Relevansi Konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK

BAB II
SEJARAH TRISAKTI DAN NAWACITA PEMERINTAHAN JOKOWI-JK

2.1.

Sejarah Trisakti

2.1.1. Karakteristik Pemikiran Soekarno di dalam Trisakti
Trisakti sebagai sebuah gagasan merupakan hal yang tidak asing di kalangan
masyarakat Indonesia. Trisakti bersama gagasan-gagasan lain seperti Nasakom,
Marhaenisme, Nefo, Berdikari, Manipol, dan Dekon (Demokrasi Ekonomi),
dikenali dengan label made in Soekarno. Soekarno sebagai penggagas konsepkonsep tersebut termasuk pemikir yang produktif bila dibandingkan dengan
tokoh-tokoh lain yang semasa dengan dirinya.
Gagasan-gagasan Soekarno merupakan pemahamannya atas sebuah realitas
yang terjadi di Nusantara, yakni penjajahan selama ratusan tahun oleh bangsa
asing. Oleh karena itu, untuk dapat memahami gagasan-gagasan dan konsep
Soekarno, tidak dapat dilepaskan dari perjuangan Soekarno dalam pergerakan
bangsa Indonesia merebut kemerdekaan. Pengalaman empiris Soekarno dan

Universitas Sumatera Utara


keterlibatannya sebagai aktor dalam pergerakan di Indonesia berpengaruh besar
melatarbelakangi dan membentuk gagasan-gagasan yang dia kemukakan.
Awal keterlibatan Soekarno dalam pergerakan Indonesia dimulai semenjak
ia masih berstatus pelajar. Soekarno tercatat aktif dalam menyumbangkan
pemikirannya di surat kabar Oetoesan Hindia selama lima tahun, sejak tahun
1912-191829. Oetoesan Hindia merupakan surat kabar yang dibawahi oleh Sarekat
Islam sekaligus menjadi media propaganda organisasi tersebut, mengingat pada
masa jayanya pada tahun 1910-an anggota dari Sarekat Islam mencapai dua juta
pengikut30.
Keterlibatan Soekarno sebagai kontributor tulisan berbagai surat kabar
berlanjut ketika ia duduk sebagai siswa Hogere Burger School, Surabaya. Begitu
juga ketika ia pindah ke Bandung dan menjadi mahasiswa Technische Hogere
School (cikal bakal Institut Teknologi Bandung), Soekarno tercatat masih aktif
menyumbangkan tulisan untuk surat kabar Sama Tengah.
Surat kabar sebagai media massa yang paling populer pada saat itu dinilai
efektif sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi oleh Soekarno. Surat kabar juga
memiliki fungsi untuk mempengaruhi sidang pembaca agar bersikap atau
mempunyai pandangan seperti yang diinginkan oleh penulis. Hal inilah yang ingin
dicapai Soekarno, yaitu surat kabar sebagai mediator untuk menyampaikan


29
30

Kasenda, Peter. Februari 2014. Bung Karno Panglima Revolusi. Yogyakarta: Galang Press. Hal. 76.
Kasenda, Peter. Ibid.

Universitas Sumatera Utara

gagasan-gagasan yang sifatnya kebangsaan dalam rangka mencapai cita-cita
Indonesia merdeka.
Melalui surat kabar, Soekarno menerbitkan tulisannya yang berjudul
Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Tulisan yang dimuat pada majalah
Soeloeh Indonesia Moeda pada tahun 1927 tersebut ditujukan kepada kalangan
rakyat Indonesia yang ia terkotak-kotak ke dalam tiga golongan besar yaitu
golongan Nasionalis, Islamis, dan Komunis. Dalam Nasionalisme, Islamisme dan
Marxisme Soekarno juga mengkehendaki persatuan antara golongan-golongan
yang dapat membawa Indonesia merdeka.
“dengan jalan yang jauh kurang sempurna, kita mencoba membuktikan,
bahwa faham Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme itu dalam negeri
jajahan pada beberapa bagian menutupi satu sama lain. Dengan jalan yang

jauh kurang sempurna kita menunjukkan teladan pemimpin-pemimpin di
negeri lain, tetapi yakin bahwa pemimpin-pemimpin Indonesia insyaf,
bahwa persatuan lah yang membawa kita kearah kebesaran dan
kemerdekaan. Dan kita yakin pula, bahwa walaupun pikiran kita tidak
mencocoki semua kemauan dari masing-masing pihak, ia menunjukkan
bahwa persatuan itu bisa tercapai. Sekarang tinggal menetapkan saja
organisasinya, bagaimana persatuan itu bisa berdiri; tinggal mencari
organisatornya saja, yang menjadi mahatma persatuan itu31.
Secara fisik, keterlibatan perjuangan Soekarno berlanjut dalam Perserikatan
Nasional Indonesia (PNI) yang merupakan cikal bakal dari Partai Nasional
Indonesia. PNI yang dibentuk pada 1927 memilih jalur non-kooperatif sebagai
metode perjuangan pada saat itu, sehingga kerap bertentangan dengan

31
Tulisan Ir. Soekarno yang berjudul Nasionanisme, Islamisme dan Marxisme, dimuat di Majalah Soeloeh
Indonesia Muda tahun 1927 dalam Ir. Soekarno. 2015. Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1. Yogyakarta:
Media Pressindo dan Yayasan Bung Karno. Hal. 27

Universitas Sumatera Utara


pemerintahan kolonial Belanda. PNI berkonsentrasi dalam menyebarkan ajaranajaran pergerakan kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun yang sama juga, Soekarno mempelopori berdirinya PPKI
(Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia), sebagai gabungan
dari organisasi-organisasi dan partai politik yang berjuang untuk kemerdekaan
Indonesia, diantaranya PNI, Partai Islam, Budi Utomo, Pasundan, Sarekat
Sumatera, Perserikatan Selebes dan Kaum Betawi.
Pergerakan PNI pada akhirnya dianggap membahayakan eksistensi
pemerintahan kolonial Belanda, sehingga pemerintah kolonial Belanda berlaku
represif dengan mengeluarkan perintah penangkapan terhadap pentolan-pentolan
PNI. Puncaknya pada Desember 1929 Soekarno dan tokoh PNI lainnya seperti
Gatot Mangkupraja, dan Soepridinata resmi ditangkap untuk pertama kali.
Soekarno dan para pentolan PNI kemudian disidangkan pada tanggal 18 Januari
1930 di

gedung

Landraad

Bandung.


Soekarno memanfaatkan momen

persidangannya tersebut dengan membacakan pledoinya yang terkenal yaitu
“Indonesia Mengggugat”. Pledoi tersebut menjadi titik balik perjuangan
Soekarno, terkhusus kaum nasionalis Indonesia untuk menuntut kemerdekaan
Indonesia.
Pledoi “Indonesia Menggugat” menunjukkan bahwa Indonesia terbentuk
terutama karena sebuah hasrat revolusi, yaitu hasrat menolak masa silam dan
hasrat untuk tidak meneruskan banyak hal yang terjadi di tanah air. Soekarno

Universitas Sumatera Utara

mengandaikan situasi di Eropa, dimana manusia membentuk bangsa untuk
meneruskan sesuatu yang sudah ada, yakni warisan agung yang tumbuh selama
berabad-abad berupa kesadaran akan hak-hak individu.
Realitas yang terjadi di Indonesia, di Dunia Ketiga, manusia membentuk
bangsa terutama untuk menciptakan apa yang belum ada. Sebuah negeri yang diisi
oleh penjajah dan bangsawan lokal yang memperlakukan rakyat luas sebagai
anjing dan kerbau yang tidak punya hak individu32. Pledoi tersebut berpengaruh
besar terhadap reputasi Soekarno di dunia Internasional sebagai tokoh

revolusioner, khususnya di Asia karena yang berani menggebrak serta
menginspirasi semangat kemerdekaan di negara-negara terjajah.
Pada tahun 1942 terjadi peralihan kekuasaan kolonial dari pemerintahan
Belanda ke Jepang di wilayah Hindia Belanda. Hal ini ternyata mengubah pola
pandang Soekarno terkait taktik perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada fase ini
Soekarno sempat meninggalkan sikap non-kooperasi dan memilih bekerja sama
dengan pemerintahan jepang. Hal ini dilihat dari diangkatnya Soekarno oleh
Jepang sebagai pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) bersama Hatta, Ki
Hadjar Dewantara, dan Kiai Haji Mas Mansyur33.
Sikap kooperasi ini tidak terlepas dengan pertemuannya dengan Letnan
jenderal Imamura setelah soekarno kembali dari pembuangannya di Sumatera.
Soekarno mempertanyakan status Indonesia kepada Imamura, dan jawabannya
32

Kasenda, Peter. Op. Cit. April 2014. Hal. 81.
Nazaruddin Sjamsuddin, “Soekarno: Sebuah Tragedi?” dalam Nazaruddin Sjamsuddin (Ed.). 1988.
Soekarno: Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: Rajawali Press. Hal. 9.

33


Universitas Sumatera Utara

ialah nasib Indonesia akan ditentukan oleh Tokio setelah perang selesai, akan
tetapi

Jepang

akan

memperhatikan

kesejahteraan

Rakyat,

dan

akan

mengikutsertakan orang Indonesia dalam pemerintahan dan Administrasi. Dengan

janji itulah Soekarno menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama, dengan
syarat bahwa ia tidak akan dikhianati Jepang setelah perang usai34.
Kenyataan akan sikap Soekarno yang memilih untuk berkooperasi dengan
pemerintahan Jepang mendapatkan celaan dari the founding father lainnya seperti
Tan Malaka. Tan Malaka yang pada saat itu memimpin gerakan kemerdekaan
Indonesia di bawah tanah menuduh Soekarno sebagai seorang kolaborator Jepang.
Dalam tuduhan itu Tan Malaka mengutip kata-kata Soekarno bahwa ia membantu
Jepang sebab ia percaya bahwa Jepang adalah bangsa yang jujur dan adil35.
Terlepas dari kontradiktifnya sikap Soekarno terhadap dua periode
kolonialisasi yang terjadi di Indonesia, hal ini juga menjadi bukti luasnya cakupan
perkembangan pemikiran Soekarno mengenai kebutuhan Indonesia akan
kebebasan dan kemerdekaan dari penjajah. Kemerdekaan menjadi sebuah harga
mutlak yang harus di dapatkan oleh bangsa ini. Pandangan-pandangan Soekarno
tersebut kemudian, menurut John D. Ledge coba dirangkum dalam beberapa segi
khas pemikiran yakni 36:

34

Nazaruddin Sjamsuddin. Ibid.
Ibid. Hal. 12.

36
John. D. Legge. 1966. Soekarno: Sebuah Biografi Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Hal. 30. di
dalam Skripsi Anwar Ilmar. 2004. Relevansi Teori Marhaenisme dalam Menjawab Tantangan Zaman di Era
Kapitalisme Global. Hal. 38.
35

Universitas Sumatera Utara

Pertama cita-citanya akan persatuan nasional. Soekarno sangat menaruh
perhatian terhadap kepentingan bersama sebagai hal yang paling pokok. Hal ini
secara eksplisit dapat dilihat dalam tulisan Nasionalisme, Islamisme dan
Marxisme. Soekarno melihat kondisi yang berakibat pada dua kemungkinan besar,
yakni kemungkinan lahirnya perpecahan diantara ketiga kekuatan-kekuatan
pergerakan tersebut, atau kemungkinan lahirnya kekuatan-kekuatan yang dapat
menggalang kekuatan massa rakyat indonesia untuk mencapai kemerdekaan.
Kedua, desakannya untuk menjalankan sikap non kooperatif bukan hanya
sebagai taktik, tetapi merupakan hal yang prinsipil. Soekarno menegaskan betapa
sia-sianya sikap lunak yang moderat, sebab tidak mungkin ditempuh dengan
imperialisme. Akibat wajar dari sikap tersebut adalah suatu rencana untuk
memobilisasi rakyat guna melaksanakan perjuangan tersebut. Pendirian PNI dan

sepak terjangnya setelah berdirinya partai tersebut merupakan realisasi dari
rencana Soekarno.
Ketiga, konsep mengenai Marhaenisme. Soekarno menegaskan bahwa
Marhaenisme sebagai teori politik sekaligus teori perjuangan sangatlah relevan
digunakan sepanjang kapitalisme sekalipun dalam berbagai wujud masih bercokol
di bumi. Dalam konteks ini, Soekarno telah memodifikasi Marxisme sebagai alat
yang paling sistematis dalam analisis sosial perihal pengkajiannya tentang
kolonialisme, imperialisme, dan kapitalisme.

Universitas Sumatera Utara

Keempat, pengungkapan pidato dan tulisan Soekarno sangat menarik bagi
pendengar dan pembaca dari kalangan Jawa. Salah satu wujudnya yang khas
seperti pada tahun 1928 dan 1929 adalah ramalan Soekarno mengenai
kebangkitan Jepang dan pecahnya Perang Pasifik sehingga memungkinkan
Indonesia mendapatkan kemerdekaannya di kemudian hari. Ini merupakan
ramalan yang cerdik dengan daya tarik khusus karena langsung dikaitkan dengan
harapan tradisional yang diramalkan Jayabaya.
Perkembangan pemikiran Soekarno diatas pada akhirnya mengerucutkan
sifat-sifat yang menonjol dirinya. Adapun karakteristik dari pemikiran-pemikiran

Soekarno antara lain37:
1. Pertama, anti imperialisme. Sebagai sistem politik, imperialisme akan
berakhir ketika sebuah wilayahnya yang dijajah menjadi merdeka. Tetapi
sebagai sebuah sistem ekonomi, imperialisme dapat berlangsung terus
bahkan ketika negara terjajah itu sudah merdeka secara politis.
Imperialisme adalah sebuah hasrat berkuasa, yang antara lain terwujud
dalam sebuah sistem yang memerintah atau mengatur ekonomi dan
mengatur negara lain.
2. Kedua, anti-elitisme. Menurut soekarno, elitisme mendorong sekelompok
orang merasa diri memiliki status sosial politik yang lebih tinggi dari
orang lain, terutama rakyat kebanyakan. Elitisme tersebut tidak kalah
37
Baskara. T. Wardaya, S.J. Bung Karno Menggugat: Dari CIA, Pembantaian Massal ‟65 Hingga G 30S.
Yogyakarta: Galang Press, 2006, hal. 39-50 di dalam Skripsi Anwar Ilmar, Ilmu Politik, 2004. Relevansi
Teori Marhaenisme dalam Menjawab Tantangan Zaman di Era Kapitalisme Global. Hal. 42.

Universitas Sumatera Utara

berbahaya dengan imperialisme, karena melalui sistem feodal yang ada
elitisme bisa dipraktekkan

oleh tokoh-tokoh pribumi terhadap rakyat

negeri sendiri. Lebih dari itu, elitisme dapat menjadi penghambat sikapsikap demokratis masyarakat modern yang dicita-citakan bagi indonesia
merdeka.
3.

Ketiga, taktik non kooperasi. Sebenarnya sampai pada pertengahan tahun
1921 Soekarno masih mengharapkan adanya kerja sama dengan
pemerintah Kolonial Belanda. Soekarno masih berharap bahwa pemerintah
Belanda bersedia membantu memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia,
sebelum negeri jajahan tersebut benar-benar mandiri. Tetapi, pada tahun
1923 Soekarno mulai meninggalkan posisi moderat dan mengambil
langkah non kooperasi, menolak kerja sama dengan pemerintah kolonial.

4.

Keempat, menggalang persatuan. Kepada para aktivis nasionalis Soekarno
menegaskan bahwa tidak ada halangan bagi kaum nasionalis bekerja sama
dengan aktivis Islam dan Marxis, dan juga sebaliknya.

5.

Kelima, ketika pada 29 Desember 1929 Soekarno ditangkap dan 29
Agustus 1930 disidangkan oleh pemerintah kolonial, Soekarno justru
memanfaatkan kesempatan di persidangan. Dalam pledoinya yang terkenal
yang berjudul Indonesia Menggugat dengan tegas Soekarno menyatakan
perlawanannya terhadap kolonialis. Meskipun dipenjara berkali-kali,
Soekarno sama sekali tidak jera untuk berpolitik maupun untuk menentang
ketidakadilan kolonialisme.

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik pemikiran Soekarno yang anti nekolim dapat dilihat sebagai
fondasi utama gagasan Trisakti. Penolakan terhadap kapitalisme beserta segala
turunannya yang digagas Soekarno didalam Trisakti berlandaskan kenyataan
bahwa sebagai suatu sistem yang eksploitatif, kapitalisme itu mendorong praktikpraktik imperialis.
Terminologi awal imperialisme mengacu pada praksis ekspansi wilayah
politis suatu negara, pada awal abad ke-20 definisi itu diperluas, yakni sebagai
sistem politik dan sebagai sistem ekonomi. Sebagai sistem politik, ia akan
berakhir ketika suatu wilayah yang dijajah merdeka. Akan tetapi sebagai sistem
ekonomi, imperialisme dapat berlangsung terus menerus bahkan ketika negara
terjajah tersebut telah merdeka secara politis38.
Sebagai sistem yang motivasi pokoknya adalah ekonomi, Soekarno percaya
kolonialisme terkait dengan kapitalisme, yakni suatu sistem ekonomi yang
dikelola oleh sekelompok kecil modal

yang tujuan pokoknya adalah

memaksimalkan keuntungan. Dalam upaya memaksimalisasi keuntungan itulah
kaum kapitalis tak segan-segan untuk mengeksploitasi orang atau bangsa-bangsa
lain. Melalui kolonialisme para kapitalis Eropa memeras tenaga dan kekayaan
alam rakyat negeri-negeri terjajah demi keuntungan mereka. Melalui kolonialisme
ini pulalah di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia, kapitalisme mendorong

38

Peter Kasenda, Trisakti Soekarno. Ibid.

Universitas Sumatera Utara

terjadinya „exploitation de l‟homme par l‟homme‟ atau eksploitasi manusia oleh
manusia lain.
Kondisi tersebut bertentangan dengan formulasi Trisakti yakni berdikari
dibidang ekonomi, yang menekankan sentralnya peran negara-bangsa sebagai
instrumen utama serta berpegang pada prinsip usaha bersama atas asas
kekeluargaan. Pledoi “Indonesia Menggugat” Soekarno juga menjadi sebuah
cetak biru bagi gagasan Trisakti, khususnya mengenai pemahaman akan kelahiran
sebuah bangsa baru yang merdeka. Indonesia sebagai sebuah bangsa dan negara
merupakan sebuah entitas sendiri, yang terbentuk karena menolak kesewenangwenangan terjadi.
Karakteristik pemikiran Soekarno lainnya, yakni non-kooperatif juga dapat
dilihat dalam Trisakti. Gagasan Trisakti menjadikan kedaulatan serta kemandirian
sebagai fondasi utama sebuah bangsa yang merdeka. Oleh karena itu sifat
kooperatif Indonesia diwujudkan dalam bentuk kooperasi dengan syarat.
Trisakti tidak menghalang-halangi kerjasama dengan negara-bangsa lain
dalam konteks politik maupun ekonomi. Negara memiliki kebebasan untuk
menentukan negara-negara mana saja yang dapat atau tidak dapat bekerja sama
dengan syarat kerjasama tersebut tidak bersifat imperialistik dan tanpa harus
bergantung nasib kepada bangsa lain.
2.1.2. Trisakti sebagai Tahapan Revolusi

Universitas Sumatera Utara

Soekarno dalam pemikirannya mengenai cita-cita kemerdekaan Indonesia
memiliki pandangan bahwa terwujudnya sebuah kemerdekaan merupakan wujud
dari selesainya sebuah revolusi. Revolusi bagi Soekarno merupakan sebuah
kepastian sejarah dan merupakan hal yang terjadi secara berkesinambungan.
Dalam tulisannya yang berjudul “Djalannya Revolusi Kita” atau disingkat
menjadi “Djarek”, Soekarno mengamini ucapan Lenin (pemimpin gerakan
komunis dari Rusia) yang mengatakan bahwa tanpa teori revolusioner, tidak akan
ada gerakan revolusioner39. Soekarno kemudian menerjemahkan hal tersebut
dengan rumusan “tanpa adanya ideologi dan konsepsi nasional yang dirumuskan
secara tegas dan jelas, kemerdekaan indonesia tidak mungkin dapat diperjuangkan
dan dibina”40.
Soekarno mengatakan revolusi selesai apabila cita-cita kemerdekaan sudah
terealisasi atau terwujud. Kemerdekaan diartikan sebagai sebuah kelanjutan dari
revolusi indonesia yang berkesinambungan. Revolusi tidak berhenti pada fase
mendobrak tatanan yang sudah mapan, akan tetapi juga harus dibarengi dengan
tindakan membangun. Hal inlah yang disinyalir menjadi akar perbedaan soekarno
dengan Hatta. Mohammad Hatta menganggap bahwa revolusi sudah selesai,
sedangkan Soekarno masih gandrung akan revolusi41.
Landasan pemikiran mengenai teori revolusioner untuk melanjutkan cita-cita
kemerdekaan Indonesia ini kemudian di tuliskan Soekarno ke dalam Panca
39

Paharizal. Op. Cit.. Hal. 50
Ibid. Hal. 52
41
Kasenda, Peter. Op. Cit. Februari 2014. Hal. 70.
40

Universitas Sumatera Utara

Azimat Revolusi Indonesia. Panca Azimat Revolusi yang di deklarasikan oleh
Soekarno merupakan analisis Soekarno terhadap tahapan-tahapan Revolusi yang
di hadapi Indonesia.
Keniscayaan Soekarno akan sebuah „revolusi yang terus-terusan menjebol
dan tidak berhenti‟ mendasari ini. Panca Azimat Revolusi pertama kali di
deklarasikan oleh Soekarno dalam pidatonya yang berjudul “BERDIKARI”.
Pidato ini sendiri disampaikan pada 17 Agustus 1965. Soekarno mengatakan:
“Panca azimat adalah pengejawantahan daripada jiwa nasional kita,
konsepsi nasional kita yang terbentuk disepanjang sejarah 40 tahun
lamanya... Azimat Nasakomlah yang lahir terlebih dahulu, dalam tahun
1926, karena persatuan nasakom itulah sesungguhnya senjata kita yang
paling ampuh, dulu untuk merebut, sekarang untuk mengkonsolidir
kemerdekaan nasional. Azimat kedua adalah azimat Pancasila, yang lahir
pada bulan Juni 1945...ketika itu opgave terpokok adalah
menemukansuatu dasar negara, dan maka itulah lahir Pancasila. Azimat
ketiga adalah azimat manipol/usdek, yang baru lahir 14 tahun lamanya
mengalami masa republik merdeka, azimat yang berupa program umum
revolusi, yang inti sarinya tidak boleh dimodulir atau diamendir. Azimat
keempat adalah azimat Trisakti yang baru lahir tahun lalu... azimat kelima
adalah azimat berdikari, yang terutama tahun ini aku canangkan.42“
Panca azimat sebagai konsepsi nasional Indonesia dijabarkan kedalam lima
gagasan yakni Nasakom, Pancasila, Manipol-Usdek, Trisakti dan Berdikari.
I. Nasionalis, Agamis, dan Komunis (Nasakom).
Pada azimat pertama yaitu Nasakom, Soekarno menekankan kebutuhan
penggalangan persatuan rakyat Indonesia untuk meraih kemerdekaan. Hal ini
jauh-jauh hari sudah berada dalam pemikiran Soekarno yaitu tahun 1926, tepatnya
42

Ir. Soekarno. Op. Cit. 2015. Jilid II. Hal. 695.

Universitas Sumatera Utara

dalam tulisan Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Soekarno melihat kondisi
Indonesia pada saat itu (dalam konteks situasi terjajah dan ketiadaan kekuatan
untuk melawan penjajah) mencoba menggali kekuatan gerakan-gerakan yang
tersedia untuk mengentaskan kondisi tersebut.
Filsafat yang mendominasi pergerakan-pergerakan di Indonesia pada saat itu
adalah sintesis dari tiga ketegangan yaitu (1) prinsip-prinsip nasionalis
revolusioner yang diprakarsai oleh PNI (2) sosialisme elektis yang disodorkan
oleeh Mohammad Hatta dan Sutan Sjahrir; dan (3) sosialisme religius yang
berakar tahunan sejak Sjarekat Islam (SI). Penyimpangan-penyimpangan dari
filsafat sosialisme ini berasal dari kelompok komunis stalinis dan kelompok
komunis nasionalis sayap kiri Tan Malaka43. Hal ini yang kemudian di identifikasi
oleh Soekarno didalam gerakan-gerakan berbasis Nasionalis, Agamis, dan
Komunis.
Dalam Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme Soekarno menyoroti
permasalahan perbedaan Ideologi ataupun adanya ambisi-ambisi pribadi daripada
dunia pergerakan politik pada tahun 1920-an. Soekarno menyoroti perpecahan
antara Sarekat Islam dan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang saling serang satu
sama lain dan dianggapnya justru menghancurkan gerakan nasionalisme Indonesia
pada saat itu44.

43
44

Kasenda, Peter. Op. Cit. April 2014. Hal. 25.
Kasenda, Peter. Op. Cit. Februari 2014. Hal. 78.

Universitas Sumatera Utara

Mengacu kepada filsafat setiap gerakan-gerakan pada masa itu, Soekarno
menyerukan perlu terjadi kerjasama yang lebih erat antara ketiga golongan
“besar” di atas untuk bersatu mengusir pemerintah kolonial Hindia Belanda. Hal
ini ditambah lagi dengan kesamaan diantara gerakan-gerakan tersebut yang anti
terhadap kolonialisme belanda. Adanya kesamaan persepsi terhadap kolonialisme
menjadi alasan kuat agar diperlukannya persatuan antar gerakan-gerakan tersebut.
Obsesi persatuan tersebut digali Soekarno bersumber dari budi nurani
manusia yang paling mendasar yaitu keinginan untuk bebas dari segala
penindasan dan ketidak adilan. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Soekarno:
“... Untuk Islamis sejati, maka dengan lekas saja teranglah baginya bahwa
tak layaklah ia memusuhi paham Marxisme yang melawan peraturan
Meerwarde itu, sebab ia tak lupa pula bahwa Islam yang sejati juga
memerangi peraturan itu; ia tak lupa bahwa Islam yang sejati melarang
keras akan perbuatan memakan riba dan memungut bunga. Ia mengerti
bahwa riba ini pada hakikatnya tiada lain daripada meerwaarde-nya
paham Marxisme itu!45.”
“… kaum Marxis harus ingat, bahwa pergerakannya itu, tak boleh tidak,
pastilah menumbuhkan rasa nasionalisme di hati sanubari kaum buruh
Indonesia, oleh karena modal di Indonesia kebanyakan adalah modal asing
… dan menumbuhkan suatu keinginan pada nationalemacht politiek dari
rakyat sendiri46.”
“… dengan jalan yang jauh kurang sempurna, kita mencoba membuktikan
bahwa paham Nasionalisme, Islamisme, Marxsisme itu dalam negeri
jajahan pada beberapa bagian menutupi ssatu sama lain...tetapi kita yakin
bahwa kita dengan terang-benderang menunjukkan kemauan kita menjadi
satu. Kita yakin bahwa pemimpin-pemimpin Indonesia semuanya insaf
bahwa persatuan yang membawa kita ke arah ke-besar-an dan kemerdeka-an.47.”

45

Ir. Soekarno. 2015. Jilid I. Op. Cit. Hal. 14.
Ibid. Hal. 24.
47
Ibid. Hal. 27.
46

Universitas Sumatera Utara

Titik fokus dalam tulisan “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” yang
menitikberatkan kepada penggalangan persatuan ketiga kelompok diatas
tergolong gagasan yang berani. Tak jarang kesan utopis dialamatkan kepada
Soekarno akan gagasannya tersebut mengingat ketegangan antara ketiga
kelompok mencapai titik jenuh.
Hal ini yang pada kemudian hari di coba lagi oleh Soekarno untuk
diterapkan

dalam Pemerintahan Negara Indonesia. Pada masa Demokrasi

Terpimpin, Soekarno mencetuskan kembali semangat persatuan ketiga golongan
tersebut dalam konsep politik NASAKOM, yang merupakan akronim dari
Nasionalis, Agamis, dan Komunis. Gagasan ini mengandung makna bahwa PNI
(untuk Nasionalisme), NU (untuk agama), dan PKI (untuk komunisme), ketiga
kekuatan politik dalam pemerintahan saat itu untuk dapat sama-sama berperan
dalam pemerintahan di setiap tingkatan, sehingga akan menghasilkan suatu sitem
yang antara lain akan didasarkan pada koalisi-koalisi kekuatan-kekuatan politik
yang berpusat di Jawa.
II. Pancasila
Pancasila merupakan hasil pemikiran Soekarno yang ia gali dari keluhuran
budi Bangsa Indonesia. Kelahiran Pancasila pada 1 Juni 1945 yang sebelumnya
telah di usulkan Soekarno dalam sidang BPUPKI memicu perdebatan alot
diantara kalangan nasionalis muslim yang menginginkan Islam sebagai dasar
negara dengan nasionalis sekuler yang menolak hal tersebut. Pancasila sebagai

Universitas Sumatera Utara

sebuah ideologi dan sebagai falsafah dasar negara Indonesia menandakan
kegandrungan Soekarno akan sebuah persatuan.
Pancasila merupakan usaha Soekarno untuk mewujudkan sintesis dari
persatuan dalam bentuk nyata. Pancasila sebagai sebuah pemikiran berakar dari
Sosio-nasionalisme dan Sosio-demokrasi yang pada tahun 1932 disebutkan
Soekarno sebagai Marhaenisme.
Marhaenisme adalah prinsip yang menghendaki suatu struktur dan tertib
sosial yang melayani kaum Marhaen dalam segala hal. Marhaenisme juga
dipahami sebagai cara perjuangan dan sekaligus juga prinsipnya yang bertujuan
mengusir setiap bentuk kapitalisme dan imperialisme48. Soekarno mengatakan:
“Dua dasar pertama...kebangsaan dan perikemanusiaan, saya peras menjadi satu.
Itulah yang dahulu saya namakan sosio-nasionalisme. Demikian juga, ....
politieke-economische democratie, yaitu politieke democratie dengan sociale
rechtsvaadigheid... dapat diperas menjadi satu dinamakan sosio-demokrasi. Yang
terakhir adalah kepercayaan kepada Tuhan. Jadi, yang asalnya lima itu telah
menjadi tiga: Sosio-nasionalisme, Sosio-demokrasi, dan Ketuhanan49.”

Selanjutnya, Soekarno mengatakan bahwa ketiga dasar tersebut dapat
diperas menjadi satu prinsip saja yaitu gotong royong. Hal ini dikatakan Soekarno
“...Jikalau saya peras lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka
dapatlah saya perkataan Gotong Royong50.”
Gotong royong yang merupakan hasil dari “perasan” kelima sila dalam
pancasila bermakna dalam suatu kerja sama ada lebih dari satu orang yang terlibat

48

Kasenda, Peter. Op.Cit. Februari 2014. Hal. 121
Ibid. Hal. 120.
50
Ibid. Hal. 121.
49

Universitas Sumatera Utara

dalam suatu pekerjaan; kerja memerdekakan Indonesia, kerja membangun bangsa,
kerja menyelesaikan revolusi Indonesia dan kerja mensejahterakan rakyat
Indonesia.
Keterlibatan lebih dari satu orang inilah yang kemudian memunculkan
kenyataan bahwa antara satu orang dengan orang lainnya saling berbeda-beda
baik secara fisik maupun jalan fikiran. Justru karena perbedaan-perbedaan inilah
orang-orang saling bekerjasama.
Gotong royong memiliki pemaknaan kebangsaan (orang-orang yang saling
berbeda) dan persatuan (internasionalisme/perikemanusiaan) untuk menciptakan
kesejahteraan (keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia). Agar kerja sama
mereka dapat berjalan dengan baik, maka harus ada komponen demokrasi di
dalamnya (permusyawaratan/perwakilan) dan dilandasi oleh keyakinan terhadap
nilai perikemanusiaan yang terkandung di dalam agama mereka masing-masing.
Prinsip-prinsip Pancasila menggambarkan keinginan Soekarno untuk
membentuk suatu dasar ideologi yang bisa menyatukan berbagai golongan di
Indonesia. Pada dasarnya Pancasila bisa dilihat sebagai program perjuangan
progresif anti-kolonial dan anti-imperialis sebagaimana telah digagas lama oleh
Soekarno. Ideologi yang dirumuskan menjadi pancasila tersebut menjawab
harapan rakyat Indonesia, yaitu kemerdekaan, pembebasan dari penjajahan,

Universitas Sumatera Utara

dicapainya persamaan hak dengan negara-negara lain dan ditegakkan nya
kedaulatan nasional51.
III. Manipol USDEK
Manipol USDEK dicanangkan oleh Soekarno pertama kali pada pidato 17
Agustus 1959. Manipol USDEK menandai sebuah awal baru pemerintahan
Indonesia pada saat itu, yakni dengan diterapkannya pemerintahan yang
sentralistik dalam Demokrasi Terpimpin, yang menggantikan Demokrasi
Parlementer yang telah diterapkan dari 1950-1959.
Peralihan dari Demokrasi Parlementer ke Demokrasi Terpimpin di dasari
oleh ketidaksenangan Soekarno terhadap Demokrasi Parlementer. Soekarno
menilai demokrasi Barat (cara lain ia menyebutkan Demokrasi Parlementer) yang
bersifat liberal tidak dapat menciptakan kestabilan negara, sehingga dianggap
menjauhkan Indonesia ke tujuan masyarakat yang adil dan makmur.
Menurut Soekarno, penerapan sistem demokrasi barat menyebabkan tidak
terbentuknya pemerintahan kuat yang dibutuhkan untuk membangun Indonesia.
Soekarno menyoroti jumlah partai politik yang jumlahnya terlalu banyak (40
Partai) pada saat itu yang disinyalir memicu ketidakstabilan tersebut. Hal ini yang
kemudian menjadi titik tekan Soekarno untuk dibubarkan.

51

Kusuma Djaya, Ashad. 2014. Soekarno: Perempuan dan Revolusi: Sebuah Biografi Politik dan Intelektual.
Bantul: Kreasi Wacana. Hal. 156.

Universitas Sumatera Utara

Selain itu Soekarno menilai demokrasi Liberal memiliki muatan Nekolim
karena terlalu kompromistis dengan aturan-aturan yang ditetapkan oleh bangsabangsa asing melalui perjanjian-perjanjian internasional. Hal ini dikhawatirkan
bisa menyebabkan terkikisnya rasa nasionalisme dan jiwa revolusi.
Faktor lainnya kegagalan era demokrasi parlementer adalah ketiadaan
semangat yang revolusioner dalam merumuskan langkah strategis di bidang
politik dan ekonomi sejak 1950. Karena itu, harus dikembalikan lagi ke dasar
pemikiran pendirian Republik Indonesia pada 1945, yaitu semangat yang
menggelora dalam melakukan tindakan-tindakan yang revolusioner. Semboyan
“Revolusi belum selesai” menjadi wacana baru untuk menciptakan satu tatanan
ekonomi nasional. Disinilah Soekarno kembali menyuarakan pentingnya
melanjutkan revolusi dengan jalan demokrasi dan ekonomi terpimpin dalam
menjalankan kepemerintahan52.
Peralihan dari sistem pemerintahan parlementer ke demokrasi terpimpin
yang cenderung terpusat pada sosok Soekarno dipengaruhi oleh pemikiran
Soekarno yang berpijak pada Marhaenis (Marxis). Pada masa itu terlihat secara
jelas pengaruh marxis mengingat Soekarno membicarakan mengenai Demokrasi
Politik dan Demokrasi Ekonomi. Soekarno mengatakan pembangunan politik
hendaknya sejalan dengan pembangunan ekonomi, dimana seseorang yang

52

Iman Toto Kahardjo. Op. Cit. Hal. 29.

Universitas Sumatera Utara

mengecap kebebasan politik, seharusnya mengecap kesejahteraan sosial. Karena
itu, soekarno tidak menyetujui terjadinya Demokrasi Parlementer53.
Atas dasar itu kemudian Bung Karno mengembangkan Manifesto Politik
(Manipol) dan USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, Sosialisme Indonesia,
Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia) sebagai
kerangka dasar membangun Sosialisme Indonesia. Hal tersebut dikatakan sebagai
manifesto karena pada pendeklarasian tersebut Soekarno mengucapkan berbagai
persoalan pokok program-program revolusi dan pedoman bagi pelaksanaan
revolusi Indonesia.
Soekarno mengemukakan bahwa revolusi yang terjadi di Indonesia,
terhitung semenjak tahun 1945 sampai saat itu, tahun 1959, adalah revolusi yang
terjadi secara bertingkat. Indonesia menurut Soekarno telah melewati fase awal
dari revolusi, yakni physical revolution yang terjadi pada 1945-1950, dan juga
telah melewati fase survival yang terjadi pada rentang tahun 1950-1955. Tahapan
selanjutnya, tahapan tertinggi dari revolusi adalah menyelesaikan revolusi, artinya
pada tahapan inilah rakyat indonesia memasuki periode revolusi sosial-ekonomi,
untuk mencapai tujuan akhir, yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan
makmur, tata-tentrem-kerta-raharja54.
Dalam penilaian Soekarno, untuk menyelesaikan revolusi atau mewujudkan
kemerdekaan dalam arti yang sesungguhnya tersebut haruslah ada perjuangan
53
54

Kasenda, Peter. Op. Cit. Februari 2014. Hal. 92.
Paharizal, Op. Cit. Hal. 69.

Universitas Sumatera Utara

untuk mewujudkannya. Tahap awal yang harus dilakukan adalah mempersiapkan
bekal dan alat-alat untuk mewujudkannya. Bekal dan alat inilah yang oleh
Soekarno diistilahkan dengan investment atau modal nasional. Ada tujuh
komponen yang ditunjukkan oleh Soekarno sebagai modal nasional untuk
menyelesaikan revolusi. Ketujuh komponen tersebut adalah:
1. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai penjelmaan jiwa Pancasila.
2. Hasil dari segenap pikiran dan hasil kerja rakyat Indonesia, terhitung
semenjak 1945 sampai dengan detik ini.
3. Pertumbuhan dan kekuatan ekonomi yang berada di bawah pengawasan
nasional.
4. Aparatur pembela negara (militer), penegak hukum (polisi), dan
administrasi pemerintahan yang berkomitmen menyelesaikan revolusi
Indonesia.
5. Memberdayakan potensi rakyat Indonesia yang selalu bertambah
jumlahnya untuk memperkuat perekonomian nasional.
6. Kepercayaan pada kemampuan dan keuletan bangsa sendiri.
7. Memanfaatkan kekayaan alam yang sangat berlimpah untuk kepentingan
mensejahterakan rakyat indonesia.
Selain berfokus pada pembangunan internal Indonesia, Soekarno dalam
Manipol-Usdek semakin memantapkan posisi Indonesia untuk menolak kehadiran
Nekolim, yang direpresentasikan dalam bentuk perjanjian-perjanjian internasional

Universitas Sumatera Utara

di bidang politik, maupun ekonomi yang dinilai tidak sesuai dengan jiwa sosionasionalisme Indonesia.
IV. Trisakti
Trisakti kali pertama dimunculkan Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1964
dalam pidatonya yang berjudul “Tahun Vivere Pericoloso”. Soekarno dalam
pidatonya menyampaikan bahwa telah memformulasikan Trisakti sebagai jalan
revolusi bangsa Indonesia.
Gencarnya ancaman kapitalisme liberal untuk masuk ke dalam sistem
pemerintahan Indonesia setelah kemerdekaan, terkhusus pada masa demokrasi
parlementer menuntut perubahan Indonesia agar dapat survive sebagai sebuah
bangsa dan melanjutkan cita-cita revolusi.

Soekarno kemudian menggagas

Trisakti, sebagai pola pembangunan nasional yang bertumpu pada kemandirian.
Prinsip kemandirian telah dirumuskan oleh Soekarno jauh hari sebelum
Indonesia merdeka, didalam surat pembelaannya (yang kemudian hari terkenal
dengan Pledoi Indonesia Menggugat) di depan pengadilan kolonial pada 16 Juni
1930.
“…kekuasaan politik, kemerdekaan, hanyalah bisa didatangkan oleh usaha
rakyat Indonesia sendiri! Kaum imperialisme sudah semustinya menghalangi
kami; dari sistem imperialisme, yang hidupnya daripada penjajahan itu, kami tak
harus mengharapkan sokongan memberhentikan penjajahan itu. Nasib kami
adalah di dalam genggaman kami sendiri; keselamatan kami adalah di dalam
kemauan kami sendiri, di dalam tekad kami sendiri, didalam kebiasaan kami
sendiri, di dalam usaha kami sendiri. Semboyan kami tidaklah meminta-minta,
tidaklah mengemis, tidaklah mendiacancy…tetapi seboyan kami haruslah

Universitas Sumatera Utara

noncooperation, lebih benar: selfhelp. Zelferwerkelijking, selfrehance! Sebagai
yang kami lambangkan dengan perlambang kepala banteng!55”

Setahun setelah pidato kenegaraannya tanggal 17 Agustus 1964, Soekarno
kembali menekankan pentingnya Trisakti sebagai sebuah konsepsi nasional
Indonesia. Gagasan Trisakti kembali diutarakan Soekarno dalam pidato nya yang
berjudul BERDIKARI, pada tanggal 17 Agustus 1965.
Trisakti sebagai sebuah gagasan merupakan harapan Soekarno mengenai
tahapan sejarah bangsa, yang disebutnya dengan “Revolusi Belum Selesai”.
Secara fisik, Indonesia telah berhasil melakukan revolusi dan memperoleh
kemerdekaannya.

Akan tetapi

dengan

ancaman

Nekolim yang sedang

mendominasi dalam sendi-sendi kehidupan politik maupun ekonomi dunia, dapat
menjadikan bangsa Indonesia secara hegemonik terjajah.
Dipandang sebagai suatu gagasan, maka perlu adanya identifikasi dan
verifikasi atas pembenaran-pembenaran pengetahuan di dalam gagasan trisakti.
Trisakti sendiri memiliki pengertian tiga prinsip kemandirian berbangsa dan
bernegara. Dalam pidato TAVIP, Trisakti dijadikan sebagi garis besar haluan
negara dan harus dipenuhi oleh bansa indonesia bila ingin menjadi masyarakat
adil dan makmur. Sebagi garis besar haluan negara, tentunya di dalam trisakti
terdapat pengetahuan atau konsepsi tentang bagaimana wujud dan rumusan tiga
prinsip tersebut.

55

Paharizal. Op. Cit. Hal. 74.

Universitas Sumatera Utara

Prinsip pertama Trisakti adalah berdaulat dalam politik. Berdaulat politik
sendiri mempunyai pengertian pengakuan utuh atas kekuasaan tertinggi.
Kekuasaan ini memiliki kaitan dengan pengakuan kemerdekaan oleh negara lain.
Secara teoritis, pengakuan kemerdekaan oleh negara lain di bedakan menjadi dua,
yaitu de jure dan de facto.
Kemerdekaan de jure, yaitu adanya pengakuan terhadap suatu negara secara
resmi dengan segala konsekuensi atau pengakuan secara internasional, sementara
kemerdekaan de facto berarti diakui oleh negara lain mengingat sudah
terpenuhinya unsur-unsur pembentuk suatu negara seperti mempunyai batas-batas
wilayah, pemimpin yang memerintah dan rakyat yang diperintah.
Pengakuan secara de facto dan de jure terhadap Indonesia pada saat itu
nyatanya tidak mengendurkan rongrongan dari negara-negara asing untuk
mengganggu kedaulatan politik Indonesia. Bentuk-bentuk rongorongan asing ini
antara lain perseteruan dengan Belanda dalam pembebasan Irian Barat serta
konflik dengan Malaysia.
Penolakan Belanda untuk mengembalikan Irian Barat kepada Indonesia
sesuai kesepakatan dalam Konfrensi Meja Bundar tahun 1949 merupakan bentuk
pelanggaran terhadap kedaulatan negara Indonesia. Soekarno menilai hal ini
merupakan bentuk dari Nekolim yang berusaha untuk menjadikan Irian Barat
sebagai negara boneka. Diplomasi paksaan Soekarno, pada tahun 1962 pada
akhirnya berhasil mengembalikan Irian Barat ke kekuasaan Indonesia. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

merupakan bentuk dari upaya Soekarno untuk mewujudkan kedaulatan politik
Indonesia yang diancam oleh Nekolim.
Konfrontasi dengan Malaysia, menurut Soekarno merupakan bukti bahwa
pengaruh Nekolim di negara-negara dunia ketiga sangat kuat. Keterlibatan Inggris
terkait kepentingan ekonominya di wilayah Brunei, Sarawak, serta Sabah,
berujung pada dukungannya untuk peleburan wilayah tersebut kedalam Federasi
Malaysia. Kondisi ini menurut Soekarno selain melanggar perjanjian Manila juga
membahayakan revolusi Indonesia.
Penolakan Indonesia ditunjukkan dengan sikap politik Soekarno yang
menyatakan “ganyang Malaysia”. Dengan prinsip anti Nekolimnya, penolakan
Indonesia terhadap Malaysia berlanjut pada sikap Soekarno yang mengancam
akan kerluar dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa apabila “negara
boneka” Malaysia dijadikan anggota Dewan keamanan PBB 56.
Bentuk-bentuk intervensi lain yang mengancam kedaulatan politik Indonesia
diwujudkan Belanda dibantu dengan sekutu-sekutunya seperti AS, Inggris,
Perancis, dan lain-lain, ikut meruntuhkan kedaulatan RI melalui sabotase-sabotase
pada ekonomi dalam negeri yang mengakibatkan krisis. Disisi lain juga, mereka
turut membiayai militer Belanda yang sedang berkonfrontasi dengan Indonesia
dalam masalah Irian Barat.

56

Ashad Kusuma Djaya. Op.Cit. Hal. 294.

Universitas Sumatera Utara

Selain pengakuan akan kedaulatan politik, Soekarno juga menilai
diperlukannya sebuah terobosan baru dalam pemikiran perpolitikan luar negeri
saat itu. Hal ini dilihat Soekarno dengan mengerucutnya konstelasi ideologi di
dunia kedalam dua kutub besar, yakni Blok Barat dan Blok Timur. Menurut
Soekarno, kebijakan antikomunisme yang dijalankan Barat untuk membendung
pengaruh Uni Soviet merupakan pemasungan terhadap penolakan hak kesetaraan
semua bangsa di dunia dalam bersuara.
Berangkat dari kondisi tersebut, Soekarno kemudian menginisiasi sebuah
kerjasama baru antara negara-negara dunia ketiga yang baru saja melepaskan diri
dari kolonialisme, hal tersebut dibuktikan dengan dibentuknya Gerakan Non Blok
(GNB). Persepsi Soekarno mengenai Gerakan Non Blok (GNB), yakni
memberdayakan dunia ketiga untuk mengikis ketimpangan antara negara-negara
kaya dengan yang miskin 57.
Hal ini masih dianggap relevan mengingat banyaknya forum kerjasama
politik dan ekonomi internasional yang dibentuk tetapi masih gagal menutup
kesenjangan antara yang kaya dengan yang miskin, seperti Dialog Utara-Selatan
atau G-15. Sampai saat ini pun, PBB masih belum melepaskan diri dari
genggaman kepentingan-kepentingan negara-negara Barat di Dewan Keamanan.
Prinsip kedua adalah berdikari dalam bidang ekonomi. Sebagi prinsip kedua
Trisakti tidak dapat dipisahkan dengan kedaulatan politik. Dengan adanya

57

Kasenda, Peter. Op. Cit. April 2014. Hal. 80.

Universitas Sumatera Utara

pengakuan atas kedaulatan wilayah maka bangsa Indonesia memiliki hak pula
untuk mengelola sumber daya ekonomi yang ada tanpa ketergantungan pada
bangsa lain. Hal ini diungkapkan soekarno yakni “untuk membangun suatu negara
yang demokratis, maka satu ekonomi merdeka harus dibangun. Tanpa ekonomi
merdeka, tak mungkin kita mencapai kemerdekaan”.
Berdikari ekonomi merupakan ekonomi yang dihasilkan kekuatan sendiri,
baik dari sumber bahan, tenaga, keahlian, hingga sampai pada persoalan produksi,
distribusi dan pasar. Oleh karena itu berdikari ekonomi memiliki dasar kerakyatan
yakni percaya dengan kedaulatan bangsa sendiri untuk mengelola ekonomi.
Sejalan dengan pandangannya dalam bidang politik, Soekarno juga
mengkritik kapitalisme di bidang ekonomi yang tidak sesuai dengan cita-cita
masyarakat Indonesia yang menjadi idaman Soekarno. Kapitalisme menurut
Soekarno adalah suatu pergaulan hidup yang timbul dari cara produksi yang
memisahkan kaum buruh dari alat-alat produksi. Di satu pihak, pemilik alat
produksi telah terjadi akumulasi, sentralisasi, dan konsentrasi kapital, sedangkan
di pihak lain terjadi proses pemiskinan58.
Imperialisme menurut Soekarno adalah suatu nafsu. Suatu sistem yang
menguasai atau mempengaruhi ekonomi bangsa atau negeri lain. Imperialisme
bagi soekarno telah menyebabkan bangsanya yang begitu subur, kaya, dan indah
memiliki penduduk yang menjadi gembel. Kolonialisme bisa diartikan sebagai

58

Peter Kasenda. April 2014. Op. Cit. Hal. 41.

Universitas Sumatera Utara

anak kelahiran dari sistem imperialisme, dan imperialisme merupakan tingkatan
tertinggi dari kapitalisme.
Penekanan pada kemandirian ekonomi juga ditunjukkan dengan penolakan
terhadap ketergantungan pada bangsa lain. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik
Soekarno yang cenderung non-kooperatif dalam bidang ekonomi. Soekarno
bahkan pernah mengutuk Amerika Serikan dengan ungkapannya yang terkenal
yaitu “go to hell with your aid”. Ungkapan tersebut disampaikan di depan
khalayak untuk mengomentari bantuan Amerika pada khususnya dan bantuan
asing pada umumnya 59.
Prinsip terakhir adalah kepribadian dalam bidang kebudayaan. Kepribadian
disini dimaknai sebagai suatu identitas berkenaan dengan individu maupun
kelompok, suku atau bangsa yang memiliki khas kebudayaan. Oleh karena itu,
konteks dari gagasan trisakti disini adalah kepribadian bangsa yang lahir dari akar
kebudayaan sendiri.
“...tahun 1957 penyakit-penyakit itu menonjol lagi, sehingga perlu peringatanperingatan itu dikemukakan dengan cara yang lebih tandas dan lebih tajam,
bahkan perlu kita membongkar segala norma-norma yang sampai sekian masih
kita pakai: Bongkar!, buang free fight liberalism! Bongkar! Ganti dia dengan
“demokrasi terpimpin”! Bongkar! bongkar jiwa rohani kita, bongkar mental!,
Ada “Gerakan Hidup Baru”, - adakan revolusi mental! Bongkar! Adakan
pandangan baru, bongkar!, jangan mandek, tetapi “majulah terus berdasarkan
Proklamasi 17 Agustus 1945”,-majulah terus60”

Ide-ide mengenai berkepribadian dalam budaya kemudian dapat dilihat
dalam gagasan Soekarno mengenai revolusi mental. Revolusi mental pertama
59
60

Ashad Kusuma Djaya. Loc. Cit.
Ir. Soekarno. 2015. Jilid II. Op. Cit. Hal. 348.

Universitas Sumatera Utara

sekali digaungkan oleh Soekarno pada tahun 1957, ketika revolusi Indonesia
sedang mandek sementara tujuan revolusi itu belum tercapai. Beberapa faktor
yang menyebabkan mandeknya revolusi tersebut antara lain61:
1. Terjadinya penurunan semangan dan jiwa revolusioner para pelaku
revolusi, baik rakyat maupun pemimpin nasional.
2. Banyak pemimpin politik Indonesia yang masih mengidap penyakit
mental warisan kolonial, seperti “hollands denken” (gaya berpikir
meniru penjajah Belanda). Penyakit itu mencegah para pemimpin
tersebut mengambil sikap progressif dan tindakan revolusioner dalam
rangka menuntaskan revolusi nasional. Sementara itu dampak dari
praktek kolonialisme selama ratusan tahun memunculkan mentalitas
„nrimo‟ dan kehilangan kepercayaan diri (inferiority complex) di
hadapan penjajah dalam diri rakyat Indonesia.
3. Terjadinya „penyelewengan-penyelewengan‟ di lapangan ekonomi,
politik, dan kebudayaan. Hal ini dipicu oleh penyakit mental rendah diri
dan tidak percaya diri dengan kemampuan sendiri. Kondisi ini dipicu
oleh alam berpikir liberal, statis, dan textbook-thinkers (berpikir
berdasarkan apa yang dituliskan dalam buku-buku).
Esensi dari revolusi mental Soekarno adalah perombakan cara berpikir, cara
kerja/berjuang, dan cara hidup agar selaras dengan semangat kemajuan dan

61

http://www.berdikarionline.com/bungkarnoisme/20140707/revolusimentalalabungkarno.html diakses pada
hari Senin, 24 Agustus 2015 pada pukul 13.15 WIB.

Universitas Sumatera Utara

tuntutan revolusi nasional. Perombakan cara berpikir, cara kerja, dan cara hidup
mempunyai dua tujuan besar: pertama, menanamkan rasa percaya diri pada diri
sendiri dan kemampuan sendiri; dan kedua, menanamkan optimisme di kalangan
rakyat dalam menghadapi rintangan dan kesulitan-kesulitan bermasyarakat dan
bernegara.
Praksis dari revolusi mental diimplementasikan Soekarno dalam bentuk
“Gerakan Hidup Baru”. Gerakan Hidup Baru adalah penggalangan rakyat untuk
membuang semua gaya hidup lama, yang tidak sesuai dengan semangat kemajuan
dan tuntutan revolusi. Gaya hidup rakyat Indonesia juga menjadi titik tekan dalam
gagasan ini, seperti upaya menghentikan impor barang-barang kebutuhan hidup
dari luar negeri, penghargaan terhadap produksi nasional, dan membangkitkan
kesadaran berproduksi.
2.2. Sejarah Nawacita
Nawacita secara etimologis terdiri dari dua padanan kata, yakni kata Nawa
yang dalam bahasa sansekerta berarti Sembilan (9) dan cita yang berarti harapan.
Nawacita dalam konteks perpolitikan di Indonesia merupakan sebutan yang
merujuk pada 9 program prioritas yang digagas oleh pasangan Jokowi-JK dalam
pemilihan Presiden tahun 2014 silam.
Dalam visi dan misi yang di usung oleh pemerintahan Jokowi-JK, Nawacita
tidak terlepas dari gagasan individu ataupun kelompok-kelompok yang berada di
belakang pencalonan Jokowi-JK pada pemilihan presiden 2014 lalu. Salah

Universitas Sumatera Utara

satunya adalah Sekretariat Nasional Jaringan Organisasi dan Komunitas Warga
Indonesia atau disebut “Seknas Jokowi”.
Seknas Jokowi merupakan wadah dari berbagai organisasi, komunitas, dan
semua prakarsa yang ada di berbagai daerah, untuk menjadi satu pergerakan
bersama guna mendukung pencalonan Ir. Joko Widodo (Jokowi) menjadi presiden
RI dalam pemilihan Presiden 201462. Seknas Jokowi dideklarasikan pada 15
Desember 2013, dalam sebuah acara pawai kebudayaan di Jakarta.
Secara sektoral Seknas Jokowi juga mendirikan organisasi sayap seperti
Seknas Muda Jokowi, Seknas Perempuan Pendukung Jokowi, Seknas Petani
Jokowi, Seknas Advokat Jokowi, Seknas PKL Jokowi dan sebagainya. Struktur
Seknas Jokowi sendiri berbentuk Presidium yang dipimpin oleh Dadang Juliantara
dan Muhammad Yamin. Peran Seknas Jokowi dalam menggagas Nawacita
sebagai visi Indonesia di pemerintahan kedepan adalah dengan mengadakan
Simposium Nasional yang mengambil tema “Jalan Kemandirian Bangsa”.
Simposium Nasional ini digelar pada tanggal 11 Maret 2014 di Hotel Sultan
Jakarta63.
Simposium Nasional “Jalan Kemandirian Bangsa” menghadirkan para pakar
dan akademisi dari perguruan tinggi di Indonesia, seperti Universitas Indonesia,
Universitas Nasional, Universitas Gadjah Mada, Institut Pertanian Bogor,
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan perguruan tinggi lainnya.
62

http://www.seknasjokowi.org/profile/ diakses pada tanggal 13 Oktober 2015 pada pukul 18.13 WIB
http://rimanews.com/read/20140311/147033/seknas-jokowi-gelar-simposium-jalan-kemandirian-bangsa
diakses pada tanggal Selasa 13 Oktober 2015 pada pukul 19.19 WIB.
63

Universitas Sumatera Utara

Terdapat 11 topik yang dibahas dalam simposium ini adalah permasalahan
geopolitik, demokrasi, reforma agraria dan lingkungan hidup, infrastruktur,
industri dan perdagangan, energi, pangan,

pendidikan dan kebudayaan,

kependudukan, riset dan teknologi serta keuangan. Simposium nasional tersebut
disiapkan oleh Seknas Jokowi sebagai masukan utama untuk Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) negara Indonesia kedepannya, apabila Jokowi terpilih dalam
pemilihan presiden 2014. Output dari simposium nasional ini dihimpun kedalam
buku “Jalan Kemandirian Bangsa: Visi Kemasyarakatan Indonesia Abad ke-21”.
Selain kalangan akademisi kampus, isu-isu spesifik yang dibahas didalam
Nawacita seperti isu lingkungan hidup, kehidupan masyarakat adat, kedaulatan
pangan serta reforma agraria juga melibatkan para penggiat aksi di lembagalembaga non-pemerintah yang ada di Indonesia. Lembaga-lembaga nonpemerintah seperti Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN), Wahana
Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Serikat Petani Indonesia (SPI),
Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) turut membantu mengidentifikasi
masalah-masalah sektoral di Indonesia untuk dimasukkan di dalam Nawacita
Jokowi-JK
Selain dihimpun dari gagasan-gagasan para praktisi, aktivis dan LSM,
Nawacita juga digagas oleh Nawacita berkaca pada kondisi di rezim orde baru,
dimana kondisi indonesia yang dilanda krisis multidimensional sepenuhnya
berlawanan dengan pemerintahan yang ideal sesuai dengan UUD 1945. Arah
pembangunan Indonesia diputar 180 derajat mengikuti kepentingan modal

Universitas Sumatera Utara

internasional dan dunia barat. Kebijakan ekonominya dibuat dengan mengikuti
resep pembangunan dari lembaga keuangan Internasional seperti Bank Dunia dan
IMF yang pada dasarnya menjadikan Indonesia hanya sebagai pemasok material
mentah, penyedia tenaga kerja murah dan pasar bagi produk internasional.
Dengan kebijakan dan praktik seperti itu penguasa Orde Baru menyerahkan
sumber daya alam yang bernilai ti