Uji Antidiabetes Ekstrak Etil Asetat Daun Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis, Jacq.) Terhadap Mencit Jantan

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Uraian Tumbuhan Kelapa Sawit
2.1.1 Sistematika tumbuhan
Berdasarkan Herbarium Medanese (2013) sistematika tumbuhan adalah
sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Monocotyledoneae

Ordo


: Arecales

Famili

: Arecaceae

Genus

: Elaeis

Spesies

: Elaeis guineensis Jacq.

Nama lokal

: Kelapa sawit

2.1.2 Nama daerah
Daun kelapa sawit memiliki nama lain seperti Afrikaanse oliepalm

(Belanda), oelpalame (Jerman), oil palm (Inggris), kelapa bali (Melayu), salak
minyak (Sunda) dan kelapa sawit (Jawa) (Heyne, 1987; Duke, 2008).
2.1.3 Morfologi tumbuhan
Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil, yaitu batangnya tidak
mempunyai kambium dan umumnya tidak bercabang.Batang berfungsi sebagai
penyangga tajuk serta menyimpan dan mengangkut bahan makanan.Tinggi batang
dapat mencapai 30 meter.Tanaman kelapa sawit berakar serabut.Akarnya sangat
kuat karena tumbuh ke bawah dan ke samping.Akar tanaman kelapa sawit

Universitas Sumatera Utara

berfungsi sebagai penyerap unsur hara dalam tanah dan respirasi tanaman.Daun
kelapa sawit mirip kelapa yaitu membentuk susunan daun majemuk, bersirip
genap dan bertulang sejajar. Daun-daun membentuk satu pelepah yang
panjangnya mencapai lebih dari 7,5-9 m. Jumlah anak daun di setiap pelepah
berkisar antara 250-400 helai. Daun kelapa sawit yang sehat dan segar berwarna
hijau tua (Fauzi, et al., 2008).
2.1.4 Kandungan kimia
Daun kelapa sawit mengandung senyawa alkaloid, glikosida, saponin, tanin,
steroid/triterpenoid dan flavonoid (Bate’e, 2013; Yin, et al., 2013; Hasibuan,

2014).
2.1.5 Khasiat tumbuhan
Kelapa sawit mempunyai khasiat sebagai penyembuhan luka sayat
(Sasidharan, et al., 2010; Hasibuan, 2014), antiinflamasi (Anyanji,et al., 2013),
antihipertensi (Jaffri, et al.,2010), antibakteri (Chong, et al., 2008; Yin, et al.,
2013), antikanker (Owoyele dan Gbenga, 2014), antioksidan (Mohamed, 2014)
dan hepatoprotektor (Sasidharan, et al.,2012).

2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk menarik satu atau lebih zat dari bahan
asal dengan menggunakan pelarut. Tujuan utama ekstraksi adalah mendapatkan
atau

memisahkan

sebanyak

mungkin

zat-zat


yang

memiliki

khasiat

pengobatandari zat-zat yang tidak dibutuhkan, agar lebih mudah digunakan
(kemudahan diabsorpsi, rasa dan pemakaian) dan disimpan dibandingkan
simplisia asal dan tujuan pengobatannya terjamin. Hasil ekstraksi disebut dengan
ekstrak yaitu sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari

Universitas Sumatera Utara

simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan (Depkes RI, 1995).
Ada beberapa metode ekstraksi, yaitu:
1.Maserasi
Maserasi adalah cara penarikan simplisia dengan merendam simplisia
tersebut dalam cairan penyari dengan beberapa kali pengocokkan atau

pengadukkan

pada

temperatur

kamar

sedangkan

remaserasi

merupakan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama
dan seterusnya (Ditjen POM, 2000).
2.Perkolasi
Perkolasi adalah cara penarikan memakai alat yang disebut perkolator yang
simplisianya terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan
tersebut akan menetes. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan,

tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan
ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5
kali bahan(Ditjen POM, 2000).
3.Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik (Ditjen POM, 2000).
4. Sokletasi
Sokletasi adalah ekstraksi kontinu menggunakan alat soklet, dimana pelarut
akan terdestilasi dari labu menuju pendingin, kemudian jatuh membasahi dan
merendam sampel dalam tabung soklet dan setelah pelarut mencapai tinggi
tertentu maka akan turun ke labu destilasi setelah melewati pipa sifon, demikian

Universitas Sumatera Utara

berulang-ulang (Ditjen POM, 2000).
5. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur yang
lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-50o C (Ditjen POM, 2000).

6. Infudasi
Infudasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisa nabati
dengan air pada suhu 90o C selama 15-20 menit (Depkes RI, 1979).
7. Dekoktasi
Dekoktasi adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada waktu yang lebih lama ± 30 menit dengan temperatur sampai titik
didih air (Ditjen POM, 2000).

2.3 Pengaturan Kadar Glukosa Dalam Darah
Pengaturan kadar glukosa dalam darah dipengaruhi oleh organ-organ
tertentu seperti organ pankreas dan hati.
a. Pankreas
Pankreas adalah suatu organ lonjong kira-kira berukuran 15 cm, yang
terletak dibelakang lambung dan sebagian dibelakang hati. Organ ini terdiri dari
jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin mengeluarkan enzim pencernaan
melalui duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna (Sherwood, 2001). Sel
endokrin mensekresikan beberapa jenis hormon, yang paling banyak dijumpai
adalah sel-α (mensekresikan hormon glukagon), sel-β (mensekresikan hormon
insulin), sel D (memproduksi somatostatin) dan sel PP(memproduksi polipeptida


Universitas Sumatera Utara

pankreas). Hormon yang paling berperan penting dalam pengaturan kadar glukosa
darah adalah insulin dan glukagon (Tjay dan Rahardja, 2007 ; Faigin, 2001).
b. Hati
Hati merupakan organ utama untuk menstabilkan keseimbangan glukosa
antara absorbsi dan penimbunannya sebagai glikogen (Tan dan Rahardja, 2002).
Pada keadaan setelah makan, sebanyak dua pertiga glukosa yang diabsorbsi dari
usus segera disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Jika glukosa tidak
memasuki tubuh selama beberapa jam, glikogen hati diubah atas perintah
glukagon (yang mengaktifkan enzim pengubah glikogen, phosporilase). Degradasi
glikogen menghasilkan glukosa yang kemudian dilepaskan kedalam aliran darah
sehingga konsentrasi dalam darah meningkat. Sebagai reaksi

dari kegiatan

glukagon yang menaikkan glukosa darah, insulin diproduksi untuk membawa
glukosa yang baru saja dilepaskan kedalam aliran darah menuju sel-sel tubuh. Hal
ini mempercepat turunnya glukosa darah , jika masukan karbohidrat ditiadakan
aksi hormon – hormon ini secara perlahan menghilang karena glikogen hati habis

(Faigin, 2001). Dalam hal ini jika fungsi hati terganggu, maka akan mudah terjadi
hipoglikemia atau hiperglikemia (Suherman dan Nafrialdi, 2007).

2.4 Hormon Yang Berperan Untuk Mengatur Kadar Glukosa Darah
2.4.1 Insulin
Insulin dilepaskan dari sel-sel beta pulau Langerhans dalam responnya
terhadap peningkatan glukosa darah. Pankreas secara normal mensekresikan 4060 unit insulin setiap harinya. Insulin meningkatkan ambilan glukosa, asam
amino, dan asam lemak untuk mengubahnya menjadi bahan-bahan yang disimpan
dalam sel-sel tubuh. Glukosa diubah menjadi glikogen untuk keperluan glukosa di

Universitas Sumatera Utara

masa mendatang dalam hepar dan otot, sehingga kadar glukosa dalam darah
menurun. Nilai glukosa darah normal adalah 60-100 mg/dl. Ketika kadar glukosa
darah lebih besar dari 180 mg/dl maka dapat terjadi glukosuria (gula dalam urin).
Peningkatan kadar gula darah bertindak sebagai diuretik osmotik yang
menyebabkan poliuria. Bila gula darah tetap tinggi (>200 mg/dl), maka terjadi
diabetes melitus (Kee dan Hayes, 1996).
2.4.2 Glukagon
Glukagon adalah suatu hormon yang diekskresi oleh sel-sel α pulau

Langerhans, mempunyai beberapa fungsi yang berlawanan dengan insulin.Fungsi
yang terpenting adalah meningkatkan konsentrasi glukosa darah (Taborsky,
2010). Penurunan kadar glukosa darah akan meningkatkan sekresi glukagon. Bila
kadar glukosa darah turun sampai 70 mg/100 ml, maka pankreas akan
mensekresikan glukagon dalam jumlah yang banyak untuk memobilisasi glukosa
dari hati (Guyton, 1990). Sekresi glukagon pankreas meninggi dalam keadaan
hipoglikemia dan menurun dalam keadaan hiperglikemia (Handoko, 1995;
Taborsky, 2010).Hasil langsung farmakologis glukagon adalah meningkatkan
glukosa darah dengan menggunakan simpanan glikogen di hati (Katzung, 2002;
Suherman dan Nafrialdi, 2007).

2.5 Diabetes
Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dimana
terdapat adanya gangguan dalam metabolisme lemak, karbohidrat dan protein
akibat penurunan dalam sekresi insulin, sensitivitas insulin atau keduanya
(Tripilitt, et al., 2008; Ozougwu, et al., 2013). Penyakit diabetes melitus ditandai
gejala berupa poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (banyak minum), berat

Universitas Sumatera Utara


badan menurun walaupun polifagia (banyak makan) dan rasa lemas (Kee dan
Hayes, 1996).
2.5.1 Klasifikasi DM
Klasifikasi DM berdasarkan patologi meliputi:
a. Diabetes tipe 1
DM tipe 1 disebut juga sebagai Insulin Dependent Diabetes Melitus
(IDDM) atau juvenile onset diabetesPada diabetes melitus tipe 1 terdapat
destruksi dari sel-sel- β pankreas, sehingga tidak memproduksi insulin lagi dengan
akibat sel-sel tidak bisa menyerap glukosa dan glukosa akan tetap berada di dalam
pembuluh darah yang artinya kadar glukosa darah akan meningkat. Penderita tipe
ini umumnya timbul pada masa kanak-kanak. (Katzung, 2002). Pada DM tipe I
kadar glukosa darah yang tinggi tetapi tidak dapat memanfaatkannya secara
optimal untuk membentuk energi. Oleh karena itu, energi diperoleh melalui
peningkatan katabolisme protein dan lemak.Ketoasidosis sering terjadi pada DM
tipe 1 (Nugroho, 2006).
b. Diabetes tipe 2
DM tipe 2disebut juga sebagai Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM) atau adult-onset diabetes, umumnya terjadi pada orang dewasa dengan
umur lebih 40 tahun, namun terkadang ditemukan pada remaja. Secara
patofisiologi, DM tipe II disebabkan karena dua hal yaitu (1) penurunan respon
jaringan perider terhadap insulin atau yang sering disebut dengan resistensi insulin
dan (2) penurunan kemampuan sel β pankreas untuk menseksresi insulin sebagai
respon terhadap beban glukosa(Nugroho, 2006).
DM tipe II sebagian besar diawali dengan kegemukan karena kelebihan
makan. Sebagai konpensasi sel β pankreas merespon dengan mensekresi insulin

Universitas Sumatera Utara

lebih banyak sehingga kadar insulin menjadi meningkat (hiperinsulinemia).
Konsentrasi insulin yang tinggi mengakibatkan reseptor insulin berupaya
melakukan pengaturan sendiri dengan menurunkan jumlah reseptor. Hal ini
membawa dampak pada penurunan respon reseptornya dan lebih lanjut
mengakibatkan terjadinya resistensi insulin. Pada resistensi insulin terjadi
peningkatan produksi glukosa dan penurunan penggunaan glukosa sehingga
mengakibatkan peningkatan kadar gula darah (hiperglikemik). Hal ini
menyebabkan sel β pankreas merespon untuk menseksresi insulin menjadi kurang
sensitif dan pada akhirnya membawa akibat defisiensi insulin. Pemberian obatobat oral antidiabetes sulfonilurea pada DM tipe II masih dapat merangsang
kemampuan sel β Langerhans untuk mensekresi insulin (Nugroho, 2006).
c. Diabetes gestasional
Diabetes ini merupakan intoleransi glukosa selama kehamilan yang dapat
menyebabkan kacacatan dan kematian prenatal.DM ini dapat disembuhkan secara
utuh tetapi membutuhkan pengawasan medis selama kehamilan. Sekitar 20-50%
wanita berkembang menjadi DM tipe 2 di kemudian hari (Talaviya, dkk., 2014).
d. Diabetes tipe lain
Diabetes tipe lain terjadi akibat adanya kelainan genetik pada fungsi sel βpankreas, kelainan pada insulin, infeksi, pankreatitis, pankreatomi, obat-obatan
dan kelainan genetik lainnya (Ndraha, 2014).
2.5.2 Obat antidiabetik oral
Menurut Perkeni (2015) obat yang digunakan sebagai antidiabetik oral
dapat digolongkan menjadi lima kelompok berdasarkan cara kerjanya yaitu:
a. meningkatkan sekresi insulin, contoh: sulfonilurea dan glinid
b. peningkat sensitivitas insulin, contoh: biguanida dan tiazolidinedion

Universitas Sumatera Utara

c. penghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan, contoh: akarbose
d. penghambat Dipeptidil Peptidase-IV (DPP-4), contoh: sitagliptin
e. penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2), contoh: canagliflozin
Sulfonilurea
Obat-obat golongan sulfonilurea menstimulasi sel β-pankreas, sehingga
sekresi insulin ditingkatkan. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan
peningkatan berat badan (Perkeni, 2015). Obat ini hanya efektif pada penderita
DM tipe 2 yang tidak begitu berat, yang sel β-pankreasnya masih bekerja cukup
baik (Tjay dan Rahardja, 2007). Efek hipoglikemik sulfonilurea adalah dengan
merangsang

kanal

K

yang

tergantung

pada

ATP

dari

sel

beta

pankreas.Sulfonilurea berikatan dengan reseptor sulfonilurea (SUR) yang spesifik
pada sel β-pankreas (Triplitt, et al., 2008). Sulfonilurea yang terikat pada reseptor
(SUR) channel tersebut menyebabkan penutupan pada kanal K. Keadaan ini akan
menyebabkan terjadinya penurunan permeabilitas K pada membran sel β, terjadi
depolarisasi membran dan membuka kanal Ca tergantung voltase. Terbukanya
kanal Ca menyebabkan ion kalsium masuk dan merangsang sekresi insulin
(Soegondo, 2009).
Sulfonilurea diklasifikasikan menjadi generasi pertama dan generasi
kedua.Generasi pertama dari sulfonilurea adalah asetoheksamid, klorpropamid,
tolazamid dan tolbutamid dan generasi kedua adalah glimepirid, glipizid dan
glibenklamid (Triplitt, et al., 2008).
Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea.
Perbedaannya dengan sulfonilurea adalah pada masa kerjanya yang lebih
pendekGolongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu repaglinid (derivat asam

Universitas Sumatera Utara

benzoat) dan nateglinid (derivat fenilalanin).Obat ini diabsorbsi dengan cepat
setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.Efek
samping yang mungkin terjadi dari penggunaan golongan ini adalah hipoglikemia.
Biguanida
Biguanida

sebenarnya

bukan

obat

hipoglikemik

tetapi

suatu

antihiperglikemik, tidak menyebabkan rangsangan sekresi insulin dan umumnya
tidak menyebabkan hipoglikemia (Suherman dan Nafrialdi, 2007). Satu-satunya
obat dari golongan biguanida yang masih dipakai sebagai obat hipoglikemik oral
saat ini adalah metformin (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alkes, 2005).Metformin
meningkatkan sensitivitas insulin pada hati dan jaringan perifer. Golongan
biguanidamempunyai mekanisme kerja sebagai berikut: mengurangi produksi
glukosa di hati (glukoneogenesis), memperlambat absorbsi glukosadari saluran
pencernaan dan peningkatan penyerapan glukosa di jaringan perifer (Katzung,
2002).
Tiazolidinedion
Obat yang termasuk golongan ini merupakan agonis peroxisome
proliferator-activated receptor gamma (PPARγ). Reseptor PPARγ terdapat di
jaringan target kerja insulin seperti jaringan adiposa, pankreas dan hati (Suherman
dan Nafrialdi, 2007). Obat-obat golongan tiazolidinedion tidak menstimulasi
produksi insulin oleh sel beta pankreas (Soegondo, 2009) akantetapi
meningkatkan sensitivitas terhadap insulin (Triplitt, et al., 2008). Tiazolidindion
mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan cara meningkatkan jumlah
protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan
perifer. Contoh obat-obat dari golongan ini adalah rosiglitazon dan pioglitazon
(Tjay dan Rahardja, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Penghambat alfa glukosidase
Obat golongan ini bekerja dengan merintangi enzim alfa glukosidase yang
terletak pada dinding usus halus (Kalra, 2014). Inhibisi enzim ini secara efektif
dapat mengurangi digesti karbohidrat kompleks dan absorbsinya, sehingga pada
pasien diabetes dapat mengurangi peningkatan kadar glukosa post prandial
(Soegondo, 2009). Obat-obat golongan ini tidak menyebabkan hipoglikemia dan
juga tidak berpengaruh pada kadar insulin (Suherman dan Nafrialdi, 2007).
Contoh obat dari golongan ini adalah akarbose dan miglitol (Tjay dan Rahardja,
2007)
Penghambat Dipeptidil Peptidase-IV (DPP-4)
Contoh obat dari golongan senyawa Penghambat Dipeptidil Peptidase-IV
(DPP-4)adalah sitagliptin (Duez, et al., 2012).Sitagliptin bekerja berdasarkan
penurunan efek hormon inkretin.Inkretin berperan utama terhadap produksi
insulin di pankreas dan yang terpenting adalah GLP1 dan GIP, yaitu glucagon like
peptide-1 dan glucose-dependent insulinotropic polypeptide (Suherman dan
Nafrialdi, 2007).Inkretin diuraikan oleh suatu enzim khas DPP-4. Penghambatan
enzim DPP-4 akan mengurangi penguraian dan inaktivasi inkretin, GLP-1 dan
GIP sehingga diharapkan kadar insulin meningkat (Triplitt, et al., 2008).
Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)
Obat golongan penghambat SGLT-2 merupakan obat antidiabetes oral
jenis baru dimana cara kerja obat dari golongan ini menghambat penyerapan
kembali glukosa di tubuli distal ginjal. Selain itu obat jenis ini kerjanya dengan
cara menghambat kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk
golongan ini antara lain canagliflozin, empagliflozin, dapagliflozin, ipragliflozin.

Universitas Sumatera Utara

2.5.3 Aloksan
Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin; 5,6-dioksiurasil) merupakan senyawa
hidrofilik dan tidak stabil yang secara luas digunakan untuk menginduksi diabetes
pada hewan coba.Waktu paro pada suhu 37°C dan pH netral adalah 1,5 menit
(Szkudelski, 2001). Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg BB,
sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya (Nugroho, 2006).
Aloksan merupakan derivat pirimidin yang mengalami oksidasi dan merupakan
senyawa toksik yang secara selektif merusak sel beta pankreas yang menghasilkan
insulin ketika diinduksikan terhadap hewan percobaan sehingga hewan percobaan
tersebut menderita insulin-dependent DM (aloksan diabetes) yang menyerupai
DM tipe 1 pada manusia (Ekeocha, et al., 2012).

Gambar 2.1 Struktur kimia aloksan
Aloksan

memiliki

bentuk

molekul

yang

sama

dengan

glukosa

(glukomimetik) sehingga glucose transporter GLUT 2 yang ada di dalam sel beta
pankreas mengenali aloksan sebagai glukosa dan membawanya menuju sitosol.
Didalam sitosol, aloksan akan mengalami reaksi redoks yang menghasilkan ROS
(Reactive Oxygen Species. Terbentuknya ROS akan menyebabkan depolarisasi
membran sel beta dan peningkatan Ca2+, sehingga sitosol akan mengaktivasi
berbagai enzim yang meyebabkan peroksidasi lipid, fragmentasi DNA dan
fragmentasi protein. Akibatnya sel beta pankreas menjadi nekrosis sehingga
fungsinya untuk sintesis dan sekresi insulin menurun (Lenzen, 2007).

Universitas Sumatera Utara