Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Disiplin Kerja Pegawai di Puskesmas Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2016

2

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kepemimpinan
2.1.1 Pengertian Kepemimpinan
Tiada organisasi tanpa pimpinan. Courtois berpendapat bahwa “ kelompok
tanpa pimpinan seperti tubuh tanpa kepala, mudah menjadi sesak, panik, kacau,
anarkis. Kepemimpinan mempunyai arti yang berbeda pada orang-orang yang
berbeda. Dalam perkembangan zaman,bersamaan dengan pertumbuhan scientific
management (managemen ilmiah), yang dipelopori oleh ilmuan Frederick

W.Taylor pada awal abad ke-20 dan kemudian hari berkembang menjadi satu
ilmu kepemimpinan (Kartono, 1982).
Menurut Ordway Tead yang dikutip oleh Sutarto (2001), “ Leadership is
the activity of influencing to coperate toward some goad which come to find
desirable.” (Kepemimpinan adalah akrivitas mempengaruhi orang-orang agar mau

bekerja sama untuk mencapai beberapa tujuan yang mereka inginkan).
Menurut Reuter (dalam Sutarto, 2001) “ Leadership is an ability to

persuade or direct men withuot use of the prestige or power of formal office or
external circumtance” (Kepemimpinan adalah suatu kemempuan untuk mengajak

atau mengerahkan orang-orang tanpa memakai perbawa atau kekuatan formal
jabatan atau keadaan luar).
Menurut Martin J.Gannon (dalam Sutarto, 2001) “ Leadership is the
ability of a superior to influence the behavior of subotdinates; one of behavioral

9

Universitas Sumatera Utara

10

in

organization.”(Kepemimpinan

adalah


kemampuaan

seorang

atasan

mempengaruhi perilaku para bawahannya; salah satu perilaku dalam organisasi).
Menurut Joseph C. Rost (dalam Sutarto, 2001), Kepemimpinan adalah
sebuah hubungan yang saling mempengaruhi diantara pemimpin dan pengikut
(bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tuuan
bersamanya
Robert Tannenbaum, dkk (dalam Sutarto, 2001), “ We define leadership as
interpersonal influence, exercised in situasion and directed through the
communication process, toward the attaiment of a specific goal or goals .” ( Kami

mendefenisikan kepemimpinan sebagai saling pengaruh antar pribadi, dilatih
dalam situasi dan diarahkan, melalui proses komunikasi untuk mencapai tujuan
atau tujuan-tujuan khusus).
Kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mempengaruhi dan
mengarahkan para pegawai dalam melakukan pekerjaan yang telah ditugaskan

kepada mereka. Sebagaimana didefinisikan oleh Stoner, Freeman, dan Gilbert
(dalam Sutarto, 2001)
Menurut Hemhill & Coons (dalam sutarto, 2001), Kepemimpinan adalah
perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-aktivitas suatu kelompok
kesuatu tujuan yang ingin dicapai bersama (shared goal).
Menurut John D. Pfiffner & Robert Presthus (dalam Sutarto, 2001),
“Leadership is the art of coordinating and motivating individuals and groups to
achieve desired ends.” (Kepemimpinan adalah seni mengkoordinasi dan

Universitas Sumatera Utara

11

memotivasi individu-individu serta kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan
yang diinginkan).
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa kepemimpinan adalah
rangkaian kegiatan penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang
lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dalam kegiatan administrasi yang dimaksud dengan orang lain
sebagian terbesar adalah para bawahan (Siagian, 2002).

2.1.2 Karakteristik Kepemimpinan
Menurut Siagian (2002) menyatakan bahwa ciri-ciri ideal seorang
pemimpin adalah :
1.

Pengetahuan umum yang luas

2.

Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang

3.

Sifat inkuisif

4.

Kemampuan analitik

5.


Daya ingat yang kuat

6.

Kapasitas integratif

7.

keterampilan berkomunikasi secara efektif

8.

Keterampilan mendidik

9.

Rasionalisasi

10. Objektivitas

11. Pragmatisme
12. Kemampuan menentukan skala prioritas
13. Kemampuan membedakan yang urgen dan yang penting

Universitas Sumatera Utara

12

14. Rasa tepat waktu
15. Rasa kohesi yang tinggi
16. Naluri relevansi
17. Keteladanan
18. Kesedian menjadi pendengar yang baik
19. Adaptabilitas
20. Fleksibilitas
21. Ketegasan
22. Keberanian
23. Orientasi masa depan
24. Sikap yang antisipatif
2.1.3 Fungsi kepemimpinan

Menurut Keating (1986) tugas kepemimpinan, leadership function,
meliputi dua bidang utama: pekerjaan yang harus diselesaikan dan kekompakan
orang-orang yang dipimpinnya. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan
disebut task function. Tugas yang berhubungan dengan kekompakan kelompok
disebut relationship function. Tugas yang berhubungan dengan pekerjaan perlu
agar pekerjaan kelompok dapat diselesaikan dan kelompok mencapai tujuannya.
Tugas yang berhubungan dengan kekompokan kelompok dibutuhkan agar
hubungan antar orang yang bekerjasama menyelesaikan kerja itu lancar dan enak
jalannya.
Tugas kepemimpinan yang berhubungan dengan kerja kelompok antara
lain:

Universitas Sumatera Utara

13

1.

Memulai, initiating: usaha agar kelompok mulai kegiatan atau gerakan
tertentu. Misalnya mengajukan masalah kepada kelompok dan mengajak para

anggota kelompok memikirkan dan mencari jalan pemecahannya.

2.

Mengatur, regulating: tindakan untuk mengatur arah dan langkah kegiatan
kelompok.

3.

Memberitahu, informating: kegiatan memberi informasi, data fakta, dan
pendapat kepada para anggota dan minta dari mereka informasi, data fakta
dan pendapat yang diperlukan.

4.

Mendukung, supporting: usaha untuk menerima gagasan, pendapat, usulan
dari bawah dan menyempurnakannya dengan menambah atau menguranginya
untuk digunakan dalam rangka penyelesaian tugas bersama.

5.


Menilai, evaluating: tindakan untuk menguji gagasan yang muncul atau cara
kerja yang diambil dengan menunjukkan konsekuensi-konsekuensinya dan
untung-ruginya.

6.

Menyimpulkan,

summarizing:

kegiatan

untuk

mengumpulkan

dan

merumuskan gagasan, pendapat dan usul yang muncul, menyingkat lalu

menyimpulkannya sebagai landasan untuk pemikiran lebih lanjut.
Tugas kepemimpinan yang berhubungan dengan kekompakan kelompok
antara lain:
1.

Mendorong, encouraging: bersikap hangat, bersahabat, menerima orangorang .

2.

Mengungkapkan perasaan, expressing filling: tindakan menyatakan perasaan
terhadap kerja dan kekompakan kelompok, seperti rasa puas, rasa senang,

Universitas Sumatera Utara

14

rasa bangga, dan ikut seperasaan seperti rasa puas, rasa senang, rasa bangga,
dan ikut seperasaan dengan orang-orang yang dipimpinnya pada waktu
mengalami kesulitan, kegagalan, dan lain-lain.
3.


Mendamaikan, harmonizing: tindakan mempertemukan dan mendamaikan
pendapat-pendapat yang berbeda dan merukunkan orang-orang yang
bersitegang satu sama lain.

4.

Mengalah, compromizing: kemauan untuk mengubah dan menyesuaikan
pendapat dan perasaan orang-orang yang dipimpinnya.

5.

Memperlancar,

gatekeeping:

kesediaan

membantu

mempermudah

keikutsertaan para anggota dalam kelompok, sehingga semua rela
menyumbangkan dan mengungkapkan gagasan-gagasan.
6.

Memasang aturan permainan setting standars:

tindakan menyampaikan

aturan atau tata tertib yang membantu kehidupan kelompok.
2.1.4 Gaya Kepemimpinan
Banyak tokoh telah melakukan pengkajian secara mendalam tentang
perilaku kepemimpinan dengan berbagai pendekatan dan objek kajian yang
menjadi pusat perhatian mereka sebagai keinginan penungkapan efektivitas
kepemimpinan terhadap perputaran roda ogranisasi.
Sebenarnya gaya kepemimpinan ini pada gilirannya ternyata merupakan
dasar dalam membeda-bedakan atau megklasifikasikan tipe kepemimpinan yang
secara makro, gaya kepemimpinan memiliki tiga pola dasar, yaitu:
a. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan tugas secara
efektif dan efisien, agar mampu mewujudkan tujuan secara maksimal

Universitas Sumatera Utara

15

b. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan pelaksanaan hubungan kerja
sama
c. Gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan hasil yang dapat dicapai
dalam rangka mewujudkan tujuan organisasi.
Di sini pemimpin menaruh perhatian yang besar dan memiliki keinginan
yang kuat, agar setiap anggota berprestasi sebesar-besarnya. Sebenarnya masih
ada satu gaya kepemimpinan yang berpola mementingkan citra dirinya sebagai
sosok pemimpin agar ia dapat dipandang penuh dengan wibawa, kharisma dan
prestasi. Gaya yang demikian dalam praktiknya hanya dengan nuansa” politik
pencitraan” ketimbang dengan prestasi kerja dalam mencapai tujuan organisasi
(Sutarto, 2001).
2.1.4.1 Gaya Kepemimpinan Klasik
Mengutip pendapat dari Mesiono (2010), ada lima gaya kepemimpinan
yang diakui keberadaannya sejak dahulu adalah :
1. Tipe yang Otokratik
Seorang pemimpin yang otokratik adalah seorang yang sangat egois.
Egoisnya yang sangat besar akan mendorongnya memutarbalikkan kenyataan
yang dibenarkannya sehingga sesuai dengan apa yang secara subjektif
diinterpretasikan sebagai kenyataan.
Berdasarkan nilai yang demikian, seorang pemimpin yang otoriter akan
menunjukkan berbagai sikap yang menunjukkan „ke-akuannya” antara lain
sebagai berikut :

Universitas Sumatera Utara

16

a. Cenderung mengganggap organisasi sebagai milik pribadi yang dapat
diperlakukannya dengan sekehendak hati, karena bagi nya tujuan organisasi
identik dengan tujuan pribadi.
b. Kecenderungan memperlakukan para bawahan sama dengan alat-alat lain
dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai
harkat dan martabat mereka.
c. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa
mengkaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para
bawahan.
d. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan
dengan cara memberitahukan kepada para bawahan tersebut bahwa ia telah
mengambil keputusan tertentu dan para bawahan itu diharapkan bahkan
dituntut untuk melaksanakan nya saja.
2. Tipe yang Paternalistik
Tipe pemimpin yang paternalistik banyak terdapat di lingkungan
masyarakat yang masih besifat tradisional. Popularitas pemimpin yang
paternalistik ditandai oleh beberapa faktor yaitu:
a. Kuatnya ikatan primordial,
b. Kehidupan masyarakat yang komunalistik,
c.

Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan bermasyarakat,

d.

Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara seorang
anggota masyrakat dengan anggota masyarakat lainnya.

Universitas Sumatera Utara

17

Ditinjau dari segi nilai-nilai organisasional yang dianut, biasanya seorang
pemimpin yang paternatistik mengutamakan kebersamaan. Berdasarkan nilai
kebersamaan itu seorang pemimpin yang paternalistik berusaha memperlakukan
semua orang dan semua satuan kerja yang terdapat dalam organisasi seadil dan
serata mungkin. Dalam organisasi demikian tidak terdapat penonjolan orang atau
kelompok tertentu. Berikut beberapa ciri-ciri pemimpin yang memiliki tipe
kepemimpinan paternalistik yaitu:
a.

Sikap kebapakan dalam diri pemimpin paternalistik terhadap bawahannya
lebih bersifat informal dan hubungan yang lebih bersifat informal tersebut
dilandasi oleh pandangan bahwa para bawahan belum mencapai tingkat
kedewasaan, sehingga mereka tidak dibiarkan untuk berindak dan berfikir
sendiri.

b.

Over protective atau terlalu melindungi terhadap para bawahan akibat

pandangan bahwa para bawahan itu belum dewasa.
c.

Terjadi pemusatan pengambilan keputusan dalam diri pemimpin yang
bersangkutan, sedangkan para bawahan hanya tinggal melakukan saja. Hal
ini disebabkan karena pemimpin paternalistik bersikap maha tahu akan
segala sesuatu mengenai seluk beluk organisasional. Dan akibatnya tidak
ada pemanfaatan sumber informasi, ide dan saran dari para bawahan.

3. Tipe yang Kharismatik
Seorang pemimpin yang kharismatik adalah seseorang pemimpin yang
dikagumi oleh banyak pengikut meskipun para pengikut tersebut tidak selalu
dapat menjelaskan secara konkret mengapa orang tersebut dikagumi. Dengan kata

Universitas Sumatera Utara

18

lain, seorang pemimpin yang kharismatik memiliki daya tarik tersendiri yang
sangat memikat sehingga mampu memperoleh pengikut yang kadang-kadang
jumlahnya sangat besar. Terdapat empat dimensi dalam gaya kepemimpinan
kharismatik yang disebut sebagai “the Four I’s”, yaitu:
a. Dimensi yang pertama disebut sebagai idealized influence (pengaruh
ideal). Dimensi ini digambarkan sebagai perilaku pemimpin yang
membuat para pengikutnya mengagumi, menghormati dan sekaligus
mempercayainya.
b. Dimensi yang kedua disebut sebagai inspirational motivation (motivasi
inspirasi). Pemimpin yang mampu mengartikulasikan pengharapan yang
jelas terhadap prestasi bawahan, mendemonstrasikan komitmennya
terhadap seluruh tujuan organisasi, dan mampu mengubah spirit tim dalam
organisasi melalui penumbuhan entuasiasme dan optimisme.
c. Dimensi yang ketiga disebut sebagai intellectual stimulation (stimulasi
intelektual). Pemimpin harus mampu menumbuhkan ide-ide baru,
memberikan solusi yang kreatif terhadap permasalahan-permasalahan
yang dihadapi bawahan, dan memberikan motivasi kepada bawahan untuk
mencari pendekatan-pendekatan yang baru dalam melaksanakan tugastugas organisasi.
d. Dimensi yang keempat disebut sebagai individualized consideration
(konsiderasi individu). Seorang pemimpin yang mau medengarkan dengan
penuh perhatian masukan-masukan bawahan dan secara khusus mau
memperhatikan kebutuhan-kebutuhan bawahan akan pengembangan karir.

Universitas Sumatera Utara

19

4. Tipe yang laissez faire
Gaya laissez-faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Nilai-nilai yang dianut oleh seorang pemimpin tipe laissez faire dalam
menyelenggarakan fungsi-fungsi kepemimpinannnya biasanya bertolak dari
filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas dalam
kehidupan bersama, mempunyai kesetiaan kepada sesama dan organisasi, taat
kepada norma-norma dan peraturan yang telah disepakati bersama, mempunyai
rasa tanggung jawab yang besar terhadap tugas-tugas yang harus diembannya.
Dengan sikap organisasional demikian, tidak alasan kuat untuk memperlakukan
para bawahan sebagai orang-orang yang tidak dewasa, tidak bertanggung jawab
dan tidak setia, dan sebagaianya.
Kepemimpinan gaya laissez-faire antara lain berciri:
a. Kebebasan penuh bagi keputusan kelompok atau individu, dengan
partisipasi dari pemimpin.
b. Pendelegasian wewenang terjadi secara ektensif.
c.

Pengambilan keputusan diserahkan kepada para pejabat pimpinan yang
lebih rendah dan kepada para petugas operasional, kecuali dalamhal-hal
tertentu yang nyata-nyata nye menuntut keterlibatannya secara langsung.

d.

Status quo organisasional tidak terganggu.

Universitas Sumatera Utara

20

e.

Penumbuhan dan pengembangan kemampuan berfikir dan nertindak yang
inovatif dan kreatif diserahkan kepada para anggota yang bersangkutan
sendiri.

f. Sepanjang dan selama para anggota organisasi menunjukkan perilaku dan
prestasi kerja yang memadai, intervensi pimpinan dalam perjalanan
organisasi berada pada tingkat yang minimum.
Penerapan gaya kepemimpinan bebas (Laissez-Faire) dapat mendatangkan
keuntungan antara lain para anggota atau bawahan akan dapat mengembangkan
kemampuan dirinya. Tetapi kepemimpinan jenis ini membawa kerugian bagi
organisasi antara lain berupa kekacuan karena setiap pegawai bekerja menurut
selera masing-masing.
5. Tipe yang Demokratik
Gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan
bawahan. Kepemimpinan gaya demokratis memiliki karateristik antara lain:
a. Gaya kepemimpinan yang demokratis memandang manusia sebagai mahluk
yang mulia dan derajatnya sama.
b. Pemimpin yang demokratik cenderung mementingkan kepentingan organisasi
atau kepentingan golongan dibandingkan kepentingan pribadinya.
c. Sangat mengutamakan kerjasama dalam organisasi untuk mencapai tujuan
bersama.

Universitas Sumatera Utara

21

d. Menerima saran, pendapat, dan kritik bawahannya untuk pengembangan dan
kemajuan organisasi.
e. Berusaha mengembangan bawahan menjadi pegawai yang lebih berhasil dari
sebelumnya.
f. Pemimpin yang demokratik selalu berusaha untuk mengembangan kapasitanya
menjadi pemimpin yang lebih baik untuk kemajuan organisasi.
Penerapan

gaya

kepemimpinan

demokratis

dapat

mendatangkan

keuntungan antara lain berupa keputusan serta tindakan yang lebih obyektif,
tumbuhnya rasa ikut memiliki serta terbinanya moral yang tinggi. Sedang
kelemahan gaya kepemimpinan ini adalah keputusan serta tindakan kadangkadang lamban, rasa tanggung jawab kurang, keputusan yang dibuat bukan
merupakan keputusan terbaik.
2.1.4.2 Kepemimpinan Situasional (Situasional Leadership)
Efektivitas kepemimpinan situasional tergantung pada dua hal, yaitu
pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan
tingkat kematangan jiwa (kedewasaan) para bawahan yang dipimpin. Dua dimensi
kepemimpinan yang digunakan dalam teori ini ialah perilaku seorang pemimpin
yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan
(Siagian, 2003)
Sedangkan menurut Hasibuan (2000), Gaya kepemimpinan situasional
yaitu:
1. Kepemimpinan Otoriter (direktif)

Universitas Sumatera Utara

22

Kepemimpinan otoriter adalah jika kekuasaan atau wewenang, sebagian
besar mutlak tetap berada pada pimpinan atau kalau pimpinan itu menganut
sistem sentralisasi wewenang. Pengambilan keputusan dan kebijakannya hanya
ditetapkan sendiri oleh pemimpin, bawahan tidak diikutsertakan untuk
memberikan saran, ide, dan pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan.
Pemimpin menganggap dirinya orang yang paling berkuasa, paling pintar
dan paling cakap. Pengarahan bawahan dilakukan dengan memberikan
instuksi/perintah, ancaman hukuman serta pengawasan dilakukan secara ketat.
Orientasi kepemimpinannya difokuskan hanya untuk peningkatan produktivitas
kerja karyawan dengan kurang memperhatikan perasaan dan kesejahteraan
bawahan. Pimpinan menganutsistem manajemen tertutup (closed managemen)
kurang menginformasikan keadaan perusahaan pada bawahannya. Pengkaderan
kurang mendapat perhatiannya.
2. Kepemimpinan partisipatif
Kepemimpinan partisipatif adalah apabila dalam kepemimpinannya
dilakukan dengan cara persuasif, menciptakan kerja sama yang serasi,
menumbuhkan layalitas, dan partisipasi para bawahan. Pemimpin memotivasi
bawahan agar merasa ikut memiliki perusahaan.
Falsafah pemimpin ialah “pimpinan (dia) adalah untuk bawahan”.
Bawahan harus berpartisipasi memberikan saran, ide, dan pertimbangan –
pertimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan tetap dilakukan
pimpinan dengan mempertimbangkan saran atau ide yang diberikan bawahannya.

Universitas Sumatera Utara

23

Pimpinan menganut sistem manajemen terbuka (open manajement) dan
desentralisasi wewenang.
Pimpinan dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan bawahan
mengambil keputusan. Dengan demikian, pimpinan akan selalu membina
bawahan untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar.
3. Kepemimpinan Delegatif
Kepemimpinan delegatif apabila seorang pemimpin mendelegasikan
wewenang kepada bawahan dengan agak lengkap. Dengan demikian, bawahan
dapat mengambil Pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan
pekerjaan kepada bawahan dalam arti pimpinan menginginkan, agar para bawahan
mengendalikan mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan
tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan itu dan
hanya sedikit melakukan kontak dengan bawahannyakeputusan dan kebijaksanaan
dengan bebas atau leluasa dalam melaksakan pekerjaanya.. Dalam hal ini ituntut
memiliki kematangan dalam pekerjaan (kemampuan) dan kematangan psikologi
(kemauan).
2.1.5 Efektivitas kepemimpinan
Menurut Robbins dan Lussier (dalam Mesiono, 2010), pemimpin yang
efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasi secara sangat
terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling
percaya, saling menghargai, dan senantiasa hanagt dengan bawahannya. Secar
singkat, kepemimpinan yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani
kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.

Universitas Sumatera Utara

24

Tujuh ciri kepemimpinan yang efektif meliputi hasrat, keinginan
memimpin, kejujuran dan integritas, kepercayaan diri, kecerdasan dan
penegtahuan yang terkait dan extraversion. Secara rinci berikut ini ciri tujuh
kepemimpinan yang efektif (Mesiono, 2010).
1.

Dorongan (drive); pemimpin menunjukkan tingkat usaha yang tinggi

2.

Kehendak untuk memimpin (desire to lead); seorang pemimpin
mempunyai kehendak yang kuat untuk mempengaruhi dan memimpin
orang lai dengan menunjukkan kemampuan mengemban tanggung jawab.

3.

Kejujuran dan integritas (Honesty dan integrity); pemimpin membangun
hubungan saling mempercayai dengan bawahan dengan bersikap jujur
dan konsistensi yang tinggi anatara perkataan dan perbuatan.

4.

Percaya diri (self confidence); para bawahan melihst pemimpin tidak argu
akan dirinya. Sehingga pemimpin perlu menunjukkan kepercayaan diri
untuk meyakinkan bawahan tentang kebenaran sasaran dan keputusan.

5.

Intelligence;

pemimpin

haruslah

cerdas

untuk

mengumpulkan,

menganalisis dan menafsirkan banyak informasi, dan pemimpin harus
mampu menciptakan visi, memecahkan masalah, membuat kepeutusan
yang tepat.
6.

Job-Relevan-Knowlegde; pemimpin yang efektif memiliki tentang

perusahaan, industry, dan hal-hal teknis agar dapat membuat keputusan
secara tepat.

Universitas Sumatera Utara

25

7.

Extraversion; pemimpin adalah orang yang enerjik dan bersemangat.

Mereka mampu bersosialisasi, tegas dan jarang diam (aktif) atau
menyerah.
Sedangkan menurut Yukl (1994), Ukuran yang biasanya digunakan
mengenai efektivitas pemimpin adalah dari :
1.

sejauh mana unit organisasi dari pemimpin tersebut melaksanakn
tugasnya secara berhasil dan mecapai tujuan-tujuannya

2.

sikap dari pada pengikut terhadap pemimpin tersebut adalah indikator
umur lain dari efektivitas seorang pemimpin. Sejauh mana seorang
pemimpin memuaskan kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan
mereka? Apakah para pengikut menyukai, menghormati dan mengagumi
pemimpin tersebut? Apakah para pengikut mempunyai komitmen yang
kuat melaksanakan permintaan-permintaan dari pemimpin, ataukah
mereka akan menentang, mengabaikan, atau menumbangkannya.

3.

Efektivitas pemimpin diukur dalam hubungannya dengan kontribusi
pemimpin terhadap kualitas dari proses-proses kelompok, seperti yang
dirasakan oleh para pengikut atau oleh para pengamat dari luar.

2.1.6 Indikator Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin harus memahami benar tentang seluk beluk atau tahapantahapan dalam meraih kepemimpinan yang sukses (Mesiono, 2010), yaitu:
1.

Pengawasan
Pengawasan merupakan aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-

pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang

Universitas Sumatera Utara

26

dikehendaki. Adapun tujuan pengawasan adalah mengusahakan agar pekerjaanpekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang
dikehendaki (Ranupandojo dan husnan, 2008).
Pengawasan dimaksudkan untuk mencegah atau pun untuk memperbaiki
kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dan penyelesaian lainnya untuk tidak
sesuai dengan tugas wewenang yang telah ditentukan. Menurut Handayadiningrat
(2011) sasaran pengawasan dapat dirincikan sebagai berikut:
a. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pimpinan yang diserahi tugas
dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan.
b. Mendidik para pegawai agar mereka melaksanakan pekerjaannya sesuai
dengan prosedur yang telah ditentukan.
c. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, kelaian dan kelemahan agar
terjadi kerugian yang tidak di inginkan.
d. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan, agar pelaksanaan
pekerjaan tidak mengalami hambatan-hambatan dan pemborosan
e. Melalui pengawasan tugas-tugas yang telah ditentukan sungguh-sungguh
dilaksanakan sesuai dengan pola-pola yang telah digariskan dalam
rencana.
2. Komunikasi
Komunikasi merupakan instrumen untuk berbagai pemikiran, perasaan dan
sumber daya. Apabila komunikasi putus, yang akan segera terjadi hanyalah
ketidaksepakatan dan kesalapahaman. Perilaku komunikasi itu merupakan salah

Universitas Sumatera Utara

27

satu faktor penting untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawabnya dalam
organisasi.
3.

Motivasi
Pemimpin harus mampu memberikan motivasi yang baik kepada anak

buahnya. Berilah kepada anggota-anggota kelompok atau bawahan kepada satu
motivasi atau satu kompleks motif-motif tertentu, maka pasti mereka bersedia
melakukan perbuatan-perbuatan besar, atau perbuatan kepahlawanan lainnya
(Kartono, 1982). Karena itulah perlu adanya pemupukan motif-motif atau
motievencultuur (istilah Lind-worsky) guna membangkitkan semangat dan

kegiatan-kegiatan kelompok.
Adapun motivasi yang diberikan oleh pemimpin itu pada umumnya
bermaksud untuk:
a. Meningkatkan asosiasi dan integrasi kelompok; menjamin keterpaduan.
b. Menjamin efektivitas dan efisiensi kerja semua anggota kelompok
c. Meningkatkan partisipasi aktif dan tanggung jawab sosial semua anggota
d. Meningkatkan produktivitas semua sektor dan anggota kelompok
e. Menjamin terlaksananya realisasi-diri dan pengembangan diri pada setiap
anggota kelompok, dan memberikan kesempatan untuk melakukan
ekspresi bebas.
4.

Koordinasi
Koordinator yang baik akan mempunyai peran sebagai guru yang

bijaksana, yang memungkinkan bawahan semakin lama semakin pintar dan
profesional dalam melaksanakan tugasnya.Seorang pimpinan menjadi manajer

Universitas Sumatera Utara

28

personalia juga secara otomatis menjadi manajer training atau instruktur, sehingga
pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada bawahan dapat menjadi lebih baik dan
berhasil guna.
2.2 Puskesmas
2.2.1 Pengertian Puskesmas
Pusat pelayanan masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah
fasilitas

pelayanan

kesehatan

yang

menyelenggarakan

upaya

kesehatan

masyarakat dan upaya kesehatan perseorang tingkat pertama, dengan lebih
mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes RI Nomor
75/2014).
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan
untuk mewujudkan masyarakat yang:
a.

Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat;

b.

Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu;

c.

Hidup dalam lingkungan yang sehat;

d.

Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga,
kelompok dan masyarakat.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan Puskesmas mendukung

terwujudnya Kecamatan sehat.Dinas kesehatan Kabupaten/Kota adalah satuan
kerja

pemerintahan

menyelenggarakan

daerah
urusan

kabupaten/kota
pemerintahan

yang

dalam

bertanggung

bidang

jawab

kesehatan

di

kabupaten/kota (Permenkes RI Nomor 75/ 2014).

Universitas Sumatera Utara

29

2.2.2 Manajemen Puskesmas
Untuk terselenggaranya berbagai upaya kesehatan perorangan dan upaya
kesehatan masyarakat yang sesuai dengan azas penyelenggaraan puskesmas, perlu
ditunjang oleh manajemen puskesmas yag baik. Manajemen puskesmas adalah
rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan luaran
puskesmas yang efektif dan efisien. Ada tiga fungsi manajemen pusksesmas yang
dikenal yakni Perencanaan, Pelaksanaan dan Pengendalian, serta Pengawasan dan
Pertanggungjawaban. Semua fungsi manajemen tersebut harus dilaksanakan
secara terkait dan berkesinambungan.
2.2.3 Tugas dan Fungsi Puskesmas
Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dalam melaksanakan tugas tersebut,
puskesmas menyelenggarakan fungsi (Permenkes RI Nomor 75/ 2014) :
a.

penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

b.

penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

2.2.4 Susunan Organisasi Puskesmas
Puskesmas
kabupaten/kota,

merupakan
sesuai

dengan

unit

pelaksana

ketentuan

teknis

peraturan

dinas

kesehatan

perundangundangan.

Puskesmas dipimpin oleh seorang Kepala Puskesmas yang merupakan seorang
tenaga kesehatan dengan kriteria sebagai berikut:
a. Tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi
manajemen kesehatan masyarakat;

Universitas Sumatera Utara

30

b.

masa kerja di Puskesmas minimal 2 (dua) tahun; dan

c. telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas.
Kepala Puskesmas bertanggungjawab atas seluruh kegiatan di Puskesmas
dan ia dapat merencanakan dan mengusulkan kebutuhan sumber daya Puskesmas
kepada dinas kesehatan kabupaten/kota. Dalam hal di Puskesmas kawasan
terpencil dan sangat terpencil yang tidak tersedia seorang tenaga kesehatan seperti
kriteria diatas, maka Kepala Puskesmas merupakan tenaga kesehatan dengan
tingkat pendidikan paling rendah diploma tiga (Permenkes RI Nomor 75/ 2014).
Menurut (Permenkes RI Nomor 75/ 2014) Organisasi Puskesmas paling
sedikit terdiri atas :
a.

kepala Puskesmas;

b.

kepala sub bagian tata usaha;

c.

penanggung jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat

d.

penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboratorium; dan

e.

penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring

f.fasilitas pelayanan kesehatan.
2.3 Disiplin Kerja
2.3.1 Pengertian Disiplin Kerja
Menurut Singodimedjo (dalam Sutrisno, 2009), mengatakan disiplin
adalah sikap kesediaan dan kerelaan seseorang untuk mematuhi dan menaati
norma-norma peraturan yang berlaku disekitarnya. Disiplin karyawan yang baik
akan mempercepat tujuan perusahaan, sedang disiplin yang merosot akan menjadi
dan memperlambat pencapaian tujuan perusahaan.

Universitas Sumatera Utara

31

Menurut Terry (dalam Sutrisno 2009), disiplin merupakan alat penggerak
karyawan. Agar tiap pekerjaan dapat berjalan dengan lancar, maka harus
diusahakan agar ada disiplin yang baik. Sedangkan menurut Latainer (dalam
Sutrisno, 2009), mengartikan disiplin kerja sebagai suatu kekuatan yang
berkembang didalam tubuh karyawan dan menyebabkan karyawan dapat
menyesuaikan diri dengan sukarela pada keputusan, peraturan, dan nilai-nilai
tinggi dari pekerjaan dan perilaku.
Disiplin kerja dapat dilihat sebagai sesuatu yang besar manfaatnya, baik
bagi kepentingan organisasi maupun bagi para karyawan. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa disiplin kerja sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran
segala aktivitas organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal.
2.3.2 Proses Pembentukan Disiplin Kerja
Ada dua jenis disiplin kerja berdasarkan terbentuknya yaitu disiplin diri
dan disiplin kelompok (Helmi, 1996).
a) Disiplin diri
Disiplin diri merupakan upaya yang dilakukan oleh seseorang atas
prakarsa sendiri dalam melaksanakan tugas. Disiplin diri menurut Jasin (dalam
Helmi, 1996) merupakan disiplin yang dikembangkan atau dikontrol oleh diri
sendiri berwujud pada kontrol terhadap tingkah laku yang berupa ketaatan
terhadap peraturan baik yang ditetapkan sendiri maupun oleh pihak lain. Davis &
Newstrom (1985) mengungkapkan bahwa pembentukan disiplin pribadi
merupakan tujuan disiplin preventif yang ditetapkan oleh organisasi sehingga
disiplin diri ditujukan pulademi pencapaian tujuan organisasi. Disiplin diri pada

Universitas Sumatera Utara

32

tiap karyawan bila telah tumbuh dengan baik akan merupakan kebanggaan bagi
setiap organisasi, karenapengawasan yang terus menerus tidak dibutuhkan lagi.
Melalui disiplin diri, karyawan-karyawan merasa bertanggungjawab dan dapat
mengatur diri sendiri untuk kepentingan organisasi.
Disiplin diri merupakan hasil proses belajar (sosialisasi) dari keluarga dan
masyarakat. Penanaman nilai-nilai yang menjunjung disiplin, baik yang
ditanamkan oleh orang tua, guru atau pun masyarakat merupakan bekal positif
bagi tumbuh dan berkembangnya disiplin diri. Penanaman nilai-nilai disiplin
dapat berkembang apabila didukung oleh situasi lingkungan yang kondusif yaitu
situasi yang diwarnai perlakuan yang konsisten dari orang tua, guru atau
pimpinan. Selain itu, orang tua, guru dan pimpinan yang berdisiplin tinggi
merupakan model peran yang efektif bagi berkembangnya disiplin diri.
Disiplin diri sangat besar perannya dalam mencapai tujuan organisasi.
Melalui disiplin diri seorang karyawan selain menghargai dirinya sendiri juga
menghargai orang lain. Misalnya jika karyawan mengerjakan tugas dan
wewenang tanpa pengawasan atasan, pada dasarnya karyawan telah sadar
melaksanakan tanggungjawab yang telah dipikulnya. Dalam hal iniberarti
karyawan sanggup melaksanakan tugasnya. Pada dasarnya ia menghargai potensi
dan kemampuannya. Disisi lain, bagi rekan sejawat, dengan diterapkannya
disiplin diri akan memperlancar kegiatan yang bersifat kelompok. Apalagi jika
tugas kelompok tersebut terkait dalam dimensi waktu ; suatu proses kerja yang
dipengaruhi urutan waktu pengerjaannya. Ketidakdisiplinan dalam suatu bidang

Universitas Sumatera Utara

33

kerja akan menghambat bidang kerja lain. Jadi dalam hal ini ada beberapa manfaat
yang dapat diambil oleh karyawan jika mempunyai disiplin diri diantaranya :
1.

Disiplin diri adalah disiplin yang diharapkan oleh organisasi. Jika harapan
organisasi terpenuhi karyawan akan mendapat reward (penghargaan) dari
organisasi, apakah itu dalam bentuk prestasi atau kompetisi lainnya.

2.

Melalui disiplin diri merupakan bentuk penghargaan terhadap orang lain.
Jika orang lain merasa dihargai, akan tumbuh penghargaan serupa dari
orang lain pada dirinya. Artinya,semakin memperkukuh kepercayaan diri .

3.

Penghargaan terhadap kemampuan diri. Didasarkan atas pandangan bahwa
jika karyawan mampu melaksanakan tugas, pada dasarnya ia mampu
mengaktualisasikan

kemampuan

dirinya.

Maksudnya,

karyawan

memberikan penghargaan pada potensi dan kemampuan yang melekat
pada dirinya.
b) Disiplin kelompok
Kegiatan organisasi bukanlah kegiatan yang bersifat individual semata.
Selain disiplin diri masih diperlukan disiplin kelompok. Bagaimana disiplin
kelompok terbentuk?. Disiplin kelompok akan tercapai jika disiplin diri telah
tumbuh dalam diri karyawan. Artinya kelompok akan menghasilkan pekerjaan
yang optimal jika masingmasing anggota kelompok dapat memberikan andil yang
sesuai dengan hak dan tanggungjawabnya. Karyawan juga dituntut untuk mampu
mengatur sikap dan perilaku yang sesuai dengan peraturan kerja sehingga hal ini
menjadi sarana untuk mempertahankan eksistensi organisasi. Pimpinan juga
bertanggungjawab

untuk

menciptakan

iklim

organisasi

dalam

rangka

Universitas Sumatera Utara

34

pendisiplinan preventif. Dalam upaya ini pimpinan berusaha agar karyawan
mengetahui dan memahami standar yang berlaku, karena apabila karyawan tidak
mengetahui standar yang diharapkan untuk mereka lakukan, perilaku mereka
cenderung tidak menentu dan salah arah.
Kedisiplinan tidak lahir dengan sendirinya. Disiplin lahir, tumbuh dan
berkembang melalui akumulasi pengalaman dan proses sosialisasi. Disiplin
dibangun dari kepribadian yang matang dan identifikasi terhadap norma-norma
kelompok masyarakat. Norma kelompok berfungsi menegakkan disiplin melalui
fungsi pengawasan dan kontrol sosial disebut dengan pengawasan ekternal yaitu
berupa pengawasan pimpinan, orang tua atau teman sekerja. Pengawasan internal
datangdari dalam individu dan menghasilkan kontrol diri. Oleh karena itu kontrol
diri mempunyai peran penting dalam membangun disiplin secara internal. Kontrol
diri dibutuhkan untuk mengaktifkan proses pendisiplinan (Davis & Newstrom,
1985). Kaitan antara disiplin diri dan disiplin kelompok dilukiskan oleh Jasin
(dalam Helmi, 1996) seperti dua sisi dari satu mata uang. Keduanya saling
melengkapi dan menunjang sifatnya komplementer. Disiplin diri tidak dapat
dikembangkan secara optimal tanpa dukungan disiplin kelompok. Sebaliknya,
disiplin kelompok tidak dapat ditegakkan tanpa adanya dukungan disiplin pribadi.
2.3.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja
Pemimpin mempunyai pengaruh langsung atas sikap kebiasaan yang
diperoleh karyawan. Kebiasaan itu ditentukan oleh pemimpin, baik dengan iklim
atau suasana kepemimpinan maupun melalui contoh pribadi. Karena itu, untuk

Universitas Sumatera Utara

35

mendapat disiplin yang baik, maka pemimpin harus memberikan kepemimpinan
yang baik pula (Sutrisno, 2009).
Menurut Singodimedjo yang dikutip oleh Sutrisno (2009), faktor yang
mempengaruhi disiplin pegawai adalah:
1.

Besar kecilnya pemberian kompensasi
Para karyawan akan mematuhi segala peraturan yang berlaku, bila ia

merasa mendapat mendapat jaminan balas jasa yang setimpal dengan jerih
payahnya yang telah dikontribusikan bagi purusahaan. Bila ia menerima
kompensasi yang memadai, mereka akan dapat bekerja tenang dan tekun, serta
selalu berusaha bekerja dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, bila ia merasa
kompensasi yang diterima jauh dari yang memadai, maka ia akan berfikir
mendua, dan berusaha untuk mencari tambahan penghasilan diluar, sehingga
menyebabkan ia sering mangkir, sering izin keluar.
2.

Ada tidaknya keteladanan pimpinan dalam perusahaan
Keteladanan pimpinan sangat penting sekali, karena dalam lingkungan

puskesmas, semua karyawan akan selalu memperhatikan bagaimana pimpinan
dapat menegakkan disiplin dirinya dan bagaimana ia dapat mengendalikan dirinya
dari ucapan, perbuatan, dan sikap yang dapat merugikan aturan disiplin yang
sudah di tetapkan.
3.

Ada tidaknya aturan pasti yang dapat dijadikan pegangan
Disiplin akan dapat ditegakkan dalam suatu perusahaan , jika ada aturan

tertulis yang telah disepakati bersama. Dengan demikian para karyawan akan

Universitas Sumatera Utara

36

mendapat suatu kepastianbahwa siapa saja yang dan perlu dikenakan sanksi tanpa
pandang bulu.
4.

Keberanian pimpinan dalam mengambil tindakan
Bila ada seorang karyawan yang melangar disiplin, maka perlu ada

keberanian pimpinan untuk mengambil tindakan yang sesuai dengan tingkat
pelanggaran yang dibuatnya. Dengan adanya tindakan terhadap pelanggar disiplin,
sesuai dengan sanksi yang ada, maka semua karyawan akan merasa terlindungi,
dan dalam hatinya berjanji tidak akan berbuat hal yang serupa.
5.

Ada tidaknya pengawasan pimpinan
Orang yang paling tepat melaksanakan pengawasan terhadap disiplin ini

tentulah atasan langsung para karyawan yang bersangkutan. Hal ini disebabkan
para atasan langsung itulah yang paling tahu dan paling dekat dengan para
karyawan yang ada dibawahnya. Pengawasan yang dilaksanakan atasan langsung
ini sering disebut WASKAT (pengawasan melekat).
6.

Ada tidaknya perhatian kepada para karyawan
Karyawan adalah manusia yang mempunyai perbedaan karakter antara

yang satu dengan yang lain. Pimpinan yang berhasil memberi perhatian yang
besar kepada para karyawan yang akan dapat menciptakan disiplin kerja yang
baik.
7.

Diciptakan kebiasaan-kebiasaan yang mendukung tegaknya disiplin
Kegiatan-kegiatan positif itu antara lain:
a. Saling menghormati, bila bertemu dilingkungan pekerjaan

Universitas Sumatera Utara

37

b. Melontarkan pujian sesuai dengan tempat dan waktunya, sehingga para
karyawan akan turut merasa bangga dengan pujian tersebut.
c. Sering mengikutsertakan karyawan dalam pertemuan-pertemuan, apalagi
pertemuan yang berkaitan dengan nasib dan pekerjaan mereka
d. Memberi tahu bila ingin meninggalkan tempat kepada rekan sekerja,
dengan mengimformasikan, kemana dan untuk urusan apa, walaupun
kepada bawahan sekalipun.
2.3.4

Indikator Disiplin Kerja
Adapun disiplin kerja dipengaruhi oleh faktor yang sekaligus sebagai

indikator dari disiplin kerja oleh Soejono (2000), yaitu:
1. Disiplin Waktu
Disiplin waktu disini diartikan sebagai sikap atau tingkah laku yang
menunjukkan ketaatan terhadap jam kerja yang meliputi:kehadiran dan kepatuhan
pegawai pada jam kerja, pegawai melaksanakan tugas dengan tepat waktu dan
benar, ketepatan waktu, para pegawai datang ke kantor tepat waktu, tertib dan
teratur, dengan begitu dapat dikatakan disiplin kerja baik.
2. Disiplin Peraturan
Peraturan maupun tata tertib yang tertulis dan tidak tertulis dibuat agar
tujuan suatu organisasi dapat dicapai dengan baik. Untuk itu dibutuhkan sikap
setia dari pegawai terhadap komitmen yang telah ditetapkan tersebut. Kesetiaan
disini berarti taat dan patuh dalam melaksanakan perintah dari atasan dan
peraturan, tata tertib yang telah ditetapkan. Serta ketaatan pegawai memakai

Universitas Sumatera Utara

38

seragam kantor, menggunakan kartu tanda pengenal identitas, membuat ijin bila
tidak masuk kantor, juga merupakan cerminan dari disiplin yang tinggi.
3. Disiplin Tanggung Jawab
Salah satu wujud tanggung jawab pegawai adalah penggunaan dan
pemeliharaan peralatan yang sebaik-baiknya sehingga dapat menunjang kegiatan
kantor berjalan dengan lancar. Serta adanya kesanggupan dalam menghadapi
pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya sebagai seorang pegawai. Tanggung
jawab yang tinggi, pegawai yang senantiasa menyelesaikan tugas yang
dibebankan kepadanya sesuai dengan prosedur dan bertanggung jawab atas hasil
kerja, dapat pula dikatakan memiliki disiplin kerja yang baik.
4. Menggunakan peralatan kantor dengan baik
Sikap hati-hati dalam menggunakan peralatan kantor, dapat menunjukkan
bahwa seseorang memiliki disiplin kerja yang baik, sehingga peralatan kantor
dapat terhindar dari kerusakan.
2.4 Pengaruh Kepemimpinan terhadap disiplin kerja
2.4.1 Menciptakan disiplin - pribadi kelompok.
Menurut

Suryaningrat

(1982),

tiap

kelompok

menyusun

dan

mengembangkan tata dan tingkah laku yang hanya berlaku dalam kelompok serta
harus di patuhi secara ketat oleh seluruh anggota kelompok. Tetapi kelompok
makin luas, hubungan antar kelompok makin longgar, tujuan terasa jauh dari
anggota kelompok. Maka dirasakan penting untuk menyusun peraturan-peraturan
yang tegas untuk meredakan hambatan persatuan dan untuk menegaskan tanggung
jawab tingkah laku perorangan. Pada tahap ini timbul masalah disiplin pribadi
kelompok. Disiplin adalah penertiban dan penguasaan tingkah laku pribadi atau

Universitas Sumatera Utara

39

kelompok. Penertiban dan penguasaan demekian perlu dan penting untuk
mengatasi segala hambatan daya guna dan hasil guna kelompok seperti
perselisian,

perumusan

perorangan,

kelemahan

kerja,

kecerobohan

dan

pemborosan.
Disiplin pribadi kelompok hanya berhasil bila pemimpin tetap aktif
bijaksana membina dan melaksanakan seluruh prosedur secara konsekwen. Ia
tidak boleh pilih kasih dalam pelaksanaan peraturan-peraturan dan ia harus
menghindarkan prasangka negatif, rasa dendam dan iri hati.
2.5

Landasan Teori
Landasan teoritis penelitian ini adalah berpedoman pada indikator gaya

kepemimpinan menurut Mesiono (2010), di kategorikan dalam empat indikator
yaitu: Pengawasan, Komunikasi, Motivasi dan Koordinasi. Sedangkan untuk disiplin
kerja memakai teori (Soejono, 2000) dengan 4 (empat) indikator yaitu: Ketepatan
waktu, Pemanfaatan sarana, Tanggung Jawab Kerja dan Disiplin Peraturan.

Universitas Sumatera Utara

40

2.6 Kerangka Konsep Penelitian
Variabel bebas

Variabel Terikat

Gaya Kepemimpinan
1. Otokratik
- Pengawasan
- Komunikasi
- Koordinasi
- Motivasi
2. Demokratik
- Pengawasan
- Komunikasi
- Koordinasi
- Motivasi
3. Kharismatik
- Pengawasan
- Komunikasi
- Koordinasi
- Motivasi
4. Bebas
- Pengawasan
- Komunikasi
- Koordinasi
- Motivasi

Disiplin Kerja

1.
2.
3.
4.

Ketepatan waktu
Pemanfaatan sarana
Tanggungjawab kerja
Disiplin peraturan/Ketaatan

(Gambar 2.1 Kerangka Konsep Penelitian)
2.7 Hipotesa Penelitian
Berdasarkan variabel-variabel yang dilakukan, maka hipotesis pada
penelitian ini yaitu ada pengaruh gaya kepemimpinan menurut Mesiono (2010)
yaitu otokratik, demokratik, kharismatik dan bebas (yang meliputi indikator:
pengawasan, komunikasi, motivasi dan koordinasi) terhadap disiplin kerja
pegawai di Puskesmas Andam Dewi Kabupaten Tapanuli Tengah 2016.

Universitas Sumatera Utara