitator bagi peserta
didik yang aktif saja. Namun, pendidik turut berperan dalam pengembangan
pengetahuan semua peserta didik, sehingga tidak hanya siswa yang aktif yang
dapat memperoleh pengetahuan lebih. Pengetahuan yang diperoleh semua
peserta didik diharapkan sama dan capaian hasil tujuan belajar menjadi
maksimal, sehingga tidak ada peserta didik yang merasa memiliki kemampuan
yang kurang dan merasa tidak percaya diri dalam mengemukakan pendapat di
dalam kelas.

8

2) Mengulas kembali pengetahuan yang telah diperoleh peserta didik
Mengulas kembali materi yang telah dipelajari untuk memberikan kesempatan
bagi peserta didik yang tidak mengikuti pelajaran dengan baik agar bisa
menyesuaikan. Karena metode CTL pada pembelajaran sejarah tergantung
pada keaktifan peserta didik, sehingga jika ada peserta didik yang tertinggal
dalam proses pembelajaran, maka akan terus tertinggal. Oleh karena itu,
dengan mengulas kembali diharapkan bagi yang tertinggal bisa menyesuaikan
dengan yang lain dan bagi yang sudah paham akan lebih paham lagi tentang
materi yang dipelajari.
3) Mengefisiensi waktu pembelajaran di kelas dengan membuat kelompok
Di dalam kelas kemampuan peserta didik pasti berbeda-beda, sehingga
pendidik akan sulit menentukan materi karena tingkat pencapaian peserta
didik tidak sama. Ditambah lagi dengan metode CTL dalam pembelajaran
sejarah yang lebih menekankan keaktifan peserta didik, sehingga akan tampak
jelas peserta didik yang aktif dan tidak. Hal itu, dapat menimbulkan rasa tidak
percaya diri kepada peserta didik, sehingga sukar untuk mengekspesikan diri
terlebih lagi alokasi waktu matapelajaran sejarah di sekolah yang kurang. Oleh
karena itu, lebih baik mengefesiensi waktu dengan membuat kelompok,
sehingga semua merasa memiliki kemampuan yang sama.
DAFTAR RUJUKAN
Anisa dan Dzaki. 2009. Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran CTL, (Online),
(http://www.sekolahdasar.net/2012/05/kelebihan-dan-kelemahapembelajaran.html), diakses 9 April 2017.
Depdikas. 2002. Pembelajaran Kontekstual. Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar
dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional.
Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual: Contextual Teaching and Learning
(CTL). Jakarta: Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional.
Kurniawan, B. 2013. Model Pembelajaran CTL (Contextual Teaching and
Learning), (Online), (http://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/05/29/
model-pembelajaran-ctl-contextual-teaching-and-learning/), diakses 9
April 2017.

9

Soewarso. 2000. Cara-cara Penyampaian Pendidikan Searah untuk
Membangkitkan Minat Peserta Didik Mempelajari Sejarah Bangsanya.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional.
Sudrajat, A. 2008. Pengertian Pendekatan, Strategi, Metode, Teknik, Taktik dan
Model Pembelajaran, (Online), (http://103.23.244.11/Direktori/FIP/JUR_
PEND_LUAR_SEKOLAH/197012101998022-FIP-SARIPAH/ Pengertian
-Pendekatan.pdf), diakses 1 Maret 2017
Sugiyanto. 2010. Model-model Pembelajaran Inovatif. Surakarta: Yuma Pustaka.
Suhartini. 2001. Pengaruh Minat Siswa Terhadap Topik-topik Matapelajaran
Sejarah dan Beberapa Faktor yang Membekalinya. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional.
Wiyanarti, E. 2007. Model Pembelajaran Kontekstual dalam Pengembangan
Pembelajaran Sejarah, (Online), (http://file.upi.edu/direktori/fpips/jur._
pend._sejarah/198207181986012-elina_wiyanarti/ctl-dlm-pemblransejarah.pdf), diakses 1 Maret 2017.

10