Kajian Hukum Mengenai Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang (Studi Di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu)

BAB I
PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah
Kejahatan pencucian uang belakangan ini semakin mendapat perhatian

khusus dari berbagai kalangan. Upaya penanganannya dilakukan secara nasional,
regional, dan global melalui kerja sama antar negara. Gerakan ini disebabkan
maraknya pencucian uang, padahal belum banyak Negara yang menyusun sistem
hukum untuk memerangi atau menetapkannya sebagai kejahatan.1
Secara populer dapat dijelaskan bahwa aktivitas pencucian uang
merupakan suatu perbuatan memindahkan, menggunakan atau melakukan
perbuatan lainnya atas hasil dari suatu tindak pidana yang kerap dilakukan oleh
Criminal Organization, maupun individu yang melakukan tindakan korupsi,
penyuapan, perdagangan narkotika, kejahatan kehutanan, kejahatan lingkungan
hidup dan tindak pidana lainnya dengan maksud menyembunyikan, menyamarkan
atau mengaburkan asal-usul uang yang berasal dari hasil tindak pidana. Perbuatan
menyamarkan, menyembunyikan atau mengaburkan tersebut dilakukan agar hasil
kejahatan (Proceeds of crime) yang diperoleh dianggap seolah-olah sebagai uang

yang sah tanpa terdeteksi bahwa harta kekayaan tersebut berasal dari kegiatan
yang illegal.2

                                                            
1

Phillips Darwin, Money Laundering Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal
Pencucian Uang, Sinar Ilmu, 2012, hal. 9.
2
Pathorang Halim, Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan Pencucian Uang Di Era
Globalisasi, Yogyakarta: Total Media, 2013, hal. 1-2.

 


Universitas Sumatera Utara



 


Pengaruh pencucian uang pada sistem keuangan dan ekonomi diyakini
berdampak negatif bagi perekonomian dunia. Misalnya, dampak negatif terhadap
efektivitas penggunaan sumber daya dan dana yang banyak digunakan untuk
kegiatan tidak sah dan menyebabkan pemanfaatan dana yang kurang optimal,
sehingga merugikan masyarakat.3
Hal tersebut terjadi karena uang hasil tindak pidana diinvestasikan di
Negara-negara yang dirasakan aman untuk mencuci uangnya, walaupun hasilnya
lebih rendah. Uang hasil tindak pidana ini dapat saja beralih dari suatu Negara
yang perekonomiannya baik ke Negara yang perekonomiannya kurang baik
disebabkan dampak negatifnya pada pasar financial dapat mengurangi
kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional, pencucian uang dapat
mengurangi kepercayaan publik terhadap sistem keuangan internasional. Di
samping itu, pencucian uang juga dapat mengakibatkan fluktuasi yang tajam pada
nilai tukar suku bunga. Dengan berbagai dampak negatif tersebut, diyakini
pencucian uang dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dunia4 .Melihat
dampak negatif pencucian uang begitu besar membuat Negara-negara menjadikan
hal tersebut sebagai salah satu agenda politik yang selalu dibahas yang menjadi
perhatian Negara-negara untuk memberantas pencucian uang membutuhkan
kerjasama baik secara regional maupun internasional .

Pada tanggal 2 Juni 2001, FATF memasukkan Indonesia dalam daftar
hitam Non Cooperative Countries (NCCTs) atau kawasan yang tidak kooperatis
dalam menangani tindak pidana pencucian uang, disamping 19 negara lainnya,
                                                            
3
Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering! Mengenal, Mencegah, &
Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta: Visimedia, 2012, hal. 12.
4
Ibid, hal. 13.

 
 

Universitas Sumatera Utara



 

yaitu Mesir, Rusia, Hongaria, Israel, Lebanon, Filipina, Myanmar, Nauru, Nigeria,

Niue, Cook Island, Republik Dominika, Guatemala, St. Kitts, dan Nevis, St.
Vincent dan Grenadines serta Ukraina.5
Sebagai bentuk langkah nyata dari komitmen pemerintah dan rakyat
Indonesia untuk keluar dari daftar hitam FATF, Indonesia membentuk UndangUndang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan
membentuk Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) yang
merupakan Unit Intelijen Financial (Financial Intelligent Unit) yang bertugas
untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Berdasarkan
Sidang FATF di Paris pada tanggal 11 Februari 2005 Indonesia telah berhasil
dikeluarkan dari daftar negara dan teritori tidak kooperatif dalam pemberantasan
tindak pidana pencucian uang (Noncooperative Countries and Territories).
Keputusan tersebut diambil berdasarkan laporan pemeriksaan langsung dari tim
teknis FATF ke pihak kejaksaan, BI, Kepolisian, kehakiman dan Pusat Pelaporan
dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) pada 28 Januari 2005.6
Kegiatan pencucian uang sangat merugikan masyarakat dan Negara karena
dapat mempengaruhi atau merusak stabilitas perekonomian nasional serta
keuangan Negara. Dalam konteks Indonesia, tindak pidana ini tidak hanya
mengancam stabilitas dan integritas sistem perekonomian dan sistem keuangan,
tetapi juga membahayakan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

                                                            

5

NHT Siahaan, Tindak Pidana Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Jakarta: CV.
Muliasari, 2002, hal. 2.
6
http://news.detik.com/berita/288948/indonesia-keluar-dari-daftar-nccts diakses pada 16
Desember 2015.

 
 

Universitas Sumatera Utara



 

bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 19457, sehingga
Pemerintah Indonesia tetap serius untuk memberantas tindak pidana pencucian
uang dengan membenahi peraturan hukum yang mana Undang-Undang No.15

Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah dengan UndangUndang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang Undang-Undang No.
15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian UndangUndang ini telah dicabut dan diganti Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diharapkan
akan dapat menanggulangi kejahatan di bidang pencucian uang. Walaupun
peraturan perundang-undangan mengenai tindak pidana pencucian uang terus
dibenahi namun praktik pencucian uang di Indonesia masih kurang efektif untuk
ditanggulangi oleh perangkat hukum.
Menurut Bagir Manan, substansi hukum dan penegak hukum secara hakiki
sesungguhnya sekedar dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan karena:
“Keberhasilan suatu perundang-undangan tergantung pada penerapannya.
Apabila penegak hukum tidak dapat berfungsi dengan baik, peraturan
perundang-undangan yang bagaimanapun sempurnanya tidak atau kurang
memberikan arti sesuai dengan tujuannya. Penegak hukum merupakan
dinamisator peraturang perundang-undangan, melalui putusan dalam
rangka penegakan hukum, peraturan perundang-undangan menjadi hidup
dan diterapkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat.
Bahkan peraturan perundang-undangan yang kurang baik akan tetap
mencapai sasaran atas tujuannya apabila ditangan para penegak hukum
yang baik, karena itu politik pembentukan dan penegakan hukum yang
baik harus disertai pula dengan politik pembinaan sumber daya manusia,

tata kerja dan pengorganisasian serta prasarana dan sarana.”8
                                                            
7

Phillips Darwin, Money Laundering Cara Memahami Dengan Tepat dan Benar Soal
Pencucian Uang, Sinar Ilmu, 2012. hal. 11
8
Bagir Manan, Pengembangan Sistem Hukum Nasional Dalam Rangka emantapkan
Negara Kesatuan RI Sebagai Negara Hukum, Makalah Kursus Reguler Angkatan XXX Lembaga
Ketahanan Nasional Departemen Pertahanan dan Keamanan, 29 Oktober 1997.

 
 

Universitas Sumatera Utara



 


Semangat dan tujuan dari Undang-Undang Undang-Undang No.15 Tahun
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang diubah dengan UndangUndang No.25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang Undang-Undang No.
15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, kemudian UndangUndang ini telah dicabut dan diganti Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang diharapkan
akan dapat menanggulangi kejahatan di bidang pencucian uang dalam
pengimplementasiannya begitu memerlukan peranan aparat penegak hukum, salah
satu diantarnya yaitu Kepolisian.
Polisi pada hakekatnya dapat dilihat sebagai hukum yang hidup, karena
ditangan Polisi tersebut hukum mengalami perwujudannya, setidak-tidaknya
dihukum pidana. Apabila hukum bertujuan menciptakan ketertiban dalam
masyarakat, diantaranya dengan melawan kejahatan. Akhirnya, Polisi yang akan
menentukan secara konkret apa yang disebut sebagai penegakan ketertiban. Siapasiapa yang harus ditundukkan, siapa-siapa yang harus dilindungi dan seterusnya.
Melalui Polisi hal-hal yang bersifat falsafi dalam hukum dapat ditransformasi
menjadi ragawi dan manusiawi.9
Kepolisian adalah salah satu Aparat Penegak Hukum yang bertanggung
jawab untuk menanggulangi tindak pidana pencucian uang. Kepolisian dalam
menangani beberapa kasus melakukan penyelidikan tanpa harus di menunggu
laporan hasil invesitigasi dari PPATK. Tindakan awal penyelidikan yang
dilakukan oleh Kepolisian akan berlanjut dengan serangkaian kegiatan berikutnya
                                                            

9

Satjipto Rahardjo, Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis , Yogyakarta: Genta
Publishing, 2009, hal 111.

 
 

Universitas Sumatera Utara



 

yaitu dengan adanya proses penyidikan, sistem pembuktian oleh kejaksaan hingga
putusan oleh hakim dan berakhir di Lembaga Pemasyarakatan. Jadi Peranan dari
Kepolisian adalah pondasi awal dalam menanggulangi tindak pidana pencucian
uang disamping laporan PPATK tentang adanya transaksi-transaksi yang
mencurigakan untuk ditindak lanjuti melalui proses penyidikan.
Tabel 1.

Data tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang ditangani oleh Subdit II
Ditreskrimsus Poldasu Tahun 2013- 2015
NO
1
2
3
4

Penanganan Perkara
2013
Proses
Dilimpahkan
SP3
P21
Sumber: Ditreskrimsus Poldasu

2014
-

2015

4
4
4

Medan, 3 Februari 2016
Subdit II Ditreskrimsus Poldasu
Dari data di atas dapat dilihat jumlah kasus yang ditangani oleh
Ditreskrimsus Poldasu bahwa pada tahun 2013 dan 2014 tidak ada kasus
mengenai tindak pidana pencucian uang , dan pada tahun 2015 sebanyak 4 kasus
yang diproses, 4 kasus yang dilimpahkan, tidak ada kasus yang di SP3, dan 4
kasus tersebut berhasil diselesaikan.
Menurut Wakil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan
PPATK Agus Santoso mengemukakan seusai acara sosialisasi pemberantasan
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan
terorisme di Kantor Pusat Bank Sumut Jl.Imam Bonjol Medan bahwa “Provinsi
Sumatera Utara (Provsu) merupakan satu dari 5 Provinsi yang masuk dalam

 
 

Universitas Sumatera Utara



 

kategori "merah" potensi transaksi mencurigakan”.10 Hal ini menjelaskan bahwa
begitu banyak pelaku yang patut diduga pelaku tindak pidana pencucian uang
yang terjadi di Sumatera Utara, namun apabila dilihat dari data tabel 1 diatas
dapat diketahui bahwa masih sedikit kasus yang dijerat dengan undang-undang
pencucian uang padahal padahal begitu banyaknya kasus dari tindak pidana asal
yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku tindak pidana pencucian uang.
Permasalahan yang menjadi salah satu point penting dalam penelitian ini
adalah bagaimana peranan kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana
pencucian uang di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu). Hal inilah yang
mendorong penulis untuk membahas mengenai “Kajian Hukum Mengenai
Peran Kepolisian Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Pencucian Uang
(Studi di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (POLDASU)) ” dengan ditinjau
dari perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian.
B.

Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah

sebagai berikut :
1. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang tindak pidana pencucian uang?
2. Bagaimanakah

faktor-faktor

penghambat

Kepolisian

dalam

menanggulangi tindak pidana pencucian uang?
3. Bagaimanakah peran Kepolisian dalam upaya penanggulangan tindak
pidana pencucian uang?
                                                            
10

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2015/04/10/157108/sumut-zona-merahtransaksi-mencurigakan/#.VsQlAb1cE6Y diakses pada 5 Februari 2016.

 
 

Universitas Sumatera Utara



 

C.

Tujuan Penulisan
Berdasarkan permasalahan yang telah di kemukakan, maka tujuan yang

hendak di capai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui dasar hukum yang berkaitan dengan tindak pidana
pencucian uang.
2. Untuk

mengetahui

faktor-faktor

penghambat

Kepolisian

dalam

menanggulangi tindak pidana pencucian uang.
3. Untuk mengetahui peran Kepolisian di wilayah hukum kota medan
terhadap tindak pidana pencucian uang.
D.

Manfaat Penulisan
1) Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan dapat dijadikan bahan

kajian lebih lanjut untuk melahirkan konsep ilmiah yang di harapkan dapat
memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum khususnya hukum pidana
yang berkenaan dengan Tindak Pidana Pencucian Uang.
2) Manfaat Praktis
Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi aparatur penegak hukum khususnya Kepolisian yang berkenaan dengan
masalah tindak pidana pencucian uang baik yang sedang dilaksanakan ataupun di
masa yang akan datang.
E.

Keaslian Penulisan
Skripsi dengan judul “Kajian Hukum Mengenai Peran Kepolisian Dalam

Penanggulanan Tindak Pidana Pencucian Uang” adalah murni hasil dari

 
 

Universitas Sumatera Utara



 

pemikiran Penulis, apabila ada karya ilmiah yang lain yang mirip atau serupa
mungkin hanya judulnya saja, mengingat penulis melakukan metode pendekatan
dan studi lapangan di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) hal ini tentu
membedakan isi dari hasil karya ilmiah ini dengan lainnya. Permasalahan yang
dibahas dalam skripsi ini adalah didasarkan pada pengertian-pengertian, aturanaturan hukum, teori –teori hukum maupun doktrin-doktrin yang Penulis peroleh
berdasarkan literatur yang ada, baik dari perpustakaan maupun media elektronik.
Oleh karena itu Penulis dapat menyatakan skripsi ini adalah asli merupakan karya
ilmiah Penulis dan dapat dipertanggung jawabkan secara ilmiah.
F.

Tinjauan Kepustakaan

1.

Pengaturan Hukum tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Istilah Tindak Pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam

hukum pidana Belanda yaitu “Strafbaar feit” dan tidak ditemukan penjelasan
secara rinci mengenai apa yang dimaksud dengan Strafbaar feit di dalam KUHP
maupun diluar KUHP.
Dalam bahasa Belanda, strafbaarfeit itu terdiri dari tiga kata yaitu straf,
baar dan feit. Straf diartikan sebagai pidana atau hukum, baar diartikan sebagai
dapat atau boleh, dan feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan
perbuatan.11 Biasanya tindak pidana disinonimkan dengan delik, yang berasal dari
bahasa Latin yakni kata Delictum. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
tercantum sebagai berikut:

                                                            
11

Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1 ,Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005, hal.

69.

 
 

Universitas Sumatera Utara

10 

 

“ Delik adalah perbuatan yang dikenakan hukuman karena merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang tindak pidana.”
Adapun unsur-unsur dari tindak pidana adalah sebagai berikut: 12
1. Unsur Subjektif, yaitu unsur yang ada dalam diri si pelaku itu sendiri,

yaitu: kesalahan dari orang yang melanggar aturan-aturan pidana, artinya
pelanggaran itu harus dapat dipertanggungjawabkan kepada pelanggar.
2. Unsur Objektif, terdiri dari:

a. Perbuatan manusia, yaitu perbuatan yang positiv, atau suatu perbuatan
yang negativ yang menyebabkan pidana.
b. Akibat perbuatan manusia, yaitu akibat yang terdiri atas merusakkan atau
membahayakan kepentingan-kepentingan hukum, yang menurut norma
hukum itu perlu ada supaya dapat dihukum.
c. Keadaan-keadaan sekitar perbuatan itu, keadaan-keadaan ini bisa jadi
terdapat pada waktu melakukan perbuatan.
d. Sifat melawan hukum dan sifat dapat dipidanakan perbuatan itu melawan
hukum, jika bertentangan dengan Undang-Undang
Keragaman pendapat di antara para Sarjana Hukum mengenai defenisi
strafbaar feit telah melahirkan beberapa rumusan atau terjemahan mengenai
strafbaar feit itu sendiri, yaitu13:
1. Perbuatan Pidana,digunakan oleh Mulyatno menerjemahkan isitilah
strafbaar feit dengan perbuatan pidana. Menurut pendapat beliau istilah
“perbuatan pidana” menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan
                                                            
12
M. Hamdan, Tindak Pidana Suap dan Money Politics, Medan: Pustaka Bangsa Pers,
2005, hal.10.
13
Ibid.

 
 

Universitas Sumatera Utara

11 

 

manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang hukum dimana
pelakunya dapat dikenakan saknsi pidana. Dapat diaritkan demikian
karena kata “perbuatan” tidak mungkin berupa kelakuan alam, karena
yang dapat berbuat dan hasilnya disebut perbuatan itu adalah hanya
manusia.
2. Peristiwa Pidana, istilah ini pertama kali dikemukakan oleh

Wirjono

Prodjodikoro dalam perundang-undangan formal Indonesia, istilah
“peristiwa pidana” pernah digunakan secara resmi dalam UUD sementara
1950, yaitu dalam Pasal 14 ayat (1). Secara substantif, pengertian dari
istilah “peristiwa pidana” lebih menunjuk kepada suatu kejadian yang
dapat ditimbulkan baik oleh perbuatan manusia maupun oleh gejala alam.
Oleh karena itu, dalam percakapan sehari-hari sering didengar suatu
ungkapan bahwa kejadian itu merupakan peristiwa alam.
3. Tindak pidana, dalam hukum Indonesia dewasa ini, istilah ini yang paling
lazim digunakan dan bisa dikatakan istilah resmi dalam hukum pidana
Indonesia. Dikatakan resmi karena beberapa peraturan perundangundangan Indonesia menggunakan istilah tindak pidana tersebut, seperti
dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20
Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UndangUndang No.8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang. Pemakaian istilah tindak pidana ini secara resmi
telah membuatnya mendapat posisi yang sangat kuat dalam kesadaran
hukum masyarakat Indonesia. Namun pemakaian isitiah tindak pidana ini

 
 

Universitas Sumatera Utara

12 

 

juga mendapat kritikan dari beberapa ahli dikarenakan istilah tidak
menggambarkan suatu tindakan yang aktif secara jasmaniah oleh manusia,
sementara

dalam

hukum pidana

Indonesia

terdapat

delik

pasif

(Ommisionis) seperti yang diatur dalam Pasal 164 KUHP.
Dalam skripsi ini penulis menggunakan istilah “tindak pidana” karena
istilah ini telah mendapat posisi yang sangat kuat dalam kesadaran dan budaya
hukum masyarakat Indonesia akibat dari penggunaannya secara resmi dengan
berkala dan berulang-ulang dalam berbagai peraturan perundang-undangan pidana
di Indonesia terlebih dalam Undang-Undang No.8 Tahun 2010 Tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Mengenai pengertian tindak pidana pencucian uang maka terlebih dahulu
mengetahui Istilah Pencucian Uang yang pertama kali muncul di Amerika Serikat
pada awal abad ke-20, yang menggunakan istilah Money Laundering yaitu ketika
mafia membeli perusahaan-perusahaan pencucian pakaian (laundry) sebagai salah
satu strategi yang digunakan oleh para mafia untuk melakukan pencucian uang
yang diperoleh dari hasil dari hasil kejahatan seperti uang hasil minuman keras
ilegal, hasil perjudian, dan hasil usaha pelacuran.
Menurut Black’s law dictionary, Money Laundering adalah:
“ Term used to describe investment or other transfer of money flowing
from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into
legitimate channels so that it’s sources can not be traced. Money
Laundering is a federal crime (18 USCA 1956)”14
                                                            
14

Juni Sjafrien Jahja, Op.Cit, hal. 5.

 
 

Universitas Sumatera Utara

13 

 

Istilah ini menggambarkan bahwa pencucian uang (money laundering)
adalah penyetoran/penanaman uang atau bentuk lain dari pemindahan/pengalihan
uang yang berasal dari pemerasan, transaksi narkotika, dan sumber-sumber lain
yang ilegal melalui saluran legal, sehingga sumber asal tersebut tidak dapat
diketahui/dilacak.15
Pengertian money laundering secara komprehensif di dalam Konvensi
PBB Pasal 3 yaitu sebagai berikut:16
”Money laundering” berarti setiap tindakan yang dilakukan dengan sengaja
dalam hal sebagaimana disebutkan di bawah ini:
1. Konversi atau pengalihan barang, yang diketahui bahwa barang tersebut
berasa;l dari suatu kegiatan kriminal atau ikut berpartisipasi terhadap
kegiatan tersebut, dengan tujuan untuk menyembunyikan sifat melawan
hukum dari barang tersebut, ataupun membantu seseorang yang terlibat
sebagai perantara dalam kegiatan tersebut untuk menghilangkan
konsekuensi hukum dari kegiatan tersebut.
2. Menyembunyikan

keadaan

yang

sebenarnya,

sumbernya,

lokasi,

pengalihan, penggerakan, hak-hak yang berkenaan dengan kepemilikan
atau barang-barang, dimana yang bersangkutan mengetahui bahwa barang
tersebut berasal dari kegiatan kriminal atau ikut berpartisipasi dalam
kegiatan tersebut.
3. Perolehan, penguasaan, atau pemanfaatan dari barang-barang di mana
pada waktu menerimanya yang bersangkutan mengetahui bahwa barang
                                                            
15

Ibid.
Munir Faudy, Bisnis Kotor Anatomi Kejahatan Kerah Putih, Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2004, hal. 85.
16

 
 

Universitas Sumatera Utara

14 

 

tersbut berasal dari tindakan kriminal atau ikut berpartisipasi dalam
kegiatan tersebut.
4. Segala tindakan partisipasi dalam kegiatan untuk melaksanakan percobaan
untuk melaksanakan, membantu, bersekongkol, memfasilitasi dan
memberikan nasehat terhadap tindakan-tindakan tersebut di atas.
Istilah pencucian uang berasal dari bahasa inggris, yakni “money
laundering”. Apa yang dimaksud dengan “money laundering” memang tidak ada
defenisi yang universal karena, baik Negara-negara maju maupun Negara-negara
dari dunia ketiga masing-masing mempunyai defenisi sendiri-sendiri berdasarkan
prioritas dan perspektif yang berbeda. Namun para ahli hukum di Indonesia telah
sepakat mengartikan money laundering dengan pencucian uang.17
Menurut Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 mendefenisikan tindak
pidana pencucian uang adalah:
1. Menempatkan harta kekayaan ke dalam penyedia jasa keuangan baik atas
nama sendiri atau atas nama orang lain, padahal diketahui atau patut
diduga bahwa harta tersebut diperoleh melalui tindak pidana.
2. Mentransfer harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan hasil tindak pidana pencucian uang, dari suatu penyedia jasa
keuangan ke penyedia jasa keuangan yang lain. Baik atas nama sendiri
maupun atas nama orang lain.
3. Membelanjakan atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau
patut diduga merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana. baik atas
nama sendiri maupun atas nama pihak lain.
4. Menitipkan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana baik atas nama sendiri
maupun atas nama pihak lain.
5. Membawa ke luar negeri harta yang diketahuinya atau patut diduga
merupakan harta yang diperoleh dari tindak pidana.

                                                            
17

Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti,2008,

hal. 13.

 
 

Universitas Sumatera Utara

15 

 

6. Menukarkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduganya
merupakan hasil tindak pidana dengan mata uang atau surat berharga
lainnya; atau
7. Menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul Harta Kekayaan yang
diketahui atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana
Dalam Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No.25 Tahun 2003 tentang
perubahan atas undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang
“Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer,
membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbang- kan, menitipkan,
membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas Harta
Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana
dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul Harta
Kekayaan sehingga seolah-olah menjadi Harta Kekayaan yang sah.”
Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tidak menyebutkan
pengertian tindak pidana pencucian uang namun hanya mencantumkan pengertian
dari pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak
pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini disebutkan dalam
Pasal 1 angka (1). Dengan Hasil tindak pidana berupa harta kekayaan yang
diperoleh dari tindak pidana asal sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 2
angka (1) seperti :
a. korupsi;
b. penyuapan;
c. narkotika;
d. psikotropika;
e. penyelundupan tenaga kerja;
f. penyelundupan migran;
g. di bidang perbankan;
h. di bidang pasar modal;
i. di bidang perasuransian;
j. kepabeanan;
k. cukai;
l. perdagangan orang;
m. perdagangan senjata gelap;

 
 

Universitas Sumatera Utara

16 

 

n. terorisme;
o. penculikan;
p. pencurian;
q. penggelapan;
r. penipuan;
s. pemalsuan uang;
t. perjudian;
u. prostitusi;
v. di bidang perpajakan;
w. di bidang kehutanan;
x. di bidang lingkungan hidup;
y. di bidang kelautan dan perikanan; atau
z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana
penjara 4 (empat) tahun atau lebih.
Dari beberapa defenisi dan penjelasan mengenai money laundering karena
penelitian di Indonesia maka selanjutnya digunakan istilah pencucian uang, dapat
disimpulkan bahwa tindak pidana pencucian uang adalah:
“Rangkaian kegiatan yang merupakan proses yang dilakukan oleh
seseorang atau organisasi terhadap uang haram, yaitu uang yang berasal
dari tindak pidana, dengan maksud untuk menyembunyikan atau
menyamarkan asal-usul harta tersebut dari pemerintah atau otoritas yang
berwenang melakukan penindakan terhadap tindak pidana, dengan cara
dan terutama memasukkan uang tersebut ke dalam sistem keuangan
(financial system) sehingga uang tersebut kemudian dapat dikeluarkan dari
sistem keuangan itu sebagai uang yang halal”18
2.

Faktor-faktor Penghambat Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak
Pidana Pencucian Uang
Istilah polisi berasal dari bahasa Belanda politie yang mengambil dari

bahasa Latin politia berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota atau
pemerintahan kota. Kata ini pada mulanya dipergunakan untuk menyebut "orang
yang menjadi warga negara dari kota Athena", kemudian pengertian itu
berkembang menjadi "kota" dan dipakai untuk menyebut "semua usaha kota" .
                                                            
18

Sutan Remy Sjhadeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan
Terorisme, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 2002, hal. 36.

 
 

Universitas Sumatera Utara

17 

 

Oleh karena pada zaman itu kota merupakan negara yang berdiri sendiri yang
disebut dengan istilah polis, maka politea atau polis diartikan sebagai semua usaha
dan kegiatan negara, juga termasuk kegiatan keagamaan.19
Secara teoritis pengertian mengenai polisi tidak ditemukan, tetapi
penarikan pengertian polisi dapat dilakukan dari pengertian Kepolisian
sebagaimana yang dicantumkan menurut Pasal 1 angka (1) Undang-Undang No.2
Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: “Kepolisian
adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.”
Selanjutnya Pasal 1 angka (2) menerangkan bahwa “Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah pegawai negeri pada KepolisianNegara
Republik Indonesia.” Selanjutnya Pasal 1 angka (3) ” Pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang
berdasarkan undang-undang memiliki wewenang umum Kepolisian.”
Polisi dalam menjalankan tugasnya adalah untuk menjaga kepentingan
masyarakat, berbangsa dan bernegara demi terjaminnya keamanan dan ketertiban
dan tertegaknya hukum. Dimana dalam pelaksanaan penegakan hukum terdapat
hambatan-hambatan.
Faktor-faktor Penghambat Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak
Pidana Pencucian Uang antara lain :
Faktor-faktor Penghambat Kepolisian dalam Menanggulangi Tindak
Pidana Pencucian Uang antara lain :
                                                            
19

 
 

https://id.wikipedia.org/wiki/Polisi diakses pada tanggal 22 Desember 2015

Universitas Sumatera Utara

18 

 

1. Faktor internal meliputi Faktor kuantitas penegak hukum,

penegakan

hukum yang kurang professional.
2. Faktor eksternal meliputi Faktor hukumnya sendiri termasuk di dalamnya
belum sempurnanya perangkat hukum, faktor sarana dan fasilitas, faktor
masyarakat termasuk di dalamnya masih rendahnya tingkat kesadaran
hukum, dan faktor kebudayaan. masih rendahnya penghasilan aparat
penegak hukum.
3.

Peran Kepolisian dalam Upaya Penanggulangan Tindak Pidana
Pencucian Uang
Tugas pokok Kepolisian sebenarnya sebenarnya paling besar terletak di

luar kebijakan hukum pidana (non penal). Dimana tugas Polisi lebih ke aspek
pelayanan dan pengabdian di bandingkan tugas sebagai penegak hukum dalam
bidang peradilan hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 13 Undang-Undang
No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia:
“Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.”
Mengenai tugas pokok Kepolisian yang lebih berorientasi pada pelayanan
masyarakat dibandinkan tugas penegakan hukum sejalan dengan salah satu
laporan Kongres PBB Ke V tentang The Prevention of Crime the Treatment of
Offenders, khususnya dalam laporan agenda masalah mengenai “The Emerging
Roles of the Police and Other Law Enforcement Agencies”, yakni:

 
 

Universitas Sumatera Utara

19 

 

“The Police were a part of and not separate from the community and that
the majority of policeman’s time was spent on “service oriented” task
rather than on law enforcement duties”
Terjemahan bebas:
“Polisi merupakan bagian dari masyarakat dan tidak terpisahkan dari
masyarakat, dan sebagian besar waktu Polisi dihabiskan guna tugas yang
berorientasi pada pelayanan bukan pada tugas-tugas penegakan hukum.”
Untuk mencari jalan keluar dalam rangka mencegah dan menanggulangi
tindak pidana pencucian uang oleh Kepolisian terdapat upaya-upaya yang dapat
dilakukan antara lain:
a. Upaya Pre-entif
b. Upaya Preventif
c. Upaya Represif
Upaya Pre-Entif disini adalah upaya-upaya awal yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya tindak pidana. Usaha-usaha yang dilakukan dalam
penanggulangan kejahatan secara pre-entif adalah menanamkan nilai-nilai/normanorma yang baik sehingga norma-norma tersebut terinternalisasi dalam diri
seseorang. Meskipun ada kesempatan untuk melakukan pelanggaran atau
kejahatan tapi tidak ada niatnya untuk melakukan hal tersebut maka tidak akan
terjadi kejahatan. Jadi dalam usaha pre-entif faktor niat menjadi hilang meskipun
ada kesempatan.20
Upaya-upaya preventif ini adalah merupakan tindak lanjut dari upaya PreEntif yang masih dalam tataran pencegahan sebelum terjadinya kejahatan. Dalam

                                                            
20

http://digilib.unila.ac.id/6264/13/BAB%20I.pdf diakses pada 29 Februari 2016

 
 

Universitas Sumatera Utara

20 

 

upaya preventif yang ditekankan adalah menghilangkan kesempatan untuk
dilakukannya kejahatan.21
Tindakan Represif ialah segala tindakan yang dilakukan oleh aparatur
penegak hukum sesudah terjadi kejahatan atau tindak pidana. Telah dikemukakan
di atas, bahwa tindakan represif sebenarnya juga dapat dipandang sebagai
preventif dalam arti luas. Termasuk tindakan represif adalah penyidikan,
penyidikan lanjutan, penuntutan dan seterusnya sampai dilaksanakannya.22
G.

Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian yang dipakai dalam penelitian ini penelitian hukum

normatif.
Penelitian hukum normatif meliputi: 23
a. Penelitian terhadap asas-asas hukum
b. Penelitian terhadap sistematik hukum
c. Penelitian terhadap taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal
d. Perbandingan hukum
e. Sejarah hukum
Spesifikasi Penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah deskriptif
analitis, artinya bahwa penelitian ini, menggambarkan, menelaah dan menjelaskan
secara

sistematis

penanggulangan

dan

menyeluruh

mengenai

peran

kepolisian

dalam

tindak pidana pencucian uang, dengan menggambarkan

                                                            
21

Ibid.
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2014/12/16/135728/bi-gandeng-poldasuawasi-transaksi-valas-di-sumut/ diakses pada 26 Februari 2016
23
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1985, hal. 14.
22

 
 

Universitas Sumatera Utara

21 

 

peraturan perundang-undangan yang berlaku berkaitan dengan teori-teori hukum
dan praktek pelaksanaan hukum positif yang menyangkut permasalahan di atas.
Kegiatan penelitian yang dilakukan penulis adalah kegiatan penelitian
kepustakan sekaligus penelitian ini tidak hanya mempelajari materi kepustakaan
yang berupa literature, buku-buku, tulisan dan makalah tentang tindak pidana
pencucian uang, akan tetapi dilakukan juga pengambilan data langsung
dilapangan.
2. Metode Pendekatan
Metode Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode
pendekatan normatif.

Jika metode pendekatan yang dipergunakan dalam

penelitian adalah metode pendekatan normatif, yang secara deduktif, dimulai
analisis terhadap pasal-pasal yang mengatur hal-hal yang menjadi permasalahan,
metode pendekatan ini digunakan mengingat permasalah yang diteliti berdasarkan
peraturan perundang-undangan yaitu hubungan peraturan satu dengan peraturan
lain serta kaitannya dalam penerapannya dalam praktek.24 Dalam penelitian
hukum normatif maka yang diteliti pada awalnya data sekunder untuk kemudian
dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer dilapangan terhadap
prakteknya.25
3. Lokasi Penelitian, Populasi dan Sampel
Lokasi Penelitian dalam memperoleh data untuk kelengkapan skripsi
adalah di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu).
                                                            
24
Ediwarman, Monograf Metodologi Penelitian Hukum Panduan Penulisan Skripsi,Tesis
dan Disertasi, Medan: PT.Sofmedia, 2015, hal. 100.
25
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hal. 19.

 
 

Universitas Sumatera Utara

22 

 

Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan cirri yang sama.
Populasi dapat berupa himpunan orang, benda (hidup atau mati), kejadian, kasuskasus, waktu atau tempat dengan sifat atau ciri yang sama.26 Berkaitan dengan
populasi yang sangat besar maka ditentukan batas-batas luas ruang lingkup
penelitian ini yaitu Kepolisian yang menangani khusus tindak pidana pencucian
uang di Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu) tepatnya di Subdit II
Ditreskrimsus Poldasu.
Sampel adalah himpunan bagian atas sebagian dari populasi.27 Maka
sampel yang akan diteliti pada penelitian ini adalah 3 (tiga) orang Polisi pada
Subdit II Ditreskrimsus Kepolisian Daerah Sumatera Utara (Poldasu).
4. Alat Pengumpul Data
Alat pengumpul data dalam penelitian ini berupa: Studi Kepustakaan/studi
dokumen (Documentary Study), dan wawancara (Interview).
Penelitian hukum normative merupakan penelitian kepustkaan yaitu
penelitian terhadap data sekunder. Data sekunder berupa:28
a. Data sekunder yang bersifat pribadi
1) Dokumen-dokumen pribadi
2) Data pribadi yang tersimpan di lembaga-lembaga ditempat yang
bersangkutan kerja
b. Data sekunder yang bersifat publik
1) Data arsip
                                                            
26

Bambang Sugono, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
1997, hal. 121.
27
Ediwarman, Op.Cit, hal. 104.
28
Ibid, hal, 115.

 
 

Universitas Sumatera Utara

23 

 

2) Data resmi pada instansi pemerintah
3) Data yang dipublikasikan misalnya Yurisprudensi Mahkamah
Agung RI
c. Data sekunder di bidang hukum yang dapat dibedakan
1) Bahan-bahan hukum primer
a) Pancasila
b) UUD 1945
c) Ketetapan MPR
d) Peraturan Perundang-undangan
e) Yurisprudensi
f) Traktat
2) Bahan-bahan

hukum

sekunder

yaitu

bahan-bahan

yang

berhubungan dengan bahan hukum primer dan dapat membantu
menganalisa dan memahami bahan hukum primer, antara lain:
a) Rancangan Peraturan perundang-undangan
b) Hasil karya ilmiah para sarjana’
c) Hasil-hasil penelitian
3) Bahan hukum tertier yaitu bahan-bahan yang memberikan
informasi tentang bahan hukum primer dan sekunder, seperti:
a) Bibliografi
b) Indek komulatif
5. Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

 
 

Universitas Sumatera Utara

24 

 

Dalam penulisan skripsi ini dipergunakan Prosedur dan Pengambilan Data
sebagai berikut:
a. Penelitian Kepustakaan (Library Research)
Studi Kepustakaan ini untuk mencari konsep-konsep, teori-teori, pendapatpendapat

atau

penemuan-penemuan

yang

berhubungan

dengan

pokok

permasalahan.29
Jadi, Penulis

melakukan penelitian kepustakaan,yang berasal dari

peraturan perundang-undangan, buku-buku, makalah-makalah, dan situs internet
yang terkait dengan Penelitian ini.
b. Studi Lapangan (Field Research)
Studi lapangan adalah cara memperoleh data yang bersifat primer. Dalam
hal ini akan diusahakan untuk memperoleh data-data dengan mengadakan tanya
jawab (wawancara) dengan berbagai aparat penegak hukum yang terlibat dalam
proses peradilan pidana.30
Wawancara yaitu cara untuk memperoleh informasi dengan bertanya
langsung pada yang diwawancarai, wawancara merupakan suatu proses interaksi
dan komunikasi. Wawancara yang digunakan yaitu Wawancara Terarah (Direct
Interview). Di dalam wawancara terarah terdapat pengarahan struktur tertentu:
1. Rencana pelaksanaan wawancara
2. Mengatur daftar pertanyaan serta membatasi jawaban-jawaban
3. Memperhatikan

karakteristik

pewawancara

maupun

yang

diwawancarai
                                                            
29
30

 
 

Ibid, hal, 126.
Ibid.

Universitas Sumatera Utara

25 

 

4. Membatasi aspek-aspek masalah yang diperiksa31
Dalam hal ini penulis langsung mengadakan penelitian dengan teknik
wawancara Terarah (Direct Interview) ke Kepolisian Daerah Sumatera Utara
(Poldasu).

Walaupun menggunakan wawancara Terarah (Direct Interview)

dengan menggunakan pedoman wawancara namun pedoman tersebut bersifat
fleksibel agar berguna dalam menjaga alur dari wawancara yang akan Peneliti
lakukan.
6. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian hukum mempergunakan metode pendekatan
kualitatif

bukan kuantitatif, karena tanpa menggunakan rumusan statistik,

sedangkan penggunaan angka-angka hanya sebatas angka persentase sehingga
diperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai masalah yang diteliti.32
Data sekunder dan primer yang diperoleh kemudian dianalisis secara
kualitatif untuk menjawab permasalahan skripsi ini,yaitu dengan apa yang
diperoleh dari penelitian dilapangan yang kemudian dipelajari secara utuh dan
menyeluruh untuk memperoleh jawaban permasalahan dalam skripsi ini.

                                                            
31
32

 
 

Ibid. hal. 119.
Ibid. hal. 127.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Keanekaragaman Makrofauna Tanah Daerah Pertanian Apel Semi Organik dan Pertanian Apel Non Organik Kecamatan Bumiaji Kota Batu sebagai Bahan Ajar Biologi SMA

26 317 36

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

PERANAN ELIT INFORMAL DALAM PENGEMBANGAN HOME INDUSTRI TAPE (Studi di Desa Sumber Kalong Kecamatan Wonosari Kabupaten Bondowoso)

38 240 2

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PENERAPAN MEDIA LITERASI DI KALANGAN JURNALIS KAMPUS (Studi pada Jurnalis Unit Aktivitas Pers Kampus Mahasiswa (UKPM) Kavling 10, Koran Bestari, dan Unit Kegitan Pers Mahasiswa (UKPM) Civitas)

105 442 24

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65