Validasi metode analisis pada campuran eugenol dan metil salisilat dalam sediaan krim merek `x` menggunakan metode KLT-densitometri.

(1)

xviii INTISARI

Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri merupakan metode yang dapat digunakan untuk penetapan kadar asam salisilat dan eugenol dalam sediaan krim topikal. Validasi metode dilakukan ntuk memberikan hasil yang dapat dipercaya sebelum dilakukan proses penetapan kadarnya.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental-deskriptif. Asam salisilat dan eugenol dipisahkan dengan metode KLT dengan fase diam silika gel 60 F254 dan fase gerak toluena : etil asetat : metanol (65,2 : 2,4 : 32,4), serta dengan jarak pengembangan sejauh 15 cm. Setelah pemisahan senyawa dengan metode KLT, kemudian dilakukan analisis kuantitatif dengan densitometer pada panjang gelombang 288 nm. Parameter validasi metode yang diteliti adalah selektivitas, linearitas, perolehan kembali, presisi, danrange.

Hasil penelitian menunjukkan metode ini memiliki selektivitas dengan nilai resolusi 5,125. Nilai linearitas untuk asam salisilat dengan nilai r20,9972 dan untuk eugenol dengan nilai r2 0,9972, nilai rata-rata % recovery 91,958% untuk asam salisilat dan 42,595% untuk eugenol, nilai %CV untuk level kadar rendah, sedang dan tinggi berturut-turut adalah 2,3360%; 0,9778%; 0,8958% untuk asam salisilat dan untuk eugenol berturut-turut adalah 1,0065%; 1,2278%; dan 0,8365%. Berdasarkan hasil tersebut maka metode KLT-Densitometri ini memiliki kemampuan yang kurang baik untuk memisahkan asam salisilat dan eugenol.

Kata kunci: KLT-densitometri, eugenol, metil salisilat, asam salisilat, krim, validasi metode


(2)

xix ABSTRACT

A simple and rapid thin layer chromatography (TLC) densitometry method can be use to determine the concentration of methyl salicilate and eugenol in topical cream. To guarantees the method used provide reliable results, it is necessary to validate this methode.

In this non-experimental descriptive research. Salicylate acid and eugenol in the sample are determined by indirectly measure method. The sampel extracts were spotted on TLC silica gel F254plates, which were developed with a mixture of toluene, ethyl acetate and methanol 65,2 : 2,4 : 32,4 (v/v). Quantitative spots at 288 nm. Validation parameters are selectivity, linearity, recovery, precision and range.

The result showed resolution value 5,125, linearity which is showed on coefficient of determination 0,9972 for salicylic acid and 0,9972 for eugenol mean of recovery is 91,958% for salicylate acid and 42,595% for eugenol, the %CV value for low, medium and high concentration respectively are 2,3360%; 0,9778%; 0,8958% for salicylate acid and 1,0065%; 1,2278%; dan 0,8365% for eugenol. Base from the result, this method have not good capabilities for separate salicylate acid and eugenol.

Keyword : TLC Densitometry, salicylate acid, methyl salicylate, eugenol, cream, and validation method.


(3)

i

VALIDASI METODE ANALISIS PADA CAMPURAN EUGENOL DAN METIL SALISILAT DALAM SEDIAAN KRIM MEREK “X”

MENGGUNAKAN METODE KLT-DENSITOMETRI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Dhimas Bayu Kinasih NIM: 088114180

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(4)

(5)

(6)

iv

Halaman Persembahan

Hidup itu pilihan....

Yang harus kita tentukan arah dan tujuannya...

Dio has Belissimo piano nella mia vita, e’ credo io

Aku persembahkan karya ku ini untuk:

Papa dan mama ku tercinta beserta kakak dan adikku

Almamaterku tercinta Universitas Sanata Dharma


(7)

(8)

(9)

vii PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala

perlindungan dan berkat yang telah diberikan sehingga skripsi berjudul “Validasi

Metode Analisis Pada Campuran Eugenol dan Metil Salisilat dalam Sediaan Krim

Merek “x” Menggunakan Metode KLT-Densitometri” yang disusun untuk

memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi

Farmasi (S.Farm.) dapat dikerjakan dengan baik dan lancar.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak terlepas dari

berbagai pihak. Kesempatan ini penulis pergunakan untuk mengungkapkan rasa

terima kasih kepada:

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dekan Universitas Sanata Dharma yang

telah mengijinkan penulis menjalankan pembelajaran selama masa studi.

2. Jeffry Julianus, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Skripsi dan Dosen

Pembimbing Akademik yang telah mendampingi dan memberikan saran

selama pembuatan tugas akhir ini.

3. Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si., selaku dosen penguji yang bersedia

memberikan waktu untuk diskusi serta kritik dan saran selama penyusunan

skripsi.

4. Dra. M. M. Yetty Tjandrawati, M.Si., selaku dosen penguji yang telah


(10)

viii

5. Mas Bimo, Mas Parlan, dan Mas Kunto selaku staff laboratorium Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma yang telah membantu penulis dalam

pengerjaan penelitian di laboratorium.

6. Segenap dosen dan karyawan atas ilmu yang diberikan.

7. A.J. Bambang Budiono, E. Ambar Setyaningsih, Purwaningtyas Permata Sari

dan Intan Kurnia Christiani yang selalu memberikan semangat dan doa nya

kepada penulis.

8. Vica dan Seco sebagai sahabat dan rekan kerja yang telah menyediakan

waktu untuk memberikan saran dan kritik baik dalam hal penyusunan tugas

akhir maupun hal-hal lainnya serta bekerja bersama di laboratorium.

9. Christiana Lambang Kristanti yang selalu mendukung penulis dalam

pembuatan tugas akhir ini, terutama di saat penulis sedang kehilangan

semangat.

10. Teman-teman FST dan FKK 2008 yang selalu menyemangati penulis dalam

pembuatan tugas akhir ini.

11. Tante Usi, Satya, Brian, Kak Cos, Aga, Mbak Dju, Cici, yang selalu

memberikan semangat dan penghiburan selama ini.

12. Happy, Velly, Paul, Adi yang selalu bersedia untuk berdiskusi.

13. Seluruh teman, baik di Fakultas Farmasi maupun teman-teman lain atas

dukungannya.

14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu sehingga penulis


(11)

ix

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini belum sempurna dan masih

banyak kekurangan sehingga penulis berharap kritik dan saran dari semua pihak.

Akhir kata, penulis berharap semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak terutama di bidang ilmu Farmasi.


(12)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN PENULIS ... v

LEMBAR PERNYATAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

PRAKATA... vii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR TABEL... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

INTISARI... xix

ABSTRACT... xx

BAB I PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Rumusan Permasalahan ... 4

2. Keaslian Penelitian... 4

3. Manfaat Penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II PENELAAHAN PUSTAKA... 6

A. Eugenol ... 6


(13)

xi

C. Krim ... 11

D. Kromatografi Lapis Tipis Densitometri ... 15

a. Kromatografi Lapis Tipis ... 15

b. Fase Diam ... 16

c. Fase Gerak ... 18

d. Penotolan sampel ... 18

e. Pengembangan... 19

f. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif ... 19

g. Densitometri... 20

E. Validasi Metode Analisis………... 21

a. Selektivitas (selectivity)………... 23

b. Ketepatan (accuracy)………. . 24

c. Ketelitian (precision)………... 25

d. Linearitas (linearity)……….... 26

e. Rentang (range)………... 27

f. Batas deteksi (limit of detection)………. .... 27

g. Batas kuantifikasi (limit of quantification)………... .. 28

i. Ketangguhan metode……….... 28

j.Kekuatan (robustness)………... 28

F. Landasan Teori ... 29

G. Hipotesis ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 31


(14)

xii

1. Variabel Penelitian ... 31

2. Variabel bebas ... 31

3. Variabel terkendali ... 31

4. Variabel pengacau terkendali ... 31

B. Definisi Operasional ... 32

C. Bahan Penelitian ... 32

D. Alat Penelitian ... 33

E. Tata Cara Penelitian ... 33

1. Pembuatan Fase Gerak ... 33

2. PenjenuhanChamber... 33

3. Pengaktifan fase diam... 34

4. Pembuatan larutan baku tunggal asam salisilat ... 34

5. Pembuatan larutan baku tunggal eugenol ... 34

6. Pembuatan larutan baku campuran asam salisilat dan eugenol ... 35

7. Penetapan panjang gelombang pengamatan ... 35

8. Penetapan kurva baku asam salisilat dan eugenol dan pengamatan nilaiRetardation Factor(Rf) asam salisilat dan eugenol ... 36

9. Validasi Metode ... 36

10. Preparasi sampel………. 37

F. Analisis hasil ... 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40


(15)

xiii

B. Fase Gerak ... 46

C. Pembuatan Larutan Baku ... 47

D. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan Asam Salisilat dan Eugenol 48 E. Analisa Kualitatif ... 49

F. Penetapan Kurva Baku Asam Salisilat dan Eugenol ... 51

G. Validasi Metode………. 54

1. Selektifitas... 55

2. Uji Perolehan Kembali (Recovery) ... 56

3. Presisi……… 57

4. Linearitas……….. 59

5. Rentang……….. 59

BAB V KESIMPULAN ... 60

Kesimpulan ... 60

Saran... . 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62

LAMPIRAN ... 66


(16)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Tata Nama Lempeng KLT... 16

Tabel II. Nilai Indeks Polaritas Pelarut ... 17

Tabel III. Elemen Data yang Dibutuhkan untuk Validasi Metode Analisis……… .... 21

Tabel IV. Kriteria Penerimaan Akurasi pada Konsentrasi Analit yang Berbeda ... 24

Tabel V. Kriteria Penerimaan Presisi pada Konsentrasi Analit yang Berbeda... 25

Tabel VI. Konsentrasi Asam salisilat vs AUC ... 53

Tabel VII. Konsentrasi Eugenol vs AUC... 54

Tabel VIII. Perbandingan Nilai Resolusi dan Nilai Rfpada Baku Asam Salisilat dan Eugenol………... 56

Tabel IX. Data % KV Asam Salisilat Tunggal………. 59

Tabel X. Data % KV Eugenol Tunggal... 59


(17)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Struktur Eugenol... 6

Gambar 2. Struktur Metil Salisilat ... 9

Gambar 3. Struktur silika gel ... 15

Gambar 4. Interaksi hidrogen antara gugus silanol dengan air membentuk lapisan air multilayer ... 16

Gambar 5. Alat densitometri ... 20

Gambar 6. Simulasi pemisahan peak ... 22

Gambar 7. Reaksi hidrolisis metal salisilat menjadi asam salisilat ... 42

Gambar 8. Reaksi pembentukan garam natrium eugenol... 43

Gambar 9. Densitogram pemanasan sampel selama 1 jam ... 44

Gambar 10. Densitogram pemanasan sampel selama 2 jam ... 44

Gambar 11. Densitogram pemanasan sampel selama 3 jam ... 45

Gambar 12. Densitogram pemanasan sampel selama 4 jam ... 45

Gambar 13. Reaksi pembentukan eugenol dari garam natrium eugenol.. 46

Gambar 14. Profil spectra baku analit……… . 49

Gambar 15. Densitogram baseline, baku asam salisilat, baku eugenol dan baku campuran asam salisilat dan eugenol……… .. 51

Gambar 16. Gambar bagian non polar dari eugenol dan asam salisilat………... 52

Gambar 17. Kurva baku hubungan konsentrasi asam salisilat vs AUC .. 54


(18)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Certificate of AnalysisBaku Asam Salisilat ... 67

Lampiran 2. Certificate of AnalysisBaku Eugenol ... 68

Lampiran 3. Data Pengambilan Bahan dan Perhitungan Konsentrasi Sebenarnya………... .. 68

Lampiran 4. Perhitungan Indeks Polaritas Fase Gerak ... 73

Lampiran 5. Spektra Panjang Gelombang Asam Salisilat dan Eugenol dengan Perbandingan 1,5 : 1 pada Tiga Tingkat Konsentrasi Rendah, Sedang, dan Tinggi ... 74

Lampiran 6. Standar Operasional Prosedur (SOP) Analisis Kuantitatif . 75 Lampiran 7. Densitogram Seri Kurva Baku Asam Salisilat Replikasi 1 76 Lampiran 8. Densitogram Seri Kurva Baku Asam Salisilat Replikasi 2 79 Lampiran 9. Densitogram Seri Kurva Baku Asam Salisilat Replikasi 3 81 Lampiran 10. Data Penentuan Kurva Baku Asam Salisilat ... 83

Lampiran 11.Persamaan Regresi Linear dan Gambar Grafik Seri Kurva Baku Asam Salisilat ... 84

Lampiran 12. Densitogram Seri Kurva Baku Eugenol Replikasi 1 ... 85

Lampiran 13. Densitogram Seri Kurva Baku Eugenol Replikasi 2 ... 88

Lampiran 14. Densitogram Seri Kurva Baku Eugenol Replikasi 3 ... 91

Lampiran 15. Data Penentuan Kurva Baku Eugenol ... 93

Lampiran 16. Persamaan Regresi Linear dan Gambar Grafik Seri Kurva Baku Eugenol ... 93


(19)

xvii

Lampiran 17. Densitogram Baku Tunggal Asam Salisilat

(Validasi Metode Analisis) ... 94

Lampiran 18. Densitogram Baku Tunggal Eugenol

(Validasi Metode Analisis)... 99

Lampiran 19. Densitogram Baku Campuran Asam Salisilat

dan Eugnol gfg (Validasi Metode Analisis) ... 103


(20)

xviii INTISARI

Metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri merupakan metode yang dapat digunakan untuk penetapan kadar asam salisilat dan eugenol dalam sediaan krim topikal. Validasi metode dilakukan ntuk memberikan hasil yang dapat dipercaya sebelum dilakukan proses penetapan kadarnya.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental-deskriptif. Asam salisilat dan eugenol dipisahkan dengan metode KLT dengan fase diam silika gel 60 F254 dan fase gerak toluena : etil asetat : metanol (65,2 : 2,4 : 32,4), serta dengan jarak pengembangan sejauh 15 cm. Setelah pemisahan senyawa dengan metode KLT, kemudian dilakukan analisis kuantitatif dengan densitometer pada panjang gelombang 288 nm. Parameter validasi metode yang diteliti adalah selektivitas, linearitas, perolehan kembali, presisi, danrange.

Hasil penelitian menunjukkan metode ini memiliki selektivitas dengan nilai resolusi 5,125. Nilai linearitas untuk asam salisilat dengan nilai r20,9972 dan untuk eugenol dengan nilai r2 0,9972, nilai rata-rata % recovery 91,958% untuk asam salisilat dan 42,595% untuk eugenol, nilai %CV untuk level kadar rendah, sedang dan tinggi berturut-turut adalah 2,3360%; 0,9778%; 0,8958% untuk asam salisilat dan untuk eugenol berturut-turut adalah 1,0065%; 1,2278%; dan 0,8365%. Berdasarkan hasil tersebut maka metode KLT-Densitometri ini memiliki kemampuan yang kurang baik untuk memisahkan asam salisilat dan eugenol.

Kata kunci: KLT-densitometri, eugenol, metil salisilat, asam salisilat, krim, validasi metode


(21)

xix ABSTRACT

A simple and rapid thin layer chromatography (TLC) densitometry method can be use to determine the concentration of methyl salicilate and eugenol in topical cream. To guarantees the method used provide reliable results, it is necessary to validate this methode.

In this non-experimental descriptive research. Salicylate acid and eugenol in the sample are determined by indirectly measure method. The sampel extracts were spotted on TLC silica gel F254plates, which were developed with a mixture of toluene, ethyl acetate and methanol 65,2 : 2,4 : 32,4 (v/v). Quantitative spots at 288 nm. Validation parameters are selectivity, linearity, recovery, precision and range.

The result showed resolution value 5,125, linearity which is showed on coefficient of determination 0,9972 for salicylic acid and 0,9972 for eugenol mean of recovery is 91,958% for salicylate acid and 42,595% for eugenol, the %CV value for low, medium and high concentration respectively are 2,3360%; 0,9778%; 0,8958% for salicylate acid and 1,0065%; 1,2278%; dan 0,8365% for eugenol. Base from the result, this method have not good capabilities for separate salicylate acid and eugenol.

Keyword : TLC Densitometry, salicylate acid, methyl salicylate, eugenol, cream, and validation method.


(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Masalah otot yang sering menyerang banyak orang merupakan hal yang

sudah sering terjadi. Hal tersebut dapat membuat ketidaknyamanan dari penderita.

Untuk meredakan masalah tersebut biasanya digunakan obat gosok ataupun

sediaan topikal yang dapat memberikan sensasi panas ketika digunakan dan dapat

meredakan rasa sakit yang terjadi pada otot. Salah satu sediaan topikal yang

sering digunakan untuk meredakan masalah otot tersebut adalah krim merek “x”

yang didalamnya terdapat senyawa eugenol dan metil salisilat serta menthol yang

dapat berfungsi sebagai analgesik sehingga dapat meredakan rasa sakit tersebut.

Eugenol dan metil salisilat dapat memberikan efek analgesik, oleh sebab

itu eugenol dan metil salisilat biasa digunakan dalam sediaan krim analgesik.

Eugenol merupakan senyawa aktif bahan alam yang merupakan kandungan utama

dari minyak cengkeh. Senyawa tersebut merupakan golongan fenol yang tak larut

air, namun akan berubah menjadi bentuk garam fenolik yang larut air oleh

penambahan basa seperti natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida

(KOH).

Metil salisilat dapat diklasifikasikan sebagai analgesik topikal yang biasa

ditambahkan dalam krim analgesik untuk mengurangi rasa nyeri yang merupakan

golongan fenol ester yang dapat mengalami hidrolisis pada esternya karena


(23)

Perlakuan yang dilakukan selama preparasi sampel dapat mengubah

metil salisilat dalam sediaan menjadi asam salisilat karena metil salisilat dapat

mudah terhidrolisis dengan adanya air. Hal ini menimbulkan permasalahan

tersendiri sehingga perlu dilakukan penetapan kadar pada produk tersebut.

Pemanasan menggunakan refluks serta pemecahan sampel menggunakan natrium

hidroksida dapat membuat ester yang ada dalam metil salisilat tersebut

terhidrolisis menjadi garam karboksilat melalui reaksi saponifikasi. Penetralan

kembali menggunakan asam klorida (HCl) dapat merubah garam karboksilat

tersebut menjadi suatu asam, sehingga senyawa metil salisilat tersebut dapat

berubah menjadi asam salisilat. Oleh karena itu pada proses penetapan kadar metil

salisilat ini merupakan penetapan kadar secara tidak langsung.

Dalam krim merek “x” tersebut terdapat kandungan eugenol sebesar 13,6

mg dan metil salisilat sebesar 102 mg. Penggunaan eugenol dan metil salisilat

yang tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan dapat menyebabkan iritasi pada

kulit. Adanya cahaya dapat membuat kestabilan dari eugenol akan berubah

sedangkan suhu akan mempengaruhi kestabilan dari metil salisilat. Akibat dari

perubahan kestabilan dari eugenol dan metil salisilat maka akan menyebabkan

perubahan kadar yang ada pada sediaan tersebut. Sehingga efek farmakologi yang

diharapkan bisa tidak tercapai. Untuk menjamin mutu dan kualitas dari sediaan

krim merek “x” tersebut perlu dilakukan penetapan kadar eugenol dan metil

salisilat yang ada dalam produk krim merek “x” tersebut. Sebelum dilakukan


(24)

menjamin metode yang akan digunakan telah memenuhi parameter yang

dipersyaratkan sehingga hasilnya dapat dipercaya.

Validasi metode yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan

metode Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Densitometri. Dipilih metode

KLT-densitometri karena merupakan metode yang sederhana dalam pemisahan suatu

senyawa dalam campuran. Dibandingkan dengan kromatografi kolom,

kromatografi lapis tipis memberikan fleksibilitas yang lebih besar, dalam memilih

fase gerak. Selain itu pada KLT semua komponen dalam sampel dapat dideteksi

(Rohman, 2009).

Pada penelitian ini, penulis mengacu kepada penelitian yang dilakukan

oleh Ediningtyas (2012) dengan judul Optimasi Metode KLT-Densitometri pada

Penetapan Metil salisilat dan Eugenol dalam sediaan krim merek “x”. Pada

penelitian tersebut pemisahan asam salisilat dan eugenol yang optimum diperoleh

dengan menggunakan fase gerak toluena : etil asetat : metanol (65,2 : 2,4 : 32,4)

dan fase diam silika gel 60 F254. Untuk dapat memastikan apakah metode tersebut

dapat digunakan untuk penetapan kadar perlu dilakukan validasi metode analisis.

Metode tersebut harus sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan

berdasarkan parameter-parameter validasi yakni selektivitas, presisi, linearitas,

dan nilai perolehan kembali (recovery).

1. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disusun permasalahan

sebagai berikut: apakah metode KLT-Densitometri dengan fase diam silika gel 60


(25)

validitas yang baik untuk menetapkan kadar metil salisilat dan eugenol dalam

sediaan krim merek “x” yang didasarkan pada parameter selektivitas, akurasi,

presisi, linearitas, dan rentang?

2. Keaslian Penelitian

Berbagai penelitian mengenai eugenol dan metil salisilat telah banyak

dilakukan namun penelitian mengenai penetapan kadar eugenol dan metil salisilat

dalam sediaan krim merek “x” dengan menggunakan metode KLT-Densitometri

belum pernah dilakukan.

Penelitian yang pernah dilakukan adalah Perbandingan Kadar Eugenol

Minyak Atsiri Bunga Cengkeh ( Syzygium aromaticum (L.) Meer. & Perry) dari

Maluku, Sulawesi, Jawa dan Sumatra dengan Metode GC-MS oleh Harnani

(2010). Penelitian selanjutnya yang pernah dilakukan adalahHigh-pressure liquid chromatographic determination of acetylsalicylic acid, salicylic acid, diflunisal, indomethacin, indoprofen and indobufenyang dilakukan oleh Bollet al.,(1981).

Namun metode Kromatografi Lapis Tipis densitometri menggunakan

fase gerak toluena : etil asetat : metanol (65,2 : 2,4 : 32,4) belum pernah dilakukan

untuk menetapkan kadar eugenol dan metil salisilat dalam krim merek “x”.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat praktis. Dapat memberikan pengetahuan mengenai kualitas

dan mutu sediaan krim topikal yang berhubungan dengan keamanan dan khasiat


(26)

b. Manfaat teoritis. Dapat menjadi salah satu acuan dalam penetapan

kadar eugenol dan metil salisilat dalam sediaan krim dengan menggunakan

metode KLT-Densitometri.

B.Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui validitas metode

KLT-Densitometri dengan fase diam silika gel 60 F254dan fase gerak toluen : etil asetat

: metanol (65,2 : 2,4 : 32,4) yang digunakan untuk analisis kadar metil salisilat

dan eugenol dalam sediaan krim merek “x” yang didasarkan pada parameter


(27)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Eugenol

Komponen utama yang dimiliki oleh minyak cengkeh adalah eugenol

yang merupakan minyak atsiri yang berbentuk cairan tidak berwarna atau kuning

pucat, memiliki bobot molekul 164,20 g/mol. Kelarutan senyawa ini baik dalam

etanol, kloroform, eter, dan minyak lemak, namun sukar larut dalam air. Senyawa

ini memiliki bau khas cengkeh yang kuat, menusuk dan rasa pedas. Bobot jenis

eugenol antara 1,064 g/mL - 1,070 g/mL (Budavari, 2001). Nilai dari

eugenol dalam etanol sebesar 406 dengan λmaks 231,5 nm dan 193 pada λmaks

282 nm (Clarke, 1971). Eugenol memiliki nama lain

2-metoksi-4-(prop-2-enil)fenol yang akan menghitam apabila terpapar oleh udara atau dengan bau yang

sangat kuat. Rumus bangun dari eugenol adalah C10H12O2 (The Department of

Health, 2010a ).

Gambar 1. Struktur eugenol (The Department of Health, 2010a)

Eugenol selain memiliki harum yang khas juga memiliki aktifitas sebagai

analgesik (Thompson et al., 1988). Selain digunakan untuk bahan penambah

aroma, eugenol juga mempunyai sifat stimulant, anestetik lokal, karminatif,


(28)

pasta gigi, parfum dan produk farmasi. Penggunaan eugenol dalam produk

farmasi di antaranya balsam untuk mengurangi rasa nyeri, obat sakit gigi, dan

bahan campuran untuk menambal gigi (Nurdjannah, 2011).

Senyawa ini dapat dengan mudah dipisahkan dari senyawa-senyawa

bukan fenolat dengan mengekstraksi minyak daun cengkeh dengan larutan

natrium hidroksida. Pengasaman larutan alkali menghasilkan kembali eugenol

(Nurdjannah, 2011).

Eugenol memiliki nilai konstanta Henry sebesar 0,2 Pa.m3/mol (EFSA,

2012). Volatilitas dapat menyebabkan senyawa organik memiliki tendensi untuk

melepaskan diri dari fase cairan menuju fase gas. Parameter volatilitas mengacu

pada hukum Henry. Hukum Henry tersebut adalah:

H’ = KD =

Dari persamaan tersebut diketahui bahwa hukum Henry (H) atau bisa

disebut sebagai perbandingan distribusi (KD) dipengaruhi oleh perbandingan

antara fase gas suatu senyawa (Xg) dengan fase cairan dari suatu senyawa (Xl).

Semakin besar fase gas suatu senyawa dibandingkan dengan fase cairan suatu

senyawa akan membuat nilai hukum Henry akan semakin besar, sehingga

kemungkinan senyawa tersebut menguap dari suatu larutan akan semakin besar.

Menurut persamaan itu pula nilai hukum Henry dapat diperkirakan apabila

konsentrasi senyawa pada fase gas berada dalam keadaan seimbang dengan fase

cairannya.


(29)

1. Nonvolatile: nilai volatilitas berdasarkan hukum Henry sebesar H < 3 x 10-7

atm.m3/mol.

2. Semivolatile: nilai volatilitas diantara 3 x 10-7 atm.m3/mol < H < 10-5

atm.m3/mol.

3. Volatile: nilai volatilitas antara 10-5atm.m3/mol < H < 10-3atm.m3/mol.

4. Highvolatile: nilai volatilitas sebesar H > 10-3atm.m3/mol (Mitra, 2003).

Hasil konversi satuan dari atm menjadi pascal (1 atm = 101325 pa) adalah

sebagai berikut:

1. Nonvolatile: 3 x 10-7 atm.m3/mol menjadi 0,03039 Pa.m3/mol. Nilai H <

0,03039 Pa.m3/mol.

2. Semivolatile: 10-5 atm.m3/mol menjadi 1,013 Pa.m3/mol sehingga nilai

volatilitas antara 0,03039 Pa.m3/mol < H < 1,013 Pa.m3/mol.

3. Volatile: 10-3 atm.m3/mol menjadi 101,325 Pa.m3/mol sehingga nilai

volatilitas antara 3,0398 Pa.m3/mol < H < 101,325 Pa.m3/mol.

4. Highvolatile:H > 101,325 Pa.m3/mol.

Dari hasil konversi tersebut, eugenol dapat dimasukkan dalam kategori

semivolatilekarena memiliki nilai volatilitas sebesar 0,2 Pa.m3/mol.

B. Metil Salisilat

Metil salisilat biasa ditemukan dalam tanamanwintergreen,namun untuk

saat ini keberadaan dari metil salisilat telah banyak ditemukan karena sudah dapat

dibuat sintesis dari asam salisilat (Astuti, 2006).

Zat tersebut terdiri dari tidak kurang 99,0% b/b dan tidak lebih dari


(30)

larut dalam air, larut dalam alkohol, minyak lemak dan minyak esensial (The

Department of Health, 2010b ).

Senyawa ini berbentuk cair tak berwarna, kekuningan atau kemerahan

dengan bau khas seperti gandapura (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan RI, 1995).

Nilai dari metil salisilat dalam etanol sekitar 570 pada λmaks 238

nm dan 280 pada λmaks 306 nm, sedangkan nilai dari asam salisilat dalam

0,5 N natrium hidroksida (NaOH) sebesar 260 pada λmaks 300 nm (Clarke, 1971)

dan dalam etanol 95% sebesar 262 pada λmaks 300 nm (Ahlneck and Alderborn,

1988).

Dalam dunia pengobatan, metil salisilat digunakan sebagai analgesik

topikal yang biasa digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri arthritis dan biasa

digunakan pada produk-produk farmasetik maupun kosmetik. Biasanya pada

produk-produk farmesetik ini, penggunaan metil salisilat ditambahkan dengan

mentol untuk memberikan daya analgesik yang lebih kuat. Produk akhirnya bisa

berupa balsam, krim, minyak atau salep (Rhodia, 2011).

Gambar 2. Struktur Metil Salisilat ( The Departement of Health, 2010b)

Keberadaan air dalam sediaan metil salisilat dapat menyebabkan senyawa

ini mengalami hidrolisis pada bagian ester pada senyawa tersebut. Asam


(31)

sebagai hidrolisis basa. Prosedur umum pembentukan asam karboksilat

melibatkan refluks ester dalam NaOH 6M sampai campuran menjadi homogen,

menunjukkan garam karboksilat larut dalam air, RCO2-. Pengasaman campuran

selama work-up menghasilkan asam karboksilat (Newton, 2011). Hidrolisis

dilakukan dengan menggunakan refluks ketika senyawa yang akan dihidrolisis

tersebut merupakan senyawa yang volatil sehingga dapat meminimalkan jumlah

ester yang hilang (Gearien and Grabowski, 1969).

Ester yang mengalami hidrolisis biasanya akan berubah menjadi alkohol

ataupun asam bebas oleh adanya air. Kecepatan dari reaksinya akan meningkat

oleh adanya peningkatan suhu dan dengan penambahan katalis asam atau basa.

Penambahan basa tidak hanya mengkatalis proses hidrolisis, tapi juga bereaksi

dengan produk asam bebas yang terbentuk dan menghasilkan bentuk garam

(Gearien and Grabowski, 1969). Metil salisilat yang dihidrolisis dengan larutan

basa, maka setiap mol garam salisilat yang terbentuk setara dengan jumlah mol

ester yang terhidrolisis. Penambahan basa NaOH akan mengubah metil salisilat

menjadi bentuk garam natrium salisilat. Penggunaan asam dibutuhkan untuk

membentuk senyawa asam bebas hasil dari reaksi hidrolisis dan menetralkan sisa

basa yang tidak bereaksi.

C. Krim

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi yang mengandung


(32)

Sediaan krim biasa digunakan untuk kulit dan mukus membran yang bertujuan

untuk melindungi, terapi dan mencegah penyakit (The Department of Health,

2010c).

Sediaan semisolid ini diformulasi sebagai emulsi minyak dalam air atau

air dalam minyak. Saat ini krim lebih diarahkan untuk produk minyak dalam air

atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol berantai panjang dalam

air yang dapat dicuci dengan tujuan estetika dan untuk penggunaan kosmetika

(Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995). Vanishing

creams, merupakan salah satu basis yang sering digunakan dalam formulasi

produk farmasetik dan kosmetik (ScienceLab, 2005a).

Komponen-komponen vanishing creams terdiri atas asam stearat, basa,

poli-ol dan air. Basa yang digunakan akan membentuk sabun dengan asam stearat

sehingga membentuk emulsi. Poli-ol seperti gliserin akan membuat krim menjadi

lebih mudah disebarkan (spreadable) dan juga berperan sebagai humektan yang

menjaga kelembaban krim dan pecahnya krim selama penyimpanan dalam

container. Packaging krim dilakukan dalam screwtop jar atau tube yang juga

berperan dalam mempertahankan kandungan air dalam krim (Bennett, 2012).

Komposisi dari vanishing creams adalah Stearyl alcohol, Cetyl alcohol,

Myristic alcohol, Dodecyl alcohol, Glycerol monostearate, Polyoxyl 20

cetostearyl ether, Sorbitol, Isopropyl palmitate, Methyl paraben, Propyl paraben,


(33)

Pada emulsi, pelepasan minyak dari emulsi oil in water (O/W) dan

pemisahan minyak dengan air menjadi dua fase merupakan suatu proses yang

biasa disebut demulsifikasi (Rajaković and Skala, 2004).

Teknik demulsifikasi dapat dilakukan dengan beberapa metode sebagai

berikut:

1. Pemanasan, pendinginan, penambahan surface active material, penyaringan, penambahan fase luar secara berlebihan.Adanya pemanasan dapat meningkatkan driving force molekul emulsi sehingga bisa

menggabungkan molekul yang sejenis. Pendinginan menyebabkan lepasnya

air dari emulsi. Penambahan surface active material dapat menyebabkan

koalesensi karena adanya perubahan tegangan antar muka. Penyaringan akan

menyebabkan butir-butir fase intern akan menggumpal menjadi satu.

Penambahan fase luar secara berlebihan akan menyebabkan memodifikasi

viskositas dari fase luar. Ketika viskositas fase luar menurun maka ukuran

droplet akan meningkat sehingga proses koagulasi akan lebih mudah terjadi

(Anief, 2000).

2. Pengadukan mekanis dan sentrifugasi dengan kecepatan tinggi. Adanya pengadukan mekanis dapat merusak struktur molekul emulsifier atau merubah

posisi molekul emulsifier yang sudah mapan pada lapisan antarmuka sehingga

hal ini memungkinkan terjadinya penggabungan kembali molekul-molekul

fase yang sejenis. Sentrifugasi berkecepatan tinggi akan menyebabkan fase


(34)

jenis lebih besar berada di bawah. Hal ini mengakibatkan terbentuknya lapisan

minyak di bagian permukaan krim (Beall, 1984).

3. Radiasi microwave. Radiasi ini ditujukan untuk tipe emulsi W/O dengan tujuan untuk memisahkan air dari minyak. Ketika emulsi W/O dipanaskan

dengan radiasi maka peningkatan suhu mengakibatkan penurunan viskositas

dan koalesensi. Viskositas minyak yang merupakan fase luar sangat sensitif

terhadap perubahan suhu. Ketika viskositas menurun, ukuran droplet akan

meningkat. Suhu yang meningkat dan viskositas yang menurun akan membuat

proses koagulasi lebih mudah terjadi (Fang, Chang, Lai, and Klaila, 1988).

4. Pengaliran listrik bertegangan.Proses ini dilakukan dengan mengaliri listrik bertegangan pada emulsi sehingga menimbulkan panas. Adanya panas akan

meningkatkan pergerakan molekul, tabrakan antara molekul sejenis akan

menyebabkan terpecahnya emulsi (Larson, Raghuraman, and Wiencek, 1994).

5. Penambahan magnetik ampifilik. Proses demulsifikasi ini hanya dapat digunakan untuk tipe emulsi O/W. Magnetik ampifilik terdiri dari 2 matriks

yaitu hidrofilik (SiO2 dan Al2O3) dan lipofilik yang berukuran nano (carbon

nanotubes dan nanofibers). Partikel ampifilik akan terdifusi pada permukaan

droplet emulsi O/W. Keberadaan dari magnet nanohybrid akan menarik dan

membawa droplet minyak untuk menghasilkan demulsifikasi yang sempurna

sehingga akan memisahkan minyak dari air (Oder, 2005).

6. Penambahan senyawa kimia. Proses ini hanya digunakan untuk tipe emulsi O/W. Senyawa kimia yang ditambahkan dalam emulsi dapat memecah emulsi.


(35)

muka, menetralkan muatan pada surfaktan, menarik fase air dan membuat

presipitasi surfaktan. Senyawa kimia yang biasa digunakan untuk

demulsifikasi adalah asam kuat, basa kuat (Beall, 1984).

D. Kromatografi Lapis Tipis-Densitometri 1. Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan teknik pemisahan campuran

dengan menggunakan suatu plat fase diam yang nantinya fase diam tersebut akan

secara seragam tersebar diatas permukaan plat tersebut yang kemudian fase gerak

akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh gaya kapiler pada

pengembangan menaik (ascending) atau karena gaya gravitasi pada

pengembangan secara menurun (descending) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Perbedaan antara kromatografi lapis tipis (KLT) dengan kromatografi

kolom dalam hal ini kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) adalah teknik utama

dalam pemisahan analit daripada fenomena fisik dalam hal ini adalah adsorbsi dan

partisi.

Pada KLT, fase diam terdiri dari lapisan tipis yang mengandung silika

gel atau serbuk selulosa yang bersifat inert dan rigid. Pada KLT terdapat banyak

variasi dari material pelapis, namun yang sering digunakan adalah silika gel.

Silika gel merupakan adsorben yang penyebarannya seragam diatas plat yang

banyak digunakan untuk KLT.

Kromatografi lapis tipis dapat digunakan jika:


(36)

b. Senyawa yang dianalisis memiliki kepolaran tinggi, sedang maupun

kepolaran rendah atau ionic.

c. Sampel yang akan dianalisis harus secara berkelanjutan.

d. Sampel yang akan dianalisis dapat merusak kolom dari kromatografi cair atau

kromatografi gas (Deinstrop, 2007).

2. Fase Diam

Fase diam yang sering digunakan adalah silika gel. Silika gel yang

digunakan diberi pengikat dengan tujuan memberikan kekuatan pada lapisan.

Biasanya telah ditambahkan oleh industri sehingga tidak perlu ditambahkan

sendiri, diberi nama dengan logo silika gel G (Sastrohamidjojo, 2005). Struktur

dari silika gel adalah sebagai berikut

Gambar 3. Struktur silika gel (Braithwaite dan Smith, 1999)

Lapisan ketebalan adsorben yang dianjurkan adalah antara 150 - 250 µm,

setelah dikeringkan semalam pada udara biasa atau pada pengeringan oven pada

suhu 1050C selama 30 menit lalu siap untuk digunakan sebagai fase diam dalam

metode KLT (Vogel, 1989). Pemanasan ini dilakukan untuk mengaktivasi silika

yang akan digunakan sehingga silika tersebut dapat digunakan dengan baik

sebagai fase diam. Dengan ini diharapkan air yang menutupi silika dapat hilang


(37)

Gambar 4. Interaksi hidrogen antara gugus silanol dengan air membentuk lapisan air multilayer (Wall, 2005)

Fase diam yang dijual dipasaran memiliki tata nama yang berbeda-beda.

Tata nama lempeng KLT yang dijual di pasaran adalah sebagai berikut ini

Tabel I. Tata nama lempeng KLT (Gandjar dan Rohman, 2007)

Singkatan / simbol Arti

“Sil” Produk mengandung silika gel seperti Anasil G Pengikat (lapisan halus) gipsum (CaSO4. H2O)

F atau UV Ditambahkan bahan yang berfluoresensi seperti seng silikat teraktivasi mangan

254 dan 366 Setelah simbol F atau UV, untuk menunjukkan panjang gelombang eksitasi senyawa berfosforisensi yang ditambahkan

3. Fase Gerak

Fase gerak merupakan salah satu bagian yang penting dalam analisis

pemisahan senyawa menggunakan KLT karena polaritas dari fase gerak dapat

menentukan pemisahan. Oleh karena itulah perlu dilakukan pencarian terhadap

komposisi dan jenis fase gerak yang digunakan sehingga dapat memberikan

pemisahan yang baik. Fase gerak tersebut bisa didapatkan dari pustaka mengenai

senyawa yang akan dianalisis baru kemudian di optimasi lagi komposisinya agar

mendapat hasil pemisahan yang baik. Dapat berupa senyawa tunggal atau


(38)

Tabel II. Nilai Indeks Polaritas Pelarut Menurut Snyder,et al. (1997)

Pelarut Indeks Polarits

Nilai Eluotopik UVcut off

(nm) Alumina C18 Silika Gel

Heksana 0,1 0,01 - 0,00 195

Sikloheksana 0,2 0,004 - - 200

Toluena 2,4 0,29 - 0,22 284

Tetrahidrofuran 4,0 0,45 3,7 0,53 212

Etil Asetat 4,4 0,58 - 0,48 256

Aseton 5,1 0,56 8,8 0,53 330

Metanol 5,1 0,95 1,0 0,7 205

Asetonitril 5,8 0,65 3,1 0,52 190

Dimetilformamida 6,4 - 7,6 - 268

Dimetilsulfoksida 7,2 0,62 - - 268

Air 10,2 - - - 190

4. Penotolan Sampel

Pemisahan yang optimal diperoleh dengan cara menotolkan sampel

dengan ukuran bercak sekecil dan sesempit mungkin. Jika sampel yang digunakan

terlalu banyak maka akan menurunkan resolusi. Penotolan dapat dilakukan

dengan cara manual maupun otomatis dengan instrumen tertentu (Gandjar dan

Rohman, 2007). Misalnya Camag Linomat 5 (Wall, 2005). Volume penotolan

sampel yang digunakan biasanya adalah 0,1-0,5 mm3. Apabila lebih dari itu maka

dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk mengelusi sampel. Selain itu dapat

membuat bercak yang dihasilkan menjadi melebar (Braithwaite, 1999).

Penotolan sampel yang tidak tepat akan menyebabkan kromatogram

memiliki puncak ganda dan menyebabkan bercak yang menyebar. Jika volume

sampel yang ditotolkan lebih besar dari 2–10 µL maka penotolan harus dilakukan


(39)

terlebih dahulu sebelum kemudian dicelupkan ke dalam fase gerak (Gandjar dan

Rohman, 2007).

5. Pengembangan

Plat yang telah ditotol oleh sampel kemudian dikembangkan dalam

bejana kromatografi yang telah jenuh oleh fase gerak. Tinggi fase gerak dalam

bejana harus di bawah lempeng yang telah ditotol oleh sampel. Bejana

kromatografi harus tertutup dengan rapat saat sedang mengelusi sampel.

Penjenuhan bejana dilapisi dengan kertas saring. ada beberapa macam teknik

melakukan pengembangan yakni menaik (ascending) dan menurun (denscending)

melingkar dan mendatar (Gandjar dan Rohman, 2007).

6. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif

Metode KLT dapat digunakan untuk uji identifikasi suatu senyawa dalam

campuran (sampel). Parameter yang digunakan adalah nilai Rf. Dua senyawa

dikatakan identik jika memiliki nilai Rf yang sama jika diukur pada kondisi KLT

sama.

Setelah pengembangan sampel akan diperoleh nilai Rf yang

menggambarkan migrasi relatif komponen senyawa terhadap pelarut dan

berhubungan dengan koefisien distribusi komponen (Braithwaite, 1999). Nilai Rf

dapat dihitung dengan cara sebagai berikut:

Rf

Dalam analisis kuantitatif dengan metode KLT, nilai Rf diharapkan berada antara


(40)

Analisis kuantitatif dapat dilakukan dengan dua cara yakni mengukur

bercak secara langsung pada lempeng dengan menggunakan ukuran luas atau

dengan menggunakan teknik densitometri. Cara yang kedua adalah dengan cara

mengerok bercak kemudian menetapkan kadar senyawa dalam sampel dengan

metode analisis lain, misalnya metode spektrofotometri. Tetapi terdapat

kelemahan pada cara kedua yakni dapat terjadi kesalahan dalam pemindaian

bercak sehingga kadar yang diukur bukan merupakan kadar sebenarnya (Gandjar

dan Rohman, 2007).

7. Densitometri

Dasar dari densitometri adalah berkas radiasi eletromagnetik dari panjang

gelombang tertentu ( biasanya UV dari 190-800 nm) yang bergerak mendeteksi

bercak analit pada fase diam, di mana fase gerak diletakkan pada suatu wadah

yang digerakan oleh motor. Kromatogram yang terbentuk sangat mirip dengan

yang diperoleh dalam HPLC, biasanya menampilkan serangkaian puncak dengan

baseline(Sastrohamidjojo, 2005).

Densitometri dapat mendeteksi lokasi puncak secara otomatis,

mengoptimasi kondisi pengukuran luas bawah kurva, scanning seluruh totolan

pada plat secara langsung, merekam spektra analit, scanning λ analit, kompensasi

baseline otomatis untuk menghilangkan sinyal palsu yang disebabkan

oleh interfensi pada plat fase diam, kalibrasi, pelaporan data, dan penyimpanan

data untuk perhitungan kembali (Sherma, 1996). Densitometer memiliki sumber

cahaya, monokromator untuk memilih λ yang cocok, serta sistem yang dapat


(41)

Gambar 5. Alat Densitometri

E. Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu berdasarkan percobaan laboratorium, untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya (Harmita,

2004).

Prosedur validasi metode analisis digunakan untuk membuktikan bahwa

metode analisis tersebut dapat memberikan hasil seperti yang diharapkan dengan

kecermatan dan ketelitian yang memadai. Metode analisis instrumen merupakan

metode yang terpilih dan memadai untuk mengantisipasi persoalan analisis yaitu

sangat kecilnya kadar senyawa yang dianalisis (Mulja dan Suharman, 1995).

Metode uji yang berbeda membutuhkan validasi yang berbeda. Kategori

metode pengujian dengan validasi metode yang diperlukan adalah sebagai berikut,

seperti yang juga dicantumkan dalam Tabel III (United States Pharmacopeial


(42)

Tabel III. Elemen Data yang Dibutuhkan untuk Validasi Metode Analisis Karakteristik

analisis

Kategori I

Kategori II Kategori III

Kategori IV Kuantitatif Batas Tes

Ketepatan Ya Ya * * Tidak

Ketelitian Ya Ya Tidak Ya Tidak

Spesifitas Ya Ya Ya * Ya

Batas Deteksi Tidak Tidak Ya * Tidak

Batas Kuantitasi Tidak Ya Tidak * Tidak

Linearitas Ya Ya Tidak * Tidak

Rentang Ya Ya * * Tidak

Keterangan : * tergantung dari masing-masing uji

1. Kategori I: metode analitik yang digunakan untuk penetapan kadar komponen

utama dalam bahan baku atau bahan aktif (termasuk pengawet) dalam produk

akhir sediaan farmasi;

2. Kategori II: metode analitik yang digunakan untuk penetapan ketidakmurnian

dalam bahan baku atau bahan aktif atau hasil degradasi senyawa dalam produk

akhir sediaan farmasi;

3. Kategori III: metode analitik yang digunakan untuk penetapan karakteristik

penampilan obat (misalnya disolusi, pelepasan obat);

4. Kategori IV: metode analitik yang digunakan untuk uji identifikasi (United

States Pharmacopeial Convention, 2005).

Beberapa parameter yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode

analisis meliputi antara lain selektivitas/spesifisitas, ketepatan, ketelitian,

linearitas, rentang, batas deteksi, batas kuantitasi, ketangguhan metode dan

kekuatan (Harmita, 2004).


(43)

Selektivitas suatu metode analisis adalah kemampuan untuk

mengukur analit secara cermat dan seksama dengan adanya komponen yang

mungkin ada dalam matrik sampel (Yuwono dan Indrayanto, 2005).

Selektivitas sering dapat dinyatakan sebagai derajat penyimpangan metode

terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan berupa cemaran,

produk degradasi, senyawa sejenis, dan senyawa asing lain (Harmita, 2004).

Gambar 6. Simulasi pemisahan peak

Gambar 7 merupakan suatu simulasi pemisahan puncak kromatografi

antara dua kurva Gaussian identik, yang terpisah secara perlahan-lahan. Dapat

dilihat bahwa nilai resolution factor (R) akan sesuai dengan diagram. Dimana

nilai R = 0,75 kedua puncak masih berhimpit sekitar 65%, pada R = 1, kedua

puncak masih berhimpit sekitar 27%, dan pada R=1,5 kedua puncak dapat

dianggap telah akan mencapaibaselinedimana kedua puncak hanya berhimpit

sekitar 2% (Rouessac and Rouessac, 2007).

Selektivitas pada metode kromatografi ditunjukkan melalui nilai

resolusi (daya pisah) antara analit yang dituju dengan pengganggu lainya


(44)

resolution, yaitu pemisahan sempurna dari dua puncak dengan ukuran yang

sama (Pecsok, Shield, Cairns and McWilliam, 1976).

2. Ketepatan (accuracy)

Ketepatan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan hasil

analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Biasanya dinyatakan sebagai

persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Harmita,

2004). Akurasi biasanya didemostrasikan dengan menambahkan sejumlah

tertentu analit yang diketahui kedalam matriks sampel dan ditentukan hasil

terukurnya menggunakan prosedur analisis yang dilakukan (The British

Pharmacopoeia Commission, 2011).

Kriteria penerimaan akurasi ditentukan berdasarkan kadar analit,

dinyatakan dalam persen (%) perolehan kembali, seperti yang tertera pada

tabel IV:

Tabel IV. Kriteria Penerimaan Akurasi pada Konsentrasi Analit yang Berbeda

Kadar Analit (%) Analyte Ratio Unit Mean

Recovery

(%)

100 1 100 % 98 – 102

≥ 10 101 10 % 98 – 102

≥ 1 102 1 % 97 – 103

≥ 0,1 103 0,1 % 95 – 105

0,01 104 100 ppm 90 – 107

0,001 105 10 ppm 80 – 110

0,0001 106 1 ppm 80 – 110

0,00001 107 100 ppb 80 – 110

0,000001 108 10 ppb 60 – 115


(45)

3. Ketelitian (precision)

Pesisi atau keseksamaan asalah ukuran yang menunjukkan derajat

kesesuaian antara hasil uji individual, diukur melalui penyebaran hasil

individual dari rata-rata jika prosedur ditetapkan secara berulang pada

sampel-sampel yang diambil dari campuran yang homogen (Harmita, 2004).

Presisi biasanya dinyatakan dalam coefficient of variation (CV).

Suatu metode dapat dinyatakan memiliki presisi yang baik apabila memiliki

CV < 2 % tetapi kriteria ini fleksibel tergantung dari kondisi analit yang

diperiksa, jumlah sampel dan kondisi laboratorium (Harmita, 2004).

Ketelitian adalah derajat kesesuaian antara hasil uji individual yang

diperoleh dari pengambilan sampel yang berulang suatu sampel yang

homogen dengan menggunakan suatu metode analisis. Presisi umumnya

dinyatakan dengan coefficient of variation (CV) atau standar deviasi relatif

(RSD), seperti yang tertera pada tabel V (United States Pharmacopeial

Convention, 2005):

Tabel V. Kriteria Penerimaan Presisi pada Konsentrasi Analit yang Berbeda

Kadar Analit (%) Analyte Ratio Unit CV (%)

100 1 100 % 1,3

10 101 10 % 1,8

1 102 1 % 2,7

0,1 103 0,1 % 3,7

0,01 104 100 ppm 5,3

0,001 105 10 ppm 7,3

0,0001 106 1 ppm 11

0,00001 107 100 ppb 15

0,000001 108 10 ppb 21


(46)

4. Linearitas (linearity)

Linearitas merupakan kemampuan metode untuk memberikan respon

yang proporsional terhadap konsentrasi analit di dalam sampel (Snyder et al.,

1997).

Penggambaran linearitas secara visual biasanya dilakukan dengan

memplotkan signal yang muncul sebagai fungsi dari konsentrasi analit. Apabila

terdapat hubungan yang linier, hasil uji harus dievaluasi dengan bantuan

metode statistik, misalnya dengan perhitungan garis regresi (The British

Pharmacopoeia Commission, 2011).

Regresi liner merupakan suatu metode statistik untuk mengevaluasi

bagaimana pengaruh satu atau lebih variabel bebas (predictor) pada satu

continuous dependent variable(respon) melalui suatu hubungan linear. Regresi

linier melibatkan suatu garis lurus atau fungsi linier. Garis ini merupakan

estimasi dari data sampel. Analisis dengan regresi linier dilakukan dengan

menggambarkan garis yang tepat diantara titik-titik data. Dari sini kemudian

akan diketahui kemiringan garis dan nilai dari y-interceptnya yang kemudian

dapat digunakan untuk perhitungan, dirumuskan dengan y=Bx+A. Dimana y

adalah variabel tergantung, B adalah nilai slope (kemiringan) garis, x adalah

variabel bebas dan A adalah y-intercept (De Muth, 1999). Hubungan antara

garis linear dengan regresi linear disebut sebagai koefisien determinasi (r2).

Koefisien determinasi menggambarkan kedekatan titik dengan garis linear,

semakin dekat titik dengan garis berarti semakin dekat hubungan korelasinya.


(47)

Muth, 1999). Suatu metode memiliki linearitas yang baik jika nilai koefisien

determinasi (r2) ≥ 0,997 (Chan, 2004).

Menurut De Muth (1999) linearitas ditunjukkan dengan nilai

koefisien determinasi (r2) dan koefisien korelasi (r) yang didapat dari

perhitungan regresi linear. Dimana koefisien determinasi (r2) menunjukkan

hubungan antara garis linear dengan respon dan koefisien korelasi (r)

menunjukkan hubungan antara konsentrasi dan respon pengukuran. Semakin

dekat nilai respon dengan garis linear, semakin linear data tersebut dan

semakin kuat hubungan korelasinya. Suatu metode dikatakan memiliki

linearitas yang baik apabila memiliki nilai r2≥ 0,997 (Chan, 2004).

5. Rentang (range)

Rentang dalam suatu metode analisis merupakan interval antara

konsentrasi analit tertinggi dan konsentrasi analit terendah yang memenuhi

persyaratan linearitas, akurasi, dan presisi. Dalam suatu assay biasanya

menggunakan rentang tidak kurang dari 80%-120% dari konsentrasi sampel

dan untuk penetapan keseragaman kadar biasanya digunakan rentang tidak

kurang dari 70%-130% (The British Pharmacopoeia Commission, 2011).

6. Batas deteksi (Limit of Detection)

Batas deteksi merupakan parameter uji batas yang diartikan sebagai

jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat dideteksi yang masih

memberikan respon signifikan dibandingkan dengan blangko (Harmita,


(48)

7. Batas kuantifikasi (Limit of Quantification)

Batas kuantifikasi (LOQ) merupakan parameter dari suatu

quantitative assay untuk level rendah dari komponen didalam sampel,

biasanya digunakan untuk penentuan impurities dan/atau produk yang telah

terdegradasi. LOQ diartikan sebagai batas terendah dari jumlah analit dalam

sampel yang masih dapat ditentukan secara kuantitatif dan memberikan

akurasi dan presisi yang baik. (The British Pharmacopoeia Commission,

2011). Menurut Harmita (2004), Batas kuantitasi merupakan parameter pada

analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil analit dalam sampel

yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.

8. Ketangguhan metode

Ketangguhan metode adalah derajat ketertiruan hasil uji yang

diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal,

seperti laboratorium, analisis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang

berbeda, dll. Ruggednessbiasanya dinyatakan sebagai tidak adanya pengaruh

perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji (Harmita, 2004).

9. Kekuatan (robustness)

Robustness suatu prosedur analisis adalah ukuran kapasitas untuk

tetap tidak terpengaruh oleh variasi kecil tapi disengaja dalam parameter

metode dan memberikan indikasi keandalannya selama penggunaan normal.

Biasanya ditunjukkan dengan melakukan perubahan kecil yang disengaja


(49)

membandingkan hasilnya dengan yang diperoleh menggunakan metode yang

sesuai prosedur (The British Pharmacopoeia Commission, 2011).

Untuk memvalidasi kekuatan suatu metode perlu dibuat perubahan

metodologi yang kecil dan terus menerus dan mengevaluasi respon analitik

dan efek presisi dan akurasi. Identifikasi sekurang-kurangnya 3 faktor analisis

yang dapat mempengaruhi hasil bila diganti atau diubah. Faktor orisinal ini

dapat diidentifikasi sebagai A, B, dan C. Perubahan nilai faktor-faktor ini

dapat diidentifikasi dengan a, b, dan c. Lakukan analisis pada kondisi yang

telah disebutkan pada pemeriksaan ketangguhan (Harmita, 2004).

F. Landasan Teori

Krim merek “x” merupakan salah satu obat yang sering digunakan oleh

masyarakat sebagai analgesik untuk meredakan nyeri sendi, keseleo dan kram

otot. Dalam setiap gram produk krim merek “x” tersebut mengandung senyawa

aktif metil salisilat 102 mg, eugenol 13,6 mg dan mentol 54,4 mg.

Metil salisilat dan eugenol merupakan senyawa golongan fenol yang

terdapat dalam produk tersebut. Keduanya memiliki kelarutan yang baik dalam

etanol, eter dan kloroform serta mempunyai serapan maksimum pada daerah UV

yang berdekatan yaitu 300 nm dan 282 nm. Berdasarkan sifat fisika dan kimia senyawa, dan jumlah komponen zat aktif yang lebih dari satu maka analisis untuk

menetapkan kadar dapat dilakukan dengan metode kromatografi lapis tipis

(KLT)-densitometri. Eugenol memiliki sifat yang merupakan semivolatil. Hal ini dapat


(50)

Metode KLT dapat memisahkan beberapa campuran senyawa karena

adanya perbedaan interaksi antara senyawa-senyawa tersebut dengan fase diam

dan fase gerak yang digunakan. Metode KLT ini masih dapat digunakan untuk

senyawa yang memiliki sifat semivolatil sehingga untuk menetapkan kadar dari

eugenol yang besifat semivolatil masih dapat digunakan. Bercak analit hasil

pemisahan KLT dapat dianalisis kuantitatif dengan Densitometer.

Parameter validasi metode didasarkan antara lain pada selektivitas, nilai

perolehan kembali, presisi dan linearitas. Dalam hal ini, selektivitas akan

dianalisis berdasarkan perbandingan nilai Rf kedua campuran, yang ditunjukkan

dengan nilai resolusi > 1,5, linearitas dianalisis berdasarkan koefisien determinasi

(r2) ≥ 0,997, untuk asam salisilat perolehan kembali dianalisis berdasarkan mean

% recoveryantara 90-107% dan presisi dianalisis berdasarkan CV (Coefficient of

Variation) ≤ 1,8%, sedangkan untuk eugenol ulangan standart dianalisis

berdasarkan mean % recovery antara 90-107% dan presisi dianalisis berdasarkan

CV ≤ 2,7%.

G. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas, dapat disusun hipotesis bahwa metode

analisis Kromatografi Lapis Tipis (KLT)–Densitometri yang dikembangkan untuk

analisis kadar metil salisilat dan eugenol dengan fase diam silika gel 60 F254 dan

fase gerak toluen : etil asetat : metanol (65,2 : 2,4 : 32,4) memiliki validitas yang


(51)

30 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental deskriptif,

karena tidak dilakukan perlakuan pada subjek uji krim analgesik merek “x”.

B. Variabel Penelitian 1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode yang digunakan untuk

melakukan analisis yaitu sistem KLT yang telah dioptimasi dengan fase diam

silika gel 60 F254 dan fase gerak toluena : etil asetat : metanol (65,2 : 2,4 :

32,4).

2. Variabel tergantung

Variabel tergantung pada penelitian ini adalah parameter validasi yaitu

selektivitas, akurasi, presisi, linearitas, dan rentang.

3. Variabel pengacau terkendali

a. Pelarut, untuk mengatasinya digunakan pelarut pro analysis (p.a) yang

memiliki kemurnian tinggi.

b. Senyawa baku yang digunakan, untuk mengatasinya digunakan senyawa

baku asam salisilat untuk sintesis dan senyawa baku eugenol untuk


(52)

c. Paparan cahaya terkait dengan sifat eugenol yang fotosensitif, untuk

mengatasinya pada saat preparasi semua peralatan gelas yang akan

digunakan dilapisi denganaluminium foil.

C. Definisi Operasional

1. Krim merek “x” adalah sedian krim topikal dalam kemasan tube ukuran 5

gram mengandung senyawa aktif metil salisilat sebanyak 102 mg, eugenol

sebanyak 13,6 mg dan mentol sebanyak 54,4 mg dengan nomor Batch

1K3161.

2. Sistem KLT yang digunakan dalam penelitian adalah fase diam silika gel 60

F254dan fase gerak toluena : etil asetat : metanol (65,2 : 2,4 : 32,4).

3. Kadar metal salisilat, asam salisilat dan eugenol dinyatakan dalam part per

million(ppm).

4. Parameter validasi yang digunakan yaitu selektivitas, akurasi, presisi,

linearitas, dan rentang.

D. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asam slisilatfor

synthesis (E. Merck, kemurnian 99,8%), eugenol for R&D (Sigma-Aldrich,

kemurnian 99%), metanol p.a (E. Merck), etanolp.a (E. Merck), toluenp.a (E.

Merck), etil asetat p.a (E. Merck), NaOH 6M, HCl 6M, kloroform teknis

(Bratachem), Krim merk X (netto: 5 gram, No. batch : 1K3161) , plat KLT silika


(53)

E. Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat

komputer merk Dell B6RDZ1S Connexant System RD01-D850 A03-0382 JP

France S.A.S, printer HP Deskjet D2566 HP-024-000 625 730, seperangkat alat

densitometer (CAMAG TLC Scanner 3 CAT. No. 027.6485 SER. No.160602),

autosampler (CAMAG Linomat 5 CAT. No. 027.7808. SER. No. 170610), UV

cabinet (CAMAG), perangkat lunak WinCats (V.1.4.4), chamber (DESAGA,

Germanydimensi 23x23x10 cm), Oven (Marius Instrumenten, postbus 7018-3502

Utrecht, Hollantlaan 18-3526 Am utrech), mantel heater, pendingin alin,

termometer, indikator pH, kertas saring, mikropipet 20 -200 µL dan 100-1000 µL

(Socorex ACURA 825), makropipet 1-10 mL (Socorex ACURA 825), neraca

analitik (ScaltecSBC 22 max 60/210 g; min 0,001 g; d=0,01/0,1mg; e=1mg), dan

seperangkat alat gelas (Pyrex).

F. Tata Cara Penelitian 1. Pembuatan Fase Gerak

Fase gerak yang digunakan adalah fase gerak yang telah didapat dari hasil

optimasi pada penelitian sebelumnya yaitu toluena : etil aseat : metanol (65,2 :

2,4 : 32,4). Fase gerak ini dibuat sebanyak 25 mL menggunakan prinsip

volume portiondengan teknikdoubling(Shimadzu corporation, 2012).

2. PenjenuhanChamber

Chamber dimensi 23x23x10 cm diisi dengan fase gerak yang telah dibuat


(54)

chamber dikatakan telah terjenuhkan apabila seluruh kertas saring telah

terbasahi oleh fase gerak.

3. Pengaktifan Fase diam

Fase diam berupa plat KLT silika gel 60 GF254dipanaskan dalam oven selama

30 menit dengan suhu optimal 1200C (Braithwait and Smith, 1999).

4. Pembuatan larutan baku tunggal asam salisilat

a. Pembuatan larutan stok asam salisilat 20 ppb. Serbuk baku asam

salisilat ditimbang sebanyak 0,2004 gram kemudian dimasukkan ke dalam labu

takar 10 mL. Serbuk tersebut kemudian dilarutkan dengan etanolp.ahingga tanda

dan digojog agar homogen.

b. Pembuatan seri larutan baku asam salisilat 816; 884, 952, 1020; 1088,

1156 dan 1224 ppm. Larutan stok asam salisilat 20 ppb diambil sebanyak 204,

221, 238, 255, 272, 289 dan 306 μL menggunakan mikropipet kemudian

masing-masing dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL. Larutan tersebut diencerkan

dengan etanol p.a hingga tanda dan digojog agar homogen. Seri larutan baku

dibuat sebanyak tiga replikasi.

5. Pembuatan larutan baku tunggal eugenol

a. Pembuatan larutan stok eugenol 20 ppb. Larutan baku eugenol diambil

sebanyak 189 μL dengan mikropipet kemudian dimasukkan ke dalam labu takar

10 mL dan dilarutkan dengan etanolp.ahingga tanda dan digojog agar homogen.

b. Pembuatan seri larutan baku eugenol 560, 600, 640, 680, 720, 760 dan

800 ppm. Larutan stok eugenol 20000 ppm diambil sebanyak 140, 150, 160, 170,


(55)

dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL. Larutan tersebut diencerkan dengan etanol

p.a hingga tanda dan digojog agar homogen. Seri larutan baku dibuat sebanyak

tiga replikasi.

6. Pembuatan Larutan Baku Campuran Asam Salisilat dan Eugenol

Larutan stok baku asam salisilat diambil sebanyak 204, 255 dan 306 μL

dan larutan stok baku eugenol diambil sebanyak 140, 170 dan 200 μL

menggunakan mikropipet kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 5 mL.

Campuran larutan lalu diencerkan dengan etanol p.a hingga tanda dan digojog

agar homogen. Pembuatan larutan campuran baku eugenol dan asam salisilat

dilakukan sebanyak lima kali replikasi.

7. Penetapan Panjang Gelombang Pengamatan

Larutan baku asam salisilat kadar 816; 952 dan 1224 ppm dan larutan

baku eugenol kadar 560; 640 dan 800 ppm masing-masing tiga kali replikasi

ditotolkan sebanyak 2 µL pada plat KLT dengan fase diam silika gel 60 F254.Hasil

penotolan dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah jenuh dengan fase

gerak, dengan jarak pengembangan 15 cm. Lempeng hasil pengembangan

dikeluarkan dari bejana lalu dikeringkan. Plat hasil pengembangan discanning

pada panjang gelombang pengamatan 250-330 nm menggunakan alat TLC

scanner.

8. Penetapan kurva baku asam salisilat dan eugenol dan pengamatan nilai


(56)

Seri larutan baku masing-masing ditotolkan dengan volume penotolan 2

μL pada plat KLT dengan fase diam silika gel 60 F254yang telah diaktifkan dan

setelah kering dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi

dengan fase gerak dengan jarak pengembangan 15 cm. Setelah mencapai jarak

rambat 15 cm, plat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Plat hasil

pengembangan diukur Area Under Curve (AUC) dan tinggi puncaknya dengan

alat TLC scanner pada panjang gelombang pengamatan (288 nm). Replikasi

dilakukan sebanyak tiga kali. Selanjutnya dihitung persamaan kurva baku, nilai

koefisien determinasi dan nilai koefisien korelasinya, kemudian diplotkan dalam

grafik kadar vs AUC.

9. Validasi Metode

a. Penentuan nilai selektivitas, presisi, linearitas dan rentang. Seri larutan

tunggal dan campuran baku asam salisilat dan eugenol ditotolkan dengan volume

penotolan 2 µL pada plat KLT dengan fase diam silika gel 60 GF254 dan setelah

kering dikembangkan dalam bejana kromatografi yang telah dijenuhi dengan fase

gerak. Setelah mencapai jarak rambat 15 cm, plat dikeluarkan dari bejana dan

dikeringkan. Plat hasil pengembangan diukur Area Under Curve (AUC) dan

tinggi puncaknya dengan alatTLC scanner pada panjang gelombang pengamatan

(288 nm). Replikasi dilakukan sebanyak lima kali. Kadar terukur dihitung dengan

menggunakan persamaan kurva baku yang telah didapat.

b. Penentuan nilai perolehan kembali. Konsentrasi rendah, sedang dan

tinggi dari baku eugenol dan asam salisilat ditambahkan pada ± 1 gram sampel,


(57)

dengan menggunakan mantel heater dengan suhu di jaga antara 800C-1000C

selama 3 jam. Larutan yang diperoleh disaring dengan menggunakan kertas saring

dan ditambah HCL 6M hingga pH 2. Larutan diekstraksi sebanyak 4 x @ 10 mL

kloroform. Hasil ekstraksi dikeringkan dan setelah kering dilarutkan kembali

dengan 5 mL. Hasil tersebut ditotolkan sebanyak 2 µL pada plat KLT dengan

jarak rambat 15 cm, plat dikeluarkan dari bejana dan dikeringkan. Plat hasil

pengembangan diukur Area Under Curve (AUC) dan tinggi puncaknya dengan

alat TLC scanner pada panjang gelombang pengamatan (288 nm). Replikasi

dilakukan sebanyak dua kali pada tiap konsentrasi baku. Kadar terukur dihitung

dengan menggunakan persamaan kurva baku yang telah didapat.

10. Preparasi Sampel

Sampel didapatkan dari 4 apotek pendidikan di Yogyakarta yang

memiliki nomor batch yang sama sebanyak 50 sampel. Dari 50 sampel tersebut

diambil 20 sampel secara acak yang akan mendapatkan perlakuan. Dari 20 sampel

tersebut dikeluarkan semua kemudian diletakkan dalam satu wadah yang sama

dan dihomogenkan.

Sampel ditimbang lebih kurang 1 gram dengan seksama kemudian

dimasukkan kedalam labu alas datar 100 mL, NaOH 6 M ditambahkan sebanyak

25 mL. Dilakukan pemanasan dengan refluks dengan menggunakanmantel heater

dengan suhu di jaga antara 800C-1000C selama 3 jam. Larutan yang diperoleh

disaring dengan menggunakan kertas saring dan ditambah HCL 6M hingga pH 2.


(58)

dan setelah kering dilarutkan kembali dengan 5 mL etanol sehingga didapatkan

sampel untuk eugenol tanpa pengenceran. Sampel dibuat sebanyak 5 kali.

Sampel yang telah jadi tersebut digunakan untuk sampel eugenol,

sedangkan untuk sampel asam salisilat didapatkan dari sampel eugenol yang akan

diencerkan dengan mengambil 1 mL sampel eugenol menggunakan pipet volume

kemudian dimasukkan kedalam labu takar 10 mL larutan tersebut diencerkan

dengan etanol p.a hingga tanda dan digojog agar homogen. Sampel dibuat

sebanyak 5 kali.

G. Analisa Hasil

Pada analisis campuran eugenol dan metil salisilat ini dilakukan

pemisahan antara metil salisilat dengan eugenol berdasarkan parameter berikut

ini:

1. Selektivitas

Selektivitas ditentukan dengan membandingkan nilai Rfdari kedua senyawa.

Selektivitas ditunjukkan dengan resolusi (R) > 1,5 (Gandjar dan Rohman,

2007). Resolusi dapat dihitung dengan cara berikut:

Resolusi = (Watson, 1999).

2. Linearitas

Linearitas dilihat dari nilai r2 (koefisien determinasi) yang didapatkan dari

persamaan kurva baku. Suatu metode memiliki linearitas yang baik jika nilai

koefisien determinasi (r2) ≥ 0,997 (Chan, 2004).

3. Nilai perolehan kembali


(59)

Nilairecoverydidapatkan dari rumus x 100%

4. Presisi

Nilai presisi pada metode analisis dinyatakan dalam bentuk KV (koefisien

variasi) yang dapat diperoleh dengan cara:

KV = x 100% (Harmita, 2004).

5. Rentang

Rentang merupakan interval konsentrasi analit yang memenuhi persyaratan


(60)

39 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Preparasi Sampel

Pada penelitian ini sampel yang digunakan adalah krim merek “x” yang

tiap 1 gram dari krim tersebut mengandung 102 mg metil salisilat dan 13.6 mg

eugenol. Pada penelitian ini menggunakan sampel yang berasal dari nomor batch

yang sama dan pengumpulan sampel dilakukan pada 4 apotek pendidikan yang

berada di kota Yogyakarta. Pada penelitian ini digunakan nomorbatch yang sama

karena pada nomor batch yang sama dilakukan pada satu kali proses produksi

sehingga nantinya akan mendapatkan hasil yang baik antara satu replikasi dengan

replikasi lainnya. Sampel yang digunakan sebanyak 50 buah dengan nomorbatch

yang sama, dari 50 sampel tersebut diambil 20 sampel secara acak yang

kemudian akan dilakukan penetapan kadar metil salisilat dan eugenol didalam

sampel krim merek “x”.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah probability sample

khususnya simple random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel dari

populasi secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada di dalam populasi

tersebut sehingga setiap anggota populasi mempunyai peluang yang sama untuk

dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2008). Metode ini dilakukan karena

setiap sampel yang digunakan memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan

sampel dalam penetapan kadarnya sehingga hasil yang didapat lebih representatif.


(61)

dari sampel yang akan dipakai. Sampel yang telah menjadi satu tersebut diaduk

rata agar mendapatkan hasil yang homogen. Penetapan kadar dilakukan dengan

menggunakan 5 replikasi untuk mendapatkan hasil penetapan kadar metil salisilat

dan eugenol.

Preparasi sampel dilakukan untuk memisahkan analit dari matriks sampel

yang berupa basis krim merek “x” yang merupakan vanishing creams,adalah tipe

emulsi O/W sehingga dapat dipecahkan dengan penambahan senyawa kimia

seperti basa kuat (Beall, 1984). Basis vanishing creams meliputi stearyl alcohol, cetyl alcohol, myristic alcohol, dodecyl alcohol, glycerol monostearate, polyoxyl

20 cetostearyl ether, Sorbitol, isopropyl palmitate, methyl paraben, propyl

paraben, captan, dan air sehingga pada penetapan kadar dari analit yang diteliti

tidak terganggu oleh matriks sampel yang bisa berupa basis krim yang digunakan.

Sehingga penetapan kadar yang dilakukan murni berasal dari analit tanpa adanya

gangguan dari matriks sampel yang tidak diinginkan. Preparasi pada sampel

meliputi pemecahan emulsi yang digunakan pada matriks sampel lalu dilakukan

ekstraksi untuk mendapatkan analit yang akan digunakan untuk penetapan kadar.

Untuk pemecahan emulsi pada sampel digunakan basa kuat NaOH 6M yang dapat

memecah matriks sampel pada sediaan tersebut, selain itu untuk mengubah analit

menjadi bentuk garam sehingga dapat lebih larut dalam air. Namun pada metil

salisilat, penambahan NaOH 6M dapat mengubah metil salisilat menjadi bentuk

garam yaitu natrium salisilat. Garam natrium salisilat ini akan lebih larut dalam


(62)

Ester yang mengalami hidrolisis biasanya akan berubah menjadi alkohol

ataupun asam bebas oleh adanya air. Kecepatan dari reaksinya akan meningkat

oleh adanya peningkatan suhu dan dengan penambahan katalis asam atau basa.

Penambahan basa tidak hanya mengkatalis proses hidrolisis, tapi juga bereaksi

dengan produk asam bebas yang terbentuk dan menghasilkan bentuk garam. Metil

salisilat yang dihidrolisis dengan larutan basa, maka setiap mol garam salisilat

yang terbentuk setara dengan jumlah mol ester yang terhidrolisis. Penambahan

basa NaOH akan mengubah metil salisilat menjadi bentuk garam natrium salisilat.

Penggunaan asam dibutuhkan untuk membentuk senyawa asam bebas hasil dari

reaksi hidrolisis dan menetralkan sisa basa yang tidak bereaksi.

Pada eugenol juga terjadi reaksi yang sama yaitu dengan penambahan

basa NaOH 6M akan mengubah eugenol menjadi bentuk garam natrium

eugenolat, namun setelah penetralan dengan HCl akan mengubah kembali bentuk

garam natrium eugenolat menjadi eugenol.

OCH3

O

OH

NaOH/H2O

ONa

OH O

Metil salisilat Garam Natrium Salisilat

100oC

OH

OH O

Asam salisilat HCl


(63)

OH

O

ONa

O

Eugenol Natrium eugenolat

NaOH/H2O 100oC

Gambar 8. Reaksi pembentukan garam natrium eugenol

Pada pemecahan emulsi ini dilakukan dengan bantuan pemanasan.

Pemanasan juga bertujuan untuk memecah emulsi yang ada pada sampel.

Pemanasan disini menggunakan mantle heater dengan bantuan refluks. Metode

refluks dipilih selain untuk memaksimalkan pembentukan garam natrium dan

pemecahan emulsi karena adanya pemanasan, juga untuk mengurangi kehilangan

senyawa volatil yang mungkin terjadi, karena metil salisilat merupakan senyawa

yang cukup volatil (Avantor Performance Material, Inc, 2011). Pemanasan

dilakukan selama 3 jam. Dipilih waktu selama 3 jam karena pada waktu tersebut

didapatkan nilai AUC dari sampel yang paling banyak apabila diteruskan sampai

4 jam hasil yang didapatkan kurang baik karena didapatkan penurunan nilai AUC


(64)

Gambar 9. Densitogram pemanasan sampel selama 1 jam


(65)

Gambar 11. Densitogram pemanasan sampel selama 3 jam

Gambar 12. Densitogram pemanasan sampel selama 4 jam

Tahap selanjutnya adalah menetralkan sisa basa yang telah digunakan

untuk pemecahan sampel dengan menggunakan HCl. Penetralan ini bertujuan

untuk mendapatkan kembali analit dalam molekul utuh bukan dalam bentuk

garam atau ion sehingga tidak mengganggu pada proses elusi analit. Proses

penetralan dengan menggunakan HCl akan membuat garam natrium salisilat yang

terbentuk pada saat hidrolisis akan berubah menjadi asam salisilat sehingga pada

penetapan kadar metil salisilat merupakan penetapan kadar secara tidak langsung

karena pada prosesnya terjadi perubahan dari metil salisilat menjadi asam salisilat.

Pada eugenol proses penetralan tersebut akan mengubah garam natrium eugenol


(66)

ONa

O

Natrium eugenol

HCl

OH

O

Eugenol

Gambar 13. Reaksi pembentukan eugenol dari garam natrium eugenol

Ekstraksi dilakukan secara partisi menggunakan corong pisah. Estrkasi

partisi disini menggunakan pelarut yang tidak saling campur. Pelarut lain yang

digunakan adalah kloroform. Dipilih kloroform karena analit yang akan

digunakan dapat larut dalam pelarut kloroform dengan prisip like disolve like.

Ekstraksi dilakukan 4 kali dengan setiap ekstraksi sebanyak 10 mL dengan tujuan

untuk memaksimalkan hasil ekstraksi. Apabila langsung digunakan volume yang

banyak maka ada kemungkinan analit tersebut belum terambil sehingga untuk

memaksimalkan ekstraksi digunakan 4 kali ekstraksi dengan harapan analit

tersebut sudah terambil semua. Setelah itu pelarut yang digunakan diuapkan dan

setelah kering dilarutkan kembali dengan etanol untuk dilakukan proses

selanjutnya yaitu proses elusi untuk validasi metode.

B. Fase Gerak

Pada penelitian ini menggunakan komposisi fase gerak yang didapatkan

dari hasil optimasi yang dilakukan pada proses sebelumnya. Hasil optimasi dari

komposisi fase gerak yang digunakan adalah toluena, etil asetat dan metanol


(67)

2012). Campuran fase gerak ini bersifat lebih non polar apabila dibandingkan

dengan fase diamnya, memiliki nilai indeks polaritas sebesar 3,3228 dan

merupakan fase gerak yang dapat memisahkan asam salisilat dan eugenol secara

optimal. Campuran fase gerak ini disebut non-polar karena memiliki nilai indeks

polaritas yang rendah, dimana semakin rendah nilai indeks polaritas suatu fase

gerak, maka semakin non-polar sifatnya.

Fase gerak yang cenderung lebih non polar ini akan mampu mengelusi

sampel sehingga akan didapatkan pemisahan dari analit karena memiliki sifat

polaritas yang berbeda antara satu dengan yang lain. Prinsip pembuatan dan

pencampuran ketiga larutan fase gerak tersebut menggunakan prinsip volume

portion dengan teknik doubling dimulai dari fase gerak yang memiliki volum

terkecil lalu ditambah larutan fase gerak selanjutnya sebanyak volum di dalam

wadah, begitu seterusnya. Prinsip volume portion dengan teknik doubling

dilakukan untuk mempermudah pencampuran ketiga jenis larutan fase gerak yang

digunakan sehingga ketiganya dapat tercampur dengan sempurna.

Pada optimasi pemilihan fase gerak yang telah dilakukan sebelumnya

dihasilkan pemisahan metil salisilat dan eugenol yang baik dan optimal.

Pembuatan fase gerak menggunakan bahan-bahanpro analisis karena diharapkan

dengan menggunakan bahan-bahan dengan grade pro analsis ini tidak memiliki

pengotor dibanding jika menggunakan bahan-bahan teknis. Adanya pengotor akan

menganggu interaksi antara fase gerak dengan analit. Sistem kromatografi pada

penelitian ini merupakan kromatografi fase normal karena fase gerak yang


(68)

C. Pembuatan Larutan Baku

Pada penelitian ini menggunakan larutan baku yang dibuat dalam 7 seri

konsentrasi untuk masing-masing analit yang akan diuji pada penelitian ini.

Pelarut yang digunakan adalah etanol karena asam salisilat dan eugenol larut

dalam etanol. larutan baku digunakan untuk membuat persamaan kurva baku dari

masing-masing analit yaitu asam salisilat dan eugenol. Konsentrasi kurva baku

yang digunakan untuk persamaan kurva baku asam salisilat adalah 816, 884, 952,

1020, 1088, 1156, dan 1224 ppm. Sedangkan konsentrasi kurva baku untuk

persmaan kurva baku eugenol adalah 560, 600, 640, 680, 720, 760 dan 800 ppm.

Perbandingan yang digunakan dalam pembuatan konsentrasi kurva baku tersebut

didasarkan pada perbandingan analit yang ada dalam sampel krim merek “x”

yaitu 1 : 1,5 untuk eugenol : metil salisilat.

D. Penentuan Panjang Gelombang ( λ ) Pengamatan Asam Salisilat dan Eugenol

Penetapan panjang gelombang pengamatan bertujuan untuk menentukan

λ optimum sehingga analit yang terdeteksi memberikan respon optimum.

Penentuan pengamatan eugenol dan asam salisilat sangat dipengaruhi oleh nilai

yang merupakan nilai serapan suatu zat dalam larutan dengan konsentrasi 1% b/v di dalam kuvet yang tebalnya 1 cm.


(69)

Gambar 14. Profil spektra baku analit. (a). Eugenol; (b). Asam Salisilat

Dari spektra yang ditunjukan pada gambar 15, panjang gelombang

maksimum asam salisilat adalah pada panjang gelombang 300 nm. Sedangkan

panjang gelombang maksimum eugenol adalah 282 nm. Berdasarkan gambar

spektra di atas pada λ maksimum eugenol serapan asam salisilat sangat rendah

sedangkan pada λ maksimum asam salisilat serapan eugenol sangat rendah. Oleh

karena itu untuk menetapkan panjang gelombang pengamatan di pilih pada

panjang gelombang perpotongan antara asam salisilat dan eugenol pada panjang

gelombang 288 nm dimana eugenol dan asam salisilat masih memberikan serapan

yang tinggi.

E. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif dari metode ini dilihat dari nilai Rf (Retardation

factor) yang bersifat spesifik pada setiap senyawa dalam fase gerak tertentu

tergantung interaksinya antara fase diam dan fase gerak. Pengamatan nilai Rf ini A


(70)

dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sampel mengandung asam salisilat dan

eugenol yang dilakukan dengan cara membandingkan nilai Rf dari senyawa baku

asam salisilat dan eugenol dengan nilai Rf dari analit yang akan diteliti. Larutan

baku yang digunakan adalah baku tunggal asam salisilat dan eugenol serta

ditotolkan juga larutan baku campuran antara asam salisilat dan eugenol sebanyak

2 µL. Hasil densitogram antara baku dengan sampel yang digunakan adalah

sebagai berikut:

a b

c d

Gambar 15 densitogram baseline (a); baku asam salisilat (b); baku eugenol (c) dan baku campuran asam salisilat dan eugenol (d)

Dari gambar diatas diketahui bahwa asam salisilat baku memiliki nilai Rf

sebesar 0,25 dan eugenol memiliki niali Rf sebesar 0,66. Pada baku campuran


(71)

0,66. Dari gambar 11 tersebut dapat dipastikan pula bahwa asam salisilat dan

eugenol tersebut sudah dapat terpisah secara sempurna dengan nilai resolusi (R)

sebesar 5,125 yang sudah sesuai dengan syarat resolusi dari Gandjar dan Rohman,

2007 yaitu nilai R > 1,5.

Perbedaan nilai Rf antara analit yang satu dengan yang lainnya

disebabkan karena adanya perbedaan interaksi antara kedua analit dengan fase

diam maupun fase gerak yang digunakan. Pada penelitian ini digunakan sistem

KLT dengan fase normal yang artinya fase diam yang digunakan bersifat lebih

polar daripada fase geraknya. Sehingga senyawa yang lebih bersifat non polar

akan terelusi terlebih dahulu oleh fase gerak. Dalam hal ini kepolaran eugenol

lebih kecil daripada asam salisilat sehingga eugenol akan terelusi terlebih dahulu.

Gambar 16. Bagian non polar dari (a) asam salisilat dan (b) eugenol

F. Penetapan kurva baku asam salisilat dan eugenol

Persamaan kurva baku yang digunakan untuk mendapatkan hubungan

linearitas antara konsentrasi baku yang digunakan dengan AUC (Area Under

Curve) yang menggambarkan kadar dari tiap masing-masing konsentrasi baku

yang digunakan. Hubungan antara konsentrasi dengan AUC dinyatakan sebagai = bagian non polar

A


(1)

(2)

102

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(3)

(4)

104

Lampiran 20. Perhitungan%Recovery

%Recovery= x 100%

a. Asam salisilat

Baku yang ditambahkan sebanyak 816 ppm, 1020 ppm, 1224 ppm. Kadar sebelum ditambahkan adalah 243,0379 ppm

Kadar total (ppm) Recovery 1083,901 103,047 1110,013 106,247 1120,033 85,979 1212,815 95,076 1225,864 80,296 1235,754 81,104 91,958

Rata-rata%Recoveryuntuk asam salisilat adalah sebesar 91,958%

b. Eugenol

Baku yang ditambahkan sebanyak 560 ppm, 680 ppm, dan 800 ppm. Kadar sebelum ditambahkan adalah sebesar 459,5474 ppm

Kadar total (ppm) Recovery 690.9218 41.317 764.9396 54.534 777.8711 46.812 766.9804 45.211 729.5594 33.751 731.0194 33.943

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI


(5)

(6)

106

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi yang berjudul “Validasi Metode Analisis pada Campuran Eugenol dan Metil salisilat dalam sediaan krim merek “x” Menggunakan Metode KLT Densitometri”, memiliki nama lengkap Dhimas Bayu Kinasih. Anak dari pasangan bapak A.J Bambang Budiono dan ibu Ester Ambar Setyaningsih yang lahir di Serang, 24 Januari 1991. Pendidikan formal yang ditempuh penulis meliputi: TK Maitreya (1994-1996), SDN Nagasari V Karawang (1996-2002), SMPN I Karawang (2002-2005), SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan (2005-2008) dan melanjutkan kuliah di Fakultas farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tahun 2008. Selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kromatografi, serta aktif dalam beberapa kepanitian, yaitu menjadi panitia seminar HIV AIDS pada tahun 2008, seksi Humas PPnEC 2010, seksi Bandzen Titrasi 2009, Seksi Perlengkapan Pelepasan Wisuda 2009.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI