Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Pada Industri Perasuransian Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

ABSTRAK
PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN PADA INDUSTRI
PERASURANSIAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN
2014
Abdurrahman Harits *)
Bismar Nasution **)
Windha ***)
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) adalah lembaga independen yang
mempunyai tugas dan wewenang melakukan pengaturan dan pengawasan pada
setiap sektor lembaga keuangan, salah satunya adalah sektor industri
perasuransian. Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 40 Tentang
Perasuransian maka banyak perubahan yang terjadi pada industri perasuransian,
termasuk perubahan tentang pengawasan industri perasuransian. Oleh karena itu
penulisan skripsi mengenai Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Pada Industri
Perasuransian Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tentang Perasuransian sangat
menarik untuk dilakukan. Adapun permasalahan yang dibahas di dalam skripsi ini
adalah bagaimana usaha perasuransian menurut hukum positif di Indonesia,
kemudian bagaimana pengawasan Otoritas Jasa Keuangan pada industri
perasuransian menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, dan yang terakhir adalah bagaimana pengelola statuter pada
perusahaan asuransi yang berada dalam pengawasan Otoritas Jasa Keuangan.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum
normatif yang bersifat deskriptif. Data yang dikumpulkan berupa bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier, yang dikumpulkan
melalui studi pustaka. Seluruh data yang telah dikumpulkan dalam penulisan
skripsi ini dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pertama, usaha perasuransian adalah
usaha menyangkut jasa pertanggungan atau pengelolaan risiko. Fungsi utama
usaha perasuransian adalah mengalihkan risko, risiko yang dialami oleh
tertanggung dialihkan kepada penanggung agar mendapatkan ganti rugi; kedua,
pengawasan OJK pada industri perasuransian adalah pengawasan berbasis risiko,
dalam melakukan pengawasan OJK berhak menunjuk pihak lain untuk
melaksanakan sebagian wewenangnya kepada pihak lain; ketiga, berdasarkan
kewenangannya OJK dapat mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu,
diantaranya menonaktifkan direksi, dewan komisioner dan/atau dewan pengawas
syariah pada perusahaan perasuransian dan menunjuk pengelola statuter untuk
menjalankan tugas dan kewenangan direksi, dewan komisioner dan/atau dewan
pengawas sayriah pada perusahaan asuransi yang di nonaktifkan oleh OJK.

Kata Kunci : Pengengawasan, Otoritas Jasa Keuangan, Asuransi.
*)

**)
***)

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II

i
Universitas Sumatera Utara