Relevansi Konsep Trisakti Soekarno dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Sejarah berdirinya bangsa Indonesia tidak dapat dilepaskan dari sumbangsih
para putra-putri terbaik bangsa. Generasi yang dikenal dengan sebutan the
founding fathers tersebut memiliki kontribusi baik itu dalam bentuk pemikiran

ataupun melalui perjuangan fisik, yang sangat signifikan terhadap upaya
Indonesia untuk merebut kemerdekaan. Para the founding fathers tersebut antara
lain adalah sosok-sosok yang dikenali seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Sutan
Sjahrir, Tan Malaka, Agus Salim, dan lain sebagainya. Diantara nama-nama
tersebut, Soekarno mencuat muncul sebagai sosok yang familiar di tengah
masyarakat Indonesia.
Soekarno sebagai sosok yang idolized di Indonesia mengingat sebagai
individu, ia merupakan sosok yang kompleks. Selain dikenal sebagai Presiden
pertama Republik Indonesia, Soekarno juga mendapat predikat lain yakni sebagai
seorang pemikir yang mumpuni. Hingga hari ini, dalam konteks politik Indonesia
modern, Soekarno menduduki paling tidak tiga status istimewa yang diperkirakan
tidak akan bisa dicapai oleh pemimpin manapun di Indonesia.


Universitas Sumatera Utara

Pertama , Soekarno menjadi institusi politik yang mampu membentuk

jaringan sistem ideal kelembagaan imaginer di kalangan sebagian besar
masyarakat indonesia. Kedua , sebagai pemikir yang gagasan-gagasannya tetap
menjadi pusat perdebatan di berbagai kalangan. Ketiga , sebagai ideologi dan
sekaligus ideolog yang mampu merumuskan gagasan tentang good society yang
ingin direngkuh Indonesia dan bagaimana mewujudkannya 1.
Terkait sosok Soekarno sebagai seorang pemikir, hal ini tidak terlepas dari
banyak pemikiran-pemikiran yang ia tuangkan dalam bentuk konsep-konsep
dalam bidang politik, ekonomi maupun sosial budaya Indonesia. Pemikiran
Soekarno di latarbelakangi oleh berbagai macam faktor. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pemikiran Soekarno adalah kolonialisme yang terjadi di Indonesia.
Penjajahan yang terjadi selama ratusan tahun di Indonesia menjadi sebuah
pengalaman empiris bagi Soekarno. Pengurasan sumber daya alam indonesia oleh
praktik

kolonialisme


dan

cengkeraman

imperialisme,

berdampak

pada

kemelaratan rakyat Indonesia selaku korban penjajahan. Hal ini berperan besar
dalam membentuk pemikiran Soekarno pada kemudian hari yang anti
kolonialisme dan imperialisme. Soekarno lantas menjadikan revolusi Indonesia
dan kemerdekaan sebagai satu-satunya jawaban untuk membebaskan diri dari
kolonialisme dan imperialisme. Menurut Soekarno, revolusi Indonesia merupakan
sebuah proses yang berkesinambungan dari fase awal yaitu perjuangan merebut

1

Kasenda, Peter. April 2014. Sukarno, Marxisme, & Leninisme: Akar Pemikiran Kiri & Revolusi Indonesia .

Depok: Komunitas Bambu. Hal 57.

Universitas Sumatera Utara

kemerdekaan (secara fisik) sampai pada fase akhir yaitu terwujudnya cita-cita
bangsa.
Perkembangan zaman dan dinamika politik global menuntut pemikiran
Soekarno untuk bersifat visioner dan antisipatif. Dinamika politik global pada
perkembangannya mempengaruhi rezim pemerintahan suatu negara dan
menyeretnya masuk kedalam arus politik global yang Soekarno simbolkan dalam
wujud nekolim (neokolonialisme dan neoImperialisme).
Nekolim merupakan sebuah ancaman dan bentuk “penjajahan baru” dalam
sendi-sendi politik, ekonomi dan sosial negara yang mengancam negara-negara
dunia ketiga. Ada dua faktor yang menyebabkan nekolim lebih berbahaya
daripada kolonialisme-imperialisme model lama.
Pertama, karena cara-cara maupun praktik-praktiknya belum dikenal oleh
rakyat. Kedua, karena penjajahan yang sesungguhnya seringkali tidak jelas
kelihatan, sebab nekolim itu adalah penjajahan, yang orang katakan penjajahan by
proxy, penjajahan by remote control, penjajahan “dari jauh”2. Terkhusus bagi


Indonesia, nekolim menurut Soekarno menjadi tantangan revolusi Indonesia yang
telah melewati fase awal revolusi yaitu kemerdekaan dari kolonialisme.
Bahaya akan dominasi nekolim menuntut diperlukannya sebuah bangun
dasar yang solid bagi Indonesia untuk mempertahankan kedaulatan negara.
Kondisi ini yang menginspirasi Soekarno, untuk merumuskan jalan revolusi dan
2

Iman Toto K. Rahardjo dan Herdianto WK (Ed.). 2001. Bung Karno dan Ekonomi Berdikari: Kenangan 100
Tahun Bung Karno . Jakarta: Grasindo. Hal. 344.

Universitas Sumatera Utara

pemikiran-pemikiran yang dapat menjawab dinamika tersebut. Rumusan akan
pemikiran-pemikiran Soekarno tersebut dituangkan dalam kompilasi tulisannya
mengenai Panca Azimat Revolusi atau lima rukun kemerdekaan Indonesia.
Panca Azimat Revolusi berarti lima tulisan sakti yang jika digunakan akan
mengatasi semua masalah Indonesia dari akar dalam tempo sesingkat-singkatnya
menuju masyarakat adil-makmur3. Panca Azimat merupakan ide-ide yang digali
dan diformulasikan oleh Soekarno dari kehidupan bersama bangsa Indonesia.
Panca Azimat memuat tahapan revolusi Indonesia dimulai pada masa

prakemerdekaan sampai pada pascakemerdekaan. Kelima panca azimat tersebut
menggambarkan sebuah tahapan-tahapan yang harus dihadapi Indonesia untuk
mewaspadai bahaya dari setiap tahapan revolusi yang akan dihadapi kedepannya.
Pokok-pokok azimat ini diuraikan Soekarno didalam lima tulisannya yang
ditulis pada rentang waktu tahun 1926 sampai dengan tahun 1965. Kelima Azimat
tersebut adalah:
1. NASAKOM (Nasionalis, Agamis, Komunis) yang digagas pertama kali
melalui tulisan dalam majalah Soeloeh Indonesia

dengan judul

“Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme” tahun 1926.
2. Pancasila 1 Juni 1945, sebagai ideologi bangsa Indonesia.

3

Siswo, Iwan. 2014. Panca Azimat Revolusi: Tulisan, Risalah, Pembelaan, & Pidato Soekarno 1926-1966
Jilid I. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia. Halaman viii.

Universitas Sumatera Utara


3. MANIPOL-USDEK

(Manifestasi

Politik,

Undang-Undang

Dasar,

Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin).
4. Trisakti, sebuah gagasan Soekarno untuk Indonesia yang berdaulat
dibidang politik, berdikari dibidang ekonomi, dan berkepribadian
dilapangan kebudayaan.
5. Berdikari, penjabaran gagasan Soekarno mengenai Ekonomi Indonesia
yang berbasiskan kemandirian dan kemampuan pribadi rakyat Indonesia.
Dari kelima panca azimat yang dirumuskan oleh Soekarno, Trisakti
merupakan azimat yang disiapkan Soekarno untuk menghadapi fase revolusi
Indonesia menghadapi ancaman nekolim. Trisakti sebagai sebuah konsep, secara

ideologis memberikan gambaran ideal mengenai bagaimana sikap dan karakter
bangsa Indonesia untuk menghadapi bahaya dari nekolim.
Gambaran mengenai Trisakti pertamakali dituangkan Soekarno dalam pidato
kenegaraannya pada tanggal 17 Agustus 1964, yang berjudul „Tahun Vivere
Pericoloso” atau disingkat sebagai TAVIP. TAVIP sendiri disadur oleh Soekarno
dari bahasa Italia, yang secara harfiah diartikan sebagai tahun penuh marabahaya.
Kondisi marabahaya tersebut dinilai Soekarno bahwa pasca kolonialisme,
negara-negara dunia ketiga akan menghadapi sebuah fase baru dari revolusi. Fase
baru tersebut adalah nekolim yang berusaha menancapkan dominasi dan
hegemoni nya di negara-negara dunia ketiga.

Universitas Sumatera Utara

Dalam

konteks

indonesia,

Trisakti


menurut

Soekarno

merupakan

penggambaran ketiga masalah yang perlu dibenahi segera oleh bangsa Indonesia
secara cepat. Soekarno melihat diperlukan pembenahan di berbagai aspek
kenegaraan dalam diri negara Indonesia agar dapat melepaskan diri dari jerat
Nekolim. Trisakti sebagai sebuah gagasan politik dijabarkan ke dalam 3 poin
yaitu (1) berdaulat di bidang politik, (2) berdikari di bidang ekonomi, dan (3)
berkarakter di bidang sosial dan budaya.
Pertama, secara politik bangsa Indonesia masih belum bisa menunjukkan
eksistensinya sebagai bangsa karena masih kuatnya hubungan aliansi pusat-satelit
paska dekolonialisasi antara negara colonizer dengan negara colonized. Hal
tersebut berarti masih kuatnya hubungan ketergantungan kepada colonizer, baik
itu berupa patronase politik maupun patronase ekonomi. Kondisi tersebut
menunjukkan Indonesia belum sepenuhnya berdaulat secara politik, karena masih
rawan akan rongrongan pihak kolonial.

Kedua, secara ekonomi bangsa Indonesia juga mengalami adanya
ketergantungan akan pasokan bantuan ekonomi asing dalam rangka membangun
perekonomiannya secara mandiri. Namun tak disangka, ketergantungan tersebut
menjadikan perekonomian nasional justru dihisap melalui adanya kompradorborjuasi nasional yang berkongsi dengan kapitalisme-imperialisme global dalam
meraih keuntungan secara privat.

Universitas Sumatera Utara

Ketiga, secara budaya mentalitas terjajah menjadikan bangsa ini lupa akan

semangat gotong royong sebagai modal sosial dalam meneguhkan solidaritas
politik maupun ekonomi. Budaya Indonesia semakin lama teracuni dengan esensi
individualisme dan liberalisme yang ditanamkan dalam skema free fight
liberalism4. Ketiga masalah ini merupakan bentuk-bentuk ancaman dari sisa-sisa

kekuatan kolonialisme, kapitalisme dan imperialisme yang menemukan bentuk
barunya dalam wujud nekolim. Melalui tiga aspek kehidupan bernegara ini,
nekolim berusaha menancapkan pengaruhnya di Indonesia.
Pasca peristiwa Gerakan 30 September 1965, jabatan Soekarno sebagai
orang nomor satu di Indonesia berada di ujung tanduk. Dakwaan akan

keterlibatannya

dalam

kup

merangkak

tersebut

menandai

akhir

dari

kepemimpinannya sebagai presiden republik indonesia. Pada tahun 1966 posisi
Soekarno digantikan oleh Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia.
Lengsernya Soekarno juga berimbas kepada setiap konsep maupun program
kerja yang telah dicanangkannya. Hal ini termasuk juga kedudukan Trisakti

sebagai sebuah gagasan untuk menjawab permasalahan politik, ekonomi, dan
sosial budaya di Indonesia pada saat itu. Akibatnya, Trisakti sebagai sebuah
konsep tidak pernah betul-betul dilihat keajegannya sebagai antitesis dari
ancaman nekolim di masa itu.

4

Wasisto Raharjo Jati. Melihat Kekinian Lima Konsep Kebangsaan dan Keindonesiaan Bung Karno.
(Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta, 2014), Hal. 6.

Universitas Sumatera Utara

Meskipun belum pernah betul-betul dilihat keajegannya, karena pergantian
kekuasaan di pemerintahan Republik Indonesia, nyatanya Trisakti sebagai sebuah
konsep dianggap masih relevan untuk menjawab tantangan Indonesia pada saat
ini. Hal ini terlihat ketika pada tahun 2014 lalu, Trisakti yang dicetuskan pada 51
tahun silam kembali disebut-sebut dalam salah satu janji politik kandidat Presiden
Republik Indonesia. Trisakti kembali coba “dihidupkan” kembali didalam
program prioritas pembangunan nasional yang dinamakan sebagai Nawacita.
Nawacita atau sembilan agenda prioritas adalah sebuah gagasan yang
diusung oleh pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dan Jusuf Kalla (JK) sebagai
agenda perubahan. Pada saat kampanye politik pada pemilihan Presiden 2014 lalu,
Jokowi - JK mengumbar kekaguman mereka akan konsep Trisakti yang digagas
oleh Soekarno. Kekaguman tersebut didasari oleh kenyataan sejarah yang unik
antara konsep Trisakti Soekarno dengan kondisi kekinian yang dihadapi
Indonesia.
Pasca lengsernya Soekarno sebagai Presiden, rezim orde baru yang otoriter
selama 32 tahun mengakibatkan Indonesia berada pada kondisi yang memilukan.
Cengkeraman neo-imperialisme menjadikan landasan kehidupan bangsa ini
diserahkan pada mekanisme pasar sehingga terjadi komersialisasi bidang-bidang
yang menguasai hajat hidup orang banyak. Alhasil ini berdampak pada berbagai
aspek kehidupan rakyat Indonesia.

Universitas Sumatera Utara

Pada lapangan politik terjadi kerusakan demokrasi

sebagai akibat dari

praktik kekuasaan otoriter yang menindas prakarsa, aspirasi, dan kedaulatan
rakyat. Menjamurnya kemiskinan, kesenjangan sosial, kerusakan lingkungan
hidup akibat eksploitasi secara besar-besaran merupakan kemerosotan dalam
bidang ekonomi sebagai dampak dari neoimperialisme. Dalam bidang
kebudayaan, terjadi kerusakan jati diri bangsa yang ditandai merosotnya nilai
keutamaan, pudarnya solidaritas dan gotong royong, serta tersingkirnya
kebudayaan lokal sebagai akibat dari imperialisme budaya5. Akumulasi dari hal
diatas menandai bentuk intoleransi yang berarti kegagalan di bidang budaya.
Permasalahan-permasalahan diatas kemudian disimpulkan kedalam tiga poin
yakni (1) merosotnya kewibawaan negara, (2) melemahnya sendi-sendi
perekonomian nasional dan (3) merebaknya intoleransi dan krisis kepribadian
bangsa.
Ketiga pokok permasalahan yang dipaparkan dalam Nawacita memiliki
bentuk yang sama dengan permasalahan yang coba dijawab di dalam Trisakti.
Hal ini ditambah lagi dengan pencantuman konsep Trisakti Soekarno sebagai
sebuah jalan ideologis yang menjadi basis dalam perjuangan nasional dan
pembangunan

karakter

kebangsaan

di

dalam

Nawacita.

Hal

tersebut

mengakibatkan Nawacita disebut sebagai interpretasi dari Trisakti Soekarno.

5

Tim Ahli Seknas Jokowi. 2014. Jalan Kemandirian Bangsa: Visi Kemasyarakatan Indonesia Abad ke-21.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal.19.

Universitas Sumatera Utara

Beragam reaksi yang timbul dikalangan masyarakat terkait Nawacita
pemerintahan Jokowi – JK saat ini. Pada satu sisi ini, hal ini membangkitkan
kembali ingatan akan tahapan revolusi Indonesia yang belum selesai, sebagaimana
yang diungkapkan oleh Soekarno. Selain itu, dibangkitkannya kembali konsep
Trisakti dapat dilihat sebagai gambaran kerinduan masyarakat Indonesia akan
sosok negara yang ideal. Namun di sisi lain, pencatutan Trisakti Soekarno sebagai
konsep ideologis yang menginspirasi Nawacita berpotensi hanya sekadar sebagai
janji politik belaka untuk meraup dukungan masyarakat terhadap pemerintahan
Jokowi-JK saat ini.
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat dilihat kesamaan antara konsep
Trisakti Soekarno dengan Nawacita pemerintahan Jokowi-JK saat ini, terkait
pandangannya mengenai permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini.
Akan tetapi secara substansi maupun signifikansi tentunya perlu diteliti lebih jauh
bagaimana nilai-nilai yang terdapat dalam Trisakti coba di interpretasikan ke
dalam Nawacita sebagai arah pembangunan Indonesia kedepannya.
1.2 Perumusan masalah
Oleh sebab itu, dari latar belakang masalah diatas dapat ditarik sebuah
pertanyaan penelitian yaitu “Bagaimana Relevansi Konsep Trisakti Soekarno
dengan Nawacita Pemerintahan Jokowi-JK?”

Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang dimaksud dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana relevansi konsep Trisakti Soekarno
dengan Nawacita pemerintahan Jokowi-JK.
2. Untuk melihat signifikansi dari gagasan Trisakti Soekarno dengan
tantangan saat ini.

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Secara akademis, penelitian ini dapat menambah khazanah ilmu
pengetahuan terkhusus dalam konteks pemikiran ilmu politik, bagi
civitas academica di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.

2. Bagi masyarakat, penelitian ini dapat menjadi sebuah referensi dalam
melakukan

analisis

terkait

arah

pembangunan

Indonesia

pada

pemerintahan Jokowi – JK.
3. Bagi peneliti secara pribadi, penelitian ini merupakan sebuah
sumbangsih terhadap kehidupan politik di Indonesia, terkhusus kedalam
arah dan visi pembangunan politik Indonesia kedepan.
1.5 Tinjauan Pustaka
Adapun yang dijadikan tinjauan pustaka dalam penelitian ini adalah:
Kumpulan Tulisan Soekarno yang dirangkum dalam buku “Dibawah
Bendera Revolusi (Jilid I dan Jilid II)”. Buku tersebut menjadi sebuah

Universitas Sumatera Utara

referensi yang komprehensif dalam setiap penelitian yang berkaitan dengan
pemikiran Soekarno. “Dibawah Bendera Revolusi” memuat kumpulan
tulisan-tulisan Soekarno yang menggambarkan bagaimana perkembangan
gagasan-gagasan pemikirannya dalam rentang waktu 1928 sampai dengan
1966. Di dalam kumpulan tulisan nya inilah di dapati bagaimana pandangan
Soekarno dalam menyikapi permasalahan yang dihadapi bangsa Indonesia,
baik itu pada masa perjuangan fisik untuk merebut kemerdekaan maupun
pasca kemerdekaan. “Dibawah Bendera Revolusi” juga memuat cetak biru
pemikiran Soekarno mengenai tahapan revolusi Indonesia sebagai sebuah
bangsa yang berdaulat.
Buku yang disusun oleh Iwan Siswo mengenai kumpulan tulisan, risalah,
pembelaan, dan Pidato Soekarno pada tahun 1926-1966 yang berjudul “Panca
Azimat Revolusi”. Buku tersebut memfokuskan kepada pembahasan lima
konsep Soekarno yang dikenal sebagai “Panca Azimat”. Panca Azimat
merupakan konsep yang digagas oleh Soekarno mengenai bagaimana
tahapan-tahapan revolusi yang dihadapi oleh Indonesia. Kelima gagasan
tersebut dituangkan dalam kumpulan tulisan Soekarno dengan tema yang
berbeda-beda. Panca azimat pertama, yakni NASAKOM yang diambil dari
tulisan Soekarno “Nasionalisme, Islamisme dan Marxisme”. Azimat kedua,
yaitu Pancasila 1 Juni 1945. Azimat ketiga, yaitu MANIPOL-USDEK yang
diambil dari pidato Soekarno tahun17 Agustus 1959 “Penemuan Kembali
Revolusi Kita”. Azimat keempat diambil dari pidato Soekarno yang berjudul

Universitas Sumatera Utara

“Tahun Vivere Pericoloso” atau biasa disingkat TAVIP, dan dirumuskan
kembali menjadi Trisakti. Azimat kelima, adalah „Berdikari” yang diambil
dari Pidato Soekarno yang berjudul “Capailah Bintang-Bintang di Langit”
tanggal 17 Agustus 1965. Buku ini ditulis untuk mengingatkan kembali
bangsa Indonesia yang “amnesia” akan sebuah tahapan revolusi Indonesia
sebagaimana yang dikehendaki oleh Soekarno. Penulisan buku ini diharapkan
memudahkan penggalian terhadap pemikiran-pemikiran Soekarno yang
memudar di zaman sekarang.
Buku “Bung Karno dan Ekonomi Berdikari” yang merupukan salah satu
dari serial buku yang memuat kumpulan tulisan dan karya Soekarno. Buku
ini merupakan bagian dari agenda “Panitia Peringatan 100 Tahun Bung
Karno”. Buku ini membahas perihal ketertarikan Soekarno akan aspek
pembangunan ekonomi Indonesia. Konsepsi Ekonomi Berdikari yang digagas
oleh Soekarno, pada konteks saat ini dapat memberi pencerahan terhadap
perkembangan ekonomi nasional yang sedang berada dalam lingkaran
kesulitan pasca krisis moneter pada Juli 1997 silam. Konsepsi Berdikari
Soekarno juga mengingatkan akan bahayanya ketergantungan ekonomi
nasional dengan sistem ekonomi dunia. Ketergantungan Indonesia terhadap
perjajian pinjaman dan pengaturan ikatan “free trade” mendorong Indonesia
masuk ke dalam “the debt trap” dan makin leluasanya nekolim masuk ke
dalam sendi-sendi perekonomian bangsa.

Universitas Sumatera Utara

Karya Paharizal yang berjudul “Trisakti Bung Karno untuk Golden Era
Indonesia” adalah merupakan pembahasan pemikiran Soekarno mengenai
azimat keempat dalam panca azimat revolusi, yaitu Trisakti dikaitkan dengan
laju pembangunan Indonesia. Indonesia yang saat ini tengah menuju “Golden
Era” atau fase emas dalam pembangunan sebuah negara memerlukan sebuah
konsepsi yang tepat untuk mewujudkan tahapan dari revolusi tersebut. Hal
inilah yang dilihat Paharizal tertuang dalam Trisakti, yang memuat prinsip
kemandirian yang akan membawa bangsa Indonesia menjadi bangsa yang
berdaulat baik secara politik, ekonomi maupun budaya. Buku ini juga
memberikan pandangannya mengenai bagaimana relevansi dari Trisakti
dengan kondisi zaman saat ini.
Disertasi dari Ika Irmawansah6 yang berjudul Pemikiran Soekarno tentang
Trisakti: Perspektif Epistemologi Kenneth Gallagher. Penelitian ini mencoba
mengkaji Trisakti dalam sudut pandang filsafat atau epistemologi gagasan
Trisakti berdasarkan perspektif Kenneth Gallagher. Penelitian ini melihat
bahwa

Trisakti

sebagai

sebuah

gagasan

merupakan

antitesa

dari

kolonialisme, imperialism dan feodalisme, karena inti dari trisakti adalah
kemerdekaan. Hasil penelitian ini menyimpulkan juga gagasan Trisakti
dalam aspek eksistensial lahir dari kesadaran masa lalu Soekarno terhadap
penolakan paham-paham kolonialisme, imperialism, dan feodalisme. Bila
dikaitkan dengan konteks saat ini, Indonesia menunjukkan adanya
6

Irmawansah Ika, Disertasi Doktor: Pemikiran Soekarno tentang Trisakti; Perspektif Epistemologi Kenneth
Galagher . (Yogyakarta: Fakultas Filsafat. Universitas Gadjah Mada, 2014).

Universitas Sumatera Utara

keterlibatan kelas kapital transnasional dalam mengatur kebijakan dalam
negeri, sebagai dampak masuknya globalisasi di Indonesia, dan hal ini bisa
mengancam kedaulatan Indonesia, baik itu sebagai sebuah negara kesatuan
maupun sebagai sebuah bangsa.
Tulisan Wasisto Raharjo Jati7 mengenai Soekarno dan Third-Worldism:
Kebangkitan Politik Dunia Ketiga. Tulisan ini merupakan analisis dari
bagaimana langkah yang diambil oleh Soekarno dalam mengkonsolidasikan
negara-negara dunia ketiga atas marjinalisasi yang dilakukan negara barat
terhadap mereka. Hali ini di inisiasi Soekarno dalam agenda-agenda
internasional seperti Konfrensi Asia-Afrika, dan Gerakan Non-blok (Non
Aligned

Movement).

Agenda-Agenda

internasional

tersebut

berhasil

mengkonsolidasikan para pemimpin negara-negara dunia ketiga untuk
sepakat dalam hal gerakan pembebasan dan anti dominasi asing. Negaranegara seperti India, Ghana, Vietnam Utara, Cuba, Libya, merupakan
segelintir negara yang menjadi motor munculnya Third-Worldism. ThirdWorldism dimaknai sebagai ideologi pembebasan dan bentuk resistensi

negara dunia ketiga terhadap dominasi negara barat. Third-Worldism
menyerukan sikap anti-imperialisme, anti-kolonialisme, non-blok dan prodekolonialisasi terhadap gerakan politik menuntut kemerdekaan.

7

Wasisto Raharjo Jati. 2013. Soekarno dan Third-Worldism. Majalah Prisma Vol. 32, No. 2 dan No. 3.

Universitas Sumatera Utara

1.6 Kerangka Konsep
1.6.1

Trisakti
Trisakti sebagai sebuah konsep didasarkan kedalam 3 aspek fundamental

bangsa Indonesia, yakni aspek politik, ekonomi dan budaya. Ketiga aspek
fundamental tersebut berada dalam ancaman bahaya nekolim, yang menurut
Soekarno, akan mengganggu jalannya Revolusi Indonesia.
Neokolonialisme merupakan imaji kolonialisme yang akan terjadi dimasa
akan datang dengan masuknya borjuasi asing ke dalam perekonomian nasional
untuk mengabsorsi sumber daya ekonomi yang hasilnya digunakan untuk
kepentingan negaranya sendiri. Neokolonialisme sendiri

berwujud pada

terbentuknya lembaga-lembaga dunia yang memiliki kekuatan kapital asing yang
dapat menjajah suatu negara dengan memanfaatkan perekonomian nasional 8.
Soekarno melihat gejala nekolim tersebut hadir dalam bentuk bantuan donor
keuangan asing dengan bunga jangka panjang. Pada era 1960-an merupakan era
paska perang dimana banyak infrastruktur di berbagai negara hancur karena
perang sehingga tidak bisa menghasilkan pendapatan negara. Bagi Soekarno,
bantuan donor asing tersebut merupakan bentuk dari tipu muslihat kapitalisme
zaman sekarang. Hal ini merupakan bentuk transformasi baru dari kapitalisme
yang dulunya datang untuk berdagang lantas menguasai suatu negeri. Donor
keuangan adalah upaya Barat untuk semakin memperkuat cengkeramannya

8

Ibid . Hal. 4.

Universitas Sumatera Utara

terhadap negara mantan jajahannya untuk semakin patuh dalam era politik
modern9.
Soekarno menjelaskan ada 3 watak dasar yang menjadikan nekolim sebagai
musuh utama dari revolusi. 3 watak dasar yang menjadi prinsip dasar kapitalisme
–kolonialisme-imperialisme, yakni dominasi politik, eksploitasi ekonomi, dan
penetrasi kebudayaan. Ketiga watak dasar tersebut tidak dapat dipisahkan antara
satu sama lain. Hal ini dengan kata lain ketiga hal tersebut merupakan satu paket
watak yang “mengendap” dalam sifat (watak) kapitalisme-kolonialismeimperialisme. Eksistensi ketiga watak tersebut memiliki tujuan yang saling
berkaitan satu sama lain.
Dominasi politik digunakan untuk menegakkan power nekolim di negara
jajahannya. Penegakan kekuasaan ini ditujukan agar rakyat yang dijajahnya dapat
dikondisikan dan dibuat tidak berdaya melalui alat-alat politik seperti ideologi
kolonial, hukum, dan aparatur represif (militer dan polisi kolonial).
Setelah kesadaran kritis rakyat dibekuk atau dilumpuhkan, maka hal itu akan
meratakan jalan untuk melakukan intervensi dalam bidang ekonomi, seperti
eksploitasi tenaga kerja dan kekayaan alam. Terakhir, untuk menjaga agar rakyat
tetap tidak berdaya atau lumpuh, maka melaui kebudayaan rakyat di negara
jajahan di giring untuk membangun mental inferioritas (rasa rendah diri),
dependent (ketergantungan), dan mudah mengeluh serta putus asa10.

9

Ibid . Hal. 12.
Paharizal. 2014. Trisakti Bung Karno untuk Golden Era Indonesia. Yogyakarta: Media Pressindo. Hal. 80.

10

Universitas Sumatera Utara

Soekarno menilai diperlukan sebuah sikap kemandirian bagi bangsa
Indonesia untuk menjadi Negara yang seutuhnya. Atas dasar itulah Soekarno
kemudian merumuskan Trisakti kedalam 3 poin yaitu (1) Kedaulatan di Bidang
Politik (2) Berdikari di Lapangan Ekonomi (3) Berkepribadian Sendiri di
Lapangan Kebudayaan.
Kedaulatan di Bidang Politik
Kedaulatan di bidang politik merupakan aspek yang terpenting di dalam
Trisakti. Kedaulatan politik secara fisik digunakan sebagai alat untuk melakukan
perlawanan terhadap pihak kolonial atau penjajah, selain itu kedaulatan politik
juga diposisikan sebagai objek cita-cita dan ukuran kemerdekaan Indonesia,
dimana cita-cita revolusi Indonesia baru akan selesai jika kedaulatan politik
Indonesia telah dicapai oleh rakyat Indonesia. Hal ini seperti yang disinggung
oleh Soekarno:
“…Ya, berdaulat dalam politik! Apa yang lebih luhur daripada ini, saudarasaudara? Lebih setengah abad lamanya bangsa Indonesia berjuang membangting
tulang dan mencucurkan peluh, untuk kedaulatan politik itu. Sekarang kedaulatan
itu sudah di tangan kita. Kita tidak bisa didikte oleh siapapun lagi, kita tidak
menggantungkan diri kepada siapa-siapa lagi, kita tidak mengemis-ngemis!
kedaulatan politik ini harus kita tunjang bersama-sama, harus kita tegakkan
beramai-ramai. Nation building dan character building harus diteruskan sehebathebatnya, demi memperkuat kedaulatan politik itu11”.

Kedaulatan politik penting bagi rakyat/bangsa Indonesia untuk menjebol
tatanan kekuasaan lama, kekuasaan kapitalisme-kolonialisme-imperialisme dan
kemudian menggantikannya dengan tatanan yang baru, tatanan yang dirumuskan

11

Ir. Soekarno. 2015. Dibawah Bendera Revolusi Jilid II . Yogyakarta: Media Pressindo dan Yayasan Bung
Karno. Hal. 691.

Universitas Sumatera Utara

sendiri oleh bangsa Indonesia. Tatanan ini yang dimaksudkan oleh Soekarno
terkristalisasi dalam Pancasila, Manipol-Usdek, dan Trisakti12.
Berdaulat dalam bidang politik juga berarti bangsa Indonesia bebas untuk
menentukan dan merumuskan sendiri ideologi politiknya, tidak terdikte oleh
pihak manapun. Hal tersebut sangat erat kaitannya dengan kondisi politik global
pada saat itu.
Setelah kemerdekaan tahun 1945, terjadi perebutan pengaruh antara negaranegara dengan ideologi kanan (kapitalisme) maupun ideologi kiri (sosialismekomunis) terhadap negara-negara yang baru berhasil memerdekakan diri dari
kolonialisme. Kondisi tersebut berimplikasi pada pandangan politik Indonesia
yang memutuskan untuk tidak memihak kepada ideologi atau blok manapun, yang
oleh Soekarno disebut dengan politik bebas-aktif.
Politik bebas-aktif Indonesia tidak sama dengan netralitas. Menurut
Soekarno, politik bebas-aktif adalah politik yang tidak netral, politik Indonesia
adalah politik yang berpihak pada kepentingan menolak dan secara aktif mengikis
kapitalisme-kolonialisme-imperialisme-feodalisme13. Kebijakan politik bebasaktif sebagai politik luar negeri Indonesia menurut Soekarno merupakan bukti
nyata kedaulatan politik yang dimiliki oleh Indonesia.
Melalui politik bebas-aktifnya, Soekarno berkomunikasi dengan negaranegara dunia ketiga, berusaha menggalang kekuatan dalam sebuah kekuatan
politik non-blok yang independen (tidak condong kearah kanan-kapitalisme dan
12
13

Paharizal.Op.Cit. Halaman. 81.
Ibid. Hal. 108.

Universitas Sumatera Utara

tidak condong ke kiri – sosialis komunis). Aliansi dari negara-negara non blok ini
disebut juga sebagai new emerging force (NEFO).
Melalui konsep NEFO, Soekarno menilai bahwa pertentangan yang terjadi
di dunia, bukanlah konflik ideologis sebagaimana sangkaan orang, melainkan
pertentangan kepentingan. Negara dunia ketiga yang baru saja lepas dari belenggu
kolonialisme dan penjajahan distigmasisasikan secara politik sebagai kawasan
yang ekonominya timpang, marjinalisasi kehidupan sosial yang tinggi, maupun
tingkat kemiskinan penduduk yang begitu ekstrim14. Soekarno melihat bahwa
keterbelakangan negara di Dunia Ketiga adalah akibat keserakahan dari negaranegara yang tidak pernah puas dan selalu mengadakan penghisapan terhadap
bangsa-bangsa yang dilanda kelaparan dan kemiskinan.
Arah politik luar negeri Indonesia yang bebas-aktif juga diwujudkan dalam
bentuk kooperasi dengan syarat. Bangsa Indonesia memiliki kebebasan untuk
menentukan negara-negara mana saja yang dapat atau tidak dapat bekerja sama
dengan Indonesia. Indikator yang digunakan untuk menilai dapat tidaknya suatu
negara bekerja sama dengan Indonesia adalah Pancasila. Pancasila sebagai
cerminan kedaulatan Indonesia dalam politik menolak bentuk-bentuk kerjasama
yang berpotensi memecah belah bangsa serta berpotensi mengeksploitasi ataupun
bercorak imperialistik15.

14
15

Wasisto Raharjo, Jati. Op.Cit. Hal. 3.
Paharizal. Op.Cit.. Hal. 106.

Universitas Sumatera Utara

Berdikari di Lapangan Ekonomi
Berdikari dilapangan ekonomi memiliki keterkaitan yang erat dengan
gagasan berdaulat dalam bidang politik. Soekarno mengatakan tanpa adanya
kedaulatan politik, mustahil suatu negara memiliki kemampuan menentukan
nasibnya sendiri untuk mensejahterakan rakyat. Selaras dengan gagasan di bidang
politik, dalam gagasan berdikari di lapangan ekonomi Soekarno menyatakan
penolakannya

terhadap

kapitalisme

dan

imperialisme.

Melalui

pidato

pembelaannya di depan hakim pengadilan kolonial pada tahun 1930, Soekarno
menulis :
“yang saya artikan dengan imperialisme ialah: kejadian pergaulan-hidup, yang
terjadi karena modal-besar dari sesuatu negeri yang kebanyakan ada di bawah
kekuasaannya bank-bank, memperusahakan politik-luar-negeri daripada negeri
itu guna kepentingannya modal-besar itu sendiri. Kemajuan abad yang kesembilan-belas yang tepat itu sudahlah melahirkan suatu persaingan mati-matian
di atas lapang perusahaan-tanah dan perusahaan-kepaberikan. Salah satu hasilnya
persaingan ini ialah bahwa, pada penghabisan abad itu, politik “melindungi
negeri sendiri” makin lama makin laku. Kepaberikan-besar sudahlah lahir,
jumlahnya barang-barang yang dibikin oleh kepaberikan-besar ini sangatlah
tambahnya, tetapi di negeri-sendiri barang-barang itu takbisalah habis terjual,
maka timbullah keperluan mencarikan pasar baginya di luar negeri sendiri 16”.

Dalam tulisannya yang diberi judul “Mencapai Indonesia Merdeka”
Soekarno

menunjukkan

menganalogikannya

jika

perkembangan
dalam

kapitalisme

konteks

ke

kapitalisme,

imperialisme.
pencarian

Ia

rezeki

(mengeksploitasi) masihlah sangat sederhana, yaitu mempekerjakan buruh dengan
upah murah dan menjajah negara lain, maka ketika kapitalisme berganti bulu
menjadi imperialisme cara mencari rezekinya semakin mengganas.

16

Iwan Siswo. Op. Cit. Hal. 56.

Universitas Sumatera Utara

“…dan bukan saja bermulut sepuluh! Juga jalannya mencari rezeki ini bukan satu
jalan saja, tetapi jalan yang bercabang-cabang tiga-empat. Bukan lagi Indonesia
hanya menjadi tempat pengambilan barang-barang biasa sebagai di zamanya
imperialisme tua, bukan lagi Indonesia hanya menjadi tempat pengambilan pala
atau cengkih atau kayu manis, atau nila, tetapi kini juga menjadi pasar penjualan
barang-barang keluarannya pabrikan negeri asing, juga menjadi tempat
penanaman modal asing, yang di negeri asing sendiri sudah kehabisan tempat,
pendek kata: juga menjadi afzetgebied exploitatiegebied -nya surpluskapitaal.
Terutama jalan yang belakangan inlah, yakni “jalan” penanaman modal asing
disini, adalah paling hebat dan makin bertambah hebat17“

Imperialisme juga merupakan suatu kenyataan bagi negara jajahan,
imperialisme adalah suatu nafsu, suatu politik, suatu stelsel untuk menguasai (dan
mempengaruhi) ekonomi bangsa lain, untuk overheersen (menggagahi) atau
beheersen (mendominasi) ekonomi atau negeri bangsa lain 18.

Imperialisme

dengan kata lain adalah perpanjangan dari kapitalisme, sebagai sebuah syarat
yang mengupayakan keberlangsungan eksistensi kapitalisme.
Bertolak

dari

pemahaman

itulah

Soekarno

menolak

kapitalisme-

imperialisme karena bertentangan dengan sosio-nasionalisme indonesia. Sosionasionalisme Indonesia merupakan bentuk nasionalisme yang mau memperbaiki
ketimpangan ekonomi yang hidup dalam masyarakat.
Soekarno dalam pidato “Tahun Berdikari” yang disampaikan pada 17
Agustus 1965, menyebutkan bahwa berdikari pada prinsipnya merupakan usaha
untuk menjadikan kekuatan sendiri sebagai landasan utama pembangunan
ekonomi. Berdikari di lapangan ekonomi merupakan sebuah ide dari soekarno
bagi Indonesia untuk menolak kapitalisme-imperialisme global.
17

Ibid. Hal. 366.
Swasono, Edi. Bung Karno Seorang Tokoh Besar Strukturalis. di dalam Iman Toto Kahardjo. Op. Cit. Hal.
xxiii
18

Universitas Sumatera Utara

“…berdikari dalam ekonomi! Apa yang lebih kokoh daripada ini, saudarasaudara? Seperti kukatakan di depan MPRS tempo hari, kita harus bersandar pada
dana dan tenaga yang memang sudah di tangan kita dan menggunakannya
semaksimal-semaksimalnya. Pepatah lama “ayam mati dalam lumbung” harus
kita akhiri, sekali dan buat selama-lamanya. Kita memiliki segala syarat yang
diperlukan untuk memecahkan masalah sandang-pangan kita. Barangsiapa
merintangi pemecahan masalah ini, dia harus dihadapkan ke depan mahkamah
rakyat dan sejarah. Alam kita kaya raya, rakyat kita rajin, tetapi selama ini hasil
keringatnya dimakan oleh tuan-tuan tanah, tengkulak-tengkulak, lintah-lintah
darat, tukang-tukang ijon dan setan-setan desa lainnya…sudah cukup usahaku
memberi kesempatan bagi pelaksanaan landreform; batas waktunya malahan
sudah kutunda dan kalau perlu aku bersedia memperpanjangnya dengan satu
tahun lagi…tapi masih macet saja;…hanya dengan mengatasi kemacetankemacetan inilah kita bisa menerapkan azas berdikari dalam ekonomi19”.

Hal ini kembali dikuatkan Soekarno dalam pidato nya yang berjudul
“Nawakarsa” pada 22 Juni 1966:
“Khusus mengenai prinsip berdikari ingin saya tekankan apa yang telah
saya nyatakan dalam pidato 17 Agustus 1965, yaitu pidato Takari, bahwa
berdikari tidak berarti mengurangi, melainkan memperluas kerjasama
internasional, terutama antara semua negara yang baru merdeka. Yang
ditolak berdikari adalah ketergantungan kepada imperialis, bukan kerja
sama yang sama-derajat dan saling menguntungkan. Dan dilama rencana
ekonomi perjuangan yang saya sampaikan bersama ini, maka saudarasaudara dapat membaca bahwa “Berdikari bukan saja tujuan, tetapi yang
tidak kurang pentingnya harus merupakan prinsip dari cara kita mencapai
tujuan itu, prinsip untuk melaksanakan pembangunan dengan tidak
menyandarkan diri kepada bantuan engara atau bangsa lain. Adalah jelas,
bahwa tidak menyandarkan diri tidak berarti bahwa kita tidak mau bekerja
sama berdasarkan sama-derajat dan saling menguntungkan 20”
Prinsip berdikari yang mendasarkan pada kemandirian suatu bangsa dan
menjadikan rakyat sebagai faktor utama penggerak produksinya. Pemerintah dan
rakyat harus mengoptimalkan potensi kekayaan alam Indonesia dengan beragam
kegiatan pemberdayaan. Pada akhirnya diharapkan nilai ekspor akan membesar.

19

Ir. Soekarno. Op. Cit. Hal. 691-692.
Pidato Presiden Soekarno Berjudul “Nawaksara” di Depan Sidang Umum ke-IV pada Tanggal 22 Juni
1966. Hal. 5. diakses di http://tempo.co.id/ang/min/02/05/nawaksara.htm pada tanggal 16 Desember 2015
pukul 01.06 WIB.
20

Universitas Sumatera Utara

Koperasi dan perusahaan negara kemudian diharapkan menjadi motor penggerak
dalam proses ini.
Hubungan kerjasama internasional apabila dilihat melalui prinsip berdikari
dalam bidang ekonomi merupakan hal yang sah-sah saja dilakukan. Penekanan
dalam kerjasama internasional tersebut adalah apabila kerjasama yang tercipta
tidak

merugikan

disatu

pihak,

ataupun

mengakibatkan

suatu

negara

menggantungkan diri kepada pihak imperialis.
Soekarno menilai bahwa negara (bangsa) yang sudah dewasa adalah negara
yang ekonominya tidak tergantung dengan negara lain. Jika sebuah negara secara
ekonomi masih tergantung dengan negara lain, tidak berlebihan apabila dikatakan,
bahwa negara yang bersangkutan adalah negara yang belum dewasa.
“…bahkan ada bangsa-bangsa yang di lapangan politik telah berdaulat, tetapi
ekonominya belum berdikari. Ekonominya masih tergantung sama sekali
daripada bangsa lain. Bagaimana kita bisa menamakan seorang anak yang
katanya sudah dewasa, tetapi ia masih harus selalu disuap makanan oleh orang
tuanya atau selalu harus dibantu oleh orang tuanya dalam urusan ekonomi seharihari? Bagaimana kita bisa mengatakan bahwa anak ini sudah dewasa. Anak ini
sebetulnya belum dewasa, saudara-saudara. Sebab, ia belum bisa stand on it‟s
own feet. Begitu pula ada bangsa yang telah dikatakan berdaulat di bidang politik,
tetapi ia belum berdikari di lapangan ekonmi, dan belum berkepribadian di
lapangan kebudayaan. Segala sesuatu ia punya kebudayaan tidak berdasarkan
atas kepribadian sendiri21”.

Berkepribadian Sendiri di Lapangan Kebudayaan
Gagasan mengenai diperlukannya sebuah kepribadian dalam bidang
kebudayaan menurut Soekarno dilatarbelakangi oleh adanya tiga budaya yang
patut dihilangkan dalam diri bangsa Indonesia, yang pertama budaya kapitalisme,

21

Paharizal, Op.Cit. Hal. 125.

Universitas Sumatera Utara

kedua budaya kolonialisme (belanda), dan ketiga adalah budaya imperialisme.
Selama sisa hidupnya, soekarno menekankan bahwa perlu mengikis eksistensi
budaya feodalisme, serta berusaha membatasi rembesan budaya kolonialisme dan
imperialis.
“…Berkepribadian dalam kebudayaan!...Bukan saja bumi dan air dan udara kita

kaya raya, juga kebudayaan kita kaya raya…juga untuk membangun kebudayaan
baru Indonesia, kita memiliki segala syarat yang diperlukan. Kebudayaan baru itu
harus berkepribadian nasional yang kuat dan harus tegas-tegas mengabdi kepada
rakyat. Dengan menapis yang lama, kita harus menciptakan yang baru. Sikap kita
terhadap kebudayaan lama harus menciptakan yang baru. Sikap kita terhadap
kebudayaan lama maupun asing adalah sikapnya revolusi nasional-demokratis
pula: dari kebudayaan lama itu kita kikis feodalismenya, dari kebudayaan asing
kita punahkan imperialismenya22.”

Dalam amanat yang disampaikan melalui pidato pembukaan ulang tahun
pertama konferensi sastra dan seni revolusioner (KSSR) di istana merdeka,
Jakarta, pada 26 Agustus 1965, Soekarno menandaskan bahwa budaya adalah
bentuk representasi dari kepentingan yang sedang berkuasa pada zamannya. Pada
zaman feodalisme, kebudayaan merupakan representasi dari penguasa feodal,
pada masa imperialisme budaya merupakan representasi dari penguasa imperialis,
dan pada masa kolonial budaya merupakan representasi dari penguasa kolonial 23.
Soekarno menilai karena pada zaman penjajahan belanda, kebudayaan
Indonesia didominasi oleh kebudayaan belanda, maka konsekuensinya adalah
tindak-tanduk rakyat Indonesia “dipaksa” disesuaikan dengan kepentingan
imperialistic belanda. Sementara itu kebudayaan bangsa Indonesia sendiri – asli
Indonesia- dibunuh dan dihambat perkembangannya.

22
23

Ir. Soekarno. Op. Cit. Hal. 692.
Paharizal. Op. Cit. Hal. 145.

Universitas Sumatera Utara

Oleh karena itu jika rakyat Indonesia tidak mendorong kemunculan
kebudayaannya sendiri dan kemudian melestarikannya, maka tidak berlebihan jika
rakyat Indonesia dikatakan tidak berkepribadian, bangsa penjiplak, dan bangsa
tanpa kreativitas. Lebih jauh lagi soekarno menilai bahwa bangsa yang tidak
memiliki kepribadian dalam hal kebudayaan, penjiplak, dan tanpa kreativitas
adalah bangsa yang belum atau tidak merdeka. Hal inilah yang disimpulkan oleh
Soekarno, revolusi baru selesai apabila bangsa Indonesia telah merdeka dalam hal
kebudayaan.
Terkait dengan hal kebudayaan, pandangan Soekarno mengenai kebudayaan
asing adalah dalam ranah toleransi. Soekarno merumuskan bahwa berkepribadian
dalam bidang kebudayaan tidak anti sama sekali dengan kebudayaan asing.
Kebudayaan asing, dalam pandangan soekarno masih bisa diterima atau
ditoleransi dengan syarat kebudayaan yang datang dari asing tersebut tidak
memiliki dampak merusak terhadap kebudayaan asli Indonesia. Intinya, soekarno
mengharapkan antara budaya asing dan lokal bisa saling menghormati dan
menguatkan kebmandirian dan kepribadian antara satu sama lain.
Intisari Trisakti sebagai sebuah gagasan yang dituangkan kedalam 3 aspek
yaitu politik, ekonomi dan kebudayaan dapat disimpulkan sebagai berikut24:
a) Berdaulat dalam bidang politik
Pertama, mengelola pemerintahan tanpa adanya intervensi dari luar negara;

adanya intervensi asing memang rawan terjadi dalam menjalankan roda
24

Peter Kasenda, Trisakti Soekarno . (Makalah dipresentasikan dalam Diskusi Kelompok Kerja Kedaulatan
Politik – Temu Kader dan Tokoh Nasional Pemuda Demokrasi Indonesia, Jakarta, 2014). Hal. 11-12.

Universitas Sumatera Utara

pemerintahan. Seingkali muncul komprador-komprador yang turut campur
mengarahkan agenda negara sesuai dengan kepentingan asing
Visioner Soekarno mengenai adanya intervensionisme maupun relasi tidak
seimbang tersebut justru terjadi dalam konstelasi global. Indikasinya adalah
munculnya para jackal sebagai bentuk komprador-komprador asing yang bekerja
atas nama kapitalis Barat di dunia ketiga. Hal itulah yang kemudian menciptakan
adanya relasi patrimonialisme global yang kini sudah berkembang menjadi
tatanan dunia dimana negara maju senantiasa mengarahkan kebijakan negara
berkembang. Relasi antar negara kemudian menjadi tidak seimbang, manakala
terjadi pemaksaan kepentingan nasional terhadap kepentingan nasional suatu
negara lainnya.
Kedua, menjalin kerjasama dengan negara lain dalam tataran yang seimbang

dan menguntungkan kedua belah pihak. Ditemukannya relasi tidak seimbang dan
justru mengarah pada parasitisme. Hal ini biasanya terjadi dalam relasi kasus
antara negara dunia pertama dengan negara dunia ketiga dimana selalu saja terjadi
pola dominasi maupun subordinasi antar keduanya.
b) Berdikari secara ekonomi
Hal ini diwujudkan dengan menetapkan ekonomi terpimpin sebagai sistem
ekonomi yang berlaku di Indonesia agar dapat memperkuat peran negara dalam
perekonomian. Pemilihan sistem ekonomi terpimpin ini tidak terlepas dari
posisinya yang berlawanan terhadap sistem ekonomi pasar atau kapitalisme.

Universitas Sumatera Utara

Dalam sistem ekonomi terpimpin, perencanaan pembangunan merupakan bagian
dari strategi dan kebijakan ekonomi. Dasar ekonomi terpimpin adalah untuk
menyalurkan dan mengembangkan potensi rakyat. Karena itu, sektor yang harus
dijadikan fokus utama adalah pertanian, perkebunan, dan pertambangan.
c) Berkepribadian dalam budaya
Penekanan terhadap revolusi mental yang hendak diubah dan dirombak.
Mentalitas inlander inilah yang perlu untuk dilakukan pencerahan atau dalam
bahasa Soekarno sendiri „mengarahkan kepada bentuk penemuan jati diri
kembali‟. Jika dikaitkan dengan prinsip berdaulat dalam bidang politik, hal ini
merupakan usaha untuk membentuk karakter bangsa yang disimbolkan dalam
bentuk penghapusan mental terjajah atau inferior yang selama ini melekat dalam
pembentukan manusia Hindia Belanda dalam skema kolonialisme Belanda.
1.6.2

Nawacita
Penelitian mengenai Nawacita merupakan suatu hal yang baru di Indonesia,

hal ini tidak terlepas dari baru di implementasikannya Nawacita pada bulan
Oktober 2014 silam, bersamaan dengan dilantiknya pemerintahan Jokowi-JK.
Sehingga tidak terdapat penelitian terdahulu yang dapat dijadikan rujukan
mengenai Nawacita.
Nawacita secara etimologis terdiri dari dua padanan kata, yakni kata Nawa
yang dalam bahasa sansekerta berarti Sembilan (9) dan cita yang berarti harapan.
Nawacita dalam konteks perpolitikan di Indonesia merupakan sebuah 9 program
prioritas yang digagas oleh Jokowi-JK dalam pemerintahan saat ini.

Universitas Sumatera Utara

Nawacita sebagai program prioritas didasarkan pada visi dan misi JokowiJK pada pilpres 2014 lalu. Jokowi-JK dalam visi-misi nya menyimpulkan terdapat
tiga problem pokok yang sedang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Hal ini
kemudian dinilai berimbas kepada pembangunan Indonesia kedepannya. Adapun
3 permasalahan pokok yang melatar belakangi Nawacita adalah sebagai berikut 25:
1.

Merosotnya kewibawaan negara, hal ini dilihat dari kondisi dimana negara
tidak mampu memberikan perlindungan atau rasa aman terhadap segenap
warga negara. Kondisi ini diperparah dengan munculnya krisis
kepercayaan, yakni ketika masyarakat semakin tidak percaya kepada
institusi public, dan pemimpin tidak memiliki kredibilitas yang cukup
untuk menjadi teladan dalam menjawab harapan masyarakat. Harapan
untuk menegakkan wibawa negara semakin pudar ketika negara mengikat
diri pada sejumlah perjanjian internasional yang mencederai karakter dan
makna kedaulatan, yang lebih menguntungkan bagi perseorangan maupun
perusahaan multinasional ketimbang bagi kepentingan nasional.

2.

Kelemahan sendi perekonomian bangsa, hal ini dilihat dari belum
terselesaikannya persoalan kemiskinan, kesenjangan sosial, kerusakan
lingkungan hidup akibat eksploitasi sumber daya alam secara berlebihan,
dan ketergantungan dalam hal energi, keuangan dan pangan. Terkhusus
permasalahan keuangan, kelemahan dalam sendi perekonomian dapat
dilihat dari bagaimana sikap pemrintahan yang kurang tanggap dalam

25

Visi misi dan Program Aksi Jokowi-Jusuf Kalla 2014. 2014. Jalan Perubahan Untuk Indonesia yang
Berdaulat, Mandiri dan Berkepribadian. Hal. 1 dan 2.

Universitas Sumatera Utara

menghadapi krisis sumber daya energi dan juga ketergantungan terhadap
hutang luar negeri serta penyediaan pangan yang berorientasi pada
tindakan impor.
3.

Intoleransi dan krisis kepribadian bangsa, cepatnya perkembangan dan
kemajuan teknologi informasi yang melahirkan “dunia tanpa batas”
(borderless state) membawa dampak negative yakni kejut budaya (culture
shock) dan ketunggalan identitas global di kalangan generasi muda

Indonesia. Hal ini menempatkan rakyat Indonesia pada dua arus besar
kebudayaan, disatu sisi globalisasi mendorong manusia kearah kekuatan
pasar yang menempatkan manusia semata-mata sebagai sebuah komoditas,
sementara disatu sisi muncul arus kebudayaan yang menekankan
penguatan identitas primordial ditengah ancaman globalisasi.
Nawacita kemudian merincikan formulasi untuk menangani hal tersebut
kedalam sub agenda lain yang terdiri dari 12 agenda strategis dalam bidang
politik, 16 agenda strategis dalam menuju Indonesia yang berdikari, dan 3 agenda
strategis untuk Indonesia yang berkepribadian dalam kebudayaan. Ke 31 agenda
strategis tersebut di peras ke dalam 9 agenda prioritas yang menjadi fokus utama,
hal inilah yang disebut dengan Nawacita.
Perincian kedalam 9 agenda prioritas dibuat guna memudahkan perjuangan
mencapai tujuan nasional bangsa Indonesia yakni “melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

Universitas Sumatera Utara

mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”.
Pancasila 1 Juni 1945 dan Trisakti memiliki peran sentral dalam perumusan
Nawacita, hal ini dilihat dengan diletakkannya Pancasila dan Trisakti sebagai
sebuah jalan ideologis. Pancasila 1 juni 1945 meletakkan dasar dan sekaligus
memberikan arah dalam membangun jiwa bangsa untuk menegakkan kembali
kedaulatan, martabat dan kebanggaan negara, menggelorakan kembali harapan di
tengah krisis sosial yang mendalam, menemukan jalan bagi masa depan bagsa dan
meneguhkan kembali jiwa gotong royong26.
Trisakti memberikan pemahaman mengenai dasar untuk memulihkan harga
diri bangsa dalam pergaulan antar-bangsa yang sederajat dan bermartabat, yakni
berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan
berkepribadian dalam kebudayaan. Jalan Trisakti menjadi basis dalam
pembangunan karakter kebangsaan dan landasan kebijakan nasional masa depan.
Nawacita diharapkan menjadi sebuah solusi atas kondisi perpolitikan,
ekonomi dan sosial budaya di Indonesia. Adapun isi dari Nawacita pemerintahan
Jokowi-JK adalah sebagai berikut:
a) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seluruh warga negara. Poin ini memberi
fokus pada bagaimana peran Indonesia dalam kerjasama global dan

26

Ibid. Hal. 3.

Universitas Sumatera Utara

regional, dalam rangka mengatasi masalah-masalah global yang
mengancam umat manusia.
b) Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola
pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya. Poin ini
merupakan wujud upaya pemerintahan Jokowi-JK untuk memberikan
prioritas dalam hal pemulihan kepercayaan public pada institusiinstitusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui
reformasi sistem kepartaian, pemilu dan lembaga perwakilan.
c) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah
daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Hal ini adalah
bentuk dari dimulainya kebijakan desentralisasi asimetris, yang
dimaksudkan untuk melindungi kepentingan nasional Indonesia di
kawasan-kawasan perbatasan, memperkuat daya saing Indonesia
secara global, dan untuk membantu daerah-daerah yang kapasitas
berpemerintahan belum cukup memadai dalam memberikan pelayanan
publik.
d) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
e) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia, hal ini diwujudkan
melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan
program “Indonesia Pintar”, “Indonesia Sehat” dalam layanan

Universitas Sumatera Utara

kesehatan masyarakat, dan “Indonesia Sejahtera” untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat.
f) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar
internasio