Metafora MURUKEN ‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak (Kajian Semantik)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Metafora menjadi salah satu kajian linguistik kognitif yang mencoba
menganalisis tentang bahasa figuratif yang dikonseptualisasikan ke dalam bahasa.
Hampir semua ruang dalam aktivitas berbahasa manusia melibatkan metafora.
Tidak hanya dalam ranah figuratif, metafora juga sering menjadi piranti utama
dalam ranah kolokial (Mulyadi, 2010:17).

Fenomena metafora dalam bahasa

merupakan salah satu cara berpikir manusia. Berkomunikasi dalam kehidupan
sehari-hari sering menggunakan ungkapan – ungkapan yang berkaitan dengan
bahasa figuratif yang orang lain tidak mengerti bahwa yang diucapkan itu adalah
sebuah metafora.
Bahasa digunakan penuturnya untuk menyampaikan gagasan, pikiran, dan
perasaannya dalam berbagai situasi dan tujuan komunikatif. Menurut Ohoiwutun
dan Aslinda (dalam Geovani, 2014:1), pola-pola komunikasi yang dipengaruhi
oleh kebudayaan dapat ditelusuri melalui pengamatan terhadap kecenderungankecenderungan berbahasa. Dapat dikatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi
kebudayaan. Dalam pengertian lain, segala hal yang ada dalam kebudayaan akan

tercermin di dalam bahasa.

Bahasa merupakan kunci pokok bagi kehidupan

manusia di dunia ini, karena dengan bahasa orang bisa berinteraksi dengan
sesamanya dan bahasa merupakan sumber daya bagi kehidupan bermasyarakat.

8
Universitas Sumatera Utara

Kita dapat memahami maksud dan tujuan orang lain berbahasa atau berbicara
apabila kita mendengarkan dengan baik apa yang dikatakan.
Keadaan emosional selalu diekspresikan secara metaforis dalam
pemakaian bahasa sehari-hari sebab kualitas keadaan emosional sukar dipahami
dan sulit diperikan (digambarkan) melalui bahasa harfiah apalagi emosi berbedabeda intensitasnya (Mulyadi 2010:17). Metafora bukan hanya sebuah bahasa,
tetapi merupakan pikiran dan alasan yang pertama dari aspek metafora yaitu
pemetaan yang merupakan bagian dari sistem konseptual. Dalam bahasa Pakpak
ditemukan sejumlah unsur leksikal untuk menyatakan konsep MURUKEN
‘marah’, yaitu


MURUKEN bagi BINATANG ‘marah sebagai binatang’,

MURUKEN bagi CAIREN ‘marah sebagai cairan’, MURUKEN bagi API ‘marah
sebagai api’, MURUKEN bagi RASA ‘marah sebagai rasa’, MURUKEN bagi
GERAKAN ‘marah sebagai gerakan’, MURUKEN bagi WAKTU ‘marah sebagai
waktu’.
Pengkategorian terhadap data metafora adalah suatu proses yang disebut
“menentukan sistem metafora yang terlibat”. Kategorisasi adalah penyusunan
bersistem dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang
ditetapkan, menggolong-golongkan menurut jenis, cara mengungkapkan makna
dengan pelbagai potensi yang ada dalam bahasa (Alwi, 2007 : 516).
Mengenai pengkategorian suatu ranah sumber dapat dicari melalui medan
makna. Medan makna sebagai satu jaringan asosiasi yang rumit berdasarkan
similiaritas/kesamaan,

kontak/hubungan,

dan

hubungan-hubungan asosiatif


dengan penyebutan satu kata (Parera, dalam Prastyo 2009:3). Dalam metafora

9
Universitas Sumatera Utara

MURUKEN ‘marah’ dapat dilihat secara batiniah, menyangkut kategori makna,
juga dapat dilihat secara lahiriah, menyangkut kelas kata. Kategori lahiriah
tersebut dapat berupa kelas kata, seperti nomina, verba, dan adjektiva (Siregar,
dalam Prasetyo 2009:3). Setelah pengkategorian selesai ada tiga langkah proses
yang ditempuh dalam pemetaan konseptual (Siregar, dalam Prasetyo 2009:4),
yaitu:
1. Pencarian ranah sumber yang sesuai.
2. Pemetaan konseptual antara ranah sumber dan sasaran.
3. Penayangan semua inferensi tentang ranah sumber ke ranah sasaran
melalui pemetaan.
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa-bahasa Daerah sangat penting
karena di samping sebagai pemerkaya kebudayaan nasional, nilai-nilai
kebudayaan tradisional juga diungkapkan di dalam bahasa-bahasa daerah. Konsep
kebudayaan tradisional hanya dapat dimengerti melalui ungkapan bahasa daerah

masyarakatnya (Sibarani, dalam Silalahi 2005 : 1). Dalam kajian linguistik
kognitif, persoalan bagaimana gagasan, pikiran dan perasaan dikonseptualisasikan
dan diungkapkan ke dalam bahasa menjadi salah satu kajian yang sangat penting
hal ini, dalam mengungkapkan metafora yang terdapat dalam bahasa Pakpak yang
akan dikaji. Bahasa daerah harus tetap dipelihara dan dilestarikan supaya bahasa
itu terpelihara dan berkembang. Salah satu cara melestarikan bahasa-bahasa
daerah itu adalah dengan cara melakukan kajian atau pengaplikasian makna
terhadap suatu bahasa. Dalam hal ini adalah bahasa Pakpak. Peneliti tertarik untuk

10
Universitas Sumatera Utara

melakukan penelitian ini, yaitu selain belum pernah ada yang meneliti, judul ini
sangat unik untuk dianalisis dalam mengungkapkan ketegorisasi dan makna.
Penelitian metafora sudah pernah dilakukan oleh para ahli. Misalnya,
Siregar (2005) dengan judul artikel “Jeruk kok Minum Jeruk : Gejala Metaforis
menganalisis gejala

metaforis dan metonimisasi dalam bahasa Indonesia”,


Silalahi (2005) dengan judul artikel “Metafora dalam Bahasa Batak Toba”,
Prasetyo (2009) dengan judul artikelnya “Metafora Pengungkapan Cinta”¸ Rajeg
(2010) dengan judul artikel “Cintanya Bertepuk Sebelah Tangan”, Siregar (2010)
“Emosi dan Kebudayaan dalam Metafora”, Mulyadi (2010) dengan judul artikel
“Dari Gerakan ke Emosi Perspektif Linguistik Kognitif”, Sari (2012) dengan
judul skripsi “Metafora dalam Pidato Charles De Gaulle pada Perang Dunia II”,.
Penjelasan di atas menunjukkan bahwa kajian semantik Metafora
MURUKEN ‘marah’ dalam Bahasa Pakpak belum pernah dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah kategorisasi metafora MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa
Pakpak?
2. Apakah makna metafora MURUKEN ‘marah’ dalam bahasa Pakpak?

11
Universitas Sumatera Utara

1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini terbatas pada kategorisasi dan makna Metafora MURUKEN

‘Marah’ dalam Bahasa Pakpak yang digunakan oleh masyarakat yang berdomisili
di Desa Sionom Hudon Timur II Kecamatan Parlilitan.

1.4 Tujuan
1. Mendeskripsikan kategorisasi metafora MURUKEN ‘marah’ dalam Bahasa
Pakpak.
2. Mendeskripsikan makna metafora MURUKEN ‘marah’ dalam Bahasa
Pakpak.

1.5 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Manfaat teoretis antara lain :
1. Menambah khazanah pengetahuan tentang Metafora MURUKEN ‘Marah’
dalam Bahasa Pakpak.
2. Menambah penelitian semantik tentang Metafora MURUKEN ‘Marah’
dalam Bahasa Pakpak.
Manfaat praktis antara lain :
1. Penelitian ini dapat dijadikan sumber acuan bagi peneliti selanjutnya yang
ingin membahas metafora dalam bahasa-bahasa daerah.
2. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan informasi bagi pemerintah

daerah mengenai hasil penelitian dalam bidang semantik.

12
Universitas Sumatera Utara