Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Geus (1997) mengungkapkan fakta yang menarik tentang rata-rata harapan
hidup perusahaan di Jepang dan Eropa, serta bagaimana agar perusahaan dapat
berumur panjang. Harapan hidup perusahaan di Jepang dan Eropa tanpa
memandang ukuran perusahaan rata-rata hanya 12,5 tahun. Sedangkan untuk
perusahaan yang termasuk dalam Fortune 500 dari lahir sampai mati hanya
berusia rata-rata 40-50 tahun. Sepertiga dari total perusahaan yang masuk Fortune
500 di tahun 1970-an menghilang pada tahun 1993 karena diakuisisi, dimerger
atau dipecah.
Penelitian Geus (1997) juga menemukan bahwa ada perusahaan yang
mampu bertahan lebih dari 200 tahun, misalnya DuPont yang didirikan pada tahun
1802, W.R Grace pada tahun 1854, Kodak pada tahun 1888, Mitsui pada tahun
1876, dan Siemens pada tahun 1847. Akan tetapi mayoritas perusahaan mati
prematur atau sebagian besar musnah sebelum merayakan ulang tahunnya yang
ke-50. Fenomena ini disebabkan oleh ketidakmampuan perusahaan untuk belajar,
beradaptasi, bertahan terhadap krisis dan perubahan dunia sekitarnya.
Sejak era globalisasi, krisis ekonomi menjadi lebih sering terjadi daripada
sebelumnya. Salah satu alasan utamanya adalah kemajuan dalam teknologi

informasi, yang sampai batas tertentu, memperbesar gelombang krisis dan
mempercepat penyebarannya ke daerah atau negara lain. Alasan lain adalah
perkembangan pesat dari sektor keuangan. Dalam dua dekade terakhir, setidaknya

Universitas Sumatera Utara

dua krisis keuangan besar terjadi, yaitu Krisis Keuangan Asia Timur 1997 dan
Krisis Keuangan Global 2008. Ekonomi global terguncang hebat kala krisis
keuangan yang berawal di Amerika Serikat memuncak pada 2008. Krisis
subprime mortgage ini sering dinyatakan sebagai krisis yang terdahsyat sejak
kejadian Great Depression 1930-an (Detikfinance, 27 Oktober 2014).
Martowardojo (2014), Gubernur Bank Indonesia, menyatakan krisis 2008
juga menandai babak baru perekonomian global. Sejak kejadian pada 2008, siklus
krisis terjadi lebih cepat dari sebelumnya. Perkembangan krisis dunia datang
semakin cepat. Dulu setiap 20 tahun, 10 tahun, sekarang setiap 2 tahun krisis
datang. Ini sejak 2008 krisis subprime mortgage di AS kemudian disambung
dengan krisis finansial di negara-negara Uni Eropa yang bermula dari negara
Yunani.
Kasus perusahaan besar yang mengalami kebangkrutan seperti perusahaan
energi Enron pada akhir tahun 2001 telah menguak skandal manipulasi akuntansi

yang melibatkan pihak manajemen dan auditor eksternal. Kebangkrutan Enron
tersebut menyebabkan dibubarkannya Arthur Andersen, kantor akuntan publik
yang mengaudit laporan keuangan Enron karena memberikan opini wajar, tidak
menemukan atau bahkan dengan sengaja menutupi kecurangan penipuan
akuntansi yang dilakukan Enron. Kantor Akuntan Publik (KAP) Arthur Andersen
dipersalahkan sebagai penyebab terjadinya kebangkrutan Enron dan divonis pihak
pengadilan karena melakukan mark up pendapatan dan menyembunyikan hutang
lewat business partnership. Weiss (2002) menemukan bahwa dari 228 perusahaan
publik yang mengalami kebangkrutan, Enron dan 95 perusahaan lainnya menerima
opini wajar tanpa pengecualian pada tahun sebelum terjadinya kebangkrutan (Tucker
et al, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Kasus 'Enron ala Eropa' yang terjadi di Parmalat terjadi pada tahun 2003,
ketika lebih dari 14 miliar euro 'lenyap' dari neraca keuangan konglomerat
makanan Italia itu. Jika menggunakan kurs sekarang, nilai tersebut mencapai US$
22 miliar. Kebangkrutan Parmalat pada Desember 2003 pun menjadi salah satu
skandal finansial terbesar di Eropa (Detikfinance, 19 Desember 2008).
Di India, bursa saham negara tersebut anjlok tajam akibat munculnya

skandal keuangan Satyam Computer Services. Chairman Satyam mengundurkan
diri setelah membuat pengakuan telah menggelembungkan laba perusahaannya.
Pendiri sekaligus Chairman Satyam, B. Ramalinga Raju mengakui bahwa
pihaknya telah memalsukan neraca keuangan dan asetnya (Detikfinance, 7 Januari
2009).
Dampak dari kasus Enron, Worldcom dan lainnya mengakibatkan profesi
auditor eksternal atau akuntan publik menjadi sorotan publik. Persepsi dan
ekspetasi publik yang menghakimi bahwa auditor eksternal atau akuntan publik
merupakan pihak independen yang paling bertanggungjawab dalam menilai
kewajaran dari laporan keuangan perusahaan yang diauditnya. Selain itu, auditor
juga bertanggungjawab untuk menilai apakah terdapat kesangsian besar terhadap
kemampuan perusahaan dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya (going
concern) dalam periode waktu tidak lebih dari satu tahun sejak tanggal laporan
audit (SPAP Seksi 341, 2001).
Going concern merupakan salah satu konsep penting yang mendasari
pelaporan keuangan (Gray et al., 2000). Going concern disebut juga sebagai
kontinuitas akuntansi yang memperkirakan suatu bisnis akan terus berlanjut dalam
waktu tidak terbatas (Syahrul, 2000).

Universitas Sumatera Utara


Keberadaan entitas bisnis merupakan ciri dari sebuah lingkungan
ekonomi, yang dalam jangka panjang bertujuan untuk mempertahankan
kelangsungan hidup (going concern) usahanya melalui asumsi going concern.
Asumsi going concern berarti suatu badan usaha dianggap akan mampu
mempertahankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu panjang dan tidak akan
dilikuidasi dalam waktu jangka pendek (Hani et al., 2003).
Kelangsungan hidup usaha selalu dihubungkan dengan kemampuan
manajemen dalam mengelola perusahaan agar bertahan hidup. Tanggung jawab
utama direktur atau manajer adalah membuat laporan keuangan yang layak,
sehingga dapat mencerminkan keberlangsungan usahanya (Setiawan, 2006).
Sehingga going concern merupakan suatu keadaan dimana perusahaan dapat/telah
beroperasi dalam jangka waktu ke depan yang dipengaruhi oleh keadaan finansial
dan non finansial serta tidak akan dilikuidasi dalam jangka pendek.
Pengungkapan going concern dalam laporan auditor independen
merupakan paragraf penjelasan yang dikeluarkan auditor untuk memastikan
apakah perusahaan dapat mempertahankan kelangsungan hidupnya (SPAP, 2001).
Opini audit dengan pengungkapan going concern merupakan audit report dengan
modifikasi mengenai going concern mengindikasikan bahwa dalam penilaian
auditor terdapat risiko perusahaan tidak dapat bertahan dalam bisnis (Komalasari,

2007). Auditor harus mempertimbangkan hasil dari operasi, kondisi ekonomi
yang mempengaruhi perusahaan, kemampuan pembayaran utang, dan kebutuhan
likuiditas di masa yang akan datang (Lenard et al., 1998).

Universitas Sumatera Utara

Kegagalan dalam memenuhi kewajiban hutang dan atau bunga merupakan
indikator going concern yang banyak digunakan oleh auditor dalam menilai
kelangsungan hidup suatu perusahaan. Dapat dikatakan bahwa status hutang
perusahaan juga merupakan salah satu pertimbangan auditor untuk mengukur
kesehatan keuangan perusahaan (SPAP, 2001: seksi 341).
Ketika jumlah hutang perusahaan sudah sangat besar, maka aliran kas
perusahaan tentunya banyak dialokasikan untuk menutupi hutangnya, sehingga
akan mengganggu kelangsungan operasi perusahaan. Apabila hutang ini tidak
mampu dilunasi, maka kreditor akan memberikan status default. Status default
dapat meningkatkan kemungkinan auditor mengeluarkan pengungkapan going
concern dalam laporan auditnya (Chen dan Church, 1992).
Berdasarkan latar belakang di atas dan pentingnya informasi mengenai
pengungkapan going concern mendorong peneliti untuk menguji dan menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi pengungkapan going concern pada perusahaan

manufaktur yang mengalami financial distress di Bursa Efek Indonesia. Faktorfaktor yang mempengaruhi pengungkapan going concern dalam penelitian ini
adalah proporsi komisaris independen, default hutang, kondisi keuangan,
pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan dan
skala auditor.

Universitas Sumatera Utara

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Apakah proporsi komisaris independen, default hutang, kondisi keuangan,
pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan dan
skala auditor berpengaruh terhadap pengungkapan going concern pada perusahaan
manufaktur yang mengalami financial distress di Bursa Efek Indonesia secara
parsial dan simultan?

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui, menganalisis dan menemukan
bukti empiris mengenai pengaruh dari proporsi komisaris independen, default
hutang, kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun

sebelumnya, ukuran perusahaan dan skala auditor terhadap pengungkapan going
concern pada perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress di Bursa
Efek Indonesia secara parsial dan simultan.

1.4. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, diharapkan dapat
memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi investor, untuk memberikan informasi sebagai bahan referensi dalam
pengambilan keputusan investasi.
2. Bagi kreditor/bank, untuk memberikan informasi sebagai bahan referensi
dalam pemberian kredit korporasi.

Universitas Sumatera Utara

3. Bagi praktisi akuntan publik, sebagai bahan analisa dan pertimbangan auditor
dalam pelaksanaan proses audit menyangkut keputusan pemberian laporan
audit

yang


berkaitan

dengan

kemampuan

entitas

mempertahankan

kelangsungan hidupnya (going concern).
4. Bagi peneliti selanjutnya, untuk menambah wawasan bagi pihak-pihak yang
ingin

melakukan

penelitian

lebih


lanjut

dan

mendalam

mengenai

permasalahan ini.

1.5. Originalitas Penelitian
Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian Alexander Ramadhany
pada tahun 2004 yang berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Penerimaan Opini Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami
Financial Distress di Bursa Efek Jakarta.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Alexander Ramadhany (2004)
adalah:
1. Penelitian ini menggunakan tahun pengamatan selama 3 tahun dari tahun 2011
- 2013 pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
sedangkan Alexander Ramadhany menggunakan tahun pengamatan hanya 1

tahun yaitu tahun 2002.
2. Penelitian ini mengganti variabel independen sebelumnya yaitu Komisaris
Independen Komite Audit menjadi Proporsi Komisaris Independen dalam
Dewan Komisaris dikarenakan variabel Komisaris Independen Komite Audit
tidak bervariasi jumlahnya sehingga keberadaannya menjadi kurang efektif

Universitas Sumatera Utara

dalam membantu keputusan auditor mengeluarkan pengungkapan going
concern.
3. Penelitian ini menambah variabel independen baru yaitu Pertumbuhan
Perusahaan yang diproksikan dengan pertumbuhan laba karena peneliti
melihat beberapa sumber (jurnal penelitian) bahwa variabel tersebut terjadi
perbedaan (gap) dalam penelitian serta indikator pengukurannya. Perusahaan
dengan negative growth mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar ke
arah kebangkrutan sehingga perusahaan yang berlaba tidak akan mengalami
kebangkrutan (Altman, 1974). Karena kebangkrutan merupakan salah satu
dasar bagi auditor untuk memberikan pengungkapan going concern maka
perusahaan yang mengalami pertumbuhan perusahaan yang negatif akan
makin tinggi kecenderungan untuk menerima pengungkapan going concern

(SPAP, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 3 18

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENERIMAAN OPINI AUDIT GOING CONCERN Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penerimaan Opini Audit Going Concern Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia.

0 2 14

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Indonesia

0 0 18

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Indonesia

0 0 2

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Indonesia

0 0 31

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Indonesia Chapter III VI

0 3 55

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Indonesia

0 2 4

Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Indonesia

0 0 13

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Turnaround pada Perusahaan yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Indonesia

1 1 11

PENDAPAT GOING CONCERN: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PADA PERUSAHAAN YANG MENGALAMI FINANCIAL DISTRESS (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2010 - 2013)

1 1 34