Etika Bisnis di Bidang Produksi dan Pema

Etika di Bidang Produksi dan Pemasaran (Production and Marketing
Ethics). Hubungan yang dilakukan perusahaan dengan para pelanggannya
dapat menimbulkan berbagai permasalahan etika di bidang produksi dan
pemasaran. Untuk melindungi konsumen dari perlakuan yang tidak etis yang
mungkin dilakukan oleh perusahaan, pemerintah Indonesia telah
memberlakukan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Undang-undang ini dijelaskan berbagai perbuatan yang dilarang
dilakukan oleh pelaku usaha. Antara lain, pelaku usaha dilarang memproduksi
dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyarakatkan dan
ketentuan peraturan perundang-undangan
b. tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam
hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
c. tidak sesuai dengn ukuran, takaran, timbangan, dan jumlah hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan, atau kemanjuran
sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket, atau keterangan barang dan/atau
jasa tersebut




Etika manajer berdasarkan fungsi produksi.

Fungsi produksi adalah semua kegiataan operasional perusahaan yang berkaitan dengan
mengasilkan barang atau jasa yang akan dipasarkan oleh perusahaan. Berkaitan dengan kegiatan
produksi tersebut maka perusahaan harus melaksanakan etika manajer sebagai berikut:
1.
Menghasilkan barang dengan kualitas bahan baku yang standar dan hasil produksi dengan
kualitas yang standar yang menjamin tidak membahayakan kehidupan masyarakat.
2.
Manajer harus memberikan perlindungan kepada semua personalia yang bekerja
menghasilkan barang dan jasa.
3.
Di dalam menghasilkan barang dan jasa menggunakan peralatan atau mesin-mesin yang
menjamin keselamatan pekerja.
4.
Produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan bukan tiruan atau plagiat dari hasil produksi
perusahaan lain yang dilakukan dengan cara yang tidak syah.
5.
Di dalam menghasilkan barang dan jasa harus tepat kualitas, tepat harga dan waktu
penyerahan kepada masyarakat sesuai dengan kesepakatan.



Etika manajer berdasarkan fungsi pemasaran.

Fungsi pemarasan adalah fungsi perusahaan yang berhubungan dengan usaha untuk menyampaikan
barang sehingga pemakai barang mendapatkan kepuasan dan disisi lain perusahaan mendapatkan
laba atau keuntungan. Untuk melaksanakan fungsi tersebut manajer harus melaksanakan etika
manajer sebagai berikut:
1.

Memberikan informasi barang kepada pemakai atau konsumen dengan sebenarnya.

2.
Promosi termasuk iklan yang dikeluarkan tidak menyinggung nilai moral masyarakat dan tidak
bersifat berdusta.
3.

Menyerahkan barang sesuai dengan kesepakatan dengan pembeli.

4.


Menerima komplin atau pengembalian atas barang yang rusak atau cacat dari pembeli.

5.

Memberikan pelayanan purna jual seperti yang dijanjikan perusahaan.

BAB III
ETIKA PRODUKSI DAN PEMASARAN
1.1 Pendahuluan
Ketika para pebisnis membicarakan mengenai etika bisnis, maka
maknanya adalah:
(1) Penghindaran terhadap pelanggaran hukum kriminal dalam aktivitas kerja
seseorang;
(2) Tindakan penghindaran
terhadap perlawanan hukum sipil yangdilakukan
perusahaan;
(3) Penghindaran terhadap penciptaan imej buruk perusahaan.
Bisnis biasanya memperhatikan tiga hal tersebut jika sudah
mengalami kerugian dan reputasi perusahaan mulai menurun. Munculnya kasuskasus yang melahirkan problematik etika bisnis bisa beragam sifatnya,

seperti adanya kepentingan pribadi yang berlawanan dengan kepentingan orang
lain, hadirnya
tekanan
persaingan
dalam
meraih
keuntungan
yang
melahirkan konflik perusahaan dengan pesaingnya, munculnya pertentangan
antara tujuan perusahaan dengan nilai-nilai pribadi yang melahirkan pertentangan
antara kepentingan atasan dan bawahannya.
Terdapat 3 hal penting yang harus dimiliki oleh perusahaan dalamberbisnis:
(1) Transparansi
Masyarakat ingin mengetahui tentang operasi perusahaan. Posisi etis
dari perusahaan harus jelas bagi para pembeli agar mereka dapat menilai. Hal
ini biasanya bisa dilakukan pada perusahaan yang sudah menjadi
perusahaan publik.
(2) Kejujuran
Ketidakjujuran adalah aspek kritis terbesar dalam etika bisnis. Pemberian label
yang salah atau tidak lengkap, harga yang membingungkan dapat merugikan

konsumen. Kejujuran ini juga meliputi perilaku perusahaan, staf dan personil lainnya
yang berkaitan dengannya.
(3) Kerendahan Hati
Perusahaan harus mencegah untuk menggunakan kekuatan atau uangnya untuk
mengamankan posisinya.
Di Indonesia sendiri hak konsumen dilindungi oleh Undang-Undang
Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999. Pasal 2 UUPK yang menyebutkan
bahwa perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan dan keselamatan konsumen serta kepastian hukum.
Sedangkan Hak konsumen menurut pasal 4 UUPK, adalah sebagaiberikut:
(1) Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkon-sumsi
barang dan/atau jasa;
(2) Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau
jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
(3) Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan/atau jasa;
(4) Hak untuk didengar pendapat atau keluhannya atas barang danjasa yang dia
gunakan;

(5) Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyel saian

sengketa perlindungan konsumen secara patut.
(6) Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen;
(7) Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
(8) Hak
untuk
mendapatkan
kompensasi,
ganti
rugi
dan/atau
penggam apabila barang dan/atau
jasa
yang
diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
(9) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya;
Namun demikian konsumen juga mempunyai kewajiban, sebagaiberikut
(pasal 5):
(1) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemak; atau
pemanfaatan barang dan /atau jasa demi keamanan dan lamatan.

(2) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan;jasa;
(3) Membayar dengan nilai tukar yang disepakati;
(4) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara
patut;
Sedangkan pasal-pasal yang berkaitan dengan pelaku usaha adalah:
a. Pasal 7, Kewajiban Pelaku Usaha
Kewajiban pelaku usaha diantaranya adalah:
(1) Memberikan
informasi
yang
jelas,
benar
dan
jujur
mengenai
komdan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelas penggunaan
perbaikan dan pemeliharaan.
(2) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
(3) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/ata diperdagangkan

berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
(4) Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai perjanjian.
b. Pasal 13, Ayat l:
Pelaku
usaha
dilarang
menawarkan,
mempromosikan
atau
mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan cara menjanjikan pemberian
hadiah berupa barang dan atau jasa lain secara cuma-cuma dengan maksud
tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikan-nya.
c. Pasal 14
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk
diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
(1) Tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
(2) Mengumumkan hasilnya tidak melalui media masa;
(3) Memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
(4) Mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan;

d. Pasal 18, Ayat 2:
Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausa baku yang Ietak
atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca jelas, atau pengung-kapannya
sulit dimengerti.
Terdapat 3 (tiga) Teori Dasar dalam pendekatan etis dan yuridis yang
berkaitan dengan hubungan antara konsumen dan produsen, yaitu:

(1) Teori Kontrak
Menurut teori ini hubungan antara konsumen dan produsen sebaiknya dilihat
sebagai semacam kontrak dan kewajiban produsen terhadap konsumen yang
didasarkan pada kontrak tersebut. Kewajiban produsen adalah memberikan produk
yang mempunyai kualitas sesuai dengan yang dijanjikan dalam promosinya,
sedangkan kewajiban
konsumen
adalah
membayar
sejumlah
uang
pada perusahaan
untuk

produk
tersebut
dengan
prinsip
berhati-hati
dalam mempunyai kewajiban dasar untuk mematuhi isi dari perjanjian penjualan
dan kewajiban sekunder untuk memahami sifat produk, menghindari misrepresentasi
dan menghindari penggunaan paksaan.
(2) Teori Perhatian Semestinya
Teori ini menekankan bahwa faktor yang sangat diperbatikan adalahkepentingan
konsumen untuk mendapatkan produk yang berkualitas adalah menjadi tanggung
jawab produsen. Norma dasar yang melandasi pandangan ini adalah bahwa
seseorang tidak boleh merugikan orang lain dengan kegiatannya.
(3) Teori BiayaSosial
Teori ini berkaitan dengan inovasi dari desain produk, dalam hal iniprodusen
mempunyai tanggungjawab atas semua kekurangan produk dan setiap kerugian
yang dialami konsumen dalam memakaiproduknya.
1.2 Etika Produksi
Produksi berarti diciptakannya manfaat, produksi tidak diartikan
sebagai menciptakan secara fisik sesuatu yang tidak ada, karena tidak seorang

pun dapat menciptakan benda. Kegiatan produksi mempunyai fungsi menciptakan
barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat pada waktu, harga dan
jumlah yang tepat.
Dalam proses produksi biasanya perusahaan menekankan agar produk yang
dihasilkannya mengeluarkan biaya yang termurah, melalui peng-kombinasian
penggunaan sumber-sumber daya yang dibutuhkan, tentu saja tanpa mengabaikan
proses inovasi serta kreasi. Secara praktis, ini memerlukan perubahan dalam
cara membangun. Yakni dari cara produksi konvensional menjaai cara produksi
dengan menggunakan sumber daya alam semakin sedikit, membakar energi
semakin rendah, menggunakan ruang-tempat lebih kecil, membuang limbah dan
sampah lebih sedikit dengan hasil produk yang setelah dikonsumsi masih bisa
didaur ulang.
Pola produksi ini dilaksanakan dalam ruang lingkup dunia usaha
yang merangsang diterapkannya secara lebih meluas ISO-9000 dan ISO-14000.
ISO-9000 bertujuan untuk peningkatan kualitas produksi. Sedangkan ISO14000 bertujuan untuk peningkatan pola produksi berwawasan ling-kungan,
membangun pabrik atau perusahaan hijau(green company) dengan sasaran
"keselamatan kerja, kesehatan, dan lingkungan" yang maksimal dan pola produksi
dengan "limbah-nol" (zero waste), mendorong penjualan dengan pengepakan
barang secara minimal dan bisa dikembalikan untuk didaur-ulang kepada penjual,
merangsang perusahaan asuransi mengem-bangkan "risiko lingkungan" dan
mendorong Bursa Jakarta mengembangkan semacam "Dow Jones Sustainable
Development Index".

Langkah-langkah tersebut memerlukan ditegakkannya kode etika"tanggung
jawab dan akuntabilitas korporasi" (corporate responsibility and accountability) yang
diawasi ketat oleh asosiasi-asosiasi perusahaan danmasyarakat umum. Kualitas
produk pun bisa dikorbankan demi pemangkasan biaya produksi.
Hukum harus menjadi langkah pencegahan (precautionary measures)yang ketat
bagi perilaku ekonomi. Perilaku ekonomi yang membahayakankeselamatan publik
harus diganjar seberat-beratnya. Ini bukan sekadarlabelisasi "aman" atau "tidak
aman" pada barang konsumsi. Karena, itu amat rentan terhadap kolusi. Banyak
pengusaha rela membayar miliaran rupiah bagi segala bentuk labelisasi.
Seharusnya pengusaha membayar miliaran rupiah atas perbuatannya yang
membahayakan keselamatan publik. Hukum harus menjadi pencegah dan bukan
pemicu perilaku ekonomi tak etis.
Sebagai contoh kasus di luar negeri yang terjadi pada biskuit Arnotts di
Australia. Pada suatu saat perusahaan ditelpon oleh seseorang yang hendak
memeras perusahaan tersebut bahwa salah satu kemasan produknya berisi biskuit
yang beracun tidak diketahui kecuali oleh si pemeras tersebut. Perusahaan
dihadapkan pada dua pilihan yaitu membayar orang yang memeras tersebut
untuk menunjukkan produk mana yang beracun, atau menarik seluruh peredaran
biskuit tersebut.
Namun perusahaan lebih memilih untuk menanggung kerugian yangbesar
dengan menarik seluruh produk-produknya dan memusnahkannya.Ternyata itu
menanamkan kepercayaan konsumen kepada perusahaan,walaupun pada saat itu
perusahaan menanggung kerugian yang cukup besar, namun ternyata enam bulan
kemudian pendapatan perusahaan naik tiga kali lipat.
Contoh kasus yang ada di Indonesia terjadi pada kasus Ajinomoto,dimana
saat dinyatakan oleh MUI bahwa produknya tidak halal, Ajinomotomenarik semua
produknya, dan perusahaan pun menanggung banyakkerugian.
Namun dengan mengindahkan himbauan dari MUI dan denganmelakukan
pendekatan dengan para ulama, kinerja keuangan yang semulamenurun tajam lama
kelamaan naik. Juga kasus obat anti nyamuk HIT,dimana PT Megahsari Makmur
ketahuan memakai bahan pestisida yang bisa menyebabkan kanker pada manusia
di dalam produk barunya, walau zat tersebut sudah dilarang penggunaannya sejak
tahun 2004 lalu.
Atau produsen makanan terutama untuk makanan anak-anak, mereka
kebanyakan menggunakan pemanis buatan untuk menekan ongkos produksinya,
namun dalam kemasannya mereka tidak mencantumkan batas penggunaan
maksimal yang dapat dikonsumsi, mengingat efek yang ditimbulkannya sangat
berbahaya karena dapat menimbulkan penyakit kanker dan keterbelakangan
mental.
Untuk produk kosmetik juga dengan maraknya penggunaan bahanmercury
dengan khasiat untuk memutihkan kulit dalam jangka waktu yangtidak terlalu lama,
namun efek yang ditimbulkannya malah sangatberbahaya.
3.3 Etika Pemasaran
Pemasaran adalah kegiatan menciptakan, mempromosikan dan menyampaikan barang atau jasa ke para konsumennya (Philip Kotler, 2003). Pemasaran

berupaya untuk menciotakan nilai yano lebih dari pandangan konsumen
atau pelanggan terhadap suatu produk perusahaan dibandingkan dengan harganya serta
menampilkan nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan produk pesaingnya.
Pemasaran merupakan salah satu fungsi utama dalam menentukanbisnis
perusahaan. Tenaga pemasar merupakan sarana penghubung utama perusahaan
dengan konsumen, atau dengan kata lain tenaga pemasar adalah ujung tombak
bisnis perusahaan, karena merekalah yang memotivasi para konsumen untuk
mernbeli produk perusahaan atau bertransaksi dengan perusahaan.
Pemasaran antara produk dan jasa juga sangat berbeda. Biasanya untuk
produk manufaktur diperbolehkan untuk diiklankan di media baik massa maupun
elektronik.
Sernentara untuk jasa secara etis dan moral tidak diperbolehkan
untuk diiklankan atau diungkapkan secara terbuka kepada khalayak
umurn. Apalagi untuk anggota profesi biasanya sudah ada kode etik tersendiri
yang harus dipatuhi dan dijunjung tinggi, sebagai contohnya Akuntan
dan Pengacara.
Era globalisasi memberikan pengaruh yang cukup besar terhadappemasaran
dan tentunya hal ini menimbulkan tantangan baru bagi profesipemasar saat ini,
dimana tentunya mereka dituntut untuk dapat memahami peluang untuk mendapat
terobosan baru.
Terdapat beberapa tantangan bagi profesi pemasaran pada abad 21 ini yaitu:
1) Tantangan Visi
Dimana tanggungjawab untuk melihat masa depan menjadi beban yang berat bagi
para eksekutif pemasaran, dimana pemasar harus mempunyai kebe-ranian untuk
mendobrak kemapanan dan kreativitas dalam menentukan strategi pemasaran.
2) Tantangan pada Power Marketing
Konsep ini merujuk pada konsep memanusiakan pelanggan, dimana ekspek-tasi
pelanggan semaktn tinggi, hal ini menyebabkan perusahaan perlu meningkatkan
kepedulian pada pelanggan melalui langkah-langkah inovasi di segala bidang.
3) Tantangan pada Transferable Marketing
Perusahaan menyusun pola pemasaran yang dapat dimanfaatkan pada beberapa
lokasi dengan derajat universalitas yang ditingkatkan.
4) Tantangan pada Manajemen Merk
Perusahaan perlu menumbuhkan adanya iklim kerja yang diwarnai
dengan kebanggaan merek mengingat banyaknya jumlah merek yang beredar
di pasaran.
Pemasaran
di
lmgkungan
yang
mengglobal
pun
perlu
mengadaptasi dengan budaya di negara yang bersangkutan, misalnya saja iklan
Coca Cola di bulan Suci Ramadhan.
Walaupun produk Coca Cola bukan berasal dari negara muslim,namun
pemasaran produk tersebut disesuaikan dengan negara yang menjadi sasarannya.
Dunia usaha sekarang ini menghadapi lingkungan yang dinamis dan bergejolak,
dimana biasanya para konsumen menuntut untuk mendapatkan produk/jasa dengan
kualitas yang tinggi, namun dengan biaya yang rendah.Karena bagi perusahaan
konsumen adalah raja. Pada penelitian yang dilaku-kan oleh Elizabeth H. Greyer and
William T. Ross Jr. ditemukan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi
konsumen dalam mengambil keputusan untuk membeli:

(1)

(3)
(4)

(1)

(2)
(3)

(1)
(2)

(3)

(4)

Keetisan dari perilaku perusahaan adalah pertimbangan yang penting selama
pengambilan keputusan untuk membeli barang.
(2) Diharapkan suatu perilaku perusahaan yang etis.
Mereka akan memberi hadiah perilaku etis dalam bentuk harga yang
lebih tinggi bagi produk perusahaan tersebut.
Meskipun mereka mungkin membeli dari perusahaan yang tidak etis,mereka ingin
untuk membayar dengan harga yang lebih rendah bagi perusahaan yang berlaku
tidak etis.
Terdapat 3 (tiga) tanggungjawab moral perusahaan dalam memasarkan
produknya yaitu:
Kualitas produk, tentu saja perusahaan wajib menyediakan produk sesuai
dengan yang dijanjikannya baik melalui kontrak ataupun melalui iklan yang
ditawarkannya.
Harga, perusahaan menetapkan harga dengan selayaknya, sesuai dengan kualitas.
Pemberian label serta pengemasan, hal ini dilakukan selayaknya olehperusahaan
agar konsumen mengetahui informasi yang Iengkapmengenai produk yang
bersangkutan, agar konsumen tidak dirugikan karena kandungan yang terdapat
dalam produk tersebut
Dalam pemasaran dan penjualan, yang harus kita perhatikan adalah:
Dimana perbandingan diijinkan oleh undang-undang, bandingkan secara jujur
produk, layanan atau karyawan kita dengan kompetitor;
Membuat semua estimasi harga dan rencana tanggal pengiriman secara jelas dan
padat, yang mana tergantung dari variasi pengiriman pemasok dan permintaan
pelanggan;
Tidak pernah memberikan atau menerima pembayaran atau hadiah yangtidak
semestinya kepada atau dari seseorang yang berhubungan dengan penjualan atau
pembelian dari produk atau layanan, biarpun untuk kesempatan bisnis di hari
depan; dan
Waspada pada kemungkinan ancaman hukum atas produk, dan bila diperlukan,
memperingatkan pelanggan kita untuk bahaya-bahaya yang berhubungan dengan
produk kita yang terjual.
Etika pemasaran disini merupakan studi mengenai aspek-aspek moral dari
kegiatan pemasaran, dalam kegiatan ini dinilai dengan pedoman apakah perbuatan
yang dilakukan tersebut adalah sesuai dengan asas-asas meng-hormati manusia,
dan adil atau tidak.
Seringkali para pemasar menghadapi dilema etik, suatu keadaandimana
seseorang harus memaksa memutuskan sesuatu tindakan, yangmeskipun akan
memberikan keuntungan baik bagi pribadi maupun organi-sasi, namun keputusan
yang diambil itu dianggap tidak etis.
Perusahaan dalam memasarkan produknya hendaknya taat pada perjanjian
kontrak dan perundangan yang berlaku. Perusahaan perlu menyadari bahwa mereka
tergantung pada konsumen. Pelanggaran etika bukan hanya terjadi pada tahap
proses produksi tapi juga terjadi pada tahap pemasaran.
Contoh utama terlihat pada susu formula untuk bayi. Studi yangdilakukan
YLKI selama lima tahun terakhir menunjukkan, berbagai caraditempuh produsen
untuk memasarkan produknya meskipun dengan carayang kurang etis, atau cara

yang telah melanggar Kode Etik' pemasaran Susu Formula yang telah ditetapkan
Kode Etik Internasional.
Salah satu caranya adalah dengan melalui saran dari para medis.Terbukti
dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 40% ibu rumah tanggamenjawab bahwa
pemakaian susu formula tersebut adalah merupakan saran dari tenaga medis (Indah
Suksmaningsih, 2001).
Ada tiga faktor yang mempengaruhi manajer pemasaran untukmelakukan
tindakan tidak etis (Schermerhorn, 1999), yaitu:
(1) Manajer sebagai pribadi. Manajer secara pribadi ingin memaksimalkan keuntungan
bagi dirinya sendiri, faktor lain yang mendorong manajer melakukan perilaku tidak
etis yaitu agama dan tingkat pendidikan.
(2) Organisasi. Adanya aturan tertulis serta kebijakan resmi dari topmanajemen akan
mempengaruhi tindakan etis para manajer, sehingga kadangkala mereka
mengabaikan prinsip-prinsip pribadi mereka untuk kepentingan organisasi.
(3) Lingkungan
Salah satu bentuk pemasaran yaitu melalui iklan. Iklan dikenal sebagaimotor
penggerak ekonomi dalam dunia industri. Perusahaan membuat iklan dengan tujuan
untuk meningkatkan profit dan keeksisan di pasar, untuk merebut pengaruh dan
perhatian konsumen.
Perusahaan akan berlomba-lomba menanamkan image produknyadengan
kuat kepada konsumen melalui iklan yang ditayangkan. Fenomena yang terjadi di
Indonesia juga banyak iklan yang dibuat semenarik mungkin dengan mengabaikan
tata krama dan tata cara periklanan di Indonesia, yang tentunya melanggar juga etika
dan moral.
Tentunya hal ini merupakan tantangan bagi dunia periklanan khusus-nya dan
pada perusahaan pada umumnya untuk menciptakan iklan yangdapat diterima
semua kalangan tanpa dianggap membodohi masyarakat,karena faktanyapun
banyak iklan di Indonesia melebih-lebihkan, menyesat-kan, saling menjelekkan
dengan produk pesaing atau bahkan denganmenggunakan keindahan tubuh
seorang wanita.
Sebenarnya dalam dunia periklanan sudah ada peraturan yangmengatur
tata cara dalam periklanan yang diantaranya tertuang dalam Tata Krama dan Tata
Cara Periklanan Indonesia serta SK Menkes Nomor 368.
Hal yang sangat berkakan dengan etika dalam dunia periklanandintaranya
adalah:
(1) Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia
Bab II A Ayat 1 yang berbunyi:" Iklan harus jujur, bertanggungjawab dan tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku."
Bab II B No. 1 Ayat a yang berbunyi: "Iklan tidak boleh menyesatkan,antara lain
dengan memberikan keterangan yang tidak benar, mengelabui dan memberikan
janji yang berlebihan."
Bab II B No. 3 Ayat 3 a yang berbunyi: "Iklan tidak boleh menggunakan kata
"ter", "paling", "nomor satu" dan atau sejenisnya tanpa menjelaskan dalam hal apa
keungulannya itu dan harus dapat membuktikan sumber-sumber otentik pernyataan
tersebut."

Bab II B No. 3 Ayat b yang berbunyi: "Iklan harus dijiwai oleh asas persaingan
yang sehat. Perbandingan tidak langsung harus didasarkan pada kriteria yang tidak
menyesatkan konsumen."
Bab II B No. 3 Ayat c yang berbunyi: "Iklan tidak boleh secara langsung ataupun
tidak langsung merendahkan produk-produk lain."
Bab II C No. 2 yang berbunyi: "Dokter, ahli farmasi, tenaga medisdan
paramedis lain atau atribut-atribut profesinya tidak boleh digunakanuntuk
mengiklankan produk obat-obatan, alat kesehatan maupun kosmetika."
Bab II C no. 10 ayat g yang berbunyi: "Iklan tidak boleh memani-pulasi rasa
takut seseorang terhadap suatu penyakit karena tidakmenggunakan obat yang
diiklankan."
(2). Pedoman Periklanan Obat Bebas
Bagian A No. 8 yang berbunyi: "Iklan tidak boleh dimuat dengan ilustrasi
peragaan maupun kata-kata yang berlebihan sehingga dapat menyesatkan
konsumen".
Bagian A No. 9 yang berbunyi: Iklan obat tidak boleh diperankan oleh tenaga
profesi kesehatan atau aktor yang berperan sebagai profesikesehatan dan atau
menggunakan "setting" yang beratribut profesi kesehatan dan laboratorium".
Bagian B No. 103 yang berbunyi: "Iklan obat harus meivantumkanspot
peringatan perhatian seperti pada ketentuan umum".
Bagian No. 8 yang berbunyi: "Iklan obat tidak boleh ditujukan untukkhaiayak
anak-anak atau menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisi orang dewasa atau
memakai narasi suara anak-anak yang menganjurkan penggunaan obat. Iklan tidak
boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan obat diambil oleh anak-anak.
(3) Undang-Undang Perlindungan Konsumen No. 8 tahun 1999
Pasal 17 ayat a yang berbunyi;"Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi
iklan yang mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan
dan harga barang dan atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang
dan atau jasa.
Dari ketentuan yang telah dipaparkan di atas, ternyata banyak
sekalipelanggaran etika yang telah dilakukan oleh para pengusaha periklanan
dan perusahaan. Bentuk pelanggarannya kebanyakan iklan yang ditayangkan
di televisi untuk sebagian produk susu dan minuman penyegar telah bn, juga untuk
iklan motor yang dengan sengaja maupun tidak menjelekkan produk pesaing baik
secara langsung maupun tidak langsung.
Dampaknya pun ada beberapa iklan yang kemudian ditarik daripenayangannya
karena dianggap kurang beretika. Yang tak kalah pentingnya adalah perlunya kontrol
dalam dunia periklanan yaitu kontrol dari peme-rintah, kontrol para pengiklan itu
sendiri (self regulation), dan yang tak kalah pentingnya adalah kontrol dari
masyarakat.

3.4 Multimedia Business Ethics

Salah satu cara pemasaran yang efektif adalah melalui multimedia.
Kita menyadari
bahwa
bisnis
multimedia
berperan
penting
dalam
menyebarkan informasi, karena multimedia is the using of media variety to fulfill
communications goals. Elemen dari multimedia terdiri dari teks, graph,
audio, video, and animation. Bicara mengenai bisnis multimedia, tidak bisa
lepas dari stasiun TV, koran, majalah, buku, radio, internet provider,
event organizer, advertising agency, dll. Multimedia memegang peranan penting
dalam penyebaran informasi produk salah satunya dapat terlihat dari iklan-iklan yang
menjual satu kebiasaan/produk yang nantinya akan menjadi satu kebiasaan populer.
Sebagai saluran komunikasi, media berperan efektif sebagai pembentuk sirat
konsumerisme.
Etika berbisnis dalam multimedia didasarkan pada pertimbangan:
(1) Akuntabilitas perusahaan, di dalamnya termasuk corporate governance,kebijakan
keputusan, manajemen keuangan, produk dan pemasaranserta kode etik.
(2) Tanggung
jawab
sosial,
yang
merujuk
pada
peranan
bisnis
dalamlingkungannya, pemerintah lokal dan nasional, dan kondisi bagipekerj
a.
(3) Hak dan kepentingan stakeholder, yang ditujukan pada mereka yangmemiliki andil
dalam perusahaan, termasuk pemegang saham,owners, para eksekutif, pelanggan,
supplier dan pesaing.
Contoh terakhir yang terjadi pada fenomena acara yang ditayangkanoleh salah
satu stasiun TV kita yaitu "Smack Down" yang membuat kitaterpana sejenak,
ternyata bisnis ini kurang mempertimbangkan etika. Atasnama nilai komersial,
walaupun katanya dengan maksud memuaskan selera konsumennya, pihak televisi
mengabaikan dampak negatif yang akan terjadi di masyarakat, terutama pada anakanak.
Acara tersebut menayangkan aksi kekerasan yang mengundang anak-anak
untuk menirukannya. Setelah acara ini menelan korban di beberapa kota, dari yang
luka ringan sampai korban tewas di Bandung, memuncaklah tekanan untuk
menghentikan acara ini. Walaupun stasiun TV tersebut tidak serta merta
menghentikan namun dengan terlebih dahulu menghimbau terutama kepada anakanak untuk tidak menonton acara tersebut, namun setelah sedemikian gencarnya
tuntutan dari masyarakat dan lembaga-lembaga terkait, terutama setelah
dikeluarkannya surat dari Komisi Penyiaran Indonesia bemomor 553/K/KPI/11/06
bertanggal 29 November 2006 maka acara ini mulai dihentikan penayangannya.
Di sinilah manajemen, produser, tim kreatif atau pihak manapun
yangberhubungan dengan penayangan acara tersebut dituntut untuk berpikir lebih
bijak, agar apa yang akan disajikan kepada penontonnya tidak bertentangan dengan
nilai-nilai yang ada di masyarakat, tidak membawa dampak yang negatif, sehingga
tidak ada pihak manapun yang akan atau merasa dirugikan.
Namun demikian penghentian penayangan acara tersebut tidaklangsung
dapat membuat kita lega, karena walaupun sudah tidakditayangkan lagi, namun
acara tersebut bisa kita temukan dalam bentuk VCD maupun ploystation, yang
tentu sudah banyak menyebar. Inilah PR buat kita, terutama untuk para orangtua, dan
para penjual ataupun penyewa PS agar tergugah nuraninya, agar kejadian yang
sudah menelan korban tersebut tidak terulang kembali.

3.5 Pencegahan Perilaku Tidak Etis Melalui Multimedia
Dalam kasus "Smack Down" ini, membuat kita sadar bahwa etika
dalam berbisnis
tidak
dapat
diabaikan,
sehingga
pelaku
bisnis
khususnya multimedia, dalam hal ini perlu merumuskan kode etik yang harus
disepakati oleh stakeholder, termasuk di dalamnya production house,stasiun TV,
radio, penerbit
buku,
media
masa, internet
provider,
event
organizer,
advertising agency, dll.
Hal lain yang bisa dilakukan oleh pemerintah pusat dengan mencobauntuk
memandu
pembentukan
kultur
melalui
kurikulum
pendidikan,
perayaan liburan nasional, dan mengendalikan dengan seksama media masa,
organisasi sosial dan tata ruang kota.
Media masapun sangat berperan penting dalam hal ini, karena merekalah yang
menginformasikan kepada masyarakat, merekalah yang bisa membentuk opini baik
ataupun buruk dari masyarakat, hendaknya media menjadi sarana untuk
menghibur, sumber informasi dan edukasi bagi masyarakat.
Wartawan telah mempunyai kode etik jurnalistik yang dapat membantu para
wartawan menentukan apa yang benar, dan apa yang salah, baik atau buruk, dan
bertanggungjawab atau tidak dalam proses kerja kewartawanan.
Kita berharap banyak kepada media masa ini karena apabila seseorang terjun
ke dunia kewartawanan, maka paling tidak ada tiga pilar utama yang menjadi
pegangan dalam menjalankan tugasnya, yaitu kode etik jumalistik, norma hukum dan
profesionalisme.
Namun harus diingat bahwa semua pelaku bisnis ini akan menjalankan
bisnisnya secara lebih etis apabila ditunjang oleh peraturan pemerintah yang tegas.

Dilema produksi
Smartphones rely on coltan, much of which is mined in the Democratic Republic of Congo.
Given that the Congo represents one of the worst illustrations of modern mineral exploitation, what will
you do? Use a device that is a necessity? Seek the manufacturer that is socially and environmentally
responsible? Or rely on the marketplace to change the production of coltan and smartphones?

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

DOMESTIFIKASI PEREMPUAN DALAM IKLAN Studi Semiotika pada Iklan "Mama Suka", "Mama Lemon", dan "BuKrim"

133 700 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24