Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak (Kajian Semantik)
BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2007:588) konsep
merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar
bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Ada
beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metafora, metafora
konseptual, linguistik kognitif, metonimi, kategorisasi, marah.
2.1.1 Metafora
Metafora adalah mekanisme kognitif dalam memahami satu ranah
pengalaman berdasarkan struktur konseptual dari ranah pengalaman lain yang
bertalian secara sistematis (Lakoff, Jhonson, Verspoor, Kovecses, (dalam
Mulyadi, 2010:19). Metafora biasanya mengacu pada bahasa figuratif atau makna
non-harfiah dan menggambarkan sistem konseptual sesuatu bahasa dan
kepercayaan terhadap kebudayaan para penutur asli bahasa tersebut. Metafora
adalah ungkapan kebahasaan yang merupakan kemampuan linguistik dan
didukung oleh pengetahuan khusus seseorang yang maknanya tidak dapat
dijangkau secara langsung dari lambang karena, makna yang dimaksud terdapat
pada prediksi ungkapan kebahasaan tersebut.
13
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Metafora Konseptual
Metafora konseptual adalah segala sesuatu yang dilihat dan dirasakan
dalam kehidupan sehari-hari direalisasikan secara kognitif melalui bahasa.
Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari kita kerapkali berselisih faham atau
berselisih pendapat dengan orang lain. Ketika terjadi selisih pendapat atau beradu
argumen, tentunya masing-masing pihak mempertahankan argumennya. Namun,
dalam beradu argumen, tentu saja ada pihak yang kalah dan ada pihak yang
menang, meskipun pihak yang menang tersebut belum tentu memiliki argumen
yang benar. Berdasarkan pengalaman berargumen tersebut, muncul istilah saya
tidak mau kalah dalam perdebatan ini dan saya menang dalam perdebatan ini.
Kemenangan dan kekalahan dalam perdebatan atau beradu argumen ini dianggap
seperti sedang menghadapi peperangan. Jadi, hal tersebut menghasilkan konsep
metaforis dalam pikiran manusia bahwa argumen adalah peperangan (Aisah,
2010:2).
2.1.3 Linguistik Kognitif
Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna
unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek
atau gagasan dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya. Linguistik
kognitif adalah sebuah ancangan pada kajian bahasa yang berbasis pada
konseptualisasi dan persepsi bahasa.
14
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Metonimi
Metonimi termasuk jenis bahasa bersifat figuratif, yang di dalamnya terdapat
penggantian sebutan sesuatu yang dimaksudkan dengan menyebut sesuatu yang
ada tautan pengenalannya dengan sesuatu yang dimaksudkan tersebut (Hasibuan,
2005 : 7). Metonimisasi merupakan referensial yang menggunakan sesuatu entitas
untuk mengacu entitas yang lain.
2.1.5 Kategorisasi
Kategorisasi adalah penyusunan berdasarkan kategori, penggolongan, proses
dan hasil pengelompokan unsur bahasa dan bagian pengalaman manusia yang
digambarkan ke dalam kategori, cara mengungkapkan makna dengan pelbagai
potensi yang ada dalam bahasa (Alwi 2007 : 516).
2.1.6 Marah
Marah ialah bergejolaknya darah dalam hati untuk menolak gangguan yang
dikhawatirkan terjadi atau karena ingin balas dendam kepada orang yang
menimpakan gangguan yang terjadi padanya, sangat tidak senang (karena dihina,
diperlakukan tidak sepantasnya, berang, gusar (Alwi 2007:214).
2.2 Landasan Teori
Dalam penelitian ini diterapkan teori metafora konseptual untuk menelaah
metafora emosi dalam hal ini Metafora MURUKEN ‘Marah” dalam Bahasa
Pakpak. Teori ini diperkenalkan oleh Lakoff (1987, dalam Silalahi 2005:97) yang
15
Universitas Sumatera Utara
berpandangan bahwa kognisi merupakan hasil dari konstruksi mental, dan
metafora adalah penyamaan yang bersifat lintas ranah konseptual di dalam sistem
konseptual yang memiliki hakikat dan struktur metafora. Metafora bukanlah
perilaku bahasa saja tetapi juga persoalan pikiran karena pada prinsipnya
penalaran abstrak merupakan kasus khusus penalaran berdasarkan atas citra.
Penalaran berdasarkan atas citra bersifat asasi dan penalaran metaforis abstrak.
Mengikuti pandangan semantik kognitif, metaforisasi dilihat sebagai
prinsip analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur konseptual
melalui struktur konseptual yang lain yang terjadi antar-ranah konseptual yang
sama, yang menata sistem konseptual sehari-hari penutur bahasa, termasuk konsep
yang paling abstrak yang terdapat di balik penggunaan bahasa sehari-hari.
Metafora memasilitasi pikiran dengan menyediakan satu kerangka eksperiensial
tempat konsep-konsep abstrak yang baru diperoleh yang dapat diakomodasi.
Jaringan metafora yang mendasari pikiran dengan cara ini membentuk peta
kognitif, satu jaringan konsep yang disusun dari segi konsep mana yang kemudian
berfungsi untuk menjadi dasar konsep-konsep abstrak dalam pengalamanpengalaman fisik pelaku kognitif dan di dalam hubungan pelaku dengan dunia
luar.
Fokus
pembahasan
adalah
perilaku
bahasa,
bukan
perubahan
kemasyarakatan. Perilaku bahasa yang menjadi objek pembahasan adalah
ungkapan metafora konseptual, yang melambangkan berbagai jenis pemetaan
konsep (Lakoff , dalam Silalahi 2005:97).
Prinsip-prinsip dasar linguistik kognitif yang digagas oleh para pendirinya
seperti Lakoff, Johnson, Talmy, Fillmore, Langacker pada akhir 1970-an dan
16
Universitas Sumatera Utara
1980-an telah berkembang sebagai paradigma penelitian yang kompleks, koheren.
Salah satu prinsip dasarnya ialah bahwa pemakaian bahasa dikuasai oleh citra
kompleks, konfigurasi dan kognisi yang mendasari pemakaian bahasa metaforis
dapat menjadi sama seperti halnya pemakaian bahasa yang digunakan dalam
penalaran praktis (Palmer, dalam Mulyadi, 2010:19). Makna bahasa bertumpu
pada struktur konseptual yang sudah teradat (Siregar, 2005 : 181). Pendekatan
kognitif melihat metafora sebagai alat untuk mengkonseptualisasikan ranah-ranah
pengalaman yang abstrak dan tidak teraba ke dalam ranah yang kongkret dan
akrab. Selain itu metafora merupakan jenis konseptualisasi pengalaman manusia,
yang tidak pernah luput dari setiap penggunaan bahasa alamiah (Taylor dan
Siregar, dalam Silalahi, 2005:96).
Pengkategorian terhadap data metafora adalah suatu proses yang disebut
“menentukan sistem metafora yang terlibat”. Kategorisasi adalah penyusunan
bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang
ditetapkan, menggolong-golongkan menurut jenis, cara mengungkapkan makna
dengan pelbagai potensi yang ada dalam bahasa (Alwi, 2007 : 516).
Lakof dan Jhonson (dalam Prasetyo 2009:3) untuk dapat menjelaskan
metafora konseptual diperlukan pemetaan konseptual. Pemetaan konseptual akan
dapat lebih menjelaskan sistem konsep-konsep yang terwujud
metafora MURUKEN
dari kriteria
‘marah’ yang telah dibuat. Salah satu langkah yang
dilakukan dalam pemetaan konseptual adalah mengelompokkan konsep tersebut
yang mengonseptualisasikan metafora MURUKEN
‘marah’ ke dalam ranah-
ranah.
17
Universitas Sumatera Utara
Mengenai pengkategorian suatu ranah sumber dapat dicari melalui medan
makna. Medan makna sebagai satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan
similiaritas/kesamaan,
kontak/hubungan,
dan
hubungan-hubungan asosiatif
dengan penyebutan satu kata (Parera, dalam Prastyo 2009:3). Dalam metafora
MURUKEN ‘marah’ dapat dilihat secara batiniah, menyangkut kategori makna,
juga dapat dilihat secara lahiriah, menyangkut kelas kata. Kategori lahiriah
tersebut dapat berupa kelas kata, seperti nomina, verba, dan adjektiva (Siregar,
dalam Prasetyo 2009:3). Setelah pengkategorian selesai ada tiga langkah proses
yang ditempuh dalam pemetaan konseptual (Siregar, dalam Prasetyo 2009:4),
yaitu:
1. Pencarian ranah sumber yang sesuai.
2. Pemetaan konseptual antara ranah sumber dan sasaran.
3. Penayangan semua inferensi tentang ranah sumber ke ranah
sasaran melalui pemetaan.
Lakoff (dalam Siregar 2005:3) mengajukan hipotesis bahwa metaforametafora menayangkan peta kognitif dari satu ranah sumber kepada satu ranah
sasaran sehingga ranah yang kedua sebagian dipahami dari segi ranah yang
pertama. Menurut Lakoff dan Jhonson (dalam Sari 2012: 16) metafora tidak hanya
terdapat dalam bahasa, tetapi menyerap dalam kehidupan sehari-hari yang
melingkupi pikiran dan tingkah laku. Model metafora konseptual memiliki ciriciri berikut menurut Barcelona (dalam Silalahi 2005:2):
(a) Terdapat konsep “sasaran” A perlu dipahami untuk tujuan tertentu dalam
konteks tertentu;
18
Universitas Sumatera Utara
(b) Terdapat struktur konseptual yang mengandung A dan konsep lainnya B;
(c) B berhubungan dengan A atau berbeda dengan A dalam struktur konseptual
itu;
(d) Dibandingkan dengan A, B dapat lebih mudah dipahami, lebih mudah diingat,
lebih mudah dikenali, atau lebih langsung bermanfaat untuk tujuan tertentu dalam
konteks tertentu.
Model metafora merupakan model bagaimana B dipetakan kepada A dalam
struktur konseptual; hubungan ini ditegaskan oleh fungsi B sebagai A, dengan
pola X adalah Y; X sebagai Y. Metafora dan metonimi ‘semesta’ pada tingkat
struktur dan sistemnya.
Metafora konseptual berhubungan antara dua ranah semantik, yaitu ranah
sumber (ranah konkrit) dan ranah sasaran (ranah abstrak). Makna baru tercita pada
ranah sumber dan makna itu dipetakan ke dalam ranah sasaran. Pemahaman
terhadap makna itu dapat dicapai melalui satu interpretasi konstruktif dengan
memahami seluruh kalimat atau dalam kerangka kognitif menemukan persamaan
makna umum yang terdapat diantara ranah sumber dan ranah sasaran (Mulyadi
2010:18).
Pemahaman bahwa metafora itu sama sekali tidak berada pada bahasa
melainkan pada ranah mental seseorang – yang telah terkonsepsi. Metafora
terletak pada perannya yang penting dalam menentukan hubungan antara bahasa
pengetahuan manusia dengan dunia yang diinginkannya. Lakoff menambahkan
bahwa metafora adalah ungkapan kebahasaan yang merupakan kemampuan
linguistik dan didukung oleh pengetahuan khusus seseorang yang maknanya tidak
19
Universitas Sumatera Utara
dapat dijangkau secara langsung dari lambang karena makna yang dimaksud
terdapat pada prediksi ungkapan kebahasaan tersebut (Lakoff, dalam Hasibuan,
2005).
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian terhadap metafora sudah pernah dilakukan oleh beberapa ahli.
Berikut akan dijelaskan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Siregar (2005), dengan judul artikel “Jeruk kok Minum Jeruk Gejala
Metaforis menganalisis gejala
metaforis dan metonimisasi dalam bahasa
Indonesia” dengan menggunakan teori metafora konseptual. Metaforisasi dilihat
sebagai prinsip analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur
konseptual melalui struktur konseptual yang lain sedangkan, metonimisasi dilihat
sebagai sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain. Berdasarkan prinsip ini,
dalam ungkapan jeruk kok minum jeruk terdapat metaforisasi yaitu proses
pemetaforaan, dan metonimisasi yaitu proses pemetonimian dalam penggunaan
bahasa Indonesia dari sebuah iklan TV menjadi ungkapan yang mengandung
metafora dan metonimi. Metafora cara memahami sesuatu berdasarkan sesuatu
yang
lain
sedangkan,
metonimi
berfungsi
sebagai
referensial
dengan
menggunakan sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain.
Beliau menyimpulkan metafora dan metonimi berhubungan dengan proses
leksikalisasi dalam perubahan struktur polisemi unsur leksikal yang terlibat.
Dalam penelitian beliau dijelaskan bahwa metaforisasi ungkapan Jeruk kok minum
jeruk ditandai dengan pemetaan makna dari satu struktur konseptual X kepada
20
Universitas Sumatera Utara
struktur konseptual lainnya Y sehingga secara konseptual memetakan Y sebagai
X. Sistem metafora BUAH sebagai MANUSIA diperoleh melalui pemetaan
struktur konseptual MANUSIA sebagai ranah konseptual sumber kepada struktur
konseptual BUAH sebagai ranah konseptual sasaran. Metaforisasi ini melibatkan
konseptualisasi logika semantik maupun pragmatik yang berlaku untuk
MANUSIA ke dalam struktur konseptual BUAH (dalam kasus ini jeruk).
Penelitian Siregar memberikan kontribusi Metafora dalam bahasa Pakpak
pada pemetaan makan dari suatu struktur konseptual (X kepada struktur
konseptual lainnya Y sehingga secara konseptual memetakan Y sebagai X).
Silalahi (2005), dengan judul artikel “Metafora dalam Bahasa Batak
Toba”, menggunakan teori metafora konseptual. Pendekatan yang dianut adalah
pendekatan semantik kognitif, yang menganggap bahwa makna bahasa merupakan
bagian dari persoalan mental. Metafora dianggap unsur penting dalam
pengkategorisasian duniawi dan proses berpikir manusia, yaitu sebagai gejala
yang merembesi bahasa dan pikiran. Metafora dianggap sebagai jenis
konseptualisasi pengalaman manusia, yang tidak pernah luput dari setiap
penggunaan bahasa alamiah. Metafora tidak dipahami sebagai pelanggaran
penutur terhadap kaidah kompetensi bahasa, sebaliknya paradigma kognitif
melihat metafora sebagai alat untuk mengkonseptualisasikan ranah-ranah
pengalaman yang abstrak dan tidak teraba ke dalam ranah yang kongkret dan
akrab. Dalam penelitiannya, yang diteliti adalah metafora konseptual, metafora
orientasional, metafora ontologikal, metafora dan inferensi. Metafora konseptual
bahasa Batak Toba dijumpai dalam bentuk kata, misalnya, metafora konseptual
21
Universitas Sumatera Utara
kata sebagai benda, cairan, hewan, makanan, manusia, perjalanan, senjata,
tumbuhan,dan lain-lain.
Penelitian Silalahi memberi banyak masukan dari segi teori dan cara
menganalisis metafora. Masukan dari cara menganalisis metafora dengan
menggunakan pendekatan kognitif.
Prasetyo (2009), dengan judul artikelnya “Metafora Pengungkapan Cinta”,
menganalisis dengan teori metafora konseptual. Ada beberapa pengungkapan
CINTA yang dianalisis dalam penelitiannya yaitu CINTA sebagai BAHAN
BANGUNAN, CINTA sebagai MINUMAN, CINTA sebagai BAGIAN TUBUH,
CINTA sebagai API, CINTA sebagai KEHIDUPAN BINATANG, CINTA
sebagai
LAUTAN,
dan
lain-lain.
Hasil
identifikasi
terhadap
metafora
pengungkapan cinta yang menunjukkan adanya konsep-konsep lain yang
digunakan untuk pengungkapan cinta. Salah satu yang dilakukan dalam pemetaan
konseptual adalah mengelompokkan konsep-konsep yang mengonseptualisasikan
metafora pengungkapan cinta ke dalam ranah-ranah. Berikut pemetaan
konseptual dalam metafora pengungkapan CINTA.
Tabel 2.1 Pemetaan konseptual CINTA sebagai LAUTAN
SASARAN
SUMBER
Cinta adalah sesuatu hal yang luas Lautan adalah laut yang luas.
dipahami.
Hilangnya cinta adalah sesuatu yang Keringnya lautan adalah sesuatu yang
22
Universitas Sumatera Utara
mustahil.
Hasrat
mustahil.
dapat
membuat
pelaku Ombak
membuat
laut
terlihat
percintaan bergejolak, perilaku pelaku bergejolak.
yang tidak menentu.
Hasrat yang bergejolak hebat dapat Bila ombak bergejolak hebat ombak
mendatangkan cinta.
dapat mencapai mercu (bagian yang
tertinggi, Alwi 2007:1015 ).
Cinta dapat membuat para pelaku Laut dapat menenggelamkan.
percintaan tenggelam dalam birahi.
Nomina
Lautan Malaka, kering lautan, lautan birahi,
dan
ombak
digunakan sebagai kata metaforis karena dapat mengkonseptualisasikan kesetiaan
dalam hubungan cinta. Air di dalam lautan tak terhingga banyaknya, maka
keringnya lautan kira-kira adalah sesuatu yang mustahil. Konsep-konsep itu
terpetakan pada konsep cinta yang sangat luas dan dalam untuk dimengerti dan
dipahami. Cinta juga membutuhkan kesetiaan yang tidak ada batasnya untuk
melanggengkan hubungan, seperti kemustahilan keringnya lautan. Penelitian
Prasetyo memberi banyak masukan dari segi teori dan cara menganalisis metafora.
Masukan dari cara menganalisis metafora dengan menggunakan teori metafora
konseptual.
Rajeg (2010), dengan judul artikel “Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan”
menganalisis metafora dengan teori metafora konseptual. Metafora dianggap
23
Universitas Sumatera Utara
sebagai fenomena bahasa semata yang tidak berhubungan dengan pikiran. Dalam
hubungannya dengan konsep cinta dalam bahasa Indonesia, Rajeg menulis dalam
artikelnya bahwa tipe-tipe metafora konseptual yang menandainya sangat banyak
yaitu cinta adalah kesatuan bagian, cinta adalah ikatan, cinta adalah api, cinta
adalah kegilaan, cinta adalah mabuk, cinta adalah perjalanan, cinta adalah lawan,
dan lain-lain dalam kasus cinta.
Siregar (2010), dengan judul artikel “Emosi dan Kebudayaan dalam
Metafora”, menggunakan teori linguistik kognitif. Dalam kerangka konseptual
linguistik kognitif, metafora dianggap sebagai gejala pikiran (penalaran) bukan
sekedar gejala bahasa. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa semua bahasa
mempunyai berbagai strategi verbal untuk menyampaikan emosi (perasaan) dalam
bahasa Indonesia misalnya ditemukan kata-kata kesal, marah, gusar, berang dan
metafora gelap mata, meremas jantung
untuk mengungkapkan keadaan
emosional yang sama.
Salah satu yang dianalisis adalah metafora MARAH. Beberapa metafora
konseptual MARAH
dalam bahasa Indonesia adalah MARAH ADALAH
CAIRAN PANAS DALAM TABUNG : darahnya mendidih, darahnya naik;
MARAH ADALAH API: marah membara, marah berkobar(berapi-api);
MARAH ADALAH LEDAKAN: meledak marah; MARAH ADALAH GEJALA
ALAM: marahnya sudah mereda. Kemarahan bertempat di hati sehingga hati
menjadi sumber metafora MARAH dalam bahasa Indonesia. Beberapa metafora
MARAH yang menggunakan hati sebagai ranah sumber di antaranya hati
terbakar, hati panas. Hati juga digunakan sebagai sumber metafora emosi lainnya
24
Universitas Sumatera Utara
seperti metafora cinta, sabar, sedih, masing-masing seperti hati bergelora, hati
yang lapang, hati yang remuk.
Mulyadi (2010), dengan judul artikel “Dari Gerakan ke Emosi Perspektif
Linguistik Kognitif”, menggunakan teori metafora konseptual. Pencipataan
metafora sesungguhnya merupakan satu aspek dari kecenderungan manusia dalam
menggolongkannya. Akar metafora terletak pada persepsi sensori relasi manusia
dengan dunia fisik. Metode semantis diterapkan untuk mengidentifikasi
persamaan makna emosi dan makna gerakan dalam metafora emosi bahasa
Indonesia. Metode ini bertumpu pada relasi semantis antar konsep baik secara
implisit maupun eksplisit. Teknik analisis bahasa diterapkan untuk menguji
keberterimaan pemarkah tersebut.
Penelitian Mulyadi memberi banyak masukan baik, dari segi teori yang
digunakan maupun metode semantik dan teknik analisis dalam menganalisis
metafora dalam bahasa Pakpak.
Sari (2012), dengan judul skripsi “Metafora dalam Pidato Charles De
Gaulle pada Perang Dunia II”, menggunakan teori metafora konseptual. Metode
penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan semantik kognitif
dan mengutamakan penghayatan terhadap objek penelitian yang sedang dikaji
secara empiris. Semua ungkapan metaforis dianalisis dengan menggunakan
pendekatan kognitif menurut Lakoff dan Jhonson (1980) dengan tahapan analisis
setelah data terkumpul adalah 1) Mencari ranah sumber. 2) Menyusun data ke
dalam kategori penamaan metafora. 3) Mendeskripsikan antara ranah sasaran dan
ranah sumber. 4) Dalam memerikan hubungan antara ranah sasaran dan ranah
25
Universitas Sumatera Utara
sumber, maka tiap data langsung dijelaskan. 5) Menyimpulkan hasil analisis data.
Dalam analisisnya terhadap Pidato Charles De Gaulle pada Perang Dunia II,
Sari
menyimpulkan
bahwa
terdapat
delapan
kategori
metafora
yaitu
PERJUANGAN adalah PERJALANAN, SEMANGAT PERSATUAN adalah
API,
KEBEBASAN
KEMENANGAN
adalah
adalah
KOMODITAS
ORANG,
PERANG
BERHARGA,
adalah
NEGARA/
PERTUNJUKAN,
NEGARA adalah BANGUNAN, HARAPAN adalah CAHAYA, PENJAJAHAN
adalah KEGELAPAN/PENJARA.
Penelitian Sari memberi banyak masukan dari segi teori dan cara
menganalisis metafora. Masukan dari cara menganalisis metafora dengan
menggunakan pendekatan kognitif.
26
Universitas Sumatera Utara
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2007:588) konsep
merupakan gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar
bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain. Ada
beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu metafora, metafora
konseptual, linguistik kognitif, metonimi, kategorisasi, marah.
2.1.1 Metafora
Metafora adalah mekanisme kognitif dalam memahami satu ranah
pengalaman berdasarkan struktur konseptual dari ranah pengalaman lain yang
bertalian secara sistematis (Lakoff, Jhonson, Verspoor, Kovecses, (dalam
Mulyadi, 2010:19). Metafora biasanya mengacu pada bahasa figuratif atau makna
non-harfiah dan menggambarkan sistem konseptual sesuatu bahasa dan
kepercayaan terhadap kebudayaan para penutur asli bahasa tersebut. Metafora
adalah ungkapan kebahasaan yang merupakan kemampuan linguistik dan
didukung oleh pengetahuan khusus seseorang yang maknanya tidak dapat
dijangkau secara langsung dari lambang karena, makna yang dimaksud terdapat
pada prediksi ungkapan kebahasaan tersebut.
13
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Metafora Konseptual
Metafora konseptual adalah segala sesuatu yang dilihat dan dirasakan
dalam kehidupan sehari-hari direalisasikan secara kognitif melalui bahasa.
Sebagai contoh, dalam kehidupan sehari-hari kita kerapkali berselisih faham atau
berselisih pendapat dengan orang lain. Ketika terjadi selisih pendapat atau beradu
argumen, tentunya masing-masing pihak mempertahankan argumennya. Namun,
dalam beradu argumen, tentu saja ada pihak yang kalah dan ada pihak yang
menang, meskipun pihak yang menang tersebut belum tentu memiliki argumen
yang benar. Berdasarkan pengalaman berargumen tersebut, muncul istilah saya
tidak mau kalah dalam perdebatan ini dan saya menang dalam perdebatan ini.
Kemenangan dan kekalahan dalam perdebatan atau beradu argumen ini dianggap
seperti sedang menghadapi peperangan. Jadi, hal tersebut menghasilkan konsep
metaforis dalam pikiran manusia bahwa argumen adalah peperangan (Aisah,
2010:2).
2.1.3 Linguistik Kognitif
Makna kognitif adalah makna yang ditunjukkan oleh acuannya, makna
unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia luar bahasa, objek
atau gagasan dan dapat dijelaskan berdasarkan analisis komponennya. Linguistik
kognitif adalah sebuah ancangan pada kajian bahasa yang berbasis pada
konseptualisasi dan persepsi bahasa.
14
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Metonimi
Metonimi termasuk jenis bahasa bersifat figuratif, yang di dalamnya terdapat
penggantian sebutan sesuatu yang dimaksudkan dengan menyebut sesuatu yang
ada tautan pengenalannya dengan sesuatu yang dimaksudkan tersebut (Hasibuan,
2005 : 7). Metonimisasi merupakan referensial yang menggunakan sesuatu entitas
untuk mengacu entitas yang lain.
2.1.5 Kategorisasi
Kategorisasi adalah penyusunan berdasarkan kategori, penggolongan, proses
dan hasil pengelompokan unsur bahasa dan bagian pengalaman manusia yang
digambarkan ke dalam kategori, cara mengungkapkan makna dengan pelbagai
potensi yang ada dalam bahasa (Alwi 2007 : 516).
2.1.6 Marah
Marah ialah bergejolaknya darah dalam hati untuk menolak gangguan yang
dikhawatirkan terjadi atau karena ingin balas dendam kepada orang yang
menimpakan gangguan yang terjadi padanya, sangat tidak senang (karena dihina,
diperlakukan tidak sepantasnya, berang, gusar (Alwi 2007:214).
2.2 Landasan Teori
Dalam penelitian ini diterapkan teori metafora konseptual untuk menelaah
metafora emosi dalam hal ini Metafora MURUKEN ‘Marah” dalam Bahasa
Pakpak. Teori ini diperkenalkan oleh Lakoff (1987, dalam Silalahi 2005:97) yang
15
Universitas Sumatera Utara
berpandangan bahwa kognisi merupakan hasil dari konstruksi mental, dan
metafora adalah penyamaan yang bersifat lintas ranah konseptual di dalam sistem
konseptual yang memiliki hakikat dan struktur metafora. Metafora bukanlah
perilaku bahasa saja tetapi juga persoalan pikiran karena pada prinsipnya
penalaran abstrak merupakan kasus khusus penalaran berdasarkan atas citra.
Penalaran berdasarkan atas citra bersifat asasi dan penalaran metaforis abstrak.
Mengikuti pandangan semantik kognitif, metaforisasi dilihat sebagai
prinsip analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur konseptual
melalui struktur konseptual yang lain yang terjadi antar-ranah konseptual yang
sama, yang menata sistem konseptual sehari-hari penutur bahasa, termasuk konsep
yang paling abstrak yang terdapat di balik penggunaan bahasa sehari-hari.
Metafora memasilitasi pikiran dengan menyediakan satu kerangka eksperiensial
tempat konsep-konsep abstrak yang baru diperoleh yang dapat diakomodasi.
Jaringan metafora yang mendasari pikiran dengan cara ini membentuk peta
kognitif, satu jaringan konsep yang disusun dari segi konsep mana yang kemudian
berfungsi untuk menjadi dasar konsep-konsep abstrak dalam pengalamanpengalaman fisik pelaku kognitif dan di dalam hubungan pelaku dengan dunia
luar.
Fokus
pembahasan
adalah
perilaku
bahasa,
bukan
perubahan
kemasyarakatan. Perilaku bahasa yang menjadi objek pembahasan adalah
ungkapan metafora konseptual, yang melambangkan berbagai jenis pemetaan
konsep (Lakoff , dalam Silalahi 2005:97).
Prinsip-prinsip dasar linguistik kognitif yang digagas oleh para pendirinya
seperti Lakoff, Johnson, Talmy, Fillmore, Langacker pada akhir 1970-an dan
16
Universitas Sumatera Utara
1980-an telah berkembang sebagai paradigma penelitian yang kompleks, koheren.
Salah satu prinsip dasarnya ialah bahwa pemakaian bahasa dikuasai oleh citra
kompleks, konfigurasi dan kognisi yang mendasari pemakaian bahasa metaforis
dapat menjadi sama seperti halnya pemakaian bahasa yang digunakan dalam
penalaran praktis (Palmer, dalam Mulyadi, 2010:19). Makna bahasa bertumpu
pada struktur konseptual yang sudah teradat (Siregar, 2005 : 181). Pendekatan
kognitif melihat metafora sebagai alat untuk mengkonseptualisasikan ranah-ranah
pengalaman yang abstrak dan tidak teraba ke dalam ranah yang kongkret dan
akrab. Selain itu metafora merupakan jenis konseptualisasi pengalaman manusia,
yang tidak pernah luput dari setiap penggunaan bahasa alamiah (Taylor dan
Siregar, dalam Silalahi, 2005:96).
Pengkategorian terhadap data metafora adalah suatu proses yang disebut
“menentukan sistem metafora yang terlibat”. Kategorisasi adalah penyusunan
bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang
ditetapkan, menggolong-golongkan menurut jenis, cara mengungkapkan makna
dengan pelbagai potensi yang ada dalam bahasa (Alwi, 2007 : 516).
Lakof dan Jhonson (dalam Prasetyo 2009:3) untuk dapat menjelaskan
metafora konseptual diperlukan pemetaan konseptual. Pemetaan konseptual akan
dapat lebih menjelaskan sistem konsep-konsep yang terwujud
metafora MURUKEN
dari kriteria
‘marah’ yang telah dibuat. Salah satu langkah yang
dilakukan dalam pemetaan konseptual adalah mengelompokkan konsep tersebut
yang mengonseptualisasikan metafora MURUKEN
‘marah’ ke dalam ranah-
ranah.
17
Universitas Sumatera Utara
Mengenai pengkategorian suatu ranah sumber dapat dicari melalui medan
makna. Medan makna sebagai satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan
similiaritas/kesamaan,
kontak/hubungan,
dan
hubungan-hubungan asosiatif
dengan penyebutan satu kata (Parera, dalam Prastyo 2009:3). Dalam metafora
MURUKEN ‘marah’ dapat dilihat secara batiniah, menyangkut kategori makna,
juga dapat dilihat secara lahiriah, menyangkut kelas kata. Kategori lahiriah
tersebut dapat berupa kelas kata, seperti nomina, verba, dan adjektiva (Siregar,
dalam Prasetyo 2009:3). Setelah pengkategorian selesai ada tiga langkah proses
yang ditempuh dalam pemetaan konseptual (Siregar, dalam Prasetyo 2009:4),
yaitu:
1. Pencarian ranah sumber yang sesuai.
2. Pemetaan konseptual antara ranah sumber dan sasaran.
3. Penayangan semua inferensi tentang ranah sumber ke ranah
sasaran melalui pemetaan.
Lakoff (dalam Siregar 2005:3) mengajukan hipotesis bahwa metaforametafora menayangkan peta kognitif dari satu ranah sumber kepada satu ranah
sasaran sehingga ranah yang kedua sebagian dipahami dari segi ranah yang
pertama. Menurut Lakoff dan Jhonson (dalam Sari 2012: 16) metafora tidak hanya
terdapat dalam bahasa, tetapi menyerap dalam kehidupan sehari-hari yang
melingkupi pikiran dan tingkah laku. Model metafora konseptual memiliki ciriciri berikut menurut Barcelona (dalam Silalahi 2005:2):
(a) Terdapat konsep “sasaran” A perlu dipahami untuk tujuan tertentu dalam
konteks tertentu;
18
Universitas Sumatera Utara
(b) Terdapat struktur konseptual yang mengandung A dan konsep lainnya B;
(c) B berhubungan dengan A atau berbeda dengan A dalam struktur konseptual
itu;
(d) Dibandingkan dengan A, B dapat lebih mudah dipahami, lebih mudah diingat,
lebih mudah dikenali, atau lebih langsung bermanfaat untuk tujuan tertentu dalam
konteks tertentu.
Model metafora merupakan model bagaimana B dipetakan kepada A dalam
struktur konseptual; hubungan ini ditegaskan oleh fungsi B sebagai A, dengan
pola X adalah Y; X sebagai Y. Metafora dan metonimi ‘semesta’ pada tingkat
struktur dan sistemnya.
Metafora konseptual berhubungan antara dua ranah semantik, yaitu ranah
sumber (ranah konkrit) dan ranah sasaran (ranah abstrak). Makna baru tercita pada
ranah sumber dan makna itu dipetakan ke dalam ranah sasaran. Pemahaman
terhadap makna itu dapat dicapai melalui satu interpretasi konstruktif dengan
memahami seluruh kalimat atau dalam kerangka kognitif menemukan persamaan
makna umum yang terdapat diantara ranah sumber dan ranah sasaran (Mulyadi
2010:18).
Pemahaman bahwa metafora itu sama sekali tidak berada pada bahasa
melainkan pada ranah mental seseorang – yang telah terkonsepsi. Metafora
terletak pada perannya yang penting dalam menentukan hubungan antara bahasa
pengetahuan manusia dengan dunia yang diinginkannya. Lakoff menambahkan
bahwa metafora adalah ungkapan kebahasaan yang merupakan kemampuan
linguistik dan didukung oleh pengetahuan khusus seseorang yang maknanya tidak
19
Universitas Sumatera Utara
dapat dijangkau secara langsung dari lambang karena makna yang dimaksud
terdapat pada prediksi ungkapan kebahasaan tersebut (Lakoff, dalam Hasibuan,
2005).
2.3 Tinjauan Pustaka
Penelitian terhadap metafora sudah pernah dilakukan oleh beberapa ahli.
Berikut akan dijelaskan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.
Siregar (2005), dengan judul artikel “Jeruk kok Minum Jeruk Gejala
Metaforis menganalisis gejala
metaforis dan metonimisasi dalam bahasa
Indonesia” dengan menggunakan teori metafora konseptual. Metaforisasi dilihat
sebagai prinsip analogikal dan melibatkan konseptualisasi satu unsur struktur
konseptual melalui struktur konseptual yang lain sedangkan, metonimisasi dilihat
sebagai sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain. Berdasarkan prinsip ini,
dalam ungkapan jeruk kok minum jeruk terdapat metaforisasi yaitu proses
pemetaforaan, dan metonimisasi yaitu proses pemetonimian dalam penggunaan
bahasa Indonesia dari sebuah iklan TV menjadi ungkapan yang mengandung
metafora dan metonimi. Metafora cara memahami sesuatu berdasarkan sesuatu
yang
lain
sedangkan,
metonimi
berfungsi
sebagai
referensial
dengan
menggunakan sesuatu entitas untuk mengacu entitas yang lain.
Beliau menyimpulkan metafora dan metonimi berhubungan dengan proses
leksikalisasi dalam perubahan struktur polisemi unsur leksikal yang terlibat.
Dalam penelitian beliau dijelaskan bahwa metaforisasi ungkapan Jeruk kok minum
jeruk ditandai dengan pemetaan makna dari satu struktur konseptual X kepada
20
Universitas Sumatera Utara
struktur konseptual lainnya Y sehingga secara konseptual memetakan Y sebagai
X. Sistem metafora BUAH sebagai MANUSIA diperoleh melalui pemetaan
struktur konseptual MANUSIA sebagai ranah konseptual sumber kepada struktur
konseptual BUAH sebagai ranah konseptual sasaran. Metaforisasi ini melibatkan
konseptualisasi logika semantik maupun pragmatik yang berlaku untuk
MANUSIA ke dalam struktur konseptual BUAH (dalam kasus ini jeruk).
Penelitian Siregar memberikan kontribusi Metafora dalam bahasa Pakpak
pada pemetaan makan dari suatu struktur konseptual (X kepada struktur
konseptual lainnya Y sehingga secara konseptual memetakan Y sebagai X).
Silalahi (2005), dengan judul artikel “Metafora dalam Bahasa Batak
Toba”, menggunakan teori metafora konseptual. Pendekatan yang dianut adalah
pendekatan semantik kognitif, yang menganggap bahwa makna bahasa merupakan
bagian dari persoalan mental. Metafora dianggap unsur penting dalam
pengkategorisasian duniawi dan proses berpikir manusia, yaitu sebagai gejala
yang merembesi bahasa dan pikiran. Metafora dianggap sebagai jenis
konseptualisasi pengalaman manusia, yang tidak pernah luput dari setiap
penggunaan bahasa alamiah. Metafora tidak dipahami sebagai pelanggaran
penutur terhadap kaidah kompetensi bahasa, sebaliknya paradigma kognitif
melihat metafora sebagai alat untuk mengkonseptualisasikan ranah-ranah
pengalaman yang abstrak dan tidak teraba ke dalam ranah yang kongkret dan
akrab. Dalam penelitiannya, yang diteliti adalah metafora konseptual, metafora
orientasional, metafora ontologikal, metafora dan inferensi. Metafora konseptual
bahasa Batak Toba dijumpai dalam bentuk kata, misalnya, metafora konseptual
21
Universitas Sumatera Utara
kata sebagai benda, cairan, hewan, makanan, manusia, perjalanan, senjata,
tumbuhan,dan lain-lain.
Penelitian Silalahi memberi banyak masukan dari segi teori dan cara
menganalisis metafora. Masukan dari cara menganalisis metafora dengan
menggunakan pendekatan kognitif.
Prasetyo (2009), dengan judul artikelnya “Metafora Pengungkapan Cinta”,
menganalisis dengan teori metafora konseptual. Ada beberapa pengungkapan
CINTA yang dianalisis dalam penelitiannya yaitu CINTA sebagai BAHAN
BANGUNAN, CINTA sebagai MINUMAN, CINTA sebagai BAGIAN TUBUH,
CINTA sebagai API, CINTA sebagai KEHIDUPAN BINATANG, CINTA
sebagai
LAUTAN,
dan
lain-lain.
Hasil
identifikasi
terhadap
metafora
pengungkapan cinta yang menunjukkan adanya konsep-konsep lain yang
digunakan untuk pengungkapan cinta. Salah satu yang dilakukan dalam pemetaan
konseptual adalah mengelompokkan konsep-konsep yang mengonseptualisasikan
metafora pengungkapan cinta ke dalam ranah-ranah. Berikut pemetaan
konseptual dalam metafora pengungkapan CINTA.
Tabel 2.1 Pemetaan konseptual CINTA sebagai LAUTAN
SASARAN
SUMBER
Cinta adalah sesuatu hal yang luas Lautan adalah laut yang luas.
dipahami.
Hilangnya cinta adalah sesuatu yang Keringnya lautan adalah sesuatu yang
22
Universitas Sumatera Utara
mustahil.
Hasrat
mustahil.
dapat
membuat
pelaku Ombak
membuat
laut
terlihat
percintaan bergejolak, perilaku pelaku bergejolak.
yang tidak menentu.
Hasrat yang bergejolak hebat dapat Bila ombak bergejolak hebat ombak
mendatangkan cinta.
dapat mencapai mercu (bagian yang
tertinggi, Alwi 2007:1015 ).
Cinta dapat membuat para pelaku Laut dapat menenggelamkan.
percintaan tenggelam dalam birahi.
Nomina
Lautan Malaka, kering lautan, lautan birahi,
dan
ombak
digunakan sebagai kata metaforis karena dapat mengkonseptualisasikan kesetiaan
dalam hubungan cinta. Air di dalam lautan tak terhingga banyaknya, maka
keringnya lautan kira-kira adalah sesuatu yang mustahil. Konsep-konsep itu
terpetakan pada konsep cinta yang sangat luas dan dalam untuk dimengerti dan
dipahami. Cinta juga membutuhkan kesetiaan yang tidak ada batasnya untuk
melanggengkan hubungan, seperti kemustahilan keringnya lautan. Penelitian
Prasetyo memberi banyak masukan dari segi teori dan cara menganalisis metafora.
Masukan dari cara menganalisis metafora dengan menggunakan teori metafora
konseptual.
Rajeg (2010), dengan judul artikel “Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan”
menganalisis metafora dengan teori metafora konseptual. Metafora dianggap
23
Universitas Sumatera Utara
sebagai fenomena bahasa semata yang tidak berhubungan dengan pikiran. Dalam
hubungannya dengan konsep cinta dalam bahasa Indonesia, Rajeg menulis dalam
artikelnya bahwa tipe-tipe metafora konseptual yang menandainya sangat banyak
yaitu cinta adalah kesatuan bagian, cinta adalah ikatan, cinta adalah api, cinta
adalah kegilaan, cinta adalah mabuk, cinta adalah perjalanan, cinta adalah lawan,
dan lain-lain dalam kasus cinta.
Siregar (2010), dengan judul artikel “Emosi dan Kebudayaan dalam
Metafora”, menggunakan teori linguistik kognitif. Dalam kerangka konseptual
linguistik kognitif, metafora dianggap sebagai gejala pikiran (penalaran) bukan
sekedar gejala bahasa. Dalam penelitiannya dikatakan bahwa semua bahasa
mempunyai berbagai strategi verbal untuk menyampaikan emosi (perasaan) dalam
bahasa Indonesia misalnya ditemukan kata-kata kesal, marah, gusar, berang dan
metafora gelap mata, meremas jantung
untuk mengungkapkan keadaan
emosional yang sama.
Salah satu yang dianalisis adalah metafora MARAH. Beberapa metafora
konseptual MARAH
dalam bahasa Indonesia adalah MARAH ADALAH
CAIRAN PANAS DALAM TABUNG : darahnya mendidih, darahnya naik;
MARAH ADALAH API: marah membara, marah berkobar(berapi-api);
MARAH ADALAH LEDAKAN: meledak marah; MARAH ADALAH GEJALA
ALAM: marahnya sudah mereda. Kemarahan bertempat di hati sehingga hati
menjadi sumber metafora MARAH dalam bahasa Indonesia. Beberapa metafora
MARAH yang menggunakan hati sebagai ranah sumber di antaranya hati
terbakar, hati panas. Hati juga digunakan sebagai sumber metafora emosi lainnya
24
Universitas Sumatera Utara
seperti metafora cinta, sabar, sedih, masing-masing seperti hati bergelora, hati
yang lapang, hati yang remuk.
Mulyadi (2010), dengan judul artikel “Dari Gerakan ke Emosi Perspektif
Linguistik Kognitif”, menggunakan teori metafora konseptual. Pencipataan
metafora sesungguhnya merupakan satu aspek dari kecenderungan manusia dalam
menggolongkannya. Akar metafora terletak pada persepsi sensori relasi manusia
dengan dunia fisik. Metode semantis diterapkan untuk mengidentifikasi
persamaan makna emosi dan makna gerakan dalam metafora emosi bahasa
Indonesia. Metode ini bertumpu pada relasi semantis antar konsep baik secara
implisit maupun eksplisit. Teknik analisis bahasa diterapkan untuk menguji
keberterimaan pemarkah tersebut.
Penelitian Mulyadi memberi banyak masukan baik, dari segi teori yang
digunakan maupun metode semantik dan teknik analisis dalam menganalisis
metafora dalam bahasa Pakpak.
Sari (2012), dengan judul skripsi “Metafora dalam Pidato Charles De
Gaulle pada Perang Dunia II”, menggunakan teori metafora konseptual. Metode
penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan semantik kognitif
dan mengutamakan penghayatan terhadap objek penelitian yang sedang dikaji
secara empiris. Semua ungkapan metaforis dianalisis dengan menggunakan
pendekatan kognitif menurut Lakoff dan Jhonson (1980) dengan tahapan analisis
setelah data terkumpul adalah 1) Mencari ranah sumber. 2) Menyusun data ke
dalam kategori penamaan metafora. 3) Mendeskripsikan antara ranah sasaran dan
ranah sumber. 4) Dalam memerikan hubungan antara ranah sasaran dan ranah
25
Universitas Sumatera Utara
sumber, maka tiap data langsung dijelaskan. 5) Menyimpulkan hasil analisis data.
Dalam analisisnya terhadap Pidato Charles De Gaulle pada Perang Dunia II,
Sari
menyimpulkan
bahwa
terdapat
delapan
kategori
metafora
yaitu
PERJUANGAN adalah PERJALANAN, SEMANGAT PERSATUAN adalah
API,
KEBEBASAN
KEMENANGAN
adalah
adalah
KOMODITAS
ORANG,
PERANG
BERHARGA,
adalah
NEGARA/
PERTUNJUKAN,
NEGARA adalah BANGUNAN, HARAPAN adalah CAHAYA, PENJAJAHAN
adalah KEGELAPAN/PENJARA.
Penelitian Sari memberi banyak masukan dari segi teori dan cara
menganalisis metafora. Masukan dari cara menganalisis metafora dengan
menggunakan pendekatan kognitif.
26
Universitas Sumatera Utara