Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gaya Hidup Sehat

Gaya hidup sehat adalah suatu gaya hidup dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu yang mempengaruhi kesehatan, antara lain makanan dan olahraga. Selain itu gaya hidup seseorang juga mempengaruhi tingkat kesehatannya, misalnya jika suka merokok dan minum minuman keras, tentu saja bukan pola hidup sehat (Anne, 2010).

Menurut Health Promotion Glossary (WHO 1998) Lifestyle is a way of living based on identifiable patterns of behaviour which are determined by the interplay between an individual’s personal characteristics, social interactions, and socioeconomic and environmental living condition.

Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang diekspresikan dalam aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Kotler 2002). Mengubah gaya hidup dengan tidak merokok, menghindari alkohol, tidur yang cukup, menurunkan berat badan yang berlebih, mengatur pola makan, dan berolahraga yang teratur untuk membakar lemak dan kalori yang berlebih dapat adalah gaya hidup sehat wajib dijalani diabetesi (Tandra, 2014).

Modifikasi gaya hidup sangat penting untuk dilakukan, tidak hanya untuk mengontrol kadar glukosa darah namun bila diterapkan secara umum diharapkan


(2)

dapat menurunkan prevalensi DM baik di Indonesia maupun di dunia di masa yang akan datang. Modifikasi gaya hidup antara lain: menurunkan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik, mengatur pola makan yang sehat, menghentikan merokok dan alkohol, serta mengurangi konsumsi garam (PERKENI, 2011). Komsumsi makanan lebih baik dan peningkatan aktivitas fisik adalah kunci penanganan DM (Prihaningtyas, 2013).

2.1.1. Promosi Gaya Hidup Sehat

Menurut PERKENI (2011) Promosi gaya hidup sehat sehat merupakan faktor penting pada kegiatan pelayanan kesehatan. Untuk mendapatkan hasil pengelolaan DM yang optimal dibutuhkan perubahan perilaku. Perlu dilakukan edukasi bagi pasien dan keluarga untuk pengetahuan dan peningkatan motivasi. Hal tersebut dapat terlaksana dengan baik melalui dukungan tim penyuluh yang terdiri dari dokter, ahli gizi, perawat, dan tenaga kesehatan lain. Setiap kali kunjungan diingatkan kembali untuk selalu melakukan gaya hidup sehat. Gaya hidup sehat yang diharapkan bagi penderita DM adalah :

a. Mengikuti pola makan sehat.

b. Meningkatkan kegiatan jasmani dan aktivitas fisik sehari hari.

c. Menggunakan obat DM dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman dan teratur.

d. Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data yang ada.


(3)

f. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi keadaan sakit akut dengan tepat

g. Mempunyai keterampilan mengatasi masalah yang sederhana dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes

h. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada. 2.1.2. Edukasi Perubahan Perilaku (oleh Tim Edukator Diabetes)

Dalam menjalankan tugasnya, tenaga kesehatan memerlukan landasan empati, yaitu kemampuan memahami apa yang dirasakan oleh orang lain. Prinsip yang perlu diperhatikan pada proses edukasi diabetes adalah:

a. Memberikan dukungan dan nasehat yang positif serta hindari terjadinya kecemasan

b. Memberikan informasi secara bertahap, dimulai dengan hal-hal yang sederhana c. Lakukan pendekatan untuk mengatasi masalah dengan melakukan simulasi

d. Diskusikan program pengobatan secara terbuka, perhatikan keinginan pasien. Berikan penjelasan secara sederhana dan lengkap tentang program pengobatan yang diperlukan oleh pasien dan diskusikan hasil pemeriksaan laboratorium

e. Lakukan kompromi dan negosiasi agar tujuan pengobatan dapat diterima f. Berikan motivasi dengan memberikan penghargaan

g. Libatkan keluarga/pendamping dalam proses edukasi

h. Perhatikan kondisi jasmani dan psikologis serta tingkat pendidikan pasien dan keluarganya


(4)

i. Gunakan alat bantu audio visual edukasi dengan tujuan promosi hidup sehat, perlu selalu dilakukan sebagai bagian dari upaya pencegahan dan merupakan bagian yang sangat penting dari pengelolaan DM secara holistik (PERKENI,2011).

Materi edukasi terdiri dari materi edukasi tingkat awal dan materi edukasi tingkat lanjutan. Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang:

Materi edukasi pada tingkat awal adalah: a. Materi tentang perjalanan penyakit DM

b. Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM secara berkelanjutan c. Penyulit DM dan risikonya

d. Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target pengobatan

e. Interaksi antara asupan makanan, aktivitas fisik, dan obat hipoglikemik oral atau insulin serta obat-obatan lain

f. Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah mandiri tidak tersedia)

g. Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti rasa sakit, atau hipoglikemia h. Pentingnya latihan jasmani yang teratur

i. Masalah khusus yang dihadapi (contoh: hiperglikemia pada kehamilan) j. Pentingnya perawatan kaki


(5)

Materi edukasi pada tingkat lanjut adalah : a. Mengenal dan mencegah penyulit akut DM b. Pengetahuan mengenai penyulit menahun DM c. Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain d. Mengurangi makan di luar rumah

e. Rencana untuk kegiatan khusus

f. Hasil penelitian dan pengetahuan masa kini dan teknologi mutakhir tentang DM g. Pemeliharaan/perawatan kaki.

Edukasi dapat dilakukan secara individual dengan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah. Seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi.

2.2. Diabetes Melitus

2.2.1. Definisi Diabetes Melitus

Menurut American Diabetes Association (ADA) dalam PERKENI (2011), DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik dengan tingginya kadar glukosa didalam darah (hiperglikemia) yang terjadi akibat gangguan sekresi insulin, penurunan kerja insulin atau akibat dari keduanya.

DM merupakan penyakit kronik, progresif dengan karakteristik ketidakmampuan tubuh dalam proses metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein, yang menyebabkan peningkatan level gula darah (Black & Hawks, 2009).


(6)

Soegondo dkk, (2009). DM adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin. 2.2.2. Patogenesis Diabetes Melitus

DM merupakan penyakit yang disebabkan oleh adanya kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defesiensi insulin dapat terjadi melalui 3 jalan, yaitu; Rusaknya sel-sel � pankreas karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia tertentu, dll). Desensitas atau penurunan reseptor glukosa pada kelenjar pankreas. Desensitas/ kerusakan reseptor insulin (down regulation) di jaringan perifer (ADA, 2012).

Apabila di dalam tubuh terjadi kekurangan insulin, maka dapat mengakibatkan menurunnya transport glukosa melalui membran sel, keadaan ini mengakibatkan metabolisme lemak dalam tubuh. Manifestasi yang muncul adalah penderita DM selalu merasakan lapar atau nafsu makan meningkat “ poliphagia”. Menurunnya glikogenesis, dimana pembentukan glikogen dalam hati dan otot terganggu (PERKENI, 2011).

Meningkatnya pembentukan glikolisis dan glukoneogenesis, karena proses ini disertai nafsu makan meningkat atau poliphagia sehingga dapat mengakibatkan ginjal tidak mampu lagi mengabsorsi dan glukosa keluar bersama urine, keadaan ini yang disebut glukosuria. Manifestasi yang muncul yaitu penderita sering berkemih atau poliuria dan selalu merasa haus atau polidipsia (Depkes RI, 2008).


(7)

Patogenesis DM Tipe II ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glucosa production (HGP) dan penurunan fungsi sel �, yang akhirnya akan menuju kerusakan total sel �. Mula-mula timbul resistensi insulin kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin, untuk mengkompensasi (mengatasi kekurangan) resistensi insulin agar kadar glukosa darah tetap normal.

Lama-kelamaan sel beta tidak sanggup lagi mengkompensasikan resistensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun saat itulah diagnosa DM ditegakkan ternyata penurunan fungsi sel beta berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengekresi insulin (ADA, 2011).

2.2.3. Gejala Diabetes Melitus 2.2.3.1. Gejala Akut Diabetes Melitus

Gejala penyakit DM dari satu penderita ke penderita lain bervariasi bahkan mungkin tidak menunjukkan gejala apa pun sampai saat tertentu.

1. Pada permulaan gejala yang ditunjukkan meliputi serba banyak (poli), yaitu: 1) Banyak makan (poliphagia).

2) Banyak minum (polidipsia). 3) Banyak kencing (poliuria).

2. Bila keadaan tersebut tidak segera diobati, akan timbul gejala: 1) Banyak minum.


(8)

3) Nafsu makan mulai berkurang/BB turun dengan cepat (turun 5- 10 kg dalam waktu 2 - 4 minggu).

4) Mudah lelah.

5) Bila tidak segera diobati, akan timbul rasa mual, bahkan penderita akan jatuh koma.

2.2.3.2. Gejala Kronik Diabetes Melitus

Gejala kronik yang sering dialami oleh penderita DM adalah sebagai berikut: 1) Kesemutan.

2) Kulit terasa panas, atau seperti tertusuk-tusuk jarum. 3) Rasa tebal di kulit.

4) Kram. 5) Capai.

6) Mudah mengantuk.

7) Mata kabur, biasanya sering ganti kacamata 8) Gatal di sekitar kemaluan terutama wanita.

9) Gigi goyah mudah lepas, kemampuan seksual menurun, impotensi.

10)Para ibu hamil sering mengalami keguguran atau kematian janin dalam kandungan, atau dengan berat lahir lebih dari 4 kg (Jhonson, 2008).

2.2.4. Diagnosis Diabetes Melitus

Klasifikasi DM yang dianjurkan oleh PERKENI adalah yang sesuai dengan ADA dalam Standards of Medical Care in Diabetes 2011 yaitu :


(9)

Tabel 2.1. Klassifikasi Etiologis Diabetes Melitus

Tipe Keterangan

DiabetesTipe I Destruksi sel beta, umumnya menjurus kedefesiensi insulin absolute

a. Autonium, b. Idiopatik

Diabetes Tipe II Bervariasi, mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defesiensi insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai resisten insulin Diabetes Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta

Defek genetik fungsi insulin Penyakit Eksokrin Pangkreas Endokrinopati

Karena obat atau zat kimia Infeksi

Sebab imunologi yang jarang

Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Klinefelter, sindrom Turner)

DM Gestasional Diabetes karena dampak kehamilan

Sumber: PERKENI, 2011

Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini:

a. Keluhan klasik DM berupa : banyak minum, banyak makan, banyak buang air kecil dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

b. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae (gatal didaerah kemaluan) pada wanita.

DM karena dampak kehamilan ditegakkan hasil pemeriksaan TTGO, dilakukan dengan memberikan beban 75 g glukosa setelah berpuasa 8-14 jam. Kemudian dilakukan pemeriksaan glukosa darah puasa 1 jam dan 2 jam setelah beban. DMG ditegakkan apabila ditemukan hasil pemeriksaan glukosa darah puasa


(10)

≥95 mg/dl, 1 jam setelah beban ≥180 mg/dl dan 2 jam setelah beban ≥155 mg/dl. Apabila hanya dapat dilakukan 1 kali pemeriksaan glukosa darah maka lakukan pemeriksaan glukosa 2 jam setelah pembebanan, bila didapatkan hasil glukosa darah ≥155 mg/dL, sudah dapat didiagnosis Diabetes Gestasional (PERKENI, 2006).

2.2.5. Pengendalian Diabetes Melitus

Tujuan pengendalian DM dibagi menjadi tujuan jangka panjang dan tujuan jangka pendek yaitu menghilangkan gejala/keluhan dan mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian darah.

Tujuan jangka panjang yaitu:

1) Agar penyandang DM dapat hidup lebih lama, karena kualitas hidup seseorang menjadi kebutuhan, seseorang yang bertahan hidup tetapi dalam keadaan tidak sehat akan mengganggu kebahagiaan dan kestabilan keluarga.

2) Untuk membantu penyandang DM agar mereka dapat membantu dirinya sendiri, sehingga komplikasi yang mungkin timbul dapat dikurangi dan jumlah hari sakit dapat ditekan.

3) Agar penyandang DM dapat produktif sehingga dapat berfungsi dan berperan sebaik-baiknya didalam masyarakat.


(11)

2.2.5.1. Prinsip Pengendalian DM

Prinsip Pengendalian DM meliputi 4 Pilar yaitu: 1) Penyuluhan

Tujuan penyuluhan menurut pengendalian yaitu meningkatkan pengetahuan diabetisi tentang penyakit dan pengelolaannya dengan tujuan dapat merawat sendiri sehingga mampu mempertahankan hidup dan mencegah komplikasi lebih lanjut penyuluhan meliputi penyuluhan untuk pencegahan primer ditujukan untuk kelompok risiko tinggi, penyuluhan untuk pencegahan sekunder ditujukan pada diabetisi terutama pasien yang baru, materi yang diberikan meliputi pengertian DM, gejala, penatalaksanaan DM, mengenal dan mencegah komplikasi akut dan kronik, penyuluhan untuk pencegahan tersier ditujukan pada diabetisi lanjut, dan materi yang diberikan meliputi aktivitas fisik, pola makan pengawasan kadar gula darah (Soegondo dkk, 2009).

2) Latihan Fisik (Olah Raga)

Olahraga teratur adalah cara terbaik untuk meningkatkan pembakaran lemak tubuh (Tandra, 2014). Tujuan olahraga adalah untuk meningkatkan kepekaan insulin, mencegah kegemukan, memperbaiki aliran darah, merangsang pembentukan glikogen baru dan mencegah komplikasi lebih lanjut, olah raga meliputi empat prinsip jenis olah raga dinamis yaitu memenuhi frekuensi, intensitas, durasi(time) dan tipe (jenis ): Frekuensi : jumlah olah raga perminggu sebaiknya dilakukan teratur 3-5 kali Intensitas : ringan dan sedang yaitu 60-70% MHR (MaximunHeartRate) Time : 30-60 menit


(12)

Tipe/Jenis : Olahraga aerobic (endurans) untuk meningkatkan kemampuan

kardiorespirasi seperti jalan, jogging, berenang dan bersepeda.

Menurut Soegondo dkk (2009) menentukan MHR (Maksimun Heart Rate) yaitu: 220-umur, setelah MHR didapat ditentukan THR (Target Heart Rate), misalnya intensitas latihan yang diprogramkan bagi diabetisi umur 50 tahun sebesar 60-70%, maka THR : 60%x(220-50)=102, sedangkan THR 70% adalah: 70%x(220-50)=119, dengan demikian jika diabetesi ini akan olahraga sebaiknya berada diantar 102-119 kali/menit, hal-hal yang perlu diperhatikan waktu olah raga yaitu pemanasan (warm up) kegiatan ini dilakukan sebelum memasuki latihan inti dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh sebelum memasuki latihan, menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi secara perlahan-lahan, mengurangi kemungkinan terjadinya cedera, lama pemanasan 5-10 menit, kemudian latihan inti (conditioning) pada tahap ini denyut nadi diusahakan mencapai THR agar latihan benar bermanfaat.

Pendinginan (cooling-down), setelah selesai olahraga dilakukan pendinginan untuk mencegah penumpukan asam laktat yang dapat menimbulkan rasa nyeri pada otot sesudah berolahraga atau pusing-pusing karena darah masih terkumpul pada otot yang aktif, contohnya bila olahraga jogging maka pendinginan dilakukan dengan tetap jalan selama beberapa menit, bila mengayuh sepeda tetap mengayuh tanpa beban, lama pendinginan sebaiknya dilakukan 5-10 menit peregangan (stretching) hal ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih meregang dan tidak elastis dan ini sangat penting bagi diabetisi usia lanjut (Soegondo dkk, 2009).


(13)

3) Diet Diabetes Melitus

Adanya serat (sayur, buah dan kacangan) memperlambat absorbsi glukosa sehingga dapat ikut berperan mengatur gula darah dan memperlambat kenaikan gula darah, makanan yang cepat dirombak dan juga cepat diserap dapat meningkatkan kadar gula darah, sedangkan makanan yang lambat dirombak dan lambat diserap masuk ke aliran darah menurunkan gula darah (Almatsier, 2011).

Karbohidrat atau hidrat arang adalah suatu zat gizi yang fungsi utamanya sebagai penghasil energi, dimana setiap gramnya menghasilkan 4 kalori, walaupun lemak menghasilkan energi lebih besar, namun karbohidrat lebih banyak di konsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, terutama pada negara sedang berkembang, di negara sedang berkembang karbohidrat dikonsumsi sekitar 70-80% dari total kalori, bahkan pada daerah-daerah miskin bisa mencapai 90%, sedangkan pada negara maju karbohidrat dikonsumsi hanya sekitar 40-60%, hal ini disebabkan sumber bahan makanan yang mengandung karbohidrat lebih murah harganya dibandingkan sumber bahan makanan kaya lemak maupun protein, karbohidrat banyak ditemukan pada serealia (beras, gandum, jagung, kentang dan sebagainya), serta pada biji-bijian (Ostman, 2001).

Penukar nasi umumnya digunakan sebagai makan pokok, satu porsi nasi setara dengan ¾ gelas atau 100 gram, mengandung 175 kalori, 4 gram protein dan 40 gram karbohidrat, untuk menentukan berapa kebutuhan karbohidrat total perhari dapat ditentukan dengan melihat kebutuhan energi sehari, jika energi sehari adalah sebesar 2450 kkal, maka energi yang berasal dari karbohidrat adalah 1470-1838 kkal


(14)

atau sekitar 368-460 g karbohidrat, 1 gram karbohidrat setara dengan 4 kkal, kebutuhan karbohidrat 60-70% total kkal (Almatsier, 2011).

Untuk melihat bahan makanan yang berasal dari karbohidrat dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 2.2. Bahan Makanan Karbohidrat

No Bahan Makanan Ukuran Rumah Tangga Berat (gr)

1. Bihun ¼ gelas 50

2. Biscuit 4 keping 40

3. Havermut 5 ½ sendok makan 45

4. Kentang 2 biji sedang 210

5. Crackers 5 keping 50

6. Macaroni ½ gelas 50

7. Mie Kering 1 gelas 50

8. Mie Basah 2 gelas 200

9. Nasi ¼ gelas 100

10. Talas 1 potong 125

11. Ubi 1 biji sedang 135

12. Roti Putih 3 potong sedang 70

Sumber : Almatsier; 2006

Sumber karbohidrat lain dapat diperoleh dari gula merupakan salah satu sumber karbohidrat sederhana yang dicampur ke kopi, teh manis, susu dan minuman lainnya yang banyak dikonsumsi masyarakat contohnya 1 (satu) sendok makan susu kental manis : 71 kalori, gula termasuk dalam sumber karbohidrat tetapi bukan sumber energi utama, Sumber energi utama adalah karbohidrat kompleks (nasi, kentang, bihun, jagung, bihun, mie), penggunaan gula yang terlalu banyak tidak dianjurkan gula jika dikonsumsi berlebihan bisa memicu berbagai masalah seperti Diabetes dan kegemukan, satu sendok makan gula pasir sama dengan 10 gram (Almatsier, 2006).


(15)

Tabel 2.3. Jenis Diet Diabetes Melitus menurut Kandungan Energi, Protein, Lemak dan Karbohidrat

Jenis diet Energi kkal Protein g Lemak g Karbohidrat g

I 1100 43 30 172

II 1300 45 35 192

III 1500 51,5 36,5 235

IV 1700 55,5 36,5 275

V 1900 60 48 299

VI 2100 62 53 319

VII 2300 73 59 369

VIII 2500 80 62 396

Sumber : Almatsier, 2006

4) Pengobatan

Jika telah menerapkan pengaturan makanan dan kegiatan jasmani yang teratur namun pengendalian kadar gula darah belum tercapai maka dipertimbangkan pemberian obat meliputi obat hipoglikemi oral (OHO) dan insulin, pemberian obat hipoglikemi oral diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan, pemberian insulin biasanya diberikan lewat penyuntikan di bawah kulit (subkutan) dan pada keadaan khusus diberikan secara introvena (melalui vena) atau intramuslatler (melalui otot) (Soegondo dkk, 2009).

2.2.6. Faktor Risiko Diabetes Melitus

Konsensus Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) 2011, Dalam hal pencegahan primer sebagai upaya yang ditujukan pada kelompok yang memiliki faktor risiko, yakni mereka yang belum terkena, tetapi berisiko untuk mendapat DM


(16)

dan kelompok intoleransi glukosa. pengukuran faktor risiko DM menjadi dua faktor, yaitu :

2.2.6.1. Faktor Risiko yang Tidak Dapat Dimodifikasi a. Ras dan Etnik

Merupakan suatu kelompok manusia yang memiliki ciri fisik bawaan yang sama, pada dasarnya ciri fisik manusia dikelompokkan atas tiga golongan yaitu ciri

fenotipe merupakan ciri-ciri yang tampak, ciri fenotipe terdiri atas ciri kualitatif dan kuantitatif, ciri kualitatif antara lain warna kulit, warna rambut, bentuk hidung, bentuk dagu dan bentuk bibir sementara ciri kuantitatif antara lain tinggi badan dan ukuran bentuk kepala, ciri filogenetif yaitu hubungan asal usul antara ras-ras dan perkembangan sedangkan ciri getif yaitu ciri yang didasarkan pada keturunan darah (Laning, 2009).

Etnis berarti kelompok sosial dalam sistem sosial atau kebudayaan yang mempunyai arti atau kedudukan tertentu karena keturunan, adat, agama, bahasa, dan sebagainya, anggota-anggota suatu kelompok etnik memiliki kesamaan dalam hal sejarah (keturunan), bahasa, sistem nilai, serta adat-istiadat dan tradisi, penelitian yang dilakukan oleh NHANES (National Health And Nutrition Examinations Surveys) dari 11.090 sampel, didapati 880 yang menderita diabetes dengan sampel ras kulit hitam dan putih usia 20-70 tahun, wanita kulit hitam mempunyai 2 kali menderita DM dibandingkan dengan wanita kulit putih (Lipton, 1993).dan Orang Asia lebih berisiko terkena DM (Tandra, 2014).


(17)

b. Riwayat Keluarga dengan DM (Anak Penyandang DM)

Risiko seseorang anak mendapat DM Tipe II adalah 15% bila salah seorang orang tuanya menderita DM dan kemungkinan 75% bila keduanya menderita DM. Pada umumnya bila seorang menderita DM maka saudara kandungnya mempunyai Risiko DM sebanyak 10%. (Depkes RI,2008). Bila ada anggota keluarga yang terkena DM maka anda berisiko menjadi diabetes (Tandra, 2014)

DM Tipe II merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik yang akan mempercepat fenotipe diabetes, riwayat penyakit untuk timbulnya DM Tipe II terjadi interaksi antara predisposisi genetik dan lingkungan, pada penelitian yang dilakukan oleh The Framingham offspring of Tipe II diabetes mendapatkan risiko DM Tipe II yaitu 3,5 kali lebih tinggi pada keturunan salah satu orang tua diabetes, dan 6 kali lebih tinggi pada keturunan yang keduanya orang tua tersebut menderita diabetes.

c. Umur Risiko untuk Menderita Intoleransi Glukosa Meningkat Seiring Pertambahan Usia. Usia > 45 Tahun Harus Dilakukan Pemeriksaan DM

Perubahan metabolisme tubuh yang ditandai dengan penurunan produksi hormon tertosteron untuk laki-laki dan oestrogen untuk perempuan biasanya memasuki usia 45 tahun keatas, kedua hormon ini tidak hanya berperan dalam pengaturan hormon seks, tetapi juga metabolisme pengaturan proses metabolisme tubuh, salah satu fungsi dua hormon tersebut adalah mendistribusikan lemak keseluruh tubuh akibatnya, lemak menumpuk diperut, batasan lingkar perut normal untuk perempuan < 80cm dan untuk laki-laki < 90cm. Membesarnya lingkaran


(18)

pinggang akan diikuti dengan peningkatan gula darah dan kolesterol yang akan diikuti dengan sindroma metabolik yakni terganggunya metabolisme tubuh dari sinilah mulai timbulnya penyakit degeneratif (Tjokroprawiro, 2007).

Prevalensi responden yang mempunyai riwayat DM cenderung meningkat dengan bertambahnya usia, hal ini disebabkan semakin lanjut usia maka pengeluaran insulin oleh pankreas juga semakin berkurang. Namun prevalensi pada usia 65 tahun ke atas semakin menurun, kemungkinan pada kelompok tersebut responden DM berkomplikasi berat sehingga tak bisa datang ketempat pemeriksaan atau kemungkinan pada kelompok tersebut sebagian besar sudah meninggal, Usia >55 tahun memiliki risiko hiperglikemia 6,7 kali sedangkan usia 35–54 tahun 4,5 kali dibanding usia 15–34 tahun. Jenis kelamin perempuan berisiko 2,5 kali dibanding laki-laki, dan yang tidak minum/ injeksi obat anti diabetes berisiko 2,2 kali dibanding yang minum/injeksi obat (Mihardja, 2009).

d. Riwayat Melahirkan Bayi dengan Berat Badan (BB) lahir >4000 gram atau Riwayat Pernah Menderita Diabetes Gestational/Kehamilan (DMG)

Diabetes Melitus Gestational (DMG) adalah suatu bentuk diabetes yang berkembang pada beberapa wanita selama kehamilan, Diabetes gestasional terjadi karena kelenjar pankreas tidak mampu menghasilkan insulin yang cukup untuk mengkontrol gula darah (glukosa) wanita hamil tersebut pada tingkat yang aman bagi dirinya maupun janin yang dikandungnya (Jhonson, 2008).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan darah yang menunjukkan wanita hamil tersebut mempunyai kadar gula yang tinggi dalam darahnya dimana ia


(19)

tidak pernah menderita DM sebelum kehamilannya, DM Gestasional berbeda dengan DM lainnya dimana gejala penyakit ini akan menghilang setelah bayi lahir di Indonesia insiden DMG sekitar 1,9%-3,6% dan sekitar 40-60% wanita yang pernah mengalami DMG pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap DM atau gangguan toleransi glukosa (Soewondo, 2006).

e. Riwayat Lahir dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) (<2,5 Kg)

Bayi yang lahir dengan berat badan rendah tentunya memiliki organ yang internal yang kecil. Organ internal akhirnya membuat si anak tidak mampu memenuhi kebutuhan tubuhnya. Jika berat badan kecil maka pankreasnya juga kecil dan tidak sempurna, sehingga tidak mampu mencukupi kebutuhan insulin tubuh. Ketika anak ini bertumbuh dan dewasa anak yang lahirnya kecil untuk jadi bertambah besar ketika sudah masuk usia anak-anak dan remaja. Ini semakin membuat organ tidak mampu mencukupi kebutuhan tubuhnya, akhirnya akan berisiko penyakit-penyakit berbahaya seperti diabetes (Jhonson, 2008).

2.2.6.2. Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi

a. Berat Badan Lebih (Indek Massa Tubuh/IMT > 25 kg/m2)

Kelebihan Berat Badan (BB) merupakan salah satu faktor risiko DM. cara sederhana untuk mengetahui kelebihan BB adalah dengan mengukur Indeks Masa Tubuh (IMT). Penggunaan IMT disini hanya untuk orang dewasa >18 tahun,

PERKENI (2011), Berdasarkan WHO/WPR/IASO/IOTF dalam The Asia-Pacific Perspective:Redefining Obesity and its Treatment IMT berat badan seseorang dibagi menjadi 6 kelompok yaitu BB Kurang, BB Normal, BB Lebih, BB dengan


(20)

Risiko, Obesitas I, dan Obesitas 2. dan obesitas menunjukkan adanya penumpukan lemak yang berlebihan didalam tubuh, ditandai dengan peningkatan nilai masa indeks tubuh diatas normal, orang yang mengalami penumpukan lemak yang lebih banyak dalam jangka waktu yang lama akan menjadi risiko tinggi DM Indeks Massa Tubuh (IMT) dengan rumus : ���= �� (��)

��2()

Depkes RI (2008), Batas Ambang IMT untuk orang Indonesia dikategorikan merujuk FAO/WHO yang telah dimodifikasi berdasarkan pengalaman klinis dan hasil penelitian di beberapa negara berkembang, sebagai berikut :

Tabel 2.4. Katagori Nilai IMT (Indeks Masa Tubuh) Indonesia

Katagori IMT

Kurus Kekurangan BB tingkat berat < 17,0 Kekurangan BB tingkat ringan 17,0 – 18,4

Normal 18,5 -25,0

Kegemukan Kelebihan BB tingkat ringan >25,0 – 27,0 Kelebihan BB tingkat berat >27,0

Sumber : Petunjuk Teknis Pengukuran Faktor Risiko DM, Depkes RI, 2008

Penelitian oleh National Health and Nutrition haminations Surveys (NHANES) tahun 1992-2002 didapatkan 80% dari responden dengan IMT ≥ 18,5 kg/m2 menderita DM dibanding dengan responden dengan IMT <18,5 kg/m2 (ADA, 2011). DM Tipe II cenderung meningkat seiring dengan peningkatan lemak yang diukur dengan IMT, setiap peningkatan 1 kg berat badan meningkatkan risiko sebesar 4,5% untuk menderita DM tipe 2 (Webber, 2004).


(21)

Penelitian Kaban, dkk (2005) hubungan obesitas dengan DM diperoleh nilai (p;0,000) dengan nilai OR=4,6% yang artinya orang yang obesitas kemungkinan 4,6 kali menderita DM Tipe II dibandingkan dengan yang tidak.

b. Kurangnya Aktivitas Fisik

Kebugaran jasmani dapat mengambarkan kondisi fisik seseorang untuk mampu melakukan kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas sehari-hari, makin tinggi kemampuan fisik seseorang maka makin tinggi pula produktifitasnya. Aktivitas fisik mengakibatkan meningkatnya sensitivitas dari reseptor dan insulin semakin meningkat sehingga glukosa darah yang dipakai untuk metabolisme energy semakin baik. Setelah berolahraga selama 10 menit, kebutuhan glukosa darah akan meningkat sampai 15 kali jumlah kebutuhan pada saat biasa, setelah berolahraga 60 menit kebutuhan glukosa darah dapat meningkat sampai 35 kali (Depkes RI, 2008).

Menurut Chaveau dan kaufman dalam Depkes RI (2008), latihan fisik/olahraga pada diabetesi dapat menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot yang aktif sehingga latihan fisik/olahraga secara langsung dapat menyebabkan penurunan kadar lemak tubuh, mengontrol kadar glukosa darah, memperbaiki sensitivitas insulin, menurunkan stress dan mencegah terjadinya DM Tipe II pada penderita gangguan toleransi glukosa.


(22)

Tabel 2.5. Contoh Aktivitas Fisik dan Kalori yang Dikeluarkan

No Aktivitas Fisik Kalori yang dikeluarkan

1. Cuci Baju 3,58 Kcal/menit

2. Mengemudi mobil 2,8 Kcal/menit

3. Mengecat rumah 3,5 Kcal/menit

4. Potong kayu 3,8 Kcal/menit

5. Menyapu rumah 3,9 Kcal/menit

6. Jalan kaki 3,5 mil/jam 5,6-7 Kcal/menit

7. Membersihkan jendela 3,7 Kcal/menit

8. Berkebun 5,6 Kcal/menit

9. Menyeterika pakaian 4,2 Kcal/menit

Sumber : Perkeni, 2011

Aktivitas Fisik yang dianjurkan :

1. Lakukan sekurang–kurangnya 30 menit perhari secara rutin dan teratur agar bermamfaat bagi kesehatan dan kebugaran tubuh, misalnya :

a. Turun bus lebih awal menuju tempat kerja yang kira kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan kira-kira 10 menit berjalan kaki menuju rumah.

b. Membersihkan rumah selama 10 menit dua kali dalam sehari ditambah bersepeda selama 10 menit.

2. Lakukan secara bertahap hingga mencapai 30 menit minimal setiap harinya.

3. Lakukan dimana saja, dengan memperhatikan lingkungan yang aman dan nyaman, bebas polusi, tidak menimbulkan cedera, misalnya di sekolah, di rumah, di tempat kerja, taman dan tempat rekreasi.

4. Aktivitas fisik dapat dimulai dari usia muda hingga usia lanjut.

5. Olahraga sedang sebaiknya dilakukan 3-4 kali seminggu dengan durasi minimal 30 menit dan tidak berselang lebih dari 3 hari.


(23)

Aktivitas fisik merupakan suatu kegiatan fisik yang dilakukan dengan terencana dan terstruktur, berulang dan tujuannya memperbaiki atau menjaga kesegaran jasmani, kesegaran jasmani berkaitan dengan kesehatan mengacu pada beberapa aspek fungsi fisiologi dan psikologis yang dipercaya memberikan perlindungan kepada seseorang dalam melawan beberapa tipe penyakit degeneratif seperti penyakit jantung koroner, obesitas dan kelainan muskuloskeletal (Ganlay, 2000).

Penelitian yang dilakukan di USA pada 21.217 dokter USA selama 5 tahun (kohort study) menemukan bahwa kasus DM Tipe II lebih tinggi pada kelompok yang melakukan aktivitas fisik kurang dari 1 kali perminggu dibanding dengan kelompok yang melakukan olah raga 5 kali seminggu. Penelitian lain yang dilakukan selama 8 tahun pada 87.535 perawat wanita yang melakukan olah raga ditemukan penurunan risiko penyakit DM Tipe II sebesar 3370 orang (Soegondo dkk, 2009).

Aktivitas fisik (olahraga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah, menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan mencegah komplikasi kronik DM (Niemann, 1995).

Olahraga menyebabkan sel-sel otot dan organ hati menjadi lebih sensitif terhadap insulin, sebagai hasilnya dapat menyimpan dan menggunakan glukosa dengan lebih efektif, sehingga dapat menurunkan kadar glukosa, keadaan ini dapat berlanjut beberapa jam setelah melakukan olah raga.


(24)

Lamanya manfaat olahraga akan hilang bila berhenti 3 hari, hal ini menekankan pentingnya olahraga secara teratur dan berkesinambungan, agar benar-benar bermanfaat olahraga dilakukan 3-4 kali dalam seminggu, berkesinambungan dan dalam jangka waktu yang panjang (Suhartono, 2004). Olahraga selama 30-40 menit dapat meningkatkan pemasukan glukosa kedalam sel sebesar 7-20 kali lipat dibandingkan tanpa olahraga, Olahraga yang tepat untuk diabetesi adalah jalan, jogging, renang, bersepeda aerobik (Soewondo, 2006).

Hasil penelitian Wardani (2009), aktivitas fisik rendah memiliki risiko DM Tipe II sebanyak 3,2 kali lebih besar dari yang melakukan aktivitas fisik yang baik. c. Tekanan Darah Tinggi ≥ 140/90 mmhg)

Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding- dinding arteri ketika darah tersebut dipompa dari jantung kejaringan, tekanan darah merupakan gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah, tekanan ini paling tinggi ketika ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel berelaksasi (tekanan diastolik) (Hull, 1996).dan dapat diukur pada arteri brachialis di lengan atas (Depkes RI, 2008).

Ketika jantung memompa darah melewati arteri, darah menekan dinding pembuluh darah, mereka yang menderita hipertensi mempunyai tinggi tekanan darah yang tidak normal, penyempitan pembuluh nadi atau aterosklerosis merupakan gejala awal yang umum terjadi pada hipertensi, karena arteri-arteri terhalang lempengan kolesterol dalam aterosklerosis, sirkulasi darah melewati pembuluh darah menjadi sulit, ketika arteri-arteri mengeras dan mengerut dalam aterosklerosis darah memaksa


(25)

melewati jalan yang sempit, sebagai hasilnya tekanan darah menjadi tinggi (Hull, 1996).

Menurut JNC 7 (Joint National Commite) (2003) bila tekanan darah ≥140/90mmhg dinyatakan sebagai hipertensi, hipertensi atau darah tinggi adalah keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal atau kronis, hipertensi merupakan kelainan yang sulit diketahui oleh tubuh kita sendiri, satu-satunya cara untuk mengetahui hipertensi adalah dengan mengukur tekanan darah kita secara teratur.

Penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati (2009) dengan kasus kontrol study, kontribusi hipertensi dengan terjadinya DM komplikasi stroke diperoleh hasil OR=8,574.

JNC (Joint National Commite) membuat kategori tekanan darah sebagai berikut:

Tabel 2.6. Klasilikasi Tekanan Darah pada Dewasa menurut JNC (Joint National Commite) VII

Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik Normal

Pre-Hipertensi Stadium Satu Stadium Dua

<120 mmhg 121 -139 mmhg 140- 159 mmhg ≥ 160 mmhg

(dan) < 80 mmhg (atau) 81 - 90 mmhg (atau) 91 - 99 mmhg (atau) ≥ 100 mmhg

Sumber: JNC-VII 2003 dalam Depkes RI 2008

Belum ada penelitian yang mengatakan penyebab langsung terjadinya hipertensi terhadap DM namun masih merupakan faktor risiko yang berpotensi terhadap tingginya kasus DM, hipertensi sebagai faktor risiko DM artinya semakin


(26)

tinggi angka hipertensi di suatu daerah maka semakin besar risiko untuk menjadi penderita DM di daerah tersebut, seorang yang memiliki hipertensi maka lebih berisiko dirinya mengalami DM dibanding orang yang tidak hipertensi, arti lainnya juga bahwa tidak semua penderita hipertensi akan menjadi penderita DM, belum ada teori yang benar-benar tegas menerangkan bagaimana hipertensi membuat seseorang menjadi DM karenanya hipertensi bukan faktor penyebab tetapi adalah faktor risiko.

Terjadinya hipertensi pada penderita DM dikaitkan dan hampir sama proses terjadi keduanya yaitu melalui suatu keadaan yang disebut sindroma metabolik satu penelitian memperoleh hasil dimana dari sejumlah total 427 pasien hipertensi yang diteliti, 46 persen diantaranya adalah pasien DM, pasien cenderung berusia lebih tua, indeks masa tubuh yang lebih tinggi dan hiperlipidemia, cenderung akan mengalami komplikasi kardiovaskular dan gagal ginjal, opname lebih lama di Rumah Sakit (Webber, 2009).

Prevalensi hipertensi pada penderita DM secara keseluruhan adalah 70%, Pada laki laki 32%, wanita 45% pada masyarakat India Puma sebesar 49%, pada kulit putih sebanyak 37% dan pada orang asia sebesar 35%, hal ini menggambarkan bahwa hipertensi pada DM akan sering ditemukan dibandingkan pada individu tanpa diabetes (Weir et al. 1999).

Penelitian Kaban dkk (2005) disain kasus kontrol dengan sebanyak 45 responden yang diteliti hasil yang didapatkan tidak ada hubungan hipertensi dengan kejadian DM dimana diperoleh nilai chi square nilai p=0,073 (P > 0,05).


(27)

d. Obesitas Abdominal/Sentral (Lingkar Perut untuk Pria >90 cm, Wanita >80cm) Pada Obesitas sentral terjadi resistensi insulin di hati yang mengakibatkan peningkatan asam lemak bebas (FFA/Free Fatty Acid) dan oksidasinya. FFA menyebabkan ganguan metabolisme glukosa baik secara oksidatif maupun non-oksidatif sehingga menggangu pemakaian glukosa oleh jaringan perifer. Peningkatan jumlah lemak viseral (abdominal) mempunyai korelasi positif dengan hiperinsulin dan berkorelasi negatif dengan sensitifitas insulin. Obesitas abdominal/sentral dapat diketahui dengan pengukuran lingkar perut. Pada pria Asia dikatakan obesitas abdominal bila hasil pengukuran >90 cm dan pada wanita >80 cm, Jenis obesitas ini sangat berpengaruh terhadap kasus DM (Depkes RI, 2008).

Penelitian Kaban, dkk (2005) hubungan obesitas dengan DM diperoleh nilai (p:0,000) dengan nilai OR= 4,6% yang artinya orang yang obesitas kemungkinan 4,6 kali menderita DM Tipe II dibandingkan dengan orang yang tidak obesitas, Peningkatan IMT adalah membuat pertambahan jaringan lemak ditubuh, hal ini akan membuat pankreas akan bekerja lebih banyak untuk menghasilkan insulin yang akan diberikan bagi lemak yang bertambah, jika badan dalam keadaan berat badan normal, insulin yang dihasilkan pankreas dapat secara normal memberikan pada jaringan tubuh tanpa harus bekerja keras untuk menghasilkan tambahan insulin.

e. Dislipidemia, Kadar Lipid (Kolesterol HDL = 35 mg/dl dan atau Trigliserida 250 mg/dl)

Merupakan suatu keadaan dimana kadar lemak dalam darah meningkat diatas batas normal, lemak yang mengalami peningkatan ini meliputi kolesterol, trigliserida


(28)

salah satu partikel yang mengangkut lemak dari sekitar tubuh atau dapat keduanya, berbagai penelitian membuktikan bahwa keadaan dislipidemia dan hiperglikemia

yang berlangsung lama merupakan faktor penting dalam terjadinya komplikasi PJK (Penyakit Jantung Koroner) pada DM Tipe II, studi Finnish membuktikan bahwa peningkatan kadar trigliserid dan rendahnya kolesterol HDL (High Density Lypoprotein) merupakan faktor risiko PJK (Penyakit Jantung Koroner) pada DM Tipe II (Niemann, 2005).

f. Diet Tidak Seimbang (Unhealthy Diet) dengan Tinggi Gula dan Rendah Serat Depkes RI (2008), Konsumsi makanan yang tidak seimbang, tinggi gula dan rendah serat juga merupakan faktor risiko DM, perencanaan makanan yang dianjurkan seimbang dengan komposisi energi yang dihasilkan oleh karbohidrat, protein, dan lemak adalah 45-65% : 10-20% : 20-25%. Secara sederhana dapat diukur dengan food model atau makanan dalam piring. Dengan prinsipnya adalah makan yang teratur dalam Jadwal, Jumlah dan Jenisnya (3J). Contoh ini dapat dilihat di puskesmas sedangkan contoh proporsi makanan dalam bentuk tabel dan piramida dapat dilihat bawah ini :

Tabel 2.7. Contoh Gizi Seimbang

Bahan Makanan Kebutuhan Keterangan 1 Porsi Makanan Pokok 3-4 porsi - ¾ gelas sedang nasi (100 gr), atau

- 1 gelas mie kering (50 gr), atau - 3 iris roti putih (70 gr)

Lauk pauk Hewani

2-3 porsi - 1 potong sedang daging sapi (30 gr), atau - 1 butir telur ayam kampung (55 gr), atau - 1 ekor sedang ikan segar ( 40 gr)


(29)

Tabel 2.7 (Lanjutan)

Bahan Makanan Kebutuhan Keterangan 1 Porsi Lauk pauk nabati 2-3 porsi - 2 potong sedang tempe (50 gr), atau

- 1 potong besar tahu (110 gr), atau - 2 sendok makan kacang tanah ( 15 gr)

Sayur-sayuran 3-4 porsi - 1 gelas setelah dimasak dan ditiriskan (100gr)

Buah- buahan 3-5 porsi - 1 buah kecil pisang ambon (50 gr), atau - 1 buah sedang jeruk garut(115 gr), atau - 1 potong besar pepaya ( 190 gr)

Gula Pasir 2-3 porsi - 1 sendok makan Minyak 5-6 porsi - 1 sendok the Garam 1 porsi - 1 sendok the Air minum 2 liter - = 8 gelas

Sumber : Depkes RI, 2008

Tingginya serat dalam makanan menimbulkan turunnya absorsi beberapa elemen mineral (Mg, Ca, Zn dan Fe). Terdapat batasan pemberian serat maksimal 20-30 g per hari untuk meminimalkan reaksi samping, karena bila kelebihan atau kekurangan serat dalam makanan yang dikonsumsi menyebabkan ganguan proses pencernaan serta pembentukan feases (Departemen Gizi dan Kes Mas UI, 2012)

Penelitian Hartati (2004) yang dilakukan di RSUD Tugurejo Semarang menjelaskan ada pengaruh asupan serat makanan terhadap kadar gula darah DM Tipe II dengan hasil nilai p value < 0,005, hasil penelitian Riskesdas (2007) faktor risiko DM yang makan buah dan sayur pada kelompok umur 25-64 tahun responden terhadap terjadinya DM mempunyai nilai odd rasio 1,04 kali dari yang tidak makan buah dan sayur (Balitbang, Kemenkes RI, 2013).

Faktor lain yang mempengaruhi tingginya gula darah adalah Indeks Glikemik yaitu ukuran kecepatan makanan diserap menjadi gula darah, semakin tinggi indeks


(30)

glikemik suatu makanan, semakin cepat dampaknya terhadap kenaikan gula darah, Indeks glikemik di atas 70 termasuk tinggi, antara 56 sampai dengan 69 sedang dan 55 ke bawah adalah rendah (Ostman, 2001).

Makanan yang sedikit atau tidak mengandung karbohidrat seperti daging, keju, memiliki indeks glikemik mendekati nol. Selain GI dilihat juga Glycemic Load (GL) berbeda dengan GI, GL tidak hanya menilai seberapa cepat glukosa dari suatu makan memasuki peredaran darah tetapi juga menilai seberapa banyak glukosa yang terkandung dari makanan tersebut sehingga GL lebih menilai secara keseluruhan (the whole package), semakin rendah GL semakin kecil suatu makanan yang disajikan memicu peningkatan gula darah secara berlebih, berikut parameter dari GL: Tinggi GL 20 atau lebih, sedang GL I l-19 dan rendah GL l0 atau kurang (Ostman, 2001).

GL dapat dihitung dengan cara mengkalikan GI dengan jumlah karbohidrat yang terkandung dari suatu makanan lalu dibagi seratus, sebagai contoh kita ambil wortel, wortel sebanyak 50 gram memiliki kandungan 5,3 gram karbohidrat (telah diketahui di atas bahwa GI wortel adalah 7l), jadi nilai GL nya adalah: (71 x 5.3):100 =3,76 Jadi wortel yang dikatakan memiliki GI yang tinggi ternyata memiliki GL yang rendah (Thompson, 2006).

Karbohidrat setiap gramnya menghasilkan 4 kalori, karbohidrat lebih banyak dikonsumsi sehari-hari sebagai bahan makanan pokok, satu porsi nasi setara dengan ¾ gelas atau 100 gram, 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kkal, kebutuhan kalori berbeda dilihat dari jenis kelamin dan usia, untuk wanita usia 40-45 tahun 2200 kkal, usia 46-59 tahun 2100 kkal, 60 tahun keatas 1850 kkal sedangkan untuk jenis kelamin


(31)

pria usia 40-45 tahun 2800 kkal, usia 46-59 tahun 2500 kkal dan usia diatas 60 tahun 2200 kkal, sedangkan kebutuhan karbohidrat adalah 60-70% dari energi total (Almatsier, 2006).

Penelitian Nyoman (2009) di Tanaban Bali yang meneliti konsumsi karbohidrat mendapatkan hasil p value 0.000 menyatakan ada pengaruh bermakna konsumsi karbohidrat dengan kejadian DM Tipe II dengan hasil OR 10,8.

g. Memiliki Riwayat Toleransi Glukosa Terganggu (TGT) setelah Pemeriksaan TTGO didapatkan Glukosa Plasma 2 jam setelah Pembebanan Glukosa antara 140-199 mg/dl atau Gula Darah Puasa Terganggu (GDPT 100-125 mg/dl)

Seseorang dengan TGT atau GDPT juga disebut sebagai gangguan intoleransi glukosa atau prediabetes yang merupakan tahapan sementara menuju DM. orang dengan prediabetes mempunyai kadar glukosa darah puasa dan atau glukosa 2 jam setelah pembebanan glukosa (TTGO standar) melebihi normal, namun belum masuk kategori DM.

h. Merokok

Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 faktor risiko seperti merokok, polusi udara di dalam maupun di luar ruangan merupakan onset (awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan dan tidak hilang dengan pengobatan, Rerata batang rokok yang dihisap per hari per orang di Indonesia adalah 12,3 batang (setara satu bungkus). Proporsi terbanyak perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4 persen, umur 35-39 tahun 32,2 persen, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki-laki lebih banyak di bandingkan perokok perempuan (47,5%


(32)

banding 1,1%). Berdasarkan jenis pekerjaan, petani/nelayan/buruh adalah proporsi perokok aktif setiap hari yang terbesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Proporsi perokok setiap hari tampak cenderung menurun pada kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi.

Konsumsi rokok dan tembakau merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti kardiovaskuler, stroke, kanker, kelainan kehamilan dan merupakan penyebab kematian utama didunia temasuk negara kita Indonesia (Depkes RI, 2008).

Sebatang rokok dapat menurunkan khasiat insulin tubuh berkurang sampai 15% dan setelah 10-12 jam baru bisa pulih seperti semula (Tandra, 2014). Kebiasaan merokok menyebabkan gangguan metabolisme glukosa dan peningkatan resistensi insulin yang menyebabkan peningkatan risiko terkena DM (Wicaksono, 2011).

Nikotin merupakan komponen utama rokok, terbukti meningkatkan

vasopressin dan hormon adrenokortikotropik. Nikotin mempunyai efek langsung meningkatkan pelepasan katekolamin dari tempat penyimpanannya di jantung, juga meningkatkan pelepasan epinefrin dari medulla adrenal. Epinefrin disimpan dalam

granula kromafin dan dilepaskan sebagai respon terhadap hipoglikemi, stress dan faktor lainnya (Dorlan, 1995).

Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak perhari, terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu :

1. Perokok Ringan, apabila seorang menghisap kurang dari 10 batang rokok perhari 2. Perokok Sedang, apabila seseorang menghisap 10-20 batang rokok perhari


(33)

3. Perokok Berat, apabila seseorang merokok lebih dari 20 batang rokok perhari (Bustan, 2007).

Depkes RI, (2008), Nikotin dapat menyebabkan pengurangan sensitivitas insulin dan meningkatkan terjadinya resistensi insulin, pada kondisi hiperglikemi nikotin dan karbonmonoksida mempercepat terjadinya pengumpalan darah sebagai faktor penyebab sumbatan pada pembuluh darah.

Merokok menyebabkan kekejangan dan penyempitan pembuluh darah. Para peneliti menyatakan bahwa merokok juga dapat menyebabkan kondisi yang tahan terhadap insulin. Orang yang merokok ≥ 20 batang/hari memiliki insidens DM lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok dengan OR 2,66 (Gabrielle, Capri, et.al, dalam Widiastuty 2013), dan Penelitian yang dilakukan Widiastuty didapat hubungan antara merokok dengan kejadian DM dengan OR 3,54. (Widiastuty, 2013).


(34)

2.3. Landasan Teori

Pendekatan akan timbulnya Kasus Diabetes Melitus dilakukan dengan menggunakan bagan kerangka teori menurut PERKENI (2011), Depkes RI (2008), yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian

Sumber: PERKENI, 2011; Depkes RI (2008)

Faktor Risiko yang tidak dapat Dimodifikasi: 1. Ras/Suku/Etnik

2. Riwayat keluarga dengan DM 3. Umur

4. Jenis kelamin

5. Riwayat melahirkan bayi > 4 kg

6. Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah < 2,5 kg

Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi: 1. Berat Badan Lebih (IMT >25kg/m2 2. Kurangnya aktivitas fisik/olahraga 3. Tekanan darah tinggi (>140/90mmhg)

4. Dislipidemia (<35 mg dan atau Trigliserida > 250 mg/dl)

5. Diet yang tidak sehat (unhealthy Diet) 6. Prediabetes

7. Obesitas abdominal/sentral 8. Kebiasaan merokok

Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko DM 1. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)

atau penderita resistensi insulin

2. Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa tergangu (TGT) atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT) sebelumnya. 3. Riwayat penyakit kardiovaskuler, (stroke,PJK,

atau PAD)

4. Faktor sosial ekonomi, budaya, politik, dan lingkungan seperti perkembangan pasar, kebijakan public, sarana/prasarana yankes.

Kasus Diabetes Melitus


(35)

Kerangka teori diatas mengambarkan 3 faktor risiko yang memengaruhi terjadinya kasus DM yaitu :

1. Faktor Risiko yang tidak dapat di modifikasi, yaitu : a. Ras/Suku/Etnik

b. Riwayat keluarga dengan DM

c. Umur, risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia.

d. Jenis kelamin

e. Riwayat melahirkan bayi >4 kg atau riwayat pernah menderita DM Gestational (DMG)

f. Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah <2,5 kg mempunyai risiko lebih tinggi dibanding bayi lahir dengan BB normal.

2. Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi, yaitu :

a. Berat Badan Lebih (IMT >25 kg/m2), merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DM yang diakibatkan oleh kelebihan cadangan lemak dalam tubuh akibat dari ketidakseimbangan asupan dengan kebutuhan energi tubuh.

b. Aktivitas fisik/Olahraga memberikan efek peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot yang aktif, sehingga secara langsung dapat mengontrol kadar glukosa darah, penurunan kadar lemak tubuh dan peningkatan sensitifitas insulin serta mencegah DM Tipe II.

c. Tekanan darah tinggi (>140/90mmhg).


(36)

e. Diet yang tidak sehat (unhealthy diet) diet dengan tinggi tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita pradiabetes/intoleransi glukosa dan DM Tipe II.

f. Obesitas abdominal/sentral menyebabkan terjadinya resistensi insulin di hati yang meningkatkan asam lemak bebas dan oksidasinya, asam lemak bebas menyebabkan gangguan metabolisme glukosa baik secara oksidatif maupun

non oksidatif.

g. Kebiasaan merokok, kandungan nikotin dalam rokok menyebabkan pengurangan sensitivitas insulin dan meningkatkan terjadinya resistensi insulin.

3. Faktor lain yang terkait dengan risiko DM, yaitu :

a. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau penderita resistensi insulin.

b. Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.

c. Riwayat penyakit kardiovaskuler (stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases).

d. Faktor sosial ekonomi, budaya, politik, dan lingkungan seperti perkembangan pasar, kebijakan publik, sarana/prasarana yankes.

Dalam penelitian ini dari faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi peneliti hanya mengkaji variavel umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu variable Indek Massa Tubuh (IMT), aktivitas fisik,


(37)

tekanan darah tinggi, pola makan dan kebiasaan merokok dan variabel dari faktor yang mendukung yaitu riwayat penyakit kardiovaskuler dan akses ke sarana dan prasarana kesehatan.

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori diatas, selanjutnya kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Risiko yang tidak dapat

Dimodifikasi : 1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Riwayat keluarga dengan DM

Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi: 1. Indek massa tubuh

2. Aktivitas fisik

3. Tekanan darah tinggi 4. Pola makan

5. Kebiasaan merokok

Faktor lain yang terkait dengan Risiko DM:

1. Riwayat penyakit kardiovaskuler (stroke, PJK atau PAD)

2. Faktor budaya

3. Akses sarana/prasarana yankes

Kasus Diabetes Melitus


(1)

banding 1,1%). Berdasarkan jenis pekerjaan, petani/nelayan/buruh adalah proporsi perokok aktif setiap hari yang terbesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Proporsi perokok setiap hari tampak cenderung menurun pada kuintil indeks kepemilikan yang lebih tinggi.

Konsumsi rokok dan tembakau merupakan salah satu faktor risiko utama terjadinya berbagai penyakit tidak menular seperti kardiovaskuler, stroke, kanker, kelainan kehamilan dan merupakan penyebab kematian utama didunia temasuk negara kita Indonesia (Depkes RI, 2008).

Sebatang rokok dapat menurunkan khasiat insulin tubuh berkurang sampai 15% dan setelah 10-12 jam baru bisa pulih seperti semula (Tandra, 2014). Kebiasaan merokok menyebabkan gangguan metabolisme glukosa dan peningkatan resistensi insulin yang menyebabkan peningkatan risiko terkena DM (Wicaksono, 2011).

Nikotin merupakan komponen utama rokok, terbukti meningkatkan vasopressin dan hormon adrenokortikotropik. Nikotin mempunyai efek langsung meningkatkan pelepasan katekolamin dari tempat penyimpanannya di jantung, juga meningkatkan pelepasan epinefrin dari medulla adrenal. Epinefrin disimpan dalam granula kromafin dan dilepaskan sebagai respon terhadap hipoglikemi, stress dan faktor lainnya (Dorlan, 1995).

Jumlah rokok yang dihisap dapat dalam satuan batang, bungkus, pak perhari, terbagi kedalam tiga kelompok, yaitu :

1. Perokok Ringan, apabila seorang menghisap kurang dari 10 batang rokok perhari 2. Perokok Sedang, apabila seseorang menghisap 10-20 batang rokok perhari


(2)

3. Perokok Berat, apabila seseorang merokok lebih dari 20 batang rokok perhari (Bustan, 2007).

Depkes RI, (2008), Nikotin dapat menyebabkan pengurangan sensitivitas insulin dan meningkatkan terjadinya resistensi insulin, pada kondisi hiperglikemi nikotin dan karbonmonoksida mempercepat terjadinya pengumpalan darah sebagai faktor penyebab sumbatan pada pembuluh darah.

Merokok menyebabkan kekejangan dan penyempitan pembuluh darah. Para peneliti menyatakan bahwa merokok juga dapat menyebabkan kondisi yang tahan terhadap insulin. Orang yang merokok ≥ 20 batang/hari memiliki insidens DM lebih tinggi dibandingkan yang tidak merokok dengan OR 2,66 (Gabrielle, Capri, et.al, dalam Widiastuty 2013), dan Penelitian yang dilakukan Widiastuty didapat hubungan antara merokok dengan kejadian DM dengan OR 3,54. (Widiastuty, 2013).


(3)

2.3. Landasan Teori

Pendekatan akan timbulnya Kasus Diabetes Melitus dilakukan dengan menggunakan bagan kerangka teori menurut PERKENI (2011), Depkes RI (2008), yaitu sebagai berikut:

Gambar 2.1. Kerangka Teori Penelitian Sumber: PERKENI, 2011; Depkes RI (2008)

Faktor Risiko yang tidak dapat Dimodifikasi: 1. Ras/Suku/Etnik

2. Riwayat keluarga dengan DM 3. Umur

4. Jenis kelamin

5. Riwayat melahirkan bayi > 4 kg

6. Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah < 2,5 kg

Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi: 1. Berat Badan Lebih (IMT >25kg/m2 2. Kurangnya aktivitas fisik/olahraga 3. Tekanan darah tinggi (>140/90mmhg)

4. Dislipidemia (<35 mg dan atau Trigliserida > 250 mg/dl)

5. Diet yang tidak sehat (unhealthy Diet) 6. Prediabetes

7. Obesitas abdominal/sentral 8. Kebiasaan merokok

Faktor Lain yang Terkait dengan Risiko DM 1. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS)

atau penderita resistensi insulin

2. Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa tergangu (TGT) atau glukosa darah puasa tergangu (GDPT) sebelumnya. 3. Riwayat penyakit kardiovaskuler, (stroke,PJK,

atau PAD)

4. Faktor sosial ekonomi, budaya, politik, dan lingkungan seperti perkembangan pasar, kebijakan public, sarana/prasarana yankes.

Kasus Diabetes Melitus


(4)

Kerangka teori diatas mengambarkan 3 faktor risiko yang memengaruhi terjadinya kasus DM yaitu :

1. Faktor Risiko yang tidak dapat di modifikasi, yaitu : a. Ras/Suku/Etnik

b. Riwayat keluarga dengan DM

c. Umur, risiko untuk menderita intoleransi glukosa meningkat seiring dengan meningkatnya usia.

d. Jenis kelamin

e. Riwayat melahirkan bayi >4 kg atau riwayat pernah menderita DM Gestational (DMG)

f. Riwayat lahir dengan berat badan lahir rendah <2,5 kg mempunyai risiko lebih tinggi dibanding bayi lahir dengan BB normal.

2. Faktor Risiko yang dapat dimodifikasi, yaitu :

a. Berat Badan Lebih (IMT >25 kg/m2), merupakan salah satu faktor risiko terjadinya DM yang diakibatkan oleh kelebihan cadangan lemak dalam tubuh akibat dari ketidakseimbangan asupan dengan kebutuhan energi tubuh.

b. Aktivitas fisik/Olahraga memberikan efek peningkatan pemakaian glukosa darah oleh otot yang aktif, sehingga secara langsung dapat mengontrol kadar glukosa darah, penurunan kadar lemak tubuh dan peningkatan sensitifitas insulin serta mencegah DM Tipe II.

c. Tekanan darah tinggi (>140/90mmhg).


(5)

e. Diet yang tidak sehat (unhealthy diet) diet dengan tinggi tinggi gula dan rendah serat akan meningkatkan risiko menderita pradiabetes/intoleransi glukosa dan DM Tipe II.

f. Obesitas abdominal/sentral menyebabkan terjadinya resistensi insulin di hati yang meningkatkan asam lemak bebas dan oksidasinya, asam lemak bebas menyebabkan gangguan metabolisme glukosa baik secara oksidatif maupun non oksidatif.

g. Kebiasaan merokok, kandungan nikotin dalam rokok menyebabkan pengurangan sensitivitas insulin dan meningkatkan terjadinya resistensi insulin.

3. Faktor lain yang terkait dengan risiko DM, yaitu :

a. Penderita Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) atau penderita resistensi insulin.

b. Penderita sindrom metabolik memiliki riwayat toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.

c. Riwayat penyakit kardiovaskuler (stroke, PJK, atau PAD (Peripheral Arterial Diseases).

d. Faktor sosial ekonomi, budaya, politik, dan lingkungan seperti perkembangan pasar, kebijakan publik, sarana/prasarana yankes.

Dalam penelitian ini dari faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi peneliti hanya mengkaji variavel umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, dari faktor risiko yang dapat dimodifikasi yaitu variable Indek Massa Tubuh (IMT), aktivitas fisik,


(6)

tekanan darah tinggi, pola makan dan kebiasaan merokok dan variabel dari faktor yang mendukung yaitu riwayat penyakit kardiovaskuler dan akses ke sarana dan prasarana kesehatan.

2.4. Kerangka Konsep

Berdasarkan landasan teori diatas, selanjutnya kerangka konsep dapat digambarkan sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian Faktor Risiko yang tidak dapat

Dimodifikasi : 1. Umur

2. Jenis kelamin

3. Riwayat keluarga dengan DM

Faktor Risiko yang dapat Dimodifikasi: 1. Indek massa tubuh

2. Aktivitas fisik

3. Tekanan darah tinggi 4. Pola makan

5. Kebiasaan merokok

Faktor lain yang terkait dengan Risiko DM:

1. Riwayat penyakit kardiovaskuler (stroke, PJK atau PAD)

2. Faktor budaya

3. Akses sarana/prasarana yankes

Kasus Diabetes Melitus


Dokumen yang terkait

Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

3 81 109

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

2 27 161

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 19

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 2

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 11

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 5

Faktor Risiko yang Memengaruhi Kasus Penderita Diabetes Melitus Tipe II di Wilayah Kerja Puskesmas Banda Sakti Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 39

Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 25

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Jumlah Anak - Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 19

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-faktor yang Memengaruhi Jumlah Anak di Desa Pusong Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Tahun 2014

0 0 9