Korelasi C-Telopeptide Serum Dengan Densitas Tulang Pada Wanita Pasca Menopause

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Menopause
Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu “mens” berarti bulan
dan “pausis” berarti berhenti. Definisi menopause adalah seorang wanita

yang tidak mengalami menstruasi pada usia 40-65 tahun dalam waktu
lebih dari 12 bulan. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar
follicle stimulating hormone (FSH) darah > 40 mIU/ml dan kadar CTx < 30
pg/ml.19,20
Data Women’s Health Across The Nation menunjukkan rerata usia
wanita menopause 51,4 tahun. Rerata usia wanita menopause 45 tahun
disertai peningkatan hormon CTx pada masa perimenopause yaitu satu
tahun sebelum terjadinya menopause. Data di Netherland menunjukkan
rerata usia wanita menopause 50,2 tahun.20 Di negara berkembang rerata
usia wanita menopause terjadi lebih dini daripada negara barat. Penelitian
di Indonesia menunjukkan rerata usia wanita menopause 48-49 tahun.21

2.2 Fisiologi Tulang Normal
Jaringan tulang mengalami proses remodelling yang berlangsung

secara terus-menerus dimana terjadi proses resorpsi dan formasi tulang
yang berlangsung secara bersamaan. Proses remodelling ini sangat
diperlukan tulang untuk beradaptasi terhadap gangguan mekanik dan
perubahan fisiologi tulang sehingga susunan matriks tulang menjadi
kuat.16
Integritas massa tulang ditentukan oleh keseimbangan antara
proses formasi dan resorpsi tulang. Perubahan dalam proses remodelling
tulang akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara proses
penghancuran tulang dan pembentukan tulang. Proses ini merupakan
dasar terjadinya hampir semua gangguan metabolisme tulang dan

osteoporosis. Proses remodelling tulang merupakan hasil kerja dari dua
jenis sel yang bekerja secara berlawanan memegang peranan penting
terhadap proses ini yaitu sel osteoblast yang bekerja membentuk matriks
tulang baru dan sel osteoklast yang menghancurkan matriks tulang.16
Tulang terdiri dari matriks tulang yang mengandung 90% kolagen
(Type-1 Collagen

mengandung N-telopeptides,


C-telopeptides dan

deoxypyridinolines), 10% protein (osteocalcin, osteonectin, osteopontin),
mineral tulang (kalsium, fosfat) dan sel-sel tulang (osteosit, osteoblas,
osteoklas). 1,2,5,8
Osteoblas

merupakan

sel

tulang

yang

berperan

dalam

menghasilkan bahan organik yang penting untuk menyusun tulang,

contohnya: kolagen tipe 1, proteoglikan, dan osteonektin. Osteoblas dapat
berubah menjadi osteosit melalui proses yang tidak singkat, inti dari
proses ini osteoblast akan diselubungi oleh bahan yang diproduksi
olehnya dan terjadi pula kalsifikasi dimana ion kalsium akan berkumpul
dan berikatan dengan sel osteoblast tadi. Akhirnya osteosit terbentuk.
Osteosit ini adalah tulang dewasa yang berperan sebagai sel yang
menjaga matriks tulang. Sel ini akan mengalami kematian bila terjadi
resobrsi tulang yang dilakukan oleh osteoklas. Oleh karena itu
keseimbangan

aktivitas

kedua

jenis

sel

ini


berperan

untuk

mempertahankan kekonstanan massa tulang. Faktor yang dilepaskan oleh
osteoklas pada fase resorpsi diduga mensinyalir perekrutan osteoblas.
Selain itu, osteoblas menyediakan sinyal penting untuk diferensiasi
osteoklas melalui sintesis dan sekresi RANKL (Receptor Activator of

nuclear faktor kappa ligand), CSF1 (dikenal juga dengan M-CSF/Makrofag
Colony Stimulating Factor) dan sinyal stimulator lainnya. RANKL diketahui
sebagai sitokin osteoklasogenik yang mengatur turnover tulang pada
kondisi fisiologis maupun patologis. RANKL berikatan dengan reseptornya
RANK pada prekursor osteoklas dan osteoklas untuk menginduksi
diferensiasi dan aktivasi sel-sel tersebut menjadi osteoklas yang
meresorpsi tulang matur. Osteoklas juga mensekresi osteoprotegerin yang
berperan sebagai reseptor umpan larut air dengan cara memakan RANKL
serta mencegah interaksi antara RANKL dengan RANK. Oleh karena itu
dalam


lingkungan

mikro

tulang,

pensinyalan

berpasangan

antara

osteoklas dengan osteoblas menjadi mekanisme penting yang mengatur
turnover tulang. Selain itu hormon, sitokin dan vitamin juga bekerja dalam
lingkungan mikro ini pada osteoblas dan osteoklas untuk mengatur aspekaspek pembentukan tulang, mineralisasi dan resorpsi yang berbeda.1,22,23
Fisiologi tulang normal akan mengalami proses remodelling terusmenerus. Siklus remodelling adalah proses aktivasi, resorpsi dan formasi
tulang

5,24,25


. Terdapat dua jenis jaringan tulang pada orang dewasa yaitu

tulang trabekula dan tulang kortikal. Tulang trabekula merupakan 25% dari
total komponen massa tulang terkonsentrasi di tulang belakang dan ujung
tulang panjang. Proses remodelling tulang trabekula adalah 25%
sedangkan tulang kortikal adalah 2% sampai 3% setiap tahun sehingga
tulang trabekula lebih rentan terhadap faktor yang mempengaruhi
metabolisme tulang. Massa tulang ditentukan oleh puncak massa tulang
yang tercapai pada usia 20 sampai 30 tahun dan penurunan massa tulang

berlangsung secara bertahap sebesar 0,5% sampai 1% per tahun. Massa
tulang laki-laki lebih besar daripada wanita selama masa dewasa. Dalam
perjalanannya wanita akan kehilangan sekitar 50% tulang trabekula
sedangkan laki-laki akan kehilangan sekitar 30% tulang trabekula.24,26

2.3 Osteoporosis
Osteoporosis berasal dari kata osteos (tulang) dan porous
(keropos). Sehingga disebut juga pengeroposan tulang yaitu tulang
menjadi tipis, rapuh, dan keropos serta mudah patah.16
National Institute of Health (NIH) Consensus (2000) menyatakan

defenisi osteoporosis sebagai suatu gangguan pada tulang dimana terjadi
penurunan kekuatan tulang dan meningkatkan resiko terjadinya patah
tulang. Kekuatan tulang ditentukan oleh densitas mineral tulang dan
kualitas tulang.16
Definisi Osteoporosis menurut WHO (1994) adalah suatu gangguan
pada tulang ditandai dengan penurunan massa tulang disertai dengan
kerusakan

mikroarsitektur

jaringan

tulang

yang

mengakibatkan

meningkatnya resiko patah tulang.1,2,24,26,27,28
Definisi osteoporosis berdasarkan kriteria WHO adalah penurunan

densitas massa tulang (BMD) kurang dari 2,5 deviasi standar di bawah
puncak normal massa tulang orang dewasa, skor T kurang dari atau sama
dengan -2,5 berdasarkan dual X-Ray absorbtiometry (DEXA). Osteopenia
merupakan

derajat

penurunan

massa

tulang

yang

lebih

ringan

didefinisikan sebagai skor T antara -1,0 sampai -2,5. Risiko fraktur

meningkat dramatis seiring dengan penurunan BMD.25,27,28
Menurunnya massa tulang dan memburuknya arsitektur jaringan
tulang ini berhubungan erat dengan proses remodelling tulang yaitu terjadi
abnormalitas bone turnover. Pada proses remodelling fisiologi normal
tulang

secara

berkesinambungan

mengalami

penyerapan

dan

pembentukan. Hal ini berarti bahwa pembentukan tulang tidak terbatas
pada fase pertumbuhan saja akan tetapi pada kenyataannya berlangsung
seumur hidup dimana sel yang bertanggung jawab untuk pembentukan
tulang disebut osteoblas sedangkan osteoklas bertanggung jawab untuk

penyerapan tulang.29,30
Proses pembentukan dan penyerapan tulang berada dalam
keseimbangan saat individu berusia 30 sampai 40 tahun. Keseimbangan
proses pembentukan dan penyerapan ini mulai terganggu dan cenderung
lebih banyak terjadi proses penyerapan tulang ketika wanita mencapai
menopause dan pria mencapai usia 60 tahun. Proses ini disebut
osteoporosis, dimana pada osteoporosis akan terjadi abnormalitas bone
turnover yaitu terjadinya proses penyerapan tulang (bone resorption) lebih
banyak

daripada

proses

pembentukan

tulang

(bone


formation).

Peningkatan proses penyerapan tulang dibandingkan pembentukan tulang
pada wanita pasca menopause disebabkan oleh defisiensi hormon
estrogen yang kemudian akan merangsang keluarnya mediator-mediator
yang berpengaruh terhadap aktivitas sel osteoklas. Jadi yang berperan
dalam terjadinya osteoporosis secara langsung adalah jumlah dan

aktivitas dari sel osteoklas untuk menyerap tulang yang dipengaruhi oleh
mediator-mediator, dimana mediator-mediator ini sangat dipengaruhi oleh
kadar hormon estrogen.31

Gambar 2.1. Gambaran tulang pada orang normal dan osteoporosis

2.4 Patogenesis Osteoporosis
Patogenesis osteoporosis bersifat kompleks meliputi peranan selsel tulang, hormon, sitokin, faktor mineral dan biomekanik tulang.
Terjadinya osteoporosis secara seluler disebabkan oleh jumlah dan
aktivitas sel osteoklas lebih banyak daripada jumlah dan aktivitas sel
osteoblas sehingga mengakibatkan penurunan massa tulang.1,2,25,27,28,29,30
Beberapa teori yang menyebabkan peningkatan diferensiasi dan
aktivitas sel osteoklas yaitu :
1. Defisiensi estrogen
2. Faktor sitokin
3. Pembebanan

2.4.1 Defisiensi Estrogen

Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel
osteoblas

dan

beraktivitas

melalui

reseptor

di

sitosol

sel

yang

mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti Interleukin I (IL-1),
Interleukin 6 (IL-6) dan Tumor Necroting Factor Alpha (TNF-α) dimana
sitokin ini berfungsi untuk penyerapan tulang. Estrogen juga meningkatkan
sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b) yang merupakan satusatunya faktor pertumbuhan (growth factor) yang merupakan mediator
untuk menarik sel osteoblas ke tempat lubang tulang yang telah diresorpsi
oleh osteoklas. Sel osteoblas merupakan sel target utama dari estrogen
untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan sitokin. Efek
estrogen pada osteoklas memberikan pengaruh secara langsung maupun
tidak langsung. Pengaruh estrogen secara langsung adalah mencegah
terjadinya diferensiasi sel prekursor osteoklas dan menekan aktivasi sel
osteoklas dewasa. Sedangkan pengaruh estrogen secara tidak langsung
akan mempengaruhi proses diferensiasi, aktivasi maupun apoptosis dari
osteoklas.28,29,32

2.4.2 Faktor Sitokin
Stadium awal proses osteoklasogenesis akan melalui suatu jalur
yang memerlukan suatu mediator yaitu sitokin dan faktor koloni stimulator.
Mediator sitokin yang menstimulasi osteoklasogenesis adalah IL-1, IL-3,
IL-6, Leukemia Inhibitory Factor (LIF), Oncostatin M (OSM), Ciliary
Neurottropic factor (CNTF), Tumor Necroting Factor (TNF), Granulocyte
Macrophage Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan Macrophage

Colony Stimulating Factor (M-CSF) sedangkan mediator sitokin yang
menghambat osteoklasogenesis adalah IL-4, IL-10, IL-18 dan interferon
G. Interleukin 6 merupakan salah satu sitokin mempunyai peranan penting
dimana adanya peningkatan IL-6 terbukti memegang peranan akan
terjadinya beberapa penyakit yang berpengaruh pada remodelling tulang
dan penyerapan tulang yang berlebihan baik lokal maupun sistemik.26,33

2.4.3 Pembebanan
Tulang

merupakan

jaringan

dinamik

yang

secara

konstan

melakukan remodelling akibat respon mekanik dan perubahan hormonal.
Remodelling tulang terjadi dalam suatu unit yang dikenal dengan bone
remodelling

unit

yang

merupakan

keseimbangan

dinamik

antara

penyerapan tulang oleh osteoklas dan pembentukan tulang oleh
osteoblas. Remodelling ini dimulai dari perubahan permukaan tulang yang
pasif (quiescent) menjadi perubahan permukaan tulang yang mengalami
resorpsi.11,28,34
Pembebanan

mekanik

pada

tulang

(skletal

load)

akan

menimbulkan stres mekanik dan strain atau resultant tissue deformation
yang menimbulkan efek pada jaringan tulang yaitu pembentukan tulang
pada

permukaan

periosteal

sehingga

memperkuat

tulang

dan

menurunkan bone turnover yang mengurangi penyerapan tulang. Dengan
demikian pembebanan mekanik dapat memperbaiki ukuran, bentuk dan

kekuatan jaringan tulang dengan memperbaiki densitas dan arsitektur
tulang. Tulang melakukan adaptasi mekanik yaitu proses seluler yang
memerlukan sistem biologis yang dapat mengindera pembebanan
mekanik. 28,34

2.5 Faktor-Faktor Risiko Osteoporosis
Menurut Emma (2000) faktor penyebab osteoporosis adalah faktor
endogenik. Faktor endogenik terkait dengan proses penuaan yaitu proses
kerusakan sel yang berjalan seiring dengan perjalanan usia. Perubahan
yang terjadi pada lansia meliputi perubahan struktural (massa tulang) dan
penurunan fungsional tubuh.35

Tabel 1. Faktor Risiko Osteoporosis33

Faktor Individu ( faktor host )
1. Ras
2. Keturunan (riwayat keluarga)
3. Jenis kelamin (terutama wanita post menopause)
4. Bentuk tubuh (orang kecil, kurus)

Faktor Nutrisi

1. Defisiensi kalsium
2. Alkohol dan merokok
3. Asupan garam dan fosfor berlebih
4. Penurunan berat badan akibat pengendalian berat badan yang
berlebih (diet yang tidak cukup)
5. Kurang terpapar sinar matahari, defisiensi vitamin D

Faktor Fisik
1. Kurang olahraga (istirahat tempat tidur yang lama)
2. Paralisis otot (misalnya : stroke)
3. Penurunan kemampuan kerja
4. Gravitasi nol (astronot)

Faktor penyakit dan Obat-obatan
1. Ovarektomi pre-menopausal, atau hipogenitalis
2. Gastrektomi
3. Anoreksia
4. Penggunaan steroid

2.5.1 Usia
Resiko terjadinya patah tulang sangat tergantung pada kekuatan
tulang. Kekuatan tulang ditentukan oleh beberapa faktor utama yaitu

massa tulang, kandungan mineral tulang, dan mikroaksitektur tulang.
Massa tulang maksimal (peak bone mass) pada wanita 25% sampai 40%
lebih rendah daripada massa tulang maksimal pria. Massa tulang
maksimal dicapai pada usia antara 25 sampai 30 tahun, sedangkan
densitas mineral tulang maksimal dicapai pada usia 18 tahun. Densitas
mineral tulang berhubungan oleh mikroaksitektur tulang dan densitas
mineral tulang.16
Peningkatan usia akan mengakibatkan terjadinya penurunan
massa tulang. Proses pembongkaran tulang (absorpsi) lebih cepat
daripada proses pembentukan tulang (formasi). Lebih kurang 20%
kehilangan massa tulang pada wanita ini terjadi pada 5 sampai 7 tahun
pasca menopause, sehingga diperkirakan kehilangan massa tulang ini
berhubungan dengan kenaikan kadar C-Telopeptide.16
Secara fisiologis tulang mempunyai tiga permukaaan yang disebut
envelope. Setiap permukaan tulang ini memiliki bentuk anatomi yang
berbeda. Permukaan tulang yang menghadap lubang sumsum tulang
disebut endosteal envelope, permukaan luarnya disebut periosteal
envelope dan diantara keduanya terdapat intracortical envelope. Tulang
baru terbentuk pada periosteal envelope ketika masa kanak-kanak. Anakanak tumbuh karena jumlah yang terbentuk dalam periosteum melebihi
apa yang dipisahkan pada permukaan endosteal dari tulang kortikal. Pada
saat remaja pertumbuhan menjadi semakin cepat karena meningkatnya
produksi hormon seks. Mulai lahir sampai usia 30 tahun proses formasi
tulang lebih banyak. Tetapi setelah usia 30 tahun proses formasi dan

resorpsi tulang mulai berjalan tidak seimbang dimana proses resorpsi
melebihi proses formasi. Penelitian Buttros A dkk.(2011) menunjukkan
bahwa usia saat menopause merupakan faktor risiko osteoporosis.36
Populasi lansia diperkirakan meningkat tajam secara global di
semua negara. Pada tahun 1995 didapatkan data 49% penduduk dunia
berusia diatas 65 tahun dan diperkirakan meningkat menjadi 57% pada
tahun 2025. Peningkatan usia memiliki hubungan dengan kejadian
osteoporosis. Insiden osteoporosis lebih rendah pada kelompok lansia dini
(usia 55 sampai 65 tahun) daripada lanjut usia (65 sampai 85 tahun). Jadi
terdapat korelasi antara osteoporosis dengan peningkatan usia.33

2.5.2 Genetik
Faktor genetik juga memiliki kontribusi terhadap massa tulang.
Penelitian terhadap kembar menunjukkan bahwa puncak massa tulang
pinggul dan punggung sangat bergantung pada genetik. Anak perempuan
dari wanita yang mengalami patah tulang osteoporosis rata-rata memiliki
massa tulang yang lebih rendah daripada anak sebayanya (kira-kira 3
sampai 7% lebih rendah). Riwayat osteoporosis dalam keluarga turut
berkontribusi terhadap kejadian osteoporosis.1,5,11,22
Massa tulang puncak pada orang dewasa secara umum ditentukan
oleh

faktor

genetik

sehingga

suseptibilitas

menopause

terhadap

osteoporosis juga dapat dimediasi oleh faktor ini. Hubungan antara
polimorfisme pada gen yang mengkode reseptor vitamin D (VDR) dengan
densitas tulang pada populasi menopause telah ditegakkan. Analisis

polimorfisme restriksi panjang fragmen menunjukkan bahwa genotip BB
dan tt dari VDR berhubungan dengan BMD yang rendah di lumbal dan
collum femur pada wanita paska menopause dari latar belakang etnis
yang berbeda. Serupa dengan hal itu, COL1A1 gen yang mengkode
kolagen tipe I alfa-1 juga meregulasi BMD karena kolagen tipe I adalah
protein struktural terpenting yang terdapat dalam matriks tulang.23,30

2.5.3 Kalsium
Kalsium dibutuhkan tubuh untuk membentuk dan mempertahankan
kekuatan tulang dan gigi, membantu proses pembekuan darah dan
penyembuhan luka, penghantaran rangsangan saraf, produksi hormone
dan enzim-enzim, kontraksi otot, transport ion melalui membrane sel, dan
pencegahan

osteoporosis.

Penyerapan

kalsium

didalam

tubuh

dipengaruhi oleh beberapa hormon tubuh antara lain hormon paratiroid,
kalsitonin, vitamin D dan estrogen. Penurunan penyerapan kalsium oleh
tubuh pada wanita pasca menopause disebabkan oleh penurunan kadar
hormon estrogen yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar 1,25dihydroxyvitamin D. Sehingga pemberian suplementasi kalsium pada
wanita pasca menopause sebaiknya diberikan bersama hormone estrogen
dan vitamin D.16,37
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap wanita pada
awal pasca menopause untuk melihat hubungan suplementasi kalsium
dalam pencegahan terjadinya osteoporosis. Penelitian ini menunjukkan
bahwa kehilangan kalsium yang berlangsung cepat pada wanita pasca

menopause berhubungan dengan penurunan kadar estrogen yang terjadi
pada wanita tersebut, sehingga mereka memerlukan suplementasi
kalsium yang adekuat.16

2.5.4 Indeks Massa Tubuh (IMT)
IMT yang rendah berhubungan dengan BMD yang rendah pada
populasi umum termasuk pada menopause. Penelitian menunjukkan
bahwa efek berat badan terhadap massa tulang lebih besar pada bagian
tubuh yang menopang berat badan misalnya pada tulang femur atau
tibia.27,38
Saleh,dkk (2010) melaporkan indeks massa tubuh memiliki
hubungan yang bermakna dengan resiko osteoporosis, dimana wanita
pasca menopause dengan indeks massa tubuh yang tinggi akan memiliki
indeks BMD yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan adypocytokine seperti
leptin

terhadap

osteoblast

dan

osteoklast

yang

berperan

dalam

remodeling tulang.16,38
Wanita dengan indeks massa tubuh yang rendah dan kurang dari
20 kg/m2 akan meningkatkan resiko osteoporosis. Morin,dkk (2009)
melaporkan bahwa indeks massa tubuh yang rendah memiliki hubungan
yang bermakna dengan peningkatan resiko terjadinya osteoporosis pada
wanita yang berusia 40 sampai 59 tahun.16

2.5.5 Aktivitas Fisik/Olahraga
Latihan beban akan memberikan penekanan pada tulang dan
menyebabkan tulang memanjang sehingga merangsang pembentukan
tulang. Menurunnya aktivitas fisik yang berkepanjangan dapat mengurangi
massa tulang. Aktivitas fisik yang berkecukupan akan menghasilkan
massa tulang yang lebih besar. Kejadian osteoporosis pada seseorang
dengan aktivitas fisik cukup saat berusia 25 sampai 55 tahun cenderung
lebih sedikit daripada aktivitas fisik minimal.1,5,11,22
Kebiasaan olahraga bermanfaat untuk menjaga densitas tulang.
Olahraga yang bermanfaat bagi tulang antara lain: olahraga aerobik,
olahraga fleksibilitas, olahraga keseimbangan, dan olahraga beban.16


Olahraga aerobik
Olahraga

aerobik

dapat

memperbaiki

fungsi

jantung

dan

peredaran darah ke tulang sehingga dapat mencegah resiko
terjadinya osteoporosis. Beberapa olahraga aerobik yang dapat
dilakukan antara lain berlari, sepeda statis, senam, berenang,
menari, dan naik turun tangga. Aktivitas olahraga ini sebaiknya
dilakukan selama 30 menit dengan frekuensi olahraga minimal 3
kali per minggu.16


Olahraga beban
Olahraga beban adalah olahraga yang dilakukan dimana seluruh
tubuh bertumpu pada kedua tungkai dan melawan gravitasi bumi.
Beberapa contoh olahraga beban ini adalah jalan, lari, bola
basket, melompat tali dan meloncat. Olahraga lompat tali yang

dilakukan sebanyak 50-100 kali perhari sebanyak 3 kali seminggu
telah dilaporkan dapat meningkatkan massa tulang secara
bermakna.

Olahraga

jalan

kaki

telah

dilaporkan

dapat

meningkatkan massa tulang panggul dan menurunkan resiko
osteoporosis pada wanita pasca menopause.16


Olahraga fleksibilitas
Olahraga fleksibilitas adalah olahraga peregangan otot yang
bertujuan untuk keseimbangan dan membuat sendi lebih kuat dan
lentur, menyangga berat badan sehingga dapat merangsang
pertumbuhan tulang baru. Contoh olahraga fleksibilitas adalah
yoga.16



Olahraga tahanan
Olahraga tahanan ini memakai beban dengan berat tertentu dan
terdiri dari gerakan menahan, melawan, dan mendorong sesuatu.
Olahraga ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan tulang dan
metabolism tulang dan kekuatan otot. Contoh olahraga ini adalah
mengangkat barbel dan dumbel.16

2.5.6 Steroid
Harvey Cushing, lebih dari 50 tahun yang lalu telah mengamati
bahwa hiperkortisolisme berhubungan erat dengan penipisan massa
tulang. Diperkirakan, antara 30% sampai 50% pengguna steroid jangka
panjang mengalami patah tulang (atraumatic fracture) misalnya ditulang
belakang atau paha. Penipisan tulang akibat pemberian steroid paling

cepat berlangsung pada 6 bulan pertama pengobatan, dengan rata-rata
5% pada tahun pertama, kemudian menurun menjadi 1%-2% pada tahun
berikutnya.16,23,26
Disamping penuaan dan menopause, penipisan tulang diakibatkan
oleh pemberian steroid sehingga mengakibatkan penurunan pembentukan
tulang (bone formation) dan peningkatan resorpsi tulang (bone resorption).
Steroid menghambat sintesis kolagen tulang oleh osteoblast yang telah
ada dan mencegah transformasi sel-sel prekursor menjadi osteoblast
yang dapat berfungsi dengan baik. Disamping itu, steroid juga sangat
mereduksi sistesis protein. Gambaran histomorfometrik menunjukkan
penurunan tingkat aposisi mineral, dan penipisan dinding tulang yang
diduga karena umur osteoblast yang semakin pendek. Efek steroid
terhadap osteoblast juga melalui gangguan atas respon osteoblast
terhadap hormon paratiroid, prostaglandin, sitokin, factor pertumbuhan
dan 1,25-dihydroxyvitamin D. Sintesis dan aktivitas faktor-faktor parakrin
lokal juga mungkin terganggu. Dibandingkan proses penuaan, penipisan
tulang dalam osteoporosis akibat steroid lebih luas, karena permukaanpermukaan yang mengalami resorpsi dan hambatan formasi tulang juga
lebih luas.16,23,26
Steroid akan menghambat sekresi gonadotropin dari hipofisis
sehingga fungsi gonad terganggu. Akibatnya produksi estrogen dan
testosteron menurun. Steroid menghambat sekresi LH, dan menurunkan
produksi estrogen yang difasilitasi oleh FSH. Efek steroid yang lain adalah
menurunkan sekresi hormon seks adrenal. Defisiensi estrogen dan

pemakaian steroid saling memperkuat efek terhadap laju penipisan tulang.
Ketika penipisan tulang terjadi, bagian trabekular lebih dulu terpengaruh
dibanding bagian kortikal. Dengan demikian fraktur lebih sering terjadi di
tulang-tulang pipih.16,23,26
Lebih singkatnya, patofisiologi osteoporosis akibat pemberian
steroid dapat digambarkan sebagai 2 proses utama. Proses yang pertama
adalah penurunan pembentukan tulang dan kenaikan resorpsi tulang.
Terapi

steroid

secara

kronis

menurunkan

umur

osteoblast

dan

meningkatkan apoptosis. Pemberian steroid juga meningkatkan maturasi
dan kegiatan osteoklast

dan

mengakibatkan antiapoptotik

secara

langsung.16,23,26

2.5.7 Merokok
Pada wanita menopause yang merokok didapatkan indeks massa
tubuh yang lebih rendah dan menopause dini ( kira-kira 5 tahun lebih
awal) daripada kelompok yang tidak merokok. Risiko osteoporosis pada
wanita perokok lebih tinggi daripada kelompok yang tidak merokok.1,5,11,22
Merokok berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
osteoporosis pada tulang panggul sebanyak 40% - 45%. Wanita perokok
akan mengalami masa menopause lebih cepat

sehingga

terjadi

penurunan kadar hormon estrogen dan peningkatan osteoporosis pada
periode awal menopause.16

2.5.8 Konsumsi Alkohol

Konsumsi alkohol berlebihan dalam jangka waktu lama akan
mengakibatkan berkurangnya massa tulang. Konsumsi alkohol lebih dari
750 ml setiap minggu dapat menurunkan massa tulang. Adanya defisiensi
nutrisi dan defisiensi vitamin D juga merupakan akibat dari gangguan
metabolisme di hati akibat konsumsi alkohol berlebihan.1,3,5,6
Kebiasaan

minum

alkohol

sebanyak

2



3

ons

perhari

mempermudah terjadinya osteoporosis. Alkohol dapat mengganggu
proses absorpsi kalsium dengan cara menghambat kerja enzim yang
merubah vitamin D inaktif menjadi bentuk aktif. Alkohol juga dapat
meningkatkan kadar hormon paratiroid sehingga meningkatkan terjadinya
resorpsi kalsium dari tulang dan mengganggu keseimbangan kalsium
tubuh. Wanita yang mengkonsumsi alkohol secara kronik dapat
menyebabkan

terjadinya

gangguan

menstruasi

dan

menyebabkan

terjadinya penurunan kadar estrogen dan testosterone sehingga terjadi
penurunan aktivitas osteoblast yang berperan dalam proses formasi
tulang. Alkohol juga dapat meningkatkan sekresi hormon kortisol sehingga
terjadi peningkatan aktifitas resorpsi tulang.16

2.5.9. Konsumsi kafein
Beberapa penelitian melaporkan bahwa konsumsi kafein dengan
jumlah besar berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya
osteoporosis. Konsumsi kafein sebanyak 300 – 400 mg perhari atau 4
cangkir

kopi

perhari

dapat

menyebabkan

terjadinya

gangguan

keseimbangan kalsium pada tulang. Hal ini disebabkan sifat asam dari
kafein yang dapat menyebabkan terjadinya peningkatan resorpsi tulang
sehingga lebih banyak kalsium yang dikeluarkan dari urin dan feses.16

2.6 Proses Remodelling Tulang pada Wanita Pasca Menopause
Penurunan massa tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan
antara proses formasi dan resorpsi tulang oleh sel osteoblas

dan

osteoklas. Osteoporosis pada menopause secara biokimia disebabkan
oleh

penurunan

hormon

estrogen

yang

menyebabkan

terjadinya

peningkatan aktivitas osteoklas berlebihan.38
Osteoporosis merupakan suatu gangguan akibat metabolisme
tulang yang hampir sebagian besar dialami oleh wanita menopause
karena menurunnya kadar estrogen. Wanita menopause akan mengalami
peningkatan hormon FSH sebesar 10 sampai 20 kali lipat dan hormon LH
sebesar 3 kali lipat karena perubahan sel stroma ovarium menjadi jaringan
mesenkim

sehingga

menurunkan

kemampuan

ovarium

untuk

menghasilkan hormon steroid. 38,39,40
Pada fase menopause awal hormon testosteron dihasilkan oleh
perubahan hormon androtenedion di perifer dan pada fase menopause
lanjut dihasilkan oleh kelenjar suprarenal. Kadar CTx pada darah wanita
pasca menopause diperkirakan sekitar 10 sampai 20 ng/ml dan sebagian
besar hormon estrogen ini berasal dari perubahan androstenedion
menjadi estrone dan kemudian berubah menjadi CTx di jaringan perifer.
Kecepatan rata-rata produksi hormon estrogen pada wanita paska

menopause adalah 45 µg/24 jam. Perubahan androstenedion menjadi
estrogen dipengaruhi oleh peningkatan berat badan yang mempengaruhi
proses aromatisasi androgen. Saat aktivitas produksi hormon steroid dari
ovarium berhenti maka terjadi peningkatan FSH dan LH sehingga aktivitas
steroidogenesis di ovarium berhenti. Pada wanita terjadi penurunan
massa tulang pada tahun pertama paska menopause sekitar 2% per
tahun. 38,39,40
Proses remodelling tulang membutuhkan keseimbangan koordinasi
yang baik antara osteoblast, osteoklast dan sel-sel endotel. Pada wanita
usia reproduksi, keseimbangan proses ini berjalan dengan baik, dan
memasuki masa klimakterium maka akan terjadi gangguan keseimbangan
proses ini yang dipengaruhi oleh penurunan hormon estrogen, dimana
terjadi penurunan kecepatan pembentukan tulang baru oleh osteoblast
dan peningkatan kerja osteoklast dan dengan sendirinya proses
penggantian tulang akan berlangsung dengan sangat cepat (High
Turnover).16
Derajat remodelling tulang berkaitan dengan risiko patah tulang
akibat osteoporosis. Penelitian menunjukkan bahwa derajat remodelling
tulang yang diukur dengan kadar petanda resorpsi tulang, merupakan
prediktor untuk patah tulang panggul yang independen dengan densitas
mineral tulang. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa resorpsi
tulang yang meningkat menyebabkan peningkatan fragilitas tulang melalui
penurunan massa tulang dan kerusakan mikroarsitektur tulang.40

Pada wanita terdapat percepatan penurunan densitas tulang pada
usia pasca menopause yaitu pada usia 45-60 tahun. Kehilangan jaringan
tulang ini disebut sebagai “osteoclast-mediated”. Karena pada proses ini
osteoklast akan mengikis lakuna yang lebih dalam daro 50µm. Proses
kehilangan ini akan mengaktifkan osteoblast pembentuk tulang, matriks
dari lacuna yang lebih dalam. Secara umum, protein dan substansi lainnya
diproduksi, dimodifikasi dan dikeluarkan atau didegradasi oleh pengaktifan
sel osteoklast dan osteoblast pada fase yang berbeda dari siklus sel dan
menunjukkan penanda biokimia yang dapat digunakan untuk memantau
proses metabolism tulang.16

Calcitonin ↓

Defisiensi
estrogen

Respon paratiroid ↑
Respon kalsium tulang ↑

Vitamin D ↓
Absorpsi kalsium ↓

OSTEOPOROSIS

Reseptor vitamin D
pada osteoblas ↓

Abnormalitas
modulasi sitokin
Aktivitas osteoklas ↑ (CTx)

Gambar 2.2 Patofisiologi Osteoporosis1
Sumber : Kawiyana. Osteoporosis pathogenesis Diagnosis dan Penanganan Terkini

A. Pemeriksaan Densitas Tulang
Ada beberapa cara pemeriksaan tulang seperti single-photon
absorptiometry (SPA), ultrasonometri dual-photon absorptiometry (DPA),
computed tomography dan yang paling banyak digunakan saat ini adalah
dual-energy x-ray absorptiometry (DEXA). Pengukuran densitas masa
tulang secara dini untuk mengetahui penurunan densitas tulang misalnya
di tulang vertebra lumbal, proximal femur, lengan bawah distal.41
Densitas mineral tulang (g/cm2) diukur menggunakan metode non
invasif berdasarkan radiologi. Besarnya energi elektromagnetik dengan
jumlah tertentu dalam bentuk sinar gamma dan sinar X dikirim ke regio
yang diinginkan dan jumlah yang keluar dikuantifikasi oleh suatu detektor.
Single photon absorptiometry (SPA) yang diperkenalkan pada tahun 1960
mengukur BMD hanya di regio-regio perifer yang sedikit memiliki jaringan
seperti tumit dan pergelangan tangan. Dual energy X-ray absorptiometry
(DXA) diperkenalkan pada akhir tahun 1980 dan sampai saat ini
merupakan teknik yang paling luas digunakan untuk mengevaluasi BMD
pada pasien yang berisiko mengalami osteoporosis. Dengan DXA,
digunakan dua tingkat energi yang berbeda untuk resolusi kontribusi dari
jaringan lunak dan tulang sehingga BMD diukur di sentral seperti tulang
belakang dan femur proksimal. Kesalahan prediksi DXA sekitar 1 sampai

2%

untuk

memperkirakan

penurunan

massa

tulang

pada

studi

longitudinal. Jika perkiraan penurunan massa tulang adalah pada urutan
yang sama yaitu 1 sampai 2 tahun maka pengukuran juga harus dilakukan
dengan interval tidak kurang dari 1 sampai 2 tahun.42,43,44
Sejak tahun 1994 World Health Organization (WHO) telah membuat
definisi kerja dimana osteoporosis pada wanita ras kaukasia adalah BMD
2,5 SD di bawah mean untuk wanita muda sehat dan belum ada definisi
osteoporosis pada laki-laki. Perbandingan antara mean BMD untuk
dewasa muda dari jenis kelamin yang sama disebut dengan skor T dan
diekspresikan sebagai besarnya standar deviasi dari mean nilai kelompok
rujukan. Oleh karena itu berdasarkan definisi WHO seorang wanita
dengan skor T-1

Osteoporosis