Kadar Serum Osteocalcin Dan C-Telopeptide Pada Wanita Pasca Menopause

(1)

KADAR SERUM OSTEOCALCIN DAN

C-TELOPEPTIDE

PADA WANITA PASCA MENOPAUSE

TESIS

OLEH :

SRI JAUHARAH LAILY

DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP. H. ADAM MALIK – RSUD Dr. PIRNGADI

MEDAN

2011


(2)

PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM-5

Pembimbing :

Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, Sp.OG(K)

Dr. Indra G. Munthe, Sp.OG(K)

Penyanggah :

Dr. Letta Sari Lintang, Sp.OG

Dr. Henry Salim Siregar, Sp.OG(K)

Dr. Deri Edianto, Sp.OG(K)

Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam


(3)

(4)

Kupersembahkan Kepada yang Terkasih dan

Tersayang

Ayahanda Hamsaruddin Nasution

dan


(5)

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat dan karunia-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.

Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi. Sebagai manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini banyak kekurangannya dan masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan khususnya tentang :

“KADAR SERUM OSTEOCALCIN DAN C-TELOPEPTIDE PADA WANITA PASCA MENOPAUSE”

Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhormat :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Progaram Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan.

2. Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K) Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan; Dr. Fidel Ganis Siregar, SpOG Sekretaris Departemen Obstetri dan Ginekologi FK – USU Medan; Dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) Ketua Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK USU; Dr. M. Riza Tala, SpOG(K) Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK USU; Prof. Dr. M. Jusuf Hanafiah, SpOG(K); Prof. Dr. Djaffar Siddik, SpOG(K); Prof. DR. Dr. H.M. Thamrin Tanjung, SpOG(K); Prof. Dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K); Prof. Dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K); Prof. Dr. T. M. Hanafiah, SpOG(K); Prof. Dr. Budi R. Hadibroto, SpOG(K); Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) dan Prof. Dr. Daulat H. Sibuea, SpOG(K) yang telah bersama-sama berkenan menerima saya mengikuti pendidikan spesialis di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan.


(6)

3. Prof. Dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K) dan Dr. Indra G. Munthe, SpOG(K) yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan kepada saya dalam melakukan penelitian ini; memeriksa; dan melengkapi penulisan hingga selesai. Kepada Dr. Letta S. Lintang, SpOG; Dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K) dan Dr. Deri Edianto, SpOG(K) selaku penyanggah dan nara sumber yang penuh kesabaran telah meluangkan waktu yang sangat berharga untuk membimbing, memeriksa, dan melengkapi penulisan tesis ini hingga selesai.

4. Dr. Sarma N. Lumbanraja, SpOG(K) sebagai ibu angkat saya selama menjalani masa pendidikan yang telah banyak mengayomi, membimbing, dan memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.

5. Dr. Christoffel Tobing, SpOG(K) selaku pembimbing Mini Refarat Feto Maternal saya yang berjudul “Water Birth”; Dr. Yostoto B.Kaban, SpOG(K) selaku pembimbing Mini Refarat Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi saya yang berjudul

“Penatalaksanaan Persiapan Operasi Pasien Ginekologi” dan kepada Prof. Dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K) selaku pembimbing Mini Refarat Onkologi saya yang berjudul

“Penatalaksanaan Neutropenia pada Penderita Keganasan”

6. Dr. Surya Dharma, MPH dan DR. Ir. Erna Mutiara, M.Kes yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk membimbing saya dalam menyelesaikan analisa data dan uji statistik pada tesis ini.

7. Seluruh staff pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU/RSUP H. ADAM MALIK; RSUD Dr. PIRNGADI; Rumkit KESDAM TK II; RS PTPN II Tembakau Deli; RSU HAJI MINA; RSU SUNDARI yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga akhir pendidikan.

8. Direktur RSUP H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan.

9. Direktur RSUD Dr. Pirngadi Medan dan Kepala SMF RSUD Kebidanan dan Penyakit Kandungan Dr. Pirngadi Medan Dr. Rushakim Lubis, SpOG beserta staff yang telah memberikan kesempatan dan sarana untuk bekerja sama selama mengikuti pendidikan Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK USU Medan.

10. Direktur RS PTPN II Tembakau Deli Medan; Dr. Sofian Abdul Ilah, SpOG dan Dr. Nazaruddin Jaffar, SpOG(K) beserta staff yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas menjalani pendidikan di rumah sakit tersebut.


(7)

11. Ka. Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi Rumkit Tk. II Puteri Hijau KESDAM II/BB Medan Dr. Gunawan Rusuldi, SpOG beserta staff yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

12. Direktus RSU Haji Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Haji Medan Dr. H. Muslich Perangin-angin, SpOG beserta staff yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

13. Direktur RSU Sundari Medan dan Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi RSU Sundari Medan Dr. H. M. Haidir, MHA, SpOG dan Ibu Sundari, Am.Keb beserta staff yang telah memberikan kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

14. Kepada Dr. H. Syafii Siregar, SpOG dan seluruh staff di bagian kebidanan dan kandungan RSUD Panyabungan, Kab. Mandailing Natal yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menjalani pendidikan; memberikan bimbingan dan segala bantuan moril kepada saya selama saya bertugas di rumah sakit tersebut.

15. Kepala Bagian Anestesiologi dan Reanimasi FK – USU Medan beserta staff atas kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di bagian tersebut.

16. Kepala Departemen Patologi Anatomi FK – USU Medan beserta staff atas kesempatan dan bimbingan selama saya bertugas di bagian tersebut.

17. Kepada senior-senior saya selama saya menjalani pendidikan : Dr. Harry Simanjuntak, SpOG; Dr. Alex M. Lumbanraja, SpOG; Dr. Jefry Panjaitan, SpOG; Dr Adek Novita Dayeng, SpOG, Dr. Rillie Ritonga SpOG; Dr. Ade Taufik, SpOG; Dr. Samson Chandra, SpOG; Dr. Miranda Diza, SpOG; Dr. Johny Marpaung, SpOG; Dr. Melvin N. G. Barus, SpOG; Dr. Roy Yustin Simanjuntak, SpOG; Dr. Anandia Yuska, SpOG; Dr. Rony Ajartha Tarigan, SpOG; Dr. Wahyudi Gani, Dr. Maria N. Pardede SpOG; Dr. M. Aswin SpOG; Dr. M. Oky P, SpOG; Dr. Dudy Aldiansyah, SpOG; Dr. Hayu Lestari H, SpOG; Dr. Juni Hardi Tarigan, SpOG; Dr. David Leo, SpOG; Dr. Rachma B, SpOG; Dr. T. Rahmat Iqbal, SpOG; Dr. Nismah SpOG; Dr. Muara P. Lubis, SpOG; Dr. Sukhbir Singh, SpOG; Dr. John N, SpOG; Dr. Simon Saing, SpOG; Dr. Ferry Simatupang, SpOG; Dr. Yusmardi, SpOG; Dr. Dessy S. Hasibuan, SpOG; Dr. Dwi Faradina, SpOG; Dr. Alim Sahid, SpOG; Dr. Nur Aflah, SpOG; Dr. Benny Johan Marpaung, SpOG; Dr. Anggia M. Lbs, SpOG; Dr. David Luther Lubis, SpOG; Dr. Maya Hasmita, SpOG; Dr. Gorga IVW, SpOG; Dr. Siti Syahrini S, SpOG; Dr. M. Ikhwan, SpOG, Dr. Edward M, SpOG; Dr. Zillyaddein Rangkuti, SpOG; Dr. Riza Hendrawan Nasution; Dr. Ari Abdurrahman Lubis; Dr. Lili Kuswani, dan senior yang namanya tidak saya sebutkan


(8)

diatas terima kasih atas bimbingan, arahan, dan kebersamaan kita selama menjalani pendidikan.

18. Teman-teman seangkatan saya : Dr. T. Jeffrey Abdillah, SpOG; Dr. M. Rizki Yaznil, SpOG; Dr. M. Jusuf Rachmatsyah; Dr. Made Surya Kumara; Dr. Boy Rivai Pandapotan Siregar; Dr. Yuri Andriansyah; terima kasih untuk kebersamaan dan kerjasama kita selama menjalani pendidikan ini.

19. Kepada tim jagaku tersayang Dr. Riske Eka Putri; Dr. Sri Damayana Harahap; Dr. M. Rizky Pratama Yudha Lubis; Dr. Ray Christy Barus; Dr. Apriza Prahatama; Dr. Johan Ricardo; Dr. Arvitamuriany T. Lubis; Dr. Andrian Octora Sinuhaji, terimakasih saya ucapkan atas kerjasama dan bantuannya selama pendidikan ini.

20. Kepada sejawat saya Dr. Fatin Atifa dan Dr. Dani Ariyani; Dr. Hedy Tan; Dr. Reynanta; Dr. Alfian Z. Siregar; Dr. Errol Hamzah; Dr. Firman Alamsyah, Dr. Andri Aswar; Dr. Rizka Heriansyah; Dr. Hatsari Marintan; Dr. Tigor; Dr. Heika Silitonga; Dr. Elvira S; Dr. Hendry Adi; Dr. T. Johan; Dr. Arjuna Saputra, Dr. Janwar S; Dr. Ali Akbar; Dr. Aries Misrawany; Dr. Hendri Ginting; Dr. Eka Handayani; Dr. Morel S; Dr. Yudha Sudewo; Dr. Pantas Saroha; Dr. M. Arief S; Dr. Novrial, Dr. M. Wahyu Wibowo; Dr. Kiko Marapaung; Dr. Anindita; Dr. Hotbin Purba; Dr. Edward Sugito; Dr. Abdur Rohim; Dr. Julita Lubis; Dr. Ivo Fitrian; Dr. Hiro Hidaya; Dr. Ika Sulaika; Dr. Chandran Saragih; Dr. Hilma Lubis; Dr. Dona Wirniaty; Dr. Yasmien Hasby; Dr. Juhriyani Malahayati, dan seluruh rekan sejawat yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih saya ucapkan atas bantuan dan kerjasama kita selama menjalani pendidikan ini.

21. Teman sejawat asisten ahli dari departemen lainnya, dokter muda, bidan, paramedis, karyawan/karyawati, dan pasien-pasien yang telah ikut membantu dan bekerjasama dengan saya dalam menjalani Program Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi di Departemen Obstetri dan Ginekologi FK – USU/RSUP H. Adam Malik; RSUD Dr. Pirngadi; RS PTPN II Tembakau Deli; Rumkit TK. II Puteri Hijau KESDAM II/BB; RSU Haji dan RSU Sundari Medan.

Sembah sujud, hormat dan terima kasih yang tidak terhingga saya haturkan kepada kedua orang tua saya yang tercinta dan tersayang Ayahanda Drs. Hamsaruddin Nasution dan Ibunda Dra. Lailan Azizah Nasution, SH, M.Hum; tiada kata terindah yang dapat saya ucapkan melainkan rasa syukur dan terima kasih saya kepada Allah SWT yang tidak terhingga karena telah menitipkan saya kepada kedua orang tua terhebat yang pernah saya temui, yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan,


(9)

serta mendidik saya dengan penuh kasih sayang dari masa kanak-kanak hingga saat ini, memberikan keteladanan yang baik kepada saya dalam menjalani hidup, serta memberikan motivasi dan bantuan kepada saya dalam menjalani pendidikan ini.

Kepada adik-adikku tersayang Achmad Habib Hamsar, SE; Sri Fatmah Laily, SE;

Ginda Batara Abdullah, SH dan Sofinaz Rina, SE, MM; serta kepada keponakanku tersayang Hannan Raisya Azkia, saya mengucapkan terima kasih atas kasih sayang yang kita bagi bersama, doa dan motivasi yang kalian berikan selama saya menjalani pendidikan ini.

Kepada seluruh keluarga besar saya, handai tolan yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah memberikan banyak bantuan, dukungan dan doa, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan berkah-Nya kepada kita sekalian.

Wassalam

Medan, Februari 2011


(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Masalah ... 3

1.3 Hipotesis Penelitian ... 4

1.4 Tujuan Penelitian ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Produksi Hormon Pasca Menopause ... 6

2.2 Dampak Penurunan Kadar Hormon Estrogen pada Wanita Pasca Menopause ... 8

2.3 Definisi Osteoporosis ... 8

2.4 Fisiologi Tulang ... 8

2.5 Komposisi Jaringan Tulang ... 9

2.5.1 Struktur Makro Tulang ... 9

2.5.2 Struktur Dasar dan Komposisi Tulang ... 9

2.5.3 Matriks Tulang Inorganik ... 10

2.5.4 Sel-sel yang Terlibat dalam Metabolisme Tulang ... 10

2.5.5 Proses Remodeling Tulang pada Wanita Pasca Menopause... 11

2.5.6 Pengaturan Metabolisme Tulang ... 15

2.6 Faktor Risiko Osteoporosis ... 18

2.7 Gejala dan Tanda Osteoporosis ... 23

2.7.1 Diagnosa Osteoporosis ... 24

2.7.1.1 Pemeriksaan Ketebalan Densitas Mineral Tulang ... 26

2.7.1.2 Pemeriksaan Biokimia Penanda Proses Remodeling Tulang ... 27

2.8 Penatalaksanaan Osteoporosis pada Wanita Pasca Menopause ... 32


(11)

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34

3.1 Rancangan Penelitian ... 34

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 34

3.2.1 Tempat Penelitian ... 34

3.2.2 Waktu Penelitian ... 34

3.3 Populasi Penelitian ... 34

3.4 Sampel Penelitian ... 35

3.5 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi Peserta Penelitian ... 36

3.5.1 Kriteria Inklusi ... 36

3.5.2 Kriteria Eksklusi ... 36

3.6 Batasan Operasional ... 36

3.7 Bahan dan Cara Kerja ... 39

3.7.1 Anamnese ... 39

3.7.2 Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Ginekologik ... 39

3.7.3 Pemeriksaan Laboratorium ... 39

3.8 Kerangka Operasional ... 41

3.9 Analisa Data ... 42

3.10 Etika Penelitian ... 42

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 43

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 67

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perubahan Kadar Hormon Steroid di Sirkulasi Darah Wanita Pasca

Menopause ... 6

Tabel 2 Hormones and Factors Involved in Bone Metabolism ... 16

Tabel 3 Risk Factor that Identify Who Should be Assesed for Osteoporosis ... 19

Tabel 4 Biochemical Markers Reflecting Bone Formation ... 27


(13)

ABSTRAK Tujuan Penelitian :

Untuk mengetahui hubungan kadar serum osteocalsin dan C-telopeptide pada wanita pasca menopause yang dibandingkan dengan kadar serum osteocalsin dan C-telopeptide pada wanita usia reproduksi.

Rancangan Penelitian :

Desain penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan cara potong lintang.

Hasil Penelitian :

Ditemukan 104 peserta penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Ditemukan perbedaan peningkatan kadar osteocalsin dan C-telopeptide yang bermakna pada seluruh peserta penelitian (p = 0.000) dan ditemukan korelasi positif yang kuat dengan r = 0.662. Pada kelompok wanita pasca menopause terlihat peningkatan aktivitas metabolisme tulang; terlihat dengan peningkatan kadar osteocalsin dan C-telopeptide yang bermakna bila dibandingkan dengan wanita usia reproduksi (p = 0.000) dengan nilai korelasi positif antara kadar osteocalsin dan C-telopeptide pada kedua kelompok r = 0.637 dan r = 0.541. Hubungan antara peningkatan kadar C-telopeptide dan umur dari peserta penelitian menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0.000), dengan korelasi positif (r = 0.682) yang lebih kuat bila dibandingkan dengan hubungan peningkatan kadar osteocalsin dan umur (r = 0.281). Perubahan kadar C-telopeptide dari peserta penelitian terhadap indeks massa tubuh menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.00 dan p = 0.03 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = 0.553 dan r = -0.449 yang lebih kuat bila dibandingkan dengan perubahan kadar osteocalsin yang berbeda bermakna berdasarkan sebaran indeks massa tubuh antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p=0.00 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = -0.372 dan r = -0.427. Perubahan kadar C-telopeptide dari peserta penelitian terhadap jumlah paritas tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.353 dan p = 0.219 dengan nilai korelasi positif r = 0.169 dan r = 0.053 yang lebih kuat bila dibandingkan dengan perubahan kadar osteocalsin yang berbeda tidak bermakna berdasarkan jumlah paritas antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.433 dan p = 0.03 dengan nilai korelasi r = 0.098 dan r = -0.204. Perubahan kadar C-telopeptide dari peserta penelitian terhadap konsumsi kafein menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.00 dan p = 0.00 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = 0.684 dan r = 0.467 yang lebih kuat, bila dibandingkan dengan perubahan kadar osteocalsin yang berbeda bermakna berdasarkan konsumsi kafein antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.00 dan p = 0.05 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = 0.413 dan r = 0.260. Perubahan kadar C-telopeptide dari peserta penelitian terhadap konsumsi kalsium menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.00 dan p = 0.01 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = -0.595 dan r = -0.460 yang lebih kuat, bila dibandingkan dengan perubahan kadar osteocalsin yang berbeda tidak bermakna berdasarkan konsumsi kalsium antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.18 dan p = 0.02 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = -0.325 dan r = -0.426. Perubahan kadar C-telopeptide dari peserta penelitian terhadap kebiasaan olahraga menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.00 dan p= 0.00 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = -0.587 dan r = -0.488 yang lebih kuat, bila dibandingkan dengan perubahan kadar osteocalsin yang berbeda bermakna berdasarkan kebiasaan olahraga antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p=0.02 (p<0.05) dan p=0.18 dengan nilai korelasi r = -0.317 dan r = -0.296. Ditemukan perbedaan kadar C-telopeptide yang bermakna berdasarkan sebaran lama menopause dari peserta


(14)

penelitian dan menunjukkan suatu korelasi positif (r = 0.449) yang lebih kuat terhadap lama masa menopause bila dibandingkan dengan korelasi perubahan kadar osteocalsin terhadap lama menopause (r = 0.341).

Kesimpulan :

Peningkatan kadar serum osteocalsin dan kadar serum C-telopeptide pada wanita pasca menopause, hal ini menunjukkan peningkatan proses pembentukan dan penghancuran tulang pada wanita pasca menopause bila dibandingkan dengan wanita usia reproduksi.

Kata Kunci :


(15)

ABSTRAK Tujuan Penelitian :

Untuk mengetahui hubungan kadar serum osteocalsin dan C-telopeptide pada wanita pasca menopause yang dibandingkan dengan kadar serum osteocalsin dan C-telopeptide pada wanita usia reproduksi.

Rancangan Penelitian :

Desain penelitian ini adalah penelitian observasional analitik dengan cara potong lintang.

Hasil Penelitian :

Ditemukan 104 peserta penelitian yang memenuhi kriteria inklusi. Ditemukan perbedaan peningkatan kadar osteocalsin dan C-telopeptide yang bermakna pada seluruh peserta penelitian (p = 0.000) dan ditemukan korelasi positif yang kuat dengan r = 0.662. Pada kelompok wanita pasca menopause terlihat peningkatan aktivitas metabolisme tulang; terlihat dengan peningkatan kadar osteocalsin dan C-telopeptide yang bermakna bila dibandingkan dengan wanita usia reproduksi (p = 0.000) dengan nilai korelasi positif antara kadar osteocalsin dan C-telopeptide pada kedua kelompok r = 0.637 dan r = 0.541. Hubungan antara peningkatan kadar C-telopeptide dan umur dari peserta penelitian menunjukkan perbedaan yang bermakna (p = 0.000), dengan korelasi positif (r = 0.682) yang lebih kuat bila dibandingkan dengan hubungan peningkatan kadar osteocalsin dan umur (r = 0.281). Perubahan kadar C-telopeptide dari peserta penelitian terhadap indeks massa tubuh menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.00 dan p = 0.03 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = 0.553 dan r = -0.449 yang lebih kuat bila dibandingkan dengan perubahan kadar osteocalsin yang berbeda bermakna berdasarkan sebaran indeks massa tubuh antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p=0.00 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = -0.372 dan r = -0.427. Perubahan kadar C-telopeptide dari peserta penelitian terhadap jumlah paritas tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.353 dan p = 0.219 dengan nilai korelasi positif r = 0.169 dan r = 0.053 yang lebih kuat bila dibandingkan dengan perubahan kadar osteocalsin yang berbeda tidak bermakna berdasarkan jumlah paritas antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.433 dan p = 0.03 dengan nilai korelasi r = 0.098 dan r = -0.204. Perubahan kadar C-telopeptide dari peserta penelitian terhadap konsumsi kafein menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.00 dan p = 0.00 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = 0.684 dan r = 0.467 yang lebih kuat, bila dibandingkan dengan perubahan kadar osteocalsin yang berbeda bermakna berdasarkan konsumsi kafein antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.00 dan p = 0.05 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = 0.413 dan r = 0.260. Perubahan kadar C-telopeptide dari peserta penelitian terhadap konsumsi kalsium menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.00 dan p = 0.01 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = -0.595 dan r = -0.460 yang lebih kuat, bila dibandingkan dengan perubahan kadar osteocalsin yang berbeda tidak bermakna berdasarkan konsumsi kalsium antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.18 dan p = 0.02 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = -0.325 dan r = -0.426. Perubahan kadar C-telopeptide dari peserta penelitian terhadap kebiasaan olahraga menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p = 0.00 dan p= 0.00 (p<0.05) dengan nilai korelasi r = -0.587 dan r = -0.488 yang lebih kuat, bila dibandingkan dengan perubahan kadar osteocalsin yang berbeda bermakna berdasarkan kebiasaan olahraga antara kelompok wanita pasca menopause dan reproduksi dengan p=0.02 (p<0.05) dan p=0.18 dengan nilai korelasi r = -0.317 dan r = -0.296. Ditemukan perbedaan kadar C-telopeptide yang bermakna berdasarkan sebaran lama menopause dari peserta


(16)

penelitian dan menunjukkan suatu korelasi positif (r = 0.449) yang lebih kuat terhadap lama masa menopause bila dibandingkan dengan korelasi perubahan kadar osteocalsin terhadap lama menopause (r = 0.341).

Kesimpulan :

Peningkatan kadar serum osteocalsin dan kadar serum C-telopeptide pada wanita pasca menopause, hal ini menunjukkan peningkatan proses pembentukan dan penghancuran tulang pada wanita pasca menopause bila dibandingkan dengan wanita usia reproduksi.

Kata Kunci :


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Wanita memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk menderita osteoporosis dua sampai tiga kali lebih banyak bila dibandingkan dengan pria. Lebih kurang 35 % wanita pasca menopause akan menderita osteoporosis dan 50 % akan mengalami osteopeni yang dapat menimbulkan akibat yang fatal bagi wanita-wanita yang telah memasuki usia perimenopause yaitu patah tulang sehingga memerlukan perawatan khusus. Patah tulang biasanya terjadi pada tulang belakang, pergelangan tangan dan tulang pinggul.1,2

Osteoporosis merupakan suatu gangguan metabolisme tulang yang ditandai oleh penurunan kekuatan tulang yaitu penurunan densitas tulang dan kualitas tulang. kerusakan mikroarsitektur tulang akan menyebabkan terjadinya penurunan kekuatan tulang dan merupakan faktor resiko terjadinya patah tulang. 2,3,4

National Osteoporosis Foundation merekomendasikan pemeriksaan DEXA scan untuk menegakkan diagnosa osteoporosis dan sebaiknya dilakukan pada setiap wanita yang telah berusia 65 tahun; tetapi hasil pemeriksaan DEXA scan ini hanya menunjukkan keadaaan densitas tulang pada satu saat tertentu saja, sementara itu proses terjadinya osteoporosis dipengaruhi oleh berbagai faktor terutama aktivitas berpasangan dari osteoklas yang menyebabkan penghancuran massa tulang dan aktivitas osteoblas yang menyebabkan terjadinya pembentukan tulang. Penilaian proses remodelling tulang ini dilakukan dengan melihat kadar penanda tulang yang dihasilkan oleh osteoblas dan osteoklas. 3,4,5.

Massa tulang, kecepatan kehilangan massa tulang dan terjadinya osteoporosis merupakan hal yang berhubungan. Suatu penelitian telah melaporkan adanya hubungan antara penurunan kadar hormon steroid tubuh dengan kecepatan penghancuran tulang terutama pada wanita di periode perimopause dan pasca menopause atau wanita yang telah mengalami oovorektomi di usia muda, hal ini menunjukkan bahwa hormon seks steroid endogen mempengaruhi peningkatan penanda turn over tulang dan kehilangan massa tulang. 1,2,3,5.

Beberapa penanda biokimia metabolisme tulang ini telah digunakan untuk memperkirakan kecepatan kehilangan tulang. Beberapa penelitian cross sectional menunjukkan bahwa bone turn over akan meningkat dengan cepat setelah wanita memasuki usia menopause dimana terjadi peningkatan kadar osteocalcin dan bone alkaline phosphatase sebesar 50 % dan penigkatan kadar C-telopeptide sebesar 50 sampai 150 %. 6,8.


(18)

Penanda biokimia untuk penilaian proses bone remodelling menunjukkan hal yang sangat menjanjikan dalam dua dekade ini sebagai alat untuk memperkirakan pasien dengan penyakit metabolik tulang. Dibandingkan dengan tehnik pemeriksaan radiologi, pemeriksaan penanda biokimia ini lebih aman, tidak invasif, relatif tidak mahal, dan mudah dilakukan. 9.

Apakah pemeriksaan penanda biokimia dapat membantu klinis untuk mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko yang besar untuk fraktur? Diagnosis osteoporosis adalah berdasarkan scanning densitas tulang, dan berdasarkan kriteria WHO maka pasien dengan nilai densitas tulang yang rendah memiliki risiko untuk terjadinya fraktur tulang. National Institutes of Health Consensus Conference (2001) menyatakan definisi osteoporosis sebagai suatu kelainan pada tulang yang ditandai oleh adanya penurunan kekuatan tulang yang merupakan faktor risiko terjadinya fraktur tulang.

Kekuatan tulang dinilai berdasarkan hasil pemeriksaan densitas mineral tulang dan kualitas tulang. Densitas mineral tulang dinyatakan berdasarkan gram per volume area tulang. Kualitas tulang dipengaruhi oleh susunan matriks tulang seperti aktivitas tulang (bone turn over); mikroarsitektur tulang; derajat kalsifikasi dan jaringan kolagen tulang.

Saat ini, penilaian kualitas tulang tidak hanya berdasarkan atas hasil pemeriksaan tulang secara klinis tetapi berdasarkan hasil pemeriksaan aktivitas metabolisme tulang melalui pemeriksaan penanda biokimia tulang dari proses formasi dan resorpsi tulang (bone turn over).

Sejumlah data menunjukkan bahwa penanda biokimia dapat memperkirakan kehilangan tulang tanpa dipengaruhi oleh densitas tulang yang diperiksa berdasarkan scanning densitas tulang. Seseorang dengan turn over yang meningkat akan mengalami kehilangan tulang yang lebih cepat bila dibandingkan dengan orang yang memiliki turnover tulang yang normal atau rendah. Penanda untuk resorpsi tulang tampaknya merupakan prediktor yang lebih kuat untuk kehilangan tulang di masa yang akan datang dibandingkan dengan penanda pembentukan tulang. Korelasinya lebih kuat pada wanita usia lanjut dibandingkan dengan wanita usia muda. 5,9,11.

Akan tetapi, sampai saat ini peran klinisnya masih merupakan hal yaang kontroversial. Interpretasinya cukup kompleks dan hal ini sejalan dengan kompleksitas metabolisme tulang itu sendiri. 3,6,7,8

Sampai saat ini, belum ada penelitian di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang menganalisa turnover tulang pada wanita usia pasca menopause berdasarkan pemeriksaan penanda biokimia turnover tulang di dalam serum


(19)

dan hubungannya dengan beberapa faktor risiko terjadinya peningkatan aktivitas remodeling tulang pada wanita pasca menopause.

1.2. KERANGKA MASALAH.

Osteoporosis merupakan suatu penyakit kronis yang ditandai oleh penurunan massa dan kekuatan tulang. Osteoporosis dapat menyebabkan terjadinya patah tulang osteoporosis pada tulang vertebra, tulang panggul, dan dapat menurunkan kualitas hidup seorang wanita pasca menopause.1,3

Hal ini seiring dengan peningkatan angka harapan hidup seorang wanita, sehingga osteoporosis ini menjadi suatu masalah kesehatan masyarakat yang berkembang secara luas.1,4.

Dalam beberapa tahun terahir telah dilakukan berbagai penelitian untuk mencegah dan mendiagnosa terjadinya proses osteoporosis secara dini sebelum terjadinya oteoporosis yang berakhir dengan patah tulang. 1,3,5.

Osteoporosis merupakan suatu gangguan tulang yang dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain hormon seks steroid endogen terutama estrogen yang mempengaruhi keseimbangan proses remodeling tulang, memiliki efek positif terhadap massa tulang dan mencegah resorpsi tulang, sehingga penurunan hormon estrogen yang terjadi pada wanita pasca menopause berhubungan dengan peningkatan menunjukkan aktivitas osteoblast dan osteoklas, sehingga diperlukan pemeriksaan terhadap kadar hormon dan penanda-penanda penghancuran dan pembentukan tulang pada masa menopause sehingga gangguan metabolisme tulang dapat diketahui secara dini dan dapat diberikan terapi untuk mencegah terjadinya osteoporosis.

1,2,5,8

Sampai saat ini belum ada suatu penelitian di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang melihat kadar penanda tulang yang memperlihatkan pembentukan tulang ( osteocalcin) dan penghancuran tulang (C-telopeptide ) dan bagaimanakah gambaran aktivitas remodelling tulang yang diperlihatkan oleh perubahan kadar penanda bone turn over di dalam serum pada wanita pasca menopause.

1.3. HIPOTESIS PENELITIAN.

1. Pada wanita pasca menopause akan mengalami peningkatan aktivitas remodeling tulang ( high turnover ) bila dibandingkan wanita usia reproduksi.

2. Peningkatan aktivitas remodeling tulang yang terjadi pada wanita pasca menopause ini ditandai oleh penigkatan kadar osteocalsin dan C-telopeptide yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan usia reproduksi.


(20)

1.4. TUJUAN PENELITIAN. • Tujuan umum :

Untuk melihat hubungan antara kadar penanda pembentukan tulang (osteocalsin) dan penanda penghancuran tulang ( C-Telopeptide ) wanita pasca menopause dan usia reproduksi.

• Tujuan khusus :

1. Mengetahui rerata kadar osteocalcin di dalam serum pada wanita pasca menopause.

2. Mengetahui rerata kadar C-Telopeptida di dalam serum pada wanita pasca menopause.

3. Mengetahui hubungan kadar osteocalsin dan C-telopeptide terhadap indeks massa tubuh.

4. Mengetahui hubungan kadar osteocalsin dan C-telopeptide terhadap paritas.

5. Mengetahui hubungan kadar osteocalsin dan C-telopeptide terhadap aktifitas fisik dan olahraga.

6. Mengetahui hubungan kadar osteocalsin dan C-telopeptide terhadap jumlah konsumsi kafein.

7. Mengetahui hubungan kadar osteocalsin dan C-telopeptide terhadap konsumsi kalsium .

8. Mengetahui hubungan kadar osteocalsin dan C-telopeptide terhadap lamanya menopause.

1.5. MANFAAT PENELITIAN.

Penelitian ini diharapkan dapat memperlihatkan proses metabolisme tulang yang dinilai dengan kadar osteocalcin dan C-telopeptide sebagai penanda peningkatan proses pembentukan dan penyerapan tulang pada wanita pasca menopause, sehingga diharapkan dapat diterapkan sebagai pemeriksaan laboratorium klinis untuk menilai metabolisme tulang dan mendeteksi secara dini faktor risiko terjadinya osteoporosis pada wanita pasca menopause.


(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Menopause berasal dari bahasa Yunani yaitu mens yang berarti bulan dan pausis yang berarti berhenti. Seorang wanita dikatakan menopause jika tidak mengalami haid selama minimal 12 bulan. Pada pemeriksaan laboratorium akan ditemukan kadar follicle stimulating hormone

(FSH) darah > 40 mIU/ml; dan kadar estradiol < 30 pg/ml. 1,2

Pada periode menars, wanita umumnya memiliki siklus haid yang lebih panjang selama 5 sampai 7 tahun kemudian panjang siklus haid akan semakin pendek seperti pada usia reproduksi, dan memasuki usia 40 tahun siklus haid akan memanjang kembali dan wanita akan lebih sering mengalami siklus haid anovulasi selama 2 sampai 8 tahun sebelum memasuki periode menopause. 1,2

Sherman, dkk melaporkan usia wanita menopause rata-rata 45 tahun dan dijumpai peningkatan sedikit kadar hormon estradiol pada masa perimenopause yaitu 1 tahun sebelum terjadinya menopause.1,2,3

Penelitian Women’s Health Across the Nation (SWAN) melaporkan usia wanita rata-rata saat memasuki periode menopause berkisar 51,4 tahun; dan saat mencapai usia menopause dapat terjadi lebih awal pada wanita yang memiliki kebiasaan merokok, pendidikan rendah, status ekonomi yang rendah, dan wanita yang mengalami menopause di usia yang lebih tua dapat dipengaruhi oleh jumlah paritas dan penggunaan pil kontrasepsi.2,3

2.1. Produksi Hormon Pasca Menopause.

Osteoporosis merupakan suatu gangguan metabolisme tulang yang dapat dialami oleh hampir semua wanita pasca menopause. Salah satu faktor resiko terpenting yang menyebabkan terjadinya osteoporosis adalah penurunan kadar hormon estrogen dan diperkirakan akan meningkatkan risiko terjadinya osteoporosis sampai tiga kali jika gangguan keseimbangan hormonal ini tidak diterapi.5

Wanita pasca menopause akan mengalami peningkatan kadar hormon FSH sebanyak 10 sampai 20 kali dan peningkatan hormon luteinizing hormone (LH) sebanyak 3 kali nilai normal dan mencapai kadar tertinggi setelah 1 sampai 3 tahun pasca menopause, yang


(22)

memperlihatkan kegagalan fungsi ovarium; yang disebabkan oleh perubahan sel stroma ovarium menjadi jaringan mesenkim sehingga menurunkan kemampuan ovarium dalam menghasilkan hormon steroid.1,2

Pada masa menopause, ovarium mensekresikan hormon androstenedion dan testosteron sehingga terjadi peningkatan kadar hormon ini 1.5 kali pada saat menjelang menopause. Produksi hormon androstenedion pada masa menopause sebagian besar berasal dari kelenjar adrenal ginjal dan sebagian kecil diproduksi oleh ovarium. Hal ini terutama terjadi pada tahun pertama pasca menopause. 1,2

Pada awal pasca menopause hormon tetosteron ini dihasilkan oleh perubahan hormon androstenedion di perifer, dan pada masa menopause lanjut hormon testosteron ini dihasilkan oleh kelenjar supra renal. Kadar estradiol didalam darah pada wanita pasca menopause diperkirakan sebesar 10-20 pg/ml dan sebagian besar hormon estrogen ini berasal dari perubahan androstenedion menjadi estrone dan kemudian berubah menjadi estradiol di jaringan perifer. Kecepatan rata-rata dari produksi hormon estrogen pada wanita pasca menopause adalah 45 µg/ 24 jam.2

Tabel 1. Perubahan kadar hormon steroid di sirkulasi darah wanita pasca menopause2 Premenopause Pasca menopause

Estradiol 40 – 400 pg/ml 10 -20 pg/ml

Estrone 30 – 200 pg/ml 30 -70 pg/ml

Tetosterone 20 – 80 ng/ml 15 -70 ng/ml

Androstenedion 60 – 300 ng/ml 30 - 150 ng/ml

Perubahan androstenedion menjadi estrogen ini dipengaruhi oleh peningkatan berat badan yang mempengaruhi perubahan proses aromatisasi androgen, Saat aktivitas produksi hormon steroid dari jaringan ovarium terhenti maka akan terjadi peningkatan sekresi dari hormon FSH dan LH sehingga aktivitas steroidogenesis di ovarium terhenti.1,2


(23)

2.2. Dampak Penurunan Kadar Hormon Estrogen pada Wanita Pasca Menopause.

Wanita yang memasuki periode menopause akan mengalami gangguan keseimbangan hormon steroid. Penurunan kadar estrogen didalam darah dapat mengakibatkan terjadinya gangguan vasomotor, gangguan kardiovaskuler, gangguan psikis dan daya ingat, metabolisme, serta terjadinya osteoporosis. 1,2,4

Wanita pasca menopause membutuhkan pelayanan kesehatan yang optimal untuk mencegah terjadinya gangguan-gangguan yang diakibatkan perubahan status hormonal dan peningkatan kualitas hidup wanita pasca menopause.4

2.3. Definisi Osteoporosis.

Osteoporosis berasal dari kata osteos (tulang) dan porous (keropos); sehingga osteoporosis disebut juga pengeroposan tulang yaitu tulang menjadi tipis, rapuh, dan keropos serta mudah patah.2

WHO (1994) menyatakan definisi osteoporosis sebagai suatu gangguan pada tulang yang ditandai oleh penurunan massa tulang dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang; yang meningkatkan risiko terjadinya patah tulang.3

National Institute of Health (NIH) Consensus (2000) menyatakan definisi osteoporosis sebagai suatu gangguan pada tulang dimana terjadi penurunan kekuatan tulang dan meningkatkan resiko terjadinya patah tulang. Kekuatan tulang ditentukan oleh densitas mineral tulang dan kualitas tulang.7

2.4. Fisiologi Tulang.

Jaringan tulang mengalami proses remodeling yang berlangsung secara terus menerus dimana terjadi proses resorpsi dan formasi tulang yang berlangsung secara bersamaan. Proses

remodeling ini sangat diperlukan tulang untuk beradaptasi terhadap gangguan mekanik dan perubahan fisiologi tulang sehingga susunan matriks tulang menjadi kuat. 1,6,17

Integritas massa tulang ditentukan oleh keseimbangan antara proses formasi dan resorpsi tulang. Perubahan dalam proses remodeling tulang akan mengakibatkan terjadinya ketidakseimbangan antara proses penghancuran tulang dan pembentukan tulang, proses ini merupakan dasar terjadinya hampir semua gangguan metabolisme tulang dan osteoporosis.1,


(24)

Proses remodeling tulang merupakan hasil kerja dari dua jenis sel yang bekerja secara berlawanan memegang peranan penting terhadap proses ini yaitu sel osteoblast yang bekerja membentuk matriks tulang baru dan sel osteoclast yang menghancurkan matriks tulang.15

2.5. Komposisi jaringan tulang. 2.5.1. Struktur makro tulang.

Jaringan tulang bersama kartilgo merupakan penyusun sistem skeletal pada tubuh manusia yang berfungsi untuk melindungi sumsum tulang; organ-organ vital yang lemah; dan pergerakan tubuh manusia. Selain itu jaringan tulang juga mempunyai fungsi untuk menjaga keseimbangan ion kalsium dan fosfat di dalam tubuh.1,6,11,12

2.5.2. Struktur Dasar Dan Komposisi Tulang.

Jaringan tulang secara mendasar terbagi atas 2 tipe dasar yang menyusun kerangka manusia yaitu tulang kortikaldan tulang trabekular.17

Tulang kortikal meliputi 80% dari kerangka. Tulang kortikal memiliki struktur yang sesuai untuk fungsi mekanik, struktural dan protektif karena 80-90% dari jaringan tulang kortikal telah terkalsifikasi dan padat. Tulang kortikal adalah komponen mayor dari tulang panjang dan merupakan permukaan perlindungan luar dari seluruh tulang. Tulang kortikal memiliki aktifitas metabolik tulang yang relatif rendah.1,6,17

Tulang trabekular atau cacellanous bone merupakan penyusun 20% jaringan tulang dari kerangka manusia. Tulang trabekular memiliki aktifitas metabolik yang relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan tulang kortikal; relatif kurang padat, dan hanya 5-20% tulang trabekular yang terkalsifikasi. Secara mikroskopis, tulang trabekular memiliki gambaran seperti sarang madu karena diikat dengan trabekula yang dapat meningkatkan luas area permukaan tulang. Karena proses remodeling atau metabolisme tulang hanya terjadi pada daerah permukaan tulang saja, maka struktur tulang trabekular ini menyebabkan peningkatan aktifitas metabolisme yang lebih tinggi pada tulang trabekular. Sehingga meskipun tulang kortikal memiliki jumlah empat kali lipat dari tulang trabekular, tetapi jumlah total aktifitas metabolik dari kedua tipe tulang tersebut hampir sama.1,6,12,17.

Jaringan kolagen tipe 1 merupakan penyusun lebih dari 90% matriks organik tulang. Meskipun jaringan ikat dan beberapa jaringan lainnya pada tubuh juga mengandung jaringan kolagen tipe 1, tetapi jaringan tulang memiliki lebih banyak jaringan kolagen tipe 1 ini dan lebih banyak mengalami proses pergantian protein kolagen. Jaringan kolagen tipe 1 pada


(25)

tulang ini memiliki struktur tripel heliks dari 3 rantai, dan salah satunya memiliki gugusan asam amino proline dan hydroxyproline . Jaringan kolagen tipe 1 ini disintesis oleh peptida tambahan yang relatif banyak sebagai prekursor pada gugus karboksiterminal dan ujung aminoterminal; protein tambahan ini pecah selama sekresi dan proses pembentukan urat saraf. Kolagen tipe 1 dari jaringan tulang berbeda dari kebanyakan jaringan lainnya yang mengandung ikatan hydroxylysylpyridinoline dan lysylpyridinoline. Ikatan ini berlangsung antara lysine atau residu hydroksylisyne pada gugus karboksiterminal non heliks atau ujung aminoterminal,dan disebut sebagai telopeptide; dan pada bagian heliks dari kolagen-kolagen yang berdekatan. Proses ini membentuk satu ikatan pyridynoline dan deoksypiridynoline pada struktur kolagen tipe 1.6,12,17.

2.5.3. Matriks tulang inorganik

Matriks tulang inorganik terutama terdiri dari mineral tulang yang merupakan penyusun 70% dari jaringan inorganik tulang dewasa, yang terutama terdiri dari ion kalsium dan ion phosphat yang terikat dalam bentuk kristal hidroksiapatit yang memperkuat jaringan organik tulang. 12,17

Kristal-kristal mineral tulang biasanya berukuran kecil dan merupakan penyaring masuknya ion kalsium dan fosfat ke dalam tulang. Pemberian diet nutrisi yang kaya kation seperti magnesium dan strontium akan menyebabkan ion-ion tersebut berikatan dengan mineral tulang menggantikan ion kalsium pada ikatan kalsium laktat. 1,6,12.

2.5.4. Sel-sel yang Terlibat dalam Metabolisme Tulang.

Sel osteoclast dan osteoblast merupakan komponen biologi yang berperan penting pada metabolism tulang yang berlangsung pada unit metabolisme tulang (BMU). Osteoclast

berfungsi untuk meresorbsi tulang yang ada dan aktif dalam siklus remodeling tulang.

Osteoclast merupakan turunan dari penyatuan sel-sel monosit yang bergaris-garis dan biasanya berinti banyak dengan bagian atas dan basolateral yang berbeda secara morfologi dan fungsional. Bagian atas dari osteoclast merupakan lapisan matriks tulang yang berfungsi untuk sekresi enzim dan proton yang berperan penting dalam proses remodeling tulang. Membran kutub basolateral dari osteoclast memiliki reseptor hormon dan substansi lainnya.

6,12,17

Osteoclast bekerja dengan memisahkan komponen-komponen mikro melalui penetrasi membran yang disebut dengan “sealing zone”. Komponen mikro ekstrasesluler yang


(26)

terisolasi ini akan menyebabkan terjadinya penurunan pH. Pada “sealing zone “ juga ditemukan enzim-enzim yang poten antara lain phosphatase acid, aryl-sulfatase, metalloproteinase, beta-glucuronidase, cystein-proteinase, dan beta-glycerophosphatase

yang berperan dalam proses resorbsi tulang. Komponen-komponen mikro dan enzim ini berfungsi untuk mengikis tulang dan membentuk terminal yang melengkung dan disebut sebagai lacuna. 6,12,17.

Osteoblast merupakan komponen biologi yang terlibat dalam proses pembentukan tulang. Setelah proses pengikisan tulang dan pembentukan lakuna oleh osteoclast maka akan terbentuk osteoid, yang terdapat pada bone metabolisme unit (BMU). Osteoblast secara histologi memiliki satu inti dan mempunyai hubungan yang luas terhadap jaringan retikulum endoplasma, organela-organela yang bertanggung jawab terhadap sintesa protein yang merupakan penyusun matriks tulang. Sebagian dari osteoblast terperangkap dalam matriks tulang dan akan membentuk osteosit; dan sering dianggap inaktif secara metabolik. Osteosit

dapat mendeteksi mikrofraktur atau gangguan dalam struktur tulang dan kemudian memberikan sinyal kepada osteoblast mengenai adanya defek pada tulang tersebut.6,12

2.5.5.Proses Remodeling Tulang Pada Wanita Pasca Menopause.

Semua tulang manusia dewasa adalah turunan dari tulang-tulang sebelumnya yang mengalami proses remodeling yang berlangsung terus menerus; dimana bila terjadi mikrolesi pada tulang maka akan diikuti perbaikan tulang . Setiap tahun akan terjadi proses remodeling pada tulang trabekuler sebanyak 25 % dan pada tulang kortikal sebanyak 3 %. 1,19.

Penurunan massa tulang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara proses resorpsi dan formasi tulang oleh sel osteoclast dan osteoblast. Osteoporosis pasca menopause secara biokimia disebabkan oleh penurunan hormon estrogen yang menyebabkan terjadinya peningkatan aktivitas osteoclast yang berlebihan, sehingga proses osteoporosis pertama sekali akan menghancurkan tulang-tulang trabekuler.1,5,11.

Proses remodeling tulang ini berlangsung di permukaan tulang; proses penghancuran tulang oleh osteoclast ini memerlukan waktu antara 7-10 hari dan proses pembentukan tulang oleh

osteoblast memerlukan waktu antara 2-3 bulan.19

Gambar dibawah ini akan memperlihatkan proses remodeling tulang yang terjadi hanya pada satu arah, dengan koordinasi yang baik, dan dipengaruhi oleh hormon-hormon dan faktor – faktor lain. 17


(27)

Seperti yang diperlihatkan pada gambar diatas, proses remodeling tulang selalu dimulai pada fase yang tidak bergerak ( quiscence). Aktivasi osteoclast diawali oleh sitokin yang akan merangsang monosit-monosit yang merangsang aktivasi osteoclast sehingga terjadi ikatan

osteoclast dan matriks ekstraselular tulang. 1,6,17

Enzim proteolitik seperti enzim kathepsin K kolagenase membantu kerja osteoclast dalam demineralisasi tulang. Osteoclast akan mengaktifkan pompa proton dan membuka pintu ion klorida (CIC-7) dan terjadilah penurunan pH pada tempat terjadinya resorpsi tulang dilakuna

Howship’s dengan diameter lakuna kira-kira 100 µm dan dalamnya 50 µm, kemudian terjadi penghancuran kristal hidroksiapatit. Proses resorpsi tulang ini akan kemudian terhenti dan

osteoblast akan ditarik ke sisi unit metabolisme tulang (BMU). 1,6,12,17

Aktivasi osteoblast dimulai pada sisi dalam lakuna Howship’s yang tersusun dibawah matriks osteoid, yang terutama terdiri dari jaringan kolagen tipe 1. Proses pengisian lakuna oleh osteoid ini memerlukan waktu sekitar 80 hari. Pembentukan matriks yang baru ini akan mengandung mineral hydroxyapatite, dan menyebabkan unit metabolisme tulang (BMU)

dapat meregang. Area yang diperbaiki ini kemudian akan melewati fase tidak bergerak untuk menyelesaikan siklus tulang selama 60 sampai 120 hari. Osteocalsin merupakan matriks yang disekresikan oleh osteoblast dan memegang peranan penting dalam proses mineralisasi kristal-kristal hydroxyapatite. 1,6,17,19,20.

Proses remodeling tulang ini membutuhkan keseimbangan koordinasi yang baik antara

osteoblast, osteoclast dan sel-sel endotel. Pada wanita usia reproduksi, keseimbangan proses ini berjalan dengan baik, dan memasuki masa klimakterium maka akan terjadi gangguan keseimbangan proses ini yang dipengaruhi oleh penurunan hormon estrogen; dimana terjadi penurunan kecepatan pembentukan tulang baru oleh osteoblast dan peningkatan kerja


(28)

osteoclast dan dengan sendirinya proses penggantian tulang akan berlangsung dengan sangat cepat (High Turnover).1,11.

Peningkatan aktivasi unit multiseluler tulang pada wanita pasca menopause akan menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah osteoclast dan proses resopsi tulang dilakuna (gambar 4a). Jika terjadi peningkatan resopsi tulang maka akan terjadi peningkatan formasi tulang (gambar 4b).6

In post-menopausal osteoporosis, the decrease of estrogen will lead to increased numbers of osteoclasts and, thus, enhanced numbers of bone multi-cellular units (A). As a consequence, the urinary excretion of calcium and collagen degradation products, such as deoxypyridinoline crosslinks, will be increased. Since more bone multi-cellular units are present in the skeleton of a post-menopausal woman, the number of active osteoblasts will be enhanced, and because of that, the serum level of osteocalsin will be increased (B). The more severe the osteoporosis, the more bone multi-cellular units will be present, and therefore the number of active osteoblasts and serum osteocalsin levels will be an indicator of "high turnover" osteoporosis. However, since the individual osteoblasts are less-wellfunctioning because of the lack of estrogen, the net effect of resorption and bone formation will be such that the amount of bone tissue will decrease

Secara fisiologis 10% dari jaringan akan mengalami proses pergantian tulang setiap tahunnya, dan terdapat seribu BMU pada berbagai fase dari siklus tulang setiap waktunya. Sehingga proses defisit pada BMU secara bertahap dapat berperan dalam keropos tulang dari waktu ke waktu. Pada osteoporosis akan terjadi penipisan pada tulang kompakta dan spongiosa, sedangkan aktivitas tulang pada jaringan trabekuler masih berlangsung, sehingga ketidakseimbangan proses remodeling tulang ini dapat diperbaiki dengan terapi yang adekuat.

1,6,12,17.

Pada wanita terdapat percepatan penurunan densitas tulang pada usia pasca menopause yaitu pada usia 45-60 tahun. Kehilangan jaringan tulang ini disebut sebagai “ osteoclast-mediated”; karena pada proses ini osteoclastt akan mengikis lakuna yang lebih dalam dari 50µm. Proses kehilangan ini akan mengaktifkan osteoblast pembentuk tulang, matriks dari lakuna yang lebih dalam pulih secara tidak komplit selama fase pembentukan siklus tulang. 20


(29)

Secara umum, protein dan substansi lainnya diproduksi, dimodifikasi, dan dikeluarkan atau didegradasi oleh pengaktifan sel osteoclast dan osteoblast pada fase yang berbeda dari siklus sel dan menunjukkan penanda biokimia yang digunakan dapat untuk memantau proses metabolisme tulang.18,19,20.

Osteocalsin merupakan salah satu dari penanda aktivitas metabolisme tulang spesifik yang dihasilkan oleh sel osteoblast yang terdapat didalam matriks tulang organik dan digunakan sebagai penanda aktivitas pembentukan tulang. Osteocalsin merupakan protein spesifik yang dapat dideteksi melalui pemeriksaan ELISA. 18,19,20.

Pada wanita pasca menopause yang menderita osteoporosis terjadi peningkatan osteocalsin yang disebabkan oleh peningkatan aktivitas osteoblast. Pada wanita pasca menopause akan terjadi peningkatan jumlah sel osteoclast yang sama dengan peningkatan jumlah sel osteoblast

yang berperan dalam proses pembentukan tulang bersamaan dengan proses resorpsi sehingga terjadi penurunan densitas mineral tulang. 18,19,20.

2.5.6. Pengaturan Metabolisme Tulang

Proses metabolisme tulang diatur oleh hubungan yang terjadi antara hormon dan faktor-faktor lainnya. Fibroblast Growth Factors (FGF, tipe asam dan basa) akan meningkatkan proses proliferasi osteoblast dan sintesis jaringan kolagen di dalam tulang. FGF umumnya terpisah dan berada disekitar sel osteoblast tetapi mekanisme kerja FGF yang tepat belum diketahui. FGF dasar merupakan aktivator yang lebih kuat. Insuline-like growth factors (IGF,

tipe 1 dan 2) atau somatomedin, yang meningkatkan jumlah protein dari osteoid dengan cara mempromosikan proliferasi preosteoblast dan dengan mengurangi degradasi kolagen yang diikuti oleh peningkatan sintesis protein.2,6,12.

Perubahan bentuk faktor-faktor pertumbuhan (TGF, β1 dan β2) yang diduga berperan penting pada proses pematangan sel dengan merangsang sel-sel prekursor menjadi osteoblast; dan sintesis alkaline fosfatase; ekspresi TGF-β yang juga berhubungan dengan sintesis jaringan kolagen tipe 1. Faktor pertumbuhan yang berasal dari platelet (PDGF) juga ditemukan pada matriks tulang yang juga merangsang kerja sel osteoprogenitor dan pembentukan protein.2,6,12

Osteoblast dan osteoclast responsif terhadap berbagai macam prostaglandin, dan faktor nekrosis jaringan (α=cachectin dan β=lymphotoxin) dapat meningkatkan sintesa jaringan kolagen pada preosteoblast, tetapi dapat menurunkan sintesa jaringan kolagen pada banyak


(30)

sel matur lain. Colony stimulating factors (CSF) terlibat dalam proses proliferasi osteoclast

dan penghantaran informasi antara osteoclast dan osteoblast.2,6,12

Tabel dibawah ini memperlihatkan keterlibatan hormon-hormon sistemik pada pengaturan metebolisme tulang. hormon-hormon ini dapat mempengaruhi kerja sel progenitor, osteoblast


(31)

Tabel 2. Hormones and Factors Involved in Bone Metabolism

Hormone or Factor

Effect on Bone

Turnover Cells Effected Mechanism of Effect

Parathyroid hormone

Increase Progenitor, osteoblasts

High level stimulate osteoblasts causing increased osteoclast activity, increased activation frequency, and accelerated bone loss.

Thyroxine (T3) Increase Osteoclasts High concentrations increase

resorption with differential effects on cortical and cancellous bone; cortical bone lost preferentially

Estrogen Decrease Osteoblasts With deficiency, osteblasts stimulated causing increased osteoclast activity, increased activation frequency, and accelerated bone loss

Testosterone Decrease Osteoblasts With deficiency osteblasts stimulated causing increased osteoclast activity, increased activation frequency, and accelerated bone loss

Vitamin D (calcidol, calcitriol)

Decrease Osteoblasts Deficiency causes increased activation frequency but also inhibits

mineralization of newly synthesized osteoid matrix

Cortisol Increase Progenitor, osteoblasts osteoclasts

Increased concentration have profound effect by both increasing bone

resorption and inhibiting bone

formation, leading to accelerated bone loss

Calcitonin Decrease ? Inhibits bone resorption; used

therapeutically to treat increased bone loss, e.g. Paget’s disease and high turnover osteoporosis

Insulin Decrease Osteoblasts Causes increased IGF-1 synthesis in liver, resulting in increased collagen synthesis by osteoblasts

Vitamin D terdiri dari 2 substansi, calcifediol (1,25-dihydroxyvitamin D) dan calcitriol (1,25-trihydroxivitamin D). Efek kelebihan hormon paratiroid yang dimodulasi oleh IGF-1 dan CSF. Hormon Paratiroid ini dibutuhkan untuk mengubah calsifediol menjadi calsitriol karena hormon ini merupakan stimulator utama pada aktifitas 1-α hydroxylase di ginjal. Perubahan

calsifediol menjadi calsitriol berperan dalam proses maturasi osteoblast. Penurunan konsentrasi dari calsifediol dan calsitriol berhubungan dengan peningkatan aktifasi unit metabolisme pada tulang atau BMU. Bila dibandingkan dengan hormon kortisol, hormon paratiroid ( hormon kalsitropik ) dan vitamin D akan beraksi secara tidak langsung dalam menyebabkan keropos tulang.2,6,8,17


(32)

Hormon estrogen berperan penting dalam pengaturan dasar remodeling tulang dan terapeutik pada wanita. Penurunan estrogen dapat menurunkan produksi matriks osteoid, peningkatan pembentukan tulang trabekular, dan memacu proses resorpsi tulang dan peningkatan turnover

tulang.Hormon glukokortikoid juga dapat menyebabkan peningkatan sensitivitas osteoclast

terhadap efek resorbsi tulang dari konsentrasi PTH yang beredar di sirkulasi. 2,6,8,17,20

Reseptor estrogen yang berada di dalam sitosol, yaitu reseptor estrogen α (ERα), dan ER β

diekspresikan terbanyak pada jaringan epitel dan mesenkim termasuk osteoblast. Stimulasi reseptor estrogen pada osteoblast akan mengaktivasi aktivitas anabolik osteoblast dan menurunkan mengaktivasi osteoclast dan menghalangi aktivitas resorbsi tulang. Reseptor estrogen tidak hanya dapat mengikat estrogen, tetapi dapat juga mengikat modulator reseptor-estrogen selektif (SERMs), yang mengaktivasi reseptor reseptor-estrogen pada tulang. Hormon estrogen juga berperan dalam pengaturan prostaglandin. Prostaglandin E2 (PGE2) merupakan

stimulator yang kuat terhadap proses resorpsi tuang dan pembentukan osteoclast.2,6,17,20. Manolagas (2000) melaporkan bahwa hormon estrogen dapat menurunkan apoptosis sel

osteoblast sehingga memperpanjang umur sel-sel osteoblast, hal inilah yang merupakan mekanisme estrogen untuk mengendalikan proses pembentukan tulang. 6

Chen,dkk (2005) melaporkan bahwa hormon estrogen mempengaruhi apoptosis dari sel

osteoblast dan sel osteoclast melalui mekanisme fosforilasi Erk, sejak diketahui bahwa hormon estrogen menyebabkan fosforilasi transien di sel osteoblast, osteocytes dan

osteoclast.6

Hormon kalsitonin merupakan hormon kalsitropik yang merupakan penghambat yang efektif terhadap proses resorbsi tulang. Saat ini, mekanisme kerja hormon kalsitonin tidak diketahui, tetapi hormon tersebut telah digunakan untuk mengobati pasien dengan turnover osteoporosis yang tinggi, penyakit paget, dan hiperkalemi yang terjadi pada penyakit keganasan.1,2,4,17,20 Peningkatan konsentrasi hormon tiroid, hormon prolaktin, hormon pertumbuhan akan meningkatkan produksi IGF-1 oleh osteoblast, sehingga terjadi peningkatan proliferasi preosteoblastik, sintesa protein dan penurunan degradasi protein.2,4,17.

Hormon kortisol dan steroid dapat meningkatkan turnover tulang secara langsung merangsang proses resorpsi dan formasi tulang. Pengobatan jangka pendek dengan glukokortikoid akan meningkatkan sintesis jaringan kolagen tipe 1, yang berhubungan dengan ikatan IGF-1. Pengobatan kortikosteroid jangka panjang menurunkan proliferasi dari sel preosteoblastik,


(33)

berkurangnya pembentukan osteoid, sehingga akan mengakibatkan terjadinya osteoporosis pada tulang.1,2,17

2.6.Faktor Risiko Osteoporosis.

Risiko terjadinya patah tulang sangat tergantung pada kekuatan tulang. Kekuatan tulang ditentukan oleh beberapa faktor utama yaitu massa tulang, kandungan mineral tulang, dan mikroarsitektur tulang. Massa tulang maksimal ( peak bone mass) pada wanita 25 sampai 40% lebih rendah daripada massa tulang maksimal pria. Massa tulang maksimal dicapai pada usia antara 25 sampai 30 tahun, sedangkan densitas mineral tulang maksimal dicapai pada usia 18 tahun. Densitas mineral tulang berhubungan oleh mikroarsitektur tulang dan densitas mineral tulang. 1,4,7.

Peningkatan usia akan mengakibatkan terjadinya penurunan massa tulang. Proses pembongkaran tulang (absorbsi) lebih cepat daripada proses pembentukan tulang ( formasi ). Lebih kurang 20 % kehilangan massa tulang pada wanita ini terjadi pada 5 sampai 7 tahun pasca menopause, sehingga di perkirakan kehilangan massa tulang ini berhubungan dengan penurunan kadar estrogen.1,4,7,8

Faktor risiko terjadinya osteoporosis4

Tabel 3. Risk factor that identify who should be assesed for osteoporosis

Major Risk Factor Minor Risk Factor

Age 65 years

Vertebral compression fracture Fragility fracture after age 40

Family history of osteoporotic fracture Systemic glucocorticoid therapy 3 months Malabsorbtion syndrome

Primary hyperparatiroidism Propensity to fall

Osteopenie appearent on X-ray film Hypogonadism

Early menopause ( before age 45 )

Rheumatoid artritis

Past history of clinical hyperthyroidism Chronic anticonvulsant therapy

Low dietary calsium intake Smoker

Excessive alcohol intake Excessive caffeine intake Weight 57 kg

Weight loss 10% of weight at age 25 Chronic heparin therapy

Beberapa faktor resiko osteoporosis yang tidak dapat dicegah antara lain yaitu riwayat keluarga yang menderita osteoporosis; riwayat pernah mengalami fraktur tulang; ras kulit


(34)

putih; usia lanjut ( > 65 tahun ); jenis kelamin wanita; penyakit sistemik; gangguan absorbsi; dan gangguan hormonal.4,8.

Beberapa faktor risiko terjadinya osteoporosis yang dapat dicegah antara lain yaitu merokok; konsumsi kalsium dan vitamin D yang kurang; kebiasaan minum alkohol; konsumsi kafein; kebiasaan olahraga dan aktivitas harian; dan lain-lain. 4,8.

Berikut ini akan dijelaskan beberapa faktor risiko osteoporosis yang dapat dicegah yaitu :

a. Kalsium.

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap wanita pada awal pasca menopause untuk melihat hubungan suplementasi kalsium dalam pencegahan terjadinya osteoporosis. Penelitian ini menunjukkan bahwa kehilangan kalsium yang berlangsung cepat pada wanita pasca menopause berhubungan dengan penurunan kadar estrogen yang terjadi pada wanita tersebut, sehingga mereka memerlukan suplementasi kalsium yang adekuat. 2

Lateef, 2009 melaporkan hubungan korelasi negatif antara jumlah konsumsi kalsium dengan kadar penanda osteocalsin dan C-telopeptide pada kelompok pasca menopause dan premenopause dengan r = -0.44 dan r = -0.21.26

Salleh, 2010 melaporkan hubungan korelasi yang tidak bermakna antara kadar penanda proses remodeling tulang dan jumlah konsumsi kalsium harian.27

Kalsium dibutuhkan tubuh untuk membentuk dan mempertahankan kekuatan tulang dan gigi; membantu proses pembekuan darah dan penyembuhan luka; penghantaran rangsangan saraf; produksi hormon dan enzim-enzim; kontraksi otot; transpor ion melalui membran sel; dan pencegahan osteoporosis.49

Penyerapan kalsium di dalam tubuh dipengaruhi oleh beberapa hormon tubuh antara lain hormon paratiroid, kalsitonin, vitamin D dan estrogen. Penurunan penyerapan kalsium oleh tubuh pada wanita pasca menopause disebabkan oleh penurunan kadar hormon estrogen yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar 1,25-dihydroxyvitamin D. Sehingga pemberian suplementasi kalsium pada wanita pasca menopause sebaiknya diberikan bersama hormon estrogen dan vitamin D.2


(35)

Pada wanita pasca menopause yang memperoleh terapi sulih hormon membutuhkan asupan kalsium sebanyak 1000 mg per hari untuk mencegah terjadinya osteoporosis dan mencapai kecukupan keseimbangan kalsium nol ( zero calsium balance ). Jumlah kalsium yang diperoleh dari makanan sehari-hari diharapkan memenuhi kebutuhan kalsium sebanyak 500 mg perhari, sehingga wanita tersebut hanya membutuhkan tambahan asupan kalsium 500 mg. Sedangkan pada wanita pasca menopause yang tidak memperoleh terapi sulih hormon membutuhkan kalsium sebanyak 1500 mg. Asupan kalsium yang cukup sebanyak 1000 mg perhari pada wanita usia reproduksi antara usia 25 sampai 50 tahun dapat membentuk tulang yang kuat dan mencegah terjadinya osteoporosis saat memasuki masa menopause. Wanita hamil dan menyusui juga dianjurkan untuk mengkonsumsi kalsium sebanyak 1500 mg perhari.2

Sumber kalsium dapat diperoleh dari susu dan produk susu, kacang-kacangan, biji-bijian, brokoli dan lain-lain. Susu kemasan berkalsium tinggi akan mengandung kalsium sebanyak 300-600 mg. Saat ini telah banyak dipasarkan produk suplemen kalsium dalam bentuk kalsium karbonat (40% kadar elemen kalsium); kalsium sitrat (21% kadar elemen kalsium); kalsium glukonat (9% kadar elemen kalsium); kalsium laktat (13% kadar elemen kalsium); dan kalsium fosfat ( 39% kadar elemen kalsium). Sediaan kalsium sitrat tidak memerlukan asam lambung dalam penyerapannya sehingga sediaan ini paling baik jika diberikan pada wanita yang berusia lanjut.2,49.

b. Konsumsi alkohol.

Kebiasaan minum alkohol sebanyak 2-3 ons perhari mempermudah terjadinya osteoporosis. Alkohol dapat mengganggu proses absorbsi kalsium dengan cara menghambat kerja enzim yang merubah vitamin D in aktif menjadi bentuk aktif. Alkohol juga dapat meningkatkan kadar hormon paratiroid sehingga meningkatkan terjadinya resorpsi kalsium dari tulang dan mengganggu keseimbangan kalsium tubuh. 2,50.

Wanita yang mengkonsumsi alkohol secara kronis dapat menyebabkan terjadinya gangguan menstruasi dan menyebabkan terjadinya penurunan kadar estrogen dan testosteron sehingga terajdi penurunan aktivitas osteoblast yang berperan dalam proses formasi tulang. Alkohol juga dapat meningkatkan sekresi hormon kortisol sehingga terjadi peningkatan aktifitas resorpsi tulang. 2,50


(36)

c. Konsumsi kafein.

Beberapa penelitian melaporkan bahwa konsumsi kafein dengan jumlah besar berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya osteoporosis. 2 Konsumsi kafein sebanyak 300-400 mg perhari atau 4 cangkir kopi perhari dapat menyebabkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium pada tulang; hal ini disebabkan sifat asam dari kafein yan gdapat menyebabkan terjadinya peningkatan resorpsi tulang sehingga lebih banyak kalsium yang dikeluarkan dari urin dan feses.4,49,50.

Cooper C,dkk (1992) melaporkan bahwa konsumsi kafein yang tinggi tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan peningkatan kadar penanda remodeling tulang yang menunjukkan aktifitas remodeling tulang. 51

Konsumsi kafein dengan jumlah banyak atau sebanyak 300-400 mg per hari tidak akan menyebabkan terjadinya osteoporosis jika diberikan asupan kalsium yang cukup. 2,51

d. Merokok.

Merokok berhubungan dengan peningkatan risiko terjadinya osteoporosis pada tulang panggul sebanyak 40-45 %. Wanita perokok akan mengalami masa menopause lebih cepat sehingga terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan peningkatan osteoporosis pada periode awal menopause. 2

e. Indeks massa tubuh.

Salleh, dkk (2010) melaporkan indeks massa tubuh memiliki hubungan yang bermakna dengan risiko osteoporosis; dimana wanita pasca menopause dengan indeks massa tubuh yang tinggi akan memiliki indeks massa tubuh yang rendah. Hal ini berkaitan dengan

adypocytokine seperti leptin terhadap sel osteoblast dan osteoclast yang berperan dalam remodeling tulang.27

Wanita dengan indeks massa tubuh yang rendah dan kurang dari 20 kg/m2 akan meningkatkan risiko osteoporosis. 4,49,50. Morin, dkk (2009) melaporkan bahwa indeks massa tubuh yang rendah memiliki hubungan yang bermakna dengan peningkatan risiko terjadinya osteoporosis pada wanita yang berusia 40 sampai 59 tahun.52


(37)

f. Olahraga.

Kebiasaan olahraga bermanfaat untuk menjaga densitas tulang. Olahraga yang bermanfaat bagi tulang antara lain yaitu: olahraga aerobik; olahraga fleksibilitas; olahraga keseimbangan; olahraga beban; dan olahraga keseimbangan. 2,50

• Olahraga aerobik.

Olahraga aerobik dapat memperbaiki fungsi jantung dan peredaran darak ke tulang sehingga dapat mencegah risiko terjadinya osteoporosis. Beberapa olahraga aerobik yang dapat dilakukan antara lain berlari, sepeda statis, senam, berenang; menari, dan naik turun tangga. Pada gerakan aerobik kedua kaki akan bergantian menyentuh tanah sehingga kedua tungkai dan panggul bergerak bergantian. Aktivitas olahraga ini sebaiknya dilakukan selama 30 menit dengan frekuensi olahraga minimal 3 kali per minggu. 2,50.

• Olahraga beban.

Olahraga beban (weight bearing exercise) adalah olahraga yang dilakukan dimana seluruh tubuh bertumpu pada kedua tungkai dan melawan gravitasi bumi. Beberapa contoh olahraga beban ini adalah jalan, lari, bola basket, melompat tali dan meloncat. Olahraga lompat tali yang dilakukan sebanyak 50-100 kali perhari sebanyak 3 kali perminggu telah dilaporkan dapat meningkatkan massa tulang secara bermakna.50

Olahraga berjalan kaki telah dilaporkan dapat meningkatkan massa tulang panggul dan menurunkan risiko osteoporosis pada wanita pasca menopause terutama pada jika dilakukan dengan intensitas yang tinggi dengan kecepatan 8-10 km perjam. 2,50.

• Olahraga fleksibilitas.

Olahraga fleksibilitas adalah olahraga peregangan otot yang bertujuan untuk keseimbangan dan menghindari jatuh dan membuat sendi menjadi lebih kuat dan lentur; menyangga berat badan sehingga dapat merangsang pertumbuhan tulang yang baru. Contoh olahraga fleksibilitas adalah yoga.50

• Olahraga tahanan (resistance taraining).

Olahraga tahanan ini memakai beban dengan berat tertentu dan terdiri dari gerakan menahan, melawan, dan mendorong sesuatu. Olahraga ini bertujuan untuk merangsang pertumbuhan


(38)

tulang dan metabolisme tulang dan kekuatan otot. Contoh olahraga ini adalah naik turun tangga; mengangkat barbell dan dumbell di anggota gerak atas dan bawah.50

2.7. Gejala dan Tanda Osteoporosis

Osteoporosis merupakan penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas mineral tulang dan kerusakan mikroarsitektur jaringan tulang, yang ahirnya mengakibatkan terjadinya kerapuhan tulang dan patah tulang.1,4,7

Pada tahap awal, osteoporosis ini tidak memperlihatkan gejala kemudian penderita akan mengeluhkan nyeri pada tulang punggung, penurunan tinggi badan dan kemampuan mobilitas tubuh. Nyeri pada tulang vertebra biasanya menunjukkan terjadinya fraktur kompresi tulang vertebra. Di Amerika Serikat, osteoporosis bertanggung jawab terhadap terjadinya patah tulang lebih dari 1.5 juta orang pertahun. Di Canada, diperkirakan terjadinya 1 orang menderita fraktur tulang dari 4 orang wanita yang menderita osteoporosis. 1,3,7.

Penelitian epidemiologi melaporkan kejadian fraktur yang sering terjadi pada wanita menopause yaitu fraktur kompresi tulang vertebra; fraktur Colle’s; fraktur tulang sendi femur; kehilangan gigi; kerusakan dan kehilangan tulang alveolar gigi berhubungan erat dengan terjadinya penurunan densitas mineral tulang dan osteoporosis di tulang spinal dan penurunan kadar hormon estrogen di dalam darah. 1,3,7

2.7.1. Diagnosa Osteoporosis.

National Institutes of Health Consensus Conference (2001) menyatakan definisi osteoporosis sebagai suatu kelainan pada tulang yang ditandai oleh adanya penurunan kekuatan tulang yang merupakan faktor risiko terjadinya fraktur tulang.4

Kekuatan tulang dinilai berdasarkan hasil pemeriksaan densitas mineral tulang dan kualitas tulang. densitas mineral tulang dinyatakan berdasarkan gram per volume area tulang. Kualitas tulang dipengaruhi oleh susunan matriks tulang seperti aktivitas tulang ( bone turn over); mikroarsitektur tulang; derajat kalsifikasi dan jaringan kolagen tulang. 7

Saat ini, penilaian kualitas tulang tidak hanya berdasarkan atas hasil pemeriksaan tulang secara klinis tetapi berdasarkan hasil pemeriksaan aktivitas metabolisme tulang melalui pemeriksaan penanda biokimia tulang dari proses formasi dan resorpsi tulang (bone turn over).4,7


(39)

Berikut ini adalah diagram penatalaksanaan pemeriksaan osteoporosis dan pemilihan terapi berdasarkan hasil pemeriksaan kadar penanda penghancuran dan pembentukan tulang berdasarkan National Institutes of Health Consensus Conference (2001):7

Fig. 1. Diagnosis of osteoporosis and selection of drugs by measuring markers of bone turnover. *Bisphosphonate therapy requires at least 6-month washout time; **bisphophonate, selective estrogen receptor modulators (SERMs; e.g., raloxifene), estrogen, calcitonin, and ipriflavone are known as anti-bone resorptive drugs. DPD, deoxypyridinoline; NTX, type I collagen crosslinked N-telopeptide; CTX, type I collagen crosslinked C-telopeptide; BAP,

bone alkaline phosphatase

Diagnosed as osteoporosis

Check drugs that influence calcium metabolism. Discontinue the drug if applicable.*

1. Measuring bone resorption markers (DPD, NTX, CTX) 2. Measuring bone formation markers (BAP)

1 is low - normal Either 1 or 2 is high

Few risks of fracture

Check bone diseases (metastatic bone tumor, etc) & abnormal bone/calcium metabolism.

Fracture, bone mass, risk factors, complications & patient background, etc, should be considered to select drugs

No High in 2

High in 1

Yes

Treat underlying disease first & measure the bone

turnover marker to monitor the disease

Higher risks of fracture


(40)

Keberhasilan penatalaksanaan penegakan diagnosa osteoporosis dan pencegahan fraktur osteoporosis pada wanita menopause dinilai dengan penurunan kadar penanda tulang (bone turnover) sampai kadar normal sebelum wanita menopause. 16,17,24.

2.7.1.1. Pemeriksaan ketebalan densitas mineral tulang.

Pemeriksaaan densitas mineral tulang merupakan pemeriksaan yang dianjurkan terhadap wanita pasca menopause yang memiliki faktor resiko terjadinya patah tulang; dan tidak dianjurkan sebagai pemeriksaan rutin tanpa indikasi yang jelas. Jenis pemeriksaan densitas mineral tulang yang saat ini sering dilakukan untuk menegakkan diagnosa osteoporosis dan melihat resiko fraktur tulang dengan menggunakan radioisotop single photon absorptiometry; double photon absorptiometry (DXA) ; computed tomography (QCT). Pemeriksaaan DXA merupakan pemeriksaan standarisasi internasional (g/cm2) dengan bahaya radiasi yang kecil (3-10 uSV) dan membutuhkan waktu pemeriksaan yang singkat.1,4,7,15.

Quantitative ultrasonometry (QUS) merupakan pemeriksaan yang sederhana dan tidak memiliki bahaya radiasi sama sekali. Pengukuran densitas mineral tulang dilakukan pada tulang kalkaneus, tibia atau phalang. Nilai normal pengukuran densitas mineral tulang dengan pemeriksaan QCT ini adalah > 120 mg hidroksilapatit/cm3. Osteopeni ditegakkan jika ditemukan nilai densitas mineral tulang antara 80 dan 120 HA/cm3 ; dan dikatakan osteoporosis jika ditemukan nilai densitas mineral tulang < 80HA/cm3 . 1,3

Pemeriksaan densitas mineral tulang dengan DXA dinyatakan dengan nilai T-skor dan Z-skor. Menurut WHO, densitas mineral tulang dikatakan normal jika ditemukan nilai T-skor >-1SD; osteopeni jika ditemukan T-skor berada diantara -1 dan -2.5 SD; dan osteoporosis jika ditemukan nilai T-skor < 2.5. Z-skor adalah skor yang digunakan untuk memperkirakan risiko fraktur di masa akan datang sehingga dapat diambil tindakan pencegahan. Nilai Z-skor <-1 berarti wanita tersebut memiliki risiko terkena osteoporosis. Berkurangnya densitas mineral tulang 1 SD maka akan meningkatkan kejadian patah tulang sebanyak dua kali lipat.

1,4,7,15,18.

2.7.1.2. Pemeriksaan Biokimia Penanda Proses Remodeling Tulang.

Metabolisme tulang ditandai oleh dua aktivitas unit multiselular yang berlangsung secara bersamaan. Proses resorpsi tulang terdiri dari pengurangan mineral tulang dan katabolisme tulang yang dilakukan oleh sel-sel osteoclast yang menyebabkan resorpsi dari kavitas tulang dan sekresi komponen matriks tulang. Selama terjadi pembentukan tulang, osteoblast


(41)

mensintesis matriks tulang yang memperbaiki kavitas-kavitas dan mengalami mineralisasi primer yang cepat yang diikuti oleh mineralisasi sekunder jangka panjang yang lambat.6,10,17, Pembentukan tulang bisa dideteksi dengan marker biochemical seperti osteocalsin (OC),

bone-specific alkaline phosphatase (BAP) dan juga N-terminal dan C-terminal propeptida

dari procollagen type I (P1NP, P1CP). Collagen type I merupakan protein matrix tulang yang paling diabaikan. P1NP dan P1CP terbentuk selama metabolisme ekstraseluler dari procollagen dan dilepaskan ke darah, sementara bagian tengah dari molekul berhubungan dengan matriks tulang. P1NP dan P1CP tidak spesifik untuk tulang, akan tetapi tulang memiliki metabolisme yang lebih cepat dari pada jaringan lain yang mengandung collagen type I dan kebanyakan serum P1NP dan P1CP berasal dari tulang. 5,12,13,48

Tabel 4. Biochemical markers reflecting bone formation

Marker Method

Bone-specific alkaline phosphatase (Bone ALP)

HPLC

electrophoresis, all isoforms semiquantitavely determined after pretreatment lectin precipitation and calculation, activity measured

IRMA or ELISA, mass concentration measured immunoextraction with a monoclonal antibody, activity measurement

Osteocalsin (OC) several RIAs, bovine OC as immunogen, intact OC and several fragments measured

several RIAs and IRMAs, or methods with other than radioactive label, with human OC as

immunogen, measuring intact OC, its N-Mid-fragment or both or in addition smaller N-Mid-fragments

Procollagen I carboxy-terminal propeptide (PICP)

RIA or ELISA

Procollagen I amino-terminal propeptide (PINP)

RIA measuring intact PINP

ELISA and automated ECIA measuring intact PINP and Col 1 fragment of PINP

BAP adalah enzim yang berlokasi di permukaan luar dari osteoblast, kemungkinan terlibat pada regulasi dari proses mineralisasi osteoid. OC merupakan protein yang tergantung vitamin K dan disintesa oleh osteoblast dan odontoblast. OC terdiri dari tiga residu gammacarboxyglutamic dan fungsinya belum jelas. Kadar serum dari marker pembentukan tulang berhubungan dengan parameter histomorfometrik dari pembentukan tulang. 15

Penyerapan tulang bisa diamati dengan beberapa biochemical marker, seperti N-terminal dan C-terminal crosslinking telopeptida dari collagen tipe I (NTX-1 dan CTX-1), C-terminal crosslinking telopeptida dari collagen tipe I oleh metalloproteinase (CTX-MMP, ICTP), helical peptida 620-633, deoxypyridinoline (DPD), hydroxylysin (HLys), glikosida,


(1)

LAMPIRAN 1

LEMBARAN PERSETUJUAN PESERTA PENELITIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : ………

Umur : ………

Pekerjaan : ………

Alamat : ………

Telah menerima dan mengerti penjelasan dokter tentang penelitian

“KADAR OSTEOCALSIN DAN C-TELOPEPTIDE PADA WANITA PASCA

MENOPAUSE”,

dengan kesadaran serta dengan kerelaan sendiri saya bersedia menjadi perserta penelitian ini.

Surat persetujuan ini saya perbuat tanpa paksaan siapapun.

Medan, ………..2010


(2)

LAMPIRAN 2

KUESIONER PENELITIAN KADAR OSTEOCALSIN DAN C-TELOPEPTIDE PADA WANITA PASCA MENOPAUSE

Nama : ………...

Umur : ………...

Alamat : ………...

Pekerjaan : ………...

Status : ………...

Pendidikan : ………...

Tinggi badan : ………...

Berat badan : ………...…...

Tekanan darah : ….………...

1. Riwayat pola kebiasaan minum/merokok :

a. Minum kopi : Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : ……. Gelas/hari

b. Minum alkohol : Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : ……. Gelas/hari

c. Merokok : Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : ……. Batang/hari

d. Minum teh : Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : ……. Gelas/hari

e.Konsumsi susu : Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : …….

Gelas/hari; ...sendok/gelas.

f. kola : Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : …….

Gelas/hari

h. konsumsi suplemen kalsium : Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : …….


(3)

2. Riwayat olah raga dan aktivitas :

a. Berjalan kaki : Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : ……….x/minggu ( menit). b. Bersepeda: Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : ……….x/minggu ( menit)

c. Aerobik : Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : ……….x/minggu ( menit)

d. Berenang : Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : ……….x/minggu ( menit) e. Lari pagi : Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : ……….x/minggu ( menit) f. Senam pagi: Ya ( ) Tidak ( ) Frekuensi : ………x/minggu ( menit) g. Lain lain (sebutkan) : ………. Frekuensi : ……. x/minggu ( menit)

3. Pola reproduksi :

a. Usia menars : ……….. tahun.

b. Paritas/Abortus : P………..A………. (APK ………… tahun).

c. Usia menopause :...tahun.

d. Lama menopause :... ...tahun.

e. Siklus haid :...hari

f. HPHT :...

4. Hasil pengukuran :

a. Osteocalsin :...


(4)

5. Aktivitas olahraga :...jam/minggu.

6. Jumlah konsumsi kafein :...mg/hari.


(5)

DATA WANITA REPRODUKSI No Nama Umur

(thn)

Menars (thn) Paritas

BMI (kg/m2) Olahraga (jam/mgg) Osteocalsin (ng/ml) C-telopeptide (ng/ml)

Alkohol Merokok Kafein Kalsium 1 Ny.A 25 12 2 18.4 0 33.13 0.622 (-) (-) 480 300 2 Ny.D 33 11 2 27.1 1 15.59 0.279 (-) (-) 120 950 3 Ny.D 26 13 0 22.1 1 20.74 0.314 (-) (-) 290 500 4 Ny.E 31 12 1 25.9 2 19.60 0.108 (-) (-) 220 500 5 Ny.E 45 13 3 152 3 17.95 0.195 (-) (-) 220 950 6 Ny.F 25 13 0 25 3 19.63 0.295 (-) (-) 250 600 7 Ny.F 28 13 0 20 0 18.72 0.507 (-) (-) 250 0 8 Ny.R 54 14 5 26 1 29.54 0.5 (-) (-) 60 300 9 Ny.H 46 12 2 29.1 2.5 10.69 0.189 (-) (-) 120 1100 10 Ny.I 45 13 4 29.4 2 15.37 0.420 (-) (-) 300 500 11 Ny.I 25 12 0 22.1 2.5 18.58 0.321 (-) (-) 245 500 12 Ny.I 28 13 0 25.1 3 18.23 0.314 (-) (-) 210 600 13 Ny.I 49 14 3 25.8 2 13.20 0.226 (-) (-) 120 600 14 Ny.J 55 12 3 26.1 1 16.66 0.385 (-) (-) 0 450 15 Ny.J 28 12 0 21.8 2 18.44 0.329 (-) (-) 120 600 16 Ny.K 47 12 2 29.1 2 15.50 0.276 (-) (-) 260 1100 17 Ny.K 32 13 2 26.7 2 11.48 0.350 (-) (-) 160 1000 18 Ny.K 45 12 4 31.2 3 13.80 0.496 (-) (-) 260 1000 19 Ny.L 29 12 0 21.1 2.5 14.40 0.297 (-) (-) 245 450 20 Ny.L 52 13 1 29.7 2 31.21 0.565 (-) (-) 60 600 21 Ny.M 54 14 3 29.6 1 14.99 0.332 (-) (-) 60 600 22 Ny.M 49 13 2 31.2 3 19.29 0.240 (-) (-) 120 600 23 Ny.M 28 13 0 26.1 3.5 15.46 0.260 (-) (-) 245 1100 24 Ny.M 39 12 3 28.5 4 20.48 0.235 (-) (-) 165 600 25 Ny.M 30 12 0 23.7 2 17.39 0.300 (-) (-) 250 600 26 Ny.N 53 14 4 26 0 20.07 0.235 (-) (-) 120 300 27 Ny.N 29 12 1 26.4 2 15.55 0.231 (-) (-) 190 950 28 Ny.P 30 12 0 20.8 3 21.87 0.226 (-) (-) 190 950 29 Ny.R 26 12 0 22.0 1 32.03 0.339 (-) (-) 250 600 30 Ny.R 34 13 1 26.3 2 16.97 0.359 (-) (-) 260 300 31 Ny.R 47 12 3 28.9 3 11.35 0.325 (-) (-) 160 1100 32 Ny.N 40 13 2 25.2 2 20.44 0.274 (-) (-) 105 950 33 Ny.V 40 13 3 27.4 2 6.62 0.213 (-) (-) 60 300 34 Ny.S 30 14 1 19.9 0 14.59 0.423 (-) (-) 410 450 35 Ny.S 30 14 1 20.3 3 14.69 0.282 (-) (-) 120 500 36 Ny.S 52 14 1 25.6 3 30.37 0.388 (-) (-) 60 300 37 Ny.S 44 12 3 30 3 11.78 0.188 (-) (-) 120 1100 38 Ny.S 32 13 3 27.4 3.5 10.50 0.206 (-) (-) 100 950 39 NY.N 49 13 1 28.5 2.5 13.28 0.192 (-) (-) 120 600 40 Ny.S 46 12 4 25 1 18.89 0.493 (-) (-) 320 600 41 Ny.T 51 12 3 31.6 3 13.00 0.215 (-) (-) 120 1400 42 Ny.T 24 12 0 18.3 0.5 28.04 0.513 (-) (-) 295 300 43 Ny.U 29 10 0 24 1 20.72 0.306 (-) (-) 210 500 44 Ny.U 26 12 0 18.4 0.5 15.35 0.429 (-) (-) 310 500 45 Ny.W 34 13 3 25.7 2 17.68 0.149 (-) (-) 120 800 46 Ny.W 38 12 2 25.3 2 20.59 0.335 (-) (-) 290 500 47 Ny.Y 31 13 0 18.4 2 21.56 0.308 (-) (-) 150 800 48 Ny.Y 32 13 1 18.4 2 29.29 0.545 (-) (-) 450 450 49 Ny.Y 25 12 0 19.5 1.5 16.51 0.370 (-) (-) 235 800 50 Ny.Z 54 14 2 30.4 2.5 9.39 0.269 (-) (-) 120 800 51 Ny.Z 33 13 0 24.7 3 20.25 0.350 (-) (-) 220 500 52 Ny.Y 43 13 3 25.7 2 24.32 0.287 (-) (-) 120 800


(6)

DATA WANITA PASCA MENOPAUSE No Nama Umur

(thn) Usia Menars (Tahun)

Paritas BMI (kg/m2) Olahraga (jam/mgg) Osteocalsin (ng/ml) C-teopeptide (ng/ml)

Alkohol Merokok Kafein Kalsium Lama Menopause

Usia Menopause

1 Ny.A 56 12 4 29.1 2.5 21.90 0.532 (-) (-) 120 950 3 52

2 Ny.A 80 14 6 30.4 2 31.21 1,350 (-) (-) 120 600 24 56

3 Ny.B 71 14 5 31.2 1 36.71 0.536 (-) (-) 120 600 21 49

4 Ny.R 72 14 6 19.6 1 30.61 0.534 (-) (-) 200 300 17 55

5 Ny.D 60 13 2 19.3 0 41.32 0.850 (-) (-) 280 300 9 51

6 Ny.E 59 13 4 18.4 0 36.52 0.847 (-) (-) 320 0 10 49

7 Ny.F 60 14 5 24.7 1 34.27 0.918 (-) (-) 260 300 14 53

8 Ny.F 65 12 2 22.7 3 30.23 0.619 (-) (-) 220 450 10 55

9 Ny.H 58 12 3 19.5 0 38.58 0.849 (-) (-) 420 0 12 46

10 Ny.H 59 12 4 27.6 0 43.17 0.906 (-) (-) 400 0 12 47

11 Ny.H 64 12 6 21.8 1 11.41 0.837 (-) (-) 300 300 12 52

12 Ny.E 56 12 4 31.2 2 30.03 0.606 (-) (-) 120 1100 8 48

13 Ny.I 65 12 5 25.4 0 39.98 0.852 (-) (-) 160 300 11 54

14 Ny.J 57 14 5 20.9 1 41.66 0.775 (-) (-) 380 0 10 47

15 Ny.J 61 13 6 31.6 1.5 15.24 0.381 (-) (-) 160 450 10 51

16 Ny.L 65 13 8 28.5 0 30.12 0.696 (-) (-) 420 0 10 55

17 Ny.L 57 12 5 30 2 18.67 0.521 (-) (-) 60 1100 4 53

18 Ny.M 54 11 4 27.8 0 24.97 0.666 (-) (-) 260 0 5 49

19 Ny.M 58 12 5 18.4 0 227.90 1,510 (-) (-) 420 0 14 44

20 Ny.M 68 13 4 29.3 2 24.41 0.644 (-) (-) 60 800 12 56

21 Ny.M 57 12 4 30.3 1.5 14.84 0.302 (-) (-) 120 600 9 48

22 Ny.M 58 12 4 20.8 0 39.31 1,180 (-) (-) 420 0 11 47

23 Ny.M 62 12 3 27.6 1 21.95 0.416 (-) (-) 160 600 11 51

24 Ny.M 59 11 4 21.8 0 42.38 0.816 (-) (-) 420 0 11 48

25 Ny.N 55 11 4 30 2 17.04 0.444 (-) (-) 60 600 3 52

26 Ny.N 75 13 9 18.2 0 43.21 0.887 (-) (-) 320 300 18 57

27 Ny.N 60 12 6 23.3 1 37.11 0.842 (-) (-) 420 450 12 48

28 Ny.N 66 13 3 24.8 0 21.41 0.853 (-) (-) 360 300 13 53

29 Ny.N 56 13 2 24.8 2.5 27.19 0.723 (-) (-) 220 600 4 52

30 Ny.P 51 13 3 26.8 2 29.55 0.581 (-) (-) 120 950 3 48

31 Ny.R 58 12 4 30 2 30.26 0.618 (-) (-) 60 600 8 50

32 Ny.P 70 12 6 18.3 1 60.92 0.842 (-) (-) 260 300 15 55

33 Ny.P 70 12 4 23.0 1 26.40 0.844 (-) (-) 220 0 15 55

34 Ny.P 70 12 6 24.8 3 53.08 0.604 (-) (-) 120 1100 15 55

35 Ny.R 64 13 5 31.6 3 26.21 0.478 (-) (-) 0 1100 11 53

36 Ny.R 60 13 4 18.2 0 55.59 0.761 (-) (-) 260 300 12 48

37 Ny.S 69 13 6 21.4 1.5 10.21 0.505 (-) (-) 200 300 18 51

38 Ny.S 63 12 6 24.1 1 34.33 0.844 (-) (-) 320 300 13 50

39 Ny.S 64 13 4 28.8 2 12.27 0.199 (-) (-) 60 950 12 52

40 Ny.S 68 12 5 18.4 0 73.97 1,190 (-) (-) 420 0 19 49

41 Ny.S 70 14 8 25.3 1 19.51 0.357 (-) (-) 120 600 16 54

42 Ny.S 71 12 6 21.2 0 36.34 0.991 (-) (-) 320 0 17 54

43 Ny.T 56 13 3 28 2 14.06 0.361 (-) (-) 60 600 5 51

44 Ny.T 67 12 5 27.3 2.5 23.07 0.324 (-) (-) 60 450 14 53

45 Ny.T 58 11 2 20.2 2 12.52 0.183 (-) (-) 120 1100 7 51

46 Ny.T 62 14 2 27.6 2 18.36 0.490 (-) (-) 220 450 9 53

47 Ny.T 80 15 0 22.8 0 41.58 0.730 (-) (-) 220 300 20 60

48 Ny.W 57 13 4 20.5 3 23.34 0.556 (-) (-) 120 1100 7 50

49 Ny.S 55 13 3 22 0 21.15 0.629 (-) (-) 260 300 4 51

50 Ny.Y 64 12 3 30.1 3 26.18 0.597 (-) (-) 120 800 8 55

51 Ny.Z 65 13 4 30.4 3 35.76 0.516 (-) (-) 60 600 12 53