Penjatuhan Sanksi Pidana Dibawah Batas Minimum Ancaman Hukuman Bagi Anak Pelaku Tindak Pidana Narkotika

52

BAB II
PENGATURAN HUKUMAN BAGI ANAK DIBAWAH UMUR
PELAKUTINDAK PIDANA NARKOTIKA

A.Tindak Pidana Narkotika
1. Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh
aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana.Istilah tindak pidana berasal dari
istilah yang dikenal dengan hukum pidana Belanda yaitu strafbaarfeit, terkadang pula
juga menggunakan istilah delict yang berasal dari bahasa latin, delictum. Hukum
pidana negara-negara Anglo-Saxon menggunakan istilah offense atau crimimal act
untuk maksud yang sama. 40
Istilah offense, crimimal act oleh negara-negara Eropa Kontinental dikenal
dengan istilah strafbaarfeit atau delict ketika diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia memberikan keberagaman istilah. Keberagaman ini muncul baik dalam
perundang-undangan maupun dalam berbagai literatur hukum yang ditulis oleh para
pakar. Pada dasarnya istilah strafbaarfeit dijabarkan secara harfiah terdiri dari 3 (tiga)
kata. Straf yang diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Kata baar diterjemahkan
dengan dapat dan boleh. Kata feitditerjemahkan dengan tindak, peristiwa,pelanggaran


40

Andi Hamzah, Asas-Asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), hal. 86.

36
Universitas Sumatera Utara

53

dan perbuatan. Maka istilah strafbaarfeit secara singkat dapat diartikan suatu
perbuatan yang dapat dihukum.
Istilah strafbaar feit dapat diartikan sebagai berikut, yaitu:
a.

Tindak pidana.

b.

Peristiwa pidana.


c.

Delik.

d.

Pelanggaran pidana.

e.

Perbuatan yang boleh dihukum.

f.

Perbuatan yang dapat dihukum.

g.

Perbuatan pidana.

Menurut Simons, strafbaarfeit adalah kelakuan yang diancam dengan pidana,

bersifat melawan hukum, dan berhubung dengan kesalahan yang dilakukan oleh orang
yang mampu bertanggung jawab. Sedangkan Van Hamel mengatakan “strafbaarfeit
adalah kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang-undang, bersifat melawan
hukum, patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

41

Suatu tindak pidana tidak dapat dikatakan tindak pidana apabila tidak memuat
unsur-unsur yang memenuhi tindakan atau peristiwa itu sebagai suatu tindakan pidana.
Unsur-unsur tindak pidana dapat dilihat dari dua sisi yaitu dari sudut teoritis dan

41

Ibid,hal,55.

Universitas Sumatera Utara

54


undang-undang. Dilihat dari sudut teoritis, tindak pidana itu dikatakan tindak pidana
adalah sesuai dengan menurut para pakar-pakar. Berikut menurut beberapa pakar,
menurut Moeljatno, unsur tindak pidana adalah :
a.

Perbuatan.

b.

Yang dilarang (oleh aturan hukum).

c.

Ancaman pidana (bagi yang melanggar larangan).
Satochid Kartanegara menyebutkan bahwa unsur-unsur tindak pidana terbagi

dari 2 (dua) unsur yaitu unsur objektif dan unsur batin. Unsur objektif adalah unsurunsur yang terdapat di luar diri manusia yaitu berupa suatu tindak tanduk. Jadi suatu
tindakan suatu akibat tertentu (een bepaalde gevolg) dan berupa keadaan
(omstendingheid) yang semuanya dilarang dan diancam dengan hukuman oleh

undang-undang.
Adapun unsur subjektif adalah unsur yang terdapat pada diri pembuat atau in
de daderaan wezig. Unsur-unsur subjektif ini berupa hal yang dipertanggungjawabkan
sesorang terhadap perbuatan yang telah dilakukan (toerekeningswat baarheid) dan
kesalahan seseorang (schuld). Yang dimaksud dengan toerekeningswat baarheid
adalah hal dapat dipertanggungjawabkan seseorang terhadap perbuatan yang telah
dilakukannya.

Universitas Sumatera Utara

55

2.Pengertian Narkotika
Di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, tindak
pidana narkotika digolongkan kedalam tindak pidana khusus karena tidak disebutkan
didalam KUHP, pengaturannya pun bersifat khusus. Istilah narkotika bukan lagi istilah
asing bagi masyarakat mengingat begitu banyaknya berita baik dari media cetak
maupunelektronik

yang


memberitakan

tentang

kasus-kasus

mengenai

narkotika.Narkotika atau nama lazim yang diketahui oleh orang awam berupa narkoba
tidak selalu diartikan negatif, didalam ilmu kedokteran narkotika dengan dosis yang
tepat digunakan sebagai obat bagi pasien. Selain narkoba, istilah lain yang
diperkenalkan khususnya oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia adalah
napza yang merupakan singkatan dari narkotika, psikotropikadan zat adiktif. Sudarto
mengatakan bahwa kata narkotika berasal dari perkataan Yunani “narke”, yang berarti
terbius sehingga tidak merasa apa-apa.” “Narkotika adalah zat-zat atau obat yang
dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut
bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral.

42


Dalam defenisi narkotika ini sudah termasuk candu, zat-zat yang dibuat dari
candu (morphine, codein, dan methadone).” Didalam bukunya, Ridha Ma‟roef
mengatakan bahwa narkotika ialah candu, ganja, cocainedan zat-zat yang bahan
mentahnya diambil dari benda-benda termasuk yakni morphine, heroin, codein

42

Adam Chazawi.2002. Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-teori Pemidanaan & Batas
Berlakunya Hukum Pidana: Bagian 1. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. hal. 79.

Universitas Sumatera Utara

56

hashisch dan cocaine. Dan termasuk juga narkotika sintetis yang menghasilkan zatzat, obat yang tergolong dalam hallucinogen dan stimulan.
Sementara menurut Pasal 1 angka 1 UU Narkotika pengertian narkotika
adalah: “zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis
maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran,
hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkanrasa nyeridan dapat menimbulkan

ketergantungan.” Narkotika mengacu pada sekelompok senyawa kimia yang
berbahaya apabila digunakan tidak pada dosis yang tepat. Bahaya itu berupa candu dan
ketagihan yang tidak bisa berhenti. Hal ini dikarenakan di dalam narkotika terkandung
senyawa adiktif yang bersifat adiksi bagi pemakainya.Penggunaan narkotika dapat
menyebabkan hilangnya kesadaran dan si pengguna dapat dengan mudah melupakan
segala permasalahan yang dihadapi. Pemakai dibuat seperti berada diatas awan dan
selalu merasa bahagia. Inilah yang kemudian mendorong banyak orang yang sedang
diliputi masalah beralih mencari kesenangan dengan mengonsumsi obat-obatan
terlarang ini. Pada awalnya, zat narkotika memang diperuntukkan penggunaannya
untuk kepentingan umat manusia khususnya dibidang ilmu pengetahuan dan
pengobatan.
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi, obat-obatan
semacam narkotika juga semakin berkembang pula cara pengolahan dan peredarannya.
Namun belakangan diketahui bahwa zat-zat yang terkandung didalam narkotika
memiliki daya kecanduan yang bisa menimbulkan efek ketergantungan. Dengan

Universitas Sumatera Utara

57


demikian, diperlukan jangka waktu yang agak lama untuk melakukan pengobatan,
pengawasan, dan pengendalian guna menyembuhkan orang yang sudah terikat dengan
narkotika.
Berdasarkan UU Narkotika dapat dibedakan kedalam 3 golongan yaitu:
1) Narkotika Golongan I
Dalam penggolongan narkotika, zat atau obat golongan I mempunyai potensi
yang sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan.Oleh karena itu didalam
penggunaannya hanya diperuntukkan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan
dan tidak dipergunakan dalam terapi. Pengertian pengembangan ilmu pengetahuan,
termasuk didalamnya untuk kepentingan pendidikan, pelatihan, keterampilan dan
penelitian serta pengembangan. Dalam penelitian dapat digunakan untuk kepentingan
medis yang sangat terbatas.
2) Narkotika Golongan II
Narkotika pada golongan ini adalah narkotika yang berkhasiat terhadap
pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat dipergunakan dalam
terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan. Narkotika golongan ini
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan.
3) Narkotika Golongan III
Narkotika golongan ini adalah narkotika yang berkhasiat dalam pengobatan
dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi ringan menyebabkan ketergantungan.

Universitas Sumatera Utara

58

3. Jenis-jenis Tindak Pidana Narkotika
Suatu perbuatan yang dapat dipidana oleh hukum maka di beberapa negara
dianut prinsip harus dipenuhi adanya unsur actus reus yakni unsur esensial dari
kejahatan (physical element) dan mens rea (mental element) yakni keadaan sikap
batin.Actus non facit reumnisi mens sit rea bahwa asas tersebut di atas menyatakan
bahwa suatu perbuatan tidak dapat menjadikan seseorang bersalah bilamana
maksudnya tidak bersalah. 43
Di beberapa negara bahwa perbuatan dan sikap batin seseorang dipersatukan
dan menjadi syarat adanya suatu perbuatan pidana. Pendapat Zainal Abidin Farid
terhadap asas tersebut ialah unsur atus reus harus didahulukan yaitu perbuatan
kriminal (criminal act). Hal ini sesuai dengan syarat pemidanaan (strafvoraus
setzungen) yang mendahulukan adanya perbuatan pidana. Setelah diketahui adanya
perbuatan pidana sesuai rumusan undang-undang barulah diselidiki tentang sikap batin
pembuat. 44

Adanya perkembangan zaman yang mana akan timbul perbuatan-perbuatan
baru dan suatu saat akan dapat menjadi tindak pidana. Perbuatan-perrbuatan baru
tersebut tentu saja tidak dapat dimasukkan begitu saja dalam KUHP, maka
diciptakanlah oleh penguasa berbagai peraturan perundang-undangan yang di
dalamnya memuat tindak pidana baru yang belum ada dalam KUHPdan dalam ini

43

A. Z. Abidin Faird, Hukum Pidana I, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hal. 47.
Siswanti S, Politik Hukum Dalam Undang-Undang Narkotika (UU Nomor 35 Tahun 2009),
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2012), hal. 250.
44

Universitas Sumatera Utara

59

diaturlah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika sebagai bentuk
perubahan terbaru dari undang-undang sebelumnya.
Diadakannya pengaturan tentang tindak pidana narkotika yang bersifat khusus
ini adalah untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang tidak diatur
pengaturannya didalam KUHP, namun dengan pengertian bahwa pengaturan ini masih
tetap dan berada dalam batas-batas yang diperkenankan oleh hukum formil dan
materiil. Penerapan ketentuan pidana khusus ini dimungkinkan karena berdasarkan
azas lex speciais derogate lex generalis yang mengisyaratkan bahwa ketentuan yang
bersifat khusus akan lebih diutamakan dari pada ketentuan yang bersifat umum.
Sebagai suatu perundang-undangan yang bersifat khusus, Undang-Undang
Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika dapat menyimpang dari ketentuan umum
buku I KUHP. Menyimpang dari ketentuan buku I KUHP didasari dari pasal 103
KUHP yang menyebutkan bahwa ketentuan-ketentuan dalam bab I sampai bab VIII
buku ini (KUHP) juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan
perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undangundang ditentukan lain. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika
merupakan peraturan perundang-undangan yang mengatur secara khusus mengenai
tindak pidana narkotika yang secara subyek tindak pidana, strafbaar feit (tindak
pidana), obyek tindak pidananya bahkan pemidanaannya.

Universitas Sumatera Utara

60

Kekhususan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika dapat
dilihat dari sisi hukum materiilnya, yaitu: 45
a.

Terdapat ancaman pidana penjara minimum dan pidana denda minimum dalam
beberapa pasal.

b.

Putusan pidana denda apabila tidak dapat dibayar oleh pelaku tindak pidana
narkotika, dijatuhkan pidana penjara pengganti denda.

c.

Pidana pokok yaitu pidana penjara dan pidana denda bisa dijatuhkan secara
kumulatif.

d.

Pelaku percobaan dan pemufakatan jahat untuk melakukan tindakan pidana
narkotika tertentu, diancam dengan pidana yang sama sesuai dengan ketentuan
sebagaiman diatur dalam pasal-pasal tersebut.

e.

Ancaman pidana terhadap tindak pidana yang dilakukan dengan terorganisir atau
yang dilakukan oleh korporasi, lebih berat.

f.

Terdapat pemberatan pidana bagi pelaku yang melakukan perbuatan tertentu dan
membujuk anak yang belum cukup umur untuk melakukan tindak pidana
narkotika tertentu.

g.

Bagi pecandu narkotika yang telah cukup umur dan dengan sengaja tidak
melaporkan diri diancam pidana, demikian juga terhadap keluarga pecandu
narkotika juga diancam pidana.

45

Suharto, Hukum Pidana Materiil: Unsur-Unsur Objekti Sebagai Dasar Dakwaan, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2002), hal. 28.

Universitas Sumatera Utara

61

h.

Bagi orang tua atau wali pencandu yang belum cukup umur yang sengaja tidak
melapor pidana, sedangkan pecandunarkotika yang belum cukup umur dan telah
dilaporkan oleh orang tua atau walinya tidak dituntut pidana.
Kekhususan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika juga

dapat dilihat dari hukum formilnya, yaitu:
a.

Didalam penyidikan atau sidang pengadilan, saksi atau orang lain dilarang
menyebut nama dan identitas pelapor.

b.

Penyidik memiliki wewenang tambahan dan prosedur yang menyimpang dari
ketentuan KUHAP.

c.

Pemerintah wajib memberikan jaminan dan keamanan perlindungan kepada
pelapor.

d.

Perkara narkotika termasuk perkara yang harus didahulukan penanganannya.

e.

Terdapat prosedur khusus pemusnahan barang bukti narkotika.
Subyek pidana, strafbaar feit (tindak pidana) serta pemidanaan dalam tindak

pidana Narkotika diatur di dalam pasal 111-148 Undang-Undang Nomor 39 Tahun
2009 Tentang Narkotika, sedangkan obyek tindak pidananya diatur di dalam pasal 5
Undang-Undang

Nomor

Undang-Undang

Nomor

39

Tahun 2009

Tentang

Narkotika.Tindak pidana Narkotika dapat diartikan sebagai tindak pidana yang
dilarang berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan
dalam hal ini telah dijelaskan bahwa tindak pidana (strafbaar feit) tersebut diatur di
dalam pasal 111-148 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Universitas Sumatera Utara

62

Perbuatan yang berdasarkan pasal 111-148 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009
Tentang Narkotika tersebut merupakan actus reus yaitu menyangkut perbuatan yang
melawan hukum (unlawful act) sedangkan mens rea mencakup unsur pembuat delik. 46
Perbuatan melawan hukum di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009
Tentang Narkotika dapat 4 (empat) kategori, yaitu:
a.

Kategori pertama, yakni perbuatan-perbuatan berupa memiliki, menyimpan,
menguasai atau menyediakan narkotika dan prekursornarkotika.

b.

Kategori kedua, yakni perbuatan-perbuatan berupa memproduksi, mengimpor,
mengekspor atau menyalurkan narkotika dan prekursornarkotika.

c.

Kategori ketiga, yakni perbuatan-perbuatan berupa menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar atau
menyerahkan narkotika dan prekursornarkotika.

d.

Kategori keempat, yakni perbuatan-perbuatan berupa membawa, mengirim,
mengangkut atau mentransit narkotika dan prekursornarkotika.
Terkait dengan bentuk tindak pidana, berikut jenis-jenis tindak pidana yang

diatur di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 Tentang Narkotika, yaitu: 47
a.

Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika
Kejahatan jual beli mempunyai makna yang luas termasuk ekspor, impor, dan
tukar menukar narkotika. Kejahatan ini diatur dalam pasal 113, pasal 118dan pasal
123 Undang-undang narkotika. Kejahatan yang menyangkut jual beli narkotika
46
47

Siswanto S, Op.Cit, hal. 252.
K. WantjikSaleh, Tindak Pidana Korupsi dan Suap, (Jakarta : Ghalia Indonesia,1983), hal.

26.

Universitas Sumatera Utara

63

antara golongan I, golongan IIdan golongan III terdapat perbedaan sanksi yang
dijatuhkan terhadap pelaku. Kejahatan produksi narkotika golongan I diatur dalam
pasal 113, golongan II diatur dalam pasal 118, golongan III diatur dalam pasal
123.
b.

Kejahatan yang menyangkut pengiriman atau transito narkotika
Kejahatan ini diatur dalam pasal 115 Undang-undang narkotika, dimana kejahatan
ini juga termasuk perbuatan membawa, mengirim, dan mentransito narkotika.
Setiap golongan-golongan narkotika dalam memberikan sanksi terhadap pelaku
kejahatan yang menyangkut pengangkutan atau transito narkotika juga berbedabeda. Hukuman dalam golongan I diatur dalam pasal 115, golongan II diatur
dalam pasal 120, golongan II diatur dalam pasal 125.

c.

Kejahatan yang menyangkut penguasaan narkotika
Undang-undang narkotika ini membedakan antara tindak pidana menguasai
narkotika golongan I dengan tindak pidana menguasai narkotika golongan II dan
III, karena dalam penggolongan narkotika tersebut memiliki fungsi dan akibat
yang berbeda. Kejahatan yang menyangkut penguasaan narkotika antara golongan
I, golongan II, golongan III berbeda-beda dalam menjatuhkan hukuman.
Kejahatan penguasaan narkotika golongan I diatur dalam pasal 111, golongan II
diatur dalam pasal 117, golongan III di atur dalam pasal 122.

d.

Kejahatan yang menyangkut penyalahgunaan narkotika
Tindak pidana penyalahgunaan narkotika dibedakan menjadi dua macam yaitu
perbuatan yang dilakukan untuk diri sendiri dan perbuatan yang dilakukan untuk

Universitas Sumatera Utara

64

orang lain. Tindak pidana penyalahgunaan narkotika tersebut diatur dalam pasal
127 Undang-undang narkotika.
e.

Kejahatan yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika
Undang-undang narkotika menghendaki supaya pecandu narkotika melaporkan
diri atau pihak keluarganya yang melaporkan sesuai dengan pasal 55. Bila hal
tersebut tidak dilakukan, maka perbuatan tersebut merupakan tindak pidana sesuai
dengan ketentuan pasal 128 Undang-undang narkotika.

f.

Kejahatan yang menyangkut label dan publikasi narkotika
Sudah menjadi ketentuan bahwa pabrik obat diwajibkan untuk mencantumkan
label pada kemasan narkotika baik dalam bentuk obat jadi maupun bahan baku
narkotika sesuai dengan pasal 45. Dan ketentuan publikasi diatur dalampasal 46
Undang-undang narkotika dengan syarat harus dilakukan pada media cetak ilmiah
kedokteran atau media cetak ilmiah farmasi. Apabila tidak dilaksanakan demikian
tindak pidana yang diatur dalam pasal 135 Undang-undang Narkotika.
Umumnya, jenis-jenis tindak pidana narkotika dapat dibedakan menjadi

berikut ini: 48
a.

Tindak pidana yang menyangkut penyalahgunaan narkotika
Tindak pidana penyalahgunaan narkotika dibedakan menjadi dua macam yaitu
perbuatannya untuk orang lain dan untuk diri sendiri.

b.

Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli narkotika

48

Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum P:idana Islam, (Jakarta: Hamzah, 2011), hal. 24-25.

Universitas Sumatera Utara

65

Tindak pidana yang menyangkut produksi dan jual beli disini bukan hanya
dalam arti sempit, akan tetapi termasuk pula perbuatan ekspor impor dan tukar
menukar narkotika.
c.

Tindak pidana yang menyangkut pengangkutan narkotika
Tindak pidana dalam arti luas termasuk perbuatan membawa, mengirim,
mengangkut, dan mentrasito narkotika. Selain itu, ada juga tindak pidana
dibidang pengangkutan narkotika yang khusus ditujukan kepada nahkoda atau
kapten penerbang karena tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sebagaimana
diatur dalam pasal 139 UU Narkotika, berbunyi sebagai berikut, nakhoda atau
kapten penerbang yang secara melawan hukum tidak melaksanakan ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 atau pasal 28 dipidana dengan pidana
penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
pidana denda paling sedikit Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling
banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

d.

Tindak pidana yang menyangkut penguasaan narkotika

e.

Tindak pidana yang menyangkut tidak melaporkan pecandu narkotika
Orang tua atau wali memiliki kewajiban untuk melaporkan pecandu narkotika.
Karena jika kewajiban tersebut tidak dilakukan dapat merupakan tindak pidana
bagi orang tua atau wali dan pecandu yang bersangkutan.

f.

Tindak pidana yang menyangkut label dan publikasi

Universitas Sumatera Utara

66

Seperti yang diketahui bahwa pabrik obat diwajibkan mencantumkan label pada
kemasan narkotika baik dalam bentuk obat maupun bahan baku narkotika (pasal
45). Kemudian untuk dapat dipublikasikan pasal 46 UU Narkotika syaratnya
harus dilakukan pada media cetak ilmiah kedokteran atau media cetak ilmiah
farmasi. Apabila tidak dilaksanakan dapat merupakan tindak pidana.
g.

Tindak pidana yang menyangkut penyitaan dan pemusnahan narkotika
Barang yang ada hubungannya dengan tindak pidana dilakukan penyitaan untuk
dijadikan barang bukti perkara bersangkutan dan barang bukti tersebut harus
diajukan dalam persidangan.Status barang bukti ditentukan dalam putusan
pengadilan.Apabila barang bukti tersebut terbukti dipergunakan dalam tindak
pidana maka harus ditetapkan dirampas untuk dimusnahkan. Dalam tindak
pidana narkotika ada kemungkinan barang bukti yang disita berupa tanaman
yang jumlahnya sangat banyak, sehingga tidak mungkin barang bukti tersebut
diajukan kepersidangan semuanya. Dalam hal ini, penyidik wajib membuat
berita acara sehubungan dengan tindakan penyidikan berupa penyitaan,
penyisihandan pemusnahan kemudian dimasukkan dalam berkas perkara.
Sehubungan dengan hal tersebut, apabila penyidik tidak melaksanakan tugasnya
dengan baik merupakan tindak pidana.

h.

Tindak pidana yang menyangkut pemanfaatan anak dibawah umur
Tindak pidana dibidang narkotika tidak seluruhnya dilakukan oleh orang
dewasa, tetapi ada kalanya kejahatan ini dilakukan pula bersama-sama dengan
anak dibawah umur ( belum genap 18 tahun usianya). Oleh karena itu perbuatan

Universitas Sumatera Utara

67

memanfaatkan anak dibawah umur untuk melakukan kegiatan narkotika
merupakan tindak pidana. Secara aktual, penyalahgunaan narkotika sampai saat
ini mencapai tingkat yang sangat memprihatinkan. Hampir seluruh penduduk
dunia

dapat

dengan

mudah

mendapatkan

narkotika,

misalnya

dari

bandar/pengedar yang menjual didaerah sekolah, diskotikdan berbagai tempat
lainnya.Bisnis narkotika telah tumbuh dan menjadi bisnis yang banyak diminati
karena keuntungan ekonomis.
Didalam UU Narkotika telah diatur sedemikian rupa mengenai bentuk
penyalahgunaan narkotika, misalnya dalam pasal 114 Ayat (1) UU Narkotika
menyatakan bahwa: Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan
untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli,
menukaratau menyerahkan narkotika golongan I, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah). Laranganlarangan sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 114 ayat (1) UU Narkotika diatas
menunjukkan bahwa undang-undang menentukan semua perbuatan dengan tanpa
tanpa hak atau melawan hukum untuk menawarkan untuk dijual, menjual, membeli,
menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukaratau menyerahkan narkotika
golongan I karena sangat membahayakan dan berpengaruh terhadap meningkatnya
kriminalitas. Apabila perbuatan-perbuatan tersebut dilakukan oleh seseorang dengan

Universitas Sumatera Utara

68

tanpa hak, maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan penyalahgunaan narkotika atau
merupakan suatu tindak pidana khusus yang dapat diancam dengan sanksi hukum
yang berat.
Ketentuan mengenai sanksi dalam UU Narkotika sangat besar. Sanksi pidana
paling sedikit 4 (empat) tahun penjara sampai 20 (dua puluh) tahun penjara bahkan
pidana mati jika memproduksi narkotika golongan I lebih dari 1 (satu) atau 5 (lima)
kilogram. Denda yang dicantumkan dalam undang-undang narkotika tersebut berkisar
antara Rp.1.000.000,00 (satu juta rupiah) sampai dengan Rp.10.000.000.000,00
(sepuluh milyar rupiah).
4. Unsur-unsur Tindak Pidana Narkotika
Tindak pidana narkotika diatur dalam Bab XV pasal 111 sampai dengan pasal
148 UU Narkotika yang merupakan ketentuan khusus, walaupun tidak disebutkan
dengan tegas dalam UU Narkotika bahwa tindak pidana yang diatur didalamnya
adalah kejahatan, akan tetapi tidak perlu disangsikan lagi bahwa semua tindak pidana
didalam undang-undang tersebut merupakan kejahatan. Alasannya, kalau narkotika
hanya untuk pengobatan dan kepentingan ilmu pengetahuan, maka apabila ada
perbuatan diluar kepentingan-kepentingan tersebut sudah merupakan kejahatan
mengingat besarnya akibat yang ditimbulkan dari pemakaian narkotika secara tidak
sah sangat membahayakan bagi jiwa manusia.Menurut Soedjono Dirjosisworo,
penggunaan narkotika secara legal hanya bagi kepentingan-kepentingan pengobatan
atau tujuan ilmu pengetahuan. Menteri Kesehatan dapat memberi ijin lembaga ilmu

Universitas Sumatera Utara

69

pengetahuan dan atau lembaga pendidikan untuk membeli atau menanam, menyimpan
untuk memiliki atau untuk persediaan ataupun menguasai tanaman papaver, koka dan
ganja.
Di dalam UU Narkotika, perbuatan-perbuatan yang dinyatakan sebagai tindak
pidana adalah sebagai berikut: 49
1.

Menanam, memelihara, memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan
narkotika golongan I dalam bentuk tanaman (Pasal 111).

2.

Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan narkotika golongan I
bukan tanaman (Pasal 112).

3.

Memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan I
(Pasal 113).

4.

Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan I (Pasal 114).

5.

Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika golongan I (Pasal
115).

6.

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika
golongan I terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan I untuk
digunakan orang lain (Pasal 116).

7.

Tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan, menguasaiatau
menyediakan narkotika golongan II (Pasal 117).
49

Chairul Huda. 2011. Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada
Pertanggung Jawaban Pidana Tanpa Kesalahan: tinjauan kritis terhadap tindak pidana dan
pertanggung jawaban pidana, cetakan keempat. Jakarta: Kencana. hal.27.

Universitas Sumatera Utara

70

8.

Tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau
menyalurkan narkotika golongan II (Pasal 118).

9.

Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan narkotika golongan II (Pasal 119).

10.

Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika golongan II
(Pasal 120).

11.

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika
golongan II terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan II untuk
digunakan orang lain (Pasal 121).

12.

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memiliki, menyimpan,
menguasai, atau menyediakan narkotika golongan III (Pasal 122).

13.

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum memproduksi, mengimpor,
mengekspor, atau menyalurkan narkotika golongan III (Pasal 123).

14.

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menawarkan untuk dijual,
menjual, membeli, menerima, menjadi perantara dalam jual beli, menukar, atau
menyerahkan narkotika dalam golongan III (Pasal 124).

15.

Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito narkotika golongan III
(Pasal 125).

16.

Setiap orang yang tanpa hak atau melawan hukum menggunakan narkotika
golongan III terhadap orang lain atau memberikan narkotika golongan III untuk
digunakan orang lain (Pasal 126).

17.

Setiap penyalahguna (Pasal 127 Ayat (1)).

Universitas Sumatera Utara

71

18.

a.

Narkotika golongan I bagi diri sendiri .

b.

Narkotika golongan II bagi diri sendiri.

c.

Narkotika golongan III bagi diri sendiri.

Pecandu Narkotika yang belum cukup umur (Pasal 55 Ayat (1)) yang sengaja
tidak melapor (Pasal 128).

19.

Setiap orang tanpa hak melawan hukum (Pasal 129).
a.

Memiliki, menyimpan, menguasai, atau menyediakan prekursornarkotika
untuk pembuatan narkotika.

b.

Memproduksi,

mengimpor,

mengekspor,

atau

menyalurkan

prekursornarkotika untuk pembuatan narkotika.
c.

Menawarkan untuk dijual, menjual, membeli, menerima, menjadi perantara
dalam jual beli, menukar, atau menyerahkan prekursor narkotika untuk
pembuatan narkotika.

d.

Membawa, mengirim, mengangkut, atau mentransito prekursornarkotika
untuk pembuatan narkotika.

Sedangkan untuk sanksi pidana dan pemidanaan terhadap tindak pidana
Narkotika adalah sebagai berikut:
1.

Jenis sanksi dapat berupa pidana pokok (denda, kurungan, penjara dalam waktu
tertentu/seumur hidup, dan pidana mati), pidana tambahan (pencabutan izin
usaha/pencabutan hak tertentu), dan tindakan pengusiran (bagi warga Negara
asing).

Universitas Sumatera Utara

72

2.

Jumlah/lamanya

pidana

bervariasi

untuk

denda

berkisar

antara

Rp

800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) sampai Rp 10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) untuk tindak pidana narkotika, untuk pidana penjara
minimal 4 tahun sampai 20 tahun dan seumur hidup.
3.

Sanksi pidana pada umumnya (kebanyakan) diancamkan secara kumulatif
(terutama penjara dan denda).

4.

Untuk tindak pidana tertentu ada yang diancam dengan pidana minimal khusus
(penjara maupun denda).

5.

Adapemberatan pidana terhadap tindak pidana yang didahului dengan
permufakatan jahat, dilakukan secara terorganisasi, dilakukan oleh korporasi
dilakukan dengan menggunakan anak belum cukup umur, dan apabila ada
pengulangan (recidive).
Kebijakan kriminalisasi dari UU Narkotika tampaknya tidak terlepas dari

tujuan dibuatnya undang-undang itu, antara lain:

50

1.

Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika/ psikotropika.

2.

Memberantas peredaran gelap narkotika/psikotropika.
Oleh karena itu, semua perumusan delik dalam UU Narkotika terfokus pada

penyalahgunaan dari peredaran narkobanya (mulai dari penanaman, produksi,
penyaluran, lalu lintas, pengedaran sampai ke pemakaiannya, termasuk pemakaian
pribadi, bukan pada kekayaan (property/assets) yang diperoleh dari tindak pidana
“narkobanya”nya itu sendiri.Dalam ilmu hukum pidana, orang telah berusaha
50

Ibid,hal.45.

Universitas Sumatera Utara

73

memberikan penjelasan tentang siapa yang harus dipandang sebagai pelaku suatu
tindak pidana. Van Hamel telah mengartikan pelaku dari suatu tindak pidana dengan
membuat suatu definisi bahwa pelaku tindakpidana itu hanyalah dia, yang tindakannya
atau kealpaannya memenuhi semua unsur dari delik seperti yang terdapat di dalam
rumusan delik yang bersangkutan, baik yang telah dinyatakan secara tegas maupun
yang tidak dinyatakan secara tegas. Jadi pelaku itu adalah orang yang dengan
seseorang diri telah melakukan sendiri tindak pidana yang bersangkutan”.
3) Pembajakan di laut, di pantai, di pesisir dan di sungai yang dilakukan dalam
keadaan seperti tersebut dalam pasal 444 KUHP.
a.Pidana penjara
Pidana penjara adalah adalah untuk sepanjang hidup atau sementara waktu
(pasal 12 KUHP). Lamanya hukuman penjara untuk sementara waktu berkisar antara 1
hari sedikit-dikitnya dan 15 tahun berturut-turut paling lama. Akan tetapi dalam
beberapa hal lamanya hukuman penjara sementara itu dapat ditetapkan sampai
20tahun berturut-turut. Maksimum lima belas tahun dapat dinaikkan menjadi dua
puluh tahun apabila:

1) Kejahatan diancam dengan pidana mati.
2) Kejahatan diancam dengan pidana penjara seumur hidup.
3) Terjadi perbuatan pidana karena adanya perbarengan, recidive atau karena yang
ditentukan dalam pasal 52 dan 52 bis KUHP.
4) Karena keadaan khusus, seperti misalnya pasal 347 Ayat (2), pasal 349 KUHP.

Universitas Sumatera Utara

74

Pidana penjara selama waktu tertentu sekali-sekali tidak boleh lebih dari dua
puluh tahun. Hal ini hendaknya benar-benar diperhatikan oleh pihak yang
berwenang memutus perkara. Untuk menghindari kesalahan fatal ini para penegak
hukum harus benar-benar mengindahkan/memperhatikan asas-asas dan peraturanperaturan dasar yang telah ditetapkan oleh perundang-undangan pidana kita, yaitu
batas maksimum penjatuhan pidana.
b. Pidana kurungan
Pidana ini seperti halnya dengan hukuman penjara, maka dengan hukuman
kurunganpun, terpidana selama menjalani hukumannya, kehilangan kemerdekaannya.
Menurut pasal 18 KUHP, lamanya hukuman kurungan berkisar antara 1 hari sedikitdikitnya dan 1 tahun paling lama. Pidana kurungan lebih ringan daripada pidana
penjara dan ditempatkan dalam keadaan yang lebih baik, seperti diuraikan sebagai
berikut: 51
1) Terpidana penjara dapat diangkut kemana saja untuk menjalani pidananya,
sedangkan bagi yang terpidana kurungan tanpa persetujuannya tidak dapat
diangkut kesuatu tempat lain diluar daerah tempat ia tinggal pada waktu itu (pasal
21 KUHP).
2) Pekerjaan terpidana kurungan lebih ringan dari pada pekerjaan yang diwajibkan
kepada terpidana penjara (pasal 19 ayat (2)) KUHP.

51

Ibid,hal.65.

Universitas Sumatera Utara

75

3) Orang yang dipidana kurungan boleh memperbaiki nasibnya dengan biaya sendiri
(pasal 23 KUHP). Lembaga yang diatur dalam Pasal ini terkenal dengan nama
pistole.
c. Pidana denda
Pidana denda adalah hukuman yang dijatuhkan dengan membayar sejumlah
denda sebagai akibat dari tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang. Hasil dari
pembayaran denda ini disetor ke kas negara. Pidana denda adalah kewajiban seseorang
yang telah dijatuhi pidana denda tersebut oleh Hakim/Pengadilan untuk membayar
sejumlah uang tertentu oleh karana ia telah melakukan suatu perbuatan yang dapat
dipidana. Pidana denda dijatuhkan terhadap delik-delik ringan, berupa pelanggaran
atau kejahatan ringan. Walaupun denda dijatuhkan terhadap terpidana pribadi, tidak
ada larangan jika denda ini secara sukarela dibayar oleh orang atas nama terpidana.
Selanjutnya akan dibahas mengenai pidana tambahan seperti berikut ini:
Pidana tambahan terdiri dari:
1) Pencabutan hak-hak tertentu
Pencabutan hak-hak tertentu adalah pencabutan segala hak yang dipunyai atau
diperoleh orang sebagai warga negara. Pidana tambahan berupa pencabutan hak-hak
tertentu tidak berarti hak-hak terpidana dapat dicabut.Pencabutan tersebut tidak
meliputi pencabutan hak-hak kehidupan, hak-hak sipil (perdata), dan hak-hak
ketatanegaraan. Menurut Vos, pencabutan hak-hak tertentu itu ialah suatu pidana
dibidang kehormatan, berbeda dengan pidana hilang kemerdekaan, pencabutan hakhak tertentu dalam dua hal :

Universitas Sumatera Utara

76

a)

Tidak bersifat otomatis, tetapi harus ditetapkan dengan keputusan hakim.

b) Tidak berlaku seumur hidup, tetapi menurut jangka waktu menurut undangundang dengan suatu putusan hakim.
Hakim boleh menjatuhkan pidana pencabutan hak-hak tertentu apabila diberi
wewenang oleh undang-undang yang diancamkan pada rumusan tindak pidana yang
bersangkutan. Tindak pidana yang diancam dengan pencabutan hak-hak tertentu
dirumuskan dalam pasal 317, 318, 334, 347, 348, 350, 362, 363, 365, 372, 374, 375
KUHP. Sifat hak-hak tertentu yang dicabut oleh hakim tidak untuk selama-lamanya
melainkan dalam waktu tertentu saja, kecuali apabila terpidana dijatuhi hukuman
seumur hidup. Hak-hak yang dapat dicabut telah diatur dalam pasal 35 KUHP.
Sedangkan berapa lama pencabutan-pencabutan hak-hak tertentu itu dapat dilakukan
oleh hakim telah diatur di dalam pasal 38 ayat (1) KUHP.
2) Perampasan barang-barang tertentu
Biasa disebut dengan pidana kekayaan, seperti juga halnya dengan pidana
benda. Dalam pasal 39 KUHP, dijelaskan barang-barang yang dapat dirampas yaitu
barang-barang yang berasal/diperoleh dari hasil kejahatan dan barang-barang yang
sengaja digunakan dalam melakukan kejahatan. Barang-barang yang dapat dirampas
menurut ketentuan pasal 39 ayat (1) KUHP, antara lain:
a)

Benda-benda kepunyaan terpidana yang diperoleh karena kejahatan, misalnya
uang palsu.

Universitas Sumatera Utara

77

b) Benda-benda kepunyaan terpidana yang telah digunakan untuk melakukan suatu
kejahatan dengan sengaja, misalnya pisau yang digunakan terpidana untuk
membunuh.
Sebagaimana prinsip umum pidana tambahan, pidana perampasan barang
tertentu bersifat fakultatif, tidak merupakan keharusan (imperatif) untuk dijatuhkan.
Akan tetapi, ada juga pidana perampasan barang tertentu yang menjadi keharusan
(imperatif), misalnya pada pasal 250 bis (pemalsuan mata uang), pasal 205 (barang
dagangan berbahaya), pasal 275 (menyimpan bahan atau benda, seperti surat dan
sertifikat hutang, surat dagang).
3) Pengumuman putusan hakim.
Di dalam pasal 43 KUHP, ditentukan bahwa apabila hakim memerintahkan
supaya putusan diumumkan berdasarkan kitab undang-undang ini atau aturan yang
lain. Maka harus ditetapkan pula bagaimana cara melaksanakan perintah atas biaya
terpidana. Pidana pengumuman putusan hakim ini merupakan suatu publikasi ekstra
dari suatu putusan pemidanaan seseorang dari pengadilan pidana.Jadi dalam
pengumuman putusan hakim ini, hakim bebas untuk menentukan perihal cara
pengumuman tersebut, misalnya melalui surat kabar, papan pengumuman, radio,
televisi, dan pembebanan biayanya ditanggung terpidana.
B. Pengaturan Hukuman Bagi Anak di Bawah Umur Pelaku Tindak Pidana
Narkotika
1. Pengertian Anak

Universitas Sumatera Utara

78

Anak merupakan generasi muda penerus cita-cita bangsa danmerupakan
sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Anak dalampemaknaan yang
umum mendapat perhatian baik dalam bidang ilmupengetahuan, agama, hukum, dan
sosiologi yang menjadikan pengertian anaksemakin aktual dalam lingkungkan
sosial.Kedudukan anak dalam lingkungan hukum hukum sebagai subjekhukum
ditentukan dari sistem hukum terhadap anak sebagai kelompokmasyarakat yang berada
di dalam status hukum dan tergolong tidakmampu atau di bawah umur. Maksud tidak
mampu karena kedudukan akal dan pertumbuhanfisik yang sedang berkembang dalam
diri anak yang bersangkutan. Meletakkananak sebagai subjek hukum yang lahir dari
proses sosialisasi berbagai nilaikedalam peristiwa hukum pidana maupun hubungan
kotrak yang berada dalamlingkup hukum perdata menjadi mata rantai yang tidak dapat
dipisahkan.Anakmerupakan potensi sumber daya manusia di masa depan. 52
Pengertian anak menurut

ketentuan Undang-undang nomor 3 tahun

1997tentang pengadilan anak pasal 1 angka 1 dan angka 2 perihal ketentuanumum
adalah sebagi berikut :Pasal 1 angka 1Anak adalah orang yang dalam perkara anak
nakal telah mencapai umur 8(delapan) tahun tetapi belum mancapai umur 18 (delapan
belas) tahun danbelum pernah kawin.Pasal 1 angka 2Anak nakal adalah :
a.

anak yang melakukan tindak pidana atau,

52

Pontang Moerad. 2005. Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan Dalam Perkara
Pidana. Jakarta: PT. Alumni.hal,116.

Universitas Sumatera Utara

79

b.

anak yang melakukan tindakan dinyatakan terlarang bagi anak, baikmenurut
peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukumlain yang hidup
dan berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.
Berdasarkan pasal-pasal yang telah ditulis sebagaimana hal diatas, makaapabila

yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan narkotika danpsikotropika masih
belum dewasa, maka yang menjadi acuan adalah Undang-Undang Nomor 3 Tahun
1997 Tentang Pengadilan Anak. Pengertian anak menurut ketentuan undang-undang
nomor 23 tahun 2002tentang Undang -undang Perlindungan anak pasal 1 angka 1
adalah sebagaiberikut :Pasal 1 angka 1Anak adalah seseorang yang belum berusia 18
(delapan belas) tahun,termasuk anak yang masih dalam kandungan.Anak memerlukan
perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhandan perkembangan fisik, mental,
sosial secara utuh yang selaras danseimbang. Maka dari itu, dalam hal pengenaan
sanksi tindak pidana yangdilakukan oleh orang yang dewasa dan orang yang belum
dewasa harusdibedakan.

2.

Proses PemeriksaanBagi Anak di Bawah Umur Pelaku Tindak Pidana
Narkotika
Pemeriksaan perkara anak dilakukan secara tertutup sesuai denganketentuan

pasal 42 ayat (3) Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 tentangPengadilan Anak
(selanjutnya disebut Undang-undang Pengadilan Anak)menyatakan bahwa proses

Universitas Sumatera Utara

80

penyidikan anak wajib dirahasiakan. Olehkarena itu semua tindakan penyidik dalam
rangka penyidikan anak wajibdirahasiakan, dan tanpa ada kecualinya. 53
Upaya hukum ialah suatu usaha setiap pribadi atau badan hukumyang merasa
dirugikan haknya atau atas kepentingannya untuk memperolehkeadilan dan
perlindungan atau kepastian hukum, menurut cara-cara yangditetapkan undangundang.Upaya hukum yang dapat ditempuh, KUHP membedakan upayahukum
menjadi dua, yaitu :
a.

Upaya hukum biasa, upaya hukum biasa terdiri dari tiga bagian (didalam KUHP
hanya diatur mengenai kasasi dan banding), yaitu :
1.

Verzet
Verzet adalah perlawanan terhadap putusan diluarhadirnya terdakwa (verstek)
yang

hanya

menyangkutperampasan

kemerdekaan

terdakwa.Verzet

diajukanpengadilan yang menjatuhkan putusan dalam waktu dan harisesudah
putusan diberitahukan secara sah kepada terdakwa.
2.

Banding.
Banding adalah mohon supaya perkara yang telahdiputus oleh pengadilan
tingkat pertama diperiksa ulang olehpengadilan yang lebih tinggi (tingkat
banding), karena merasabelum puas dengan keputusan pengadilan tingkat
pertama.

53

Koesno Adi, Diversi Tindak Pidana Narkotika Anak, (Malang: Setara Press, 2014), hal. 25.

Universitas Sumatera Utara

81

3.

Kasasi.
Kasasi artinya pembatalan putusan oleh MahkamahAgung (MA). Sedangkan
pengertian pengadilan kasasi ialahpengadilan memeriksa apakah judex factie
tidak salah dalammelaksankan peradilan.

b. Upaya hukum luar biasa untuk upaya hukum luar biasa (istimewa)ada dua :
1.

Rekes Sipil (Peninjauan Kembali).
Kata penijauan kembali diterjemahkan dari kata“herziening”,M. H.
Tirtaamijaya menjelaskan herzieningsebagai berikut : itu adalah sebagai jalan
utnuk memperbaikisuatu putusan yang telah menjadi tetap jadinya tidak
dapatdiubah lagi dengan maksud memperbaiki sesuatu kealpaanhakim yang
merugikan si terhukum, kalau perbaikan itudilakukan maka ia harus
memenuhi syarat, yakni ada sesuatukeadaan yang pada pemeriksaan hakim,
yang tidak diketahuioleh hakim itu, jika ia mengetahui keadaan itu,
akanmemberikan putusan lain.

2.

Dender Verzet.
Dender Verzet terjadi apabila dalam suatu putusanpengadilan merugikan
kepentingan dari pihak ketiga, makapihak ketiga tersebut dapat mengajukan
perlawanan terhadapputusan tersebut. dasar hukumnya adalah 378-384 Rv
danpasal 195 (6) HIR. Dikatakan sebagai upaya hukum luar biasakarena pada
dasarnya suatu putusan hanya mengikat pihakketiga (tapi dalam hal ini, hasil
putusan akan mengikat oranglain/ pihak ketiga, leh sebab itu dikatakan luar

Universitas Sumatera Utara

82

biasa).Denderverzet diajukan ke pengadilan Negeri yang memutusperkara
tersebut pada tingkat pertama.
Setiap pelaku tindak pidana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika tidak membedakan umur pelakunya, karena secara
redaksi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika tidak pernah
mengaturnya. Penerapan sanksi pelaku tindak pidana bagi anak tidak dapat terpisahkan
dengan undang-undang lain seperti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak. 54
Apabila seorang anak melakukan tindak pidana Narkotika dan dikenakan pasal
berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, maka
Hakim berdasarkan Pasal 24 Undang-Undang Pengadilan Anak dapat:
1. Mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang asuh.
2. Menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan
kerja khusus.
3. Menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan
yang bergerak di bidang pendidikan pembinaan dan latihan kerja.
Secara umum jenis pidana yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dengan KUHP tidak jauh berbeda. Secara
prinsip dua aturan tersebut tetap memberikan legitimasi secara hukum terhadap
kemungkinan penjatuhan pidana kepada anak. Perbedaan kedua aturan tersebut adalah
54

Ibid,hal.65.

Universitas Sumatera Utara

83

dalam hal pengaturan jenis pidana terhadap anak adalah tidak adanya mati untuk anak
menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dan tidak
adanya pidana tambahan berupa pengumuman putusan Hakim sebagaimana diatur
dalam Pasal 10 KUHP.
Selanjutnya, apabila seorang anak menjadi pelaku tindak pidana yang dituntut
berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika maka pidana
pokok yang dapa diterapkan adalah: 55
1. Pidana penjara.
2. Pidana kurungan.
3. Pidana denda.
4. Pidana pengawasan.
Berkaitan dengan berat ringannya pidana yang dapat dijatuhkan kepada anak,
apabila seorang anak dibawah umur dituntut berdasarkan Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2009 Tentang Narkotika maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak memberikan pengaturan:
1. Pidana penjara yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal yang melakukan tindak
pidana paling lama ½ (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi
orang dewasa sebagaimana ditentuakan pasal 26 ayat (1).
2. Pidana yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal yang melakukan tindak pidana
yang diancam pidana mati atau pidana (penjara) seumur hidup dapat berupa:

55

Ibid,hal,77.

Universitas Sumatera Utara

84

a. Pidana paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagaimana ditentukan dalam ketentuan
pasal 26 ayat (2) apabila anak telah berumur 12 (dua belas) tahun.
b. Diserahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan pembinaan dan latihan
kerja sebagaimana dalam pasal 24 ayat (1) huruf b, apabila anak belum
mencapai umur 12 (dua belas) tahun.
3. Pidana kurungan yang dapat dijatuhkan terhadap anak nakal sebagaimana dimaksud
dalam pasal 1 angka 2 huruf a paling lama ½ (satu perdua) dari maksimum
ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa sebagaimana ditentukan dalam pasal
27.
4. Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada anak nakal paling banyak ½ (satu per
dua) dari maksimum denda bagi orang dewasa dengan ketentuan apabila dengan
tidak dapat dibayar diganti dengan wajib latihan kerja paling lama 90 (sembilan
puluh) hari kerja dan tiap hari tidak boleh dari 4 (empat) jam kerja sebagaimana
ditentukan dalam pasal 28.
5. Pidana bersyarat dapat dijatuhkan kepada anak nakal apabila pidana penjara yang
dijatuhkan paling lama 2 (dua) tahun sebagaimana ditentukan dalam pasal 29 ayat
(1).
6. Pidana pengawasan dapat dijatuhkan kepada anak nakal yang melakukan tindak
pidana dengan kententuan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua
belas) bulan.

Universitas Sumatera Utara

85

Undang-Undang Nomor 35 Tahun2009 Tentang Narkotika pada dasarnya
menggunakan perumusan tunggal dan kumulatif, akan menjadi suatu permasalahan
apabila perumusan tunggal yang ditetapkan hanya salah satu bentuk dari jenis sanksi
baik yang berupa pidana maupun tindakan. Walaupun perumusan seperti ini memiliki
kelemahan karena bersifat kaku absolut dan bersifat imperatif. Sesungguhnya sistem
permusuan tunggal yang sangat kaku dan absolut dirasakan adanya kontradiksi dengan
ide permasyarakatan karena konsepsi pemasyarakatan berpijak dari ide rehabilitasi,
resosialisasi dan individualisasi pidana. Sistem ini tidak memberi kesempatan kepada
Hakim untuk menerapkan sanksi yang sesuai bagi terdakwa.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika jo.Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak dapat
dikemukakan bahwa sistem perumusan ancaman pidana yang dianut dalam undangundang Narkotika berkaitan dengan penyalahgunaan narkotika yang dilakukan oleh
orang yang belum cukup umur, khususnya yang masuk anak kategori anak nakal
adalah sistem perumusan ancaman pidana secara tunggal. Sistem perumusan ancaman
pidana secara tunggal merupakan sistem perumusan yang bersifat imperatif, artinya
Hakim harus menjatuhkan pidana tersebut. 56
Ketentuan yang tercantum di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika dikaitkan dengan ketentuan pasal 5 Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak maka cukup penyidik yang melakukan tindakan

56

Supramono, G. 2001. Hukum Narkotika Indonesia. Jakarta: Djambatan.hal,23.

Universitas Sumatera Utara

86

dan tidak perlu Hakim menjatuhkan pidana penjara sebagaimana diformulasikan yang
ada di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Dengan demikian,
sifat imperatif dari stetsel sanksi di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009
Tentang Narkotika telah dilanggar di dalam pasal 5 Undang-Undang Pengadilan Anak
yaitu dalam hal penyalahgunaan narkotika itu dilakukan oleh orang yang belum
mencapai umur 8 (delapan) tahun. Berdasarkan ketentuan pasal 5, jo. pasal 22. Jo.
pasal 26 Undang-Undang Pengadilan Anak dapat dipahami bahwa sistem perumusan
ancaman pidana yang ada di Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika tidak lagi bersifat imperatif. Artinya dalam hal penyalahgunaan narkotika
itu dilakukan oleh anak yang belum mencapai umur 8 (delapan) tahun tidak perlu
Hakim tapi cukup penyidik dapat memberikantindakan supaya yang bersalah
dikembalikan kepada orang tuanya, walinya atau orang asuhnya tanpa pidana apapun
atau memerintahkan supaya yang bersalah diserahkan kepada Dinas Sosial tanpa
pidana apapun.
Berkaitan dengan pengaturan tindak pidana narkotika yang dilakukan anak di
bawah umur, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika
menggunakan sistem perumusan ancaman pidana secara indefinite dengan
menggunakan sistem perumusan pidana maksimum. Sistem perumusan ancaman
pidana secara indefinite merupakan sistem perumusan ancaman yang tidak pasti.
Secara teoritis meskipun sistem perumusan ancaman pidana indifinite merupakan

Universitas Sumatera Utara

87

sistem yang dibangun oleh hukum pidana modern sebagai penghargaan atas kebebasan
Hakim di satu sisi dan adanya individualisasi pidana di sisi lain.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat dipahami bahwa pengaturan tindak
pidana Narkotika yang dilakukan oleh anak di bawah umur pada dasarnya tidak diatur
secara khusus di dalam Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika,
akan tetapi penerapan sanksinyaselalu dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1997 Pengadilan Anak. Baik pidana pokok yang ditetapkan kepada seorang
anak pelaku tindak pidana narkotika serta besar maupun ringannya pidana yang
dijatuhkan kepada anak adalah tergantung pada Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997
Tentang Pengadilan Anak. Ketetapan ini bukan berarti mengabaikan Undang-Undang
Nomor 35 tahun 2009 Tentang Narkotika, akan tetapi meletakkan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak sebagai bentuk dari pelaksanaan
lanjutan pengaturan yang ada di Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 Tentang
Narkotika. 57

57

Sasangka, Hari. 2003. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana. Bandung: Mandar
Maju.hal,28.

Universitas Sumatera Utara