Uji Antidiabetes Ekstrak Etil Asetat Daun Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis, Jacq.) Terhadap Mencit Jantan Chapter III V

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode penelitian ini yang dilakukan dalam penelitian ini adalah secara
eksperimentalmeliputi pengumpulan sampel, identifikasi sampel, pengolahan
sampel, pembuatan pereaksi, pemeriksaan karakteristik simplisia, pembuatan
ekstrak, skrining fitokimia simplisia dan ekstrak, penyiapan hewan percobaan,
pembuatan larutan dan suspensi, serta pengujian ekstrak etil asetat daun kelapa
sawit terhadap penurunan kadar glukosa darah dengan menggunakan metode
toleransi glukosa dan induksi aloksan pada mencit jantan. Data yang diperoleh
selanjutnya dianalisis dengan program SPSS (Statistical Product and Service
Solution ) menggunakan analisis ANAVA kemudian dilanjutkan dengan Post-Hoc
Tukey.

3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas
laboratorium, blender (Philips), aluminium foil, glukometer dan strip glukotes
(EasyTouch®GCU), lemari pengering, mortir dan stamper,neraca hewan (Presica
Geniweigher GW-1500), neraca listrik (Mettler Toledo), oral sonde, rotary
evaporator, stopwatch, penangas air, dan spuit 1ml.


3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan
tumbuhan dan bahan kimia.Bahan tanaman yang digunakan yaitu daun kelapa
sawit (Elaeis guineensis Jacq). Bahan kimia yang digunakan adalah akuades, etil

Universitas Sumatera Utara

asetat destilasi, metanol, asam sulfat pekat, asam klorida 2N, asam klorida pekat,
kloroform, LP Mayer, LP Dragendorff, LP Bouchardat, eter minyak tanah, serbuk
seng, serbuk magnesium, LP Molisch, isopropanol, FeCl3 1%, LP LiebermannBurchard, natrium sulfat anhidrat, Na CMC (NatriiCarboxy Methyl Cellulose),
aloksanmonohidrat (Sigma Aldrich), larutan NaCl 0,9%, glukosa, tablet
glibenklamid (Indofarma), dan tablet metformin (Hexpharm).

3.3 Penyiapan Sampel
3.3.1 Pengumpulan sampel
Pengumpulan

bahan

tumbuhandilakukan


secara

purposif,

tanpa

membandingkan dengan tumbuhan lain. Sampel diambil dari PTPN IITanjung
Garbus Lubuk Pakam. Sampel yang diambil adalah daun kelapa sawit pelepah ke
3-4 dari bawah (dekat dengan buah) yang masih dalam keadaan baik dengan helai
daun berwarna hijau usia dewasa, tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda.
3.3.2 Identifikasi sampel
Identifikasi sampel dilakukan di laboratorium “Herbarium Bogoriense”
Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sumatera Utara Medan dan telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya
(Bate’e, 2013).
3.3.3 Pengolahan sampel
Daun dipisahkan dari lidinya selanjutnya sampel dibersihkan dari
pengotor, dicuci hingga bersih, ditiriskan, dipotong menjadi ukuran yang kecil,
kemudian ditimbang. Selanjutnya daun tersebut dikeringkan dalam lemari

pengering hingga kering. Daun yang telah kering dapat ditandai dengan
peremasan, dimana daun yang telah kering akan rapuh. Simplisia yang telah

Universitas Sumatera Utara

kering ditimbang. Kemudian diblender menjadi serbuk yang agak halus lalu
dimasukkan ke dalam wadah tertutup rapat dan disimpan pada suhu kamar.

3.4Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia
Pemeriksaan karakterisasi simplisiameliputipenetapan kadar air, sari yang
larut dalam air, sari yang larut dalam etanol, abu total dan abu yang tidak larut
dalam asam.
3.4.1 Penetapan kadar air
Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen).
Sebanyak 200 ml toluen dan 2 ml air suling dimasukkan ke dalam labu alas bulat,
dipasang alat penampung dan pendingin, kemudian didestilasi selama 2 jam.
Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air
dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Sebanyak 5 g serbuk
simplisia dimasukkan ke dalam labu yang berisi toluen, dipanaskan hati-hati
selama 15 menit dan setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih

kurang 2 tetes tiap detik, hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan
kecepatan penyulingan hingga 4 tetes tiap detik. Bagian dalam pendingin dibilas
dengan toluen setelah semua air tersuling.Penyulingan dilanjutkan selama 5
menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar.
Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume dibaca dengan ketelitian 0,05
ml. Selisih kedua volume air dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat
dalam bahan yang diperiksa (WHO, 1998).
3.4.2 Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml airkloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling sampai 1 liter) dalam labubersumbat

Universitas Sumatera Utara

sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama, kemudian dibiarkan selama 18
jam, lalu disaring. Sejumlah 20 ml filtrat pertama diuapkan sampai kering dalam
cawan penguap yang berdasar rata yang telah ditara dan sisa dipanaskan pada
suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap.Kadar sari yang larut dalam air dihitung
terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, RI., 1995).
3.4.3 Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml
etanol dalam labu bersumbat sambil dikocok sesekali selama 6 jam pertama,

kemudian dibiarkan selama 18 jam, selanjutnya disaring cepat untuk menghindari
penguapan etanol. Sejumlah 20 ml filtrat diuapkan sampai kering dalam cawan
penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara.Sisa dipanaskan
pada suhu 105oC sampai diperoleh bobot tetap.Kadar sari yang larut dalam etanol
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, RI., 1995).
3.4.4 Penetapan kadar abu total
Sebanyak 2 g serbuk yang telah digerus dan ditimbang seksama
dimasukkan dalam krus porselin yang telah dipijar dan ditara, kemudian
diratakan.Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, didinginkan dan
ditimbang sampai diperoleh bobot tetap.Kadar abu dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan (Depkes, RI., 1995).
3.4.5 Penetapan kadar abu tidak larut dalam asam
Abu yang diperoleh dalam penetapan kadar abu dididihkan dalam 25 ml
asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan
dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan (Depkes, RI., 1995).

Universitas Sumatera Utara


3.5 Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Daun Kelapa Sawit (EEADKS)
Sebanyak 1000 g (10 bagian) serbuk simplisia dimasukkan ke dalam
sebuah bejana, dituangi dengan 7,5 liter (75 bagian) etil asetat, ditutup dan
dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya, sambil sering diaduk. Setelah 5
hari sari diserkai, ampas diperas dan dicuci dengan etil asetat sebanyak 2,5 liter
hingga diperoleh 100 bagian. Sari dipindahkan ke dalam bejana tertutup,
dibiarkan

ditempat

sejuk

dan

terlindung

dari

cahaya


selama

2

hari.Dienaptuangkan dan disaring(Depkes, RI., 1979). Pemekatan ekstrak
dilakukan dengan diuapkan diatas penangas air sampai diperoleh ekstrak kental
etil asetat daun kelapa sawit.

3.6 Skrining FitokimiaSerbuk Simplisia dan Ekstrak
Skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak meliputi pemeriksaan
senyawa golongan alkaloid, flavonoid, tannin, glikosida, saponin, dan
steroid/triterpenoid.
3.6.1 Pemeriksaan alkaloida
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g, ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan
9 ml akuades, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan
disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida. Diambil 3 tabung reaksi, kemudian:
Tabung I

:ditambahkan


2

tetes

pereaksi

Mayerakan

terbentuk

endapanmenggumpal warna putih atau kuning.
Tabung II : ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff akan terbentuk endapan
warna merah atau jingga.
Tabung III : ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat akan terbentuk endapan
warna coklat sampai hitam.

Universitas Sumatera Utara

Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga
dari percobaan di atas.(Depkes RI, 1995).

3.6.2 Pemeriksaan flavonoida
3.6.2.1 Pembuatan larutan percobaan
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g, ditambahkan 10 ml metanol,
direfluksdengan menggunakan pendingin balik selama 10 menit. Kemudian
disaring panas melalui kertas saring berlipat, filtrat diencerkan dengan 10 ml
akuades.Setelah dingin ditambahkan 5 ml eter minyak tanah, dikocok hati-hati
lalu didiamkan.Lapisan metanol diambil, diuapkan pada suhu 40° C di bawah
tekanan.Kemudian sisa dilarutkan dalam 5 ml etil asetat.
3.6.2.2 Percobaan pada larutan percobaan
a. Larutan percobaan sebanyak 1 ml diuapkan hingga kering, sisa dilarutkan
dalam 2 ml etanol 96%, ditambahkan 0,5 mg serbuk seng dan 2 ml asam
klorida 2 N, didiamkan selama 1 menit. Kemudian ditambahkan 10 tetes asam
klorida pekat, jika dalam waktu 2 sampai 5 menit terjadi warna merah intensif
menunjukkan adanya flavonoid (glikosida-3-flavonol).
b. Larutan percobaan sebanyak 1 ml diuapkan hingga kering, sisa dilarutkan
dalam 1 ml etanol 96%, ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 10 ml asam
klorida pekat, jika terjadi warna merah jingga sampai warna merah ungu
menunjukkan

adanya


flavonoid.

Jika

terjadi

warna

kuning

jingga,

menunjukkan adanya flavon dan kalkon (Depkes RI, 1995).
3.6.3 Pemeriksaan glikosida
Sampel 3 g disari dengan 30 ml campuran etanol 96% dan akuades (7:3),
lalu ditambahkan 10 ml asam klorida 2 N, direfluks selama 10 menit, didinginkan,
lalu disaring. Sebanyak 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml akuades dan 25 ml timbal

Universitas Sumatera Utara


(II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari 3 kali
dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3).Lapisan air diambil,
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, diuapkan di atas penangas air sampai tersisa
sedikit, lalu ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molisch, lalu
ditambahkan dengan perlahan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung,
terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula
(glikon) atau glikosida (Depkes RI, 1995).
3.6.4 Pemeriksaan saponin
Sampel ditimbang sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi,
lalu ditambahkan 10 ml air panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat
selama 10 detik. Jika terbentuk busa setinggi 1 sampai 10 cm yang stabil tidak
kurang dari 10 menit dan tidak hilang dengan penambahan 1 tetes asam klorida
2N menunjukkan adanya saponin (Depkes RI, 1995).
3.6.5 Pemeriksaan tanin
Sampel 1 g didihkan denganakuades selama 3 menit, didinginkan dan
disaring, filtrat yang dihasilkan digunakan untuk pemeriksaan tanin. Filtrat
diencerkan sampai tidak berwarna, diambil 2 ml larutan dan ditambahkan 1-2
tetes pereaksi besi (III) klorida 1% b/v. Jika terjadi warna biru kehitaman atau
hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Farnsworth, 1966).
3.6.6 Pemeriksaan triterpenoid/steroid
Sampel ditimbang sebanyak 1 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 20 ml
n-heksana selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan
penguap.Pada

sisa

ditambahkan

beberapa

tetes

pereaksi

Liebermann-

Burchard.Timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroid

Universitas Sumatera Utara

sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid
(Harborne, 1987).
3.7 Penyiapan Hewan Percobaan
Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit
putih jantan dengan berat badan 20-30 g usia sekitar 2-3 bulan. Mencityang
digunakan sebelum digunakan diaklimatisasi terlebih dahulu selama dua minggu
(BPOM RI, 2014).Dua minggu sebelum pengujian dilakukan, hewan percobaan
harus dipelihara dan dirawat dengan sebaik-baiknya pada kandang yang
mempunyai ventilasi baik dan dijaga kebersihannya.Hewan yang sehat ditandai
dengan pertumbuhan yang normal (Depkes RI, 1979).

3.8 Pembuatan Larutan dan Suspensi Pengujian Antidiabetes
3.8.1 Pembuatan larutan glukosa 50%
Sebanyak 50 g glukosa yang telah ditimbang seksama dilarutkan dalam
akuades panas, kemudian volume dicukupkan sampai 100 ml.
3.8.2 Pembuatan larutan aloksan monohidrat 150 mg/kg bb
Sebanyak 150 mg aloksan monohidrat dimasukkan ke dalam labu tentukur
10 ml, dilarutkan dengan larutan NaCl 0,9% dalam keadaan dingin. Volume
dicukupkan sampai garis tanda.
3.8.3 Pembuatan suspensi Na CMC 0,5%
Sebanyak 0,5 g Na CMCditaburkan dalam lumpang panas yang berisi 10
ml akuades panas. Kemudian didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh massa
yang transparan, lalu digerus sampai homogen, diencerkan dengan akuades hangat
dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml kemudian dicukupkan volumenya
dengan akuades hangat hingga 100 ml.

Universitas Sumatera Utara

3.8.4 Pembuatan suspensi glibenklamid 0,65 mg/kg bb
Sebanyak 26 mg serbuk tablet glibenklamid dimasukkan ke dalam lumpang
digerus dan ditambahkan suspensi Na CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil
digerus sampai homogen. Volume dicukupkan hingga 10 ml.
3.8.5 Pembuatan suspensi metformin dosis 65 mg/kg bb
Sebanyak 70 mg serbuk tablet metformin dimasukkan ke lumpang dan
ditambahkan suspensi Na CMC 0,5% sedikit demi sedikit sambil digerus sampai
homogen. Volume dicukupkan hingga 10 ml.
3.8.6 Pembuatan suspensi EEADKS
Pengujian ini akan digunakan 4 variasi dosis yakni dosis 50 mg/kg bb, 75
mg/kg bb, 100 mg/kg bb, dan 125 mg/kg bb. Pembuatan suspensi dilakukan
dengan cara sejumlah 50 mg EEADKS dimasukkan ke dalam lumpang kemudian
tambahkan suspensi CMC Na 0,5% sedikit demi sedikit sambil digerus sampai
homogen hingga 10 ml. Proedur yang sama dilakukan untuk pembuatan suspensi
EEADKS dosis 75, 100 dan 125 mg/kg bb.

3.9 Tahap Pengujian
3.9.1 Penggunaan glukometer “EasyTouchGCU”
Kadar glukosa darah diukur dengan glukometer secara enzimatis. Strip
glukotes dimasukkan ke glukometer sehingga glukometer akan hidup secara
otomatis. Pada layar muncul tanda siap untuk diteteskan darah, kemudian 1 tetes
darah di tentuhkan ke strip glukotes dan akan terserap melalui aksi kapiler. Ketika
wadah terisi penuh oleh darah, alat mulai mengukur kadar glukosa darah.
3.9.2 Pengukuran blood glucose test meter

Universitas Sumatera Utara

Mencit dipuasakan selama 18 jam sebelum percobaan (tidak diberi makan
tetapi tetap diberi minum). Masing-masing mencit diukur dengan mengambil
darah mencit melalui pembuluh darah vena, setelah ekor mencit didesinfektan lalu
ujung ekor digunting secara aseptic, tetesan darah pertama dibuang, tetesan
berikutnya diserapkan pada strip test glukotes yang terpasang pada alat
glukometer (Baroroh, et al., 2011).Sejumlah darah tertentu akan terserap sesuai
dengan kapasitas serap tes strip, dalam waktu 15 detik pada layar tertera kadar
glukosa darah dalam satuan mg/dl.
3.9.3 Pengujian efek antidiabetes EEADKS dengan metode toleransi glukosa
Mencit jantan sebnyak 30 ekor dipuasakan selama 18 jam lalu ditimbang
berat badannya dan diukur kadar glukosa darah (KGD) puasa, dikelompokkan
secara acak menjadi 6 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor
mencit dan diberi perlakuan secaraoral. Kelompok 1 diberi larutan Na-CMC
0,5%, kelompok 2-5 diberi suspensi EEADKS variasi dosis 50, 75, 100, 125
mg/kg dan kelompok 6 diberi glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb.Setiap kelompok
yang telah diberikan sediaan uji, diberikan larutan glukosa 50% dengan dosis 3
g/kg bb per oral setelah 30 menit. Setelah pemberian glukosa, dilakukan
pengukuran KGD mencit menit ke 30, 60, 90, dan 120.
3.9.4 Pengujian efek antidiabetes EEADKSyang dinduksi aloksan
Mencit jantan sebanyak 30 ekor dengan berat badan 20-30 g yang telah
dipuasakan ditimbang berat badannya, diukur kadar glukosa darah puasa,
kemudian masing-masing mencit diinduksi aloksan dosis 150 mg/kg bb secara
intraperitonial (Oguwike, 2013). Mencit diberi makan dan minum seperti biasa,
diamati tingkah laku dan bobot badan mencit. KGD mencit diukur pada hari ke 3,

Universitas Sumatera Utara

mencit dianggap diabetes apabila kadar glukosa darah puasa > 200 mg/dL dan
telah dapat digunakan untuk pengujian (Arifin, et al., 2011).
Mencit diabetes dikelompokkan secara acak menjadi 6 kelompok, masingmasing kelompok terdiri dari 5 ekor dan diberi perlakuan secara oral. Kelompok 1
diberi larutan Na-CMC 0,5 %, kelompok 2-5 diberi diberi suspensi EEADKS
variasi dosis 50, 75, 100, 125 mg/kg bb dan kelompok 6 diberi larutan suspensi
metformin dosis 65 mg/kg bb. Selanjutnya kadar gula darah (KGD) mencit diukur
pada hari ke-3, 5, 7, 9, 11, 13 dan 15 menggunakan alat glukometer
EasyTouch®GCU.

3.10 Analisis data
Data hasil penelitian dianalisis dengan SPSS versi 21, menggunakan
metode analisis variansi (ANAVA) dengan tingkat kepercayaan 95%

dan

dilanjutkan dengan uji Post-Hoc Tukey untuk melihat perbedaan yang nyata antar
perlakuan.

Universitas Sumatera Utara

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tumbuhan
Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Herbarium Medanense(
Medan) Universitas Sumatera Utara, menunjukkan bahwa tumbuhan yang
digunakan

adalah

daun

kelapa

sawit

(Elaeis

guineensis

Jacq.)

suku

Arecaceae.Hasil dapat dilihat pada Lampiran 1, halaman50.

4.2 Hasil Ekstraksi
Ekstraksi serbuk simplisia daun kelapa sawit dilakukan dengan cara
maserasi menggunakan pelarut etil asetat (semi polar). Hasil maserasi dari 1200 g
serbuk simplisia daun kelapa sawit diperoleh ekstrak kental 31,5 g.

4.3Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia Daun Kelapa Sawit
Hasil dari pemeriksaan karakteristikserbuk simplisia daun kelapa sawit
dapat dilihat pada Tabel 4.1 serta perhitungan kadar setiap parameter untuk
karakteristik simplisia dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun kelapa sawit

No.

Parameter

Hasil (%)

1.

Kadar air

6,64

2.

Kadar sari larut air

13,49

3.

Kadar sari larut etanol

16,98

4.

Kadar abu total

3,75

5.

Kadar abu tidak larut asam

0,78

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik simplisia meliputi penetapan kadar air, kadar sari larut air,
kadar sari larut etanol, kadar abu total, kadar abu tidak larut asam dilakukan
dengan tujuan menjamin keseragaman mutu simplisia agar memenuhi persyaratan
standar simplisia. Penetapan kadar air menggambarkan batasan maksimal
kandungan air di dalam simplisia, karena jumlah air yang tinggi dapat menjadi
media tumbuhnya bakteri dan jamur sehingga dapat merusak senyawa yang
terkandung dalam simplisia. Penetapan kadar sari larut air dan etanol dilakukan
untuk memberikan gambaran awal jumlah senyawa yang dapat tersari dengan
pelarut air dan etanol. Penetapan kadar abu total dilakukan dengan tujuan
memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari
proses awal sampai terbentuknya simplisia yang berkaitan dengan senyawa
organik maupun anorganik yang diperoleh secara internal dan eksternal. Kadar
abu tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui jumlah abu yang diperoleh dari
faktor eksternal seperti pasir atau tanah silikat(Febriani, dkk., 2015).

4.4 Hasil SkriningFitokimiaSimplisia dan Ekstrak Etil Daun Kelapa Sawit
Skrining fitokimia terhadap simplisia dan ekstraketil asetat daun kelapa
sawit dilakukan untuk mendapatkan informasi bahwa simplisia dan ekstrak etil
asetat daun kelapa sawit mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu senyawa
golongan alkaloid, flavonoid, saponin, tannindan glikosida.Hasil skrining
simplisia dan ekstrak dapat dilihat pada Tabel 4.2.Kandungan metabolit sekunder
diharapkan mempunyai aktivitas sebagai antidiabetes karena dijumpai senyawa
alkaloid (Prameswari dan Simon, 2014), flavonoid (Pourchel, dkk., 2006),
saponin (Firdous, dkk., 2009), tanin (Ravichandiran, dkk., 2012) yang dapat
menurunkan kadar glukosa darah.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia dan ekstrak etil asetat daun kelapa
sawit
No
1
2
3
4
5
6

Golongan senyawa
Alkaloid
Glikosida
Flavonoid
Tannin
Saponin
Steroid/triterpenoid

Simplisia

Ekstrak etil asetat

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

+

-

Keterangan: (+) = mengandung golongan senyawa metabolit sekunder
(-) = tidak mengandung golongan senyawa metabolit sekunder

4.5 Efek Antidiabetes Ekstrak Etil Asetat Daun Kelapa Sawit
4.5.1 Hasil uji antidiabetes ekstrak etil asetat
sawitmenggunakan metode uji toleransi glukosa

daun

kelapa

Pengujian antidiabetes dengan menggunakan metode uji toleransi glukosa
merupakan uji pendahuluan dan sering digunakan untuk mengetahui kemampuan
dari kelompok uji dalammengembalikan ke keadaan homeostatis setelah kadar
gula meningkat (Syah, 2015). Prinsip kerjanya adalah membebani hewan uji
dengan glukosa hingga tercapai keadaan hiperglikemi tanpa merusak pankreas
hewan uji (Harianja, 2011).Hewan coba sebelum diberi perlakuan, dipuasakan
terlebih dahuluuntuk meniadakan pengaruh zat-zat lain terhadap kadar glukosa
darah (KGD) puasaagar mudah terlihat peningkatan KGD, dan meningkatkan rasa
lapar pada tikus sehingga tikus akan mau menelan sediaan uji pada saat diberi
perlakuan (Padilah, 2009). Metode ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan
tubuh untuk mentoleransi terhadap pemberian larutan glukosa sehingga dapat

Universitas Sumatera Utara

diketahuiadanya pengaruh pemberian bahan uji dengan melihat grafik toleransi
glukosa (Mokuna, 2014).
Penelitian ini menggunakan mencit jantan sebagai hewan uji dimana mencit
diaklimatisasi terlebih dahulu selama 1 minggu untuk mengadaptasikan mencit
dengan lingkungan sekitarnya. Pemilihan mencit sebagai hewan uji karena
memiliki sifat anatomis dan fisiologis yang terkarakterisasi dengan baik, selain itu
penanganannya lebih mudah dan mengingat volume darah yang dibutuhkan untuk
mengukur kadar gula darah hanya sedikit maka akan lebih efektif penggunaan
mencit dibandingkan hewan lain serta mencit jantan memiliki sistem hormon
lebih stabil dibandingkan mencit betina sebab hormon estrogen pada mencit
betina dapat mempengaruhi kadar gula darah dalam tubuh (Malole dan Pramono,
1989).
Penelitian ini menggunakan 6 kelompok mencityaitu kelompok Na-CMC
dosis 0,5% , glibenklamid 0,65 mg/kg bb, EEADKS dosis 50 mg/kg bb, EEADKS
dosis 75 mg/kg bb, EEADKS dosis 100 mg/kg bb dan EEADKS dosis 125 mg/kg
bb. Glibenklamid dan EEADKS tidak larut dalam air sehingga disuspensikan
dengan CMC Na sebagai zat pensuspensi.Penelitian ini telah mendapatkan
persetujuan etik penelitian dari komite etik penelitian hewan fakultas matematika
dan ilmu pengetahuan alam (FMIPA) USU (Lampiran 6, halaman 55).Hewan uji
sebelum diberi perlakuan dipuasakan terlebih dahulu untuk meniadakan pengaruh
zat-zat lain pada pengukuran kadar glukosa darah puasa sebagai kadar glukosa
darah awal (Padilah, 2009).
Satu hari sebelum perlakuan mencit dipuasakan selama 10-16 jam diukur
KGD awal lalu diberikan pelakuan sesuai pembagian kelompok. Kemudian 30
menit setelah perlakuan dilakukan loading glukosa 50% dengan dosis 3 g/kg bb

Universitas Sumatera Utara

dan diukur KGD mencit pada menit ke 30, 60, 90 dan 120.Kadar glukosa darah
mencit diukur menggunakan glukometer EasyTouch®GCU (Lampiran 5, halaman
54), diperoleh persen penurunan KGD mencit seperti yang tertera pada Tabel 4.3,
data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 10, halaman63. Data hasil
penelitian dianalisis dengan program SPSS versi 21.Tahap pertama dilakukan uji
normalitas data

menggunakan

uji

Shapiro-Wilk. Hasil

yang diperoleh

menunjukkan data terdistribusi normal, selanjutnya diuji statistik parametrik yaitu
uji ANAVA dengan tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan uji PostHoc Tukey untuk melihat perbedaan nyata antar perlakuan. Hasil analisis statistik
data dari metode toleransi glukosa dapat dilihat pada Lampiran 11, halaman 65.
Tabel 4.3DataPersen penurunan KGD rata-rata mencit pada uji toleransi glukosa
Rata-rata % penurunan KGD±SD
Kelompok

Menit
ke-60

P

Menit
ke- 90

P

Menit
ke-120

P

Na CMC
0,5%

15,28±
8,10

0,000

23,27±
10,43

0,000

36,78±
13,9

0,000

Glibenklamid
0,65mg/kg bb

47,39±
1,88

0,000*
-

61,04±
1,39

0,000*
-

72,02±
0,86

0,000*
-

EEADKS 50
mg/kg bb

25,99±
0,93

0,060
0,000

42,76±
0,70

0,002*
0,004

55,75±
4,76

0,033*
0,077#

EEADKS 75
mg/kg bb

50,62±
1,59

0,000*
0,91#

61,82±
2,39

0,000*
1,000#

69,05±
2,71

0,000*
0,992#

EEADKS
100 mg/kg bb

28,05±
2,85

0,021*
0,001

56,57±
1,29

0,000*
0,834#

70,84±
0,69

0,001*
1,000#

EEADKS
125 mg/kg bb

47,84±
4,11

0,000*
1,000#

57,00±
3,02

0,000*
0,881#

71,59±
8,41

0,000*
1,000#

Keterangan: p= angka kebermaknaan; * terdapat perbedaan bermakna dengan
kelompok Na CMC 0,5%; # tidak terdapat perbedaan bermakna
dengan kelompok glibenklamid.

Universitas Sumatera Utara

Berdasarkan Tabel 4.3pada hasil pengujian terlihat adanya kenaikan KGD
pada semua kelompok setelah 30 menit pemberian larutan glukosa 50%dosis 3
g/kg bbdan

KGD rata-rata semua kelompok perlakuan mulai mengalami

penurunan pada menit ke-60. Kelompok EEADKS dosis 75, 100 dan 125 mg/kg
bb menunjukkan penurunan yang bermakna dengan kelompok kontrol negatif
(p0,05).
Persentase penurunan KGD pada menit ke-90 lebih besar dibandingkan
menit ke-60. Kelompok EEADKS dosis50, 75, 100 dan125 mg/kg menunjukkan
penurunan yang bermakna dengan kelompok kontrol negatif (p0,05). Pada menit ke 120 kelompok EEADKS dosis 50, 75, 100
dan 125 mg/kg bb tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna dengan
pembanding glibenklamid dosis 0,65 mg/kg bb (p>0,05). Pemberian glukosa
secara oral akanmeningkatkan KGD dan dapat diturunkan oleh zat-zat yang
berefek antihiperglikemia secara cepat (Baroroh, et al., 2011).
Berdasarkan hasil yang diperoleh, EEADKS dengan dosis 50, 75, 100
dan 125 mg/kg bb mempunyai efek antidiabetes terhadap mencit jantan dengan
menggunakan metode uji toleransi glukosa.
4.5.2 Hasil uji antidiabetes ekstrak etil asetat daun kelapa sawit
menggunakan metode induksi aloksan
4.5.2.1 Hasil pengukuran KGD puasa rata-rata mencit
Hasil pengukuran KGD puasa rata-rata mencit untuk setiap kelompok
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.4 dan data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 13, terlihat bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antar

Universitas Sumatera Utara

kelompok perlakuan (p>0,05). Hal ini menunjukkan bahwa mencit yang
digunakan dalam kondisi fisiologis yang homogen.
Tabel4.4Hasil pengukuran KGD puasa rata-rata mencit sebelum diinduksi
aloksan
Kelompok
CMC Na 0,5 %
Metformin
EEADKS 50 mg/kg bb
EEADKS 75 mg/kg bb
EEADKS 100 mg/kg bb
EEADKS 125 mg/kg bb

KGD puasa rata-rata (mg/dl)
84,0 ± 3,46
88,4 ± 4,73
89,2 ± 7,53
87,2 ± 5,89
83,2 ± 2,01
85,2 ± 6,01

4.5.2.2 Data KGD puasa rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan
Mencit yang telah diinduksi dengan aloksan dosis 150 mg/kg bb secara
intraperitonial diukur KGD pada hari ke-3.Mencit yang telah diabetes, siap
digunakan untuk pengujian apabila KGD puasa ≥ 200 mg/dl (Arifin, et al., 2011).
Hasil pengukuran KGD puasa rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan
dapat dilihat pada Tabel 4.5 dan data selengkapnya pada Lampiran 13. Pada Tabel
dilihat bahwa semua kelompok mengalami kenaikan kadar gula darah (KGD).
Tabel4.5Hasil pengukuran KGD puasa rata-rata mencit setelah diinduksi aloksan
Kelompok
CMC Na 0,5 %
Metformin
EEADKS 50 mg/kg bb
EEADKS 75 mg/kg bb
EEADKS 100 mg/kg bb
EEADKS 125 mg/kg bb

KGD puasa rata-rata (mg/dl)
315,6± 07,56
409,6±17,48
386,6±24,18
413,4±90,37
359,6±22,37
393,4±44,56

Mencit yang telah diabetes diberikan perlakuan dan diukur KGD pada hari
ke-3, 5, 7, 9, 11, 13 dan 15. Grafik KGD rata-rata mencit setelah perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 4.1.

Universitas Sumatera Utara

Aloksan dipilih sebagai penginduksi diabetes karena aloksan didalam
tubuh mengalami metabolisme oksidasi reduksi menghasilkan radikal bebas dan
radikal aloksan.Radikal ini mengakibatkan kerusakan pankreas(Szkudelski, 2001),
sehingga aloksan mampu membuat hewan uji terkondisi sama dengan pasien
diabetes melitus. Selain itu keadaan hiperglikemia hewan uji dapat dicapai dalam
waktu yang cukup singkat yaitu 2-3 hari setelah penginduksian (Indrawati, dkk.,
2015).
500
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
KGD
KGD
sebelum setelah
diinduksi diinduksi

3

5

CMC Na 0,5%
EEADKS 50 mg/kg bb
EEADKS 100 mg/kg bb

7

9

11

13

15

Hari keMetformin
EEADKS 75 mg/kg bb
EEADKS 125 mg/kg bb

Gambar 4.1 Grafik KGD rata-rata mencit setelah perlakuan
Gambar 4.1 menunjukkan grafik KGD rata-rata setelah perlakuan.
Penurunan KGD setelahpemberian EEADKS dengan dosis 50, 75, 100 dan 125
mg/kg bb dan metformin 65 mg/kg bb sudah terlihat pada hari ke 3, 5, 7, 9, 11, 13
dan 15.
4.5.2.3 Hasil perhitungan persen penurunan KGD mencit hari ke-3
Penurunan KGD mencit sudah terlihat pada hari ke 3. Hasil analistik
statistik menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna antar perlakuan dan

Universitas Sumatera Utara

untuk mengetahui perbedaannya, maka dilakukan uji Post-HocTukey. Persen
penurunan KGD mencit dan hasil analisis secara statistik pada hari ke 3 dapat
dilihat pada Tabel 4.6. Data selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 13.
Tabel 4.6 Hasil analisis persen penurunan KGD mencit pada hari ke-3
Kelompok

Taraf nyata α = 0,05

N
1
-5,97

2

CMC Na 0,5%

5

EEADKS 50 mg/kg bb

5

3,25

EEADKS 75 mg/kg bb
EEADKS 100 mg/kg bb
EEADKS 125 mg/kg bb

5
5
5

5,90
6,82

Metformin

5

3

4

5,90
6,82
10,65

10,65
12,42

Berdasarkan pada tabel diatas menunjukkan bahwa kelompok EEADKS
dosis 50 mg/kg bb menunjukkan adanya perbedaan penurunan yang bermakna
terhadap kelompok CMC Na 0,5 % , EEADKS dosis 125 mg/kg bb dan
metformin (p