Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Perasuransian di Indonesia Ditinjau Dari Undang - Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kebutuhan adalah keinginan manusia terhadap benda atau jasa yang dapat
memberikan kepuasan jasmani maupun kebutuhan rohani.Kebutuhan manusia
tidak terbatas pada kebutuhan yang bersifat konkret (nyata) tetapi juga bersifat
abstrak (tidak nyata) misalnya rasa aman, ingin dihargai, atau dihormati, maka
kebutuhan manusia bersifat tidak terbatas. 1 Beberapa faktor yang menyebabkan
kebutuhan manusia itu tidak terbatas antara lain karena makin bertambahnya
jumlah penduduk, makin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi, dan
meningkatnya tingkat kebudayaan manusia. 2
Pemenuhan kebutuhan manusia yang tidak terbatas dapat dilakukan
dengan cara berusaha secara individu atau kelompok dalam masyarakat atau
longkungannya, pemenuhan kebutuhan tidak sekaligus, tetapi harus menerapkan
skala proritas yaitu mengutamakan kebetuhan yang harus didahulukan. 3
Kebutuhan sekunder berperan sebagai kebutuhan pendamping atau
penunjang kebutuhan primer yang dalam pemenuhannya tidak mendesak atau
tidak harus terpenuhi karena tidak akan mengancam keberlangsungan hidup
manusia. 4 Dalam memenuhi kebutuhannya manusia membutuhkan manusia lain.
1


H Bahril Hidayat Lubis, “Hubungan Kebutuhan Dasar Manusia dan Tata Laksana
Pemerintahan Yang Baik”, http:// Kampar.go.id/kebutuhan-dasar-manusia-dan-tata-laksanapemerintahan–yang- baik.html, (diakses pada tanggal 28 Maret 2017) .
2
Ibid.,
3
Ibid.
4
Abdul Hadi, “Macam-Macam Kebutuhan Manusia”, http://www.softilmu.com/2013/12/
macam-macam-kebutuhan-manusial?m=1, (diakses pada tanggal 22 Juli 2017)

Universitas Sumatera Utara

Sesuai dengan kodratnya alam manusia sejak lahir hingga meninggal dunia hidup
bersama-sama dengan manusia lainnya atau dengan kata lain manusia tidak dapat
hidup menyendiri, terpisah dengan kelompok manusia lainnya. 5
Tingkat kesadaran akan resiko dan kebutuhan berasuransi merupakan
ukuran dari kesadaran berasuransi masyarakat. Kesadaran berasuransi dapat
mencerminkan seberapa jauh masyarakat melihat asuransi sebagai suatu
kebuutuhan akan mekanisme pengalihan resiko dan seberapa jauh pelaku bisnis
asuransi telah menjangkau mereka. 6Kesadaran asuransi dipengaruhi oleh pelaku

usaha perasuransian menbangun daya saing industri asuransi sehingga menjadi
menarik bagi masyarakat luas dan peran pemerintah dalam menciptakan iklim
investasi yang menarik dan membuat kententuan peraturan perundang–undanagan
yang mengatur perosedur dan perilaku dalam bisnis asuransi yang sehat. 7
Usaha perasuransian komersial bertujuan untuk mengejar keuntungan dan
merupakan arena unjuk prestasi para pelakunya. 8Perjanjia yang menjadi dasar
pemberian jaminan tertanggung pada umumnya tidak terlepas dari unsur
persaingan kepentingan. 9Hukum Asuransi Indonesia dapat berperan mencegah,
membatasi dan menyelesaikan pertentangan kepentingan yang mungkin timbul.
Dari segi persaingan bisnis, persaingan global yang tidak dapat dihindari
menuntut Indonesia untuk mempelajari kekurangan-kekurangan yang ada dan
melakukan pembaharuan terhadap berbagai ketentuan peraturan perundang–
undangan terhadap yang tidak sesuai lagi dengan praktik bisnis yang berlaku,
5

Liza Erwina,Ilmu Hukum dan Hukum, (Medan: Pustaka Bangsa Press,2012), hal. 1.
Ibid.,
7
A.Junaidi Ganie,Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta:Sinar Grafika,2013),hal.v.
8

Ibid.,
9
Djanius Djamin, Bahan hukum Asuransi, (Medan:Stie Tri Karya, 1993), hal.iv.
6

Universitas Sumatera Utara

terutama dalam kaitannya dengan paham Negara kesejahteraannya yang diamati
oleh UUD 1945. 10
Kebutuhan asuransi masyarakat telah berkembang jauh mendahului
perangkat hukum yang mengaturnya sehingga tidak pelak hukum harus di
kedepankan untuk memungkinkan berperan dengan baik memetakan jalan dalam
perkembangan usaha daya saing. 11 Usaha asuransi adalah usaha jasa keuangan
yang mengumpulkan dana masyarakat dalam bentuk pembayaran premi dan
sebagai timbal baliknya perusahaan asuransi menjanjikan untuk mengembalikan
kondisi tertanggungnya seperti sebelum terjadinya kerugian dan perasuransian
dapat berperan penting dalam perekonomian nasional tetapi berbagai tantangan
masih menghadang industri asuransi nasional untuk mengambil peran tersebut
ternasuk tentang hak dan kewajiban tertanggung dalam sebuah perjanjia
asuransi. 12

Asuransi atau pertanggungan timbul karena kebutuhan manusia.Seperti
telah dimaklumi, bahwa dalam mempengaruhi hidup dan kehidupan ini, manusia
selalu

dihadapkan

menguntungkan,

kepada

dan

sesuatu

mungkin

pula

yang


tidak

pasti,

sebaliknya. 13Manusia

yang

mungkin

mengharapkan

keamanan atas harta benda mereka, mengharapkan kesehatan dan kesejahteraan
tidak kurang sesuatu apapun, namun manusia hanya dapat berusaha, tetapi Tuhan
Yang Maha Kuasa yang menentukannya. 14 Oleh karena itu, setiap orang di dunia
selalu menghadapin berbagai resiko yang merupakan sifat hakiki manusia yang
10

Ibid.,
Junaidi Ganie, Hukum Asuransi…..op.cit., hal.1.

12
Ibid.,
13
Said Zainal Abidin, Strategi Kebijakan Pembagunan dan Ekonomi, (Jakarta: Suara
bebas, Cetakan ke-1, 2008), hal.3.
14
Ibid.,
11

Universitas Sumatera Utara

menunjukan ketidak berdayaan dibandingkan sang pencipta, kemungkinan
menderita kerugian yang dimaksud disebut risiko. 15
Timbulnya suatu risiko menjadi kenyataan merupakan sesuatu yang belum
pasti, sementara kemungkinan bagi seseorang akan mengalami kerugian atau
kehilangan yang dihadapi oleh setiap manusia merupakan suatu hal yang tidak
diinginkan. 16Oleh karena itu, kemungkinan timbulnya suau risiko menjadi
kenyataan, adalah suatu hal yang diusahakan untuk tidak terjadi.Seseorang yang
tidak yang diinginakan suatu risiko menjadi kenyataan seharusnya mengusahakan
supaya kehilangan atau kerugian itu tidak terjadi. 17

Kebutuhan terhadap perlindungan atau jaminan asuransi bersumber dari
keinginan untuk mengatasi ketidakpastian.Ketidakpastian melahirkan kebutuhan
untuk mengatasi risiko kerugian yang mungkin timbul sebagai konsekuensi dari
ketidakpastian tersebut. 18
Dalam asuransi terdapat kegunaan positif dengan adanya kegunaan positif
dari perlindungan asuransi maka keberadaan asuransi perlu dipertahankan dan
dikembangkan. Untuk mengembangkan usaha ini banyak faktor yang perlu
diperhatikan antara lain peraturan perundang–undangan yang memadai, kesadaran
masyarakat, kejujuran para pihak, pelayanan yang baik, tingkat pendapatan
masyarakat, pemahaman akan kegunaan asuransi serta pemahaman yang baik

15

Disarikan dari Man S.Sastrawidjaja, Aspek-Aspek Hukum Asuransi dan Surat Berharga,
Alumi, Edisi ke-1, Cetakan 1,1997,hlm. 1-2.
16
Ibid.,
17
Disarikan dari Emmy Pangaribuan Simajuntak, Hukum Pertanggumgan
danPerkembangannya, Badan Pembina Hukum Nasional, Departemen Kehakiman oleh Seksi

Hukum Dagang Fakultas Hukum Gajah Mada, Cetakan ke-1, 1980, hlm. 4-5.
18
Ibid.,

Universitas Sumatera Utara

terhadap peraturan perundang–undangan yang terkait. 19Dalam hal ini pemerintah
memiliki peran terhadap perasuransian yang diwujudkan dalam pengawasan usaha
asuransi yang dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Lembaga

Otoritas

Jasa

Keuangan

(selanjutnya

disebut


“OJK”)

berdasarkan Undang–Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan (selanjutnya disebut “UU OJK”) adalah lembaga independen bertugas
dalam pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan. 20 UU OJK
pada dasarnya memuat ketentuan tentang organisasi dan tata kelola OJK yang
memiliki otoritas pengaturan dan pengawasan terhadap sektor jasa keuangan,
cakupan dan batas-batas kegiatan lembaga jasa keuangan, kualifikasi dan kreteria
lembaga jasa keuangan, tingkat kesehatan dan pengaturan prudensial serta
ketentuan tentang jasa penunjang sektor jasa keuangan dan lain sebagainnya yang
menyangkut transaksi jasa keuangan diatur dalam undang–undang sektoral
tersendiri, yaitu undang–undang tentang usaha perasuransian, perbankan, pasar
modal, dana pension, dan peraturan perundang–undangan lain yang terkait dengan
sektor keuangan lainnya. 21
OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan
dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan,
akuntabel, serta mampu mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara
berkelanjutan dan stabil, dan mampu melindungi kepentingan konsumen dan
masyarakat, dengan tujuan ini, OJK diharapkan dapat mendukung kepentingan

19

Man S. Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Asuransi, Perlindungan Tertanggung
Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, Alumni, Edisi ke-2, Cetakan ke-1, 1997, hlm.1.
20
Setiawan Achmad Hendra, Perekonomian, (Semarang :PT. Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, 2011), hlm. 2.
21
Ibid.,

Universitas Sumatera Utara

sektor jasa keuangan nasional sehingga mampu meningkatkan daya saing
nasional. 22 Lembaga OJK yang independen dan bebas dari campur tangan dari
pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan, sebagaimana yang dimaksud dalam
UU OJK. Lembaga ini bersifat independen dan lebih akuntabel untuk tindakan
yang dilakukan dalam pengaturan dan pengawasan secara transparan dalam
menjalankan tugasnya. 23
Berdasarkan paparan di atas, maka menarik untuk dilakukan penelitian

tentang “Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan Perasuransian Di
Indonesia Ditinjau Dari Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang
Perasuransian”.Menariknya penelitian ini menyangkut masalah pengawasan dan
pengaturan terhadap perasuransian. Sebelumnya pengawasan dan pengaturan
perasuransian diatur di Undang-Undang OJK namun setelah adanya Undang–
Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian (selanjutnya disebut “UU
Perasuransian”) mengenai peran OJK dalam pengawasan dan pengaturan apakah
tetap diatur di dalam UU OJK atau beralih kepada UU Perasuransian. Maka dari
ketidakjelasan ini akan berdampak terganggunya sistem pengawasan terhadap
perasuransian dalam perekonomian Negara Republik Indonesia.

22

Bismar Nasution, “Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Menurut
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan ”, Makalah
Disampaikan Pada Sosialisasi Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan, Pengawasan Industri Jasa Keuangan yang Terintegrasi, Dilaksanakan Badan Pengawas
Pasar Modal dan Lembaga Keuangan dan Bekerjasama Dengan Universitas Medan Area, Hotel
Santika Medan, Tanggal 19 Juni 2012, hal.2
23
Ibid.,

Universitas Sumatera Utara

B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi adalah
mengenai hal–hal berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan hukum perasuransian di Indonesia?
2. Bagaimanakah peranan Otoritas Jasa Keuangan terhadap pengawasan
perasuransian ditinjau dari Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian?
3. Bagaimanakah tanggung jawab Otoritas Jasa Keuangan terhadap
perlindungan konsumen perasuransian di Indonesia?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang ada di atas, dan manfaat penelitian ini
adalah: 24
1. Untuk mengetahui dan memahami pengaturan hukum perasuransian di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui dan memahami peranan Otoritas Jasa Keuangan
terhadap pengawasan perasuransian di tinjau dari Undang-Undang
Nomor Tahun 2014 Tentang Perasuransian.
3. Untuk mengetahui dan memahami tanggung jawab Otoritas Jasa
Keuangan

terhadap

perlindungan

konsumen

perasuransian

di

Indonesia.

24

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta :UI-Press, 1986), Hal .9.

Universitas Sumatera Utara

Sedangkan manfaat dari penelitian ini secara teoritis dan praktis sebagai
berikut:
1. Secara teoritis
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah memperkaya serta menambah
wawasan ilmiah dalam khasanah ilmu hukum khususnya mengenai
pengawasan asuransi dan bermanfaat juga bagi akademisi sebagai bahan
kajian penelitian dan pengkajian lebih lanjut dan bermanfaat bagi
masyarakat, universitas dan khususnya pemegang polis asuransi.
2. Secara praktis
Penulisan skripsi ini juga diharapkan memberikan sumbangan pemikiran
dan pengetahuan secara yuridis tentang pengawasan perasuransian dalam
UU OJK dan bermanfaat juga bagi lembaga–lembaga yang berhubungan
dengan perasuransian baik asuransi negeri maupun asuransi swasta, OJK
dan lembaga–lembaga keuangan lainnya.

D. Keaslian Penelitian
Guna menghindari terjadinya duplikasi penelitian terhadap judul dan
masalah yang sama, maka peneliti melakukan pemeriksaan judul skripsi yang
sama dengan, “Peranan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Pengawasan
Perasuransian di Indonesia di Tinjau dari Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian”. Berdasarkan hasil pemeriksaan yang diperoleh dari
perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, tidak ditemukan judul
dan permasalahan yang sama dengan penelitian ini artinya bahwa judul yang saya
gunakan belum pernah dilakukan penelitian lain dalam topik dan permasalahan

Universitas Sumatera Utara

yang sama. Dengan demikian, maka penelitian ini dapat dikatakan memiliki
keaslian dan jauh dari unsur pelagiat serta sesuai dengan asas–asas keilmuan yang
harus dijunjung tinggi yakni kejujuran, rasional, objektif dan terbuka serta sesuai
dengan prosedur menemukan kebenaran ilmiah sehingga dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan
Menurut Kamus Bahasa Indonesia, 25 pengawasan ialah pemerhati tingkah
laku atau kelakuan, manakala sistem pengawasan ialah proses memerhatikan
tingkah laku orang ramai, objek atau proses dalam sistem keakuran pada norma–
norma yang dijangka atau dalam sistem dipercayai untuk tujuan sekuriti atau
kawalan sosial. Didalam skripsi ini akan khusus dibahas mengenai peranan OJK
terhadap pengawasan perasuansian di tinjau dari UU Perasuransian. Seperti
diketahui bahwa OJK merupakan lembaga yang mempunyai kewenangan penuh
dalam mengawasi dan mengatur pelaksanaan lembaga perasuransian.Namun
dengan terbitnya Undang–Undang baru tentang perasuransian yaitu UU
Perasuransian maka apakah mengenai pengawasan dan pengaturan tetap mengacu
pada UU OJK.
Menurut Frianto Pandia perasuransian adalah perjanjian antara dua belah
pihak atau lebih dan dimana pihak penanggung mengikat diri kepada
tertanggung. 26

25

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta:Balai
Pustaka,2005)
26
Frianto Pandia, Lembaga Keuangan,( Jakarta:PT Asdi Mahasatya,2004),hal.135.

Universitas Sumatera Utara

Pasal 1 angka 1 OJK menyebutkan bahwa OJK, adalah lembaga yang
independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi,
tugas dan wewnang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan
sebagaimana dimaksud dalam undang–undang. 27 Dengan adanya UU OJK fungsi
pengawasan terhadap lembaga peraasuransian sesuai dengan yang tertuang dalam
Pasal 6 UU OJK dan dimana OJK melaksanakan tugas pengaturan dan
pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor pasar perbankan, kegiatan
jasa keuangan di sektor Pasar Modal, dan kegiatan jasa keuangan di sektor
Perasuransian, lembaga pembiayaana, dan Lembaga Jasa Keuangan lainnya.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian28
Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini
disesuaikan dengan permasalahan yang diangkat di dalamnya.Dengan
demikian, penelitian yang dilaksanakan yuridis normatif yaitu penelitian yang
mengacu kepada norma–norma dan asas–asas hukum yang terdapat dalam
peraturan perundang–undangan khususnya dalam UU Perasuransian dan UU
OJK.Sifat penelitian adalah deskriptif analitis yaitu dengan mengambarkan
hasil analisis terhadap norma–norma dan asas–asas hukum yang terdapat
dalam UU Perasuransian dalam bentuk uraian secara sistematis dengan
menjelaskan hubungan antara pasal–pasal terkait yang menyangkut masalah

27

Republik Indonesia, (Otoritas Jasa Keuangan) Undang – Undang Nomor 21 Tahun
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan LN Nomor 111 Tahun 2011, TLN Nomor 5253, Pasal 1
angka (1).
28
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:Raja Grafindo Bersada,2001),
hal. 41.

Universitas Sumatera Utara

peranan pengawasan OJK terhadap perasuransian di tinjau dari UU
Perasuransian.
2. Sumber Data 29
Dalam menyusun skripsi ini, data yang digunakan adalah data
sekunder atau data kepustakaan yang diperoleh dari:
a. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011
tentang Otoritas Jasa Keuangan dan Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014 tentang Perasuransian.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan
mengenai bahan hukum primer, seperti buku–buku, makalah–makalah,
seminar, arikel, jurnal, surat kabar, makalah lepas di internet maupun
karya–karya tulisan yang menyangkut OJK dari internet.
c. Bahan hukum tersier, adalah bahan hukum penunjang yaitu bahan hukum
yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan
hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder, yaitu kamus dan lain-lain.

3. Teknik Pengumpulan Data 30
Untuk melengkapi penulisan skripsi ini agar tujuan dapat lebih terarah
dapat dipertanggungjawabkan digunakan metode hukum normatif.dengan
pengumpulan data secara studi dokumen atau bahan pustaka.Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan pengumpulan data yang dilakukan melalui
data tertulis dari suatu penelitian.Studidokumen adalah mempelajari sumber–
29

Soerjono Soekamto, Pengantar Penelitian….op.,cit, hal.12.
Ibid.,hal. 21.

30

Universitas Sumatera Utara

sumber atau bahan–bahan tertulis yang dapat dijadikanbahan dalam penulisan
skripsi ini. Berupa rujukan dari beberapa buku, wacana yang dikemukakan
oleh pendapat para sarjana ekonomi dan hukum yang sudah mempunyai nama
besar dibidangnya. Dalam hal ini juga penelitian hukum dilakukan identifikasi
terhadap data. Sehingga data yang diperoleh melalui penelitian kepustakaan
tersebut selanjutnya akan dipilah–pilah guna memperoleh pasal–pasal yang
berisi kaidah–kaidah hukum yang berhubungan dengan permasalahan yang di
teliti kemudian di sistematikan sehingga menghasilkan klasifikasi yang selaras
dengan permasalahan.
4. Analisa Data
Data–data yang diperoleh, akan dianalisis secara kualitatif yakni
memilih norma–norma dan kaidah–kaidah serta pasal–pasal yang terpenting di
dalam UU Perasuransian dan UU OJK. Kemudian data-data dijelaskan,
diuraikan, dipaparkan secara sistematis, sehingga akan menghasilkan
klasifikasi tertentu sesuai dengan permasalahanyang diteliti. Dengan
menjelaskan hubungan antara berbagai jenis data, selain menggambarkan dan
mengungkapkan dasar hukumnya, juga dapat memberikan solusi terhadap
permasalahan dan dapat dilakukan penarikan kesimpulan. 31

31

Bambang Sunggono, Metode Penelitian……,op.,cit,hal.195-196.

Universitas Sumatera Utara

G. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan dan penjabaran penulisan, maka
diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur dan terbagi dalam bab
perbab yang saling berkaitan satu sama lain, adapun sistematika penulisan skripsi
ini adalah:
BAB I:

PENDAHULUAN
Bab ini merupakan pendahuluan yang isinya antara lain
memuat latar belakang, pokok permasalahan, tujuan dan
manfaat

penulisan,

tinjauan

kepustakaan,

metode

penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II:

PENGATURANHUKUMPERASURANSIAN
DI INDONESIA
Bab ini berisikan mengenai sejarah timbulnya Asuransi,
pengertian asuransi, tujuan dan fungsi asuransi, subyek
dan obyek asuransi, jenis–jenis asuransi, perkembangan
kebutuhan masyarakat terhadap asuransi, pengaturan
perasuransian di Indonesia.

BAB III:

PERANAN

OTORITAS

TERHADAP PENGAWASAN

JASA

KEUANGAN

PERASURANSIAN DI

INDONESIA DI TINJAU DARI UNDANG - UNDANG
NOMOR

40

TAHUN

2014

TENTANG

PERASURANSIAN

Universitas Sumatera Utara

Bab ini berisikan kedudukan OJK di Indonesia, sejarah
pembentukan OJK, tugas dan wewenang OJK, pengurusan
OJK, peranan OJK terhadap pengawasan Perasuransian di
Indonesia di tinjau dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2014.
BAB IV:

TANGGUNG JAWAB OTORITAS JASA KEUANGAN
TERHADAP

PERLINDUNGAN

KONSUMEN

PERASURANSIAN DI INDONESIA
Dalam sub–sub bab ini dijelaskan dalam bentuk uraian
yakni tentang: perlindungan konsumen dan masyarakat
dan

tanggung

jawab

OJK

terhadap

perlindungan

konsumen asuransi.
BAB V:

KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan kesimpulan dari bab-bab yang telah di
bahas sebelumnya dan saran–saran yang mungkin berguna
bagi OJK dalam pengwasan terhadap jasa keuangan dan
bagi orang–orang yang membacanya dapat menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai pengawasan OJK
terhadap lembaga Perasuransian.

Universitas Sumatera Utara