Tradisi wiwitan masyarakat Jawa di Dusun Mundu, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta : kajian mitos, ritus, makna dan fungsi - USD Repository

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

TRADISI WIWITAN MASYARAKAT JAWA
DI DUSUN MUNDU, CATURTUNGGAL, DEPOK, SLEMAN,
YOGYAKARTA: KAJIAN MITOS, RITUS, MAKNA DAN FUNGSI
Tugas Akhir
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra Indonesia
Program Studi Sastra Indonesia

Oleh
Utami Apriani
NIM 09 4114 014

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA
JURUSAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014

i

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI


MOTTO

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi
kekuatan kepadaku (Filipi 4:13)

Bersukacitalah dalam pengharapan, sabarlah dalam kesesakan, dan
bertekunlah dalam doa (Roma 12:12)

Barangsiapa yang tidak pernah melakukan kesalahan,
maka dia tidak pernah mencoba sesuatu yang baru (Albert Einstein)

Belajarlah dari masa lalu, hiduplah untuk masa depan.
Yang terpenting adalah tidak berhenti bertanya (Albert Einstein)

vi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN

TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

PERSEMBAHAN

Tanda terima kasih kupersembahkan untuk:
orang tuaku, kakak dan adikku,
serta teman-teman seperjuangan

vii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang
telah melimpahkan kasihnya untuk menuntun penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Skripsi yang berjudul “Tradisi Wiwitan Masyarakat Jawa di Dusun
Mundu, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta: Kajian Mitos, Ritus, Makna
dan Fungsi” ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
sastra pada Program Studi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
Penulis sadar dalam penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan
dan dukungan dari berbagai pihak, karena itu penulis ingin menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Dr. Yoseph Yapi Taum, M.Hum., selaku pembimbing I penulis dalam
menyusun skripsi ini yang telah memberikan bimbingan, motivasi, dan
nasihat kepada penulis.
2. Prof. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. selaku pembimbing II, atas
bimbingan dan nasihat yang telah diberikan kepada penulis.
3. Bapak dan Ibu dosen Sastra Indonesia, Fr. Tjandrasih Adji, M.Hum., Drs.
Hery Antono, M.Hum., Drs. B. Rahmanto, M.Hum., Dr. Paulus Ari
Subagyo, M.Hum., S.E. Peni Adji, S.S, M.Hum., dan Drs. F.X. Santosa,
M.S., serta dosen-dosen pengampu mata kuliah tertentu yang tidak dapat
penulis sebutkan satu per satu, atas bimbingan yang diberikan kepada

penulis untuk menimba ilmu di Program Studi Sastra Indonesia.

viii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

4. Staf Sekretariat Fakultas Sastra

yang membantu penulis

untuk

memperoleh informasi akademik selama menjalani studi.
5. Staf Perpustakaan Universitas Sanata Dharmayang membantu penulis
dalam menyediakan buku-buku yang berguna bagi pengerjaan skripsi ini.

6. Kedua orang tuaku (Bapak Sihono dan Ibu Rajiyem), kedua kakakku (andi
Haryanto dan Edi Hermantaka) dan adikku Andang Indarto terima kasih
atas kasih sayang, doa, dan dukungan yang tak ada habisnya diberikan
kepada penulis.
7. Teman-teman Sastra Indonesia angkatan 2009, terima kasih atas
kebersamaannya dari awal perkuliahan sampai sekarang ini.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kata sempurna yang
merupakan tanggung jawab penulis. Masih ada beberapa hal yang perlu diteliti
lebih lanjut pada penelitian selanjutnya. Semoga karya sederhana ini bermanfaat
bagi pembaca.

Yogyakarta, 17 Juli 2014

Utami Apriani

ix

PLAGIAT

PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRAK

Apriani, Utami. 2014, “Tradisi Wiwitan Masyarakat Jawa di Dusun Mundu,
Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta: Kajian Mitos, Ritus, Makna
dan Fungsi”. Skripsi Srata 1 (S1). Program Studi Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra. Universitas Sanata Dharma.
Skripsi ini membahas tradisi Wiwitan dari segi kajian mitos, ritus, makna
dan fungsi bagi masyarakat di Dusun Mundu, Caturtunggal, Depok, Sleman,
Yogyakarta. Studi ini memiliki tiga tujuan, yakni (1) menjelaskan dan
mengungkap kajian struktural mitos Dewi Sri yang melatarbelakangi upacara
Wiwitan dalam masyarakat Jawa di Dusun Mundu, Caturtunggal, Depok, Sleman,
Yogyakarta, (2) mendeskripsikan proses dan makna upacara Wiwitan di Dusun
Mundu, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta, (3) mendeskripsikan fungsi
yang terkandung dalam upacara Wiwitan bagi masyarakat di Dusun Mundu,

Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta.
Pendekatan yang digunakan dalam studi ini adalah pendekatan folklor.
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini sebagai landasan referensi
adalah kajian mitos, ritus, makna dan fungsi. Penelitian ini menggunakan metode
etnografi dengan empat teknik pengumpulan data yaitu pengamatan (observasi),
wawancara, kepustakaan, dan dokumentasi. Teknik dokumentasi digunakan untuk
mendokumentasikan hasil wawancara yang kemudian disajikan dalam
pembahasan.
Hasil penelitian upacara Wiwitan di Dusun Mundu ini menunjukan
beberapa hal berikut. (1) Kajian struktural mitos Dewi Sri yang melatarbelakangi
upacara Wiwitan. Di dalam masyarakat Dusun Mundu ada dua versi mitos Dewi
Sri yang dipercaya. Teks pertama diambil dari buku yang berjudul Falsafah
Hidup Jawa (Endraswara, 2010: 203-204), sedangkan teks kedua diambil dari
hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan narasumber Bapak Sihono pada
tanggal 3 Desember 2013. Dari kajian struktural kedua mitos tersebut, dapat
disimpulkan bahwa mitos Dewi Sri yang dipercaya sebagai dewi tanah, dewi padi
dan dewi sawah memiliki pola aktansial yang sama. Hal ini membuktikan bahwa
struktur mitos Dewi Sri dapat bertahan terhadap perubahan zaman. (2) Ada tiga
tahap proses pelaksanaan ritual Wiwitan yang dipimpin Mbah Kaum, yaitu
pertama, tahap persiapan. Dalam tahap ini pemilik sawah memilih dan

menentukan hari pelaksanaan upacara Wiwitan dan mempersiapkan sesaji serta
peralatan yang akan digunakan. Dalam tahap ini terdapat makna kegiatan yaitu
dalam pemilihan hari yang menghindari tanggal 1 Sura dan hari geblak orang tua,

x

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

anak, dan pasangan hidup memiliki maksud bahwa jika melakukan kegiatan pada
hari tersebut dipercaya hasil panen akan gagal, karena hari-hari tersebut
seharusnya digunakan untuk berdoa. Kedua, tahap pelaksanaan inti ritual. Pada
tahap ini pemilik sawah mengundang pemimpin adat yang disebut Mbah Kaum
untuk memimpin upacara dan membacakan doa yang ditujukan kepada Tuhan
Yang Maha Esa dan Dewi Sri. Kemudian ia memetik sedikit padi yang nantinya
akan dibawa pulang pemilik sawah yang disebut mantenan atau mboyong mbok

Sri. Ketiga, Tahap Pascaritual, pada tahap ini pemilik sawah membagikan nasi
wiwitan kepada tetangga yang ikut hadir di sawah. Kemudian pemilik sawah
membuang kotosan di tepi atau sudut-sudut sawah atau disebut ngguwaki di
sawah. Namun, jika nasi wiwitan masih tersisa, nasi wiwitan bisa juga dibagikan
kepada orang yang ditemui ketika perjalanan pulang atau dibagikan kepada
tetangga di dekat rumah pemilik sawah. (3) Ada empat fungsi upacara Wiwitan
bagi masyarakat di Dusun Mundu yang mencakup tentang (i) fungsi magis
sebagai sarana masyarakat menghargai roh leluhur dan percaya dengan roh halus
(ii) fungsi religius sebagai sarana masyarakat Jawa memuja Tuhan, (iii) fungsi
faktitif sebagai sarana masyarakat Jawa menghargai sesama, dan (iv) fungsi
intensifikasi sebagai sarana masyarakat Jawa menghargai alam.

xi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

ABSTRACT

Apriani, Utami. 2014, "Javanese Wiwitan Tradition in Mundu Hamlet,
Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta: A Study of Its Myths, Rites,
Significances and Functions". Undergraduate Thesis (Bachelor Degree).
Indonesian Literature Study Program, Faculty of Letters. Sanata Dharma
University
This thesis discusses Wiwitan tradition in terms of the study of its myths,
rites, significances, and functions for people in the hamlet of Mundu,
Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. This study has three objectives,
namely (1) to explain and unravel the structural studies of the myths of Dewi
(Goddess) Sri behind Wiwitan ceremony in Javanese community in Mundu,
Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta, (2) to describe the process and
significance of Wiwitan ceremony in Mundu, Caturtunggal, Depok, Sleman,
Yogyakarta, (3) to describe the functions contained in Wiwitan ceremony for
people in Mundu, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta.
The approach used in this study is folklore approach. The foundation of
the theory used in this study as a reference foundation is the study of myths, rites,
significances and functions. This study uses ethnographic methods with four data
collection techniques, namely observation, interviews, literature, and
documentation. Documentation techniques are used to document the results of the
interviews, which are presented in the discussion.
The results of Wiwitan ceremony study shows the followings; (1) The
structural study of Dewi Sri myth underlies Wiwitan ceremony. In Mundu society,
there are two believed versions of Dewi Sri myth. The first version is taken from a
book entitled Falsafah Hidup Jawa (The Philosophy of Javanese Life)
(Endraswara, 2010: 203-204), while the second version is taken from the
interviews conducted by the writer of the thesis on December 3, 2013, with Mr.
Sihono as the informant. From the structural study of the both myths, it can be
concluded that Dewi Sri is believed to be the goddess of the land, the goddess of
rice field and paddy, which has the same actantial pattern. This proves that the
myth of Dewi Sri structure can withstand the changing times. (2) There are three
stages of the implementation process of Wiwitan rituals led by Mbah Kaum (the
indigenous leader). The first stage is the preparation stage. In this stage, the owner
of the rice field selects and specifies the day of the Wiwitan ceremony and
prepares the offerings and equipments to be used. In this stage, there is
significance in selecting the activities, which is avoiding the first Sura day and the
geblak day (the death date) of their parents, children, and spouses. If they still
conduct the activities on those days, it is believed the crops will fail because those
days are supposed to be used for sending prayers. The second stage is the
implementation stage of the ritual core. In this stage, the rice field owner invites

xii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

the indigenous leader called Mbah Kaum to lead the ceremonies and prayers
addressed to Almighty God and Dewi Sri. Then he plucks a bit of paddy that will
be taken home by the rice field owner, which is called mantenan or mboyong
mbok Sri. The last stage is the post-ritual stage. In this stage, the owner of the rice
field distributes wiwitan rice to the neighbors who are present in the rice field.
Then the owner of the rice field throws kotosan (a type of leaf) away in the
corners or edges of the fields, which is called ngguwaki in the fields. However, if
the wiwitan rice still remains, it can also be given to people encountered on the
way home or to the neighbors living near the rice field owner's house. (3) There
are four functions of Wiwitan ceremony for people in the hamlet of Mundu which
includes (i) magical function as a means of public respect and trust with the
ancestral spirits, (ii) religious function as a means of worshiping God for Javanese
society, (iii) factitive function as a means of respecting others for Javanese
society, and (iv) intensification function as a means of appreciating nature for
Javanese society.

xiii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISTILAH

Ani-ani

: alat tradisional dengan ukuran genggaman tangan dan
berfungsi untuk mengetam padi yang terbuat dari pisau
yang dijepit kayu dan bambu

Cabe

: bukan cabai tetapi semacam rempah yang rasanya pedas.

Duit seketheng

: dua uang logam untuk sesaji.

Empon-empon

: sesaji yang berupa sirih, tembakau, kapur sirih, dan
gambir.

Galengan

: jalur pembatas petak sawah.

Geblak

: hari kematian

Gereh pethek

: ikan asin semacam teri tetapi bentuknya lebih besar dari
teri dan pipih.

Kotosan

: daun turi dan daun dadap yang direbus.

Mantenan

: pernikahan.

Pasaran

: berkaitan dengan penanggalan Jawa.

Sego liwet

: nasi yang diliwet (dimasak secara tradisional) sampai
menimbulkan kerak nasi (intip).

Umborampe

: sesaji.

Wiwitan

: upacara sebelum memulai panen padi, diambil dari kata
wiwit dalam bahasa Jawa yang artinya mulai.

xiv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL...................................................................................

i

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING ..........................................

ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ...................................................

iii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .....................................................

iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................................

v

MOTTO .....................................................................................................

vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................

vii

KATA PENGANTAR ................................................................................

viii

ABSTRAK ..................................................................................................

x

ABSTRACT ................................................................................................

xi

DAFTAR ISTILAH ....................................................................................

xii

DAFTAR ISI ...............................................................................................

xiii

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR ...........................................................

xvii

BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................

1

1.1 Latar Belakang ..........................................................................

1

1.2 Rumusan Masalah .....................................................................

5

1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................

5

1.4 Manfaat Hasil Penelitian ...........................................................

6

1.5 Tinjauan Pustaka ......................................................................

7

1.6 Landasan Teori ..........................................................................

9

1.6.1 Pengertian Folklor ..........................................................

9

1.6.2 Kepercayaan Rakyat .......................................................

11

1.6.3 Mitos................................................................................

12

xv

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

1.6.4 Kajian Sruktural Mitos ....................................................

13

1.6.5 Proses dan Makna Ritual .................................................

15

1.6.6 Fungsi Ritual ...................................................................

18

1.7 Metode Penelitian ......................................................................

19

1.7.1 Pendekatan ......................................................................

19

1.7.2 Metode.............................................................................

20

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data ..............................................

20

1.7.4 Analisis Data ...................................................................

23

1.7.5 Sumber Data ....................................................................

24

1.8 Sistematika Penyajian ...............................................................

24

BAB II TRADISI WIWITAN DALAM KONTEKS MASYARAKAT JAWA
DI DUSUN MUNDU ..................................................................................

27

2.1 Pengantar ...................................................................................

27

2.2 Sekilas tentang Masyarakat Jawa di Dusun Mundu ..................

28

2.2.1 Letak Geografis Dusun Mundu ......................................

28

2.2.2 Data Statistik Dusun Mundu ..........................................

30

2.3 Sistem Kepercayaan Masyarakat Dusun Mundu ......................

33

2.3.1 Percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa sebagai Kekuatan
Tertinggi ...................................................................................

34

2.3.2 Animisme .......................................................................

34

2.3.3 Percaya pada Roh Halus ..................................................

35

2.3.4 Percaya pada Leluhur ......................................................

37

2.3.5 Percaya Mitos ..................................................................

39

2.3.6 Kejawen ...........................................................................

40

2.4 Sistem Kesenian ........................................................................

41

xvi

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

2.4.1 Karawitan ........................................................................

42

2.4.2 Campursari ......................................................................

42

2.4.3 Wayang Kulit ..................................................................

43

2.4.4 Jathilan ............................................................................

45

2.4.5 Kethoprak ........................................................................

46

2.5 Tradisi Wiwitan dalam Konteks Masyarakat Jawa di Dusun
Mundu ......................................................................................

47

2.6 Rangkuman ................................................................................

48

BAB III KAJIAN STRUKTUR MITOS DEWI SRI ..................................

50

3.1 Pengantar ...................................................................................

50

3.2 Mitos Dewi Sri Teks A..............................................................

51

3.3 Mitos Dewi Sri Teks B ..............................................................

53

3.4 Analisis Struktural Mitos Dewi Sri Menurut Teori A.J Greimas

53

3.4.1 Mitos Dewi Sri Teks A....................................................

53

3.4.1.1 Skema Aktansial .................................................

53

3.4.1.2 Struktur Fungsional ............................................

58

3.4.2 Mitos Dewi Sri Teks B ....................................................

61

3.4.2.1 Skema Aktansial .................................................

61

3.4.2.2 Struktur Fungsional ............................................

64

3.5 Rangkuman ................................................................................

66

BAB IV PROSES DAN MAKNA RITUAL UPACARA WIWITAN ........

67

4.1 Pengantar ...................................................................................

67

4.2 Pengertian Upacara Secara Umum ............................................

67

4.2.1 Pengertian Upacara Wiwitan ...........................................

68

4.3 Tujuan Upacara Wiwitan ...........................................................

69

xvii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

4.4 Proses dan Makna Upacara Wiwitan .........................................

69

4.4.1 Tahap Persiapan dan Maknanya ......................................

70

4.4.2 Tahap Pelaksanaan Inti Ritual dan Maknanya ................

72

4.4.3 Tahap Pascaritual dan Maknanya ....................................

73

4.5 Rangkuman ................................................................................

74

BAB V FUNGSI UPACARA WIWITAN ...................................................

77

5.1 Pengantar ...................................................................................

77

5.2 Fungsi Upacara Wiwitan Bagi Masyarakat di Dusun Mundu ...

77

5.2.1 Sebagai Sarana Masyarakat Jawa Memuja Tuhan ..........

78

5.2.2 Sebagai Sarana Masyarakat Jawa Menghargai Sesama ..

80

5.2.3 Sebagai Sarana Masyarakat Jawa Menghargai Alam .....

81

5.3 Rangkuman ................................................................................

82

BAB VI PENUTUP ....................................................................................

84

6.1 Kesimpulan................................................................................

84

6.2 Saran ..........................................................................................

87

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

88

SUMBER ONLINE ....................................................................................

90

LAMPIRAN ................................................................................................

91

1. Daftar Narasumber ....................................................................
2. Foto-foto ....................................................................................

92
93

xviii

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

DAFTAR TABEL DAN GAMBAR

Tabel 1. Data Jumlah Penduduk di Dusun Mundu .....................................

31

Tabel 2. Data Penduduk Dusun Mundu Berdasarkan Tingkat Pendidikannya 31
Tabel 3. Data Penduduk Dusun Mundu Berdasarkan Mata Pencahariannya

33

Tabel 4. Data Penduduk Dusun Mundu Berdasarkan Kepercayaannya .....

34

Gambar 1. Pola Aktansial Mitos Teks A ....................................................

56

Tabel 5. Struktur Fungsional Mitos Teks A ................................................

60

Gambar 2. Pola Aktansial Mitos Teks B.....................................................

63

Tabel 6. Struktur Fungsional Mitos Teks B ................................................

65

xix

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku dan
budaya di dalamnya. Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan
dimiliki bersama oleh sebuah kelompok dan diwariskan dari generasi ke generasi.
Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan
politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni
(Kurniawan, 2012:1). Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat.
Segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang
dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Adanya suatu perubahan kebudayaan sangat
bergantung pada manusia sebagai pendukungnya. Perubahan tersebut tergantung
dengan sikap masyarakat terhadap kebudayaan itu. Semakin cinta dan merasa
kebudayaan itu menjadi miliknya sendiri, maka masyarakat akan semakin
bertanggung jawab dan peduli terhadap kebudayaan itu, sehingga kebudayaan
dapat hidup dan berkembang di dalam masyarakat pendukungnya. Adanya
perubahan dan perkembangan zaman ternyata telah mempengaruhi keberadaan
budaya itu sendiri.
Sementara dunia terus bergerak menuju suatu perubahan yang terus
menerus tanpa kenal waktu. Dalam konteks perubahan itu, kebudayaan suatu suku
bangsa yang berada dalam dunia juga ikut berkembang sesuai kehendak manusia

1

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

sebagai subjek kebudayaan. Tetapi selain sebagai objek bentukan manusia,
kebudayaan juga merupakan suatu subjek yang memberikan ciri khas dan
eksistensi dari bangsa pemilik kebudayaan tersebut. Kebudayaan memberikan
dirinya sebagai ciri yang melekat pada suatu suku bangsa dari masa ke masa.
Dalam bahasa Indonesia terdapat istilah yang tepat untuk menyebut wujud ideal
dari kebudayaan ini, yaitu adat atau adat istiadat untuk bentuk jamaknya
(Koentjaraningrat, 1986: 187).
Adat-istiadat dalam masyarakat Jawa dapat diwujudkan dalam bentuk tata
upacara. Tiap-tiap daerah memiliki adat-istiadat sendiri sesuai dengan letak
geografis. Berbagai macam upacara yang terdapat di dalam masyarakat pada
umumnya dan masyarakat Jawa khususnya merupakan pencerminan bahwa semua
perencanaan, tindakan dan perbuatan telah diatur oleh tata nilai luhur. Tata nilai
luhur tersebut diwariskan secara turun temurun dari generasi ke generasi
berikutnya sebagai sebuah tradisi (Bratawidjaja, 1988:9). Menurut Sugono
(2008:1483), tradisi adalah adat kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang yang
masih dijalankan dalam masyarakat. Yang jelas adalah tata nilai yang dipancarkan
melalui tata upacara adat merupakan manifestasi tata kehidupan masyarakat Jawa
yang serba hati-hati agar dalam melaksanakan pekerjaan mendapatkan
keselamatan baik lahir maupun batin (Bratawidjaja, 1998:9)
Menurut Mulder (1984:28), suku Jawa merupakan suku bangsa yang
kehidupannya bersifat seremonial. Manusia selalu melakukan berbagai upacara
dengan menggunakan perlengkapan simbolik. Berbagai macam tata upacara adat
terdapat dalam masyarakat Jawa, sejak sebelum manusia lahir sampai meninggal

2

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

dunia. Misalnya upacara adat pada waktu wanita hamil, upacara tedak siten,
upacara ruwatan, dan lain-lain. Setiap upacara adat tersebut mempunyai makna
sendiri-sendiri dan sampai saat ini masih dilaksanakan oleh masyarakat Jawa,
terutama di desa-desa. Upacara mempunyai banyak unsur, yaitu: bersaji,
berkorban, berdoa, makan makanan bersama yang telah disucikan dengan doa,
menari tarian suci, menyanyi nyanyian suci, berprosesi atau berpawai, memainkan
seni drama suci, berpuasa, intoksikasi atau mengaburkan pikiran dengan makan
obat bius untuk mencapai keadaan trance atau mabuk, bertapa, dan bersemadi
(Koentjaraningrat, 1986: 378).
Upacara Wiwitan merupakan

sebuah upacara tradisional yang masih

dilakukan oleh masyarakat Jawa. Kata “wiwitan” berasal dari kata dasar “wiwit”
yang berarti mulai dari atau yang paling dahulu. (Mangunsuwito, 2013:311).
Upacara Wiwitan adalah upacara yang dilakukan sebelum panen padi dan sebagai
alat untuk menghormati Dewi Sri dan sebagai wujud rasa terima kasih dan rasa
syukur terhadap Tuhan atas anugerah yang diberikan berupa hasil panen yang
melimpah (Wawancara, Bapak Sihono tanggal 10 April 2013).
Dalam pelaksanaan upacara Wiwitan di Dusun Mundu, Caturtunggal,
Depok, Sleman, Yogyakarta akan disesuaikan dengan keadaan lingkungan
setempat dan kemampuan masyarakat. Di samping tata upacaranya, tersaji
pendidikan budi pekerti dan aturan-aturannya. Semua itu merupakan warisan
nenek moyang yang perlu kita lestarikan (Bratawidjaja, 1988:10). Hal ini
mengingat salah satu fungsi upacara adalah sebagai pengokoh norma-norma atau
nilai-nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat (Maharkesti dkk. 1988/1989:2).

3

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Kebudayaan di Indonesia tersebar di hampir semua aspek kehidupan,
mulai dari tari-tarian, alat musik tradisional, adat istiadat, pakaian adat hingga
bangunan arsitektural yang berupa rumah adat di tiap-tiap propinsi yang ada di
Indonesia. Upacara Wiwitan di Dusun Mundu sebagai salah satu contoh
kebudayaan adat istiadat yang berupa upacara tradisional.
Sejak dahulu Daerah Istimewa Yogyakarta terkenal dengan budaya dan
tradisinya. Salah satu tradisi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah upacara Wiwitan
yang merupakan upacara tradisi Jawa yang saat ini masih dilakukan khususnya
oleh masyarakat Dusun Mundu, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta dan
masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta pada umumnya. Upacara yang
dilakukan menjelang panen padi ini keberadaannya mulai tersisih seiring
berkembangnya kota Yogyakarta yang sedikit banyak juga mempengaruhi pola
hidup masyarakat Dusun Mundu yang letaknya tidak jauh dari batas Kota
Yogyakarta. Lahan tanah yang dulunya membentang sawah hijau yang luas kini
telah berubah menjadi mall, café, maupun perumahan. Karena adanya
pembangunan tersebut, lahan yang berupa sawah tempat dilakukannya upacara
Wiwitan semakin sedikit sehingga tradisi upacara Wiwitan juga semakin jarang
ditemui. Begitu banyak budaya Jawa yang ada dan hidup di lingkungan
masyarakat. Adanya perkembangan dan perubahan zaman, ternyata telah
mempengaruhi keberadaan budaya Jawa itu sendiri. Bila kita kembali mengingat
masa kecil, tentu kita akan ingat ketika bapak tani akan menanam padi sampai
saat akan memanen padi. Kita akan diundang untuk mengikuti upacara Wiwitan..
Oleh karena itu penulis ingin mengungkapkan kembali upacara Wiwitan di Dusun

4

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Mundu sebagai ucapan syukur kepada Dewi Sri dan kepada Tuhan Yang Maha
Esa.

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini akan membahas masalahmasalah sebagai berikut:
1. Bagaimana kajian struktural mitos Dewi Sri yang melatarbelakangi
upacara Wiwitan dalam masyarakat Jawa di Dusun Mundu,
Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta?
2. Bagaimana proses dan makna upacara Wiwitan di Dusun Mundu,
Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta?
3. Apa fungsi upacara Wiwitan bagi masyarakat di Dusun Mundu,
Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta?

1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini dalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan dan mengungkap kajian struktural mitos Dewi Sri yang
melatarbelakangi upacara Wiwitan dalam masyarakat Jawa di Dusun
Mundu, Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. Hal ini akan
dijelaskan di dalam Bab III.
2. Mendeskripsikan proses dan makna upacara Wiwitan di Dusun Mundu,
Caturtunggal, Depok, Sleman, Yogyakarta. Hal ini akan dijelaskan di
dalam Bab IV.

5

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

3. Mendeskripsikan fungsi yang terkandung dalam upacara Wiwitan bagi
masyarakat di Dusun Mundu, Caturtunggal, Depok, Sleman,
Yogyakarta. Hai ini akan dijelaskan di dalam Bab V.

1.4 Manfaat Hasil Penelitian
1.4.1

Manfaat Teoritis
Manfaat teoritis dari hasil penelitian ini adalah:
Untuk studi folklore, hasil studi ini dapat menjadi dokumen dan bacaan

bagi masyarakat umum. Setiap daerah mempunyai ciri khas tersendiri sehingga
antara satu daerah dengan daerah lain berbeda. Upacara Wiwitan yang ada di
Dusun Mundu pasti berbeda dengan yang ada di Bantul dan Kulon Progo. Begitu
juga dengan folklor, setiap daerah memiliki cerita rakyat tersendiri. Keberadaan
folklor dijadikan bahan bacaan sebagai pemahaman akan cinta kearifan lokal.
Juga untuk studi religi budaya.
Penelitian ini bermanfaat untuk bahan kajian dan salah satu sumber bagi
para peneliti lain ataupun peneliti selanjutnya yang mengambil topik yang sama
tetapi dari aspek dan sudut pandang yang berbeda misalnya meneliti upacara
Wiwitan yang ada di daerah lain,meneliti doa atau mantra yang ada dalam upacara
Wiwitan.

1.4.2

Manfaat Praktis
Secara praktis, penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan

tentang budaya lokal khususnya mengenai upacara Wiwitan diantaranya

6

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

penjelasan tata cara dalam upacara Wiwitan dan penjelaskan proses dan makna
serta fungsi upacara Wiwitan di Dusun Mundu, Caturtunggal, Depok, Sleman,
Yogyakarta.
Penelitian ini diharapkan menghasilkan manfaat khususnya bagi
perkembangan budaya masyarakat Dusun Mundu dan menambah pengetahuan
tentang budaya upacara Wiwitan sehingga tidak ada kesalahpahaman dalam
memahami budaya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi salah satu
dokumentasi budaya bagi masyarakat Dusun Mundu, Caturtunggal, Depok,
Sleman, Yogyakarta. Upacara Wiwitan memiliki daya tarik tersendiri bagi
masyarakat lokal maupun turis manca negara sehingga memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai pariwisata budaya sekaligus sebagai usaha pelestarian
budaya.

1.5 Tinjauan Pustaka
Penelitian ini berisi pembahasan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
upacara Wiwitan pada masyarakat Jawa pada umumnya dan khususnya pada
masyarakat Dusun Mundu. Dari penelusuran pustaka dan website yang penulis
lakukan belum ada karya tulis atau karya lainnya yang secara spesifik membahas
proses upacara Wiwitan di Dusun Mundu. Karya tulis atau buku yang ada hamya
membahas upacara Wiwitan secara umum dan tidak membahasnya secara spesifik
lagi. Saksono (2012) dalam buku yang berjudul Faham Keselamatan dalam
Budaya Jawa membahas mengenai upacara adat masyarakat (Jawa) dan slametan.
Dalam buku tersebut disebutkan beberapa upacara yang sampai saat ini masih

7

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

dilakukan oleh masyarakat Jawa yang bertujuan untuk memohon keselamatan
kepada Tuhan. Diantaranya adalah upacara bersih Dusun Tuksono di Sentolo,
Kulon Progo. Dalam rangkaian upacara bersih dusun tersebut terdapat
pelaksanaan upacara mboyong Mbok Sri yang merupakan tahap pelaksanaan
upacara bersih dusun. Upacara mboyong Mbok Sri disebut juga upacara Wiwitan.
Upacara Wiwitan di Sentolo merupakan upacara Wiwitan dalam skala besar yang
melibatkan seluruh masyarakat desa. Dalam buku tersebut dijelaskan secara
singkat proses upacara Wiwitan yang ada di Dusun Tuksono, Sentolo, Kulon
Progo.
Endraswara (2010) dalam bukunya yang berjudul Falsafah Hidup Jawa
terdapat sub-bab yang membahas mitologi Jawa. Karena penelitian ini juga
berkaitan dengan mitos masyarakat Jawa maka tulisan mengenai mitologi Jawa
tersebut menjelaskan berbagai mitos yang dipercaya oleh masyarakat Jawa
termasuk di dalamnya mitos Dewi Sri yang dipercaya oleh masyarakat Dusun
Mundu dalam pelaksanaan upacara Wiwitan di Dusun Mundu. Saksono (2012)
dalam buku yang berjudul Faham Keselamatan dalam Budaya Jawa juga
membahas tentang mitos Dewi Sri dan berbagai mitos yang dipercaya oleh
masyarakat Jawa. Dewi Sri yang telah dianggap sebagai dewi kesuburan oleh
petani Jawa bukan hanya berhenti sebagai mitos, melainkan mitos itu
dipertahankan dan diwujudkan dalam berbagai upacara tradisi oleh para petani di
Jawa.

8

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Dari penelusuran website, ada beberapa situs website yang membahas
upacara Wiwitan, misalnya dalam website “kurakurakikuk.blogspot.com”. dalam
website tersebut diulas mengenai upacara wiwitan sebagai berikut:
“Wiwitan adalah sebuah tradisi petani, ritual yang hampir punah dan
jarang dilakukan lagi di masa-masa sekarang, dan biasanya dilakukan
sebelum panen raya untuk menghormati dewi kesuburan, Dewi Sri”
Dalam website tersebut juga dijelaskan mengenai proses upacara Wiwitan
secara garis besar namun tidak dijelaskan secara mendalam.

1.6 Landasan Teori
1.6.1

Pengertian Folklor
Menurut Danandjaja (2002 : 1-2) folklore berasal dari dua kata dasar folk

dan lore. Folk artinya sekelompok orang memiliki ciri pengenal fisik, sosial,
budaya, sehingga dapat dibedakan dari kelompok lain. Sedangkan lore adalah
tradisi folk, yaitu sebagian dari kebudayaan yang diwariskan secara turun-temurun
secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat. Jadi folklor adalah suatu kebudayaan kolektif yang tersebar
dan diwariskan turun-temurun secara lisan baik disertai dengan gerak isyarat atau
alat pembantu pengingat. Menurut Endraswara (2004:11) folklor berasal dari kata
folklore (bahasa Inggris). Bila dieja menjadi folk-lore, folk artinya „rakyat‟ dan
lore artinya „tradisi‟. Folk adalah kelompok atau kolektif yang memiliki ciri-ciri
pengenal kebudayaan yang membedakan dengan kelompok lain. Lore merupakan

9

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

wujud tradisi dari folk, tradisi tersebut dituturkan secara oral (lisan) dan turuntemurun. Folklor berarti tradisi rakyat yang sebagian disampaikan secara lisan,
yaitu kelisanan menjadi pijakan folklor.
Menurut Jan Harold Brunvand (dalam Danandjaja 2002:21-22), folkor
dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok besar berdasarkan tipenya: (1) folklor
lisan (verbal folklore), (2) folklor sebagai lisan (partly verbal folklore), dan
folklor bukan lisan (non verbal folklore). Folklor lisan adalah folklor yang
bentuknya memang murni lisan, bentuk-bentuk folklor yang termasuk ke dalam
kelompok besar ini antara lain: (a) bahasa rakyat (folk speech) seperti julukan,
logat, pangkat tradisional, gelar kebangsawanan, (b) ungkapan tradisional seperti
peribahasa, pepatah, pemeo, (c) pertanyaan tradisional seperti teka-teki, (d) puisi
rakyat seperti pantun, gurindam, dan syair, (e) cerita prosa rakyat, seperti mite,
dongeng, legenda, dan (f) nyanyian rakyat. Folklor lisan juga mempunyai fungsi
sebagai penghibur atau sebagai penyalur perasaan yang terpendam.
Folklor lisan adalah folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur
lisan dan unsur bukan lisan. Kepercayaan rakyat, misalnya takhayul dan
pernyataan yang bersifat lisan ditambah dengan gerak isyarat yang dianggap
mempunyai makna gaib. Bentuk-bentuk folklor yang tergolong dalam kelompok
besar ini, selain kepercayaan rakyat adapula permainan rakyat, teater rakyat, taritarian rakyat, adat-istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain-lain.
Folklor bukan lisan adalah foklor yang bentuknya bukan lisan walaupun
cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Kelompok besar ini dapat dibagi
menjadi yang material dan yang bukan material. Bentuk yang tergolong material

10

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

antara lain arsitektur rakyat (bentuk asli rumah daerah, lumbung padi, dan
sebagainya) dan kerajinan tangan (pakaian dan perhiasan tubuh adat, makanan dan
minuman rakyat, dan obat-obatan tradisional). Sedangkan yang termasuk bukan
material antara lain gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk
komunikasi rakyat (kentongan), dan musik rakyat.
Menurut Budiaman (1979:14) folklor sebagai bagian dari kebudayaan
mempunyai tanda-tanda pengenal yaitu (1) penyebarannya secara lisan atau
perbuatan, yaitu dengan melalui tutur kata dari mulut ke mulut atau dengan
menirukan perbuatan orang lainyang telah menjadi tradisi dalam masyarakat, dan
berlangsung secara turun-temurun, (2) bersifat tradisional, artinya disebarkan
dalam bentuk yang secara relatif tetap, atau dalam bentuk yang standar, dan
tersebar di antara kelompok tertentu, dalam waktu yang cukup lama, (3) folklor
tersebar dalam versi yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena cara
penyebarannya pada dasarnya adalah dari mulut ke mulut, bukan melalui tulisan
atau rekaman, sehingga mudah mengalami perubahan. Walaupun demikian
perbedaannya hanya terletak pada yang kecil-kecil saja, sedangkan bentuk garis
besarnya masih identik, (4) nama pencipta suatu folklor biasanya sudah tidak
diketahui lahi, (5) folklore biasanya mempunyai bentuk klise berupa ungkapanungkapan tradisional yang stereotip, pemilihan kata atau kalimat yang membantu

1.6.2

Kepercayaan Rakyat
Kepercayaan rakyat atau sering kali disebut “takhayul”. Takhayul adalah

kepercayaan yang dianggap sederhana bahkan pandir dan tidak didasarkan pada

11

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

logika oleh orang berpendidikan barat sehingga secara ilmiah tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Berhubungan dengan kata “takhayul” yang mengandung
arti menghina atau merendahkan, maka ahli folklor modern memilih
menggunakan istilah kepercayaan rakyat, atau folkbelife atau keyakinan rakyat
dari pada “takhayul”, karena takhayul berarti hanya khayalan belaka atau sesuatu
yang hanya di angan-angan saja (Danandjaja, 2002:153).
Kepercayaan masyarakat Jawa yaitu hidupnya diatur oleh semesta dan
yakin akan adanya roh-roh halus, kekuatan sakti, roh leluhur dan sebagainya.
Kekuatan-kekuatan sakti dan roh halus melebihi kekuatan manusia yaitu kesakten,
arwah leluhur, atau makhluk halus (lelembut, memedi, dan lain-lain).
Konsekuensinya apabila orang ingin hidup tanpa gangguan, mereka harus berbuat
sesuatu untuk mempengaruhi alam semesta, misalnya dengan melakukan puasa,
sesaji atau melakukan selamatan (Endraswara, 2004:128).

1.6.3

Mitos
Sebuah ritual selalu dikaitkan dengan mitos karena, perilaku-perilaku

ritual umumnya dapat dijelaskan dengan istilah-istilah mitis. Mitos memberikan
pembenaran untuk berbagai upacara. Oleh J. van Baal dalam Daeng (2000: 81),
mitos dikatakan sebagai cerita di dalam kerangka sistem suatu religi yang di masa
lalu atau kini telah berlaku sebagai kebenaran keagamaan. Ilmu pengetahuan
tentang mitos atau mitologi adalah suatu cara untuk mengungkapkan,
menghadirkan Yang Kudus melalui konsep serta bahasa simbolik melalui mitologi
diperoleh suatu kerangka acuan yang memungkinkan manusia memberi tempat

12

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

kepada bermacam-macam kesan dan pengalaman yang telah diperolehnya selama
hidup. Berkat kerangka acuan yang disediakan mitos, manusia memiliki orientasi
dalam kehidupan ini. Dengan demikian, mitos adalah sebuah cerita pemberi
pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang.
Kata mitos berasal dari bahasa Yunani

muthos, yang secara harafiah

diartikan sebagai cerita atau sesuatu yang dikatakan seseorang; dalam pemgertian
yang lebih luas bisa berarti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu
drama. Kata mythology dalam bahasa Inggris menunjuk pengertian, baik sebagai
studi atas mitos atau isi mitos, maupun bagian tertentu dari sebuah mitos
(Dhavamony, 1995: 147).
Menurut B. Malinowski (dalam Dhavamony 1995: 147) membedakan
pengertian mitos dari legenda dan dongeng. Legenda lebih sebagai cerita yang
diyakini seolah-olah merupakan kenyataan sejarah, meskipun sang pencerita
menggunakannya untuk mendukung kepercayaan-kepercayaan dari komunitasnya.
Sebaliknya, dongeng mengisahkan peristiwa-peristiwa ajaib tanpa dikaitkan
dengan ritus. Dongeng juga tidak diyakini sebagai sesuatu yang sungguh-sungguh
terjadi. Dongeng lebih menjadi bagian dari dunia hiburan. Sedangkan mitos
merupakan pernyataan atas suatu kebenaran lebih tinggi dan lebih penting tentang
realitas asali, yang masih dimengerti sebagai pola dan fondasi dari kehidupan
primitif.

13

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

1.6.4

Kajian Struktural Mitos
Kajian mitos Dewi Sri yang dilakukan oleh A.J Greimas menggunakan

teori struktural yang meliputi skema aktansial dan struktur fungsional. Taum
(2011:144-147) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan aktan adalah satuan
naratif terkecil, berupa unsur sintaksis yang mempunyai fungsi tertentu. Aktan
tidak identik dengan aktor. Aktan merupakan peran-peran abstrak yang dimainkan
oleh seorang atau sejumlah pelaku, sedangkan aktor merupakan manifestasi
konkret dari aktan.
Fungsi dan kedudukan aktan:
1. Pengirim (sender) adalah aktan (seseorang atau sesuatu) yang menjadi
sumber ide dan fungsi sebagai penggerak cerita. Pengirim memberikan
karsa atau keinginan kepada subjek untuk mencapai atau mendapatkan
objek.
2. Objek (object) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang dituju, dicari,
diburu, atau diinginkan oleh subjek atas ide dari pengirim.
3. Subjek (subject) adalah aktan pahlawan (sesuatu atau seseorang) yang
ditugasi pengirim untuk mencari dan mendapatkan objek.
4. Penolong (helper) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang membantu
atau mempermudah usaha subjek atau pahlawan untuk mendapatkan
objek.
5. Penentang (opponent) adalah aktan (seseorang atau sesuatu) yang
menghalangi usaha subjek atau pahlawan dalam mencapai objek.

14

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

6. Penerima (receiver) adalah aktan (sesuatu atau seseorang) yang menerima
objek yang diusahakan atau dicari oleh subjek.

Gambar 1. Pola Aktansial

PENGIRIM

OBJEK

PENERIMA

(sender)

(object)

(receiver)

SUBJEK
(subject)

PEMBANTU

PENENTANG

(helper)

(opponent)

Model fungsional berfungsi untuk menguraikan peran subjek dalam
melaksanakan tugas dari pengirim yang terdapat dalam fungsi aktan. Model
fungsional dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Situasi awal adalah situasi awal cerita yang menggambarkan keadaan
sebelum ada suatu peristiwa yang menganggu keseimbangan (harmoni).
2. Transformasi meliputi tiga tahap cobaan. Ketiga tahap cobaan ini
menunjukan usaha subjek untuk mendapatkan objek.

15

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

3. Situasi akhir berarti keseimbangan, situasi telah kembali ke keadaan
semula. Konflik telah berakhir. Di sinilah cerita berakhir dengan subjek
yang berhasil atau gagal mencapai objek. (Taum, 2011:146-147)

Tabel 1. Struktur Fungsional
I

II

Situasi

III

Transformasi

Situasi

Awal

1.6.5

Akhir
Tahap uji

Tahap

Tahap

kecakapan

utama

kegemilangan

Proses dan Makna Ritual
Ritual adalah pola-pola pikiran yang dihubungkan dengan gejala yang

mempunyai ciri-ciri mistis. Ritual dapat dibedakan atas empat macam (1)
Tindakan magi, yang dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan yang bekerja
karena daya-daya mistis; (2) Tindakan religius, kultus para leluhur, juga bekerja
dengan cara ini; (3) Ritual konstitutif yang mengungkapkan atau mengubah
hubungan sosial dengan merujuk pada pengertian-pengertian mistis, dengan cara
ini upacara-upacara kehidupan menjadi khas; dan (4) Ritual faktitif, yang
meningkatkan produktivitas atau kekuatan, atau pemurnian dan perlindungan, atau
dengan

cara

lain

meningkatkan

kesejahteraan

(Dhavamony, 1995: 175-176).

16

materi

suatu

kelompok

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

Dalam ritual upacara Wiwitan terdiri atas tiga tahap upacara inti, yaitu:
tahap persiapan, tahap pelaksanaan inti ritual, dan tahap pascaritual. Proses ritual
ini akan dibahas pada Bab VI.
Ritus dalam kepercayaan masyarakat memiliki makna dan nilai bagi
kehidupan manusia. Oleh karena itu, apabila manusia dapat menghayati dengan
benar makna dan nilai-nilai ritus tersebut, maka akan terwujud sifat-sifat budi
luhur seperti akan muncul sebuah kearifan yang menjadikan manusia selalu dekat
dengan Tuhan dan dapat mewujudkan kedamaian, kesejahteraan dan keindahan
dunia beserta isinya (Suyami, 2008:4). Penyelenggaraan upacara ritual pada
umumnya dimaksudkan agar mendapatkan keselamatan. Upacara ritual yang
bersifat komunal dimaksudkan agar mendapatkan keselamatan bagi orang banyak.
Sedangkan upacara ritual yang bersifat individual dimaksudkan agar mendapatkan
keselamatan bagi seseorang yang diselamati atau dirayakan dengan upacara
tersebut (Suyami, 2008:7).
Ritual merupakan bagian dari kebudayaan dan kebudayaan itu sendiri erat
hubungannya dengan sistem simbol. Menurut Geertz dalam Endraswara (2013:85)
kebudayaan adalah suatu pola makna yang terkandung dalam simbol yang
ditransmisikan, suatu sistem konsepsi yang diwariskan, yang diekspresikan dalam
bentuk

simbolis,

dan

melalui

bentuk-bentuk

simbolis

itu

manusia

mengomunikasikan, memelihara, dan mengembangkan pengetahuan mereka
mengenai kehidupan dan sikap mereka terhadap kehidupan. Konsep kebudayaan
setidaknya mengandung pengertian bahwa kebudayaan adalah suatu sistem

17

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

simbol, sehingga dengan demikian proses kebudayaan harus dipahami,
diterjemahkan, dan diinterpretasi.
Menurut Herusatoto (1984:10) makna simbolis berasal dari Bahasa Yunani
yaitu syimbolos yang berarti tanda atau ciri yang memberitahukan hal kepada
seseorang. Menurut Spradley dalam Tinarbuko (2009: 19) semua makna budaya
diciptakan menggunakan simbol-simbol. Simbol adalah objek atau peristiwa
apapun yang menunjuk kepada sesuatu. Semua simbol melibatkan tiga unsur:
simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara simbol dengan
rujukan. Semua itu merupakan dasar bagi keseluruhan makna simbolik. Makna
simbolik yang terdapat dalam ritual jika dapat dipahami dan diamalkan maka akan
membawa manusia ke dalam keselamatan yang dinginkan. Makna simbolik dalam
ritual menuntun manusia untuk selalu berbuat baik supaya mendapatkan
keselamatan dalam kehidupannya.
Menuruit Sugono (2008:864) makna adalah arti atau maksud pembicara
atau penulis. Makna yang dimaksud dalam penelitian ini adalah arti di balik
pelaksanaan upacara Wiwitan di Dusun Mundu yang meliputi tindakan dan
sesajinya.

1.6.6

Fungsi Ritual
Selanjutnya Hutomo dalam bukunya Endraswara (2009: 125) memberikan

konsep fungsi ialah kaitan saling ketergantungan, secara utuh dan berstuktur,
antara unsur-unsur sastra, tulis atau lisan, baik di dalam sastra itu sendiri (intern),
maupun dengan lingkungannya (ekstern), tanpa membedakan apakah unsur-unsur

18

PLAGIAT
PLAGIATMERUPAKAN
MERUPAKANTINDAKAN
TINDAKANTIDAK
TIDAKTERPUJI
TERPUJI

tersebut dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan naluri manusia, ataupun
memelihara keutuhan dan sistem struktur sosial.
Taum (2004) menyebutkan secara umum terdapat empat jenis fungsi sastra
lisan, yaitu fungsi magis, fungsi religius, fungsi faktif, dan fungsi intensifikasi.
1.

Fungsi Magis
Fungsi magi dikaitkan dengan penggunaan bahan-bahan dalam
upacara ritual yang bekerja karena daya-daya mistis.

2.

Fungsi Religius
Fungsi religius berkaitan dengan pelaksanaan rangkaian kegiatan
dalam suatu upacara.

3.

Fungsi Faktitif
Fungsi faktitif berkaitan dengan meningkatkan produktivitas atau
kekuatan, atau pemurnian dan perlidungan yang bertujuan meningkatkan
kesejahteraa