Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengungkapan Going Concern pada Perusahaan Manufaktur yang Mengalami Financial Distress di Bursa Efek Indonesia Chapter III VI
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan
mengembangkan
landasan
kerangka
teori
dan
penelitian
masalah
dengan
di
analisis
atas
maka
faktor-faktor
peneliti
yang
mempengaruhi pengungkapan going concern pada perusahaan manufaktur yang
mengalami financial distress di Bursa Efek Indonesia.
Adapun kerangka konsep yang akan diteliti sebagai berikut:
Proporsi Komisaris
Independen
(X1)
Default Hutang
(X2)
Kondisi Keuangan
(X3)
Pengungkapan
Going Concern
(Y)
Pertumbuhan Perusahaan
(X4)
Opini Audit Tahun
Sebelumnya
(X5)
Ukuran Perusahaan
(X6)
Skala Auditor
(X7)
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh Proporsi Komisaris Independen terhadap Pengungkapan Going
Concern
Proporsi keanggotaan komisaris yang independen besar dapat mengawasi
maupun mengendalikan perusahaan bagi tercapainya kinerja perusahaan sehingga
kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin serta mencegah terjadinya
manipulasi yang dilakukan oleh manajemen sehingga dapat memberikan
pelaporan keuangan yang memang benar-benar merepresentasikan kondisi
perusahaan.
Hasil penelitian Setiawan (2011) mengungkapkan adanya pengaruh
negatif proporsi komisaris independen terhadap penerimaan going concern pada
perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Iskandar et. al., (2011) yang
menyatakan proporsi komisaris independen berhubungan negatif dengan going
concern problems yang diproksikan dengan pengungkapan going concern.
Berdasarkan uraian tersebut, maka diharapkan proporsi komisaris
independen yang lebih besar mampu memberikan pengawasan yang lebih baik
sehingga
kemungkinan
auditor
eksternal
dalam
memberikan
keputusan
pengungkapan going concern lebih kecil.
Pengaruh Default Hutang terhadap Pengungkapan Going Concern
Dalam PSA 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor
dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi
kewajiban hutangnya (default). Manfaat status debt default sebelumnya telah diteliti
oleh Chen dan Church (1992) yang menemukan hubungan positif yang kuat antara
status default hutang dengan pengungkapan going concern.
Universitas Sumatera Utara
Auditor cenderung disalahkan karena tidak berhasil memberikan opini audit
dengan pengungkapan going concern setelah adanya beberapa peristiwa perusahaan
yang bangkrut meskipun mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Biaya kegagalan
untuk memberikan pengungkapan going concern akan lebih tinggi ketika perusahaan
dalam keadaan default. Karenanya, dengan status default dapat meningkatkan
kemungkinan auditor memberikan pengungkapan going concern.
Pengaruh Kondisi Keuangan terhadap Pengungkapan Going Concern
Tingkat
kesehatan
suatu
perusahaan
dapat
dilihat
dari
kondisi
keuangannya. Perusahaan yang mempunyai kondisi keuangan yang baik maka
auditor tidak akan memberikan pengungkapan going concern. Pada perusahaan
yang sakit, banyak ditemukan indikator masalah going concern (Ramadhany,
2004).
Penelitian Mc Keown et. al. (1991) menemukan bukti bahwa auditor
hampir tidak pernah memberikan pengungkapan going concern pada perusahaan
yang tidak mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Hasil ini diperkuat
oleh penemuan dari Krishnan dan Krishnan (1996) bahwa auditor lebih cenderung
memberikan pengungkapan going concern ketika kemungkinan kebangkrutan di
atas 28% dengan menggunakan model probit Zmijewski (1984). Carcello dan
Neal (2000) menyatakan bahwa semakin buruk kondisi keuangan perusahaan
maka semakin besar probabilitas perusahaan menerima opini going concern.
Dengan menggunakan model prediksi Zscore Altman, hasil penelitian Ramadhany
(2004) selaras dengan penelitian Mc Keown, Carcello dan Neal.
Berdasarkan uraian di atas, maka diharapkan semakin baik kondisi
keuangan perusahaan, semakin kecil kemungkinan perusahaan menerima opini
Universitas Sumatera Utara
audit dengan pengungkapan going concern. Demikian sebaliknya, semakin buruk
kondisi keuangan suatu perusahaan semakin besar kemungkinan perusahaan
menerima opini audit dengan pengungkapan going concern.
Pengaruh
Pertumbuhan
Perusahaan
terhadap
Pengungkapan Going
Concern
Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi
(Weston dan Bringham, 1993). Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan laba
yang tinggi cenderung memiliki laporan sewajarnya sehingga potensi untuk
mendapatkan opini audit tanpa pengungkapan going concern akan lebih tinggi.
Altman (1974) mengemukakan bahwa perusahaan dengan negative growth
mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar ke arah kebangkrutan sehingga
perusahaan yang berlaba tidak akan mengalami kebangkrutan. Salah satu dasar
bagi auditor untuk memberikan pengungkapan going concern adalah faktor
kebangkrutan maka perusahaan yang mengalami pertumbuhan perusahaan yang
negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk menerima pengungkapan going
concern.
Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Pengungkapan Going
Concern
Mutchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang
menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit dengan pengungkapan
going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini
yang sama pada tahun berjalan. Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan
informasi publik terhadap prediksi opini audit dengan pengungkapan going
Universitas Sumatera Utara
concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya
menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini
audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling
tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Carcello dan Neal (2000) serta Ramadhany
(2004) memperkuat bukti mengenai pengungkapan going concern yang diterima
tahun sebelumnya dengan tahun berjalan memiliki hubungan positif yang
signifikan.
Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan pengungkapan
going concern maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan
kembali pengungkapan going concern pada tahun berikutnya.
Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan Going Concern
Mutchler (1985) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini
audit modifikasi dengan pengungkapan going concern pada perusahaan yang lebih
kecil. Hal ini dimungkinkan karena auditor mempercayai bahwa perusahaan yang
lebih besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya
daripada perusahaan yang lebih kecil.
Januarti dan Fitrianasari (2008), Junaidi dan Hartono (2010) menemukan
bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan going concern
yang dikeluarkan oleh auditor, sedangkan Santosa dan Wedari (2007) menemukan
bukti bahwa ukuran perusahaan berpengaruh pada pengungkapan going concern. Hal
ini menunjukkan semakin besar ukuran perusahaan akan semakin kecil kemungkinan
menerima pengungkapan going concern.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh Skala Auditor terhadap Pengungkapan Going Concern
DeAngelo (1981) menyatakan bahwa perusahaan audit skala besar
memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi
dibandingkan pada perusahaan audit skala kecil. Perusahaan audit besar juga lebih
cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih
kuat menghadapi resiko proses pengadilan. Argumen ini berarti bahwa perusahaan
audit besar memiliki insentif lebih untuk mendeteksi dan melaporkan masalah
going concern kliennya. Mutchler (1985) menggunakan proksi skala Kantor
Akuntan Publik untuk variabel reputasi Kantor Akuntan Publik untuk melihat
kecenderungan opini audit yang diberikan kepada perusahaan yang bermasalah.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, proksi yang sering digunakan untuk
menilai reputasi Kantor Akuntan Publik adalah dengan menggunakan skala
Kantor Akuntan Publik. McKinley et al. (1985) menyatakan, ketika sebuah
Kantor Akuntan Publik mengklaim dirinya sebagai KAP besar seperti yang
dilakukan oleh big four firms, maka mereka akan berusaha keras untuk menjaga
nama besar tersebut, mereka akan menghindari tindakan-tindakan yang dapat
mengganggu nama besar mereka.
Sehingga diharapkan auditor skala besar akan mampu menyediakan
kualitas auditing yang lebih baik dan profesional dibandingkan auditor skala
kecil, terutama dalam hal mengungkapkan permasalahan going concern dari
perusahaan yang diaudit.
Universitas Sumatera Utara
3.2. Hipotesis Penelitian
Dari kerangka konsep dan landasan teori yang telah disampaikan di atas,
maka hipotesis yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Terdapat pengaruh dari proporsi komisaris independen, default hutang, kondisi
keuangan, pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, ukuran
perusahaan dan skala auditor terhadap pengungkapan going concern pada
perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress di Bursa Efek
Indonesia secara parsial dan simultan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal. Menurut
Umar (2003: 30), penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang dilakukan
untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau
bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain. Penelitian asosiatif kausal
dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengukur hubungan sebab akibat antara
berbagai variabel.
Penelitian ini dilakukan dengan cara membangun hipotesis terlebih dahulu
dan kemudian akan diuji dengan menggunakan alat uji statistik. Penelitian ini
dirancang dengan tujuan untuk mengetahui, menganalisis dan menemukan bukti
empiris mengenai pengaruh dari proporsi komisaris independen, default hutang,
kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya,
ukuran perusahaan dan skala auditor terhadap pengungkapan going concern pada
perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress di Bursa Efek
Indonesia selama periode 2011 – 2013.
4.2. Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data seluruh perusahaan
manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan audit / laporan tahunan (annual
report) yang telah diaudit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan
Universitas Sumatera Utara
mengakses situs resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id untuk periode
tahun 2011 – 2013 sesuai jadwal penelitian pada Lampiran 1.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah perusahaan manufaktur yang mengalami
kesulitan keuangan memburuk (financial distress) terdaftar di BEI selama tahun
2011 – 2013. Untuk menentukan perusahaan termasuk ke dalam kategori financial
distress atau tidak, digunakan perhitungan analisis diskriminan Altman (1984).
Dari nilai hitung Zscore Altman tersebut diambil cut off pertengahan pada grey
area, yaitu 1,20 – 2,90 sehingga nilai Zscore yang diperoleh adalah 2,05. Kategori
perusahaan yang mengalami kondisi keuangan memburuk (financial distress)
yaitu perusahaan yang mempunyai nilai Zscore kurang atau sama dengan 2,05.
Alasan diambilnya pertengahan tersebut karena pada grey area terdapat
perusahaan yang berpotensi bangkrut tetapi dapat bertahan, dan sebaliknya
perusahaan berpotensi tidak bangkrut tetapi dapat mengalami kebangkrutan
(Ramadhany, 2004).
Berdasarkan hasil perhitungan Zscore yang dilakukan terhadap 126
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun
2011 – 2013 diperoleh 44 perusahaan manufaktur kategori financial distress yang
memiliki nilai Zscore kurang atau sama dengan 2,05 (Lampiran 2). Penelitian ini
berfokus pada perusahaan kategori financial distress saja karena hanya
perusahaan yang mengalami financial distress yang berkemungkinan besar
menerima opini audit dengan pengungkapan going concern (McKeown et al.,
1991).
Universitas Sumatera Utara
McKeown et al. (1991) mengemukakan bahwa tidak ada perusahaan
dalam keadaan sehat (non financial distress) yang menerima pengungkapan going
concern, memberikan keyakinan bahwa auditor hanya akan mempertimbangkan
perusahaan dengan tanda-tanda financial distress untuk diberi pengungkapan
going concern.
Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik purposive sampling artinya teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu supaya sesuai dengan tujuan yang dikehendaki (Sugiyono, 2001: 61).
Perusahaan industri manufaktur yang mengalami financial distress dipilih
agar sesuai dengan tujuan penelitian dengan pendekatan purposive sampling,
melalui kriteria sebagai berikut:
1. Menerbitkan laporan keuangan yang diaudit secara berturut – turut oleh auditor
independen dari tahun 2010 sampai dengan 2013.
2. Mempublikasikan laporan keuangan yang diaudit dalam mata uang Rupiah
selama tahun 2011 sampai dengan 2013.
Dari 44 perusahaan manufaktur kategori financial distress yang menjadi
populasi penelitian, sebanyak 16 perusahaan menerbitkan laporan keuangannya
dalam mata uang asing selain mata uang Rupiah dari tahun 2011 – 2013 akan
dikecualikan dari sampel penelitian. Sehingga hanya 28 perusahaan financial
distress yang menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang Rupiah dari tahun
2011 – 2013 yang akan digunakan sebagai sampel penelitian seperti ditunjukkan
dalam Tabel 4.1 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini adalah tabel populasi dan sampel terpilih dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Tabel 4.1
Populasi dan Sampel
KATEGORI
Perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress
terdaftar di Bursa Efek Indonesia secara berturut-turut dari
tahun 2011 – 2013
JUMLAH
PERUSAHAAN
Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan
yang diaudit dalam mata uang asing selain Rupiah dari
tahun 2011 - 2013
44
(16)
Sisanya perusahaan yang dikategorikan dalam kondisi
financial distress dengan nilai Zscore kurang atau sama
dengan 2,05 yang menjadi sampel penelitian
28
Jumlah observasi 28 Perusahaan X 3 Tahun
84
Berdasarkan kriteria tersebut di atas, maka jumlah perusahaan manufaktur
yang mengalami financial distress terdaftar di BEI tahun 2011 – 2013, yang telah
memenuhi kriteria dalam pengambilan sampel di atas sebanyak 28 perusahaan.
Angka tahun pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 tahun
berturut – turut sehingga jumlah observasi dalam penelitian ini adalah 28
perusahaan dikalikan dengan 3 tahun adalah 84 sampel observasi.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder untuk mendapatkan informasi
mengenai semua variabel dalam penelitian ini. Adapun sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang terdapat pada laporan
auditor independen atau laporan tahunan (annual report) perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2011 - 2013.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini menggunakan data panel atau pooling data karena data yang
diteliti merupakan penggabungan antara time series dan cross section yaitu
dengan data dalam jangka waktu 3 tahun yakni tahun 2011 - 2013 (time series)
dengan beberapa perusahaan manufaktur yang berbeda jenis kegiatan produksinya
(cross section). Data ini diperoleh dengan mengakses situs resmi BEI
yaitu www.idx.co.id.
4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
4.5.1. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel dependen dan independen. Adapun
defenisi dan pengukuran masing – masing variabel akan dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan Going Concern
(GC) pada laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Variabel GC merupakan variabel dummy untuk
membedakan perusahaan manufaktur yang menerima opini audit dengan
pengungkapan going concern diberi kode 1 dan kode 0 untuk perusahaan
manufaktur yang tidak menerima opini audit dengan pengungkapan going
concern.
2.
Variabel Independen (X)
Variabel independen dalam penelitian ini antara lain:
Universitas Sumatera Utara
a) Proporsi Komisaris Independen (DCOMM)
Variabel ini merupakan representasi keberadaan komisaris independen
sebagai anggota dewan komisaris yang bukan merupakan pegawai dan
tidak mewakili pemegang saham, berasal dari luar perusahaan.
Pengukuran variabel DCOMM menggunakan skala rasio dengan
memperbandingkan jumlah komisaris independen terhadap jumlah dewan
komisaris dari perusahaan sampel.
b) Default Hutang (DEFAULT)
Debt default didefinisikan sebagai kelalaian atau kegagalan debitor
(perusahaan) untuk membayar hutang pokok dan/atau bunganya pada
waktu jatuh tempo (Chen dan Church 1992). Dikategorikan perusahaan
dalam keadaan default hutang bila memenuhi salah satu kondisi di bawah
ini (Chen dan Church, 1992), yakni:
-
Perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar hutang pokok atau
bunga.
-
Perusahaan melanggar perjanjian hutang.
-
Perusahaan sedang melakukan proses negosiasi restrukturisasi hutang
yang telah jatuh tempo.
Pengungkapan status debt default tertera pada catatan atas laporan
keuangan sebagai penjelasan dari laporan keuangan audit (pada pos utang)
atau dalam opini audit. Variabel DEFAULT merupakan variabel dummy
untuk menunjukkan apakah perusahaan dalam keadaan default atau tidak
(1= status debt default, 0= tidak default).
Universitas Sumatera Utara
c) Kondisi Keuangan (ZSCORE)
Variabel ini menggambarkan tingkat financial distress perusahaan dengan
menggunakan perhitungan analisis diskriminan Altman (1984) untuk
mengukur kondisi keuangan (ZSCORE), yaitu:
ZSCORE = 0,717Z 1 + 0,847Z 2 + 3,107Z 3 + 0,420Z 4 + 0,998Z 5
Keterangan:
Z 1 = modal kerja/ total aset
Z 2 = laba ditahan/total aset
Z 3 = laba sebelum bunga dan pajak/total aset
Z 4 = nilai buku ekuitas/nilai buku utang
Z 5 = penjualan/total asset
Perhitungan Zscore dengan nilai kurang atau sama dengan 2,05
dikategorikan ke dalam perusahaan yang mengalami kondisi keuangan
memburuk (financial distress).
d) Pertumbuhan Perusahaan (EATGR)
Variabel ini menggambarkan tingkat pertumbuhan perusahaan dengan
menggunakan rasio pertumbuhan laba untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba bersih tahun ini dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
e) Opini Audit Tahun Sebelumnya (OPINI)
Variabel ini merupakan pernyataan opini audit yang dikeluarkan oleh
auditor pada periode sebelumnya terhadap laporan keuangan perusahaan.
Variabel OPINI merupakan variabel dummy untuk menunjukkan apakah
perusahaan menerima pengungkapan going concern pada periode audit
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya (1= jika going concern periode sebelumnya, 0= non going
concern periode sebelumnya).
f) Ukuran Perusahaan (SIZE)
Variabel ini menggambarkan seberapa besar atau kecilnya perusahaan
terpilih dengan menggunakan perhitungan natural logaritma dari total
aktiva perusahaan.
g) Skala Auditor (KAP)
Variabel ini menunjukkan skala atau besaran auditor independen pada
Kantor Akuntan Publik (KAP). Pada tahun 2010-2012, empat KAP lokal
yang berafiliasi dengan The Big Four Auditors yaitu:
i) KAP Purwantono, Suherman, Surja berafiliasi dengan Ernst & Young,
ii) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche
Tohmatsu. Pada tahun 2013 berganti nama menjadi KAP Osman Bing
Satrio dan Eny,
iii) KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG,
iv) KAP Tanudireja Wibisana & Rekan berafiliasi dengan
PricewaterhouseCoopers.
Variabel KAP merupakan variabel dummy untuk membedakan skala
auditor (KAP) dengan kode 1 untuk KAP yang berafiliasi dengan Big
Four dan kode 0 untuk KAP yang bukan.
4.5.2. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dan pengukuran untuk masing – masing variabel
dalam penelitian ini sebagaimana dinyatakan pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2
Definisi Operasional Variabel
Nama/Jenis
Variabel
Definisi Variabel
Parameter
Pengungkapan
Going Concern
(GC)
Merupakan pengungkapan
going concern pada laporan
keuangan perusahaan
manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia
Variabel dummy digunakan (1= GC, 0=
non GC) untuk membedakan perusahaan
yang menerima opini audit dengan
pengungkapan going concern dengan
yang bukan
Proporsi
Komisaris
Independen
(DCOMM)
Merupakan representasi
keberadaan komisaris
independen, sebagai komisaris
yang berasal dari luar
perusahaan asosiasi atau induk
dan tidak berkaitan dengan jasa
konsultasi manajemen
�����
�����ℎ ��������� ����������
=
�����ℎ ����� ���������
Default Hutang
(DEFAULT)
Sebagai kelalaian atau
kegagalan perusahaan untuk
membayar hutang pokok atau
bunganya pada saat jatuh tempo.
Pengungkapan status debt
default tertera pada catatan atas
laporan keuangan sebagai
penjelasan dari laporan
keuangan audit (pada pos utang)
atau dalam opini audit.
Variabel dummy digunakan (1= status
debt default, 0= tidak default) untuk
menunjukkan apakah perusahaan dalam
keadaan default atau tidak sebelum
pengeluaran opini audit
Skala
Nominal
Rasio
Nominal
ZSCORE = 0,717Z 1 + 0,847Z 2 +
3,107Z 3 + 0,420Z 4 + 0,998Z 5
Kondisi
Keuangan
(ZSCORE)
Menggambarkan tingkat
financial distress perusahaan,
indikasi apakah perusahaan
dalam kondisi baik (sehat) atau
dalam kondisi buruk (sakit)
Pertumbuhan
Perusahaan
(EATGR)
Rasio pertumbuhan laba
digunakan untuk mengukur
kemampuan auditee dalam
pertumbuhan perusahaan
Opini Audit
Tahun
Sebelumnya
(OPINI)
Menunjukkan pemberian opini
audit tahun sebelumnya dengan
pengungkapan going concern
oleh auditor eksternal
Keterangan:
Z 1 = modal kerja/ total aset
Z 2 = laba ditahan/total aset
Z 3 = laba sebelum bunga dan pajak/total
aset
Z 4 = nilai buku ekuitas/nilai buku utang
Z 5 = penjualan/total asset
�����
���� �����ℎ (t) − ���� �����ℎ (t − 1)
=
���� �����ℎ (t − 1)
Variabel dummy digunakan (1= jika GC
tahun sebelumnya, 0= non GC
sebelumnya) untuk melihat apakah
perusahaan menerima opini audit dengan
pengungkapan going concern pada tahun
sebelumnya
Rasio
Rasio
Nominal
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 4.2
Definisi Operasional Variabel
Nama/Jenis
Variabel
Definisi Variabel
Parameter
Skala
Ukuran
Perusahaan
(SIZE)
Untuk mengukur seberapa besar
atau kecilnya asset yang dimiliki
perusahaan
Pengukuran variabel ini dihitung dengan
menggunakan natural logaritma dari total
aktiva
Rasio
Skala Auditor
(KAP)
Menunjukkan skala atau besaran
Kantor Akuntan Publik (KAP)
di Indonesia berdasarkan
ranking atas partner dan jumlah
karyawan sebagaimana terdaftar
pada direktori IAI
Variabel dummy digunakan (1= KAP big
four, 0= KAP bukan big four) untuk
membedakan skala auditor (KAP) yang
berafiliasi dengan KAP big four
Nominal
4.6. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data regresi logistik. Menurut
Ghozali (2013), model regresi logistik sebenarnya mirip dengan analisis
diskriminan yakni untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel
dependen dapat diprediksi dengan variabel independennya, dimana variabel
dependen dinyatakan dengan nilai 0 dan 1.
Alasan menggunakan model regresi logistik karena dalam penelitian ini
ingin menguji ada atau tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen dimana variabel dependennya merupakan variabel dummy dan variabel
independennya merupakan kombinasi antara metrik dan non metrik. Estimasi
model regresi dilakukan dengan menggunakan program SPSS 18.
Secara
praktis,
model
regresi
logistik
yang
digunakan
dapat
diformulasikan dalam persamaan berikut:
Ln
��
�−��
= b 0 + b 1 DCOMM + b 2 DEFAULT+ b 3 ZSCORE + b 4 EATGR
+ b 5 OPINI + b 6 SIZE + b 7 KAP
Universitas Sumatera Utara
Dimana :
b0
b1 – b7
GC
DCOMM
DEFAULT
ZSCORE
EATGR
OPINI
SIZE
KAP
= Konstanta
= Koefisien Variabel Independen
= Pengungkapan Going Concern
= Proporsi Komisaris Independen (DCOMM)
= Default Hutang (DEFAULT)
= Kondisi Keuangan
= Pertumbuhan Perusahaan
= Opini Audit Tahun Sebelumnya
= Ukuran Perusahaan
= Skala Auditor
4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis maka perlu dilakukan uji asumsi
klasik. Dikarenakan model yang digunakan adalah regresi logistik maka uji ini
tidak memerlukan uji normalitas dan uji heteroskedastisitas pada variabel
independennya (Ghozali, 2013). Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas
atas variabel independen yang digunakan dalam model, artinya variabel
penjelasnya tidak harus memiliki distribusi normal, linear maupun memiliki
varian yang sama dalam setiap grup. Gujarati (2003) menyatakan bahwa regresi
logistik mengabaikan heterosdacity, artinya variabel dependen tidak memerlukan
homoscedacity untuk masing-masing variabel independennya.
4.6.1.1. Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2013), uji ini bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.
Jika variabel independen saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak
ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar
Universitas Sumatera Utara
sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi dengan melakukan analisa matrik
korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi
yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90) maka hal ini merupakan indikasi
adanya multikolinearitas.
4.6.1.2. Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2013), uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi
maka dinamakan problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi
yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul
karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala autokorelasi dalam
penelitian ini digunakan “Run Test”. Bila hasil output SPSS menunjukkan
probabilitas signifikansi di bawah 0,05 maka disimpulkan terdapat gejala
autokorelasi antar nilai residual pada model regresi tersebut.
4.6.2. Pengujian Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model regresi
logistik (logistic regression) dimana variabel independennya merupakan
campuran antara variabel kontinyu (metrik) dan kategorial (non metrik). Dalam
hal ini, tidak perlu dilakukan asumsi normalitas data pada variabel
Universitas Sumatera Utara
independennya. Jadi regresi logistik umunya dipakai jika asumsi multivariate
normal distribution tidak dipenuhi (Ghozali, 2013).
Karakteristik dari variabel dependen (Y) yang bersifat dichotomous dalam
penelitian ini mendukung digunakannya analisis regresi logistik, yaitu
pengungkapan going concern atau tidak.
4.6.2.1. Uji Keseluruhan Model/Overall Model Fit
Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai antara -2 Log
Likelihood (-2LL) awal (Block Number=0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL)
akhir (Block Number=1) dimana model memasukkan konstanta dan variabel
independen. Apabila nilai -2LL Block Number=0 > nilai -2LL Block Number=1
menunjukkan model regresi yang dihipotesiskan fit dengan data. Penurunan Log
Likelihood menunjukkan model regresi semakin baik (Ghozali, 2013).
Selisih penurunan Log Likelihood ditunjukkan pada nilai Chi-Square
dalam tabel Uji Omnibus (Omnibus Tests of Model Coefficients). Pengujian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara simultan
berpengaruh terhadap variabel dependen dalam model regresi yang diteliti
(Ghozali, 2013).
4.6.2.2. Uji Kesesuaian Model/Goodness of Fit Test (Hosmer & Lemeshow)
Pengujian Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test statitic bertujuan
untuk menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model
(tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan
fit). Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama
Universitas Sumatera Utara
dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak, yang berarti model yang
dihipotesiskan tidak fit dengan data atau terdapat perbedaan signifikan antara
model dengan nilai observasinya karena model tidak dapat memprediksi nilai
observasinya. Sedangkan jika nilainya lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol
tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksikan nilai observasinya
dan fit dengan data atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok
dengan data observasinya. (Ghozali, 2013).
4.6.2.3. Uji Koefisien Determinasi (Nagelkerke RSquare)
Pengujian koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar variabilitas dari variabel-variabel independen mampu memperjelas
variabilitas dari variabel dependen. Besarnya nilai koefisien determinasi pada
model regresi logistik ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke RSquare. Nilai ini dapat
diinterpretasikan seperti nilai RSquare pada regresi berganda (Ghozali, 2013).
4.6.2.4. Uji Koefisien Regresi
Pengujian koefisien regresi dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
semua variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi mempunyai
pengaruh terhadap variabel dependen. Koefisien regresi ditentukan dengan
menggunakan Wald Statistic dan nilai probalilitas (Sig.) dengan cara nilai Wald
Statistic dibandingkan dengan Chi-Square tabel, sedangkan nilai probabilitas
(Sig.) dibandingkan dengan tingkat signifikansi (α).
Universitas Sumatera Utara
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap data 84 sampel perusahaan
manufaktur yang mengalami kesulitan keuangan memburuk (financial distress)
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2011 – 2013, dapat
diuraikan hasil analisis dan pembahasannya sebagai berikut.
5.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi
dari variabel-variabel dalam suatu penelitian. Dengan statistik deskriptif, akan
diketahui nilai maksimum, minimum, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi
dari masing-masing variabel penelitian.
Pengolahan data menggunakan program SPSS 18 pada Statistics Descriptive. Data
statistik deskriptif atas variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1
Statistik Deskriptif
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Proporsi Komisaris
Independen
84
.00000
.66667
.3709609
.11679949
Kondisi Keuangan
84
-3.55338
2.01031
.7139208
1.24044815
84
-186.89396
54.02181
-3.0468499
23.29251221
10582842395 15350754000000 1838845359851
2724431688684
Pertumbuhan
Perusahaan
Ukuran Perusahaan
84
Valid N (listwise)
84
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 4
Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 5.1 menunjukkan perincian nilai minimum, maksimum, rata-rata dan
standar deviasi dari masing-masing variabel independen dengan jumlah sampel
dalam penelitian ini sebanyak 84 perusahaan.
Pada Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa variabel proporsi komisaris independen
(DCOMM) memiliki rata-rata 0,3709609 dan standar deviasi 0,11679949. Standar
deviasi mengukur besarnya penyebaran distribusi probabilitas yang dilihat dari
besarnya variabel random terhadap rata-ratanya. Dengan standar deviasi yang
rendah dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa variabel DCOMM pada sampel
penelitian ini rata-rata sama atau tidak tersebar dengan luas. Nilai DCOMM
minimum yaitu 0,00 dihasilkan oleh PT Indofarma (Persero) Tbk. sebab tidak
mengumumkan nama komisaris independen dalam susunan dewan komisaris
perusahaan pada tahun 2011, 2012 dan 2013. Nilai DCOMM maksimum yaitu
0,66667 dihasilkan oleh PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk dengan
mengumumkan 2 anggota komisaris independen dalam susunan dewan
komisarisnya pada tahun 2012 dan 2013.
Pada Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa variabel kondisi keuangan (ZSCORE)
memiliki rata-rata 0,7139208 dan standar deviasi 1,24044815. Standar deviasi
mengukur besarnya penyebaran distribusi probabilitas yang dilihat dari besarnya
variabel random terhadap rata-ratanya. Dengan nilai standar deviasi lebih besar
dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa variabelnya tersebar dengan luas. Nilai
ZSCORE minimum sebesar -3,55338 dimiliki oleh PT Siwani Makmur Tbk.
dimana perusahaan mengalami defisiensi modal (ekuitas bersaldo negatif) dari
tahun 2011 sampai 2012 dan defisit selama tahun penelitian (2011 sd 2013).
Sedangkan nilai ZSCORE maksimum sebesar 2,01031 dimiliki oleh PT Nusantara
Universitas Sumatera Utara
Inti Corpora Tbk dimana hasil dari perbandingan nilai buku ekuitas terhadap nilai
buku hutangnya mencapai nilai yang tertinggi sebesar 3,71 pada tahun 2011.
Untuk variabel pertumbuhan perusahaan (EATGR) pada Tabel 5.1 menunjukkan
nilai rata-rata -3,0468499 dan standar deviasi 23,29251221. Terlihat dengan nilai
standar deviasi lebih besar dari nilai rata-rata berarti variabelnya tersebar dengan
luas. Nilai EATGR minimum sebesar -186,89396 dihasilkan oleh PT Sumalindo
Lestari Jaya Tbk. pada tahun 2011 sedangkan nilai EATGR maksimum sebesar
54,02181 dihasilkan oleh PT PT Panasia Indosyntec Tbk pada tahun 2011.
Kerugian PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk. pada tahun 2011 sebesar
Rp 314.850.544.330 dibandingkan laba tahun sebelumnya Rp 1.693.710.457
terutama dikarenakan meningkatnya beban keuangan sebesar Rp 100.356.382.226
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 24.891.214.477 akibat perusahaan
mengalami kerugian selisih kurs yang signifikan sebesar Rp 23.544.783.761
dibandingkan tahun sebelumnya masih mendapatkan laba selisih kurs sebesar
Rp 48.846.136.485. Kenaikan laba PT Panasia Indosyntec Tbk pada tahun 2011
menjadi Rp 17.285.049.940 dari tahun sebelumnya Rp 314.149.053 akibat adanya
keuntungan dari penjualan aktiva tetap sebesar Rp 20.344.230.702 sehingga
pertumbuhan laba menjadi lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Untuk variabel ukuran perusahaan yang diproksikan dengan nilai total aset pada
Tabel 5.1 menunjukkan nilai rata-rata Rp 1.838.845.359.851 dan standar deviasi
Rp 2.724.431.688.684. Terlihat bahwa nilai standar deviasi lebih besar dari nilai
rata-rata menunjukkan variabelnya tersebar dengan luas. Nilai total aset minimum
sebesar Rp 10.582.842.395 dihasilkan oleh PT Alam Karya Unggul Tbk
(sebelumnya PT Aneka Kemasindo Utama Tbk) pada tahun 2012 . Nilai total aset
Universitas Sumatera Utara
maksimum sebesar Rp 15.350.754.000.000 dihasilkan oleh PT Gajah Tunggal
Tbk pada tahun 2013. Untuk nilai aset total minimum yang dimiliki PT Alam
Karya Unggul Tbk sebesar Rp 10.582.842.395 pada tahun 2012 karena
perusahaan terus mengalami kerugian sehingga laba ditahan telah menjadi defisit
selama tahun 2011 sd 2013. Pada tahun 2013, nilai total aset perusahaan telah
mengalami peningkatan menjadi Rp 45.208.352.407 dikarenakan adanya
penambahan aset tetap melalui entitas anak dengan sumber pembiayaan yang
berasal dari hutang dan penerbitan surat berharga. Untuk nilai aset total
maksimum yang dimiliki PT Gajah Tunggal Tbk sebesar Rp 15.350.754.000.000
pada tahun 2013 dikarenakan perusahaan mengeluarkan tambahan surat hutang
obligasi sebesar USD 500.000.000 yang digunakan untuk operasional perusahaan.
Untuk variabel pengungkapan going concern (GC), default hutang (DEFAULT),
opini audit tahun sebelumnya (OPINI) dan skala auditor (KAP) tidak
diikutsertakan dalam perhitungan statistik deskriptif karena variabel-variabel
tersebut merupakan variabel Dummy yang menggunakan skala nominal. Skala
nominal merupakan skala pengukuran kategori atau kelompok (Ghozali, 2013).
Angka ini hanya berfungsi sebagai label kategori semata tanpa nilai intrinsik dan
tidak memiliki arti apa-apa. Oleh sebab itu, tidaklah tepat menghitung nilai ratarata dan standar deviasi dari variabel-variabel tersebut.
Pada Tabel 5.2 disajikan pengelompokkan perusahaan yang menerima
pengungkapan
going
concern
(GC)
dan
perusahaan
yang
menerima
pengungkapan non going concern (NGC). Tabel tersebut memberikan deskripsi
atas jumlah perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress mulai dari
tahun 2011 – 2013 yang diberikan pengungkapan going concern dalam opini
Universitas Sumatera Utara
auditnya karena dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakpastian atau
ketidakmampuan yang signifikan mengenai kelanjutan atau kelangsungan hidup
perusahaan di masa mendatang.
Tabel 5.2
Kelompok Financial Distress
KELOMPOK
JUMLAH PERUSAHAAN
2011
2012
2013
Going Concern (GC)
7
8
7
Non Going Concern (NGC)
21
20
21
Jumlah Perusahaan
28
28
28
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 4
GRAND
TOTAL
22
62
84
Berdasarkan Tabel 5.2 di atas, dapat diketahui bahwa perusahaan
manufaktur financial distress yang menerima pengungkapan going concern
adalah 25% (2011), 29% (2012) dan 25% (2013).
Untuk hasil pengujian statitistik deskriptif atas variabel independen DEFAULT,
OPINI dan KAP ditunjukkan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi pada
Tabel 5.3 berikut ini.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi
Pengungkapan Going Concern
Non Going
Concern
Default Hutang tidak default
Count
% of Total
status debt default Count
Total
Opini Audit
Tahun
Sebelumnya
Total
Going
Concern
Total
49
0
49
58.3%
.0%
58.3%
13
22
35
% of Total
Count
15.5%
62
26.2%
22
41.7%
84
% of Total
73.8%
26.2%
100.0%
59
2
61
70.2%
2.4%
72.6%
3
20
23
% of Total
Count
3.6%
62
23.8%
22
27.4%
84
% of Total
73.8%
26.2%
100.0%
opini NGC
sebelumnya
Count
opini GC tahun
sebelumnya
Count
% of Total
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi
Pengungkapan Going Concern
Non Going
Concern
Skala Auditor
KAP bukan big four Count
% of Total
KAP big four
Total
Count
Going
Concern
Total
47
19
66
56.0%
22.6%
78.6%
15
3
18
% of Total
Count
17.9%
62
3.6%
22
21.4%
84
% of Total
73.8%
26.2%
100.0%
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 4
Pada Tabel 5.3 diketahui bahwa selama tahun 2011-2013, sampel
perusahaan manufaktur financial distress yang menerima pengungkapan going
concern sebanyak 22 sampel (26,2%) sedangkan sisanya sebanyak 62 sampel
(73,8%) menerima pengungkapan non going concern. Dari 84 sampel perusahaan
manufaktur financial distress, 35 perusahaan (41,7%) mengalami default hutang
dan sisanya 49 perusahaan (58,3%) tidak mengalami default hutang. Selanjutnya,
dari 84 sampel perusahaan manufaktur financial distress, 23 perusahaan (27,4%)
menerima pengungkapan going concern dalam opini audit tahun sebelumnya dan
sisanya sebanyak 61 perusahaan (72,6%) tidak menerima pengungkapan going
concern dalam opini audit tahun sebelumnya. Terakhir, dari 84 sampel perusahaan
manufaktur financial distress, 18 perusahaan (21,4%) menggunakan jasa KAP big
four dan sisanya sebanyak 66 perusahaan (78,6%) menggunakan jasa KAP non
big four.
5.2. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data regresi logistik. Model
regresi logistik dirancang untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel
Universitas Sumatera Utara
dependen dapat diprediksi dengan variabel independennya, jika asumsi
multivarite normal distribution tidak dipenuhi (Ghozali, 2013).
5.2.1. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian data pada penelitian ini terdiri dari:
1. Uji asumsi klasik
2. Pengujian hipotesis
Uji asumsi klasik perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian hipotesis
dijalankan. Untuk model regresi logistik, tidak perlu melakukan uji normalitas dan
uji heteroskedastisitas sehingga uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi:
1. Uji Multikolinearitas
2. Uji Autokorelasi
5.2.1.1. Uji Multikolinieritas
Menurut Ghozali (2013), uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel-variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka
variabel tersebut tidak ortogonal, artinya variabel independen yang nilai korelasi
antar sesama variabel independen tidak sama dengan nol.
Dalam penelitian ini, gejala multikolinieritas dapat dideteksi dengan
menganalisis matriks korelasi antar variabel independen dan perhitungan nilai
Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.4
Hasil Uji Multikolinieritas
Model
Opini
Audit
Proporsi
Ukuran
Skala
Default
Komisaris
Pertumbuhan
Kondisi
Auditor
Hutang
Independen
Perusahaan
Keuangan
1 Correla Skala Auditor
Tahun
Perusaha Sebelumn
an
ya
1.000
.193
.014
.078
.450
-.600
.105
.193
1.000
-.079
-.020
.253
-.341
-.575
.014
-.079
1.000
.001
-.122
.081
-.162
Perusahaan
.078
-.020
.001
1.000
-.201
.137
.010
Kondisi Keuangan
.450
.253
-.122
-.201
1.000
-.674
.333
-.600
-.341
.081
.137
-.674
1.000
-.061
.105
-.575
-.162
.010
.333
-.061
1.000
Covari Skala Auditor
.006
.001
.000
6.988E-6
.001
-.003
.001
ances
.001
.006
-.001
-1.798E-6
.001
-.002
-.004
.000
-.001
.051
2.912E-7
-.001
.001
-.003
6.988E-6
-1.798E-6
2.912E-7
1.302E-6
-7.657E-6
.001
.001
-.001
-7.657E-6
.001
-.001
.001
-.003
-.002
.001
1.039E-5
-.001
.004
.000
.001
-.004
-.003
1.052E-6
.001
.000
.008
tions
Default Hutang
Proporsi Komisaris
Independen
Pertumbuhan
Ukuran Perusahaan
Opini Audit Tahun
Sebelumnya
Default Hutang
Proporsi Komisaris
Independen
Pertumbuhan
Perusahaan
Kondisi Keuangan
Ukuran Perusahaan
1.039E-5 1.052E-6
Opini Audit Tahun
Sebelumnya
a. Dependent Variable: Pengungkapan Going Concern
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 5
Dari hasil pengujian yang tertera pada Tabel 5.4 dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi gejala multikolinieritas antar variabel independen. Gejala
multikolinieritas terjadi apabila nilai korelasi antar variabel independen lebih
besar dari 0,90 (Ghozali, 2013). Matriks korelasi memperlihatkan bahwa hanya
variabel kondisi keuangan yang mempunyai korelasi paling tinggi dengan variabel
ukuran perusahaan dengan tingkat korelasi -0,674 atau sekitar 67,4%. Oleh karena
korelasi ini masih berada di bawah 90% maka dapat disimpulkan tidak terjadi
multikolinieritas yang serius.
Universitas Sumatera Utara
Multikolinieritas juga dapat dideteksi melalui perhitungan nilai Tolerance
dan VIF. Nilai tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih
yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang
rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cut
off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai
tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10.
Berikut Tabel 5.5 menunjukkan nilai Tolerance dan Variance Inflation
Factor (VIF).
Tabel 5.5
Nilai Tolerance dan VIF
Model
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
1(Constant)
Proporsi Komisaris Independen
.915
1.093
Default Hutang
.415
2.410
Kondisi Keuangan
.367
2.725
Pertumbuhan Perusahaan
.895
1.118
Opini Audit Tahun Sebelumnya
.386
2.592
Ukuran Perusahaan
.404
2.473
Skala Auditor
.599
1.669
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 5
Jika dilihat dari Tabel 5.5 menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel
independen yang memiliki nilai tolerance yang kurang dari 0,10 sehingga tidak
ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih kecil dari 95%.
Demikian juga, hasil perhitungan VIF tidak menunjukkan adanya variabel
independen yang memiliki nilai VIF lebih besar dari 10.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel proporsi
komisaris
independen,
default
hutang,
kondisi
keuangan,
pertumbuhan
perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan dan skala auditor
lolos dari uji gejala multikolinieritas.
5.2.1.2. Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2013), uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode
t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan adanya problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya, dimana sering
ditemukan
pada
data
time
series
karena
gangguan
pada
seseorang
individu/kelompok cenderung mempengaruhi gangguan pada individu/kelompok
yang sama pada periode berikutnya.
Biasanya run test digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat
korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka
dikatakan residual adalah acak/random.
H 0 : residual (res_1) random (acak)
H 1 : residual (res_1) tidak random
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.6
Hasil Uji Autokorelasi
Runs Test
Difference
between
observed and
predicted
probabilities
a
Test Value
.00000
Cases < Test Value
42
Cases >= Test Value
42
Total Cases
84
Number of Runs
35
Z
-1.756
Asymp. Sig. (2-tailed)
.079
a. Median
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 6
Dari Tabel 5.6 di atas, hasil output SPSS menunjukkan bahwa nilai test
adalah 0,00000 dengan probabilitas 0,079 lebih besar dari 0,05 yang berarti
hipotesis nol diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai residual random
atau tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual.
5.2.2 Pengujian Hipotesis Penelitian
5.2.2.1. Uji Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai antara -2 Log
Likelihood (-2LL) awal (Block Number=0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL)
akhir (Block Number=1). Nilai -2LL awal pada Block Number=0 dan nilai -2LL
akhir pada Block Number=1 dapat dilihat pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.7
Nilai -2 Log Likelihood (-2LL Awal)
Iteration Historya,b,c
Iteration
Coefficients
-2 Log likelihood
Step 0
Constant
1
96.722
-.952
2
96.607
-1.035
3
96.607
-1.036
4
96.607
-1.036
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 96.607
c. Estimation terminated at iteration number 4
because parameter estimates changed by less than
.001.
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 7
Tabel 5.8
Nilai -2 Log Likelihood (-2LL Akhir)
Iteration Historya,b,c,d
Iteration
Coefficients
-2 Log
likelihood Constant DCOMM DEFAULT ZSCORE EATGR OPINI
SIZE
KAP
Step 1
1
2
39.987
1.679
.641
.774
-.013
-.004
2.586
-.325
-.100
28.885
4.602
1.910
1.794
-.063
-.009
2.973
-.699
-.401
3
24.278
5.344
4.206
3.007
-.218
-.015
2.886
-.914
-1.005
4
22.233
4.262
6.615
4.401
-.426
-.023
2.800
-.994
-1.582
5
21.442
3.347
7.961
5.905
-.589
-.033
2.785
-1.069
-1.979
6
21.189
2.355
8.214
7.261
-.679
-.044
2.807
-1.100
-2.224
7
21.116
1.232
8.123
8.370
-.708
-.047
2.816
-1.094
-2.316
8
21.090
.200
8.101
9.386
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
9
21.081
-.803
8.100
10.388
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
10
21.077
-1.804
8.100
11.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
11
21.076
-2.804
8.100
12.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
12
21.076
-3.804
8.100
13.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
13
21.076
-4.804
8.100
14.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
14
21.075
-5.804
8.100
15.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
15
21.075
-6.804
8.100
16.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
16
21.075
-7.804
8.100
17.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
17
21.075
-8.804
8.100
18.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
18
21.075
-9.804
8.100
19.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
19
21.075
-10.804
8.100
20.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
20
21.075
-11.804
8.100
21.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 96.607
d. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final
solution cannot be found.
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 7
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 5.7 dan 5.8 dapat dilihat bahwa -2 Log Likelihood (-2LL) awal
(Block Number=0) dimana model yang masih hanya memasukkan konstanta
memperoleh nilai sebesar 96,607. Setelah model memasukkan konstanta dan
variabel independen, nilai -2 Log Likelihood (-2LL) akhir (Block Number=1)
turun menjadi 21,075. Hal ini berarti nilai -2 Log Likelihood (-2LL) awal (Block
Number=0) lebih besar dibandingkan dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) akhir
(Block Number=1) dengan selisih penurunan nilai sebesar 96,607 – 21,075 =
75,532. Sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi menjadi layak dan lebih
baik atas dasar kaidah Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian
“sum of square error” pada model regresi biasa.
Tabel 5.9
Uji Omnibus
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square
Step 1
df
Sig.
Step
75.531
7
.000
Block
75.531
7
.000
Model
75.531
7
.000
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 7
Pada Tabel 5.9 mengenai Uji Omnibus (Omnibus Tests of Model
Coefficients) dapat dilihat bahwa nilai Chi-Square sebesar 75,531 dengan
signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,005 menunjukkan bahwa variabel-variabel
independen (proporsi komisaris independen, default hutang, kondisi keuangan,
pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan dan skala
auditor) secara simultan berpengaruh terhadap pengungkapan going concern pada
perusahaan manufaktur financial distress.
Universitas Sumatera Utara
5.2.2.2. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit Test)
Pengujian kesesuaian model dengan Hosmer and Lemeshow’s goodness of
fit test statitic bertujuan untuk menilai model yang dihipotesiskan agar data
empiris cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai statistik Hosmer and
Lemeshow’s goodness of fit test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka
hipotesis nol ditolak, yang berarti model yag dihipotesiskan tidak fit dengan data
atau terdapat perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya.
Sedangkan jika nilainya lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol diterima, yang
berarti model mampu memprediksikan nilai observasinya atau fit dengan data.
Tabel 5.10
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
Hosmer and Lemeshow Test
Step
1
Chi-square
4.38
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan
mengembangkan
landasan
kerangka
teori
dan
penelitian
masalah
dengan
di
analisis
atas
maka
faktor-faktor
peneliti
yang
mempengaruhi pengungkapan going concern pada perusahaan manufaktur yang
mengalami financial distress di Bursa Efek Indonesia.
Adapun kerangka konsep yang akan diteliti sebagai berikut:
Proporsi Komisaris
Independen
(X1)
Default Hutang
(X2)
Kondisi Keuangan
(X3)
Pengungkapan
Going Concern
(Y)
Pertumbuhan Perusahaan
(X4)
Opini Audit Tahun
Sebelumnya
(X5)
Ukuran Perusahaan
(X6)
Skala Auditor
(X7)
Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh Proporsi Komisaris Independen terhadap Pengungkapan Going
Concern
Proporsi keanggotaan komisaris yang independen besar dapat mengawasi
maupun mengendalikan perusahaan bagi tercapainya kinerja perusahaan sehingga
kelangsungan hidup perusahaan lebih terjamin serta mencegah terjadinya
manipulasi yang dilakukan oleh manajemen sehingga dapat memberikan
pelaporan keuangan yang memang benar-benar merepresentasikan kondisi
perusahaan.
Hasil penelitian Setiawan (2011) mengungkapkan adanya pengaruh
negatif proporsi komisaris independen terhadap penerimaan going concern pada
perusahaan. Hal ini sejalan dengan penelitian Iskandar et. al., (2011) yang
menyatakan proporsi komisaris independen berhubungan negatif dengan going
concern problems yang diproksikan dengan pengungkapan going concern.
Berdasarkan uraian tersebut, maka diharapkan proporsi komisaris
independen yang lebih besar mampu memberikan pengawasan yang lebih baik
sehingga
kemungkinan
auditor
eksternal
dalam
memberikan
keputusan
pengungkapan going concern lebih kecil.
Pengaruh Default Hutang terhadap Pengungkapan Going Concern
Dalam PSA 30, indikator going concern yang banyak digunakan auditor
dalam memberikan keputusan opini audit adalah kegagalan dalam memenuhi
kewajiban hutangnya (default). Manfaat status debt default sebelumnya telah diteliti
oleh Chen dan Church (1992) yang menemukan hubungan positif yang kuat antara
status default hutang dengan pengungkapan going concern.
Universitas Sumatera Utara
Auditor cenderung disalahkan karena tidak berhasil memberikan opini audit
dengan pengungkapan going concern setelah adanya beberapa peristiwa perusahaan
yang bangkrut meskipun mendapat opini wajar tanpa pengecualian. Biaya kegagalan
untuk memberikan pengungkapan going concern akan lebih tinggi ketika perusahaan
dalam keadaan default. Karenanya, dengan status default dapat meningkatkan
kemungkinan auditor memberikan pengungkapan going concern.
Pengaruh Kondisi Keuangan terhadap Pengungkapan Going Concern
Tingkat
kesehatan
suatu
perusahaan
dapat
dilihat
dari
kondisi
keuangannya. Perusahaan yang mempunyai kondisi keuangan yang baik maka
auditor tidak akan memberikan pengungkapan going concern. Pada perusahaan
yang sakit, banyak ditemukan indikator masalah going concern (Ramadhany,
2004).
Penelitian Mc Keown et. al. (1991) menemukan bukti bahwa auditor
hampir tidak pernah memberikan pengungkapan going concern pada perusahaan
yang tidak mengalami kesulitan keuangan (financial distress). Hasil ini diperkuat
oleh penemuan dari Krishnan dan Krishnan (1996) bahwa auditor lebih cenderung
memberikan pengungkapan going concern ketika kemungkinan kebangkrutan di
atas 28% dengan menggunakan model probit Zmijewski (1984). Carcello dan
Neal (2000) menyatakan bahwa semakin buruk kondisi keuangan perusahaan
maka semakin besar probabilitas perusahaan menerima opini going concern.
Dengan menggunakan model prediksi Zscore Altman, hasil penelitian Ramadhany
(2004) selaras dengan penelitian Mc Keown, Carcello dan Neal.
Berdasarkan uraian di atas, maka diharapkan semakin baik kondisi
keuangan perusahaan, semakin kecil kemungkinan perusahaan menerima opini
Universitas Sumatera Utara
audit dengan pengungkapan going concern. Demikian sebaliknya, semakin buruk
kondisi keuangan suatu perusahaan semakin besar kemungkinan perusahaan
menerima opini audit dengan pengungkapan going concern.
Pengaruh
Pertumbuhan
Perusahaan
terhadap
Pengungkapan Going
Concern
Laba yang tinggi pada umumnya menandakan arus kas yang tinggi
(Weston dan Bringham, 1993). Perusahaan yang mempunyai pertumbuhan laba
yang tinggi cenderung memiliki laporan sewajarnya sehingga potensi untuk
mendapatkan opini audit tanpa pengungkapan going concern akan lebih tinggi.
Altman (1974) mengemukakan bahwa perusahaan dengan negative growth
mengindikasikan kecenderungan yang lebih besar ke arah kebangkrutan sehingga
perusahaan yang berlaba tidak akan mengalami kebangkrutan. Salah satu dasar
bagi auditor untuk memberikan pengungkapan going concern adalah faktor
kebangkrutan maka perusahaan yang mengalami pertumbuhan perusahaan yang
negatif akan makin tinggi kecenderungan untuk menerima pengungkapan going
concern.
Pengaruh Opini Audit Tahun Sebelumnya terhadap Pengungkapan Going
Concern
Mutchler (1984) melakukan wawancara dengan praktisi auditor yang
menyatakan bahwa perusahaan yang menerima opini audit dengan pengungkapan
going concern pada tahun sebelumnya lebih cenderung untuk menerima opini
yang sama pada tahun berjalan. Mutchler (1985) menguji pengaruh ketersediaan
informasi publik terhadap prediksi opini audit dengan pengungkapan going
Universitas Sumatera Utara
concern, yaitu tipe opini audit yang telah diterima perusahaan. Hasilnya
menunjukkan bahwa model discriminant analysis yang memasukkan tipe opini
audit tahun sebelumnya mempunyai akurasi prediksi keseluruhan yang paling
tinggi sebesar 89,9 persen dibanding model yang lain.
Penelitian yang dilakukan oleh Carcello dan Neal (2000) serta Ramadhany
(2004) memperkuat bukti mengenai pengungkapan going concern yang diterima
tahun sebelumnya dengan tahun berjalan memiliki hubungan positif yang
signifikan.
Apabila pada tahun sebelumnya auditor telah menerbitkan pengungkapan
going concern maka akan semakin besar kemungkinan auditor untuk menerbitkan
kembali pengungkapan going concern pada tahun berikutnya.
Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Pengungkapan Going Concern
Mutchler (1985) menyatakan bahwa auditor lebih sering mengeluarkan opini
audit modifikasi dengan pengungkapan going concern pada perusahaan yang lebih
kecil. Hal ini dimungkinkan karena auditor mempercayai bahwa perusahaan yang
lebih besar dapat menyelesaikan kesulitan-kesulitan keuangan yang dihadapinya
daripada perusahaan yang lebih kecil.
Januarti dan Fitrianasari (2008), Junaidi dan Hartono (2010) menemukan
bahwa ukuran perusahaan tidak berpengaruh terhadap pengungkapan going concern
yang dikeluarkan oleh auditor, sedangkan Santosa dan Wedari (2007) menemukan
bukti bahwa ukuran perusahaan berpengaruh pada pengungkapan going concern. Hal
ini menunjukkan semakin besar ukuran perusahaan akan semakin kecil kemungkinan
menerima pengungkapan going concern.
Universitas Sumatera Utara
Pengaruh Skala Auditor terhadap Pengungkapan Going Concern
DeAngelo (1981) menyatakan bahwa perusahaan audit skala besar
memiliki insentif yang lebih untuk menghindari kritikan kerusakan reputasi
dibandingkan pada perusahaan audit skala kecil. Perusahaan audit besar juga lebih
cenderung untuk mengungkapkan masalah-masalah yang ada karena mereka lebih
kuat menghadapi resiko proses pengadilan. Argumen ini berarti bahwa perusahaan
audit besar memiliki insentif lebih untuk mendeteksi dan melaporkan masalah
going concern kliennya. Mutchler (1985) menggunakan proksi skala Kantor
Akuntan Publik untuk variabel reputasi Kantor Akuntan Publik untuk melihat
kecenderungan opini audit yang diberikan kepada perusahaan yang bermasalah.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, proksi yang sering digunakan untuk
menilai reputasi Kantor Akuntan Publik adalah dengan menggunakan skala
Kantor Akuntan Publik. McKinley et al. (1985) menyatakan, ketika sebuah
Kantor Akuntan Publik mengklaim dirinya sebagai KAP besar seperti yang
dilakukan oleh big four firms, maka mereka akan berusaha keras untuk menjaga
nama besar tersebut, mereka akan menghindari tindakan-tindakan yang dapat
mengganggu nama besar mereka.
Sehingga diharapkan auditor skala besar akan mampu menyediakan
kualitas auditing yang lebih baik dan profesional dibandingkan auditor skala
kecil, terutama dalam hal mengungkapkan permasalahan going concern dari
perusahaan yang diaudit.
Universitas Sumatera Utara
3.2. Hipotesis Penelitian
Dari kerangka konsep dan landasan teori yang telah disampaikan di atas,
maka hipotesis yang akan dikemukakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
Terdapat pengaruh dari proporsi komisaris independen, default hutang, kondisi
keuangan, pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, ukuran
perusahaan dan skala auditor terhadap pengungkapan going concern pada
perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress di Bursa Efek
Indonesia secara parsial dan simultan.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian asosiatif kausal. Menurut
Umar (2003: 30), penelitian asosiatif kausal adalah penelitian yang dilakukan
untuk menganalisis hubungan antara satu variabel dengan variabel lainnya atau
bagaimana suatu variabel mempengaruhi variabel lain. Penelitian asosiatif kausal
dilakukan untuk mengidentifikasi dan mengukur hubungan sebab akibat antara
berbagai variabel.
Penelitian ini dilakukan dengan cara membangun hipotesis terlebih dahulu
dan kemudian akan diuji dengan menggunakan alat uji statistik. Penelitian ini
dirancang dengan tujuan untuk mengetahui, menganalisis dan menemukan bukti
empiris mengenai pengaruh dari proporsi komisaris independen, default hutang,
kondisi keuangan, pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya,
ukuran perusahaan dan skala auditor terhadap pengungkapan going concern pada
perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress di Bursa Efek
Indonesia selama periode 2011 – 2013.
4.2. Lokasi dan Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan mengambil data seluruh perusahaan
manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan audit / laporan tahunan (annual
report) yang telah diaudit yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dengan
Universitas Sumatera Utara
mengakses situs resmi Bursa Efek Indonesia yaitu www.idx.co.id untuk periode
tahun 2011 – 2013 sesuai jadwal penelitian pada Lampiran 1.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi penelitian adalah perusahaan manufaktur yang mengalami
kesulitan keuangan memburuk (financial distress) terdaftar di BEI selama tahun
2011 – 2013. Untuk menentukan perusahaan termasuk ke dalam kategori financial
distress atau tidak, digunakan perhitungan analisis diskriminan Altman (1984).
Dari nilai hitung Zscore Altman tersebut diambil cut off pertengahan pada grey
area, yaitu 1,20 – 2,90 sehingga nilai Zscore yang diperoleh adalah 2,05. Kategori
perusahaan yang mengalami kondisi keuangan memburuk (financial distress)
yaitu perusahaan yang mempunyai nilai Zscore kurang atau sama dengan 2,05.
Alasan diambilnya pertengahan tersebut karena pada grey area terdapat
perusahaan yang berpotensi bangkrut tetapi dapat bertahan, dan sebaliknya
perusahaan berpotensi tidak bangkrut tetapi dapat mengalami kebangkrutan
(Ramadhany, 2004).
Berdasarkan hasil perhitungan Zscore yang dilakukan terhadap 126
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun
2011 – 2013 diperoleh 44 perusahaan manufaktur kategori financial distress yang
memiliki nilai Zscore kurang atau sama dengan 2,05 (Lampiran 2). Penelitian ini
berfokus pada perusahaan kategori financial distress saja karena hanya
perusahaan yang mengalami financial distress yang berkemungkinan besar
menerima opini audit dengan pengungkapan going concern (McKeown et al.,
1991).
Universitas Sumatera Utara
McKeown et al. (1991) mengemukakan bahwa tidak ada perusahaan
dalam keadaan sehat (non financial distress) yang menerima pengungkapan going
concern, memberikan keyakinan bahwa auditor hanya akan mempertimbangkan
perusahaan dengan tanda-tanda financial distress untuk diberi pengungkapan
going concern.
Teknik penentuan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik purposive sampling artinya teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu supaya sesuai dengan tujuan yang dikehendaki (Sugiyono, 2001: 61).
Perusahaan industri manufaktur yang mengalami financial distress dipilih
agar sesuai dengan tujuan penelitian dengan pendekatan purposive sampling,
melalui kriteria sebagai berikut:
1. Menerbitkan laporan keuangan yang diaudit secara berturut – turut oleh auditor
independen dari tahun 2010 sampai dengan 2013.
2. Mempublikasikan laporan keuangan yang diaudit dalam mata uang Rupiah
selama tahun 2011 sampai dengan 2013.
Dari 44 perusahaan manufaktur kategori financial distress yang menjadi
populasi penelitian, sebanyak 16 perusahaan menerbitkan laporan keuangannya
dalam mata uang asing selain mata uang Rupiah dari tahun 2011 – 2013 akan
dikecualikan dari sampel penelitian. Sehingga hanya 28 perusahaan financial
distress yang menerbitkan laporan keuangan dalam mata uang Rupiah dari tahun
2011 – 2013 yang akan digunakan sebagai sampel penelitian seperti ditunjukkan
dalam Tabel 4.1 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Berikut ini adalah tabel populasi dan sampel terpilih dapat dijabarkan
sebagai berikut:
Tabel 4.1
Populasi dan Sampel
KATEGORI
Perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress
terdaftar di Bursa Efek Indonesia secara berturut-turut dari
tahun 2011 – 2013
JUMLAH
PERUSAHAAN
Perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan
yang diaudit dalam mata uang asing selain Rupiah dari
tahun 2011 - 2013
44
(16)
Sisanya perusahaan yang dikategorikan dalam kondisi
financial distress dengan nilai Zscore kurang atau sama
dengan 2,05 yang menjadi sampel penelitian
28
Jumlah observasi 28 Perusahaan X 3 Tahun
84
Berdasarkan kriteria tersebut di atas, maka jumlah perusahaan manufaktur
yang mengalami financial distress terdaftar di BEI tahun 2011 – 2013, yang telah
memenuhi kriteria dalam pengambilan sampel di atas sebanyak 28 perusahaan.
Angka tahun pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 3 tahun
berturut – turut sehingga jumlah observasi dalam penelitian ini adalah 28
perusahaan dikalikan dengan 3 tahun adalah 84 sampel observasi.
4.4. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder untuk mendapatkan informasi
mengenai semua variabel dalam penelitian ini. Adapun sumber data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yang terdapat pada laporan
auditor independen atau laporan tahunan (annual report) perusahaan yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun 2011 - 2013.
Universitas Sumatera Utara
Penelitian ini menggunakan data panel atau pooling data karena data yang
diteliti merupakan penggabungan antara time series dan cross section yaitu
dengan data dalam jangka waktu 3 tahun yakni tahun 2011 - 2013 (time series)
dengan beberapa perusahaan manufaktur yang berbeda jenis kegiatan produksinya
(cross section). Data ini diperoleh dengan mengakses situs resmi BEI
yaitu www.idx.co.id.
4.5. Definisi Operasional dan Metode Pengukuran Variabel
4.5.1. Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan variabel dependen dan independen. Adapun
defenisi dan pengukuran masing – masing variabel akan dijelaskan sebagai
berikut:
1.
Variabel Dependen (Y)
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pengungkapan Going Concern
(GC) pada laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (BEI). Variabel GC merupakan variabel dummy untuk
membedakan perusahaan manufaktur yang menerima opini audit dengan
pengungkapan going concern diberi kode 1 dan kode 0 untuk perusahaan
manufaktur yang tidak menerima opini audit dengan pengungkapan going
concern.
2.
Variabel Independen (X)
Variabel independen dalam penelitian ini antara lain:
Universitas Sumatera Utara
a) Proporsi Komisaris Independen (DCOMM)
Variabel ini merupakan representasi keberadaan komisaris independen
sebagai anggota dewan komisaris yang bukan merupakan pegawai dan
tidak mewakili pemegang saham, berasal dari luar perusahaan.
Pengukuran variabel DCOMM menggunakan skala rasio dengan
memperbandingkan jumlah komisaris independen terhadap jumlah dewan
komisaris dari perusahaan sampel.
b) Default Hutang (DEFAULT)
Debt default didefinisikan sebagai kelalaian atau kegagalan debitor
(perusahaan) untuk membayar hutang pokok dan/atau bunganya pada
waktu jatuh tempo (Chen dan Church 1992). Dikategorikan perusahaan
dalam keadaan default hutang bila memenuhi salah satu kondisi di bawah
ini (Chen dan Church, 1992), yakni:
-
Perusahaan tidak dapat atau lalai dalam membayar hutang pokok atau
bunga.
-
Perusahaan melanggar perjanjian hutang.
-
Perusahaan sedang melakukan proses negosiasi restrukturisasi hutang
yang telah jatuh tempo.
Pengungkapan status debt default tertera pada catatan atas laporan
keuangan sebagai penjelasan dari laporan keuangan audit (pada pos utang)
atau dalam opini audit. Variabel DEFAULT merupakan variabel dummy
untuk menunjukkan apakah perusahaan dalam keadaan default atau tidak
(1= status debt default, 0= tidak default).
Universitas Sumatera Utara
c) Kondisi Keuangan (ZSCORE)
Variabel ini menggambarkan tingkat financial distress perusahaan dengan
menggunakan perhitungan analisis diskriminan Altman (1984) untuk
mengukur kondisi keuangan (ZSCORE), yaitu:
ZSCORE = 0,717Z 1 + 0,847Z 2 + 3,107Z 3 + 0,420Z 4 + 0,998Z 5
Keterangan:
Z 1 = modal kerja/ total aset
Z 2 = laba ditahan/total aset
Z 3 = laba sebelum bunga dan pajak/total aset
Z 4 = nilai buku ekuitas/nilai buku utang
Z 5 = penjualan/total asset
Perhitungan Zscore dengan nilai kurang atau sama dengan 2,05
dikategorikan ke dalam perusahaan yang mengalami kondisi keuangan
memburuk (financial distress).
d) Pertumbuhan Perusahaan (EATGR)
Variabel ini menggambarkan tingkat pertumbuhan perusahaan dengan
menggunakan rasio pertumbuhan laba untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan laba bersih tahun ini dibandingkan
dengan tahun sebelumnya.
e) Opini Audit Tahun Sebelumnya (OPINI)
Variabel ini merupakan pernyataan opini audit yang dikeluarkan oleh
auditor pada periode sebelumnya terhadap laporan keuangan perusahaan.
Variabel OPINI merupakan variabel dummy untuk menunjukkan apakah
perusahaan menerima pengungkapan going concern pada periode audit
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya (1= jika going concern periode sebelumnya, 0= non going
concern periode sebelumnya).
f) Ukuran Perusahaan (SIZE)
Variabel ini menggambarkan seberapa besar atau kecilnya perusahaan
terpilih dengan menggunakan perhitungan natural logaritma dari total
aktiva perusahaan.
g) Skala Auditor (KAP)
Variabel ini menunjukkan skala atau besaran auditor independen pada
Kantor Akuntan Publik (KAP). Pada tahun 2010-2012, empat KAP lokal
yang berafiliasi dengan The Big Four Auditors yaitu:
i) KAP Purwantono, Suherman, Surja berafiliasi dengan Ernst & Young,
ii) KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan Deloitte Touche
Tohmatsu. Pada tahun 2013 berganti nama menjadi KAP Osman Bing
Satrio dan Eny,
iii) KAP Siddharta dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG,
iv) KAP Tanudireja Wibisana & Rekan berafiliasi dengan
PricewaterhouseCoopers.
Variabel KAP merupakan variabel dummy untuk membedakan skala
auditor (KAP) dengan kode 1 untuk KAP yang berafiliasi dengan Big
Four dan kode 0 untuk KAP yang bukan.
4.5.2. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional dan pengukuran untuk masing – masing variabel
dalam penelitian ini sebagaimana dinyatakan pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.2
Definisi Operasional Variabel
Nama/Jenis
Variabel
Definisi Variabel
Parameter
Pengungkapan
Going Concern
(GC)
Merupakan pengungkapan
going concern pada laporan
keuangan perusahaan
manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia
Variabel dummy digunakan (1= GC, 0=
non GC) untuk membedakan perusahaan
yang menerima opini audit dengan
pengungkapan going concern dengan
yang bukan
Proporsi
Komisaris
Independen
(DCOMM)
Merupakan representasi
keberadaan komisaris
independen, sebagai komisaris
yang berasal dari luar
perusahaan asosiasi atau induk
dan tidak berkaitan dengan jasa
konsultasi manajemen
�����
�����ℎ ��������� ����������
=
�����ℎ ����� ���������
Default Hutang
(DEFAULT)
Sebagai kelalaian atau
kegagalan perusahaan untuk
membayar hutang pokok atau
bunganya pada saat jatuh tempo.
Pengungkapan status debt
default tertera pada catatan atas
laporan keuangan sebagai
penjelasan dari laporan
keuangan audit (pada pos utang)
atau dalam opini audit.
Variabel dummy digunakan (1= status
debt default, 0= tidak default) untuk
menunjukkan apakah perusahaan dalam
keadaan default atau tidak sebelum
pengeluaran opini audit
Skala
Nominal
Rasio
Nominal
ZSCORE = 0,717Z 1 + 0,847Z 2 +
3,107Z 3 + 0,420Z 4 + 0,998Z 5
Kondisi
Keuangan
(ZSCORE)
Menggambarkan tingkat
financial distress perusahaan,
indikasi apakah perusahaan
dalam kondisi baik (sehat) atau
dalam kondisi buruk (sakit)
Pertumbuhan
Perusahaan
(EATGR)
Rasio pertumbuhan laba
digunakan untuk mengukur
kemampuan auditee dalam
pertumbuhan perusahaan
Opini Audit
Tahun
Sebelumnya
(OPINI)
Menunjukkan pemberian opini
audit tahun sebelumnya dengan
pengungkapan going concern
oleh auditor eksternal
Keterangan:
Z 1 = modal kerja/ total aset
Z 2 = laba ditahan/total aset
Z 3 = laba sebelum bunga dan pajak/total
aset
Z 4 = nilai buku ekuitas/nilai buku utang
Z 5 = penjualan/total asset
�����
���� �����ℎ (t) − ���� �����ℎ (t − 1)
=
���� �����ℎ (t − 1)
Variabel dummy digunakan (1= jika GC
tahun sebelumnya, 0= non GC
sebelumnya) untuk melihat apakah
perusahaan menerima opini audit dengan
pengungkapan going concern pada tahun
sebelumnya
Rasio
Rasio
Nominal
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 4.2
Definisi Operasional Variabel
Nama/Jenis
Variabel
Definisi Variabel
Parameter
Skala
Ukuran
Perusahaan
(SIZE)
Untuk mengukur seberapa besar
atau kecilnya asset yang dimiliki
perusahaan
Pengukuran variabel ini dihitung dengan
menggunakan natural logaritma dari total
aktiva
Rasio
Skala Auditor
(KAP)
Menunjukkan skala atau besaran
Kantor Akuntan Publik (KAP)
di Indonesia berdasarkan
ranking atas partner dan jumlah
karyawan sebagaimana terdaftar
pada direktori IAI
Variabel dummy digunakan (1= KAP big
four, 0= KAP bukan big four) untuk
membedakan skala auditor (KAP) yang
berafiliasi dengan KAP big four
Nominal
4.6. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data regresi logistik. Menurut
Ghozali (2013), model regresi logistik sebenarnya mirip dengan analisis
diskriminan yakni untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel
dependen dapat diprediksi dengan variabel independennya, dimana variabel
dependen dinyatakan dengan nilai 0 dan 1.
Alasan menggunakan model regresi logistik karena dalam penelitian ini
ingin menguji ada atau tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen dimana variabel dependennya merupakan variabel dummy dan variabel
independennya merupakan kombinasi antara metrik dan non metrik. Estimasi
model regresi dilakukan dengan menggunakan program SPSS 18.
Secara
praktis,
model
regresi
logistik
yang
digunakan
dapat
diformulasikan dalam persamaan berikut:
Ln
��
�−��
= b 0 + b 1 DCOMM + b 2 DEFAULT+ b 3 ZSCORE + b 4 EATGR
+ b 5 OPINI + b 6 SIZE + b 7 KAP
Universitas Sumatera Utara
Dimana :
b0
b1 – b7
GC
DCOMM
DEFAULT
ZSCORE
EATGR
OPINI
SIZE
KAP
= Konstanta
= Koefisien Variabel Independen
= Pengungkapan Going Concern
= Proporsi Komisaris Independen (DCOMM)
= Default Hutang (DEFAULT)
= Kondisi Keuangan
= Pertumbuhan Perusahaan
= Opini Audit Tahun Sebelumnya
= Ukuran Perusahaan
= Skala Auditor
4.6.1. Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis maka perlu dilakukan uji asumsi
klasik. Dikarenakan model yang digunakan adalah regresi logistik maka uji ini
tidak memerlukan uji normalitas dan uji heteroskedastisitas pada variabel
independennya (Ghozali, 2013). Regresi logistik tidak memiliki asumsi normalitas
atas variabel independen yang digunakan dalam model, artinya variabel
penjelasnya tidak harus memiliki distribusi normal, linear maupun memiliki
varian yang sama dalam setiap grup. Gujarati (2003) menyatakan bahwa regresi
logistik mengabaikan heterosdacity, artinya variabel dependen tidak memerlukan
homoscedacity untuk masing-masing variabel independennya.
4.6.1.1. Uji Multikolinearitas
Menurut Ghozali (2013), uji ini bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model
regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen.
Jika variabel independen saling berkorelasi maka variabel-variabel ini tidak
ortogonal. Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antar
Universitas Sumatera Utara
sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk mendeteksi ada tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi dengan melakukan analisa matrik
korelasi variabel-variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi
yang cukup tinggi (umumnya di atas 0,90) maka hal ini merupakan indikasi
adanya multikolinearitas.
4.6.1.2. Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2013), uji ini bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi
maka dinamakan problem autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi
yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul
karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala autokorelasi dalam
penelitian ini digunakan “Run Test”. Bila hasil output SPSS menunjukkan
probabilitas signifikansi di bawah 0,05 maka disimpulkan terdapat gejala
autokorelasi antar nilai residual pada model regresi tersebut.
4.6.2. Pengujian Hipotesis Penelitian
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan model regresi
logistik (logistic regression) dimana variabel independennya merupakan
campuran antara variabel kontinyu (metrik) dan kategorial (non metrik). Dalam
hal ini, tidak perlu dilakukan asumsi normalitas data pada variabel
Universitas Sumatera Utara
independennya. Jadi regresi logistik umunya dipakai jika asumsi multivariate
normal distribution tidak dipenuhi (Ghozali, 2013).
Karakteristik dari variabel dependen (Y) yang bersifat dichotomous dalam
penelitian ini mendukung digunakannya analisis regresi logistik, yaitu
pengungkapan going concern atau tidak.
4.6.2.1. Uji Keseluruhan Model/Overall Model Fit
Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai antara -2 Log
Likelihood (-2LL) awal (Block Number=0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL)
akhir (Block Number=1) dimana model memasukkan konstanta dan variabel
independen. Apabila nilai -2LL Block Number=0 > nilai -2LL Block Number=1
menunjukkan model regresi yang dihipotesiskan fit dengan data. Penurunan Log
Likelihood menunjukkan model regresi semakin baik (Ghozali, 2013).
Selisih penurunan Log Likelihood ditunjukkan pada nilai Chi-Square
dalam tabel Uji Omnibus (Omnibus Tests of Model Coefficients). Pengujian ini
bertujuan untuk mengetahui apakah variabel-variabel independen secara simultan
berpengaruh terhadap variabel dependen dalam model regresi yang diteliti
(Ghozali, 2013).
4.6.2.2. Uji Kesesuaian Model/Goodness of Fit Test (Hosmer & Lemeshow)
Pengujian Hosmer and Lemeshow’s goodness of fit test statitic bertujuan
untuk menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model
(tidak ada perbedaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan
fit). Jika nilai statistik Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test sama
Universitas Sumatera Utara
dengan atau kurang dari 0,05 maka hipotesis nol ditolak, yang berarti model yang
dihipotesiskan tidak fit dengan data atau terdapat perbedaan signifikan antara
model dengan nilai observasinya karena model tidak dapat memprediksi nilai
observasinya. Sedangkan jika nilainya lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol
tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksikan nilai observasinya
dan fit dengan data atau dapat dikatakan model dapat diterima karena cocok
dengan data observasinya. (Ghozali, 2013).
4.6.2.3. Uji Koefisien Determinasi (Nagelkerke RSquare)
Pengujian koefisien determinasi dilakukan untuk mengetahui seberapa
besar variabilitas dari variabel-variabel independen mampu memperjelas
variabilitas dari variabel dependen. Besarnya nilai koefisien determinasi pada
model regresi logistik ditunjukkan oleh nilai Nagelkerke RSquare. Nilai ini dapat
diinterpretasikan seperti nilai RSquare pada regresi berganda (Ghozali, 2013).
4.6.2.4. Uji Koefisien Regresi
Pengujian koefisien regresi dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh
semua variabel independen yang dimasukkan ke dalam model regresi mempunyai
pengaruh terhadap variabel dependen. Koefisien regresi ditentukan dengan
menggunakan Wald Statistic dan nilai probalilitas (Sig.) dengan cara nilai Wald
Statistic dibandingkan dengan Chi-Square tabel, sedangkan nilai probabilitas
(Sig.) dibandingkan dengan tingkat signifikansi (α).
Universitas Sumatera Utara
BAB V
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap data 84 sampel perusahaan
manufaktur yang mengalami kesulitan keuangan memburuk (financial distress)
terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2011 – 2013, dapat
diuraikan hasil analisis dan pembahasannya sebagai berikut.
5.1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi
dari variabel-variabel dalam suatu penelitian. Dengan statistik deskriptif, akan
diketahui nilai maksimum, minimum, nilai rata-rata (mean) dan standar deviasi
dari masing-masing variabel penelitian.
Pengolahan data menggunakan program SPSS 18 pada Statistics Descriptive. Data
statistik deskriptif atas variabel penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1
Statistik Deskriptif
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
Proporsi Komisaris
Independen
84
.00000
.66667
.3709609
.11679949
Kondisi Keuangan
84
-3.55338
2.01031
.7139208
1.24044815
84
-186.89396
54.02181
-3.0468499
23.29251221
10582842395 15350754000000 1838845359851
2724431688684
Pertumbuhan
Perusahaan
Ukuran Perusahaan
84
Valid N (listwise)
84
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 4
Universitas Sumatera Utara
Pada Tabel 5.1 menunjukkan perincian nilai minimum, maksimum, rata-rata dan
standar deviasi dari masing-masing variabel independen dengan jumlah sampel
dalam penelitian ini sebanyak 84 perusahaan.
Pada Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa variabel proporsi komisaris independen
(DCOMM) memiliki rata-rata 0,3709609 dan standar deviasi 0,11679949. Standar
deviasi mengukur besarnya penyebaran distribusi probabilitas yang dilihat dari
besarnya variabel random terhadap rata-ratanya. Dengan standar deviasi yang
rendah dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa variabel DCOMM pada sampel
penelitian ini rata-rata sama atau tidak tersebar dengan luas. Nilai DCOMM
minimum yaitu 0,00 dihasilkan oleh PT Indofarma (Persero) Tbk. sebab tidak
mengumumkan nama komisaris independen dalam susunan dewan komisaris
perusahaan pada tahun 2011, 2012 dan 2013. Nilai DCOMM maksimum yaitu
0,66667 dihasilkan oleh PT Primarindo Asia Infrastructure Tbk dengan
mengumumkan 2 anggota komisaris independen dalam susunan dewan
komisarisnya pada tahun 2012 dan 2013.
Pada Tabel 5.1 dapat dilihat bahwa variabel kondisi keuangan (ZSCORE)
memiliki rata-rata 0,7139208 dan standar deviasi 1,24044815. Standar deviasi
mengukur besarnya penyebaran distribusi probabilitas yang dilihat dari besarnya
variabel random terhadap rata-ratanya. Dengan nilai standar deviasi lebih besar
dari nilai rata-rata menunjukkan bahwa variabelnya tersebar dengan luas. Nilai
ZSCORE minimum sebesar -3,55338 dimiliki oleh PT Siwani Makmur Tbk.
dimana perusahaan mengalami defisiensi modal (ekuitas bersaldo negatif) dari
tahun 2011 sampai 2012 dan defisit selama tahun penelitian (2011 sd 2013).
Sedangkan nilai ZSCORE maksimum sebesar 2,01031 dimiliki oleh PT Nusantara
Universitas Sumatera Utara
Inti Corpora Tbk dimana hasil dari perbandingan nilai buku ekuitas terhadap nilai
buku hutangnya mencapai nilai yang tertinggi sebesar 3,71 pada tahun 2011.
Untuk variabel pertumbuhan perusahaan (EATGR) pada Tabel 5.1 menunjukkan
nilai rata-rata -3,0468499 dan standar deviasi 23,29251221. Terlihat dengan nilai
standar deviasi lebih besar dari nilai rata-rata berarti variabelnya tersebar dengan
luas. Nilai EATGR minimum sebesar -186,89396 dihasilkan oleh PT Sumalindo
Lestari Jaya Tbk. pada tahun 2011 sedangkan nilai EATGR maksimum sebesar
54,02181 dihasilkan oleh PT PT Panasia Indosyntec Tbk pada tahun 2011.
Kerugian PT Sumalindo Lestari Jaya Tbk. pada tahun 2011 sebesar
Rp 314.850.544.330 dibandingkan laba tahun sebelumnya Rp 1.693.710.457
terutama dikarenakan meningkatnya beban keuangan sebesar Rp 100.356.382.226
dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp 24.891.214.477 akibat perusahaan
mengalami kerugian selisih kurs yang signifikan sebesar Rp 23.544.783.761
dibandingkan tahun sebelumnya masih mendapatkan laba selisih kurs sebesar
Rp 48.846.136.485. Kenaikan laba PT Panasia Indosyntec Tbk pada tahun 2011
menjadi Rp 17.285.049.940 dari tahun sebelumnya Rp 314.149.053 akibat adanya
keuntungan dari penjualan aktiva tetap sebesar Rp 20.344.230.702 sehingga
pertumbuhan laba menjadi lebih tinggi dari tahun sebelumnya.
Untuk variabel ukuran perusahaan yang diproksikan dengan nilai total aset pada
Tabel 5.1 menunjukkan nilai rata-rata Rp 1.838.845.359.851 dan standar deviasi
Rp 2.724.431.688.684. Terlihat bahwa nilai standar deviasi lebih besar dari nilai
rata-rata menunjukkan variabelnya tersebar dengan luas. Nilai total aset minimum
sebesar Rp 10.582.842.395 dihasilkan oleh PT Alam Karya Unggul Tbk
(sebelumnya PT Aneka Kemasindo Utama Tbk) pada tahun 2012 . Nilai total aset
Universitas Sumatera Utara
maksimum sebesar Rp 15.350.754.000.000 dihasilkan oleh PT Gajah Tunggal
Tbk pada tahun 2013. Untuk nilai aset total minimum yang dimiliki PT Alam
Karya Unggul Tbk sebesar Rp 10.582.842.395 pada tahun 2012 karena
perusahaan terus mengalami kerugian sehingga laba ditahan telah menjadi defisit
selama tahun 2011 sd 2013. Pada tahun 2013, nilai total aset perusahaan telah
mengalami peningkatan menjadi Rp 45.208.352.407 dikarenakan adanya
penambahan aset tetap melalui entitas anak dengan sumber pembiayaan yang
berasal dari hutang dan penerbitan surat berharga. Untuk nilai aset total
maksimum yang dimiliki PT Gajah Tunggal Tbk sebesar Rp 15.350.754.000.000
pada tahun 2013 dikarenakan perusahaan mengeluarkan tambahan surat hutang
obligasi sebesar USD 500.000.000 yang digunakan untuk operasional perusahaan.
Untuk variabel pengungkapan going concern (GC), default hutang (DEFAULT),
opini audit tahun sebelumnya (OPINI) dan skala auditor (KAP) tidak
diikutsertakan dalam perhitungan statistik deskriptif karena variabel-variabel
tersebut merupakan variabel Dummy yang menggunakan skala nominal. Skala
nominal merupakan skala pengukuran kategori atau kelompok (Ghozali, 2013).
Angka ini hanya berfungsi sebagai label kategori semata tanpa nilai intrinsik dan
tidak memiliki arti apa-apa. Oleh sebab itu, tidaklah tepat menghitung nilai ratarata dan standar deviasi dari variabel-variabel tersebut.
Pada Tabel 5.2 disajikan pengelompokkan perusahaan yang menerima
pengungkapan
going
concern
(GC)
dan
perusahaan
yang
menerima
pengungkapan non going concern (NGC). Tabel tersebut memberikan deskripsi
atas jumlah perusahaan manufaktur yang mengalami financial distress mulai dari
tahun 2011 – 2013 yang diberikan pengungkapan going concern dalam opini
Universitas Sumatera Utara
auditnya karena dalam pertimbangan auditor terdapat ketidakpastian atau
ketidakmampuan yang signifikan mengenai kelanjutan atau kelangsungan hidup
perusahaan di masa mendatang.
Tabel 5.2
Kelompok Financial Distress
KELOMPOK
JUMLAH PERUSAHAAN
2011
2012
2013
Going Concern (GC)
7
8
7
Non Going Concern (NGC)
21
20
21
Jumlah Perusahaan
28
28
28
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 4
GRAND
TOTAL
22
62
84
Berdasarkan Tabel 5.2 di atas, dapat diketahui bahwa perusahaan
manufaktur financial distress yang menerima pengungkapan going concern
adalah 25% (2011), 29% (2012) dan 25% (2013).
Untuk hasil pengujian statitistik deskriptif atas variabel independen DEFAULT,
OPINI dan KAP ditunjukkan dengan menggunakan tabel distribusi frekuensi pada
Tabel 5.3 berikut ini.
Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi
Pengungkapan Going Concern
Non Going
Concern
Default Hutang tidak default
Count
% of Total
status debt default Count
Total
Opini Audit
Tahun
Sebelumnya
Total
Going
Concern
Total
49
0
49
58.3%
.0%
58.3%
13
22
35
% of Total
Count
15.5%
62
26.2%
22
41.7%
84
% of Total
73.8%
26.2%
100.0%
59
2
61
70.2%
2.4%
72.6%
3
20
23
% of Total
Count
3.6%
62
23.8%
22
27.4%
84
% of Total
73.8%
26.2%
100.0%
opini NGC
sebelumnya
Count
opini GC tahun
sebelumnya
Count
% of Total
Universitas Sumatera Utara
Lanjutan Tabel 5.3
Distribusi Frekuensi
Pengungkapan Going Concern
Non Going
Concern
Skala Auditor
KAP bukan big four Count
% of Total
KAP big four
Total
Count
Going
Concern
Total
47
19
66
56.0%
22.6%
78.6%
15
3
18
% of Total
Count
17.9%
62
3.6%
22
21.4%
84
% of Total
73.8%
26.2%
100.0%
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 4
Pada Tabel 5.3 diketahui bahwa selama tahun 2011-2013, sampel
perusahaan manufaktur financial distress yang menerima pengungkapan going
concern sebanyak 22 sampel (26,2%) sedangkan sisanya sebanyak 62 sampel
(73,8%) menerima pengungkapan non going concern. Dari 84 sampel perusahaan
manufaktur financial distress, 35 perusahaan (41,7%) mengalami default hutang
dan sisanya 49 perusahaan (58,3%) tidak mengalami default hutang. Selanjutnya,
dari 84 sampel perusahaan manufaktur financial distress, 23 perusahaan (27,4%)
menerima pengungkapan going concern dalam opini audit tahun sebelumnya dan
sisanya sebanyak 61 perusahaan (72,6%) tidak menerima pengungkapan going
concern dalam opini audit tahun sebelumnya. Terakhir, dari 84 sampel perusahaan
manufaktur financial distress, 18 perusahaan (21,4%) menggunakan jasa KAP big
four dan sisanya sebanyak 66 perusahaan (78,6%) menggunakan jasa KAP non
big four.
5.2. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis data regresi logistik. Model
regresi logistik dirancang untuk menguji apakah probabilitas terjadinya variabel
Universitas Sumatera Utara
dependen dapat diprediksi dengan variabel independennya, jika asumsi
multivarite normal distribution tidak dipenuhi (Ghozali, 2013).
5.2.1. Pengujian Asumsi Klasik
Pengujian data pada penelitian ini terdiri dari:
1. Uji asumsi klasik
2. Pengujian hipotesis
Uji asumsi klasik perlu dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian hipotesis
dijalankan. Untuk model regresi logistik, tidak perlu melakukan uji normalitas dan
uji heteroskedastisitas sehingga uji asumsi klasik yang dilakukan meliputi:
1. Uji Multikolinearitas
2. Uji Autokorelasi
5.2.1.1. Uji Multikolinieritas
Menurut Ghozali (2013), uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji
apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara
variabel-variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi, maka
variabel tersebut tidak ortogonal, artinya variabel independen yang nilai korelasi
antar sesama variabel independen tidak sama dengan nol.
Dalam penelitian ini, gejala multikolinieritas dapat dideteksi dengan
menganalisis matriks korelasi antar variabel independen dan perhitungan nilai
Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.4
Hasil Uji Multikolinieritas
Model
Opini
Audit
Proporsi
Ukuran
Skala
Default
Komisaris
Pertumbuhan
Kondisi
Auditor
Hutang
Independen
Perusahaan
Keuangan
1 Correla Skala Auditor
Tahun
Perusaha Sebelumn
an
ya
1.000
.193
.014
.078
.450
-.600
.105
.193
1.000
-.079
-.020
.253
-.341
-.575
.014
-.079
1.000
.001
-.122
.081
-.162
Perusahaan
.078
-.020
.001
1.000
-.201
.137
.010
Kondisi Keuangan
.450
.253
-.122
-.201
1.000
-.674
.333
-.600
-.341
.081
.137
-.674
1.000
-.061
.105
-.575
-.162
.010
.333
-.061
1.000
Covari Skala Auditor
.006
.001
.000
6.988E-6
.001
-.003
.001
ances
.001
.006
-.001
-1.798E-6
.001
-.002
-.004
.000
-.001
.051
2.912E-7
-.001
.001
-.003
6.988E-6
-1.798E-6
2.912E-7
1.302E-6
-7.657E-6
.001
.001
-.001
-7.657E-6
.001
-.001
.001
-.003
-.002
.001
1.039E-5
-.001
.004
.000
.001
-.004
-.003
1.052E-6
.001
.000
.008
tions
Default Hutang
Proporsi Komisaris
Independen
Pertumbuhan
Ukuran Perusahaan
Opini Audit Tahun
Sebelumnya
Default Hutang
Proporsi Komisaris
Independen
Pertumbuhan
Perusahaan
Kondisi Keuangan
Ukuran Perusahaan
1.039E-5 1.052E-6
Opini Audit Tahun
Sebelumnya
a. Dependent Variable: Pengungkapan Going Concern
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 5
Dari hasil pengujian yang tertera pada Tabel 5.4 dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi gejala multikolinieritas antar variabel independen. Gejala
multikolinieritas terjadi apabila nilai korelasi antar variabel independen lebih
besar dari 0,90 (Ghozali, 2013). Matriks korelasi memperlihatkan bahwa hanya
variabel kondisi keuangan yang mempunyai korelasi paling tinggi dengan variabel
ukuran perusahaan dengan tingkat korelasi -0,674 atau sekitar 67,4%. Oleh karena
korelasi ini masih berada di bawah 90% maka dapat disimpulkan tidak terjadi
multikolinieritas yang serius.
Universitas Sumatera Utara
Multikolinieritas juga dapat dideteksi melalui perhitungan nilai Tolerance
dan VIF. Nilai tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih
yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang
rendah sama dengan nilai VIF yang tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cut
off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai
tolerance ≤ 0,10 atau sama dengan nilai VIF ≥ 10.
Berikut Tabel 5.5 menunjukkan nilai Tolerance dan Variance Inflation
Factor (VIF).
Tabel 5.5
Nilai Tolerance dan VIF
Model
Collinearity Statistics
Tolerance
VIF
1(Constant)
Proporsi Komisaris Independen
.915
1.093
Default Hutang
.415
2.410
Kondisi Keuangan
.367
2.725
Pertumbuhan Perusahaan
.895
1.118
Opini Audit Tahun Sebelumnya
.386
2.592
Ukuran Perusahaan
.404
2.473
Skala Auditor
.599
1.669
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 5
Jika dilihat dari Tabel 5.5 menunjukkan bahwa tidak terdapat variabel
independen yang memiliki nilai tolerance yang kurang dari 0,10 sehingga tidak
ada korelasi antar variabel independen yang nilainya lebih kecil dari 95%.
Demikian juga, hasil perhitungan VIF tidak menunjukkan adanya variabel
independen yang memiliki nilai VIF lebih besar dari 10.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa variabel proporsi
komisaris
independen,
default
hutang,
kondisi
keuangan,
pertumbuhan
perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan dan skala auditor
lolos dari uji gejala multikolinieritas.
5.2.1.2. Uji Autokorelasi
Menurut Ghozali (2013), uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode
t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan adanya problem
autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual (kesalahan
pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi lainnya, dimana sering
ditemukan
pada
data
time
series
karena
gangguan
pada
seseorang
individu/kelompok cenderung mempengaruhi gangguan pada individu/kelompok
yang sama pada periode berikutnya.
Biasanya run test digunakan untuk menguji apakah antar residual terdapat
korelasi yang tinggi. Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka
dikatakan residual adalah acak/random.
H 0 : residual (res_1) random (acak)
H 1 : residual (res_1) tidak random
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.6
Hasil Uji Autokorelasi
Runs Test
Difference
between
observed and
predicted
probabilities
a
Test Value
.00000
Cases < Test Value
42
Cases >= Test Value
42
Total Cases
84
Number of Runs
35
Z
-1.756
Asymp. Sig. (2-tailed)
.079
a. Median
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 6
Dari Tabel 5.6 di atas, hasil output SPSS menunjukkan bahwa nilai test
adalah 0,00000 dengan probabilitas 0,079 lebih besar dari 0,05 yang berarti
hipotesis nol diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai residual random
atau tidak terjadi autokorelasi antar nilai residual.
5.2.2 Pengujian Hipotesis Penelitian
5.2.2.1. Uji Keseluruhan Model (Overall Model Fit)
Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai antara -2 Log
Likelihood (-2LL) awal (Block Number=0) dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL)
akhir (Block Number=1). Nilai -2LL awal pada Block Number=0 dan nilai -2LL
akhir pada Block Number=1 dapat dilihat pada tabel berikut.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 5.7
Nilai -2 Log Likelihood (-2LL Awal)
Iteration Historya,b,c
Iteration
Coefficients
-2 Log likelihood
Step 0
Constant
1
96.722
-.952
2
96.607
-1.035
3
96.607
-1.036
4
96.607
-1.036
a. Constant is included in the model.
b. Initial -2 Log Likelihood: 96.607
c. Estimation terminated at iteration number 4
because parameter estimates changed by less than
.001.
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 7
Tabel 5.8
Nilai -2 Log Likelihood (-2LL Akhir)
Iteration Historya,b,c,d
Iteration
Coefficients
-2 Log
likelihood Constant DCOMM DEFAULT ZSCORE EATGR OPINI
SIZE
KAP
Step 1
1
2
39.987
1.679
.641
.774
-.013
-.004
2.586
-.325
-.100
28.885
4.602
1.910
1.794
-.063
-.009
2.973
-.699
-.401
3
24.278
5.344
4.206
3.007
-.218
-.015
2.886
-.914
-1.005
4
22.233
4.262
6.615
4.401
-.426
-.023
2.800
-.994
-1.582
5
21.442
3.347
7.961
5.905
-.589
-.033
2.785
-1.069
-1.979
6
21.189
2.355
8.214
7.261
-.679
-.044
2.807
-1.100
-2.224
7
21.116
1.232
8.123
8.370
-.708
-.047
2.816
-1.094
-2.316
8
21.090
.200
8.101
9.386
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
9
21.081
-.803
8.100
10.388
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
10
21.077
-1.804
8.100
11.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
11
21.076
-2.804
8.100
12.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
12
21.076
-3.804
8.100
13.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
13
21.076
-4.804
8.100
14.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
14
21.075
-5.804
8.100
15.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
15
21.075
-6.804
8.100
16.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
16
21.075
-7.804
8.100
17.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
17
21.075
-8.804
8.100
18.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
18
21.075
-9.804
8.100
19.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
19
21.075
-10.804
8.100
20.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
20
21.075
-11.804
8.100
21.389
-.711
-.048
2.817
-1.092
-2.328
a. Method: Enter
b. Constant is included in the model.
c. Initial -2 Log Likelihood: 96.607
d. Estimation terminated at iteration number 20 because maximum iterations has been reached. Final
solution cannot be found.
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 7
Universitas Sumatera Utara
Dari Tabel 5.7 dan 5.8 dapat dilihat bahwa -2 Log Likelihood (-2LL) awal
(Block Number=0) dimana model yang masih hanya memasukkan konstanta
memperoleh nilai sebesar 96,607. Setelah model memasukkan konstanta dan
variabel independen, nilai -2 Log Likelihood (-2LL) akhir (Block Number=1)
turun menjadi 21,075. Hal ini berarti nilai -2 Log Likelihood (-2LL) awal (Block
Number=0) lebih besar dibandingkan dengan nilai -2 Log Likelihood (-2LL) akhir
(Block Number=1) dengan selisih penurunan nilai sebesar 96,607 – 21,075 =
75,532. Sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi menjadi layak dan lebih
baik atas dasar kaidah Likelihood pada regresi logistik mirip dengan pengertian
“sum of square error” pada model regresi biasa.
Tabel 5.9
Uji Omnibus
Omnibus Tests of Model Coefficients
Chi-square
Step 1
df
Sig.
Step
75.531
7
.000
Block
75.531
7
.000
Model
75.531
7
.000
Sumber: Hasil Analisa Data, Lampiran 7
Pada Tabel 5.9 mengenai Uji Omnibus (Omnibus Tests of Model
Coefficients) dapat dilihat bahwa nilai Chi-Square sebesar 75,531 dengan
signifikansi 0,000 lebih kecil dari 0,005 menunjukkan bahwa variabel-variabel
independen (proporsi komisaris independen, default hutang, kondisi keuangan,
pertumbuhan perusahaan, opini audit tahun sebelumnya, ukuran perusahaan dan skala
auditor) secara simultan berpengaruh terhadap pengungkapan going concern pada
perusahaan manufaktur financial distress.
Universitas Sumatera Utara
5.2.2.2. Uji Kesesuaian Model (Goodness of Fit Test)
Pengujian kesesuaian model dengan Hosmer and Lemeshow’s goodness of
fit test statitic bertujuan untuk menilai model yang dihipotesiskan agar data
empiris cocok atau sesuai dengan model. Jika nilai statistik Hosmer and
Lemeshow’s goodness of fit test sama dengan atau kurang dari 0,05 maka
hipotesis nol ditolak, yang berarti model yag dihipotesiskan tidak fit dengan data
atau terdapat perbedaan signifikan antara model dengan nilai observasinya.
Sedangkan jika nilainya lebih besar dari 0,05 maka hipotesis nol diterima, yang
berarti model mampu memprediksikan nilai observasinya atau fit dengan data.
Tabel 5.10
Hosmer and Lemeshow’s Goodness of Fit Test
Hosmer and Lemeshow Test
Step
1
Chi-square
4.38