Uji kemampuan metode kromatografi lapis tipis-densitometri untuk memisahkan asam salisilat dan eugenol - USD Repository

  

UJI KEMAMPUAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS-

DENSITOMETRI UNTUK MEMISAHKAN ASAM SALISILAT DAN EUGENOL

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Rosita Secoadi NIM : 08 8114 166

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  

UJI KEMAMPUAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS-

DENSITOMETRI UNTUK MEMISAHKAN ASAM SALISILAT DAN EUGENOL

SKRIPSI

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

  Program Studi Ilmu Farmasi Oleh :

  Rosita Secoadi NIM : 08 8114 166

  

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

  Halaman Persembahan

  Kupersembahkan Karya ini untuk: Papi - Mami - Saudara-saudaraku Almamaterku Dunia Kesehatan Indonesia

  

UJI KEMAMPUAN METODE KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS-

DENSITOMETRI UNTUK MEMISAHKAN

ASAM SALISILAT DAN EUGENOL

  

INTISARI

  Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri merupakan metode yang dikembangkan untuk penetapan kadar asam salisilat dan eugenol dalam sediaan krim topikal. Untuk memberikan hasil yang dapat dipercaya, maka metode ini perlu diuji kemampuannya dalam memisahkan kedua senyawa tersebut.

  Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental-deskriptif. Asam salisilat dan eugenol dipisahkan dengan metode KLT dengan fase diam silika gel

  60 F 254 dan fase gerak toluena : etil asetat : metanol (65,2 : 2,4 : 32,4), serta dengan jarak pengembangan sejauh 15 cm. Setelah pemisahan senyawa dengan metode KLT, kemudian dilakukan analisis kuantitatif dengan densitometer pada panjang gelombang 288 nm. Parameter uji kemampuan metode yang diteliti adalah selektivitas, linearitas, perolehan kembali, presisi, dan range.

  Hasil penelitian menunjukkan metode ini memiliki selektivitas dengan nilai α 5,825 dan nilai resolusi 5,125, dengan range pengukuran 1020 - 1224 ppm untuk asam salisilat dan 680 – 800 ppm untuk eugenol dan linearitas yang baik

  2

  2

  untuk asam salisilat dengan nilai r 0,9972 dan untuk eugenol dengan nilai r 0,9973, nilai rata-rata % recovery dan CV untuk level kadar rendah, sedang, dan tinggi berturut-turut adalah 98,4173% dan 2,3360%; 98,9914% dan 0,9778%; 98,9664% dan 0,8958% untuk asam salisilat, 100,5497% dan 1,0065%; 99,8064% dan 1,2278%; 99,7653% dan 0,8365% untuk eugenol. Berdasarkan hasil tersebut, maka metode KLT-densitometri ini memiliki kemampuan yang baik untuk memisahkan asam salisilat dan eugenol.

  

Kata kunci : KLT–Densitometri, asam salisilat, eugenol, uji kemampuan metode.

  

THE CAPABILITY TEST OF THIN LAYER CHROMATOGRAPHY -

DENSITOMETRY METHOD IN ORDER TO SEPARATE

SALICILIC ACID AND EUGENOL

ABSTRACT

  Thin layer chromatography (TLC) densitometry method has been developed to separate a combination of salicylic acid and eugenol. To guarantees the method used provide reliable results, it is necessary to give a capability test to this methode.

  In this non-experimental descriptive research, salicylic acid and eugenol were spotted on TLC silica gel F 254 plates, which were developed with a mixture of toluene, ethyl acetate and methanol 65,2 : 2,4 : 32,4 (v/v). Quantitative spots at 288 nm.

  The result showed α value 5,825, resolution value 5,125, linearity which is showed on coefficient of determination 0,9972 for salicylic acid and 0,9973 for eugenol. The mean recovery and CV value for low, medium and high level concentration respectively are 98,4173% and 2,3360%; 98,9914% and 0,9778%; 98,9664% and 0,8958% for salicylic acid, 100,5497% and 1,0065%; 99,8064% and 1,2278%; 99,7653% and 0,8365% for eugenol.

  The densitometry method is selective, linear, precise, and have a good recovery. The quantitative testing shows that concentration of salicylic acid and eugenol range from 1020 ppm – 1224 ppm for salicylic acid and 680 ppm – 800 ppm for eugenol.

  Keyword : TLC Densitometry, salicylic acid, eugenol, capability test.

  

PRAKATA

  Puji Syukur dan terima kasih penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, rahmat, karunia dan penyertaan-Nya selama penelitian dan penyusunan skripsi ini sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi dengan judul: “Uji Kemampuan Metode Kromatografi Lapis Tipis- Densitometri Untuk Memisahkan Asam Salisilat Dan Eugenol” ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Ilmu Farmasi (S.Farm.) di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  Dalam menyelesaikan skripsi ini, banyak dihadapi kesulitan. Namun, dengan adanya bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dukungan moril maupun spirituil, maka pada akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan dengan sebaik mungkin. Dengan penuh kerendahan hati, maka penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada : 1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu menyertai penulis.

  2. Papi, Mami, Nana dan Dessy atas doa, dukungan, dan cinta kasihnya.

  3. Ipang Djunarko M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

  4. Jeffry Julianus S.Farm., M.Si., selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan bijaksana selalu memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis, yang selalu ceria dengan canda tawanya ketika bimbingan.

  6. Prof. Dr. Sri Noegrohati, Apt., atas pengarahannya serta kesediaannya meluangkan waktu untuk menjadi penguji.

  7. Christine Patramurti S.Si., M.Si., Apt., atas pengarahannya serta kesediaannya meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan semangat pada saya.

  8. Seluruh dosen Fakultas Farmasi USD, atas ilmu yang diberikan dan kebersamaan selama kuliah di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

  9. Seluruh staf laboratorium, staf kebersihan, dan staf keamanan Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Terutama Mas Bimo, Pak Parlan, Mas Kunto, Mas Otok, dan Pak Ketul yang telah membantu kelancaran penulis dalam menyelesaikan penelitian.

  10. Edward Wijaya Setiawan, atas doa, dorongan, semangat, dan perhatiannya.

  11. Vica, Uchan, Satya, dan Sisca sahabat saya yang telah memberikan doa, dukungan, bantuan, dan semangat serta pengalaman tak terlupakan selama penelitian dan penyusunan skripsi. Terima kasih atas saran dan masukkan yang diberikan.

  12. Keluarga ‘DJUminten’, Sisca, Cici, Brian, Dimbex, Uchan, Vica, Aga dan Satya, atas semangat, canda, tawa, semangat dan pengalaman yang tak terlupakan selama di universitas ini.

  14. Teman-teman Grup Antistres Paul, Hepi, Adi (Kimpul), Velly, Vica, Dhimas, Uchan, Sasa, Satya, Yuni, Elisa, Novie, dan Ike sebagai teman seperjuangan mengerjakan skripsi di Laboratorium Analisis Instrumental.

  Terima kasih atas diskusi, semangat, cerita, canda-tawa, masukan, dan kebersamaan selama kita bekerja bersama.

  15. Teman-teman kelompok praktikum C

  2 : Uchan, Sasa, Satya, Asti, Dian,

  Tika, Yuni, atas kekompakkan, kebersamaan, dan kerja sama selama kuliah, praktikum, dan di luar itu.

  16. Sahabat-sahabatku dan teman-temanku yang lain atas segala doa dan dukungannya.

  17. Teman-Teman angkatan 2008, khususnya teman-teman FST atas suka duka dan kebersamaannya.

  18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

  Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini masih banyak terdapat kesalahan dan kekurangan mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca.

  Penulis

  

DAFTAR ISI

  i ................................................... ii .............................................................................. iii ........................................................................... iv ............................................................... v ................................................. vi

  vii

  

............................................................................................................ viii

  ............................................................................................................ ix ......................................................................................................... xii ................................................................................................. xvi ............................................................................................ xvii ......................................................................................... xix

  .......................................................................................... 1

  ...................................................................... 3

  .............................................................................. 3

  .............................................................................. 4

  ...................................................................................... 5

  .......................................................................... 8

   ........................................................................................... 10

  12

  ............................................................................ 14

  .................................................................................... 15

  ................................................................................................ 15

  .............................................................................................. 16

  ............................................................................ 18

  .................................................................. 19

  ................................................................................ 20

  ................................................................................. 21

  ........................................................................................ 24 .......................................................................................... 24 ................................................................................................... 25

  ................................................................................. 27

  ....................................................................................... 27

  ........................................................................................... 27

  .................................................................................. 28

  1. Pembuat fase gerak ............................................................................. 28

  2. Penjenuhan chamber ........................................................................... 28

  3. Pengaktifan fase diam ......................................................................... 28

  4. Pembuatan larutan baku asam salisilat ................................................ 29

  5. Pembuatan larutan baku eugenol ........................................................ 29

  6. Pembuatan larutan baku tunggal asam salisilat dan eugenol .............. 30

  7. Pembuatan larutan baku campuran asam salisilat dan eugenol .......... 30

  8. Penetapan panjang gelombang pengamatan ....................................... 30

  9. Penetapan kurva baku asam salisilat dan eugenol dan pengamatan nilai Retardation Factor (R f ) asam salisilat dan eugenol ................... 31

  10. Penentuan selektivitas, uji perolehan kembali, presisi, linearitas, dan rentang ................................................................................................. 31 ............................................................................................ 32

  1. Selektivitas .......................................................................................... 32

  2. Linearitas ............................................................................................. 32

  3. Uji Perolehan Kembali ........................................................................ 32

  4. Presisi .................................................................................................. 33

  5. Rentang ............................................................................................... 33

  ............................................................ 34 A. Sistem Kromatografi ................................................................................. 34 B. Pembuatan Larutan Baku Asam Salisilat dan Eugenol ............................. 35 C. Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan ............................................ 37 D. Analisis Kualitatif ..................................................................................... 40 E. Penetapan Kurva Baku .............................................................................. 45 F. Kemampuan Pemisahan ............................................................................ 49

  1. Selektivitas .......................................................................................... 49

  2. Uji Perolehan Kembali ........................................................................ 49

  3. Presisi .................................................................................................. 52

  4. Linearitas ............................................................................................. 54

  5. Rentang ............................................................................................... 55

  .......................................................................................... 101

  DAFTAR TABEL

  Tabel I. Adsorben yang Sering Digunakan pada KLT Berdasarkan Urutan Kepolarannya ........................................................................................... 10

  Tabel II. Nilai Indeks Polaritas Pelarut ................................................................. 13 Tabel III. Kriteria Penerimaan Persen Perolehan Kembali pada Konsentrasi

  Analit yang Berbeda ............................................................................... 20 Tabel IV. Kriteria Penerimaan Presisi pada Konsentrasi Analit yang Berbeda..... 21 Tabel V. Hubungan dan Arah Koefisien Korelasi ................................................. 22 Tabel VI. Kekuatan Hubungan Berdasarkan Nilai Koefisien Korelasi ................. 23 Tabel VII. Perbandingan Nilai f pada Baku Asam

  α dan Nilai Resolusi dan R Salisilat dan Eugenol ............................................................................... 42

  Tabel VIII. Data Replikasi Kurva Baku Asam Salisilat ....................................... 46 Tabel IX. Data Replikasi Kurva Baku Eugenol ..................................................... 46 Tabel X. Data % Recovery Asam Salisilat Tunggal .............................................. 51 Tabel XI. Data % Recovery Eugenol Tunggal ....................................................... 51 Tabel XII. Data % Recovery Campuran Asam Salisilat-Eugenol .......................... 52 Tabel XIII. Data % CV Asam Salisilat Tunggal .................................................... 53 Tabel XIV. Data % CV Eugenol Tunggal .............................................................. 53 Tabel XV. Data % CV Campuran Asam Salisilat-Eugenol ................................... 53

  DAFTAR LAMPIRAN

  Lampiran 1. Certificate of Analysis Baku Asam Salisilat ..................................... 63 Lampiran 2. Certificate of Analysis Baku Eugenol ............................................... 64 Lampiran 3. Data Pengambilan Bahan dan Perhitungan Konsentrasi Sebenarnya 64 Lampiran 4. Perhitungan Indeks Polaritas Fase Gerak ......................................... 68 Lampiran 5. Spektra Panjang Gelombang Asam Salisilat dan Eugenol dengan

  Perbandingan 1,5 : 1 pada Tiga Tingkat Konsentrasi Rendah, Sedang, dan Tinggi ......................................................................... 69

  Lampiran 6. Standar Operasional Prosedur (SOP) Analisis Kuantitatif ............... 70 Lampiran 7. Densitogram Seri Kurva Baku Asam Salisilat Replikasi 1 .............. 71 Lampiran 8. Densitogram Seri Kurva Baku Asam Salisilat Replikasi 2 .............. 73 Lampiran 9. Densitogram Seri Kurva Baku Asam Salisilat Replikasi 3 .............. 75 Lampiran 10. Data Penentuan Kurva Baku Asam Salisilat .................................. 77 Lampiran 11. Persamaan Regresi Linear dan Gambar Grafik Seri Kurva Baku

  Asam Salisilat ............................................................................... 78 Lampiran 12. Densitogram Seri Kurva Baku Eugenol Replikasi 1 ...................... 79 Lampiran 13. Densitogram Seri Kurva Baku Eugenol Replikasi 2 ...................... 81 Lampiran 14. Densitogram Seri Kurva Baku Eugenol Replikasi 3 ...................... 83 Lampiran 15. Data Penentuan Kurva Baku Eugenol ............................................ 85

  Lampiran 16. Persamaan Regresi Linear dan Gambar Grafik Seri Kurva Baku Eugenol ......................................................................................... 85

  Lampiran 17. Densitogram Baku Tunggal Asam Salisilat (Uji kemampuan metode) ......................................................................................... 87 Lampiran 18. Densitogram Baku Tunggal Eugenol (Uji kemampuan metode) .... 91 Lampiran 19. Densitogram Baku Campuran Asam Salisilat dan Eugnol (Uji kemampuan metode) ..................................................................... 95 Lampiran 20. Perhitungan % Recovery dan CV Baku Tunggal dan Campuran dari Asam Salisilat dan Eugenol ................................................... 99 Lampiran 21. Perhitungan Nilai

  α dan Resolusi Baku Tunggal dan Campuran ... 100

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam salisilat dan eugenol merupakan bahan alam yang saat ini

  penggunaannya semakin meningkat. Hal ini dapat dilihat dari maraknya produk- produk farmasi yang mengandung komponen utama asam salisilat dan eugenol, seperti krim-krim perawatan kulit dan masker wajah. Kedua senyawa ini akan memberikan efek kulit yang makin halus dan bebas dari mikrobakteri.

  Kedua senyawa ini merupakan kombinasi yang dapat memberikan efek kulit yang makin halus dan bebas dari mikrobakteri, namun dalam dosis yang tidak tepat asam salisilat dan eugenol dapat menyebabkan iritasi pada jaringan, dan pada orang yang sangat sensitif dapat menyebabkan dermatitis (Duke, 1987).

  Asam salisilat merupakan senyawa bahan alam golongan fenol yang telah diproduksi secara sintetik dan memiliki aktifitas sebagai keratolitik, antiinflamasi dan analgesik (Viswanatha, Kharat, Shylaja, and Lakshman, 2010). Senyawa ini berbentuk serbuk berwarna putih dan tak berbau (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

  Eugenol merupakan salah satu senyawa golongan fenol yang berasal dari alam, yang merupakan komponen utama dari minyak cengkeh. Selain memiliki harum yang khas, eugenol juga memiliki aktifitas sebagai analgesik (Thompson,

   

  larut air (European Pharmacopoeia Convention, 2005). Selain itu, eugenol juga memiliki peran penting sebagai dasar pembuatan produk farmasi dan dapat diproses menjadi isoeugenol, eugenol asetat dan vanilin (Harnani, 2010).

  Dalam penelitian ini akan diteliti kemampuan dari Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri dalam memisahkan campuran asam salisilat dan eugenol.

  Asam salisilat merupakan golongan fenol yang dapat memberikan efek antiinflamsi, keratolitik dan analgesik. Eugenol merupakan senyawa golongan fenol yang memberikan efek analgesik, bersifat antimikroba dan berbau harum.

  Berdasarkan penjelasan di atas, dibutuhkan adanya metode untuk memisahkan asam salisilat dan eugenol sehingga dapat diteliti kadarnya masing- masing agar mutu dan keamanan dari produk tetap terjaga. Penjaminan mutu berguna untuk menjamin khasiat dan keamanan produk. Dalam menganalisis suatu campuran senyawa, dibutuhkan metode yang mampu memisahkan campuran senyawa tersebut untuk dapat dilihat kadar dari masing-masing senyawa dalam sampel.

  Salah satu metode analisis yang dapat digunakan untuk memisahkan asam salisilat dan eugenol adalah Kromatografi Lapis Tipis (KLT)-Densitometri.

  KLT-Densitometri merupakan teknik pemisahan yang sederhana dimana pelaksaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan kromatografi kolom (Rohman, 2009). Kelebihan dari metode KLT-Densitometri adalah lebih fleksibel dalam pemilihan fase gerak, memiliki berbagai macam teknik optimasi, dapat

   

  bersamaan (Rohman, 2009). Disamping itu, KLT-Densitometri memiliki ketepatan penentuan kadar yang lebih baik daripada Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) atau Kromatografi Gas Cair (KGC) karena komponen yang ditentukan merupakan noda yang tak bergerak (Mulya dan Suharman, 1995).

  Sebelum digunakan untuk diaplikasikan, metode ini perlu diuji kemampuannya dalam memisahakan asam salisilat dan eugenol. Uji kemampuan pemisahan kedua campuran senyawa dengan metode ini didasarkan pada parameter selektivitas, akurasi, presisi, linearitas, dan rentang. Hal ini perlu dilakukan untuk member gambaran tentang kemampuan pemisahan dari Kromatografi Lapis Tipis – Densitometri dalam menganalisi campuran asam salisilat dan eugenol.

  1. Rumusan Permasalahan

  Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun permasalahan sebagai berikut: apakah metode KLT-Densitometri dengan fase diam silika gel

  60 F 254 dan fase gerak toluena : etil asetat : metanol (65,2 : 2,4 : 32,4) memiliki kemampuan pemisahan yang baik untuk memisahkan campuran asam salisilat dan eugenol yang didasarkan pada parameter selektivitas, perolehan kembali, presisi, linearitas, dan rentang?

  2. Keaslian Penelitian

    eberm. Leaf powder by high-performance thin-layer chromatography oleh

  Vidya

  V. Dighe, Atish

  A. Gursale, Ramesh T. Sane, Sasikumar Menon, and Shvetali

  C. Raje (2005) dengan fase diam silika gel

  60 F dan fase gerak

  254

  toluena : etil asetat : asam format (90 : 10 : 01), dideteksi dengan densitometri pada dan Quantitative analysis of eugenol in clove extract by a

  λ=280nm validated HPLC method oleh So-Mi Yun, Myoung-Heon Lee, Kwang-Jick

  Lee, Hyun-Ok Ku, Seong-Wan Son, and Yi-Seok Joo (2010) dengan fase diam XTerra RP18 column (250 x 4.6 mm id, 5 microm) dan fase gerak isokratik metanol 60%, dideteksi pada λ=280nm.

  Berdasarkan penelusuran pustaka yang telah dilakukan penulis, penelitian tentang pemisahan asam salisilat dan eugenol dengan metode KLT- Densitometri belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat Penelitian

  Hasil penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat sebagai berikut:

  a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat membuktikan bahwa metode Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri mampu memisahkan asam salisilat dan eugenol.

  b. Manfaat Metodologis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa metode KLT-Densitometri dapat digunakan untuk memisahkan asam salisilat dan

   

  c. Manfaat Praktis Penelitian ini diharapakan dapat digunakan untuk memisahkan campuran asam salisilat dan eugenol.

B. Tujuan Penelitian

  Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kemampuan metode KLT-Densitometri dengan fase diam silika gel 60 F 254 dan fase gerak toluen : etil asetat : metanol (65,2 : 2,4 : 32,4) yang digunakan untuk memisahkan campuran asam salisilat dan eugenol memiliki kemampuan pemisahan yang baik yang didasarkan pada parameter selektivitas, uji perolehan kembali, presisi, linearitas, dan rentang.

  

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Asam Salisilat

Gambar 1. Struktur Asam Salisilat

Asam salisilat yang disebut juga 2-Hydroxybenzoic acid dapat ditemukan

  pada buah-buahan seperti peach, berry dan strawberry, namun saat ini sudah dapat dibuat secara sintesis (Rhodia, 2011). Senyawa ini berbentuk padat tak berbau, berwarna putih dengan nilai pH pada saturated condition 2,4. Asam salisilat memiliki nilai LD 50 melalui kulit sesuai dengan nilai LD50 tikus yaitu 1250 - 1580 mg/kg, memiliki massa molar 138,12 g/mol, nilai kelarutan dalam air

  3

  sekitar 2 g/L, nilai kerapatan 1.443 g/cm pada suhu 20 °C, dan memiliki nilai titik didih 211 C dengan nilai tekanan uap sebesar 27 hPa pada suhu 211 C (Merck, 2006). Selain itu, asam salisilat juga memiliki nilai konstanta Henry

  • 9 -m3

  sebesar 1,52 x 10 atm /mol pada suhu 25 C (RSC, 2012), dengan nilai K ow 2,26 (Vijon, 2008). Biasanya asam salisilat digunakan sebagai analgesik, obat

  dan

  jerawat, produk perawatan wajah, pestisida (Environmental Protection Agency, 2005). kristal putih atau berwarna, kristal asirkular, sedikit larut dalam air, mudah larut dalam kloroform, eter dan etanol (96%), sedikit larut dalam metilen klorida (European Pharmacopoeia Convention, 2005).

B. Eugenol

  OH O

Gambar 2. Struktur Eugenol

  Komponen utama dari minyak cengkeh yaitu eugenol, merupakan senyawa

berbentuk cairan tidak berwarna atau kuning pucat dengan bobot molekul 164,20

g/mol. Senyawa ini memiliki bau cengkeh kuat, menusuk, dan rasa pedas. Bila

terpapar udara warna eugenol menjadi lebih gelap dan mengental. Kelarutan eugenol

baik dalam etanol, kloroform, eter, dan minyak lemak, namun sukar larut dalam air.

Nilai kelarutannya sebesar 1,85 mg/L pada air disuhu 20 C dan lebih dari 25000

  mg/L pada alkohol, etil asetat dan pelarut organik lain pada suhu 20 C (BPDB,

  Bobot jenis eugenol antara 1,064 g/mL - 1,070 g/mL (Budavari, 2001). Nilai 2011). K 2,7 dengan titik didih 248

  C, serta memiliki nilai tekanan uap sebesar 1mmHg

  ow

  pada suhu 78,4 C (TCI America, 2008). Selain itu, eugenol juga memiliki nilai

  3

  konstanta Henry sebesar 0,24 Pa.m /mol pada suhu 25 C dan termasuk dalam

  %

  katagori cukup volatil (BPDP, 2011). Nilai dari eugenol dalam etanol sebesar 406 dengan 231,5 nm dan 193 pada 282 nm (Clarke, 1971).

  maks maks

  λ λ analgesik (Thompson et al. , 1988). Disamping digunakan sebagai bahan penambah aroma, eugenol juga mempunyai sifat stimulant, anestetik lokal, karminatif, antiemetik, antiseptik dan antispasmodik yang digunakan dalam sabun, detergen, pasta gigi, parfum dan produk farmasi. Penggunaan eugenol dalam produk farmasi diantaranya balsam untuk mengurangi rasa nyeri, obat sakit gigi, dan bahan campuran untuk menambal gigi (Nurdjannah, 2011).

  Allylguaiacol atau yang lebih dikenal dengan eugenol merupakan

  senyawa golongan fenol yang tak larut air, namun akan berubah menjadi bentuk garam fenolik yang larut air oleh penambahan basa seperti NaOH dan kalium hidroksida (KOH). Untuk menjamin kesempurnaan reaksi diperlukan pemanasan dan atau pengadukan (Gearien and Grabowski, 1969).

C. Kromatografi Lapis Tipis

  Kromatografi didefinisikan sebagai prosedur pemisahan zat terlarut oleh suatu proses migrasi diferensial oleh sistem yang terdiri dari dua fase atau lebih, salah satu diantaranya bergerak secara kontinyu dalam arah tertentu dan zat-zat di dalamnya menunjukkan perbedaan mobilitas karena adanya perbedan adsorpsi, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan muatan ion. Dengan pemisahan tersebut maka masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan kadarnya dengan metode analitik (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Kromatografi lapis tipis (KLT) merupakan metode pemisahan dibawah gerakan pelarut pengembang atau pelarut pengembang campur (Mulya dan Suharman, 1995).

  Kromatografi lapis tipis dapat digunakan untuk menguji kemurnian dari campuran suatu senyawa. Hal ini berkaitan untuk pembuktian ada atau tidaknya komponen yang dicari dan apakah komponen tersebut murni atau tidak. Penggunaan secara khusus KLT adalah untuk mengetahui kemurnian senyawa selama proses pemurnian. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan senyawa hasil pemurnian dengan senyawa standarnya. Senyawa yang murni akan memberikan bercak tunggal pada berbagai fase gerak dengan berbagai tingkat kepolaran dan mempunyai harga R f yang sama dengan senyawa standarnya (Gasparic and Churacek, 1978).

  Pada KLT, hasil yang diperoleh ditunjukkan dengan nilai R f yang menggambarkan migrasi relatif komponen senyawa terhadap pelarut dan berhubungan dengan koefisien distribusi komponen. Beberapa variabel dapat mempengaruhi nilai R , seperti komposisi pelarut, suhu, ukuran chamber, dan

  f

  lapisan sorbent (Braithwaite and Smith, 1999). Dalam analisis kuantitaif dengan metode KLT, nilai R f diharapkan berada antara 0,2 dan 0,8 (Kowalska, 2003).

  (1) R

  Dalam pelaksanaannya, KLT lebih murah, lebih mudah, dan peralatannya lebih sederhana dibandingkan dengan kromatografi kolom. Keuntungan lainnya menurut Gandjar dan Rohman (2007) adalah sebagai berikut b. Elusi dapat dilakukan dengan cara menaik, menurun atau elusi 2 dimensi

1. Fase Diam

  Dalam KLT, fase diam terdiri atas lapisan tipis adsorben yang dipadatkan diatas lempengan solid sebagai lapiasan tipis dengan ketebalan kurang lebih 0.25 mm kemudian sampel akan diaplikasikan di dekat salah satu ujung fase diam dalam rupa spot/totolan kecil (Drenthe College The Netherlands, 2011).

  Lempeng fase diam ini sebaiknya disimpan dalam lingkungan yang tidak lembab atau bebas dari uap laboratorium (Stahl, 1985). Sebelum digunakan, lempeng adsorben perlu diaktifkan terlebih dahulu di dalam oven

  o o

  dengan suhu 120 -150 C untuk menghilangkan air yang ada pada permukaan adsorben. Jika temperatur yang digunakan terlalu tinggi dapat menonaktifkan adsorben secara permanen (Braithwaite and Smith, 1999).

  Tabel I. Adsorben yang Sering Digunakan pada KLT Berdasarkan Urutan Kepolarannya (Gandjar dan Rohman, 2007)

  Adsorben Tingkatan Kepolaran Alumina

  Paling polar Silika gel

  Makin meningkat

  Magnesium silikat Selulosa

  Paling non polar Resin-resin polimerik

  Fase diam yang umum ialah silika gel, aluminium oksida, kieselgur, selulosa dan turunannya, dan lain-lain (Stahl, 1985). Silika gel adalah fase diam yang paling banyak digunakan (Stahl, 1985). Silika gel GF 254 artinya dan juga meningkatkan gaya adhesi antar partikel silika. F 254 adalah indikator fosforesensi pada panjang gelombang 254 nm yang berarti silika tersebut dapat berfosforesensi pada panjang gelombang 254 nm (Jork, 1990).

  Semua silika gel adalah silikon dioksida dari sudut pandang kimia. Masing-masing atom silikon dikelilingi oleh empat atom oksigen dengan bentuk tetrahedron. Pada permukaan silika gel, elektron valensi dari oksigen terhubungkan dengan hidrogen (Si-OH, gugus silanol) atau dengan atom silikon lainnya (Si-O-Si, gugus siloksan). Gugus silanol mewakili pusat permukaan adosorpsi-aktif yang mampu berinteraksi dengan molekul sampel. Oleh karena itu, silika gel cocok sebagai fase diam di dalam kromatografi. Kemampuan gugus silanol untuk bereaksi secara kimia dengan reagen yang sesuai dapat digunakan untuk memodifikasi permukaan silika gel (Kowalska, 2003).

  

Gambar 3. Stuktur Silika Gel (Hauck and Mack, 1996)

  Partikel silika gel mengandung gugus hidroksi pada permukaannya yang akan membentuk interaksi hidrogen dengan molekul yang polar. Adanya air yang teradsorbsi akan mencegah molekul polar untuk membentuk interaksi menghilangkan air yang teradsorbsi (Christian, 2004). Kandungan air yang ideal dalam silika adalah antara 11-12 % b/b (Rohman, 2009).

2. Fase Gerak

  Proses KLT dapat diubah-ubah dengan memodifikasi fase diam atau dengan mengubah kepolaran fase gerak yang digunakan, dimana mengubah kepolaran fase gerak lebih mudah dilakukan. Polaritas fase gerak diubah dengan cara menambahkan fase gerak lain sehingga diperoleh kepolaran yang tepat untuk memisahkan campuran senyawa. Kepolaran fase gerak yang digunakan untuk mengelusi harus disesuaikan berdasarkan kemampuannya bersaing dengan permukaan fase diam untuk berinteraksi dengan molekul yang terlarut (Gritter, Bobbit, and Scharting, 1991). Semakin besar indeks polaritas yang dimiliki pelarut maka pelarut semakin polar dan semakin besar

  eluotropic values dari pelarut menunjukkan semakin mudah untuk mengelusi sampel (Snyder, Kirkland, and Glajch, 1997).

  Polaritas fase gerak dapat mempengaruhi separasi/pemisahan. Untuk itu perlu dicari suatu komposisi fase gerak yang mampu memberikan pemisahan yang baik (Anonim, 2011a). Biasanya pemilihan pelarut yang digunakan untuk analisis dengan metode KLT, harus dapat melarutkan analit dengan sempurna, mudah menguap, viskositas rendah, serta dapat membasahi lapisan penyerap (Sherma and Fried, 1996).

  Dalam penentuan fase gerak melalui proses trial and error ini, perlu afinitas atau mempunyai sedikit afinitas yang kecil terhadap adsorben polar, sementara solut-solut yang terpolarisasi memiliki afinitas yang kecil terhadap adsorben polar disebabkan adanya interaksi dipol atau interaksi-interaksi yang diinduksi oleh dipol. Solut-solut polar, terutama yang mampu membentuk ikatan hidrogen, akan terikat kuat pada adsorben karenanya butuh fase gerak yang relatif polar untuk mengelusinya (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Tabel II. Nilai Indeks Polaritas Pelarut Menurut Snyder, et al. (1997)

  Indeks Nilai Eluotopik UV cut off Pelarut

  Polarits Alumina C18 Silika Gel (nm) Heksana 0,1 0,01 - 0,00 195

  • Sikloheksana 0,2 0,004 - 200 Toluena 2,4 - 0,29 0,22 284

  Tetrahidrofuran 4,0 0,45 3,7 0,53 212

  • Etil Asetat 4,4 0,58 0,48 256 Aseton 5,1 0,56 8,8 0,53 330

  Metanol 5,1 0,95 1,0 0,7 205 Asetonitril 5,8 0,65 3,1 0,52 190

  • Dimetilformamida 6,4 7,6 268
  • Dimetilsulfoksida 7,2 0,62
  • Air 10,2 - - 190 .

  Fase gerak yang telah dibuat kemudian dimasukkan ke dalam

  chamber. Dalam rangka menjaga reprodusibilitas dari hasil pengelusian, udara

  yang ada di dalam chamber harus terjenuhkan oleh fase gerak. Hal ini dapat dilakukan dengan menyiramkan fase gerak di sekeliling chamber sebelum memasukkan plate kemudian dijaga kejenuhannya dengan kertas saring dan menjaga agar chamber tetap tertutup sepanjang waktu pengelusian sampai besar daripada bagian tengah lempeng, yang berarti angka R f di tepi akan lebih besar dan memberi pengaruh batas (batas elusi akan tampak melengkung ke bawah di bagian tengah lempeng). Hal ini menyebabkan penurunan harga R

  f

  di bagian tengah lempeng, efeknya dapat ditekan dengan menjenuhkan chamber dengan bantuan kertas saring (Munson, 1984).

3. Aplikasi (penotolan)

  Campuran yang akan dipisahkan, biasanya dibuat menjadi bentuk larutan, ditotolkan dalam bentuk bercak atau pita. Setelah itu, plat diletakkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi fase gerak yang cocok, pemisahan terjadi selama pengembangan (Stahl, 1985). Pelarut cuplikan harus sedapat mungkin merupakan pelarut yang mudah menguap dan juga sedapat mungkin memiliki poleritas yang rendah (Sastrohamidjojo, 2005).

  Pemisahan pada kromatografi lapis tipis yang optimal akan diperoleh hanya jika menotolkan sampel dengan ukuran bercak sekecil mungkin dan sesempit mungkin. Sebagaimana dalam prosedur kromatografi yang lain, jika sampel yang digunakan terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penotolan sampel secara otomatis lebih dipilih daripada penotolan secara manual terutama jika sampel yang akan ditotolkan lebih dari 15

  μL. Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan bercak yang menyebar dan puncak ganda (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Untuk memperoleh reprodusibilitas, volum sampel yang ditotolkan pengeringan antar totolan (Rohman, 2009). Penempatan spot di atas plat kira- kira 1 cm dari salah satu ujung di mana ujung ini nanti dicelupkan dalam pelarut pengembang dan spot masing-masing diaplikasikan pada jarak kira- kira 1cm dari masing-masing pusat spot (Sastrohamidjojo, 2005).

  4. Pengembangan

  Ada beberapa teknik pengembangan dalam KLT, seperti pengembangan ascending, pengembangan descending, dan pengembangan dua dimensi. Teknik pengembangan yang sering dipakai adalah teknik pengembangan ascending dimana ujung bawah lempeng yang terdapat spot-

  spot analit dicelupkan dalam pelarut pengembang (Rohman, 2009).

  Jarak pengembangan fase gerak biasanya kurang lebih 10-15 cm, akan tetapi beberapa ahli kromatografi memilih mengembangkan lempeng pada jarak 15-20 cm (Rohman, 2009). Untuk plat ukuran 20 x 20 cm, jarak pengembangan maksimal yang dapat dilakukan adalah 0,5 cm dari ujung atas plat (19,5 cm) (Sastrohamidjojo, 2005).

  5. Deteksi

  Biasanya untuk visualisasi cukup mudah, karena ada beberapa senyawa organik yang bewarna, jika beruntung senyawa yang dipisahkan adalah senyawa organik bewarna seperti dyes dan tinta, sehingga tidak membutuhkan bantuan visualisasi khusus. Namun, kebanyakan senyawa organik tidak berwarana sehingga metode visualisasi diatas tidak berlaku. menjadi berpenjar kehijauan dibawah lampu UV 254 nm (Anonim, 2011a). Pengukuran kromatogram KLT kebanyakan dilakukan pada kisaran panjang gelombang UV rendah (190 nm-300 nm). Pada alat yang lebih modern seperti densitometri dapat dilakukan scanning pada permukaan lempeng (Rohman, 2009).

D. Densitometri

  Densitometri merupakan metode analisis instrumental yang mendasarkan pada interaksi radiasi elektromagnetik dengan analit yang merupakan bercak pada plat KLT. Metode ini lebih dititikberatkan untuk analisis kuantitatif analit-analit dengan kadar kecil, yang mana diperlukan pemisahan terlebih dahulu dengan KLT (Rohman, 2009). Metode densitometri mempunyai cara kerja yang sederhana dan cepat (Gritter et al., 1991).

  Pada metode densitometri diperlukan adsorben dan fase gerak yang murni. Untuk memperoleh hasil yang baik, umumnya digunakan adsorben siap pakai yang telah mengalami pra pencucian (Gritter et al., 1991). Teknik pengukuran pada densitometri dapat didasarkan atas pengukuran intensitas sinar yang diserap (absorbansi), intensitas sinar yang dipantulkan (reflectance) atau intensitas sinar yang dipendarkan (fluorescence) (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Pada densitometri absorbsi, bercak pada lempeng KLT dipindai oleh seberkas sinar monokromatik dalam bentuk slit dengan panjang slit yang dapat bergerak di atas bercak pemisahan pada lempeng kromatografi. Lempeng akan digerakkan menyusuri berkas sinar yang berasal dari sumber sinar tersebut (Sudjadi, 1988).

  Beberapa TLC scanner sudah dilengkapi dengan alat pemroses data, sehingga integrasi luas puncak atau tinggi puncak dapat langsung direkam atau tercatat sebagai data sekaligus dengan densitogramnya dan dapat pula dicatat langsung sebagai kadarnya, dengan teknik pemrograman tertentu (Mintarsih, 1990).

  Penetapan kadar suatu senyawa dengan metode KLT-densitometri dilakukan dengan mengukur kerapatan bercak senyawa yang dipisahkan dengan cara KLT. Pada umumnya pengukuran kerapatan bercak tersebut dibandingkan dengan kerapatan bercak senyawa standar yang dielusi bersama (Hardjono, 1985).

  Ada dua cara penetapan kadar dengan alat densitometer. Pertama, setiap kali penetapan ditotolkan sediaan baku dari senyawa yang bersangkutan dan dielusi bersama dalam suatu lempeng, lalu AUC (Area Under Curve) sampel dibandingkan dengan harga AUC zat baku. Yang kedua, dengan membuat kurva baku hubungan antara jumlah zat baku dengan AUC. Kurva baku dibuat dengan menotolkan zat baku pada plat KLT dengan berbagai macam konsentrasi. AUC yang diperoleh dibuat persamaan garis lurus y=bx+a, dimana x adalah konsentrasi yang diperoleh sedangkan y adalah besarnya AUC (Sudjadi, 1988).

  Penelusuran bercak dapat dilakukan secara horisontal maupun vertikal (scanning horizontal atau scanning vertical). Penelusuran bercak secara horisontal Sedangkan cara penelusuran vertikal, hanya dapat dilakukan satu per satu. Pada penelusuran bercak horisontal dengan penelusuran beberapa bercak sekaligus hanya dapat dilakukan apabila bercak-bercak tesrsebut benar-benar berada dalam satu baris. Cara ini akan mengalami kesulitan jika bercak yang sangat dekat dengan bercak yang akan ditetapkan, karena ada kemungkinan bercak yang tidak diinginkan ikut tertetapkan (Mintarsih, 1990). Semakin kecil dan intensif suatu bercak, akan dihasilkan suatu puncak kurva absorbsi yang sempit dan tajam, sebaliknya bercak yang lebar akan menghasilkan puncak kurva absorbsi yang lebar dan tumpul (Sudjadi, 1988).

E. Selektivitas (selectivity)

  Selektivitas suatu metode analisis adalah kemampuan untuk mengukur analit secara cermat dan seksama dengan adanya komponen yang mungkin ada dalam matrik sampel (Yuwono dan Indrayanto, 2005). Selektivitas sering dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran, produk degradasi, senyawa sejenis, dan senyawa asing lain (Harmita, 2004).

  Gambar 4 merupakan suatu simulasi pemisahan puncak kromatografi antara dua kurva Gaussian identik, yang terpisah secara perlahan-lahan. Dapat dilihat bahwa nilai resolution factor (R) akan sesuai dengan diagram. Dimana nilai R = 0,75 kedua puncak masih berhimpit sekitar 65%, pada R = 1, kedua puncak masih berhimpit sekitar 27%, dan pada R=1,5 kedua puncak dapat dianggap telah akan mencapai baseline dimana kedua puncak hanya berhimpit sekitar 2% (Rouessac and Rouessac, 2007).

  Selektivitas pada metode kromatografi dapat ditunjukkan melalui nilai α (separation factor) dan nilai resolusi (daya pisah) antara analit yang dituju dengan pengganggu lainya harus > 1,5 (Gandjar dan Rohman, 2007).

  Harga R > I,5 disebut baseline resolution, yaitu pemisahan sempurna dari dua puncak dengan ukuran yang sama (Pecsok, Shield, Cairns and McWilliam, 1976). Sedangkan

  α merupakan kemampuan fase diam dalam memisahkan dua komponen A dan B, dimana komponen B adalah komponen yang labih kuat teretensi. Nilai

  α dinyatakan sebagai rasio relatif dari kedua komponen yang terpartisi atau terdistribusi. Separation factor ( α) merupakan fungsi dari retensi relatif dari masing-masing komponen terhadap fase diamnya

  (Braithwait and Smith, 1999).

F. Perolehan Kembali

  Perolehan kembali (recovery) dapat digunakan untuk menyatakan ketepatan dari metode. Ketepatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat yang diambil dari rentang uji (The British Pharmacopoeia Commission, 2011). Kriteria penerimaan persen (%) perolehan kembali tertera pada tabel III:

  

Tabel III. Kriteria Penerimaan Akurasi pada Konsentrasi Analit yang Berbeda

(Huber, 2003)

Kadar Analit (%) Analyte Ratio Unit Mean Recovery (%) 100

  1 100 % 98 - 102 ≥ 10

  10 1 10 % 98 - 102 ≥ 1

  10 2 1 % 97 - 103 ≥ 0,1

  10 3 0,1 % 95 - 105 0,01

  10 4 100 ppm 90 - 107 0,001

  10 5 10 ppm 80 - 110 0,0001

  10 6 1 ppm 80 - 110 0,00001

  10 7 100 ppb 80 - 110 0,000001

  10 8 10 ppb 60 - 115    0,0000001 

  10 9 1 ppb 40 -120

G. Ketelitian (precision)

  Pesisi atau keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil individual dari rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang pada sampel- sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).

  Presisi biasanya dinyatakan dalam koefisien variasi (KV). Suatu metode dapat dinyatakan memiliki presisi yang baik apabila memiliki KV < 2 % tetapi kriteria ini fleksibel tergantung dari kondisi analit yang diperiksa, jumlah sampel dan kondisi laboratorium (Harmita, 2004).

  Ketelitian adalah derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang diperoleh dari pengambilan sampel yang berulang suatu sampel yang

  (RSD), seperti yang tertera pada tabel IV (United States Pharmacopeial Convention, 2005):

Dokumen yang terkait

Validasi metode analisis dan penetapan kadar asam ursolat dalam ekstrak etanol daun binahong secara kromatografi lapis tipis-densitometri.

0 3 2

Optimasi metode kromatografi lapis tipis kinerja tinggi-densitometri untuk penetapan kadar asam kafeat hasil hidrolisis ekstrak air seduhan biji Kopi Arabika (Coffea arabica L.).

2 13 142

Validasi metode analisis pada campuran eugenol dan metil salisilat dalam sediaan krim merek `x` menggunakan metode KLT-densitometri.

1 10 131

Penetapan kadar kurkumin dalam sediaan cair Obat Herbal Terstandar (OHT) merk Kiranti dengan metode kromatografi lapis tipis-densitometri - USD Repository

0 0 132

Sintesis asetil eugenol dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis kalium hidroksida - USD Repository

0 0 70

Sintesis asetil eugenol dari eugenol dan anhidrida asam asetat dengan katalis natrium hidroksida - USD Repository

0 1 70

Sintesis benzoil eugenol dari eugenol dan benzoil klorida dalam piridina - USD Repository

0 1 66

Penetapan kadar kloramfenikol dan lidokain hidroklorida dalam obat tetes telinga Colme dengan metode kromatografi lapis tipis densitometri - USD Repository

0 1 99

Penetapan kadar kurkumin dalam sediaan kapsul lunak obat herbal terstandar merk Rheumakur yang beredar di pasaran dengan metode kromatografi lapis tipis-densitometri - USD Repository

0 2 107

Optimasi pemisahan kurkumin dalam kapsul lunak Obat Herbal Terstandar (OHT) Rheumakur dengan metode kromatografi lapis tipis densitometri - USD Repository

0 0 108