Potensi Antagonisme Bakteri Kitinolitik Rizosfer Akar Tanaman Tembakau (Nicotiana tabaccum) Terhadap Penyakit Layu (Fusarium solani)

17

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Layu (Fusarium solani)
Biologi
Secara taksonomi, Fusarium digolongkan ke dalam:
Kingdom

: Fungi

Filum

: Ascomycota

Kelas

: Ascomycetes

Ordo

: Hypocreales


Famili

: Tuberculariaceae

Genus

: Fusarium

Spesies

: Fusarium solani

(Moretti, 2009).
Jamur yang termasuk ke dalam famili Tuberculariaceae ini diketahui
menghasilkan konidia dalam bentuk tubercules, yang terdiri dari kumpulan
konidiofor bercabang, sporodochia (Gambar 1). Dalam genus Fusarium
makrokonidia ditularkan oleh sporodochia. Selanjutnya, agar dapat diidentifikasi
sebagai Fusarium sp., makrokonidia ini harus panjang, ramping, bagian perut


Gambar 1. Mikroskopis Fusarium solani

Universitas Sumatera Utara

18

melengkung, berbentuk seperti bulan sabit, bersekat, dan memiliki sebuah sel kaki
basal (yaitu, sel basal dari sekat spora yang terletak pada sisi dorsal didekat titik
menempelnya konidiofor). Makrokonidia muncul dari phialospores, bisa
dikatakan diproduksi oleh phialide, yang merupakan lubang kecil di ujing
konidiofor. Makrokonidia muncul satu persatu dan awalnya melekat pada
konidiofor. Mereka diproduksi pada keadaan lembab, dalam tetesan-tetesan kecil,
baik dikultur ataupun di alam. Makrokonidia tidak bertahan lama di dalam tanah
(Smith, 2007).
Makrokonidia dari F. solani cenderung berbentuk silindris di bagian
tengah, dinding sel nampak sejajar dan terhitung berat serta kuat. Makrokonidia
jarang berbentuk melengkung, beberapa malah hampir lurus (Gambar 2). Mereka
terbentuk dari phialides yang panjang, memproduksi sporodochia dan terkadang
sangat banyak terbentuk di biakan, bentuknya menyatu dan meluar diatas
permukaan. Spora-spora ini lebih kearah tumpul daripada runcing diujungnya,

meskipun pangkalnya cukup jelas (Gambar 1). Makrokonidia sering mengandung
pigmen biru, hijau atau kekuningan yang tidak bisa larut, yang terlihat sangat
melekat pada bagian dalam dinding konidia (Smith, 2007).
Siklus hidup Fusarium secara umum adalah sebagai berikut: organisme ini

Gambar 2. Makrokonidia Fusarium solani

Universitas Sumatera Utara

19

tumbuh

sebagai

koloni

hifa

yang


haploid,

kecuali

untuk

dikaryotik

(masing-masing sel mengandung dua inti induk haploid) dan diploid sebelum
tahap meiosis dan saat memproduksi sel haploid, spora diproduksi secara seksual
(askospora). Askospora diproduksi dalam delapan kelompok kantung (askus)
yang terkandung dalam struktur berbentuk labu (perithecium). Spesies yang
Homotalik mampu melakukan pembuahan sendiri, memproduksi klon askospora
(apomixis); sedangkan spesies heterotolik adalah steril (tidak dapat melakukan
pembuahan sendiri). Tiga bentuk utama spora aseksual yang diproduksi dari
proses mitosis, tergantung pada spesies. Spora aseksual kecil (mikrokonidia)
diproduksi di miselium dalam struktur yang sederhana (konidiofor). Panjang,
berbentuk seperti sampan, struktur spora bersekat (makrokonidia) diproduksi di
agregasi konidiofor yang berbentuk seperti bantalan yang disebut sporodochia

dan/atau konidiofor di miselium aerial. Spora resisten berdinding tebal
(klamidiospora)

diproduksi

bersamaan

dengan

hifa

atau

makrokonidia

(Ma et al., 2013).
Gejala Serangan
Gejala utama dari infeksi Fusarium adalah warna yang menguning atau
layu pada daun, terutama daun yang berada dekat dengan tanah. Gejala lain
termasuk busuk akar, jaringan pembuluh yang berubah warna kecoklatan atau

ungu dan bercak pada daun. Gejala lain dari jamur ini adalah busuk kering yang
mudah hancur. Warna asli dari jamur akan kemerahan, putih, kuning atau coklat
kotor. Hal yang paling buruk dari penyakit Fusarium jika gejala sudah muncul,
tanaman bisa dipastikan akan mati. Sekali tanaman telah terinfeksi, tanaman
hampir selalu mati walaupun telah diaplikasikan bahan kimia. Tetapi identifikasi

Universitas Sumatera Utara

20

tetap perlu dilakukan untuk mengetahui cara pencegahan jamur ini menyebar ke
tanaman yang lain (Mclaughlin, 2001).
Infeksi jamur Fusarium dimulai dari akar sekunder yang halus, kemudian
meluas ke akar primer yang lebih besar melalui pembuluh xilem sebelum
memasuki rimpang. Infeksi pada akar primer dan rimpang oleh patogen belum
terlihat secara langsung. Jaringan xilem terdiri dari serangkaian pembuluh
individual dengan ujung dinding berlubang di mana eksudat akar mengalir.
Gerakan spora diblokir sementara oleh aliran eksudat, jadi spora menempel di
bagian luar kemudian berkecambah dan hifa tumbuh melalui perforasi ke bagian
dalam pembuluh dimana spora baru diproduksi (Daly & Walduck, 2006).

Faktor Yang Mempengaruhi
Suhu berpengaruh besar terhadap perkembangan jamur Fusarium. Suhu
yang hangat akan menyebabkan ledakan penyakit. Ketika suhu berada dibawah
4.4o C pertumbuhan jamur akan tertekan, suhu yang lebih panas 10o akan
mendukung pertumbuhan jamur. Semakin panas suhu, semakin besar kesempatan
Fusarium akan berkembang dan menyerang lebih banyak jenis tanaman
(Mclaughlin, 2001).
Populasi tanaman yang tinggi juga meningkatkan tekanan pada tanaman
dan membantu infeksi. Budidaya yang tidak benar, dan jenis-jenis herbisida juga
diketahui menyebabkan luka pada akar-akar muda dan memperburuk kerusakan
layu Fusarium. Patogen disebarkan di lapangan melalui pergerakan tanah yang
telah terkontaminasi oleh angin, air irigasi, dan peralatan. Fusarium dapat
bertahan untuk waktu yang panjang di dalam tanah dan sisa tanaman terinfeksi,
sebagai saprofit ataupun klamidiospora. Spora dari jamur dapat terbawa melekat

Universitas Sumatera Utara

21

pada mesin pertanian, sepatu dan baju pekerja sebaik didalam tanah puing-puing

tanaman terinfeksi dalam irigasi dan air banjir. Karena itu pertanian yang bersih
sangat

penting

dalam

memperlambat

penyebaran

layu

Fusarium

(Kochman, 2007).
Pengendalian
Sebagaimana pencegahan dengan penyakit yang lain, langkah awal yang
perlu dilakukan untuk pengamanan adalah memastikan benih atau bahan tanam
yang digunakan bebas dari penyakit dan didapatkan pemasok yang terpercaya.

Setelah infeksi, tidak banyak hal yang bisa dilakukan, tetapi sangat penting untuk
memindahkan tanaman yang telah sakit secepat mungkin untuk meminimalisir
penyebaran fungi. Tanaman tidak boleh dibiarkan layu akibat kekurangan air,
rendahnya kelembapan tanaman merupakan salah satu penyebab pasti dari
Fusarium (Mclaughlin, 2001).
Pengendalian serangan penyakit di area yang sempit dapat dilakukan
dengan cara mencabut tanaman yang terinfeksi beserta tanaman sehat sejauh 1-2
meter disekitarnya kemudian bakar didalam lubang tanah. Sedangkan untuk
serangan dengan area yang lebih luas adalah dengan membunuh semua tanaman
yang ada di area tersebut, lebih baik dengan herbisida lalu biarkan mati ditempat.
Ketika seluruh tanaman telah mati dan hancur, budidayakan tanaman alternatif
seperti serelia dan rumput-rumputan untuk mencegah erosi. Seluruh peralatan
yang digunakan harus dibersihkan dengan desinfektan dan dibilas sampai benarbenar bersih. Limbah sisa pencucian harus diproses lebih lanjut agar tidak menjadi
sumber inokulum dan mencemari lingkungan (Kochman, 2007).
Bakteri Kitinolitik

Universitas Sumatera Utara

22


Kitinase merupakan ketertarikan yang besar dalam bidang bioteknologi.
Pertama, enzim-enzim ini mampu mengubah biomasa yang mengandung kitin
menjadi komponen yang berguna (depolimerase). Kedua, kitinase bisa
dimanfaatkan untuk mengendalikan jamur patogen dan hama tanaman. Ketiga,
penghambat kitinase berpotensi menghambat pertumbuhan dari patogen dan hama
yang mengandung kitin dan membutuhkan kitin dalam perkembangan normalnya
(Brurberg et al. , 2000).
Penekanan bakteri kitinolitik terhadap jamur patogen adalah dengan
melisis hifa jamur sebagai substrat untuk pertumbuhannya. Selain itu, bakteri juga
dapat bersimbiosis dengan akar tanaman dan menghasilkan kitinase yang berperan
sebagai pertahanan diri bagi tanaman dalam melawan patogen. Aplikasi bakteri
kitinolitik dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman lada terutama tinggi
tanaman (Harni & Amaria, 2012).
Kemampuan antagonis dari bakteri kitinolitik terhadap pertumbuhan jamur
akar putih ditandai dengan terhambatnya pertumbuhan jamur akar putih di sekitar
koloni

bakteri

kitinolitik.


Kemampuan

isolat

bakteri

kitinolitik

dalam

menghambat pertumbuhan jamur akar putih disebabkan aktivitas enzim kitinase
yang dihasilkan oleh isolat tersebut yang mampu mendegradasi kitin yang
terkandung di dalam dinding sel jamur (Muharni & Widjajanti, 2011).
Berdasarkan penelitian Khaeruni et al. (2010) dari 25 isolat bakteri
rizosfer yang diuji, semuanya mampu menghambat perkembangan cendawan
patogen Fusarium oxysporum, Rhizoctonia solani, Sclerotium rolfsii dan
Phytophthora capsici dan memiliki daya hambat lebih dari 30%. Kemampuan
daya hambat yang tinggi secara in vitro mengindikasikan bahwa isolat-isolat

Universitas Sumatera Utara

23

tersebut memiliki sifat antagonis yang kuat terhadap berbagai jenis cendawan
patogen tumbuhan. Kemampuan antagonis tersebut diduga erat kaitannya dengan
kemampuan isolat-isolat tersebut memproduksi enzim ekstraseluler seperti
kitinase, protease dan selulase.
Kamil et al. (2007) membuktikan bahwa dari 400 isolat bakteri kitinolitik
yang diuji, dua puluh isolat menunjukkan aktivitas kitinase. Selanjutnya, isolatisolat yang menunjukkan aktivitas kitinase tertinggi dibandingkan dengan isolat
yang lainnya dan diidentifikasi sebagai Bacillus licheniformis, Stenotrophomonas
maltophilia, Bacillus licheniformis dan Bacillus thuringiensis, B. thuringiensis
terbukti aktif terhadap serangga Lepidoptera.
Hariprasad et al. (2011) menyatakan bahwa kitinolitik rhizobakteri isolat
Bacillus subtilis yang dipilih memiliki potensi tidak hanya untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman, tetapi juga untuk melindungi bibit tomat dari infeksi
F. oxysporum melalui kitinase memproduksi kemampuannya. Suplementasi kitin /
CFCW (crude fungal cell wall) meningkatkan kemampuan B. subtilis untuk
mengurangi penyakit layu Fusarium dan juga meningkatkan populasi mereka di
rizosfer.
Uji antagonisme bakteri kitinolitik BK15 terhadap Aspergillus niger
banyak memperlihatkan hifa jamur yang lisis dibandingkan dengan isolat bakteri
kitinolitik lainnya. Kerusakan hifa berupa perubahan bentuk dari hifa jamur
patogen yang membentuk spiral dan melengkung tidak beraturan dan mengalami
pemendekan. Selain itu, ada juga hifa yang mengalami pembengkakan dinding
sel. Enzim kitinase yang dihasilkan dapat menghidrolisis ikatan ß-1,4 antar
subunit Nasetilglukosamin (NAcGlc) pada polimer kitin. Aktivitas kitinase yang

Universitas Sumatera Utara

24

tinggi selama mekanisme antagonisme efektif menghambat pertumbuhan jamur
A. niger. Aktivitas antagonisme bakteri kitinolitik dengan mekanisme enzimatik
dapat menghambat pertumbuhan hifa A. niger dengan cara merusak dinding
selnya sehingga hifa A. niger membengkak, membengkok, mengeriting, mengecil,
dan melisis (Ayu et al., 2011).
Aktivitas antagonis dari enam isolat bakteri kitinolitik memiliki
penghambatan yang hampir sama, menyebabkan hifa Curvularia sp. mengalami
pertumbuhan hifa yang abnormal diantaranya hifa lisis, hifa patah, hifa bengkok,
hifa melilit, hifa menggulung, dan hifa kerdil. Hasil dari pengamatan struktur hifa
abnormal Curvularia sp. menunjukkan bahwa isolat Bacillus sp. BK13 dan
Enterobacter sp. BK15 lebih banyak menyebabkan pertumbuhan hifa abnormal
seperti lisis, patah, kerdil, menggulung, dan melilit. Sementara isolat bakteri
kitinolitik lainnya lebih sedikit menyebabkan keadaan hifa abnormal, yaitu berupa
hifa menggulung, hifa kerdil, dan hifa melilit (Hanif et al., 2011).

Universitas Sumatera Utara