Penetapan Kadar Kloramfenikol dan Prednisolon Dalam Sediaan Krim Secara Spektrofotometri Derivatif Dengan Metode Zero Crossing

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Uraian Bahan
2.1.1 Kloramfenikol
Menurut Ditjen POM (1995),
Rumus struktur

:

Gambar 2.1 Struktur Kloramfenikol.
Nama Kimia

: D-treo-(-)-2,2-Dikloro-N-[β-hidroksi-α-(hidroksimetil)-pnitrofenetil]asetamida

Rumus Molekul : C11H12Cl2N2O5
Berat Molekul

: 323,13

Pemerian


: Hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang;
putih hingga putih kelabu atau putih kekuningan;larutan
praktis netral terhadap lakmus P; stabil dalam larutan netral
atau larutan agak asam

Kelarutan

: Sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam
propilenglikol, dalam aseton, dan dalam etil asetat.

Kloramfenikol merupakan antibiotik spectrum luas dan sesuai untuk
mengobati berbagai macam infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Bekerja bakterisid terhadap Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides dan
Haemophilus influenza Mekanisme kerjanya berdasarkan perintangan sintesa
prolipeptida kuman (Tan dan Rahardja, 2007).
5
Universitas Sumatera Utara

Kloramfenikol mempunyai efek samping umum berupa gangguan lambungusus, neuropati optis, radang lidah dan mukosa mulut. Tetapi yang sangat
berbahaya adalah depresi sumsum tulang (myelodepresi) yang dapat berwujud dua

bentuk anemia (Tan dan Rahardja, 2007).
2.1.2 Prednisolon
Menurut Ditjen POM (1995),
Rumus struktur

CH2OH

:

H

CH3 CO

HO

OH

CH3

H


H

H

Gambar 2.2 Struktur Prednisolon
Nama Kimia

: 11β,17,21-Trihidroksipregna-1,4-diena-3,20-dion[50-24-8]

Rumus Molekul

: C21H28O5

Berat Molekul

: 360,45

Pemerian


: Serbuk hablur, putih sampai praktis putih; tidak berbau.

Kelarutan

: Sangat sukar larut dalam air; larut dalam metanol dan dalam
dioksan; sukar larut dalam kloroform.

Prednisolon adalah glukokortikoid sintetik, ia memiliki lima kali potensi
kortison asetat tetapi dalam dosis setara menyebabkan retensi natrium berkurang
dan cairan meskipun beresiko lebih terhadap lambung. Glukokortikoid
mempunyai efek antiradang, dalam klinik digunakan untuk pengobatan kelainan
pada jaringan kolagen, kelainan hematologis (leukemia) dan pernafasan (asma),
untuk pengobatan rematik, pengobatan karena alergi tertentu, seperti dermatologis
yang berat, penyakit saluran cerna (Siswandono dan Soekardjo, 2000).

6

Universitas Sumatera Utara

Efek samping dari prenisolon jika penggunaanya dilakukan jangka

panjang

menyebabkan

hipokalemia,

tukak

lambung,

penekanan

pertumbuhan, osteoporosis, muka bulat, penekanan sekresi kortikotropin,
atropi kulit, memperberat penyakit diabetes melitus, mudah terkena infeksi,
glaukoma, hipertensi, gangguan menstruasi, dan perubahan mental atau
tingkah laku (Siswandono dan Soekardjo, 2000).
Saat ini, sangat banyak beredar produk obat yang mengandung kombinasi
dua atau lebih bahan aktif. Kombinasi dimaksudkan agar obat dapat lebih efektif
mencapai


sasaran

terapi.

Salah

satunya

adalah

kombinasi

antara

kloramfenikol dan prednisolon, yang digunakan untuk meringankan efek
antiradang seperti dermatologis yang berat dan sebagai antibiotik.
2.2. Spektrofotometri
Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau serapan
suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrofotometer merupakan
penggabungan dari dua fungsi alat yang terdiri dari spektrometer yang

menghasilkan sinar dari spektrum dengan panjang gelombang tertentu dan
fotometer sebagai alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang
diabsorpsi. Ketika cahaya (monokromatik atau heterogen) mengenai medium
homogen, suatu bagian dari cahaya yang ada akan dipantulkan, sebagian diserap
medium, dan sisanya ditransmisikan atau diteruskan (Day dan Underwood, 1998).
Teknik

analisis

spektrofotometri

berdasarkan

interaksi

radiasi

elektromagnet dengan komponen atom atau molekul yang menghasilkan
fenomena bermakna sebagai parameter analisis (Satiadarma, dkk., 2004).


7
Universitas Sumatera Utara

Bagian molekul yang bertanggung jawab terhadap penyerapan cahaya
disebut kromofor dan terdiri atas ikatan rangkap dua atau rangkap tiga, terutama
jika ikatan rangkap tersebut terkonjugasi. Semakin panjang ikatan rangkap dua
atau rangkap tiga terkonjugasi di dalam molekul, molekul tersebut akan lebih
mudah menyerap cahaya (Cairns, 2008).
Gugus fungsi seperti –OH, -O, -NH2 dan –OCH3 yang memberikan
transisi n → π* disebut gugus auksokrom. Gugus ini adalah gugus yang tidak
dapat menyerap radiasi ultraviolet-sinar tampak, tetapi apabila gugus ini terikat
pada gugus kromofor mengakibatkan pergeseran panjang gelombang ke arah yang
lebih besar atau pergeseran batokromik (Gandjar dan Rohman, 2007). Efek
hipsokromik atau pergeseran biru adalah pergeseran absorban ke daerah panjang
gelombang yang lebih pendek karena adanya substitusiatau efek pelarut. Efek
hipokromik adalah efek yang menyebabkan penurunan intensitas absorban
(Dachriyanus, 2004).
Radiasi ultraviolet diabsorpsi oleh molekul organik aromatik, molekul
yang mengandung elektron-π terkonjugasi atau atom yang mengandung elektronn, menyebabkan transisi elektron di orbit terluarnya dari tingkat energi elektron
dasar ke tingkat energi tereksitasi lebih tinggi. Besarnya absorbansi radiasi

tersebut berbanding dengan banyaknya molekul analit yang mengabsorpsi dan
dapat digunakan untuk analisis kuantitatif (Satiadarma, dkk., 2004)
2.2.1. Hukum Lambert-Beer
Menurut Hukum Lambert, serapan berbanding lurus terhadap ketebalan sel
yang disinari. Sedangkan menurut Beer, serapan berbanding lurus dengan
konsentrasi. Kedua pernyataan ini dapat dijadikan satu dalam Hukum Lambert-

8
Universitas Sumatera Utara

Beer, sehingga diperoleh bahwa serapan berbanding lurus terhadap konsentrasi
dan ketebalan sel, hukum Lambert-Beer menyatakan bahwa intensitas yang
diteruskan oleh larutan zat penyerap berbanding lurus dengan tebal dan
konsentrasi larutan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hukum Lambert-Beer umumnya dikenal dengan persamaan sebagai
berikut:
A = abc
Keterangan: A = absorbansi
a = absorptivitas
b = tebal kuvet (cm)

c = konsentrasi
Absorptivitas (a) merupakan suatu konstanta yang tidak tergantung pada
konsentrasi, tebal kuvet dan intensitas radiasi yang mengenai larutan sampel.
Absorptivitas tergantung pada suhu, pelarut, struktur molekul dan panjang
gelombang radiasi (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.2.2. Komponen Spektrofotometer
Menurut Day dan Underwood (1998), unsur - unsur terpenting suatu
spektrofotometer adalah sebagai berikut:
a. Sumber-sumber lampu: lampu deuterium digunakan untuk daerah UV pada
panjang gelombang dari 190-350 nm, sementara lampu halogen kuarsa atau
lampu tungsten digunakan untuk daerah visibel pada panjang gelombang antara
350- 900 nm.

9
Universitas Sumatera Utara

b. Monokromotor:

digunakan


untuk

memperoleh

sumber

sinar

yang

monokromatis. Alatnya berupa prisma untuk mengarahkan sinar monokromatis
yang diinginkan dari hasil penguraian.
c. Kuvet (sel): digunakan sebagai wadah sampel untuk menaruh cairan ke dalam
berkas cahaya spektrofotometer. Kuvet itu haruslah meneruskan energi radiasi
dalam daerah spektrum yang diinginkan. Pada pengukuran di daerah sinar
tampak, kuvet dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah
ultraviolet kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus
cahaya pada daerah ini. Kuvet tampak dan ultraviolet yang khas mempunyai
ketebalan 1 cm.
d. Detektor: Peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap
cahaya pada berbagai panjang gelombang.
2.2.3. Kegunaan Spektofotometri
Kegunaan spektrofotometri ultraviolet dalam analisis kualitatif sangat
terbatas karena rentang daerah radiasi yang relatif sempit hanya dapat
mengakomodasi sedikit sekali puncak absorpsi maksimum dan minimum, karena
itu identifikasi senyawa yang tidak diketahui tidak memungkinkan untuk
dilakukan (Satiadarma, dkk., 2004).
Spektrofotometri derivatif menawarkan berbagai keuntungan. Pertama
pada spektra derivatif ditekankan gambaran ini lebih jelas bila meningkat dari
spektra derivatif peringkat pertama hingga ke peringkat keempat (Munson, 1984).
Pada analisis kuantitatif dengan cara penetapan kadar, larutan standar obat
yang akan dianalisis disiapkan, serapan sampel dan standar dapat ditentukan

10
Universitas Sumatera Utara

(Cairns, 2008), dimana konsentrasi zat dalam sampel dihitung dengan rumus
sebagai berikut:

At Ct
=
As Cs
Keterangan:

As = absorbansi baku pembanding
At = absorbansi zat dalam sampel
Cs = konsentrasi baku pembanding
Ct = konsentrasi zat dalam sampel

Penentuan kadar senyawa organik yang mempunyai struktur kromofor
atau mengandung gugus kromofor, serta mengabsorpsi radiasi ultraviolet
penggunaanya cukup luas (Satiadarma, dkk., 2004).
2.3. Spektrofotometri Derivatif
Konsep derivatif telah diperkenalkan pertama kali pada tahun 1950,
dimana terlihat memberikan banyak keuntungan. Aplikasi utama spektrofotometri
derivatif ultraviolet–visibel adalah untuk identifikasi kualitatif dan analisis
senyawa dalam sampel. Metode spektrofotometri derivatif sangat cocok untuk
analisis pita absorpsi yang overlapping atau tumpang tindih (Owen, 1995).
Spektrum derivatif diperoleh dengan membuat absorban atau transmitan
derivatif orde pertama atau orde lebih tinggi yang terkait dengan panjang
gelombang (ΔA / Δλ) sebagai fungsi dari panjang gelombang. Spektrum dapat
menunjukkan kembali detail spektrum yang hilang dalam spektrum absorpsi biasa
dan pada pengukuran konsentrasi analit yang bercampur dengan zat yang
mengganggu, analisis dipermudah dan dapat ditentukan lebih akurat pada
beberapa bagian dari daerah spectrum. Pengukuran absorban derivatif dapat

11
Universitas Sumatera Utara

dilakukan dengan men-scan monokromator yang terpasang pada panjang
gelombang tetap, tetapi dengan perbedaan panjang gelombang yang sedikit,
sehingga berguna jika analit adalah dua komponen yang mengabsorpsi radiasi
pada sisi pita absorpsi dari komponen yang mengganggu (Satiadarma, dkk.,
2004).
Jika kita berasumsi bahwa spektrum orde-nol memenuhi hukum Beer,
maka ada hubungan linear yang sama antara konsentrasi dan amplitudo untuk
semua turunan:
Orde nol

Orde pertama

Orde ke-n

Keterangan:

λ = panjang gelombang
A = absorbansi
ε = absorptivitas
b = tebal kuvet
c = konsentrasi sampel

Untuk komponen kuantifikasi tunggal pemilihan gelombang untuk
spektrum derivatif ini tidak sederhana seperti untuk spektrum absorbansi karena
ada baik puncak positif dan puncak negatif. Untuk orde derivatif ada puncaknya
maksimum atau minimum pada saat yang sama panjang gelombang maksimum
sebagai spektrum absorbansi (Owen,1995).

12
Universitas Sumatera Utara

Kurva serapan derivat pertama sampai derivat keempat dapat dilihat pada
Gambar 2.3.

Gambar 2.3. Kurva serapan
(Talsky, 1994).

derivat

pertama

sampai

derivat

keempat

Ada tiga aplikasi spektrofotometri derivatif yang sering digunakan dalam
anlisa kuantitatif antara lain metode zero crossing, metode peak to peak dan
metode multivariate spectrophotometric calibration (Talsky, 1994).
Panjang gelombang zero crossing adalah panjang gelombang dimana
senyawa tersebut mempunyai serapan nol dan menjadi panjang gelombang
analisis untuk zat lain dalam campurannya. Metode zero crossing memisahkan
campuran dari spektrum derivatifnya pada saat panjang gelombang komponen
pertama tidak ada sinyal (Nurhidayati, 2007).
Panjang gelombang serapan maksimum suatu senyawa pada spektrum
normal akan menjadi λ zero crossing pada spektrum derivatif pertama, panjang
gelombang tersebut tidak mempunyai serapan atau dA / dλ = 0 (Nurhidayati,
2007).

13
Universitas Sumatera Utara

Bila campuran analit memiliki panjang gelombang zero-crossing lebih dari
satu, maka yang dipilih untuk dijadikan panjang gelombang analisis adalah
panjang gelombang zero crossing yang serapan pasangannya dan campurannya
persis sama, karena pada panjang gelombang tersebut dapat secara selektif
mengukur serapan senyawa pasangannya dan memiliki serapan yang paling besar.
Pada serapan yang paling besar, serapannya lebih stabil sehingga kesalahan
analisis dapat diperkecil (Nurhidayati, 2007). Kurva sederhana aplikasi zero
crossing dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4. Kurva sederhana aplikasi zero crossing (Talsky, 1994).
Metode spektrofotometri derivatif atau metode kurva turunan adalah
salah satu metode spektrofotometri yang dapat digunakan untuk analisis campuran
beberapa zat secara langsung tanpa harus melakukan pemisahan terlebih dahulu
meskipun dengan panjang gelombang yang berdekatan (Nurhidayati, 2007).
Beberapa keuntungan dari spektrofotometri derivatif antara lain yaitu
spektrum derivatif memberikan gambaran struktur yang terinci dari spektrum
serapan dan gambaran ini makin jelas dari spektum derivatif pertama ke derivatif
keempat (Munson, 1984).
Selain itu dapat dilakukan analisis kuantitatif suatu komponen dalam
campuran dengan panjang gelombangnya saling berdekatan. Bila dibandingkan
dengan KCKT, metode spektrofotometri derivatif relatif lebih sederhana, alat dan

14
Universitas Sumatera Utara

biaya operasionalnya lebih murah dan waktu analisisnya lebih cepat (Nurhidayati,
2007).
2.4. Validasi Metode Analisis
Tujuan utama yang harus dicapai dari suatu kegiatan analisis kimia adalah
dihasilkannya data hasil uji yang absah (valid). Secara sederhana hasil uji yang
absah dapat digambarkan sebagai hasil uji yang mempunyai akurasi (accuracy)
dan presisi (precission) yang baik. Validasi adalah suatu tindakan penilaian
terhadap parameter tertentu pada prosedur penetapan yang dipakai untuk
membuktikan

bahwa

parameter

tersebut

memenuhi

persyaratan

untuk

penggunaannya (Harmita, 2004).
Validasi metode analisis dilakukan dengan uji laboratorium, dengan
demikian dapat ditunjukkan bahwa karakteristik kinerjanya telah memenuhi
persyaratan untuk diterapkan dalam analisis senyawa atau sediaan yang
bersangkutan. Parameter analisis yang ditentukan pada validasi adalah akurasi,
presisi, limit deteksi, limit kuantitasi, kelinieran dan rentang (Satiadarma, dkk.,
2004).
2.4.1. Akurasi
Akurasi (kecermatan) adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan
hasil analisis dengan kadar analit sebenarnya. Akurasi dinyatakan sebagai persen
perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan dan dapat ditentukan
melalui dua cara yaitu metode simulasi (spiked placebo recovery) dan metode
penambahan bahan baku atau standard addition method (Harmita, 2004).

15
Universitas Sumatera Utara

Dalam metode simulasi, sejumlah analit bahan murni (senyawa
pembanding kimia) ditambahkan kedalam campuran bahan sediaan farmasi
(plasebo), lalu campuran tersebut dianalisis dan hasilnya dibandingkan dengan
kadar standar yang ditambahkan atau kadar sebenarnya. Jika plasebo tidak
memungkinkan untuk disiapkan, maka sejumlah analit yang telah diketahui
konsentrasinya dapat ditambahkan langsung ke dalam sediaan farmasi. Ini
dinamakan metode penambahan baku standar (Harmita, 2004).
Menurut Harmita (2004) dalam metode adisi (penambahan bahan baku),
sejumlah sampel yang dianalisis ditambah analit dengan konsentrasi biasanya
98% sampai 102% dari kadar analit yang diperkirakan, dicampur dan dianalisis
kembali. Selisih kedua hasil dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya. Dalam
kedua metode tersebut, persen perolehan kembali dinyatakan sebagai rasio antara
hasil yang diperoleh dengan hasil yang sebenarnya:

Keterangan:

CF

= kadar zat dalam sampel setelah penambahan larutan
baku
CA = kadar zat dalam sampel sebelum penambahan larutan baku
C A * = kadar larutan baku zat yang ditambahkan

2.4.2. Presisi
Presisi adalah derajat kesesuaian di antara masing-masing hasil uji, jika
prosedur analisis ditetapkan berulang kali pada sejumlah cuplikan yang diambil
dari satu sampel homogen. Presisi dinyatakan sebagai deviasi standar atau deviasi
standar relatif (Satiadarma, dkk., 2004).

16
Universitas Sumatera Utara

Parameter-parameter seperti simpangan baku (SB), simpangan baku relatif
(Relative Standard Deviation) dan derajat kepercayaan haruslah dikalkulasi untuk
mendapatkan tingkat presisi tertentu (Ermer dan Miller, 2005). Nilai standar
deviasi relatif (RSD) dinyatakan memenuhi persyaratan jika < 2% (Gandjar dan
Rohman, 2007).
Standar deviasi relatif =

SB
× 100%
X

2.4.3. Batas Deteksi dan Batas Kuantitasi
Batas deteksi adalah nilai parameter, yaitu konsentrasi analit terendah
yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan
dengan blanko (Harmita, 2004).
Batas deteksi merupakan batas uji yang secara spesifik menyatakan
apakah analit yang dianalisis berada di atas atau di bawah nilai tertentu (Gandjar
dan Rohman, 2007). Batas deteksi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut
(Harmita, 2004):
LOD =

3 x SB
slope

Menurut Harmita (2004), batas kuantitasi adalah jumlah analit terkecil
dalam sampel yang masih dapat diukur dalam kondisi percobaan yang sama dan
memenuhi kriteria cermat dan seksama.
LOQ =

10 x SB
slope

17
Universitas Sumatera Utara

2.4.4. Linearitas
Linieritas merupakan kemampuan suatu metoda untuk memperoleh hasilhasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran
yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran seberapa baik kurva
kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan konsentrasi (x). Data
yang diperoleh selanjutnya diproses dengan metode kuadrat terkecil, untuk
selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope), intersep, dan koefisien
korelasinya (Gandjar dan Rohman, 2007).
Kelinieran suatu metode analisis adalah kemampuan untuk menunjukkan
bahwa nilai hasil uji langsung atau setelah diolah secara matematika, proporsional
dengan konsentrasi analit dalam sampel dalam batas rentang konsentrasi tertentu
(Satiadarma, dkk., 2004).
2.4.5. Rentang
Rentang suatu metode analisis adalah interval antara batas konsentrasi
tertinggi dan konsentrasi terendah analit (termasuk tingkat yang disebut) yang
terbukti dapat ditentukan menggunakan prosedur analisis, dengan presisi, akurasi,
dan kelinieran yang memadai. Rentang biasanya dinyatakan dalam satuan yang
sama dengan hasil uji (persen, bagian per sejuta) (Satiadarma, dkk., 2004).

18
Universitas Sumatera Utara