ANALISIS DOMINASI KASUS CERAI GUGAT MASYARAKAT MUSLIM KOTA SALATIGA DI PENGADILAN AGAMA (PA) SALATIGA TAHUN 2014 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
ANALISIS DOMINASI KASUS CERAI GUGAT
MASYARAKAT MUSLIM KOTA SALATIGA DI
PENGADILAN AGAMA (PA) SALATIGA TAHUN 2014
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh:
Imam Syafi‟i
NIM: 21111016
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
MOTTO
“Karena Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”
“Visi hanyalah ilusi tanpa ada aksi, dan
aksi tak kan berarti tanpa ridha Ilahy”
ABSTRAK
Syafi‟i, Imam. 2015. Analisis Dominasi Kasus Cerai Gugat Masyarakat Muslim
Kota Salatiga di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2014. Fakultas
Syari‟ah. Jurusan Ahwal Al-Syakhshiyyah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing : Farkhani, M.H.
Kata Kunci: Cerai Gugat
Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui penyebab maraknya kasus cerai gugat masyarakat muslim di Kota Salatiga. Pertanyan utama yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Seberapa banyak perkara cerai gugat masyarakat muslim Kota Salatiga tahun 2014?, dan apa penyebabnya?, (2) bagaimana kualitas suami dari Kota Salatiga dalam membina rumah tangga?. Untuk menjawab pertanyaan tersebut maka penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa perkara cerai di PA Salatiga 70% yang mendominasi adalah perkara cerai gugat. Faktor yang melatar belakanginya karena tidak adanya keharmonisan dalam rumah tangga yang disebabkan berbagai hal : perselisihan, ekonomi, tidak adanya tanggung jawab dari suami, KDRT, hadirnya pihak ke-3, dan krisis moral seperti suami pemabuk. Selain itu perkara yang ada lebih didominasi pasangan muda yang usia perkawinannya dibawah 10 tahun, hal ini menunjukkan ketidak siapan pasangan dalam berumah tangga. Lebih dari pada itu, maraknya cerai gugat menunjukkan belum maksimalnya peran lembaga pemerintah yang dalam hal ini Kementrian Agama melalui Bimas Islam dalam pendampingan berkeluarga yang baik. Berdasarkan penelitian yang telah diakukan, bahwa tingkat cerai gugat masyarakat muslim Kota Salatiga tergolong minim. Hal ini berdasarkan fakta dari data perkawinan yang ada, rata-rata pertahunnya tercatat sebanyak 1170 perkawinan di Kota Salatiga dengan perbandingan perceraian sebanyak 120 pasangan. Artinya setiap terjadi 10 perkawinan ada 1 pasangan yang bercerai di PA Salatiga. Ini menunjukkan bahwa tingkat kesadaran dan pemahaman masyarakat muslim Kota Salatiga dalam membina keluarga sakinah tinggi, sehingga diperoleh fakta bahwa suami dari warga muslim Kota Salatiga rata-rata bertanggung jawab. Mengacu pada temuan tersebut, maka penelitian ini merekomendasikan agar tidak terjadi cerai gugat, maka bagi pasangan calon pengantin untuk mematangkan kembali kesiapannya untuk menikah. Selanjutnya, pemerintah harus memberikan perhatiannya berupa pendampingan berkeluarga melalui lembaga yang ada, dalam hal ini Kementrian Agama melalui Bimas Islam agar cerai gugat yang marak terjadi dapat diminimalisir.
Alh amdulillahirobbil’alamin,
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala nikmat- Nya, kesabaran, ketelitian dan ilmunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: ”Menelisik Dominasi Kasus Cerai Gugat Masyarakat Muslim Kota Salatiga di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2014”, untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan program S-1 Fakultas
Syari‟ah Jurusan Ahwal al-Syahkhshiyyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
Penulisan skripsi ini tidak akan selesai apabila tanpa ada bantuan dari berbagai pihak yang telah berkenan meluangkan tenaga, fikiran dan waktunya guna memberikan bimbingan dan petunjuk yang berharga demi terselesaikannya pembuatan skripsi ini. Sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengahturkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd., Selaku Rektor IAIN Saltiga, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
2. Ibu Dra. Siti Zumrotun, M.Ag., selaku
Dekan Fakultas Syari‟ah IAIN Salatiga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini
3. Bapak Syukron Makmun, M.Si., selaku Ketua Jurusan Ahwal al- Syakhshiyyah (AS) IAIN Salatiga yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyusun skripsi ini.
4. Bapak Farkhani, M.H., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan dan bimbingannya kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Bapak Drs. H. Umar Muchlis selaku Ketua Pengadilan Agama Salatiga yang telah berkenan memberikan izin penulis untuk melakukan penelitiaan di Pengadilan Agama Salatiga
6. Dra. Widad sebagai Panitera Muda Hukum PA Salatiga yang telah membantu memberikan informasi dan data-data yang penulis butuhkan.
7. Para Dosen Syari‟ah yang banyak memberikan ilmu, arahan serta do‟a selama penulis menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
8. Bapak dibumi rantau yang jauh disana, yang senantiasa membanting tulang untuk mengais rizki demi membantu mewujudkan cita-cita penulis menuntut ilmu.
9. Adik-adik dan para sahabatku yang telah memberikan dorongan, motivasi dan do‟anya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
10. Semu pihak yang turut membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga atas bantuan semua pihak yang telah berkontribusi dalam skripsi ini sebagaimana disebutkan di atas mendapat limpahan berkah dan imbalan yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan Skripsi ini, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan demi kasempurnaan tulisan ini serta bertambahnya pengetahuan dan wawasan penulis. Akhir kata penulis mengharapkan semoga skripsi ini nantinya dapat bermanfaat khususnya bsgi civitas akademika IAIN Salatiga dan semua pihak yang membutuhkannya.
Atas perhatiannya penulis sampaikan banyak terimakasih.
Salatiga, 13 Agustus 2015 Penulis
Imam Syafi‟i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... ii
MOTTO ...................................................................................................... iii
NOTA PEMBIMBING ............................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN .................................................. v
ABSTRAK ................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ................................................................................. vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang .................................................................................. 1 B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6 C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7 D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7 E. Penengasan Istilah ............................................................................. 8 F. Tinjauan Pustaka ............................................................................... 12 G. Metode Penelitian.............................................................................. 15
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian.................................................. 15
2. Kehadiran Peneliti ....................................................................... 18
3. Lokasi Penelitian ......................................................................... 18
4. Kebutuhan dan Sumber Data ...................................................... 18
5. Teknik Pengumpulan Data .......................................................... 19
6. Analisis Data ............................................................................... 21
7. Pengecekan Keabsahan Data....................................................... 22
8. Tahap-tahap Penelitian ................................................................ 23
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Makna Perkawinan ............................................................................ 27
1. Pengertian Perkawinan ................................................................ 27
2. Dasar Hukum Perkawinan........................................................... 30
3. Rukun Dan Syarat Dalam Perkawinan ....................................... 33
4. Tujuan Perkawinan...................................................................... 36
5. Hak dan Kewajiban Suami Istri .................................................. 38
B. Putusnya Perkawinan ........................................................................ 46
1. Putusnya Perkawinan Karena Kematian ..................................... 47
2. Putusnya Perkawinan Karena Perceraian .................................... 48
3. Putusnya Perkawinan Karena Atas Putusan Pengadilan ............. 57
BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN PENELITIAN A. Sekilas Tentang Pengadilan Agama Salatiga .................................... 62
1. Sejarah pembentukan PA Salatiga .............................................. 62
2. Dasar hukum pembentukan PA Salatiga ..................................... 68
3. Wewenang Pengadilan Agama Salatiga...................................... 68
4. Visi dan Misi PA Salatiga ........................................................... 69
5. Struktur Organisasi PA Salatiga ................................................. 70
B. Perceraian di Pengadilan Agama Salatiga......................................... 72
C. Temuan Penelitian ............................................................................. 76
BAB IV PEMBAHASAN A. Gambaran Perkara Cerai Gugat di PA Salatiga ................................ 83 B. Faktor Penyebab Perkara Cerai Gugat di PA Salatiga ...................... 88 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ....................................................................................... 100 B. Saran .................................................................................................. 101 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
2009:6). Semua yang diciptakan oleh Allah adalah berpasang-pasangan dan berjodoh-jodohan, sebagaimana berlaku pada makhluk yang paling sempurna yakni manusia. Dalam surat al-Dzariyah ayat 49 disebutkan:
Artinya: “Dan segala sesuatu kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat kebesaran Allah ”
Manusia tidak seperti binatang yang melakukan perkawinan dengan bebas dan sekehendak hawa nafsunya. Bagi binatang, perkawinan hanya semata-mata merupakan kebutuhan birahi dan nafsu syahwatnya, sedang bagi manusia perkawinan diatur oleh berbagai etika dan peraturan lainya yang menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan yang beradab dan berakhlak. Oleh karena itu, perkawinan manusia harus mengikuti peraturan yang berlaku.
Perkawinan tidak hanya semata-mata menjadi urusan kedua mempelai saja, akan tetapi perkawinan merupakan sesuatu yang diridhoi Allah sebagai suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita. Mereka dipersatukan dengan saling mencintai dan mengharapkan dapat membuahkan hasil dari cintanya yakni keturunan dalam suatu rumah tangga yang kekal dan bahagia untuk mengarungi cakrawala kehidupan rumah tangga yang damai. Namun demikian, kekalnya suatu rumah tangga yang akan dicapai itu tergantung kepada masing-masing pasangan suami istri yang bersangkutan.
Artinya apabila sebuah rumah tangga itu tidak dijalani dengan sikap keterbukaan, saling perhatian, saling menyayangi dan sikap serta saling berfikir positif, hal ini dapat menimbulkan konflik dan masa suram yang dihadapi sebuah rumah tangga. Konflik dan masa suram yang dimaksud dapat disebabkan beberapa faktor. Faktor permasalah ini dapat mengganggu atas kekalnya perkawinan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya perceraian.
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan pada
Bab I Dasar Perkawinan Pasal 1 dinyatakan bahwa : perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari Undang-undang tersebut dapat difahami bahwa perkawinan bukan hanya mempersatukan dua pasangan manusia yakni laki-laki dan perempuan, melainkan mengikatkan tali perjanjian yang suci atas nama Allah bahwa kedua mempelai berniat membangun rumah tangga yang sakinah, tentram, dan dipenuhi oleh rasa cinta dan kasih sayang. Untuk menegakan cita-cita kehidupan keluarga tersebut, perkawinan tidak hanya bersandar pada ajaran Allah dalam al-
Qur‟an dan as- Sunnah yang bersifat global. Akan tetapi, perkawinan berkaitan pula dengan hukum suatu negara. Perkawinan baru dikatakan sah jika menurut hukum Allah dan hukum negara telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya.
(Saebani, 2008:15).
Syari‟at yang dibangun Islam di atas dalam kenyataannya hal tersebut tidaklah mudah diwujudkan. Dalam melaksanakan kehidupan rumah tangga
tidak mustahil apabila akan terjadi salah paham antara suami dan istri, salah satu atau keduanya tidak melaksanakan kewajiban, tidak saling percaya dan sebagainya sehinga menyebabkan ketidak harmonisan dalam rumah tangga dikarenakan tidak dapat dipersatukan kembali persepsi dan visi antara keduanya, keadaan seperti ini ada kalanya dapat di atasi dan diselesaikan, sehingga hubungan suami istri baik kembali, namun adakalanya tidak dapat diselesaikan atau didamaikan. Bahkan kadang-kadang menimbulkan kebencian dan pertengkaran yang berkepanjangan dan berujung pada perceraian.
Menurut UU Perkawinan putusnya perkawinan dapat terjadi karena: (1) kematian; (2) perceraian; dan (3) karena putusan pengadilan. Dengan demikian, perceraian merupakan salah satu sebab putusnya perkawinan.
Perceraian yang diajukan oleh pihak laki-laki (suami) disebut dengan cerai talaq, sementara cerai yang diajukan oleh pihak perempuan (istri) disebut dengan cerai gugat.
Perkara perceraian yang diajukan ke Pengadilan untuk diproses secara hukum terbilang cukup signifikan dengan jumlah yang semakin bertambah tiap tahunnya. Nazarudin Umar, mengungkapkan bahwa secara nyata, angka perceraian di Indonesia menduduki peringkat tertinggi dibanding negara Islam lainnya. Indonesia berada di peringkat tertinggi memiliki angka perceraian paling banyak dalam setiap tahunnya, dibandingkan negara Islam di dunia lainnya. Menurutnya, gejolak yang mengancam kehidupan struktur keluarga ini semakin bertambah jumlahnya. Setiap tahun ada 2 juta perkawinan, tetapi yang memilukan perceraian bertambah menjadi dua kali lipat, setiap 100 orang yang menikah, 10 pasangnya bercerai, dan umumnya mereka yang baru berumah tangga. Dari berbagai kasus perceraian hampir 70 % adalah gugatan cerai dari istri kepada suaminya, sedangkan sisanya adalah cerai talak dari permohonan suami (Bahari, 2012:12).
Pergeseran nilai di dalam kehidupan masyarakat saat ini terlihat jelas, dahulu isteri paling khawatir atau takut jika dicerai oleh suaminya, bahkan dahulu isteri tidak punya kewenangan dalam hal cerai, karena talak merupakan hak prerogatif suami, kenyataan sekarang menunjukkan bahwa sebagaian besar istri-lah yang mengajukan permohonan cerai ke Pengadilan Agama. Gugat cerai yang diajukan oleh istri ke Pengadilan Agama didasari dengan berbagai alasan, mulai dari perselisihan terus menerus yang tidak dapat rujuk kembali, suami berzina, suami tidak memberi nafkah, suami meninggalkan istri tanpa kabar, hingga persoalan karena Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Angka perceraian pasangan di Indonesia terus meningkat drastis. Badan Urusan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung (MA) mencatat selama periode 2005-2010 terjadi peningkatan perceraian hampir 70%. Pada tahun 2010, terjadi sebanyak 285.184 perceraian di Indonesia. Penyebab pisahnya pasangan jika diurutkan tiga besar paling banyak adalah akibat faktor ketidak harmonisan sebanyak 91.841 perkara, tidak ada tanggung jawab 78.407 perkara dan masalah ekonomi 67.891 perkara (Republika.co.id, diakses 24 Januari 2012) .
Trend perceraian di Kota Salatiga terus mengalami peningkatan. Hal ini sebagaimana dilangsir dari surat kabar Semarangmetro pada Jum‟at, 28 Februari 2014 yang menyebutkan bahwa permohonan perceraian yang diajukan ke Pengadilan Agama Salatiga terus meningkat dari tahun ke tahun.
Berikut adalah rincian perkara Pengadilan Agama Salatiga dari tahun 2010- 2013
Tahun Diterima Jumlah Dicabut Dikabulkan Sisa Tahun Sebelumnya 2010 1.051 1.340 68 921 289 2011 1.151 1.444
48 964 293 2012 1.254 1.596 50 1.165 342 2013 1.379 1.750 60 1.272 371
Tabel 1.1. Rincian data perkara PA SalatigaDalam surat kabar Semarangmetro dipaparkan berita bahwa pada Januari 2014, PA Salatiga menerina 520 kasus 386 di antaranya sisa tahun sebelumnya. Artinya dalam sebulan ada 134 permohonan cerai. Selanjutnya sebagaimana wawancara yang telah dilakukan wartawan Semarangmetro kepada Panitera Muda Hukum PA Salatiga Dra. Widad yang mengatakan bahwa untuk perkara perceraian ada dua jenis yaitu cerai gugat dan cerai talak. Cerai gugat merupakan permohonan dari istri sedangkan cerai talak atas inisiatif suami. Lebih lanjut beliau menegaskan bahwa dari data yang ditangani PA Salatiga, permohonan cerai gugat lebih banyak dibanding cerai talak.
Dari data tersebut penulis tertarik untuk meneliti masalah perceraian yang ada di Kota Salatiga, dengan fokus penelitian adalah perkara cerai gugat yang diajukan oleh pihak istri di Pengadilan Agama Kota Salatiga selama kurun waktu tahun 2014 yang telah lalu untuk dicari tahu apa alasan pengajuan gugatan cerai itu, sehingga setelah diketemukan alasan-alasan dari para istri tersebut penulis akan mengklasifikasikan data tersebut untuk dapat dianalisa dengan seksama dan pada akhirnya mengetahui kredibilitas para suami di Kota Salatiga berkenaan tanggung jawabnya sebagai seorang kepala rumah tangga dalam rangka menaungi dan melindungi istri dan keluarganya. Sehingga penelitian ini sangatlah perlu untuk dilakukan untuk memberikan pertimbangan bagi masyarakat dalam rangka mencari calon suami yang ideal dari wilayah Kota Salatiga.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat ditarik permasalahan:
1. Seberapa banyak perkara cerai gugat masyarakat muslim Kota Salatiga tahun 2014?, dan apa penyebabnya?
2. Bagaimana kualitas suami dari warga muslim Kota Salatiga dalam membina rumah tangga?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui penyebab cerai gugat yang terjadi di Kota Salatiga.
2. Mengetahui kualitas suami dari warga muslim Kota Salatiga dalam membina rumah tangga.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan rujukan dalam mengetahui sejauh mana pemahaman warga kota Salatiga dalam memahami arti penting dari sebuah pernikahan.
b. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber bahan yang penting bagi para peneliti di b idang syari‟ah.
c. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi ilmu bagi peneliti, seluruh pembaca pada umumnya dan bagi mahasiswa IAIN Salatiga pada khususnya.
2. Manfaat Praktis Memberikan informasi mengenai karakter seorang suami dari kota
Salatiga berkaitan masalah kredibilitasnya dalam mengemban tanggung jawabnya sebagai seorang suami untuk membahagiakan istrinya dan membangun keluarga yang sakinah sebagaimana diamanatkan oleh agama dan Negara.
E. Penengasan Istilah
Definisi Cerai Gugat
1. Istilah Perceraian Menurut Undang-Undang Kata cerai menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti: v (kata kerja), 1. pisah; 2. putus hubungan sebagai suami istri; talak. Kemudian, kata perceraian mengandung arti: n (kata benda), 1. Perpisahan; 2. Perihal bercerai (antara suami istri); perpecahan. Adapun kata bercerai berarti: v (kata kerja), 1. tidak bercampur (berhubungan, bersatu, dsb) lagi; 2. Berhenti berlaki-bini (suami istri) (KBBI, 1997: 185).
Perceraian terdapat dalam Pasal 38 UU No. 1 Tahun 1974 yang memuat ketentuan fakultatif bahwa perkawinan putus karena kematian, perceraian, dan putusan pengadilan. Jadi istilah perceraian secara yuridis berarti putusnya perkawinan, yang mengakibatkan putusnya hubungan sebagai suami istri atau berhenti berlaki-bini (suami istri) sebagaimana diartikan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia di atas.
Istilah perceraian menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 sebagai aturan hukum positif tentang perceraian menunjukkan adanya: a. Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh suai atau istri untuk memutus hubungan perkawinan di antara mereka.
b. Peristiwa hukum yang memutuskan hubungan suami istri yaitu kematian suami atau istri yang bersangkutan yang merupakan ketentuan yang pasti dan langsung ditetapkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. c. Putusan hukum yang dinyatakan oleh pengadilan yang berakibat hukum putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri (Syaifuddin, Turatmiyah & Yahanan. 2013: Sinar Grafika).
Dalam buku Hukum Perceraian (Syaifuddin, Turatmiyah & Yahanan. 2013: 19-20), pengertian perceraian dapat dijelaskan dari beberapa perspektif hukum berikut: a. Perceraian menurut hukum Islam yang telah dipositifkan dalam Pasal 38 dan Pasal 39 UU No. 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam PP
No. 9 Tahun 1975, mencakup antara lain sebagai berikut:
b. Perceraian dalam pengertian cerai talak, yaitu perceraian yang diajukan permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu dinyatakan (diikrarkan) di depan siding Pengadilan Agama (vide Pasal 14 sampai dengan Pasal 18 PP No. 9 Tahun 1975).
c. Perceraian dalam pengertian cerai gugat, yaitu perceraian yang diajukan gugatan cerainya oleh dan atas inisiatif istri kepada Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap (vide Pasal 20 sampai dengan Psal 36).
d. Perceraian menurut hukum agama selain hukum Islam, yang telah dipositifkan dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan dijabarkan dalam PP
No. 9 Tahun 1975, yaitu perceraian yang gugatan cerainya diajukan oleh dan atas inisiatif suami atau istri kepada Pengadilan Negeri, yang dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan oleh Pegawai Pencatat di Kantor Catatan Sipil (vide Pasal 20 dan Pasal 34 ayat (2) PP No. 9 tahun 1975).
2. Istilah Perceraian Menurut Doktrin Hukum Menurut Abdul Kadir Muhammad, putusnya perkawinan karena kematian disebut dengan cerai mati, sedangkan putusnya perkawinan karena perceraian ada 2 (dua) istilah, yaitu cerai gugat
(khulu’) dan cerai
talak. Putusnya perkawinan karena putusan pengadilan disebut dengan istilah cerai batal (Syaifuddin, Turatmiyah & Yahanan. 2013: 16).
Lebih lanjut Abdul Kadir Muhammad menjelaskan bahwa untuk menyebut perkawinan dengan istilah-istilah tersebut, terdapat beberapa alasan, yaitu:
a. Penyebutan istilah cerai mati dan cerai batal tidak menunjukkan kesan adanya perselisihan antara suami istri; b. Penyebutan cerai gugat
(khulu’) dan cerai talak menunjukkan kesan
adanya perselisihan antara suami dan istri;
c. Putusnya perkawinan baik karena putusan pengadilan maupun perceraian harus berdasarkan putusan pengadilan (Syaifuddin, Turatmiyah & Yahanan. 2013: 16).
Perceraian dalam istilah fikih disebut talak, itu dugunakan oleh para ahli fikih sebagai salah satu istlah yang berarti membuka ikatan, membatalkan perjanjian. Perceraian dalam istilah fikih juga sering disebut dengan furqah yang artinya bercerai yaitu lawan dari berkumpul.
Kemudian kedua istilah tersebut digunakan oleh para ahli fikih sebagai salah satu istilah yang berarti perceraian suami istri (Soemiyati, 1982: 103).
Kata talak dalam istilah fikih mempunyai arti umum, ialah segala macam bentuk perceraian, baik yang dijatuhkan oleh suami, yang ditetapkan oleh hakim, maupun perceraian yang jatuh dengan sendirinya atau perceraian karena meninggalnya suami atau istri. Selain itu, talak juga mempunyai arti yang khusus, yaitu perceraian yang dijatuhkan oleh pihak suami (Syaifuddin, Turatmiyah & Yahanan. 2013: 17).
Cerai gugat (talak tebus) dalam Islam dikenal dengan
khulu’,
artinya talak yang diucapkan oleh suami dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami. Cerai gugat terjadi karena adanya kemauan dari pihak istri, dengan alasan perkawinannya tidak dapat dipertahankan lagi. Cerai gugat dapat terjadi jika ada keinginan untuk bercerai datangnya dari pihak istri, karena ia benci kepada suaminya (Syaifuddin, Turatmiyah & Yahanan. 2013: 17).
Perceraian berakibat hukum putusnya perkawinan. Abdul Ghofur Anshori (2011: 36) menjelaskan bahwa putusnya perkawinan berarti berakhirnya hubungan suami istri. Putusnya perkawinan itu ada dalam bentuk tergantung dari segi siapa sebenarnya yang berkehendak untuk putusnya perkawinan itu. Dalam hal ini ada 4 (empat) kemungkinan, sebagai berikut:
a. Putusnya perkawinan karena atas kehendak Allah sendiri melalui matinya salah seorang suami istri. Adanya kematian itu menyebabkan dengan sendirinya berakhir hubungan perkawinan.
b. Putusnya perkawinan atas kehendak si suami karena adanya alasan tertentu dan dinyatakan kehendaknya itu dengan ucapan tertentu.
Perceraian dalam bentuk ini disebut talak.
c. Putusnya perkawinan atas kehendak si istri karena istri melihat sesuatu yang menghendaki putusnya perkawinan, sedangkan si suami tidak berkehendak untuk itu. Kehendak untuk putusnya perkawinan yang disampaikan si istri dengan cara tertentu ini diterima oleh suami dan dilanjutkan dengan ucapannya untuk memutuskan perkawinan itu. Putusnya perkawinan dengan cara seperti ini disebut khulu’.
d. Putusnya perkawinan atas kehendak hakim sebagai pihak ketiga setelah melihat adanya sesuatu pada suami dan/istri yang menandakan tidak dapatnya hubungan perkawinan itu dijalankan. Putusnya perkawinan dalam bentuk ini disebut fasakh.
Penelitian ini tentu saja bukan penelitian yang pertama dengan mengusung tema yang sama yaitu seputar perceraian. Banyak sekali penelitian-penelitian yang pernah dilakukan berkaitan masalah perceraian ini, namun tentunya fokus penelitiannya yang berbeda. Ada beberapa literal kajian karya ilmiah yang pernah ditulis baik berupa skripsi, artikel maupun dalam bentuk buku yang pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya.
Salah satu penelitian yang pernah ada adalah penelitian oleh Nakiyah (2002), mahasiswi Jurusan Syari‟ah Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Dalam skripsinya, yang berjudul
“Kekerasan Terhadap Istri Dalam Rumah Tangga Sebagai Alasan Perceraian (Studi Kasus di PA Salatiga Tahun 1999- 2001)”, Nakiyah
menggunakan metode penelitian Field Research. Penelitian ini berusaha mengetahui motif tindakan kekerasan suami terhadap istri. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini bahwa motif tindakan kekerasan suami terhadap istri lebih banyak ditimbulkan akibat kesenjangan ekonomi, nilai budaya dan pemahaman agama yang kurang. Sehingga akibat tidakan-tindakan suami yang kasar seperti itu menyebabkan alasan mengapa istri menggugat cerai pada sang suami.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Istikara (2004), mahasiswi Fakultas Hukum Program Magister Kenotariatan Universitas Indonesia yang berjudul
“Putusnya Perkawinan Karena Cerai Gugat (Analisa Kasus Putusan Pengadilan Agama Jakarta Selatan No: 1091/ pdt. G/ 2004/ PA JS)
”, yang menggunakan jenis penelitian kepustakaan. Peneliti meneliti faktor-faktor apa yang menyebabkan putusnya perkawinan dan bagaimana akibat cerai gugat terhadap anak. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa perceraian dalam kasus di atas itu disebabkan karena dahulu kedua belah pihak antara suami dan istri terburu-buru untuk melangsungkan pernikahan, tanpa ada petimbangan yang matang untuk menikah. Terlebih ketika sang suami tidak cakap dalam membangun sebuah keluarga yang akhirnya mengakibatkan perseturuan panjang antara suami dan istri. Selanjutnya hadlanah pemeliharaan anak di pegang oleh ayahnya karena ibunya tidak menyatakan keberatan dan ada hal- hal tertentu yang menyebabkan ibu tersebut tidak bisa mendapatkan hak asuh anak.
Selanjutnya skripsi yang ditulis oleh Taufiqi (2008) mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya yang berjudul
“Penelantaran
Ekonomi Sebagai Alasan Gugatan Perceraian (Studi di Pengadilan Agama
Gresik)” dengan menggunakan metode penelitian yurudis sosiologis
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penelantaran ekonomi sebenarnya tidak bisa dijadikan sebagai alasan gugat cerai karena tidak tidak terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Akan tetapi penelantaran ekonomi yang berujung pada perselisihan dan pertengkaran terus menerus dapat dijadikan sebagai gugatan perceraian. Hal ini yang menjadi dasar bagi hakim untuk mengabulkan gugatan istri sesuai dengan pasal 19 (F PP No. 9 Tahun 1975).
Kemudian skripsi yang ditulis oleh Aliyah (2013), mahasiswi Jurusan Syari‟ah Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga yang berjudul
“Perceraian Karena Gugatan Istri
(Studi Kasus Perkara Cerai Gugat Nomor: 0597/ pdt. G/ 2011/ PA. Sal Dan
Nomor: 0740/ pdt. G/ 2011/ PA. Sal di Pengadilan Agama Salatiga)”
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis atau berdasarkan pengalaman subjek penelitian. Dalam penelitian ini peneliti memfokuskan penelitian pada perkara cerai gugat dengan alasan pengajuan gugatan oleh istri berupa masalah sosial-ekonomi.
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah ditemukannya faktor-faktor yang menyebabkan istri menggugat cerai suami, diantaranya adalah pertama, suami meninggalkan kewajiban menafkahi keluarga dan yang kedua, karena suami dipenjara. Alasan-alasan tersebut yang dijadikan dasar gugatan istri.
Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan di atas, hampir kesemuanya hanya fokus membahas seputar alasan pengajuan gugatan perceraian istri kepada suami yang alasan-alasannya berupa masalah ekonomi. Berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Dalam penelitian yang berjudul Menelisik Dominasi Kasus Cerai Gugat Masayarakat Muslim Kota Salatiga di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2014, peneliti tidak hanya meneliti alasan-alasan pengajuan gugatan istri. Tidak hanya terfokus pada petitum dalam surat gugatannya, namun peneliti akan mengkualifikasin alasan-alasan tersebut dan akan menganalisis dari pada alasan-alasan yang telah ada hingga pada akhirnya akan ditarik kesimpulan mengenai kredibilitas rasa tanggung jawab suami kepada istri dan keluarga dalam membangun sebuah mahligai rumah tangga sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dan agama.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Adapun yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistic, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata- kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007: 6). Menurut Milles dan Michael sebagaimana dikutip oleh Maslikhah (2013: 319) penelitian kualitatif akan mendapatkan data kualitatif yang sangat menarik, memiliki sumber dari dekripsi yang luas dan berlandaskan kokoh, serta memuat penjelasan tentang proses-proses yang terjadi dalam lingkup setempat. Penelitian ini dapat memahami alur peristiwa secara kronologis, menilai sebab akibat dalam lingkup pikiran orang-orang setempat, dan memperoleh penjelasan yang banyak dan bermanfaat, serta dapat memperoleh penemuan-penemuan yang tidak diduga sebelumnya untuk membentuk kerangka teoritis baru. Tujuan dari penelitian ini adalah mengungkap fakta, keadaan, fenomena, variable dan keadaan yang terjadi saat penelitian berjalan dan menyuguhkan data apa adanya.
Adapun jenis pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada berdasarkan data-data. Penelitian deskriptif kualitatif menafsirkan dan menuturkan data yang bersangkutan dengan situasi yang sedang terjadi, sikap serta pandangan yang terjadi di dalam masyarakat, pertentangan dua keadaan atau lebih, hubungan antar variable, perbedaan antar fakta, pengaruh terhadap suatu kondisi dan lain-lain. Selain itu pendekatana yang digunakan adalah pendekatan normative, yakni sebuah pendekatan yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, produk- produk hokum, perbandingan konsep hukum dan sejarah ataupun idiologi yang sedang berkembang ditengah-tengah masyarakat hukum (Soekanto & Mamudji, 1995: 13-14). Berkaitan dengan apa yang penulis teliti, maka al-
Qur‟an dan al-Sunnah menjadi rujukan utama selain perbandingan dengan hokum Islam di Indonesia serta konsep gender yang sedang ramai dibahas
dimasyarakat. Dan yang terakhir adalah pendekatan sosiologis, yaitu pendekatan yang melandaskan pada fenomena atau gejala-gejala yang berkembang ditengah-tengah masyarakat guna memahami hukum yang berlaku dalam masyarakat (Soekanto, 1999: 45).
Jenis penelitian deskriptif kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan menelisik penyebab dominasi perkara cerai gugat yang ada di PA Salatiga dengan mngumpulkan data-data perceraian pada periode tahun 2014, guna memperoleh informasi mengenai alasan- alasan pengajuan cerai gugat tersebut. Sehingga setelah diketahui penyebab atau alasan-alasan cerai gugat tersebut akan dapat diketahui kualitas sosok suami dari wilayah Kota Salatiga sebagai seorang kepala rumah tangga, pada hasil akhir dari penelitian ini. Diharapkan melalui penelitian ini mampu menyibak tabir dari rumusan masalah yang telah penulis rumuskan di atas.
2. Kehadiran Peneliti Kehadiran penulis dalam penelitian ini adalah sebagai seorang peneliti. Dalam rangka mendapatkan data-data yang diperlukan, peneliti akan melaksanakan observasi dan wawancara langsung pada subjek yang diteliti, ditempat sumber data itu berada. Sehingga sudah berang tentu peneliti akan turut aktif dalam kegiatan penelitian ini guna mencari data- data yang dibutuhkan.
3. Lokasi Penelitian Penelitian tentang Menelisik Dominasi Kasus Cerai Gugat di
Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2014 ini dilaksanakan di Pengadilan Agama Salatiga yang beralamatkan di Jln. Lingkar Selatan, Dusun Jagalan, Kelurahan Cebongan, Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga, Jawa Tengah.
4. Kebutuhan dan Sumber Data Kebutuhan dan sumber data dalam penelitian yang berjudul
Menelisik Dominasi Kasus Cerai Gugat di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2014 adalah data-data perceraian yang masuk di PA Salatiga dalam periode tahun 2014. Kemudian dari data-data tersebut peneliti akan mengklasifikasikan menurut jenis percerainnya dan dari situ akan tampak dominasi perceraian yang ada di PA Salatiga. Setelah itu peneliti akan menganalisis data-data perkara cerai gugat itu lebih dalam untuk diketahui alasan-alasan dalam gugatannya. Selain data-data perceraian tersebut sumber data juga akan diperoleh dari para ahli yang ada di PA. Salatiga, baik para hakim, panitera maupun dari para pihak yang berperkara sendiri sebagai data sekunder guna menguatkan data primer yang telah ada.
5. Teknik Pengumpulan Data
a. Wawancara Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang, melibatkan seseorang yang ingin memperoleh informasi dari seorang yang lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan tujuan tertentu (Mulyana, 2004: 180). Wawancara yang akan dilakukan menggunakan dua tahap, pertama peneliti melakukan deskripsi dan orientasi awal tentang masalah dan subjek yang dikaji. Kedua melakukan wawancara mendalam sehingga menemukan informasi yang lebih banyak dan penting sampai menemukan titik jenuh.
Wawancara yang digunakan dengan model wawancara terbuka, artinya informan dapat mengungkapkan beberapa upaya yang dilaksanakan dan gagasan beserta strategi yang akan dilaksanakan serta hambatan yang diprediksikan (Maslikhah, 2013: 321). Meskipun demikian, peneliti tetap menggunakan kisi-kisi wawancara yang sesuai dengan rumusan masalah di atas. Untuk membantu mendapatkan data penting, maka peneliti menggunakan alat rekam suara baik tape recorder ataupun dengan handphone.
Dalam wawancara ini informan yang akan dijadikan sebagai nara sumber adalah para hakim di pengadilan agama kota salatiga.
Menggingat para hakim adalah sebagai eksekutor dalam perkara perceraian di PA Salatiga. Dan tentunya dalam setiap putusannya berdasarkan pertimbangan-pertimbangan yang sesuai dengan konstitusi dan agama. Dengan mewawancarai para hakim di PA Salatiga ini diharapkan penelitian mendapatkan data yang dibutuhkan sehingga dapat membantu dalam penelitian ini.
b. Observasi Observasi adalah teknik pengumpulan data di mana peneliti mengadakan pengamatan secara langsung terhadap gejala-gejala subjek yang sedang diteliti. Baik pengamatan itu dilakukan di dalam situasi yang sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi yang khusus diadakan (Surachmad, 1972: 155). Dalam melaksanakan observasi ini peneliti akan berkunjung langsung ke Pengadilan Agama kota Salatiga guna menggali informasi dan mengumpulkan data-data seputar perceraian yang ditangani oleh Pengadilan Agama kota Salatiga. Disini peneiliti akan mengamati langsung bagaimana proses perceraian yang ada di Pengadilan Agama kota Salatiga. Menelaah lebih inheren penyebab perceraian itu terjadi, alasan pengajuan gugatan perceraian dan mengkoding atau mengaktegorikan dominansi jenis perceraian yang ada sehingga tujuan dari penelitian ini akan tercapai dengan baik. c. Penggunaan Dokumen Dokumen dalam artian ini adalah setiap bahan tertulis ataupun foto saat pelaksanaan penelitian sebagai bukti autentik dalam membantu penyusunan laporan penelitian setelah purna. Penggunaan dokumen ini dirasa sangat penting dibutuhkan, karena dalam penelitian ini penggunaan dokumen sebagai sumber utama dalam jenis penelitian deskriptif-kualitatif. Melalui dokumen-dokumen perceraian yang ada di pengadilan agama kota salatiga ini akan didapatkan informasi terkait intensitas tanggung jawab suami dikota salatiga dilihat dari sudut pandang dominasi kasus cerai gugat yang ada di pengadilan agama kota salatiga.
d. Analisis Data Proses analisis data sepertihalnya penelitian kualitatif model
Miles dan Huberman sebagaimana dikutip oleh Emzir (2010: 129- 135), maka digunakan teknik analisis data dengan reduksi data, penyajian data dan verifikasi.
Reduksi data (data reduction) yaitu proses pemilihan, pemusatan pada penyederhanaan, abstraksi dan transformasi data kasar yang diperoleh dari lapangan. Melalui reduksi data ini peneliti akan memilah dan memilih data dan sumber informasi yang ada sesuai dengan focus penelitian sejak awal. Yaitu hanya berkutit dilingkup perceraian. Mengingat begitu banyaknya kasus yang ditangani pengadilan agama kota salatiga tidak hanya mengurusi masalah perceraian saja ada juga kasusu-kasus lain seperti sengketa harta gono- gini, warisan, wakaf dan lain sebagainya.
Penyajian data (data display) yaitu deskripsi kumpulan informasi tersusun yang memungkinkan untuk melakukan penarikan kesimpulan dan mengambil tindakan. Dengan penyajian data ini peneliti akan menyajikan dan menyusun sedemikian rupa secara runtut data kasar yang berupa dukumen-dokumen perceraian, wawancara dengan para hakim dan beberapa pihak yang berperkara, serta pengamatan langsung tersebut dalam bentuk diskripsi kalimat yang lugas sehingga mudah difahami dan dicermati hingga akhirnya penulis akan dapat memberikan kesimpulan dalam penelitian ini.
Penarikan kesimpulan dan verifikasi (conclution drawing and
verification) dari permulaan pengumpulan data, periset kualitatif
mencari makna dari setiap gejala yang diperoleh dilapangan, mencatat keterangan atau pola penjelasan dan konfigurasi yang mungkin ada, alur akusalitas dan proposisi. Dalam penarikan kesimpulan ini akan didapatkan jawaban-jawaban dari rumusan maslah yang telah ada, sehingga hasil dari penelitian tentang Menelisik Dominasi Kasus Cerai Gugat Masyarakat Muslim Kota Salatiga di Pengadilan Agama Salatiga Tahun 2014 dapat terealisasi dengan baik.
e. Pengecekan Keabsahan Data Mengikuti teori Moleong sebagaimana dikutip oleh Maslikhah
(2013: 323-324) pengecekan keabsahan data yang digunakan didasarkan pada empat kriteria yaitu derajat kepercayaan (credibility), keteralihan (transferability), ketergantungan (dependability), dan kepastian (confirmablity). Uji derajat kepercayaan (credibility) dilakukan dengan cara melakukan pembuktian apakah yang diamati oleh peneliti benar-benar sesuai dengan apa yang sesungguhnya terjadi secara wajar dilapangan. Untuk melakukan derajat kepercayaan ini dilakukan observasi secara terus menerus. Keteralihan (transferability) membuat uraian laporan atas data yang ditemukan secara khusus dengan jelas ditulis sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Ketergantungan (dependability) dilakukan untuk mengurangi kesalahan-kesalahan dalam mengumpulkan, menginterpretasi temuan dan laporan hasil penelitian cara menentukan dependent auditor (konsultan peneliti). Kepastian (confirmability) dilakukan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh memenuhi obyektifitas atau tidak. Untuk melakukan uji confirmability ini dilakukan dengan cara melakukan konfirmasi apakah pandangan, pendapat dan penemuan seseorang juga telah disepekati oleh orang lain secara obyektif. Oleh karena itu, data yang sudah dikumpulkan dikonfirmasikan dengan para ahli yang membidanginya.
f. Tahap-tahap Penelitian
a. Tahap Pra-Lapangan Dalam tahap pra-lapangan ini ada lima hal yang harus dilengkapi oleh peneliti, yaitu: