Status Fungsi Motorik Pasien Pasca Stroke di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler (WHO, 2014).
Di Asia, khususnya Pakistan kejadian stroke sebanyak 250 per 100.000
populasi dan sekitar 350.000 kasus baru setiap tahunnya. Sri Lanka yang memilliki
penduduk sekitar 20 juta, diperkirakan prevalensi stroke 9 per seribu penduduk
(Wasay, Khatri & Kaul, 2014).
Riskesdas (2013), menyebutkan di Indonesia terjadi peningkatan prevalensi
stroke dari 8,3 per 1000 (2007) menjadi 12,1 per 1000 (2013), dengan angka kejadian
tertinggi di Sulawesi Selatan (17,9 per 1000), DI Yogyakarta (16,9 per 1000),
Sulawesi Tengah (16,6 per 1000), diikuti Jawa Timur sebesar 16 per 1000.
Sedangkan di Sumatera Utara prevalensinya adalah 10,3 per 1000. Laki-laki dan
perempuan memiliki insiden yang sama tingginya. Distribusi penderita stroke rawat
inap yang meninggal di RSU Dr. Pirngadi Medan tahun 2009 sebanyak 114 orang.
Masalah kesehatan yang timbul akibat stroke sangat bervariasi, tergantung
kepada luasnya daerah otak yang mengalami infark atau kematian jaringan dan lokasi


Universitas Sumatera Utara

yang terkena. Gangguan saraf yang timbul akibat stroke antara lain gejala
kelumpuhan wajah atau anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas (pelo),
mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan, gangguan menelan, kehilangan
rasa peka sesisi tubuh, gangguan mengontrol emosi dan gangguan daya ingat
(Riskesdas, 2013; Rasyid, 2007).
Dalam penelitian Persson et al (2015), mengatakan bahwa gangguan yang
biasa terjadi adalah penurunan fungsi ekstremitas atas dimana hal ini dapat
meningkatkan resiko ketergantungan pada orang lain dalam melakukan aktivitasnya
sehari-hari. Murtutik dan Wigatiningsih (2010) mendapatkan bahwa dari 44
responden penelitiannya yang mengalami stroke, sebanyak 35 orang (79,5%) harus
dibantu

orang

lain

untuk


melakukan

mobilisasi.

Ini

merupakan

tingkat

ketergantungan yang tinggi.
Beebe dan Lang (2009), pemulihan kekuatan ekstremitas masih merupakan
masalah utama yang dihadapi pasien stroke yang mengalami kelumpuhan (paresis).
Delapan puluh persen pasien mengalami kelumpuhan akut pada bagian ekstremitas
atas setelah stroke dan hanya sepertiga yang mengalami pulih sepenuhnya. Bagi
pasien pasca stroke diperlukan intervensi rehabilitasi medik agar mereka mampu
mandiri untuk mengurus dirinya sendiri dan melakukan aktivitas kehidupan seharihari tanpa harus terus menjadi beban bagi keluarganya. Namun tidak semua pasien
mendapat kesempatan melanjutkan program rehabilitasi stroke setelah pulang dari
perawatan. Sebagian besar disebabkan karena tidak tersedianya fasilitas rehabilitasi
medik di sekitar tempat tinggal pasien. Secara umum rehabilitasi stroke fase subakut


Universitas Sumatera Utara

dan kronis dapat ditangani melalui tatalaksana rehabilitasi medis sederhana yang
tidak memerlukan peralatan canggih. Berfokus pada upaya untuk mencegah
komplikasi immobilisasi yang dapat membawa dampak kepada perburukan kondisi
dan mengembalikan kemandirian dalam aktivitas sehari-hari, diharapkan pasien dapat
mencapai hidup yang lebih berkualitas (Wirawan, 2009)
Sebuah metode yang cepat dan sederhana untuk memprediksikan pemulihan
ekstremitas atas sangat beguna bagi pasien dan dokter. Prediksi pemulihan pasien
stroke sangat penting untuk fokus memberikan rehabilitasi yang hemat biaya.
Menurut Feladita (2014), rata-rata biaya terapi pasien stroke hemoragi untuk kelas
utama sebesar Rp 17.278.403,-, kelas I sebesar Rp 21.775.649,-, kelas II sebesar Rp
15.233.515,- dan kelas III sebesar Rp 8.298.155,-. Sistem pembiayaan dan kelas
perawatan mempengaruhi total biaya pasien. Tingginya biaya perawatan dapat
menimbulkan stres pada pasien dan keluarga. Hariyati, Sumarwati dan Handiyani
(2004), menemukan dari 84 responden yang terdiri dari 42 pasien dan 42 anggota
keluarga pasien bahwa tingkat stres terhadap faktor ekonomi berada pada rentang
yang tinggi yaitu 100%.
Rasyid (2007), mengatakan pemeriksaan fisik neurologi pasien stroke

sangatlah penting karena untuk membuktikan terjadinya gangguan fungsi motorik,
gangguan saraf otak dan penurunan kesadaran. Duncan et al (2005), pemeriksaan
yang komprehensif pada pasien stroke diperlukan untuk manajemen klinis yang tepat.
AHCPR (The Agency for Healthcare Policy and Research) yaitu panduan untuk
rehabilitasi pasca stroke merekomendasikan menggunakan instrumen standar yang

Universitas Sumatera Utara

sudah divalidasi dalam mengevaluasi pasien stroke. Instrumen ini membantu untuk
memastikan dokumentasi kondisi neurologis pasien yang dapat dipercaya, tingkat
kecacatan, fungsi independen, dukungan keluarga, kualitas hidup dan kemajuan dari
waktu ke waktu.
Pemeriksaan stroke disarankan pada saat presentasi/masuk rumah sakit, atau
setidaknya dalam 24 jam pertama setelah presentasi. Semua pasien diskrining untuk
depresi dan motorik, sensorik, kognitif, komunikasi dan defisit menelan oleh petugas
kesehatan yang terlatih, menggunakan alat skrining standar dan valid. Jika depresi
dan motorik, sensorik, kognitif, komunikasi dan defisit menelan ditemukan, semua
pasien harus diperiksa oleh dokter yang tepat dari tim rehabilitasi. Hasil pemeriksaan
digunakan untuk mengkaji kemungkinan hasil, menentukan tingkat perawatan yang
tepat dan mengembangkan intervensi. Hasil pengkajian akan diberikan kepada

keluarga dan hasil yang diharapkan didiskusikan dengan pasien, anggota keluarga dan
pengasuh (Duncan et al, 2005).
Sanford et al (1993), mengatakan bahwa pengukuran status sensorimotorik
yang valid dan dapat dipercaya dibutuhkan untuk pengambilan keputusan klinis dan
tujuan penelitian. Satu pengukuran yang telah didiskusikan secara luas adalah
pengkajian Fugl-Meyer. Pengkajian Fugl-Meyer dikembangkan untuk mengkaji
pemulihan pasien stroke. Hal ini telah dikembangkan lebih dulu oleh Twitchell dan
Brunnstrom.
Page, Hade dan Persch (2013), merekomendasikan pengkajian Fugl-Meyer
untuk

digunakan

dalam

pemeriksaan

pasien

stroke.


Pengkajian

ini

juga

Universitas Sumatera Utara

direkomendasikan

oleh

KNGF

(Koninklijk

Nederlands

Genootschap


voor

Fysiotherapie) panduan untuk stroke, berdasarkan bukti ilmiah. Ada lima domain
pengkajian fugl-meyer yaitu, motorik, sensorik, keseimbangan, rentang gerak dan
nyeri sendi. Domain motorik meliputi pengkajian ekstremitas atas dan ekstremitas
bawah (Sullivan et al, 2011).
Dari uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti status fungsi motorik
pasien pasca stroke di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Perumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran status fungsi motorik pasien pasca stroke di RSUP.
H. Adam Malik Medan?

1.3. Tujuan Penelitian
Mengidentifikasi status fungsi motorik pasien pasca stroke di RSUP. H.
Adam Malik Medan.

1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Pendidikan Keperawatan

Diharapkan penelitian ini mampu memberikan informasi bagi mahasiswa/i
keperawatan tentang status fungsi motorik pada pasien pasca stroke.
1.4.2. Pelayanan Keperawatan

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian ini diharapkan bisa sebagai masukan untuk perawat dalam
memberikaan asuhan keperawatan yang lebih berkualitas

1.4.3. Penelitian Keperawatan
Sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya jika ingin meneliti hal yang
berkaitan dengan fungsi motorik dan stroke.

Universitas Sumatera Utara