Relevansi Konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Al Rahab, Amiruddin. 2014. Ekonomi Berdikari Soekarno. Depok: Komunitas Bambu.

Bungin, Burhan. 2008. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana.

Husaini Usman, Purnomo Setiadi Akbar. 2009. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Husein Coen Pontoh (Ed.). 2014. Membedah Tantangan Jokowi-JK. Jakarta: Indoprogress dan Marjin Kiri.

Iman Toto K. Rahardjo dan Herdianto WK (Ed.). 2001. Bung Karno dan Ekonomi

Berdikari: Kenangan 100 Tahun Bung Karno. Jakarta: Grasindo.

Kasenda, Peter. Februari 2014. Bung Karno Panglima Revolusi. Yogyakarta: Galang Press.

____________. April 2014. Sukarno, Marxisme, & Leninisme: Akar Pemikiran

Kiri & Revolusi Indonesia. Depok: Komunitas Bambu

Kusuma Djaya, Ashad. 2014. Soekarno: Perempuan dan Revolusi: Sebuah

Biografi Politik dan Intelektual. Bantul: Kreasi Wacana.

Nazaruddin Sjamsuddin (Ed.). 1988. Soekarno: Pemikiran Politik dan Kenyataan

Praktek. Jakarta: Rajawali Press.

Paharizal. 2014. Trisakti Bung Karno untuk Golden Era Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo.

Siswo, Iwan. 2014. Panca Azimat Revolusi: Tulisan, Risalah, Pembelaan, &

Pidato Soekarno 1926-1966 Jilid I. Jakarta: Kepustakaan Populer

Gramedia.

Soekarno. 2015. Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1. Yogyakarta: Media Pressindo dan Yayasan Bung Karno.

________. 2015. Dibawah Bendera Revolusi Jilid II. Yogyakarta: Media Pressindo dan Yayasan Bung Karno.


(2)

Tim Ahli Seknas Jokowi. 2014. Jalan Kemandirian Bangsa: Visi

Kemasyarakatan Indonesia Abad ke-21. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Dokumen/Makalah:

Peter Kasenda. 2014. Trisakti Soekarno. (Makalah dipresentasikan dalam Diskusi Kelompok Kerja Kedaulatan Politik – Temu Kader dan Tokoh Nasional Pemuda Demokrasi Indonesia, Jakarta).

Wasisto Raharjo Jati. 2013. Soekarno dan Third-Worldism. Majalah Prisma Vol. 32, No. 2 dan No. 3.

_________________. 2014. Melihat Kekinian Lima Konsep Kebangsaan dan

Keindonesiaan Bung Karno. (Makalah disampaikan pada Seminar

Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta).

Visi misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2014. 2014. Jalan Perubahan

Untuk Indonesia yang Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian. Jurnal:

M. Fikri, dkk. 2014. “Analisis Konsumsi Masyarakat Indonesia sebelum dan

setelah Krisis Ekonomi”. Dalam Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Derah. Vol. 1 No.3, Januari-Maret 2014.

Skripsi/Disertasi:

Anwar Ilmar. 2004. Skripsi: Relevansi Teori Marhaenisme dalamMenjawab

Tantangan Zaman di Era Kapitalisme Global. (Medan: Fakultas Ilmu

Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sumatera Utara).

Irmawansah Ika.2014. Disertasi: Pemikiran Soekarno tentang Trisakti;

Perspektif Epistemologi Kenneth Galagher. (Yogyakarta: Fakultas

Filsafat. Universitas Gadjah Mada).

Website:

http://www.berdikarionline.com/bungkarnoisme/20140707/revolusimentalalabung karno.html diakses pada tanggal 24 Agustus 2015 pada pukul 13.15 WIB.

http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/673341-hadapi-mea--ri-tertinggal-jauh-dari-malaysia-dan-singapura diakses pada tanggal 6 Januari 2016 pukul 10.39 WIB


(3)

https://cldsuii.files.wordpress.com/2014/10/bab-ii-aktor-aktor-dalam-hubungan-internasional.pdf diakses pada tanggal 05 Januari 2016 pukul 23.41 WIB

http://international.sindonews.com/read/1070456/40/dubes-palestina-untuk-pbb-apresiasi-dukungan-indonesia-1450421865 diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pukul 15.09 WIB.

http://international.sindonews.com/read/1060987/40/inilah-posisi-resmi-indonesia-soal-konflik-laut-china-selatan-1447314808 diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pada pukul 15.11 WIB

http://nasional.sindonews.com/read/802732/18/deliberalisasi-tata-kelola-migas-1383783397 diakses pada tanggal 14 Desember 2015 pukul 14.00 WIB

http://www.republika.co.id/berita/koran/pareto/15/01/02/nhjny6-tantangan-kemiskinan-pada-2015 diakses pada tanggal 11 Januari 2015 pada pukul 09.10 WIB.

http://rimanews.com/read/20140311/147033/seknas-jokowi-gelar-simposium-jalan-kemandirian-bangsa diakses pada tanggal 13 Oktober 2015 pada pukul 19.19 WIB.

http://www.seknasjokowi.org/profile/ diakses pada tanggal 13 Oktober 2015 pada pukul 18.13 WIB.

http://tempo.co.id/ang/min/02/05/nawaksara.htm diakses pada tanggal 16 Desember 2015 pukul 01.06 WIB.


(4)

BAB III

ANALISIS RELEVANSI KONSEP TRISAKTI SOEKARNO DENGAN NAWACITA PEMERINTAHAN JOKOWI – JK

3.1. Trisakti dan Relevansinya dengan Nawacita Jokowi-JK

Pencantuman konsep Trisakti sebagai jalan ideologis yang menjadi acuan Nawacita dapat dilihat dalam dokumen visi, misi dan program aksi Jokowi-JK

2014. Visi yang diusung oleh Nawacita, yaitu ”Terwujudnya Indonesia yang

berdaulat, mandiri dan berkepribadian berlandaskan gotong royong” memplot


(5)

diterjemahkan kedalam tiga aspek kehidupan berbangsa, yaitu berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.

Aspek eksistensial gagasan Trisakti Soekarno sebagai penolakannya terhadap paham-paham kolonialisme, imperialisme, dan feodalisme dan mengajak massa rakyat untuk segera menyadari bahwa ketiga sistem tersebut masih ada meski Indonesia sudah merdeka66. Oleh karena itu, menjadi sebuah tantangan tersendiri sejauh mana relevansi Trisakti dengan Nawacita sebagai sebuah gagasan didalam aspek-aspek yang dirumuskan dalam (1) Berdaulat dibidang politik (2) Berdikari dibidang ekonomi dan (3) Berkepribadian di lapangan Kebudayaan.

3.1.1. Relevansi dalam Bidang Politik 3.1.1.1 Trisakti

Konsep Trisakti Soekarno mengenai “Berdaulat di bidang Politik” merupakan reaksi terhadap kondisi sosio-politik di dunia saat itu. Kemerdekaan Negara-negara dunia ketiga di Asia dan Afrika lantas tidak menjadikan ancaman terhadap kedaulatan Negara-negara tersebut sirna, malah menandai munculnya pola-pola dominasi dan hegemoni baru yang disebut Soekarno sebagai nekolim. Pengaruh Inggris dan Amerika Serikat dalam pembentukan Negara Malaysia serta pendudukan Irian Barat oleh Belanda adalah contoh dari praktik nekolim yang

66


(6)

secara langsung mengganggu kedaulatan politik Indonesia. Oleh karena itu, gagasan bidang politik dalam Trisakti berbicara dalam konteks hubungan luar negeri Indonesia. Adapun gagasan tersebut dapat disimpulkan kedalam 2 poin yaitu:

A. Mengelola Pemerintahan tanpa Intervensi dari Negara Lain

Intervensi merupakan bentuk campur tangan pihak asing (Negara maupun Lembaga Moneter Dunia) terhadap suatu pemerintahan. Bentuk-bentuk intervensi tersebut menurut Soekarno adalah ketika Negara-negara maju mengarahkan pengambilan kebijakan dalam pemerintahan Negara-negara yang baru merdeka. Kondisi ini pada akhirnya menciptakan relasi patrimonialisme dan ketergantungan terhadap pihak diluar negara yang merupakan ciri khas dari nekolim. Oleh karena itu pandangan Soekarno yang menolak mengenai adanya intervensi merupakan konsistensinya dalam menolak praktik nekolim.

Intervensionisme menyebabkan hubungan yang terjadi antar negara menjadi tidak seimbang ketika terjadi pemaksaan kepentingan nasional terhadap kepentingan nasional suatu negara lainnya67. Hal ini ditandai dengan munculnya komprador-komprador yang turut campur mengarahkan agenda negara sesuai dengan kepentingan asing.

Penolakan terhadap intervensionisme kemudian diwujudkan dengan aktifnya Indonesia dalam menggagas kerjasama-kerjasama Internasional untuk

67


(7)

menggalang penolakan terhadap intervensionisme. Melalui Konferensi Asia Afrika (KAA), Soekarno menggalang solidaritas bangsa-bangsa yang baru

merdeka dan membantu bangsa-bangsa yang masih dijajah untuk

memperjuangkan kemerdekaannya.

Melalui gagasan politik non-blok (tidak memihak ideologi kapitalisme blok kanan maupun ideologi komunisme blok kiri), Soekarno menghimpun kekuatan-kekuatan “Negara Dunia Ketiga” yang disebutnya “To Build the World Anew”. Penyelenggaraan Conference of the New Emerging Forces (CONEFO), Soekarno bersama Negara-negara dunia ketiga melancarkan kritik terhadap PBB, karena secara terang-terangan membiarkan intervensionisme negara-negara seperti Inggris dan Amerika Serikat terhadap negara-negara dunia ketiga, dan mengusulkan penataan kembali kelembagaan internasional, demi mewujudkan suatu dunia baru yang jauh lebih berkeadilan dan berprikemanusiaan.

B.Menjalin Kerjasama dengan Antarnegara dalam Tataran Seimbang.

Pentingnya kerjasama antar negara yang seimbang dalam Trisakti merupakan refleksi atas kondisi sosio-politik yang terjadi pada saat itu. Terbelahnya dunia kedalam blok-blok politik, yakni liberal-kapitalisme oleh Amerika Serikat di Blok Barat dan sosialis-komunisme oleh Uni Soviet di Blok Timur menghadapkan negara-negara dunia ketiga seperti Indonesia pada kondisi yang sulit. Tarik-menarik kepentingan serta pengaruh antara kedua kubu tersebut tak terhindarkan, hal ini kemudian berakibat kepada kecenderungan keberpihakan


(8)

negara-negara dunia ketiga terhadap salah satu blok, entah itu liberal-kapitalisme atau sosialis-komunis.

Soekarno kemudian menginisiasi pola baru dalam kerjasama antarnegara yaitu bebas-aktif. Bebas-aktif yang kemudian menjadi pollugri Indonesia artinya Indonesia, sebagai Negara yang berdaulat secara politik bebas untuk menentukan dan merumuskan ideologi politiknya, tidak didikte oleh ideologi kanan (kapitalisme) maupun ideologi kiri (sosialisme-komunisme). Selain itu bangsa Indonesia juga aktif menjaga, membela, dan mempertahankan ideologi politik yang telah dirumuskannya sendiri, dan mengikis unsur-unsur kapitalisme, kolonialisme, dan imperialisme. Kedaulatan politik dalam kerangka inilah yang disebut dengan kedaulatan politik yang bebas-aktif. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Soekarno:

“...”We are neutral, but we are not sitting on the fence!” “We are not sitting on the –fence!”, yang artinya: “Kita netral, tetapi kita tidak duduk tenguk-tenguk diatas pagar!...Kita aktif, kita berjuang! Aktif untuk apa??

Berjuang untuk apa?? kita ikut serta aktif dalam perjuangannya umat manusia untuk mencapai “dunia baru” tanpa exploitation de l‟homme par l‟homme, dan tanpa exploitation de l‟homme par nation. Kita tidak netral dan tidak dapat netral misalnya, dalam menghadapi imperialisme, kolonialisme, atau neo-kolonialisme68.”

Politik bebas-aktif tidak sama dengan netralitas. Bebas-aktif yang dianut oleh Indonesia adalah politik yang tidak netral, politik indonesia adalah politik yang berpihak pada kepentingan menolak dan secara aktif mengikis nekolim. Penolakan terhadap nekolim, menurut Soekarno sesuai dengan jiwa kemerdekaan

68


(9)

Indonesia yang dimuat dalam mukaddimah UUD 1945 yakni “Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa, dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”.

3.1.1.2 Nawacita

A.Peningkatan Peran Global melalui Diplomasi Middle Power

Pengakuan global terhadap potensi Indonesia sebagai salah satu rising

power kemudian memberikan Indonesia predikat sebagai negara middle power.

Hal ini didasarkan pada faktor-faktor nyata yang dapat dilihat dari Indonesia yaitu populasi (population), wilayah (territory), sumber daya alam dan kapasitas industri (natural resources and industrial capacity) serta kekuatan militer dan pergerakan (military strength and mobility)69. Predikat middle power ini kemudian diejawantahkan dalam bentuk doktrin “Poros Maritim” pada Nawacita pemerintahan Jokowi-JK.

Poros Maritim ditandai dengan bergesernya kekuatan global dari Barat ke Timur (yang ditandai dengan melemahnya Amerika Serikat dan Eropa plus bangkitnya Tiongkok dan India) mengakibatkan arena pertarungan internasional kemudian berpindah ke kawasan Asia Pasifik atau Indo-Pasifik. Sehingga pemenang abad ke-21 diyakini sebagai yang mampu memenangkan, atau setidaknya ikut memenangkan, pertarungan antara Tiongkok-AS, Tiongkok-India,

69

https://cldsuii.files.wordpress.com/2014/10/bab-ii-aktor-aktor-dalam-hubungan-internasional.pdf diakses pada tanggal 05 Januari 2016 pukul 23.41 WIB


(10)

dan Tiongkok-Australia70. Hal ini dapat dilihat dalam Nawacita mengenai hubungan luar negeri yang memiliki 4 (empat) prioritas utama yaitu71:

a) Komitmen untuk mengedepankan identitas Indonesia sebagai negara kepulauan (archipelagic state) dalam pelaksanaan diplomasi dan membangun kerjasama internasional. Politik luar negeri yang mencerminkan identitas negara kepulauan ini diwujudkan melalui 5 agenda aksi: diplomasi maritim untuk mempercepat penyelesaian permasalahan perbatasan indonesia; menjamin integritas wilayah NKRI, kedaulatan maritim dan keamanan/kesejahteraan pulau-pulau terdepan; mengamankan sumber daya alam dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE); mengintensifkan diplomasi pertahanan dan meredam rivalitas maritim di antara negara-negara besar dan mendorong penyelesaian sengketa teritorial di kawasan.

b) Meningkatkan peran Indonesia dalam wilayah global melalui diplomasi

middle power yang menempatkan indonesia sebagai kekuatan regional

dengan keterlibatan global secara selektif, dengan memberi prioritas pada permasalahan yang secara langsung berkaitan dengan kepentingan bangsa dan rakyat indonesia.

70

Hizkia Yosie Polimpung. “Perubahan Sistem Internasional pada Abad ke-21 dan Keberpihakan Politik

Luar Negeri „Poros Maritim‟” dalam Husein Coen Pontoh (Ed.). 2014. Membedah Tantangan Jokowi-JK. Jakarta: Indoprogress dan Marjin Kiri. Hal. 86.

71


(11)

c) Perluasan keterlibatan regional di kawasan indo-pasifik. Fokus ke kawasan Indo-pasifik “mengintegrasikan” dua samudera -Hindia dan Pasifik- sebagai lingkungan strategis pelaksanaan politik luar negeri di kawasan. d) Penguatan infrastruktur diplomasi dalam pelaksanaan politik luar negeri

yang efektif.

Status Indonesia sebagai negara middle power secara eksplisit menggambarkan perkembangan Indonesia yang sebelumnya berpredikat sebagai negara small power. Status middle power ini memungkinkan Indonesia untuk diperhitungkan dan memiliki pengaruh yang lebih besar dalam konstelasi politik global. Kondisi ini tentunya memudahkan Indonesia untuk mewujudkan kedaulatan politiknya tanpa intervensi sekaligus tidak melakukan campur tangan terhadap persoalan-persoalan negara lain sebagaimana dalam konsep Trisakti Soekarno.

B.Penerapan Politik Bebas-Aktif

Politik bebas-aktif yang dicetuskan oleh Soekarno dalam konsep Trisakti menjadi ciri yang lekat terhadap corak pollugri Indonesia pada masa-masa pemerintahan sesudahnya. Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, kebijakan politik luar negerinya dicetuskan dalam ungkapan Thousand Friends

Zero Enemy yang masih sesuai dengan semangat politik bebas-aktif.


(12)

bebas-aktif yang digagas dalam konsep Trisakti Soekarno masih relevan. Ini dapat dilihat dari poin 1 dalam Nawacita yaitu:

1. Kami akan menghadirkan kembali Negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui pelaksanaan politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangun pertahanan negara Tri Matra terpadu...72”

Penjelasan lebih lanjut mengenai pelaksanaan politik luar negeri bebas-aktif dijabarkan kedalam sub-pembahasan “Berdaulat Dalam Bidang Politik” poin 1 yakni “kami akan membangun wibawa politik luar negeri dan mereposisi peran Indonesia dalam isu-isu global”.

Pengidentifikasian masalah terhadap ancaman nekolim menjadi salah satu pembeda antara Nawacita dengan Trisakti. Keseluruhan gagasan yang dibangun Soekarno dalam merumuskan „kedaulatan dibidang politik‟ pada Trisakti adalah antitesis terhadap nekolim dan segala turunannya. Implikasi hal tersebut dapat dilihat dari sikap yang diambi Indonesia yang menolak campur tangan asing dalam mengurusi pemerintahannya.

Apabila dibandingkan dengan Trisakti sebagai jalan ideologis, terdapat penekanan yang berbeda antara Trisakti dan Nawacita dalam bidang politik. Pasca keruntuhan Uni Soviet dan kemenangan Amerika Serikat didalam perang dingin mengubah tatanan politik global, sehingga tidak lagi terbagi kedalam blok-blok ideologi politik seperti pada saat Trisakti dicetuskan.

72


(13)

Imbas hal tersebut adalah secara intensitas, ancaman kedaulatan Indonesia secara fisik berkurang. Kondisi ini menggeser fokus pembahasan kedaulatan politik dalam Nawacita ke faktor internal, yaitu pembangunan politik dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dari interpretasi bentuk kedaulatan politik dalam Nawacita seperti yang dijabarkan berikut:

“Berdaulat dalam bidang politik merupakan basis utama keberadaan negara,

dimana di dalamnya tercakup aspek-aspek hakiki kelangsungan negara: keutuhan wilayah, pengakuan internasional atas kedautan dan otoritas wilayah, kemandirian dalam mengatur dan menentukan kebijakan negara demi kesejahteraan masyarakat, kemampuan untuk menciptakan rasa aman bagi warga negara melalui penciptaan keamanan dan ketertiban masyarakat dan penegakan hukum, membela dan melindungi wilayah dan warga negara dari ancaman baik dari dalam maupun dari luar, serta kebebasan dalam menentukan arah hubungan luar negeri yang mengabdi pada kepentingan nasional73.”

Penekanan Nawacita terhadap pembangunan politik dalam negeri merupakan hasil dari identifikasi masalah yang dihadapi indonesia berkutat pada pelanggaran HAM, lemahnya penegakan hukum serta tidak berfungsinya negara dalam mengelola konflik sosial. Mengacu pada hal tersebut, Nawacita kemudian merumuskan ulang definisi berdaulat dibidang politik Trisakti.

“Berdaulat adalah hakikat dari kemerdekaan, yaitu hak setiap bangsa untuk

menentukan nasibnya sendiri dan menentukan apa yang terbaik bagi diri bangsanya. Oleh karena itu, pembangunan, sebagai usaha untuk mewujudkan kedaulatan sebagai negara merdeka, merupakan upaya membangun kemandirian. Kemandirian yang dimaksud bukanlah kemandirian dalam keterisolasian, tetapi didasarkan pada kesadaran akan adanya kondisi saling ketergantungan dalam kehidupan bermasyarakat, baik dalam suatu negara maupun antar bangsa74”.

Hal itulah mengapa posisi kedaulatan dalam bidang politik sangat sentral dalam gagasan Trisakti. Melalui gagasan pollugri bebas-aktifnya, selain sebagai

73

Ibid. Hal. 11. 74


(14)

alat untuk merawat kebebasan kerjasama antar negara tanpa sekat ideologis, kedaulatan politik juga menjadi ukuran untuk mewujudkan cita-cita revolusi Indonesia yang bebas dari intervensi nekolim.

3.1.2. Relevansi dalam Bidang Ekonomi 3.1.2.1.Trisakti

A. Penerapan Sistem Ekonomi Terpimpin

Perwujudan gagasan Trisakti “Berdikari dilapangan Ekonomi” dapat dilihat dari langkah Soekarno untuk membentuk perekonomian nasional yang dinamakan “Ekonomi Terpimpin”. Ekonomi Terpimpin merupakan satu fase dari perencanaan ekonomi nasional yang mencoba mengatasi persoalan-persoalan ekonomi secara struktural. Tujuan ekonomi terpimpin oleh karena itu adalah rehabilitasi ekonomi secara umum, yang disebutkan Soekarno sebagai “kearahan dan orientasi masa depan”.

“Indonesia tidak mau munafik dengan sosialismenya. Indonesia dengan tegas, menyatakan bahwa revolusinya masih dalam tahap nasional-demokratis, sekalipun jumlah hasil penting telah dicapai dalam tahap ini. Nanti akan datang ketikanya, yang Indonesia akan membangun sosialisme, yaitu apabila modal imperialis sudah habis sama sekali dan permilikan tanah kaum tuan tanah sudah dibagi kembali pada rakyat...yang terang ialah bahwa dengan modal imperialis tidak mungkin kita membangun Sosialisme...Jangankan Sosialisme, ekonomi nasional pun tidak mungkin! Oleh sebab itu, prinsip membangun ekonomi tanpa modal monopoli asing, sudah menjadi prinsip yang tidak bisa ditawar-tawar lagi75.”

75


(15)

Ekonomi Terpimpin adalah suatu sistem perekonomian nasional yang setiap elemennya terintegrasi ke dalam satu kesatuan pengelolaan dan peraturan. Ekonomi Terpimpin adalah masa awal satu fase peralihan masyarakat dari masyarakat yang bersifat kolonial ke masyarakat nasional demokratis yang disebut Soekarno sebagai „banting stir‟. Di masa peralihan ini Indonesia dihadapkan pada persoalan-persoalan yang berat dalam bidang ekonomi seperti beban lonjakan jumlah penduduk dan merosotnya produksi. Hal ini kemudian berimplikasi kepada tingkat harga, inflasi dan defisit anggaran belanja negara76.

Ekonomi Terpimpin juga merupakan pandangan alternatif Soekarno dalam menghadapi perkembangan kapitalisme, imperialisme, dan kolonialisme beserta feodalisme. Orientasi ekonomi Indonesia menghendaki perekonomian Indonesia sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan; bahwa cabang-cabang produksi yang menguasai hajat hidup rakyat indonesia dikuasai oleh negara; bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dipergunakan untuk kemakmuran rakyat, sebagaimana dituangkan dalam UUD 1945. Beberapa strategi perekonomian yang diterapkan pada masa Ekonomi Terpimpin adalah:

a. Penolakan nekolim dalam Perekonomian Indonesia.

Salah satu wujud antisipasi bahaya nekolimi adalah penolakan terhadap modal asing. Ide populis yang juga didukung oleh PKI ini menghendaki

76


(16)

perubahan ekonomi secara umum dan struktural, dimana modal monopoli asing tidak lagi menjadi penghalang bagi kemajuan ekonomi rakyat Indonesia77.

Penolakan Modal imperialis dan modal monopoli asing yang disebutkan oleh Soekarno adalah modal asing yang berasal dari negara-negara seperti Belanda, Amerika dan Inggris. Penolakan Soekarno terhadap modal asing yang disebutnya dengan sikap imperialisme dikarenakan negara-negara ini terbukti menggunakan modal tersebut untuk menyokong pemberontakan PRRI/Permesta di Sumatera dan mendalangi terbentuknya negara Malaya Raya pada tahun 1962.

b. Land reform dan penegakan kedaulatan pangan.

Permasalahan kedaulatanbagi Soekarno merupakan “kebijakan jangka

pendek yang harus mendapat prioritet utama”. Langkah-langkah yang diambil oleh Soekarno untuk mewujudkan kedaulatan pangan dilihat dari program mereka yaitu78:

Mengekstensifkan pertanian dengan menambah areal dan transmigrasi

Mengekstensifkan pertanian dengan mekanisasi dan memperbaiki cara-cara bercocok tanam

Mempergunakan civic-mission Angkatan Bersenjata Menyempurnakan penyelenggaraan land reform

77

Ibid.. Hal. 147. 78


(17)

Menjamin proyek-proyek yang berhubungan langsung dengan peningkatan produksi pangan selesai pada waktu yang direncanakan

Mengurangi impor bahan-bahan luks.

c. Nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing.

Pada saat Soekarno memimpin, terdapat 4 gelombang nasionalisasi perusahaan asing dari tahun 1957-1965. Tahap pertama, nasionalisasi terjadi pada 1957-1959 melalui pengambilalihan perusahaan-perusahaan Belanda. Pada masa ini pengambilalihan melibatkan perpindahan kepemilikan 90% produksi perkebunan, 60% perdagangan dengan asing, dan 246 pabrik, pertambangan, bank, serta pengapalan dan berbagai sektor jasa di bidang industri.

Tahap kedua, adalah pengambilalihan perusahaan Inggris pada 1963; ketiga, nasionalisasi perusahaan Malaysia, Inggris, dan Belgia pada 1964; dan keempat pengambilalihan semua perusahaan asing dengan penekanan pada perusahaan yang berasal dari Amerika Serikat pada 1965. Total perusahaan asing yang diambil alih pada periode September 1963 hingga Desember 1965, mencakup 90 perusahaan asing dari berbagai negara.

Nasionalisasi yang dilakukan oleh Soekarno merupakan langkah untuk mewujudkan kemerdekaan ekonomi Indonesia. Nasionalisasi perusahaan asing ini juga ditujukan untuk menghindari ketergantungan terhadap modal asing di Indonesia. Sikap Soekarno yang tidak menghendaki campur tangan modal asing


(18)

dalam pembangunan ekonomi nasional karena penanaman modal asing tersebut cenderung mengarah pada terjadinya pemaksaan kepentingan nasional terhadap kepentingan nasional suatu negara lainnya

Pendapat Soekarno ini terbukti benar dan dapat dilihat kenyataannya pada saat ini. Pada tahun 1997-1998 dengan diterapkannya pola pembangunan „dari luar dan dari atas‟ di masa orde baru, mengakibatkan perekonomian Indonesia ambruk pada krisis 1997/1998. Hal ini sebagai imbas terjadinya krisis kapitalisme di tingkat regional pada saat itu79. Kondisi ini diperparah dengan dijalankannya mekanisme pemulihan ekonomi Indonesia dengan mengikuti anjuran dari IMF.

Kebijakan-kebijakan yang tercantum didalam letter of intent (LoI) tahun 1998 pada akhirnya mengharuskan Indonesia memulihkan keadaan ekonomi dengan jalan liberalisasi perdagangan, re-regulasi kebijakan-kebijakan yang menghambat investasi, independensi bank sentral, privatisasi BUMN, pemotongan anggaran-anggaran untuk kepentingan publik, dan kebijakan pasar tenaga kerja fleksibel80.

Implikasi dari diterapkannya kebijakan-kebijakan tersebut terbukti tidak membawa kondisi yang lebih baik bagi perekonomian Indonesia. Angka kemiskinan di Indonesia mencapai 28,5 juta orang pada tahun 2013 atau 11.5 % dari total penduduk Indonesia. Hal ini diperparah dengan rilis Bank Dunia berdasarkan koefisien gini (ukuran tentang ketimpangan yang paling diterima

79

Coen, Husein Pontoh. Tantangan Jokowi dalam Realisasi Kebijakan Ekonominya. Di dalam Husein Coen Pontoh (Ed.). Op.Cit. Hal. 7.

80


(19)

secara umum) terjadi peningkatan ketimpangan dalam periode 2000-2013 sebesar 11 %, atau rekor tingkat kesenjangan tertinggi dalam sejarah ekonomi Indonesia81.

Gambar 1. ketimpangan pendapatan berdasarkan koefisien gini

Sumber: Membedah Tantangan Jokowi-JK. hal. 9

Berdikari dibidang ekonomi, dalam Trisakti Soekarno menjadi identifikasi atas pokok persoalan yang dihadapi oleh Indonesia. Pokok persoalan

81


(20)

sesungguhnya dari perekonomian Indonesia adalah terus berlanjutnya rezim kolonial dalam bentuk nekolim yang menjalankan strategi pembangunan “dari luar dan dari atas” yang tidak sesuai dengan cetak biru pembangunan Indonesia.

3.1.2.2Nawacita

A. Kemandirian Ekonomi sebagai Upaya Pemenuhan Basic Needs dan Basic Services.

Terkait relevansinya dengan Trisakti, terdapat sebuah penyederhanaan masalah dalam poin berdikari dalam bidang ekonomi yang dituangkan dalam Nawacita. Konsep kemandirian ekonomi yang sifatnya orientasi, mengalami sebuah simplifikasi menjadi sebuah kondisi ketidakmampuan negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

“...Dalam hal ini, kemandirian ekonomi sebagai kemampuan negara untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya, baik kebutuhan dasar (basic needs) seperti sandang, pangan dan papan, maupun pelayanan-pelayanan dasar

(basic services) berupa pendidikan dan kesehatan. Negara, dalam hal ini

memiliki tanggung jawab untuk merancang dan menjamin bahwa seluruh kebijakan ekonomi diarahkan untuk memenuhi dua jenis kebutuhan tersebut.82”

Hal ini berangkat dari identifikasi permasalahan ekonomi Indonesia yang hanya mengedepankan penekanan terhadap 3 masalah yakni pembangunan manusia, kedaulatan energi dan kedaulatan pangan, bukan pada persoalan orientasi dan struktur perekonomian Indonesia.

“...Ekonomi Indonesia berdiri di atas fondasi yang rapuh akibat berlanjutnya masalah kemiskinan, keterbatasan akses terhadap air bersih

82


(21)

dan energi, pengabaian arti penting pembangunan manusia, kesenjangan yang semakin melebar, kerentanan terhadap tekanan ekonomi global, dan pengingkaran atas karakter maritim Indonesia. Diantara sejumlah permasalahan yang dihadapi Indonesia, kami memandang penting penekanan pada pemecahan tiga masalah utama, yakni pembangunan manusia, kedaulatan energi dan kedaulatan pangan83”

Implikasi dari identikasi masalah tersebut dapat dilihat dari penjabaran Nawacita. Bidang ekonomi menempati prioritas yang terbesar dalam Nawacita, hal ini dapat dilihat di poin 3, 5, 6, dan 7. Poin-poin tersebut sebagai berikut84:

3) Kami akan membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Poin ini dijabarkan menjadi (a) desentralisasi asimetris, (b) pemerataan pembangunan antar wilayah, terutama desa, kawasan timur Indonesia dan kawasan perbatasan (c) penataaan daerah otonomi baru untuk kesejahteraan rakyat (d) implementasi UU Desa.

5) Kami akan meningkatkan kualitas manusia Indonesia, melalui: (a) program “Indonesia Pintar” melalui wajib belajar 12 tahun bebas pungutan (b) program kartu “Indonesia Sehat”melalui layanan kesehatan masyarakat (c) program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” melalui reformasi agraria 9 juta ha untuk rakyat tani dan buruh tani, rumah susun bersubsidi dan jaminan sosial.

6) Kami akan meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya melalui (a) membangun infrastruktur jalan baru sebanjan, sekurang-kurangnya 2000 kilometer (b) membangun sekurang-kurangnya 10 pelabuhan baru dan merenovasi yang lama (c) membangun sekurang-kurangnya 10 bandara baru dan merenovasi yang lama (d) membangun sekurang-kurangnya 10 kawasan industri baru berikut pengembangan untuk hunian buruhnya (e) membangun sekurang-kurangnya 5000 pasar tradisional di seluruh Indonesia dan memodernisasikan pasar tradisional yang ada (f) menciptakan layanan satu atap untuk investasi, efisiensi perijinan bisnis menjadi maksimal 15 hari (g) membangun sejumlah science dan technopark di kawasan politeknik dan SMK-SMK dengan prasarana dan sarana dengan teknologi terkini 7) Kami akan mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan

sektor-sektor strategis ekonomi domestik melalui: (a) membangun

83

Ibid. Hal. 29. 84


(22)

kedaulatan pangan (b) mewujudkan kedaulatan energi (c) mewujudkan kedaulatan keuangan (d) mendirikan bank petani/nelayan dan umum termasuk gedung dengan fasilitas pengolahan paska panen di tiap sentra produksi tani/nelayan (e) mewujudkan penguatan teknologi melalui kebijakan penciptaan sistem inovasi nasional.

Jika dilihat relevansinya kedalam subpoin pembahasan, maka dapat dilihat perbedaan-perbedaan Nawacita dengan Trisakti yaitu:

a. Ketidakjelasan Reaksi Nawacita terhadap nekolim.

Didalam Nawacita yang membahas bidang ekonomi, tidak ditemukan sikap Indonesia dalam melihat posisi organisasi moneter internasional seperti IMF, World Bank, Asian Development Bank, dan lainnya yang dicirikan Soekarno sebagai ancaman dari nekolim.

Lebih mengherankannya lagi, tidak satu pun statemen Jokowi-JK yang menggunakan kata “kapitalisme” yang mengindikasikan kecenderungan untuk melihat ekonomi yang kapitalistik sebagai latar yang tidak dipertanyakan lagi.

Problemnya kemudian hanyalah “bagaimana bisa survive dan menang” dalam area permainan yang sudah ditentukan sebelumnya, entah oleh siapa.85 Kejelasan sikap Nawacita terhadap lembaga moneter Internasional malah disinggung pada penjabaran poin pertama pembahasan bidang politik, yakni:

“...mengedepankan dan aktif dalam mendorong reformasi lembaga-lembaga kerjasama multilateralisme regional dan global, termasuk penguatan PBB, aktif dalam Organisasi Konfrensi Islam (OKI), dan

85

Hizkia Yosie Polimpung. “Perubahan Sistem Internasional pada Abad ke-21 dan Keberpihakan Politik


(23)

mendorong reformasi lembaga-lembaga keuangan internasional Bretton Wood khususnya World Bank dan International Monetary Fund...”.86 Ketidaktegasan Nawacita di bidang ekonomi dalam mengambil sikap terhadap lembaga moneter dunia menjadi sebuah kontradiksi terhadap Trisakti sebagai sebuah jalan ideologis yang dianut. Lembaga moneter dunia semacam World Bank, IMF, dan semacamnya seperti yang dikemukakan diatas secara tegas mengusung sistem ekonomi pasar yang merupakan ciri khas dari kapitalisme. Bentuk-bentuk kerjasama yang dijalin dengan lembaga-lembaga tersebut tentunya akan bertentangan dengan penerapan konsep Trisakti Soekarno yang mengedepankan penguatan peran negara dalam strategi dan kebijakan ekonomi.

b. Kedaulatan Pangan dan Land Reform

Kedaulatan pangan mendapat perhatian didalam Nawacita pada poin kedua, pembahasan dibidang ekonomi yang isinya:

“Kami akan membangu kedaulatan pangan berbasis pada Agribisni Kerakyatan melalui...(2) penanggulangan kemiskinan pertanian dan dukungan re-generasi petani melalui; c) pembangunan irigasi, bendungan, sarana jalan dan transportasi, serta pasar dan kelembagaan pasar secara merata....(3) komitmen untuk implementasi reforma agraria melalui; a) akses dan aset reform Pendistribusian asset terhadap petani melalui distribusi hak atas tanah petani melalui land reform dan program kepemilikan lahan bagi petani dan buruh tani; menyerahkan lahan sebesar 9 juta ha, b) meningkatnya akses petani gurem terhadap kepemilikan lahan pertanian 87“

86

Visi misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2014. Op. Cit. Hal. 13. 87


(24)

Land Reform juga mendapat penekanan, yakni pada poin 11 mengenai

komitmen untuk mewujudkan sistem dan penegakan hukum yang berkeadilan. Pada subpoin z diungkapkan:

“kami akan mendorong Landreform untuk memperjelas kepemilikan dan

kemanfaatan tanah dan sumber daya alam melalui penyempurnaan terhadap UU pokok Agraria88”.

Pandangan mengenai kedaulatan pangan diatas sangat kental orientasinya dengan kemampuan negara untuk berdikari dan mensejahterakan rakyat. Hal tersebut juga berkesinambungan dengan pemberdayaan rakyat, yang tidak mungkin diwujudkan tanpa orientasi perekonomian yang jelas.

c. Kedaulatan Energi dan Nasionalisasi

Masalah mengenai kedaulatan energi Indonesia menjadi isu klasik yang mendapat perhatian oleh Soekarno. Ketersediaan sumber daya alam berbasis energi yang melimpah digadang-gadang Soekarno sebagai fondasi dasar perekonomian Indonesia. Keseriusan Soekarno dalam melihat permasalahan kedaulatan energi dapat dilihat dari nasionalisasi-nasionalisasi perusahaan minyak dan tambang asing yang ia lakukan dalam rentang waktu 1957-1965.

Pembahasan mengenai kedaulatan energi pada Nawacita menyasar permasalahan carut-marut sektor industri migas Indonesia yang bersumber pada Undang-undang Migas Nomor 22 tahun 2001 yang dinilai berpihak kepada pihak asing. UU migas menempatkan migas sebagai komoditas pasar, bukan sebagai

88


(25)

komoditas strategis yang seharusnya dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.

Kondisi ini diperparah dengan penetapan harga komoditas yang diserahkan kepada mekanisme pasar, sehingga membuka peluang bagi perusahaan asing menguasai migas indonesia. Sebagai turunannya PP no 36/2004, Permen ESDM 19/2009 serta penerbitan UU No 25/2007 tentang penanaman modal, turut memperlancar arus liberalisasi tersebut dengan mengizinkan perusahaan asing menguasai pertambangan hingga 5%. Selaras dengan UU tersebut, data SKK Migas 2012 menunjukkan bahwa 88% ladang migas dikuasai perusahaan asing, 8% BUMS Nasional dan BUMN, serta 4 % konsorsium yang melibatkan perusahaan asing89.

Komitmen untuk menegakkan kedaulatan energi disektor industri migas kemudian dicanangkan dalam Nawacita, yang mengupayakan revisi terhadap UU Migas tersebut dan komitmen untuk mencapai industri migas yang kuat, seperti yang dituangkan dalam subpoin (3), dalam poin ketiga rencana berdaulat energi berbasis kepentingan nasional.

“(3) kami berkomitmen untuk mencapai industri migas yang kuat dan tangguh melalui (a) pembangunan industri migas nasional yang kuat baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. (b) mengoptimalkan dana APBN melalui lifting. (c) merumuskan strategi reserve replacement. Dengan komitmen ini, kami akan mendorong revisi UU Migas yang

89

http://nasional.sindonews.com/read/802732/18/deliberalisasi-tata-kelola-migas-1383783397 diakses pada tanggal 14 Desember 2015 pukul 14.00 WIB


(26)

secepatnya sebelum persoalan semakin kronis berbasi pada pasal 33 UUD 1945 dengan ruh TRISAKTI90.”

Diluar dari ketiga subpoin permasalahan diatas, Nawacita juga luput dalam melihat permasalahan mendasar imbas dari kesalahan orientasi perekonomian Indonesia, salah satunya yaitu realitas kondisi industri manufaktur. Permasalahan Industri manufaktur sangat mendesak mengingat Industri manufaktur sebagai penyumbang PDB terbesar Indonesia yakni 23,5 % berada pada kondisi yang bersifat oligopolistik dan cenderung monopolistik.

Berdasarkan tingkar rasio konsentrasi industri manufaktur di tahun 2006, terdapat 60 % dari kelompok industri (berdasarkan KKI 5 digit) yang memiliki tingkat konsentrasi di atas 75 %. Tingkat konsentrasi diatas 75 % dalam pengukuran konsentrasi industri, menggambarkan struktur industri yang sudah oligopoli atau monopoli91.

Struktur industri manufaktur yang oligopolistik, kemudian menjadikan kondisi-kondisi bagi kelestarian faktor ekstraksi sumber daya alam dan tingkat upah murah dapat terus dipertahankan demi menopang posisi aktivitas produksi Indonesia dalam jejaring produksi global. Terus dipertahankannya kondisi ini mengakibatkan industri manufaktur indonesia didalam rantai produksi global

90

Visi misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2014. Op. Cit. Hal. 31. 91

Dodi Mantra. Menatap Jalan (Terjal) Perubahan Struktur Industri Manufaktur Indonesia. Dalam Coen Husein Pontoh (Ed.). Op.Cit. Hal. 46.


(27)

tidak pernah beranjak dari dominasi aktivasi produksi yang bertumpu pada tingkat upah dan ketersediaan sumber daya alam yang murah92.

Permasalahan struktur industri tersebut tidak disinggung dan disentuh sebagai sasaran perubahan dalam Nawacita. Permasalahan industri manufaktur, sebagai penopang perekonomian Indonesia hanya mendapat ulasan non-struktural yang sifatnya justru membuka ruang untuk melanggengkan kondisi oligopoli tersebut terus berlangsung.

“Kami berkomitmen pengembangan industri manufaktur, melalui: (1) pengembangan industri manufaktur untuk pengolahan sumber daya alam yang selama ini diekspor dalam bentuk bahan mentah, (2) pengurangan kandungan impor dalam industri manufaktur Indonesia secara bertahap, (3) pengembangan 5-7 industri sentra industri baru koridor luar jawa, (4) proteksi HAKI, (5) promosi produk manufaktur nasional dan pengembangan industri kecil dan menengah serta koperasi untuk meningkatkan nilai tambahnya, (6) memfasilitasi kemitraan antara industri dan perguruan tinggi dalam kerjasama R&D pengetahuan dan teknologi yang dapat diaplikasikan untuk memperkuat daya saing industri manufaktur nasional, (7) pemerintah memberikan fasilitas fiskal dan non-fiskal untuk mempromosikan HAKI nasional di pasar global93”

3.1.3Relevansi dalam Bidang Budaya 3.1.3.1Trisakti

A.Penekanan terhadap pentingnya “Revolusi Mental”

Poin ketiga dari Trisakti ialah berkepribadian sendiri di lapangan kebudayaan. Berkepribadian yang dikatakan oleh Soekarno disini adalah perlunya suatu nation building dan character building oleh bangsa Indonesia. Poin

92

Ibid. Hal. 45. 93


(28)

kebudayaan ini merupakan penyokong utama tegaknya kedaulatan politik indonesia. Terdapat 3 budaya yang ingin dikikis oleh Soekarno dalam karakter bangsa Indonesia, yakni budaya kolonialisme (Belanda), kapitalisme dan imperialisme.

Mentalitas inlander, sebagai hasil dari budaya kolonialisme (belanda inilah yang perlu untuk dilakukan pencerahan atau dalam bahasa Soekarno sendiri „mengarahkan kepada bentuk penemuan jati diri kembali‟. Jika dikaitkan dengan prinsip berdaulat dalam bidang politik, hal ini merupakan usaha untuk membentuk karakter bangsa yang disimbolkan dalam bentuk penghapusan mental terjajah atau

inferior yang selama ini melekat dalam pembentukan manusia Hindia Belanda

dalam skema kolonialisme Belanda94.

Budaya kapitalisme dan imperialisme menemukan bentuknya dalam individualisme, nihilisme dan sinisme. Kebudayaan tersebut menurut Soekarno,

membunuh kepribadian nasional bangsa Indonesia yang berdasarkan

kolektivitisme dan gotong-royong. Tak hanya itu, kebudayaan feodal dan imperialistik juga bergerilya menanamkan jiwa pengecut, penakut, lemah, dan tidak percaya diri kepada rakyat Indonesia dalam bertindak dan berbuat95. Eratnya kaitan antara bidang politik dan ekonomi serta imbasnya pada bidang kebudayaan kemudian menginisiasi Soekarno menggagas “Revolusi Mental” sebagai upaya penyelamatan bangsa dalam taraf nation building.

94

Peter Kasenda, Trisakti Soekarno. Op. Cit. Hal. 13. 95

http://www.berdikarionline.com/bungkarnoisme/20140707/revolusimentalalabungkarno.html diakses pada tanggal 24 Agustus 2015 pada pukul 13.15 WIB.


(29)

Esensi dari revolusi mental ala Soekarno adalah perombakan cara berpikir, cara kerja/berjuang, dan cara hidup agar selaras dengan semangat kemajuan dan tuntutan revolusi nasional. “ia adalah satu gerakan untuk menggembleng manusia Indonesia agar menjadi manusia baru, yang berhati putih, berkemauan baja, bersemangat elang rajawali, berjiwa api yang menyala-nyala.

Revolusi mental yang dicetuskan oleh Soekarno diaplikasikan dalam bentuk praksis, yakni menganjurkan “gerakan hidup baru”. Gerakan hidup baru, menurut Soekarno harus memiliki jiwa revolusi yang menolak “hari kemarin” (reject yesterday) . artinya semua gaya hidup lama yang tidak sesuai dengan semangat

kemajuan dan tuntutan revolusi, mestilah dibuang.

Gerakan hidup baru tersebut diaplikasikan kedalam aksi-aksi seperti hidup sederhana, gerakan kebersihan/kesehatan, gerakan pemberantasan buta-huruf,

gerakan memassalkan gotong-royong, gerakan mendisiplinkan dan

mengefisienkan perusahaan dan jawatan negara, gerakan pembanguna rohani melalui kegiatan keagamaan, dan penguatan kewaspadaan nasional.

3.1.3.2 Nawacita

A. Pemberlakuan Revolusi Karakter Bangsa

Nawacita yang digagas oleh pemerintahan Jokowi-JK juga dibarengi dengan jargon Revolusi Mental sebagai jargon politik pada pilpres 2014 lalu. Revolusi mental, yang diharapkan dapat membenahi permasalahan indonesia di bidang kebudayaan berbeda dengan trisakti yang digagas oleh soekarno. Jika Trisakti


(30)

Soekarno mengedepankan upaya untuk mengikis unsur-unsur asing yang dianggap “mengendap” dalam budaya indonesia, Nawacita tidak lagi berbicara mengenai hal tersebut. hal ini dilihat dari perumusan gagasan berkepribadian dibidang budaya dalam Nawacita:

“Kepribadian dalam kebudayaan harus dicerminkan dalam aspek kehidupan, baik hukum, ekonomi, politik, sosial budaya maupun pertahanan keamanan. Kemandirian dan kemajuan suatu bangsa tidak boleh hanya dikukur dari perkembangan ekonomi semata. Kemandirian dan kemajuan juga tercermin dalam kelembagaan, pranata-pranata, dan nilai-nilai yang mendasari kehidupan politik dan sosial. Secara lebih mendasar lagi, kemandirian sesungguhnya mencerminkan sikap seseorang atau sebuah bangsa mengenai jati dirinya, masyarakatnya, serta semangatnya dalam menghadapi berbagai tantangan. Karena menyangkut sikap, kemandirian pada dasarnya adalah masalah budaya dalam arti seluas-luasnya96”.

Nawacita melihat gagasan berkepribadian dalam bidang kebudayaan sebagai sebuah kekuatan utama untuk mencerminkan kemandirian dan kemajuan suatu bangsa. Pada poin ke 8 dan ke 9, Nawacita mengambil fokus pada kondisi upaya untuk memperteguh kondisi nasionalisme akibat maraknya konflik sektarian di indonesia dalam 2 dekade terakhir. Hal ini dapat dilihat dari penjabaran poin ke 8 dan 9 nawacita di bidang kebudayaan, yang dibagi kembali kedalam 3 agenda strategis yakni97:

a) Kami berkomitmen mewujudkan pendidikan sebagai pembentukan

karakter bangsa

b) Kami akan memperteguh ke-bhineka-an indonesia dan memperkuat restorasi sosial

96

Visi misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2014. Op. Cit. Hal. 5. 97


(31)

c) Kami akan membangun jiwa bangsa melalui pemberdayaan pemuda dan olah raga.

Sama seperti gagasan dibidang politik dan ekonomi, gagasan dibidang kebudayaan dalam Nawacita juga tidak mengangkat pandangan Soekarno yang menolak nekolim dalam kehidupan rakyat Indonesia. Absennya pemahaman untuk anti terhadap budaya kapitalisme, kolonialisme dan imperialisme dalam Nawacita menjadi ketimpangan bagi masyarakat untuk memahami jati diri bangsa yang sebenarnya.

Penjabaran diatas menjadi sebuah gambaran mengenai bagaimana perbedaan revolusi mental yang digagas Soekarno dan jargon kampanye Jokowi. Kesamaan revolusi mental hanya sebatas literal saja, sementara pemahaman secara tekstualnya memiliki fokus pembahasan yang berbeda satu sama lain.

3.2 Signifikansi Trisakti terhadap Kondisi Saat Ini

3.2.1. Kedaulatan Politik sebagai Bentuk Integritas Negara

Kedaulatan negara dalam bidang politik menurut Trisakti merupakan pencerminan dari integritas negara tersebut. Negara di bidang politik harus memiliki kedaulatan yang tidak dapat ditawar lagi karena mempertaruhkan harga diri sebuah bangsa. Oleh karena itu, praktik nekolim yang berusaha menciptakan kondisi ketergantungan dan dominasi politik di negara-negara dunia menjadi antitesis dari pandangan berdaulat di bidang politik Trisakti.


(32)

Bangsa yang berdaulat secara politik memiliki andil dalam menentukan sikap serta hubungan diplomasi yang objektif dalam membangun hubungan internasional dengan kedudukan yang sederajat. Sikap Indonesia dalam hal ini dapat dipahami apabila melihat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea pertama dan keempat yang menyatakan penolakan Indonesia terhadap penjajahan atas kedaulatan negara lain dan komitmen Indonesia untuk ikut aktif menjaga ketertiban dunia.

Nawacita menafsirkan bentuk kedaulatan politik tersebut dan merumuskannya dalam pola-pola kerjasama antar negara tanpa mengubah komitmen awal Indonesia untuk konsisten menerapkan kebijakan bebas aktif. Komitmen Indonesia dapat dilihat dari beberapa langkah yang diambil pemerintahan Jokowi-JK dalam hubungan internasional, seperti persoalan kedaulatan Palestina dan kasus sengketa Laut Cina Selatan..

Menanggapi permasalahan kedaulatan Palestina, pemerintah Indonesia menginisiasi dukungan dari komunitas internasional terhadap kedaulatan politik Palestina, salah satunya dengan mengizinkan berdirinya Kedutaan Besar Palestina di Jakarta98. Dalam konflik Laut Cina Selatan, Indonesia mendorong tercapainya

Code of Conduct (CoC) antara negara-negara ASEAN dengan Tiongkok99. Langkah sebagai penengah ini diambil Indonesia mengingat untuk menjaga

98

http://international.sindonews.com/read/1070456/40/dubes-palestina-untuk-pbb-apresiasi-dukungan-indonesia-1450421865 diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pukul 15.09 WIB.

99

http://international.sindonews.com/read/1060987/40/inilah-posisi-resmi-indonesia-soal-konflik-laut-china-selatan-1447314808 diakses pada tanggal 9 Januari 2015 pada pukul 15.11 WIB


(33)

wilayah Laut Cina Selatan yang dikenal sebagai kawasan kaya energi tetap stabil dan menjamin arus perdagangan berjalan dengan lancar.

Pola hubungan internasional juga harus dilihat dari kerangka yang lebih luas, hal ini dikarenakan konsep Trisakti berdasar pada terpolarisasinya politik dunia kedalam dua blok besar saat itu. Pembagian dunia kedalam dua blok besar sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini setelah kemenangan liberalisme-demokrasi pasca perang dingin. Hal tersebut menuntut sebuah redefinisi atau definisi ulang terhadap negara-negara yang sebelumnya dikatakan Soekarno sebagai imperialis, maupun kapitalis yang menjadi musuh bagi revolusi Indonesia. Perubahan konstelasi politik tersebut juga ditandai dengan munculnya globalisasi dalam sektor ekonomi yang mengakibatkan ketergantungan dan keterikatan antara satu negara dengan negara lain sebagai satu kesatuan.

Nawacita kedepannya akan dihadapkan pada masalah-masalah yang bersinggungan dengan aktor-aktor hubungan internasional yaitu Negara dan non Negara (Lembaga Internasional maupun Multi/Trans Nasional Corporation). Pengambilan kebijakan pemerintahan kedepan dapat menjadi acuan apakah dalam praktiknya Indonesia lebih mengutamakan kepentingan nasional atau kepentingan pihak di luar negara.

Contohnya seperti kontrak karya PT. Freeport Indonesia di Papua dan klaim wilayah Natuna oleh Negara asing. Kontrak karya PT. Freeport yang akan habis pada tahun 2021 memerlukan Peninjauan ulang terhadap bentuk-bentuk kerjasama seperti kebijakan divestasi dan perpanjangan kontrak karya. Hal ini mutlak


(34)

diperlukan agar kepentingan rakyat Indonesia dalam hal ini menjadi prioritas utama dalam pengambilan keputusan.

Begitu juga dengan masalah kepulauan Natuna, kepulauan di ujung Selat Karimata ini memiliki potensi akan cadangan minyak dan gas nya yang besar. Sebagai salah satu pulau terluar di Indonesia, Kepulauan Natuna secara teritorial beririsan dengan negara-negara ASEAN seperti Malaysia dan Vietnam. Potensi konflik dan pencaplokan wilayah oleh negara-negara asing tentunya dapat mengancam keutuhan Indonesia dan merupakan pelanggaran terhadap kedaulatan politik Indonesia.

Terlepas dari kondisi sosio-politik yang berubah dan menuntut definisi ulang terhadap kebijakan politik Indonesia, Trisakti pada prinsipnya mengajarkan bahwa kedaulatan politik suatu negara harus dihormati dan dihargai oleh setiap negara. Konsekuensi dari hal tersebut, kerjasama yang dibangun dalam hubungan Internasional idealnya harus meletakkan kepentingan nasional Indonesia diatas kepentingan pihak lain.

3.2.2. Reorientasi Pandangan Ekonomi Indonesia

Trisakti sebagai sebuah jalan ideologis merupakan upaya meletakkan

pembangunan Indonesia sesuai dengan relnya. Penggaungan kembali gagasan Trisakti Soekarno, sebagai tahapan dalam Panca Azimat adalah keharusan untuk melanjutkan tahapan revolusi indonesia yang belum selesai. Hal ini didasarkan pada fakta-fakta bahwa meskipun ditunjang dengan sumber daya alam yang melimpah, nyatanya Indonesia dari faktor ekonomi tertinggal. Dalam ruang


(35)

lingkup ASEAN, Indonesia masih tertinggal dibawah Malaysia dan Singapura baik itu secara ekonomi maupun berdasarkan Sumber Daya Manusia (SDM).100 Penggunaan Trisakti sebagai jalan ideologis menjadi tanda mengenai penelusuran masalah ekonomi Indonesia saat ini merupakan imbas dari orientasi ekonomi-politik yang dianut oleh rezim yang berkuasa.

Konsep berdikari dibidang ekonomi oleh karena itu menilai untuk merubah kebijakan-kebijakan ekonomi-politik neoliberalisme, maka jalan yang ditempuh adalah reorientasi didalam kehidupan ekonomi-politik, bukan perubahan yang sifatnya hanya kelembagaan. Hal ini juga mengharuskan jargon-jargon kemandirian ekonomi tersebut tidak boleh hanya menjadi sebuah landasan operasional yang tak kunjung diterapkan.

Ekonomi Terpimpin sebagai sistem ekonomi yang dicanangkan untuk mengatasi kondisi tersebut dilakukan dengan melakukan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing dan land reform untuk penegakan kedaulatan pangan. Begitu juga dengan persoalan modal asing di Indonesia. Soekarno dengan tegas menyatakan bentuk „kooperasi dengan syaratnya‟ yaitu hanya menggunakan modal asing “jika perlu” dan tidak dijadikan prioritas dalam pendanaan perbaikan ekonomi. Modal asing yang dikehendaki oleh Soekarno adalah modal asing yang tidak mengikat secara politik maupun militer101. Keseluruhan aktivitas ini

100

Dai Bachtiar (Duta Besar Indonesia pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono) dalam http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/673341-hadapi-mea--ri-tertinggal-jauh-dari-malaysia-dan-singapura diakses pada tanggal 6 Januari 2016 pukul 10.39 WIB

101


(36)

bermuara kepada satu sikap yang secara konsisten dipegang oleh Soekarno yakni anti nekolim.

Namun apabila dikaitkan dengan realitas ekonomi Indonesia saat ini, hal ini tentunya menyulitkan mengingat permasalahan orientasi ekonomi maupun struktur ekonomi negara-negara dunia saat ini terjalin satu sama lain sebagai sebuah kesatuan. Hal ini dapat dilihat dari bentuk-bentuk kerjasama ekonomi global maupun regional seperti G-20, World Trade Organization (WTO), Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) bahkan yang teranyar adalah Trans-Pasific

Patnership (TPP) yang mengharuskan perekonomian Indonesia terintegrasi

dengan kerjasama-kerjasama tersebut.

Praktik ekonomi dalam tatanan global ini didasarkan pada liberalisasi ekonomi, sehingga menghilangkan sekat-sekat perdagangan dan hambatan terhadap arus investasi dalam suatu negara. Kenyataan tatanan ekonomi global yang menuju pada pasar bebas berimbas pada peran negara yang secara tidak langsung diminimalisasi perananannya. Keikutsertaan Indonesia dalam tatanan ekonomi global bila dihadapkan dengan upaya reorientasi dan restrukturisasi perekonomian nasional, berada dalam posisi yang bertentangan satu sama lain dikarenakan asumsi dasar mengenai kesejahteraan ekonomi yang berbeda.

Wacana mengenai pelaksanaan sistem ekonomi terpimpin yang dimungkinkan apabila ditopang oleh demokrasi terpimpin pun sulit untuk diwujudkan. Keadaan ini tidak memungkinkan untuk diterapkan kembali


(37)

mengingat kecenderungan demokrasi terpimpin yang dekat dengan otoriterisme tidak sesuai dengan perkembangan demokrasi di Indonesia saat ini.

Penggunaan Trisakti sebagai jalan ideologis pemerintahan kedepan menghadapkan Nawacita dengan kontradiksi-kontradiksi apabila dibenturkan dengan realitas ekonomi global. Kendati disadari terdapat kesalahan orientasi perekonomian nasional saat ini, harus ditemukan sebuah “jalan damai” dengan tatanan ekonomi global yang liberal, karena hal yang patut dipahami adalah kemandirian ekonomi negara mengandalkan rakyat sebagai tenaga penggerak utama perekonomian. Sehingga kepentingan rakyat, harus menjadi prioritas utama dalam setiap praktik perekonomian nasional.

3.2.3. Kekuatan dan Pembangunan Bangsa sekaligus Character Building

Trisakti merupakan upaya pembentukan karakter bangsa yang penuh harga

diri dan menghormati kedaulatan negara lain. Pembentukan karakter bangsa ini diperlukan mengingat penjajahan kolonial Belanda maupun Jepang berdampak kepada menghilangnya karakter bangsa Indonesia yang asli.

Kondisi zaman penjajahan baik itu Belanda maupun Jepang, berakibat pada dominasi kebudayaan Negara penjajah atas Indonesia. Konsekuensinya adalah tindak-tanduk rakyat Indonesia dipaksa disesuaikan dengan kepentingan imperialistik negara penjajahan. Hal ini juga yang menyebabkan melekatnya label “bangsa kuli” kepada bangsa Indonesia.


(38)

Pengaruh kebudayaan kapitalisme-imperialisme dan kolonialisme tersebut yang dikatakan Soekarno sebagai objek yang harus dihilangkan dalam konsepsi Trisakti berkepribadian di lapangan kebudayaan. Penghapusan ketiga budaya tersebut akan mampu mendorong munculnya kebudayaan dan menampilkan kepribadian bangsa Indonesia yang sebenarnya102.

Berkepribadian dibidang kebudayaan dalam konsep Trisakti menjadi tolak ukur sebuah bangsa terhadap pengaruh perkembangan zaman. Globalisasi yang juga menyentuh aspek kebudayaan dapat dilihat dari maraknya individualisme, pragmatisme dan perilaku konsumtif secara berlebihan di kalangan masyarakat Indonesia. Perilaku konsumtif masyarakat Indonesia dalam hal ini layak mendapat perhatian lebih. Peningkatan tingkat konsumsi perkapita Indonesia pasca krisis disatu sisi memang memberikan sinyal positif, hal ini dapat dilihat dari perkembangan tingkat konsumsi masyarakat Indonesia.

Tabel 2. Tingkat Konsumsi Masyarkat Indonesia sesudah Krisis 1998103

Tahun Konsumsi

(Rp. Milyar)

Pendapatan Nasional (Rp. Milyar)

1999 838.097,2 943.030,7

2000 856.798,3 1.265.939,5

2001 1.039.655,0 1.507.589,6

2002 1.231.964,5 1.644.411,6

2003 1.372.078,0 1.778.660,0

2004 1.532.388,3 2.046.297,0

2005 1.785.596,4 2.446.847,2

102

Paharizal. Op. Cit. Hal. 144. 103

M. Fikri, dkk. 2014. “Analisis Konsumsi Masyarakat Indonesia sebelum dan setelah Krisis Ekonomi”. Jurnal Perspektif Pembiayaan dan Pembangunan Derah, Vol. 1, No.3, Januari-Maret 2014. Hal. 168.


(39)

2006 2.092.655,7 2.931.844,3

2007 2.510.503,8 3.478.675,0

2008 2.999.956,9 4.458.277,8

2009 3.290.843,3 4.912.624,9

2010 3.641.996,5 5.695.451,9

Tingginya tingkat konsumsi ini ternyata tidak mencerminkan pemerataan dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari angka koefisien Gini Indonesia yang pada akhir tahun 2014 menunjukkan angka 0,42104. Tingginya pola konsumerisme ini mengindikasikan gejalan gaya hidup masyarakat Indonesia yang berubah dan terbawa arus konsumerisme pasar bebas. Budaya konsumerisme ini bertentangan dengan jati diri serta karakter rakyat Indonesia yang sejatinya mengutamakan kolektifitas serta gotong royong.

Gagasan berkebudayaan dalam Trisakti lainnya, yaitu tidak tolerannya Soekarno terhadap budaya Belanda dan budaya asing yang dinilai dapat membuat bangsa Indonesia tidak mandiri dan bermental penjiplak seharusnya di definisikan ulang saat ini. Penolakan Soekarno terhadap „musik-musik imperialis‟ yang disebutnya “kambing kebelet kawin” dan Ngak Ngik Ngok serta bentuk-bentuk kebudayaan lain yang dinilainya mengejar estetika belaka tentu tidak sesuai dengan konteks globalisasi dan perkembangan teknologi yang pesat saat ini.

Gagasan “Revolusi Mental” Jokowi-JK dalam hal ini memang tidak lagi menolak kebudayaan asing dan mengidentifikasinya kedalam budaya kolonial,

104

http://www.republika.co.id/berita/koran/pareto/15/01/02/nhjny6-tantangan-kemiskinan-pada-2015 diakses pada tanggal 11 Januari 2015 pada pukul 09.10 WIB.


(40)

imperialis, maupun feodalis. Gagasan “Revolusi Mental” Jokowi-JK diarahkan kepada pembenahan moralitas publik seperti kedisiplinan dan toleransi yang bertujuan mengangkat kualitas dan daya saing rakyat Indonesia dalam ranah global.

Globalisasi dan perkembangan teknologi yang memungkinkan keluar-masuknya kebudayaan dan informasi dalam waktu singkat menjadi tidak terhindarkan saat ini. Kemajuan teknologi dan perkembangan berbagai disiplin ilmu kebudayaan dari negara-negara maju saat ini yang belum mampu diproduksi oleh Indonesia dapat dijadikan contoh untuk membangun negara ini. Perbedaan-perbedaan yang ada antara kebudayaan yang masuk dapat disikapi dengan menyaring hal tersebut berdasarkan dampak yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk menghadapi kondisi ini, berkepribadian dalam kebudayaan tentunya tidak dengan menutup diri dan menolak mentah-mentah tanpa melihat dampak positif yang dapat diraup dari globalisasi.


(41)

BAB IV PENUTUP 4.1.Kesimpulan

1. Pikiran-pikiran Soekarno yang dituangkannya dalam Trisakti merupakan upaya untuk mewujudkan Indonesia yang merdeka, berdasar pada 3 bidang yang harus dibenahi yakni politik, ekonomi dan kebudayaan. Nawacita dilihat relevansinya dengan Trisakti sebagai sebuah gagasan memiliki identifikasi masalah yang sama yakni adanya carut-marutnya peran negara imbas dari orientasi politik, ekonomi, dan budayanya. Tetapi ketika dilihat dalam pembahasan yang komprehensif, hal ini tidak menyentuh secara mendasar persoalan yang dihadapi, yakni orientasi ekonomi politik indonesia yang mengarah ke nekolim.

2. Pada bidang politik terdapat perbedaan penekanan terhadap masalah yang dihadapi oleh Indonesia. Kedaulatan politik dalam Trisakti terfokus pada masalah intervensi asing terhadap kedaulatan Indonesia, sementara penegakan kedaulatan politik yang digagas dalam Nawacita lebih mengutamakan pembangunan politik dalam negeri. Perbedaan penekanan ini didasari oleh kondisi sosio-politik yang berbeda antara konsep Trisakti dengan Nawacita. Kendati terdapat perbedaan identifikasi masalah, hal ini tetap relevan karena Nawacita tetap berpegang pada konsep Trisakti Soekarno, dilihat dari dipertahankannya gagasan politik luar negeri bebas-aktif serta penegasan


(42)

posisi rakyat sebagai subyek dalam menjalankan politik yang berdiri diatas realitas dengan bersandarkan kesatuan republik Indonesia.

Dalam bidang ekonomi sejalan dengan gagasan dibidang politiknya, Trisakti menghendaki sebuah perekonomian nasional yang secara orientasi menolak nekolim. Trisakti mengutamakan kekuatan ekonomi dalam negeri sebagai motor utama tanpa menyandarkan diri pada bangsa lain. Gagasan kemandirian ekonomi juga dimaknai bukan sebagai penolakan terhadap bantuan asing melainkan mengkehendaki kerjasama yang setara.

Berkepribadian dalam budaya adalah usaha untuk menyingkirkan dominasi budaya asing yang masuk sembari berusaha memunculkan kepribadian Indonesia yang asli. Munculnya kepribadian Indonesia yang dicirikan dengan kolektivitas dan gotong royong ini diimbangi dengan jiwa juang untuk membangun dunia baru sesuai dengan cita-cita kemerdekaan Indonesia. 3. Signifikansi dari Trisakti sebagai sebuah konsep terhadap Nawacita dapat

dilihat dalam semangatnya untuk membentuk suatu negara yang mampu

suistanable dalam bidang politik, ekonomi dan budaya. Upaya-upaya untuk

melakukan penegasan dalam bidang politik, reorientasi perekonomian dan pembangunan karakter bangsa merupakan hal yang diperlukan untuk menghadapi globalisasi saat ini. Namun usaha untuk menerapkan hal ini secara utuh tentunya akan berbenturan dengan realitas sosio-politik yang terjadi pada saat ini, sehingga diperlukan sebuah pandangan alternatif yang sesuai dengan


(43)

kondisi saat ini tanpa harus merubah karakter bangsa yang sesuai dengan semangat Trisakti.

4.2.Saran

1. Melakukan perbaikan-perbaikan terhadap beberapa poin dalam Nawacita yang luput dalam melihat gagasan Trisakti Soekarno, khususnya terkait penegasan orientasi dan sikap terhadap ancaman nekolim yang semakin nyata pada kondisi saat ini. Sebuah hal yang paradoks apabila penggunaan Trisakti sebagai sebuah jalan ideologis tidak diimbangi dengan sebuah ketegasan sikap terhadap nekolim, karena pada dasarnya Trisakti merupakan antitesis dari ancaman nekolim.

2. Konsistensi dalam menjadikan konsep Trisakti sebagai sebuah jalan ideologis. Situasi pemerintahan Indonesia saat ini, sesuai dengan yang disebutkan Soekarno dengan “revolusi yang telah keluar dari relnya”. Perkembangan pembangunan Indonesia dalam aspek politik, ekonomi, maupun budaya belum bisa dikatakan menggembirakan, apabila dibandingkan dengan pesatnya perkembangan negara-negara lain saat ini. Trisakti Soekarno oleh karena itu layak untuk diuji kembali efektifitasnya sebagai sebuah tahapan revolusi Indonesia. Penerapan Trisakti secara konsisten tentu mampu menjadi alternatif baru ditengah mandeknya perkembangan Indonesia saat ini.

3. Apabila dihadapkan pada realitas saat ini tentunya Trisakti sebagai sebuah jalan ideologi menemui jalan terjal untuk diaplikasikan. Diperlukan


(44)

usaha-usaha untuk mencari sebuah alternatif dari kondisi yang bertentangan tersebut untuk mewujudkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.


(45)

BAB II

SEJARAH TRISAKTI DAN NAWACITA PEMERINTAHAN JOKOWI-JK

2.1. Sejarah Trisakti

2.1.1. Karakteristik Pemikiran Soekarno di dalam Trisakti

Trisakti sebagai sebuah gagasan merupakan hal yang tidak asing di kalangan masyarakat Indonesia. Trisakti bersama gagasan-gagasan lain seperti Nasakom, Marhaenisme, Nefo, Berdikari, Manipol, dan Dekon (Demokrasi Ekonomi), dikenali dengan label made in Soekarno. Soekarno sebagai penggagas konsep-konsep tersebut termasuk pemikir yang produktif bila dibandingkan dengan tokoh-tokoh lain yang semasa dengan dirinya.

Gagasan-gagasan Soekarno merupakan pemahamannya atas sebuah realitas yang terjadi di Nusantara, yakni penjajahan selama ratusan tahun oleh bangsa asing. Oleh karena itu, untuk dapat memahami gagasan-gagasan dan konsep Soekarno, tidak dapat dilepaskan dari perjuangan Soekarno dalam pergerakan bangsa Indonesia merebut kemerdekaan. Pengalaman empiris Soekarno dan


(46)

keterlibatannya sebagai aktor dalam pergerakan di Indonesia berpengaruh besar melatarbelakangi dan membentuk gagasan-gagasan yang dia kemukakan.

Awal keterlibatan Soekarno dalam pergerakan Indonesia dimulai semenjak ia masih berstatus pelajar. Soekarno tercatat aktif dalam menyumbangkan pemikirannya di surat kabar Oetoesan Hindia selama lima tahun, sejak tahun 1912-191829. Oetoesan Hindia merupakan surat kabar yang dibawahi oleh Sarekat Islam sekaligus menjadi media propaganda organisasi tersebut, mengingat pada masa jayanya pada tahun 1910-an anggota dari Sarekat Islam mencapai dua juta pengikut30.

Keterlibatan Soekarno sebagai kontributor tulisan berbagai surat kabar berlanjut ketika ia duduk sebagai siswa Hogere Burger School, Surabaya. Begitu juga ketika ia pindah ke Bandung dan menjadi mahasiswa Technische Hogere

School (cikal bakal Institut Teknologi Bandung), Soekarno tercatat masih aktif

menyumbangkan tulisan untuk surat kabar Sama Tengah.

Surat kabar sebagai media massa yang paling populer pada saat itu dinilai efektif sebagai alat untuk menyalurkan aspirasi oleh Soekarno. Surat kabar juga memiliki fungsi untuk mempengaruhi sidang pembaca agar bersikap atau mempunyai pandangan seperti yang diinginkan oleh penulis. Hal inilah yang ingin dicapai Soekarno, yaitu surat kabar sebagai mediator untuk menyampaikan

29

Kasenda, Peter. Februari 2014. Bung Karno Panglima Revolusi. Yogyakarta: Galang Press. Hal. 76. 30


(47)

gagasan-gagasan yang sifatnya kebangsaan dalam rangka mencapai cita-cita Indonesia merdeka.

Melalui surat kabar, Soekarno menerbitkan tulisannya yang berjudul

Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme. Tulisan yang dimuat pada majalah Soeloeh Indonesia Moeda pada tahun 1927 tersebut ditujukan kepada kalangan

rakyat Indonesia yang ia terkotak-kotak ke dalam tiga golongan besar yaitu golongan Nasionalis, Islamis, dan Komunis. Dalam Nasionalisme, Islamisme dan

Marxisme Soekarno juga mengkehendaki persatuan antara golongan-golongan

yang dapat membawa Indonesia merdeka.

“dengan jalan yang jauh kurang sempurna, kita mencoba membuktikan,

bahwa faham Nasionalisme, Islamisme, dan Marxisme itu dalam negeri jajahan pada beberapa bagian menutupi satu sama lain. Dengan jalan yang jauh kurang sempurna kita menunjukkan teladan pemimpin-pemimpin di negeri lain, tetapi yakin bahwa pemimpin-pemimpin Indonesia insyaf, bahwa persatuan lah yang membawa kita kearah kebesaran dan kemerdekaan. Dan kita yakin pula, bahwa walaupun pikiran kita tidak mencocoki semua kemauan dari masing-masing pihak, ia menunjukkan bahwa persatuan itu bisa tercapai. Sekarang tinggal menetapkan saja organisasinya, bagaimana persatuan itu bisa berdiri; tinggal mencari organisatornya saja, yang menjadi mahatma persatuan itu31.

Secara fisik, keterlibatan perjuangan Soekarno berlanjut dalam Perserikatan Nasional Indonesia (PNI) yang merupakan cikal bakal dari Partai Nasional Indonesia. PNI yang dibentuk pada 1927 memilih jalur non-kooperatif sebagai metode perjuangan pada saat itu, sehingga kerap bertentangan dengan

31

Tulisan Ir. Soekarno yang berjudul Nasionanisme, Islamisme dan Marxisme, dimuat di Majalah Soeloeh Indonesia Muda tahun 1927 dalam Ir. Soekarno. 2015. Dibawah Bendera Revolusi Jilid 1. Yogyakarta: Media Pressindo dan Yayasan Bung Karno. Hal. 27


(48)

pemerintahan kolonial Belanda. PNI berkonsentrasi dalam menyebarkan ajaran-ajaran pergerakan kemerdekaan Indonesia.

Pada tahun yang sama juga, Soekarno mempelopori berdirinya PPKI (Permufakatan Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia), sebagai gabungan dari organisasi-organisasi dan partai politik yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia, diantaranya PNI, Partai Islam, Budi Utomo, Pasundan, Sarekat Sumatera, Perserikatan Selebes dan Kaum Betawi.

Pergerakan PNI pada akhirnya dianggap membahayakan eksistensi pemerintahan kolonial Belanda, sehingga pemerintah kolonial Belanda berlaku represif dengan mengeluarkan perintah penangkapan terhadap pentolan-pentolan PNI. Puncaknya pada Desember 1929 Soekarno dan tokoh PNI lainnya seperti Gatot Mangkupraja, dan Soepridinata resmi ditangkap untuk pertama kali. Soekarno dan para pentolan PNI kemudian disidangkan pada tanggal 18 Januari 1930 di gedung Landraad Bandung. Soekarno memanfaatkan momen persidangannya tersebut dengan membacakan pledoinya yang terkenal yaitu

“Indonesia Mengggugat”. Pledoi tersebut menjadi titik balik perjuangan Soekarno, terkhusus kaum nasionalis Indonesia untuk menuntut kemerdekaan Indonesia.

Pledoi “Indonesia Menggugat” menunjukkan bahwa Indonesia terbentuk terutama karena sebuah hasrat revolusi, yaitu hasrat menolak masa silam dan hasrat untuk tidak meneruskan banyak hal yang terjadi di tanah air. Soekarno


(49)

mengandaikan situasi di Eropa, dimana manusia membentuk bangsa untuk meneruskan sesuatu yang sudah ada, yakni warisan agung yang tumbuh selama berabad-abad berupa kesadaran akan hak-hak individu.

Realitas yang terjadi di Indonesia, di Dunia Ketiga, manusia membentuk bangsa terutama untuk menciptakan apa yang belum ada. Sebuah negeri yang diisi oleh penjajah dan bangsawan lokal yang memperlakukan rakyat luas sebagai anjing dan kerbau yang tidak punya hak individu32. Pledoi tersebut berpengaruh besar terhadap reputasi Soekarno di dunia Internasional sebagai tokoh revolusioner, khususnya di Asia karena yang berani menggebrak serta menginspirasi semangat kemerdekaan di negara-negara terjajah.

Pada tahun 1942 terjadi peralihan kekuasaan kolonial dari pemerintahan Belanda ke Jepang di wilayah Hindia Belanda. Hal ini ternyata mengubah pola pandang Soekarno terkait taktik perjuangan kemerdekaan Indonesia. Pada fase ini Soekarno sempat meninggalkan sikap non-kooperasi dan memilih bekerja sama dengan pemerintahan jepang. Hal ini dilihat dari diangkatnya Soekarno oleh Jepang sebagai pemimpin Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) bersama Hatta, Ki Hadjar Dewantara, dan Kiai Haji Mas Mansyur33.

Sikap kooperasi ini tidak terlepas dengan pertemuannya dengan Letnan jenderal Imamura setelah soekarno kembali dari pembuangannya di Sumatera. Soekarno mempertanyakan status Indonesia kepada Imamura, dan jawabannya

32

Kasenda, Peter. Op. Cit. April 2014. Hal. 81. 33

Nazaruddin Sjamsuddin, “Soekarno: Sebuah Tragedi?” dalam Nazaruddin Sjamsuddin (Ed.). 1988. Soekarno: Pemikiran Politik dan Kenyataan Praktek. Jakarta: Rajawali Press. Hal. 9.


(50)

ialah nasib Indonesia akan ditentukan oleh Tokio setelah perang selesai, akan tetapi Jepang akan memperhatikan kesejahteraan Rakyat, dan akan mengikutsertakan orang Indonesia dalam pemerintahan dan Administrasi. Dengan janji itulah Soekarno menyatakan kesediaannya untuk bekerja sama, dengan syarat bahwa ia tidak akan dikhianati Jepang setelah perang usai34.

Kenyataan akan sikap Soekarno yang memilih untuk berkooperasi dengan pemerintahan Jepang mendapatkan celaan dari the founding father lainnya seperti Tan Malaka. Tan Malaka yang pada saat itu memimpin gerakan kemerdekaan Indonesia di bawah tanah menuduh Soekarno sebagai seorang kolaborator Jepang. Dalam tuduhan itu Tan Malaka mengutip kata-kata Soekarno bahwa ia membantu Jepang sebab ia percaya bahwa Jepang adalah bangsa yang jujur dan adil35.

Terlepas dari kontradiktifnya sikap Soekarno terhadap dua periode kolonialisasi yang terjadi di Indonesia, hal ini juga menjadi bukti luasnya cakupan perkembangan pemikiran Soekarno mengenai kebutuhan Indonesia akan kebebasan dan kemerdekaan dari penjajah. Kemerdekaan menjadi sebuah harga mutlak yang harus di dapatkan oleh bangsa ini. Pandangan-pandangan Soekarno tersebut kemudian, menurut John D. Ledge coba dirangkum dalam beberapa segi khas pemikiran yakni36:

34

Nazaruddin Sjamsuddin. Ibid. 35

Ibid. Hal. 12. 36

John. D. Legge. 1966. Soekarno: Sebuah Biografi Politik. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Hal. 30. di dalam Skripsi Anwar Ilmar. 2004. Relevansi Teori Marhaenisme dalam Menjawab Tantangan Zaman di Era Kapitalisme Global. Hal. 38.


(51)

Pertama cita-citanya akan persatuan nasional. Soekarno sangat menaruh

perhatian terhadap kepentingan bersama sebagai hal yang paling pokok. Hal ini secara eksplisit dapat dilihat dalam tulisan Nasionalisme, Islamisme dan

Marxisme. Soekarno melihat kondisi yang berakibat pada dua kemungkinan besar,

yakni kemungkinan lahirnya perpecahan diantara ketiga kekuatan-kekuatan pergerakan tersebut, atau kemungkinan lahirnya kekuatan-kekuatan yang dapat menggalang kekuatan massa rakyat indonesia untuk mencapai kemerdekaan.

Kedua, desakannya untuk menjalankan sikap non kooperatif bukan hanya sebagai taktik, tetapi merupakan hal yang prinsipil. Soekarno menegaskan betapa sia-sianya sikap lunak yang moderat, sebab tidak mungkin ditempuh dengan imperialisme. Akibat wajar dari sikap tersebut adalah suatu rencana untuk memobilisasi rakyat guna melaksanakan perjuangan tersebut. Pendirian PNI dan sepak terjangnya setelah berdirinya partai tersebut merupakan realisasi dari rencana Soekarno.

Ketiga, konsep mengenai Marhaenisme. Soekarno menegaskan bahwa Marhaenisme sebagai teori politik sekaligus teori perjuangan sangatlah relevan digunakan sepanjang kapitalisme sekalipun dalam berbagai wujud masih bercokol di bumi. Dalam konteks ini, Soekarno telah memodifikasi Marxisme sebagai alat yang paling sistematis dalam analisis sosial perihal pengkajiannya tentang kolonialisme, imperialisme, dan kapitalisme.


(52)

Keempat, pengungkapan pidato dan tulisan Soekarno sangat menarik bagi

pendengar dan pembaca dari kalangan Jawa. Salah satu wujudnya yang khas seperti pada tahun 1928 dan 1929 adalah ramalan Soekarno mengenai kebangkitan Jepang dan pecahnya Perang Pasifik sehingga memungkinkan Indonesia mendapatkan kemerdekaannya di kemudian hari. Ini merupakan ramalan yang cerdik dengan daya tarik khusus karena langsung dikaitkan dengan harapan tradisional yang diramalkan Jayabaya.

Perkembangan pemikiran Soekarno diatas pada akhirnya mengerucutkan sifat-sifat yang menonjol dirinya. Adapun karakteristik dari pemikiran-pemikiran Soekarno antara lain37:

1. Pertama, anti imperialisme. Sebagai sistem politik, imperialisme akan

berakhir ketika sebuah wilayahnya yang dijajah menjadi merdeka. Tetapi sebagai sebuah sistem ekonomi, imperialisme dapat berlangsung terus bahkan ketika negara terjajah itu sudah merdeka secara politis. Imperialisme adalah sebuah hasrat berkuasa, yang antara lain terwujud dalam sebuah sistem yang memerintah atau mengatur ekonomi dan mengatur negara lain.

2. Kedua, anti-elitisme. Menurut soekarno, elitisme mendorong sekelompok

orang merasa diri memiliki status sosial politik yang lebih tinggi dari orang lain, terutama rakyat kebanyakan. Elitisme tersebut tidak kalah

37

Baskara. T. Wardaya, S.J. Bung Karno Menggugat: Dari CIA, Pembantaian Massal ‟65 Hingga G 30S. Yogyakarta: Galang Press, 2006, hal. 39-50 di dalam Skripsi Anwar Ilmar, Ilmu Politik, 2004. Relevansi Teori Marhaenisme dalam Menjawab Tantangan Zaman di Era Kapitalisme Global. Hal. 42.


(53)

berbahaya dengan imperialisme, karena melalui sistem feodal yang ada elitisme bisa dipraktekkan oleh tokoh-tokoh pribumi terhadap rakyat negeri sendiri. Lebih dari itu, elitisme dapat menjadi penghambat sikap-sikap demokratis masyarakat modern yang dicita-citakan bagi indonesia merdeka.

3. Ketiga, taktik non kooperasi. Sebenarnya sampai pada pertengahan tahun

1921 Soekarno masih mengharapkan adanya kerja sama dengan pemerintah Kolonial Belanda. Soekarno masih berharap bahwa pemerintah Belanda bersedia membantu memperbaiki kondisi ekonomi Indonesia, sebelum negeri jajahan tersebut benar-benar mandiri. Tetapi, pada tahun 1923 Soekarno mulai meninggalkan posisi moderat dan mengambil langkah non kooperasi, menolak kerja sama dengan pemerintah kolonial. 4. Keempat, menggalang persatuan. Kepada para aktivis nasionalis Soekarno

menegaskan bahwa tidak ada halangan bagi kaum nasionalis bekerja sama dengan aktivis Islam dan Marxis, dan juga sebaliknya.

5. Kelima, ketika pada 29 Desember 1929 Soekarno ditangkap dan 29

Agustus 1930 disidangkan oleh pemerintah kolonial, Soekarno justru memanfaatkan kesempatan di persidangan. Dalam pledoinya yang terkenal yang berjudul Indonesia Menggugat dengan tegas Soekarno menyatakan perlawanannya terhadap kolonialis. Meskipun dipenjara berkali-kali, Soekarno sama sekali tidak jera untuk berpolitik maupun untuk menentang ketidakadilan kolonialisme.


(54)

Karakteristik pemikiran Soekarno yang anti nekolim dapat dilihat sebagai fondasi utama gagasan Trisakti. Penolakan terhadap kapitalisme beserta segala turunannya yang digagas Soekarno didalam Trisakti berlandaskan kenyataan bahwa sebagai suatu sistem yang eksploitatif, kapitalisme itu mendorong praktik-praktik imperialis.

Terminologi awal imperialisme mengacu pada praksis ekspansi wilayah politis suatu negara, pada awal abad ke-20 definisi itu diperluas, yakni sebagai sistem politik dan sebagai sistem ekonomi. Sebagai sistem politik, ia akan berakhir ketika suatu wilayah yang dijajah merdeka. Akan tetapi sebagai sistem ekonomi, imperialisme dapat berlangsung terus menerus bahkan ketika negara terjajah tersebut telah merdeka secara politis38.

Sebagai sistem yang motivasi pokoknya adalah ekonomi, Soekarno percaya kolonialisme terkait dengan kapitalisme, yakni suatu sistem ekonomi yang dikelola oleh sekelompok kecil modal yang tujuan pokoknya adalah memaksimalkan keuntungan. Dalam upaya memaksimalisasi keuntungan itulah kaum kapitalis tak segan-segan untuk mengeksploitasi orang atau bangsa-bangsa lain. Melalui kolonialisme para kapitalis Eropa memeras tenaga dan kekayaan alam rakyat negeri-negeri terjajah demi keuntungan mereka. Melalui kolonialisme ini pulalah di Asia dan Afrika, termasuk Indonesia, kapitalisme mendorong

38


(1)

KATA PENGANTAR

Skripsi ini berjudul “Relevansi Konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK. Skripsi ini diajukan guna memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan strata satu (S1) pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

Alhamdulillah, puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala karuniaNya penulis dapat menyelesaikan Skripsi Ini. Shalawat dan salam juga senantiasa penulis sampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, sebagai junjungan besar umat Islam didunia.

Skripsi ini menjelaskan mengenai relevansi dari Trisakti Soekarno dengan Nawacita yang diusung oleh pemerintahan Jokowi-JK. Trisakti sebagai sebuah gagasan merupakan pemikiran Soekarno yang bersifat anti neokolonialisme dan neoimperialisme (nekolim). Pencantuman Trisakti sebagai jalan ideologis yang mendasari Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK harus dilihat kembali kaitannya, apakah itu relevan atau tidak. Hal ini dikarenakan pengidentifikasian masalah yang berbeda antara Trisakti dan Nawacita, ditambah lagi dengan kondisi sosio-politik yang melatarbelakangi kedua gagasan ini. Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi penyempurnaan dan perbaikan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh keluarga besar, terutama Nenek Hj. Siti Maysitoh, Ayahanda Henry Saragih dan Ibunda Mazdalifah, Kakanda Izzah Dienillah, kepada selururuh Tulang, Mami, Bou, Pak Ongah, Pak Uda, Uwak dan seluruh saudara-saudara yang rutin memberikan bantuan, baik moril maupun materiil kepada penulis. Semoga Tuhan memberikan rizki dan karunianya atas segala kebaikan yang kalian perbuat.


(2)

Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan

Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

2. Ibu Dra. T. Irmayani, M.Si selaku Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara sekaligus Dosen Pembimbing yang telah memberikan bantuan dan bimbingan berupa kritik dan saran yang membangun selama penulisan skripsi ini

3. Seluruh pengajar di departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

4. Kak Ema, Kak Siti, dan Pak Burhan yang selalu membantu dalam setiap urusan administrasi.

5. Teman-teman yang telah banyak membantu dalam kehidupan perkuliahan selama ini, baik itu di Ilmu Politik angkatan 2011 maupun keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FISIP USU.

Medan, 11 Januari 2016

Mujahid Widian Saragih 110906003


(3)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iv

Halaman Pengesahan ... v

Halaman Persetujuan ... vi

Lembar Persembahan ... vii

Kata Pengantar ... viii

Daftar isi ... x

Daftar Tabel ... xiv

BAB I: PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

1.5 Tinjauan Pustaka ... 11

1.6 Kerangka Konsep ... 16

1.6.1 Trisakti ... 16


(4)

1.7 Metodologi Penelitian ... 34

1.7.1 Metode Penelitian ... 34

1.7.2 Jenis Penelitian ... 34

1.7.3 Data dan Teknik Pengumpulan Data ... 35

1.7.4 Teknik Analisis Data ... 35

1.8 Sistematika Penulisan ... 36

BAB II: SEJARAH TRISAKTI DAN NAWACITA PEMERINTAHAN JOKOWI-JK 2.1 Sejarah Trisakti ... 38

2.1.1 Karakteristik Pemikiran Soekarno di dalam Trisakti ... 38

2.1.2 Trisakti sebagai Tahapan Revolusi ... 48

2.2 Sejarah Nawacita... 68

BAB III: ANALISIS RELEVANSI KONSEP TRISAKTI SOEKARNO DENGAN NAWACITA PEMERINTAHAN JOKOWI – JK 3.1 Trisakti dan Relevansinya dengan Nawacita Jokowi-JK ... 76

3.1.1 Relevansi dalam Bidang Politik ... 77

3.1.1.1 Trisakti ... 77

3.1.1.2 Nawacita ... 80

3.1.2 Relevansi dalam Bidang Ekonomi ... 85


(5)

3.1.3 Relevansi dalam Bidang Budaya ... 98

3.1.3.1 Trisakti ... 98

3.1.3.2 Nawacita ... 100

3.2 Signifikansi Trisakti terhadap Kondisi saat ini ... 102

3.2.1 Kedaulatan Politik sebagai Bentuk Integritas Negara... 102

3.2.2 Reorientasi Pandangan Ekonomi Indonesia ... 105

3.2.3 Kekuatan dan Pembangunan Bangsa sekaligus Character Building 108 BAB IV: PENUTUP 4.1 Kesimpulan ... 112

4.2 Saran ... 114


(6)

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Daftar Tabel

Tabel 2.1 Tingkat Konsumsi Masyarakat Indonesia sesudah Krisis ... 109 Daftar Gambar