PENGAWASAN DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI KABUPATEN LEBAK DALAM PENYELENGGARAAN USAHA PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA DI KECAMATAN BAYAH - FISIP Untirta Repository

  

PENGAWASAN DINAS PERTAMBANGAN DAN

ENERGI KABUPATEN LEBAK DALAM

PENYELENGGARAAN USAHA

PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA

DI KECAMATAN BAYAH

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana ilmu sosial pada

program studi ilmu administrasi negara

  Oleh:

  

KHAERUNISA

NIM.072652

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SULATAN AGENG TIRTAYASA

  ABSTRAK

  Khaerunisa. NIM.072652. Program Studi Ilmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.. Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam Peneyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di Kecamatan Bayah. Kata kunci: pengawasan kebijakan.

  Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam, salah satunya yaitu sumber daya pertambangan. Sumber daya pertambangan merupakan sumber daya yang potensial, Kecamatan Bayah merupakan wilayah yang memiliki sumber daya pertambangan potensial di Kabupaten Lebak, dengan peraturan daerah terkait yaitu Peraturan daerah Kabupaten Lebak No.1 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, namun di Kecamatan Bayah masih banyaknya usaha pertambangan yang tidak memiliki izin (pertambangan ilegal) dan tidak berwawasan lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara yang ada di Kecamatan Bayah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kualitatif. Penelitian ini mendasarkan pada teori pengawasan implementasi kebijakan Djoko Widodo yaitu pelaku kontrol kebijakan, Standar Operasional Prosedur Pengawasan, Sumberdaya dan peralatan, jadwal pelaksanaan kontrol. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi dan studi dokumentasi. Tehnik analisa data menggunakan tehnik analisis interaktif Miles dan Huberman. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak kurang optimal dikarenakan pelaku kontrol internal dari Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak yang kurang proporsional dengan cakupan pengawasan yang luas, standar operasional prosedur yang tidak dilaksanakan dengan baik, tidak memadainya sumber daya dan peralatan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pengawasan, dan kurang intensifnya jadwal pengawasan yang dilakukan.

  

ABSTRACT

Khaerunisa. NIM.072652. Public Administration Program. Faculty of Social and

Politicals. Sultan Ageng Tirtayasa University. Monitoring Department of Mines

and Energy Business Operation of Lebak in Mineral and Coal Mining in Bayah.

Keywords: policy control.

Indonesia is one of the rich country, in natural resource which one is mining

resource it is a potential resource. Bayah is a region that has the potential mining

resource in Lebak regency with local regulation is related to the distric regulation

no1 2011 about the implementation of mineral and coal mining, but in bayah still

has mining enterprises that do not have permision (ilegal minig)and not

environtment concept. The purpose of this research is to find out how to

monitoring of the departmen of mines and energy of Lebak regency in the

administration of mineral and coal mining business in bayah. This tesearch is

used qualitative methodelogy. This research was based on the theory of policy

monitoring implementation of Djoko Widodo about actors control policy,

standard operating procedure, monitoring resource and equipment, control the

implementation schedule. The data collection the data collection techniques are

interviews, observations, and documentation study. The data analysis employs

interactive analysis of miles and huberman. The result of the research shows that

the monitoring of department of mines and energy of Lebak has been less

optimum because perpetrators of the internal controls of departemen of mines and

energy of Lebak less proportional to the wide area surveillance, standard

operating procedures are not implemented properly inadequate resource and

equipment neeeded in the monitoring implementation and less intensive schedule

of monitoring.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latarbelakang Masalah Indonesia memiliki beranekaragam sumber daya alam, diantaranya sumber

  daya pertanian, perkebunan, perikanan, pertambangan (galian tambang), perternakan, mineral, minyak bumi, dan lainnya yang telah dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia dalam mencapai kesejahteraan. Sumber daya alam tersebut baik digunakan untuk kebutuhan sehari-hari juga digunakan untuk kebutuhan industri. Salah satu potensi sumber daya alam yang cukup potensial untuk dikembangkan yaitu potensi pertambangan.

  Potensi sumber daya pertambangan Indonesia sangatlah potensial, bukan hanya untuk kebutuhan negeri tapi juga dimanfaatkan untuk dunia internasional.

  Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan kandungan mineral. Secara regional Indonesia berada pada posisi tumbukan dua lempeng besar, yaitu Lempeng Pasifik dan Lempeng Australia. Akibat tumbukan kedua lempeng tersebut telah menempatkan Indonesia sebagai negara yang rawan bencana, namun akibat adanya pergerakan lempeng tesebut menghasilkan tatanan tektonik yang lengkap, kondisi geologi tersebut mendukung kondisi pembentukan mineralisasi berbagai mineral atau bahan galian berharga. Sumber daya pertambangan merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui maka dari itu kegiatan pertambangan harus berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. (Sudrajat, 2010:83)

  Berdasarkan jurnal Masa Depan Investasi Pertambangan Indonesia karya Achmad Aris, Indonesia menempati posisi produsen terbesar kedua untuk komoditas timah, posisi terbesar keempat untuk komoditas tembaga, posisi kelima untuk komoditas nikel, posisi terbesar ketujuh untuk komoditas emas, dan posisi kedelapan untuk komoditas batubara. Kekayaan tambang Indonesia yang sudah dikeruk puluhan tahun ternyata hanya menghasilkan 11 persen dari pendapatan ekspor dan menyumbang 25 persen dari pendapatan domestik.

  Melimpahnya kekayaan sumber daya pertambangan tersebut pemerintah mengatur regulasinya dalam Undang-undang No 11 Tahun 1967 yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Secara substantif terdapat perbedaan mendasar antara kedua Undang-undang tersebut yaitu dalam penggolongan bahan galian, dan sistem pengelolaanya. Penggolongan bahan galian dalam UU No.4 Tahun 2009 diatur berdasarkan pada kelompok usaha pertambangan yaitu pertambangan mineral dan pertambangan batubara. Pertambangan mineral digolongkan menjadi empat jenis yaitu pertambangan mineral radioaktif, mineral logam, mineral bukan logam, dan pertambangan batuan.

  Sumber daya mineral dan batubara sebagai salah satu kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah potensial, apabila dikelola dengan baik akan memberikan kontribusi terhadap pembangunan ekonomi negara. Dalam hal ini, pemerintah sebagai penguasa sumber daya tersebut, sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 33 ayat 3, harus mengatur tingkat penggunaannya untuk mencegah pemborosan potensi yang dikuasainya dan dapat mengoptimalkan pendapatan dari pengusahaan sumber daya tersebut sehingga dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya.

  Seiring diterapkannya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah maka setiap daerah memiliki hak untuk mengelola sendiri segala urusan pemerintahanya dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di daerahnya. Maka pemerintah daerah juga memiliki kewenangan dalam mengelola segala sumber daya alam yang dimilki daerahnya dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat, karena otonomi daerah pada prinsipnya bertujuan untuk memacu pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, meningkatkan kesejahteraan rakyat, menggalangkan prakarsa dan peran serta aktif masyarakat serta peningkatan pendayagunaan potensi daerah secara optimal dan terpadu secara nyata, dinamis, dan bertanggungjawab. (Widjaja, 2002:79)

  Otonomi daerah telah memberikan kewenangan dalam memanfaatkan segala sumber daya yang ada di daerah, termasuk pemanfaatan dan pengelolaan pertambangan. Atas dasar otonomi daerah sesuai kewenangannya pengelolaan bahan galian mulai dari penerbitan izin sampai dengan pengawasan dan pengendalian berada ditangan pemerintah daerah Kabupaten atau Kota. Adanya penyerahan urusan pertambangan kepada daerah disatu sisi telah mendorong tumbuh kembang dan bergairahnya investasi di bidang pertambangan.

  Salah satu provinsi yang memiliki potensi pertambangan yang potensial yaitu Provinsi Banten. Potensi pertambangan yang ada di Banten meliputi emas, perak, batubara, zeolit, bentonit, feldspar, pasir kuarsa, batu kapur, andesit, diorit, kaolin, dan lain-lain. Salah satu wilayah yang memiliki potensi pertambangan yang besar yaitu Kabupaten Lebak terutama Lebak bagian selatan. Bahan galian yang menjadi andalan daerah dan berpotensi untuk dikembangkan dalam skala besar sebagai peluang usaha yang memiliki prospek untuk investasi adalah emas, batubara, minyak bumi, zeolit, bentonit, felspat, pasir kuarsa, dan batu kapur. potensi bahan galian di Banten dapat dilihat dari gambar berikut:

  Gambar.1.1 Potensi Bahan Galian di Provinsi Banten

  Berdasarkan data Dinas Pertambangan Dan Energi Provinsi Banten hingga akhir 2010 memetakan sedikitnya 165 titik wilayah pertambangan yang saat ini berproduksi di seluruh wilayah Banten. Namun dari sekian banyak tersebut umumnya berasal dari wilayah Kabupaten Lebak. Dimana masing-masing titik ini 150 titik di Kabupaten Lebak. Kabupaten Lebak memiliki beragam jenis bahan galian yang dapat menigkatkan pendapatan daerah juga menigkatkan perekonomian masyarakat. Potensi pertambangan (bahan galian) di Kabupaten Lebak yaitu bentonit, lempung, kaolin, zeolit, feldspar, pasir kuarsa, batu gamping, kausit marmer, batu sempur, tras, batu belah, sirtu, opal, batu besi, emas dan perak, fosfat, galena dan batu bara.

  Berdasarkan potensi pertambangan yang beraneka ragam dan potensial tersebut maka Pemerintah Daerah Kabupaten Lebak mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Pertambangan Umum yang kemudian diganti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No.1 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagai penyesuain dari Undang-undang baru dibidang pertambangan yaitu Undang-undang No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Tujuan adanya kebijakan ini yaitu upaya pemerintah Kabupaten Lebak dalam mempercepat pembangunan ekonomi dalam mewujudkan kemandirian daerah maka perlu dilakukan pengaturan mengenai pembinaan, pengembangan, pengendalian, pengawasan, dan penggalian potensi dalam pengelolaan pertambangan umum sebagai upaya pemanfaatan sumber daya mineral, energi dan bahan galian. Kegiatan tersebut memiliki dampak terhadap lingkungan hidup, sosial, budaya, maupun, kesejahteraan masyarakat sehingga dalam pengelolaannya perlu memperhatikan dan menjaga kelestarian lingkungan hidup di dalamnya.

  Pembangunan pertambangan di Kabupaten Lebak merupakan salah satu prioritas yang diharapkan dapat menambah pendapatan asli daerah (PAD), pembangunannya diarahkan pada pemanfaatan kekayaan sumber daya alam tambang secara hemat dan optimal, penigkatan hasil tambang, pengelolaan usaha pertambangan secara efektif dan efisien yang didukung upaya inventasrisasi dan pemetaan serta eksplorasi dan eksploitasi.

  Perkembangan kegiatan usaha pertambangan di Kabupaten Lebak terus meningkat, dimana semakin banyak masyarakat dan investor yang menanam investasi di bidang pertambangan di Kabupaten Lebak. Sektor pertambangan di Kabupaten Lebak telah menyumbang pendapatan yang cukup besar bagi kas daerah, penerimaan dari sektor pertambagan terdiri dari pajak bahan galian golongan C, dan retribusi dapat dilihat dari tabel dibawah ini:

Tabel 1.1 Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Dari Sektor Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

  Tahun Target Realisasi % Lebih kurang Anggaran 2006 2,260,000,000.00 2,296,221,452.00 101.60 36,221,452.00 2007 2,300,000,000.00 2,313,466,496.00 100.59 13,466,496.00 2008 2,500,000,000.00 3,302,854,546.00 132.11 802,854,546.00 2009 3,500,000,000.00 2,712,266,900.00

  77.49 (787,733,100.00) 2010 3,870,450,000.00 1,958,580,200.00 50.60 (1,911,869,800.00)

  (Sumber: Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Daerah, 2011 ) Kegiatan pertambangan di Kabupaten Lebak masih dihadapkan pada permasalahan pertambagan tanpa izin (PETI) dimana masih adanya kegiatan pertambangan yang dilakukan tanpa izin resmi dari dinas terkait, kegiatan pertambangan tidak dapat dilakukan tanpa memiliki surat izin pertambangam.

  Menurut Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak masih maraknya usaha pertambangan tanpa izin, antara lain di Rangkasbitung, Kalanganyar, Banjarasri, Bayah dan beberapa kecamatan di Lebak bagian selatan. Dampak yang lingkungan yang akhirnya berimplikasi terhadap permasalahan sosial, ekonomi, serta budaya masyarakat. Akibat kegiatan di sektor pertambangan sebagian ruas jalan di Kabupaten Lebak rusak berat akibat adanya pengangkutan bahan galian yang melebihi tonase, serta kompleksitas permasalahan lingkungan yang ditimbulkan dari kegiatan di sektor pertambangan.

  Fenomena tersebut juga terjadi di Kecamatan Bayah. Kecamatan Bayah merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Lebak yang memiliki potensi pertambangan yang beragam dan potensial, maka dari itu Kecamatan Bayah ditetapkan sebagai areal zona tambang berdasarkan Rencana Tata Ruang Wialayah Kabupaten Lebak. Potensi bahan galian di Kecamatan Bayah dapat dilihat dari tabel berikut:

Tabel 1.2 Potensi Bahan Galian di Kecamatan Bayah No Jenis Galian Deposit

  1. +/- 473,75 Ha/332.598.750 M3 Batu Belah 2.

  Sirtu 3. +/-3.675 Ha/2.055.060.000 ton

  Batu Pasir Kuarsa 4. +/-43,75 Ha

  Pasir Besi 5. +/- 15 Ha

  Batu Besi 6.

  Ha/24.937.500 ton Tras +/-118,75

  7. 2.112,5 Ha/1.090.176.000 ton Batu Gamping 8.

  Kalsit 9. +/- 10 Ha/925 ton

  Fosfat 10.

  Batu Hias 11. +/-218,750 Ha/55.125.000. M3

  Zeolit 12. +/-746.875 Ha/225.780.000. ton

  Lempung 13. +/- 10 Ha

  Galena 14. Pasir Darat 15. Emas dan Perak 16. ton

  Batubara +/-9.500.000 (Sumber: Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak, 2010) Beragam dan besarnya potensi pertambangan di Kecamatan Bayah telah mengundang investor yang akan membangun pabrik semen, hal ini disebabkan karena bahan-bahan material pendukung atau bahan baku tersedia di Kecamatan Bayah seperti batu kalsit, tanah liat dan bahan baku lainnya. Diharapkan pembangunan pabrik semen ini dapat mengoptimalkan sumber daya pertambangan yang ada di Kecamatan Bayah dan membuka lapangan pekerjaan serta menambah pendapatan terhadap kas daerah Kabupaten Lebak namun tetap dapat menjaga kelestarian lingkungan. Namun dari kekayaan alam yang potensial tersebut terdapat beberapa permasalahan dalam pemanfaatannya.

  Potensi bahan galian yang melimpah di Bayah disebabakan karena secara geologis, berada pada zona fisiografis Kubah Bayah. Kondisi struktur geologinya kompleks, campur aduk antara perlipatan, penyesaran, pengangkatan, terobosan- terobosan batuan beku, dan endapan-endapan gunung api tua. Umurnya terentang dari Eosen hingga Pliosen. Formasi batuan tertua berumur Eosen disebut sebagai Formasi Bayah yang diendapkan pada lingkungan transisi daratan/sungai ke delta dan laut dangkal. Formasi ini tersebar di sekitar Kota Bayah.

  (www.blogklipingcilangkahan.com) Berdasarkan observasi awal, peneliti menemukan beberapa permasalahan dalam kegiatan usaha pertambangan di Kecamatan Bayah yaitu pertama,

  Kecamatan Bayah merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Lebak yang memiliki angka penambang ilegal yang cukup tinggi. Di Bayah masih banyak terdapat pertambangan tanpa izin (PETI), keberadaan penambang ilegal ini dijuluki “gurandil”. Keberadaan gurandil semakin mengkhawatirkan dikarenakan tidak adanya pemahaman akan teknik penambangan yang benar sehingga sering menelan korban jiwa, keberadaan pertambangan tanpa izin tersebut biasanya merupakan pertambangan rakyat dengan peralatan yang tradisional. Beberapa lokasi adanya PETI di Bayah yaitu di desa pasir gombong yang didominasi penambang lumpur emas ilegal, yang mengolah lumpur dari kegiatan ekspolitasi PT. Antam yang beroperasi di Cikotok, desa Cimancak, Cidikit, Bayah Barat dan Desa Suakan. Menurut Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Lebak, menyatakan sekitar 20 titik lokasi pertambangan lumpur emas, sebagai berikut:

Tabel 1.3 Lokasi Penambang Lumpur Emas Ilegal Lokasi Jumlah

  Desa Bayah Barat

  5 Desa Suwakan

  3 Desa Pasir Gombong

  6 Desa Cimancak

  3 Desa Cidikit

  3 (Sumber: Kecamatan Bayah, 2010)

  Selain maraknya pengolahan lumpur emas ilegal juga masih banyak usaha batubara ilegal, pasir dan bahan galian lain namun tidak ada data pasti jumlah PETI di Bayah, sulit untuk mengetahui berapa jumlah pasti para pelaku pertambangan ilegal ini disebabkan oleh jumlahnya yang selalu berubah-ubah.

  Sifatnya yang boleh dikatakan semi terorganisir sangat sulit untuk menentukan menunjukan masih kurangnya kesadaran masyarakat terhadap pertauran perizinan usaha pertambangan.

  Kedua, Para pengusaha pertambangan tidak melengkapi dokumen

  pengelolaan lingkungan yang harusnya dimiliki setiap pengusaha pertambangan berupa AMDAL/ANDAL atau UKL, UPL, dan SPPL. Di Kabupaten Lebak Dinas terkait megizinkan usaha pertambangan hanya dengan UKL, UPL, dan SPPL sehingga pengelolaan lingkungan pertambangan menjadi tidak optimal padahal berdasarkan observasi peneliti sudah semestinya perusahaan pertambangan melengkapi dokumen pengelolaan lingkugan berupa amdal, terutama bagi kegiatan pertambangan yang menggunakan bahan kimia dan alat- alat tekhnologi tinggi. Salah satu penyebab kerusakan lingkungan yaitu penggunaan B3 dalam pengolahan bahan tambang. Berdasarkan data di Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Lebak beberapa pengusaha pertambangan yang semestinya melengkapi dokumen amdal diijinkan hanya dengan UPL,UKL dikarenakan pengusahaa tersebut belum mampu untuk menyusun AMDAL, tidak dapat dipungkiri bahwa penyusunan AMDAL tidak sedikit memakan biaya apalagi bagi pengusaha dengan modal kecil.

  Ketiga , terjadi kerusakan lingkungan yang cukup memperihatinkan di

  Kecamatan Bayah, yaitu tercemarnya sungai Ciwaru dan Cidikit akibat adanya kegiatan pengolahan lumpur emas. Dalam proses penambangan lumpur emas, mereka menggunakan zat kimia sianida. Bahan kimia tersebut sangat membahayakan tubuh manusia, akibat pengolahan lumpur tersebut sungai Cidikit yang ada di wilayah itu terancam tercemar zat kimia. Selain itu pendakalan sungai di wilayah Bayah terjadi semakin cepat akibat kegiatan pertambangan yang cukup intens, tidak hanya berdampak pada kelestarian sungai, juga maraknya terjadi penebangan hutan yang digunakan dalam kegiatan pertambangan batubara.

  Keempat , adanya konflik antara pemerintah daerah dengan masyarakat terkait

dengan penertiban pegusaha pertambangan tanpa izin. Masyarakat menganggap

mereka melakukan pertambangan di lahannya sendiri dan untuk memenuhi

  kebutuhan hidupnya sendiri. Masyarakat dan pengusaha pertambangan di Bayah menganggap pemerintah daerah boleh saja berlindung pada aturan hukum berupa perizinan, namun ada hal yang lebih penting dipertimbangkan yaitu benda tambang yang ada di Bayah bukan milik orang lain, tetapi milik warga Bayah sendiri. Pemerintah kabupaten dianggap lebih mementingkan investasi dan memberikan kekayaan kepada warga asing sedangkan masyarakat Bayah hanya dijadikan penonton dan sengsara di atas timbunan kekayaan sendiri. Dalam upaya penertiban sering terjadi bentrok anatara masyarakat dengan pemerintah.

  Kelima yaitu Masih kurangnya upaya reklamasi yang dilakukan para

pengusaha pertambangan baik saat kegiatan berlangsung dan pasca tambang,

lahan bekas pertambangan dibiarkan begitu saja tanpa upaya reboisasi atau

penutupan lubang akibat adanya pengerukan lahan pertambangan, upaya

reklamasi yang sudah disusun dalam prosedur perizinan tidak dilakukan oleh

pengusaha pertambangan. Banyak pengusaha pertambangan yang membiarkan

lahan bekas pertambangan dibiarkan begitu saja tanpa ada upaya perbaikan.

  Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak merupakan pelaksana kewenangan administratife dan teknis dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Lebak sesuai dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No.1 Tahun 2011, Selain mengawasi dinas tersebut bertugas untuk memberikan bimbingan dan arahan bagi izin usaha pertambangan maupun izin pertambangan rakyat, dimana Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak berperan dalam mengawasi setiap penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara. Maka penelitian ini diberi judul “Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam

  

Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di Kecamatan

Bayah”.

1.2. Identifikasi Masalah

  Berdasarkan pemaparan pada latar belakang masalah di atas, maka peneliti dapat mengidentifikasikan permasalahan-permasalahan yang ada sebagai berikut:

  1. Masih maraknya usaha pertambangan tanpa izin (ilegal minning)di Kecamatan Bayah.

  2. Pengusaha pertambangan tidak melengkapi dokumen pengelolaan lingkungan.

  3. Kerusakan lingkungan di Kecamatan Bayah akibat kegiatan pertambangan yang mengancam kelestarian lingkungan.

  4. Adanya konflik antara pemerintah daerah dan masyarakat terkait penertiban pertambangan ilegal yang dilakukan pemerintah daerah.

5. Masih kurangnya upaya reklamasi yang dilakukan oleh pengusaha pertambangan baik saat kegiatan berlangsung maupun pasca tambang.

  1.3. Batasan Masalah

  Peneliti menyadari bahwa dalam permasalahan pengelolaan pertambangan dengan kebijakan terkait yaitu Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Pengelolaan Pertambangan Umum yang diganti dengan Peraturan Daerah Kabupaten Lebak No.1 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sangatlah luas dan kompleks dan karena keterbatasan yang dimiliki peneliti baik materi, tenaga, dan waktu maka peneliti membatasi masalah ini dengan memfokuskan pada Pengawasan Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Lebak dalam Penyelenggaraan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di Kecamatan Bayah.

  1.4. Rumusan Masalah

  Bedasarkan pada latarbelakang yang telah dipaparkan di atas dan dengan memperhatikan fokus penelitian yang disebutkan dalam batasan masalah maka hal yang menjadi kajian peneliti yaitu Bagaimana pengawasan Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara di Kecamatan Bayah?

  1.5. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian Tujuan peneliti dalam penelitian ini adalah untuk Mengetahui bagaimana pengawasan Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Lebak dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara di Kecamatan Bayah.

  1.6. Manfaat penelitian

  Manfaat penelitian yang diharapkan dari penelitian ini terdiri dari manfaat teoritis dan praktis.

  a.

  Manfaat Teoritis Dalam penelitian ini diharapkan peneliti dapat mengaplikasikan materi- materi pengajaran mengenai kebijakan publik khususnya mengenai pengawasan dalam implementasi kebijakan.

  b. Manfaat Praktis Manfaat praktis dari penelitian ini yaitu penegakan pertaturan yang berlaku dalam penyelenggaraan usaha pertambangan mineral dan batubara di Kabupaten Lebak dan memberikan solusi terhadap keberadaan penambang tanpa izin di Kabupaten Lebak pada umumnya dan di Kecamatan Bayah secara khusus.

  1.7. Sistematika Penulisan

  Penulisan proposal penelitian ini tersusun atas sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

  Dalam Bab I ini dibahas beberapa sub-bab diantaranya Latar Belakang yang membahas mengenai gambaran umum dan ruang lingkup permasalahan yang dijelaskan secara deduktif dimana diuraikan dari bahasan yang bersifat umum menjadi bahasan yang lebih bersifat khusus lagi. Identifikasi masalah mencoba mengidentifikasi masalah-masalah yang muncul di lapangan atau lokus penelitian. Pembatasan dan perumusan masalah mencoba membatasi ruang lingkup masalah yang ada agar lebih terfokus pada pembahasan yang akan diteliti oleh peneliti, dan rumusan masalah adalah pertanyaan-pertanyaan yang akan diteliti dan dicari jawabannya oleh peneliti.

BAB II DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan mengenai; Deskripsi Teori, Deskripsi Kebijakan, Kerangka Berfikir Penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan mengenai; Metode Penelitian, Instrumen Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengolahan dan Analisis Data, Lokasi dan Waktu Penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN Pada bab ini dipaparkan mengenai; Deskripsi Obyek Penelitian, Deskripsi Data, Informan Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian. BAB V PENUTUP Pada bab ini peneliti menjelaskan mengenai; kesimpulan dari hasil penelitian yang

  telah dilakukan, kemudian memberikan saran-saran yang bersifat konstruktif pada instansi-instansi yang terkait dalam penelitian in

BAB II DESKRIPSI TEORI

2.1. Pengertian Pengawasan

  Pengawasn merupakan salah satu fungsi manajemen. Pengawasan dapat didefinisikan sebagai poses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manejemen tercapai. Keseluruhan pengawasan adalah aktivitas membandingkan apa yang sedang atau sudah dikerjakan dengan apa yang telah direncanakan sebelumnya. (Handoko, 2003:359). Pengertian pengawasan menurut beberapa tokoh dalam Syafiie (2006:2) diantaranya:

  Lyndall F. Urwick mendefinisikan pengawasan sebagai upaya agar sesuatu

  dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan dan instruksi yang telah dikeluarkan.

  Menurut Henry Fayol pengawasan adalah ketepatan dalam menguji apa pun sesuatu persetujuan, yang disesuaikan dengan instruksi dan prinsip perencanaan, yang sudah tidak dapat dipungkiri lagi.

  Pengawasan merupakan kewajiban setiap orang dalam organisasi secara terus menerus, memperhatikan dan mengawasi jalanya tugas masing-masing bidang, sesuai rencana semula. Sondang P.Siagian mendefinisikan pengawasan sebagai proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjain agar semua pekerjaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Selanjutnya dalam Syafiie (2006:83) George Terry

  “Controlling can be definied as the process of detrmining what is to accomplished, that is the standar, what is being accomplished, this is the performance, evaluating the performance, and if necessary applying corrective measure si that performance takes places according to plans, that is in conformity with the standar ”.

  Prof. Stephen Robin dalam Syafiie (2006:83) mengatakan sebagai berikut:

  “Control can be definied as the process of monitoring activities to ensure they are being accomplished as planned and correcting any significant devisionis.” (pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses

  mengikuti perkembangan kegiatan untuk menjamin (to ensure) jalannya pekerjaan, dengan demikian dapat selesai secara sempurna (accomplished) sebagaimana yang direncanakan sebelumnya dengan pengoreksian beberapa pemikiran yang saling berhubungan).

  Menurut Mc. Farland dalam Handayaningrat (1996:143) pengawasan adalah suatu proses dimana pimpinan ingin mnegtahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan, atau kebijaksanaan yang telah ditentukan.

2.2. Pengertian Kebijakan

  James E. Anderson (Wahab, 2010:2) merumuskan kebijaksanaan sebagai perilaku dari sejumlah aktor (pejabat, kelompok, instansi pemerintah) atau serangkaian aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Kemudian menurut Perserikatan Bangsa-bangsa kebijaksanaan diartikan sebagai pedoman untuk bertindak. Pedoman itu boleh jadi amat sederhana atau kompleks, bersifat umum atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas, longgar atau terperinci, bersifat kualitatif atau kuantitatif, publik atau privat.

  Selanjutnya Harold D Laswell dalam Wicaksono (2006:57) mendefinisikan

  "The word policy commonly use to designate the most important choices made either in organized or in private life... policy is free for many undesirable connotation clustered about the word political, which is often beleived to imply partisanship or corruption"

  Dunn dalam bukunya Pengantar Analisis Kebijakan Publik (2000: 51), mendefinisikan kata kebijakan dari asal katanya, secara etimologis istilah policy atau kebijakan berasal dari bahasa Yunani, Sanksekerta dan Latin, akar kata dalam bahasa Yunani dan Sanksekerta yaitu polis (Negara-Kota) dan pur (Kota).

  Hogwood dan Gunn dalam Wicaksono (2006:153) menyebutkan sepuluh penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian modern, diantaranya:

  a.

   Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a field of activity ) Contohnya: statemen umum pemerintah tentang kebijakan

  ekonomi, kebijakan industry, atau kebijakan hukum dan ketertiban.

  b.

  Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan (as expression of general purpose or desired state of affairs) Contohnya: untuk menciptakan lapangan kerja seluas mungkin atau pegembangan demokrasi melalui desentralisasi.

  c.

  Sebagai proposal spesifik (as specific proposal) Contohnya: membatasi pemegang lahan pertanian hingga 10 hektar atau menggratiskan pendidikan dasar.

  d.

  Sebagai keputusan pemerintah (as decesions of government) Contohnya: keputusan kebijakan sebagaimana yang diumumkan Dewa Perwakilan Rakyat atau Presiden.

  e.

  Sebagai otorisasi formal (as formal authorization) Contohnya: tindakan-tindakan yang diambil oleh parlemen atau lembaga-lembaga pembuat kebiijakan lainnya.

  f.

  Sebagai sebuah program (as a programe) Contonya: sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program peningkatan kesehatan perempuan.

  g.

  Sebagai output (as output) Contohnya: apa yang secara aktual telah disediakan, seperti sejumlah lahan yang diredistribusikan dalam program reformasi agraria dan jumlah penyewa yang terkena dampaknya.

  h.

  Sebagai hasil (as outcome) Contohnya: apa yang secara aktual tercapai, seperti dampak terhadap pendapatan petani dan standar hidup dan output agricultural dari program reformasi agararia. i.

  Sebagai teori atau model (as a theory or model) Contohnya apabila kamu melakukan x maka akan terjadi y, misalnya apabila kita meningkatkan insentif kepada industri manufaktur, maka output industry akan berkembang. j.

  Sebagai sebuah proses (as a process) Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan issues lalu bergerak melalui tujuan yang sudah di (setting), pengambilan keputusan untuk implementasi dan

  2.3. Pengertian Publik

  Di Indonesia “publik” dipahami sebagai “negara” atau “umum”. Secara etimologis publik berasal dari sebuah kata Yunani yakni “Pubes” yang berarti kedewasaan secara fisik, emosional maupun intelektual. Dalam persfektif Sosiologi dan Psikologi “Pubes” seringkali disebut dalam terma lain yakni “puber”. Terma puber kemudian di interpretasikan sebagai tahapan kehidupan sosial dalam masa transisi dimana yang mulanya berorientasi pada diri sendiri menjadi memikirkan orang lain di luar dirinya. (Wicakosno, 2006:30)

  Pengertian public dalam Syafei (2006:18) yaitu sejumlah manusia yang

memilikikebersamaan berpikir, perasaan, harapan, sikap, dan tindakan yang benar

dan baik berdasarkan nilai-nilai yang mereka miliki. Dalam bahasa Yunani, istilah

public seringkali dipadankan pula denga istilah Koinon atau dalam Bahasa Inggris

dikenal dengan kata common yang bermakna hubungan antar individu. Oleh

karenanya public seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi aktivitas

manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau

aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama.

  2.4. Kebijakan Publik

  Banyak para pakar yang mengemukakan pendapatnya mengenai definisi

  (Parsons, 2006:xi) sebagai “publik atau problem-problemnya”. Kebijakan publik membahas bagaimana isu-isu dan persoalan tersebut disusun dan didefinisikan, dan bagaimana kesemuanya itu diletakan dalam agenda kebijakan dan agenda politik. Kebijakan publik menurut Heidenheimer merupakan studi tentang “bagaimana, mengapa, dan apa efek dari tindakan aktif (action) dan pasif (inaction) pemerintah”.

  Leslie A. Pal (1984:18) dalam Widodo (2008:12) mengemukakan bahwa kebijakan diartikan “as a course of a action or inaction chosen by public

  

authorities to address a givern problem or interrelated set of problem” . Dye

  dalam Islamy (2003:18) mengatakan bahwa Public policy is whats government

  

do, why they do it, and what different it make (Kebijakan publik adalah segala

  sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan dan apa perbedaan yang dihasilkan).

  Dalam bukunya yang lain, Understanding Public Policy Dye menyebutkan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Kebijakan publik dari Thomas Dye dalam Subarsono (2010:2) tersebut mengandung makna bahwa: 1.

  Kebijakan publik tersebut dibuat oleh badan pemerintah, bukan organisasi swasata.

2. Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau tidak dilakukan oleh badan pemerintah.

  Pendapat senada dikemukakaan Edward III dan Sarkansky yang mengemukakan bahwa kebijakan publik adalah apa yang pemerintah katakan dan dilakukan atau tidak dilakukan. Kemudian Carl J. Frederich dalam (Islamy, 2003:17) menyatakan kebijakan sebagai:

  “Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam lingkungan tertentu yang memberikan hambatan- hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu”

  Menurut William N. Dunn (2000:44) kebijakan publik adalah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah. Sedangkan kebijakan publik menurut Harold Laswell dalam Nugroho (2004:3) adalah suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai tertentu dan praktek-praktek tertentu.

  Menurut Dye (Widodo, 2008:13-14) ada tiga elemen dalam sistem kebijakan publik yaitu kebijakan publik, pelaku kebijakan, dan lingkungan kebijakan.

  Sementara menurut David Easton sistem kebijakan publik terdiri atas lima unsur, yaitu inputs, process, output, feedback, dan lingkungan. Lingkungan kebijakan dibagi dalam dua macam yaitu intra dan extra societa environment. Dalam lingkungan ini mengalir dua inputs yaitu demans dan support yang kemudian diproses kedalam sistem politik yang selanjutnya melahirkan policy output, berupa policy dan decision. Policy output kembali ke social environment sebagai respons terhadap demand dari social environment. Atas dasar pengertian tersebut

  Anderson mengemukakan elemen yang terkandung dalam kebijakan publik yaitu sebagai berikut:

  1. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.

  2. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah

  3. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan

  4. Kebijakan publik bersifat positif dan bersikap negative 5.

  Kebijakan publik yang bersifat positif selalu berdasarkan pada pertauran perundang-undangan tertentu yang bersifat memaksa. Peter Bridgman dan Glyn Davis dalam (Wicaksono, 2006:65) menyatakan banyak definisi kebijakan publik menjadikan kita sulit menentukan definisi kebijakan publik, oleh karenanya kita dapat meninjaunya dalam lima karakteristik yaitu:

  1. Memiliki tujuan yang didesain untuk dicapai atau tujuan yang dipahami.

  2. Melibatkan keputusan beserta dengan konsekuensinya.

  3. Terstruktur dan tersusun menurut aturan tertentu.

  4. Pada hakikatnya politis 5.

  Bersifat dinamis

2.5. Implementasi Kebijakan Publik

  Implementasi kebijakan juga merupakan suatu proses dalam kebijakan publik yang mengarah pada pelaksanaan dari kebijakan yang telah dibuat. Dalam praktiknya, implementasi kebijakan merupakan suatu proses yang begitu kompleks, bahkan tidak jarang bermuatan politis karena adanya intervensi dari berbagai kepentingan.

  Hakekat dari implementasi merupakan rangkaian kegiatan yang terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana dengan didasarkan pada kebijakan yang telah ditetapkan oleh otoritas berwenang. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Mazmanian dan Sabatier (Widodo, 2008:87) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai:

  “Pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang akan diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.

  Kamus Webster dalam Wahab (1997:59) implementasi diartikan sebagai “to

  

provide the means for carrying out, to give practical effects to” (Implementasi

  berarti menyediakan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan dapat menimbulkan dampak atau akibat terhadap sesuatu tertentu). Van Meter dan Van Horn dalam Agustino (2006:153) mendefinisikan Implementasi Kebijakan sebagai “Policy implementation encompasses those actions by public and privat

  

individuals (and groups) that are directed at the achievement of goals and

objectives set forth in prior policy decisions.

  Sementara Grindle dalam Agustino (2006:153) merumuskan definisi yang berbeda dari beberapa definisi-definisi di atas, beliau memandang implementasi sebagai berikut:

  “Pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari prosesnya, dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai dengan yang telah ditentukan yaitu melihat pada action program dari individual

project dan yang kedua apakah tujuan program tersebut tercapai”.

  Christoper Hood (Parsons, 2006:467) mengemukakan lima kondisi atau

  1. Bahwa implementasi ideal itu adalah produk dari organisasi yang padu.

  2. Bahwa norma-norma akan ditegakan dan tujuan ditentukan 3.

  Bahwa orang akan melaksanakan apa yang diminta dan diperintahkan 4. Bahwa harus ada komunikasi yang sempurna di dalam dan di antara organisasi

  5. Bahwa tidak ada tekanan waktu

2.6. Pengawasan Kebijakan Publik

  Kegiatan pemantauan dan pengawasan merupakan bentuk aktivitas dari kontrol yang tujuannya untuk mengendalikan pelaksanan suatu kegiatan agar tidak menyimpang dari rencana yang telah ditetapkan. Kontrol diartikan sebagai proses usaha untuk melihat dan menemukan apakah suatu kegiatan yang dilakukan telah sesuai dengan yang dirancanakan. Pemantauan atau monitoring merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan informasi tentang sebab dan akibat dari kebijakan publik. Karena memungkinkan analisis mendeskripsikan hubungan antara operasi program kebijakan dan hasilnya, maka pemantauan merupakan sumber informasi utama dalam implementasi. Pengawasan dimaksudkan untuk menetapkan premis factual tentang kebijakan publik. Pemantauan menghasilkan kesimpulan yang jelas selama dan setelah kebijakan diadopsi dan diimplementasikan

  Strategi pemantauan menurut Djoko Widodo (Widodo, 2006:94) sama dengan strategi dalam implementasi, yaitu:

1. Pelaku kontrol pelaksana kebijakan

  Pelaku kontrol pelaksanaan kebijakan dapat dibedakan menjadi duamacam yaitu: a.

  Pelaku kontrol internal dapat dialakukan oleh unit atau bagian monitoring dan pengendalian dan badan pengawas daerah.

  b.

  Pelaku kontrol eksternal dapat dilakukan oleh DPRD, LSM, dan komponen masyarakat.

  2. Standar prosedur operasional pemantauan Standar operating prosedur kontrol atas pelaksanaan kebijakan dapat digambarkan sebagai berikut: a.

  Organisasi harus menetapakan serangkaian tujuan yang dapat diukur dari aktivitas yang telah direncankan.

  b.

  Alat montoring harus disusun untuk mengukur kinerja individu, program, atau system secara keseluruhan.

  c.

  Pengukuran diperoleh melalui penerapan berbagai alat monitoring untuk mengoreksi setiap penyimpanagn yang berarti.

  d.

  Tindakan korektif dapat mencakup usaha-usaha yang mengarah pada kinerja yang ditetapkan dalam rencana atau modifikasi rencana kearah mendekati (mencerminkan kinerja).

  3. Sumber daya keuangan dan peralatan Untuk melakuakan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan, disamping memerlukan dana yang cukup juga diperlukan alat yang memadai.

  Besarnya anggaran dan jenis peralatan untuk melakukan kontrol tergantung pada variasi dan kompleksitas pelaksanaan suatu kebijakan.

  Sumber anggaran untuk melaksanakan pengawasan berasal dari APBN dan APBD, LSM dan swadaya masyarakat.

  Sementara itu peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan suatu kebijakan macam, jenis dan besar kecilnya peralatan juga sangat tergantung kepada variasi dan kompleksitas pelaksanaan kebijakan yang dikontrol.

  4. Jadwal pelaksanaan kontrol Pelaksanaan kontrol dapat dilakukan secara internal dan eksternal. Dalam kontrol internal dapat dilakukan setiap bulan, setiap triwulan atau setiap semester sekali. Dan dalam kontrol eksternal jadwal sulit ditentukan karena berada diluar organisasi dan bukan menjadi kewenangan organisasi yang bertanggungjawab.

  Menurut Carter (Parson, 2006:477) sistem implementasi yang sukses melibatkan empat tipe kontrol, yaitu:

  1. Koordinasi sepanjang waktu 2.

  Koordinasi pada waktu tertentu 3. Detail logistic dan penjadwalan 4. Penjagaan dan pemeilharaan batasan struktural.

  Tujuan monitoring yaitu memberikan alasan kepada pemantau mengenai sebab akibat mengapa harus dilaksanakan proses pengawasan. Monitoring, pengawasan atau pemantauan merupakan aktivitas yang ditunjukan untuk memberikan informasi tentang sebab akibat suatu kebijakan yang sedang diimplementasikan dengan tujun menjaga agar kegiatan yang sedang diimplementasikan sesuai dengan tujuan dan sasaran serta menemukan kesalahan sedini mungkin sehingga mengurangi resiko yang lebih besar, melakukan tindakan modifikasi terhadap kebijakan apabila hasil monitoring mangharuskan untuk itu.

  Terdapat lima langkah dasar yang dapat diterapkan dalam semua tipe kegiatan pengawasan menurut William H.Newman dalam (Handoko, 2003:367), yaitu: 1.

  Merumuskan hasil yang diinginkan 2. Menetapkan petunjuk 3. Menetapkan standar petunjuk dan hasil 4. Menetapkan jaringan organisasi 5. Menilai informasi dan mengambilk tindakan koreksi

  Pengawasan implementasi kebijakan ada beberapa teknik pengawasan kebijakan yaitu:

  1. Non-coersive (tanpa paksaaan yang wajar), aparatur kebijakan dalam mengejawantahkan regulasi tersebut tidak menggunakan sanksi yang resmi, hukuman ataupaun ganjaran. Kebijakan seperti ini harus didukung dengan kerjasama suakrela atau penerimaan dari warga masyarakat, instansi , lembaga, departemen yang dipengaruhinya.

  2. Inspeksi, adapat diartikan sebagai bentuk pengujian untuk menentukan apakah implementasi kebijakan telah sesuai dengan standar resmi yang telah ditentukan.

  3. Lisensi atau pengesahan, melibatkan kekuasaan pemerintah untuk menunjuk pada bidang bisnis khusus atau profesi untuk mengerjakan sesuatu yang tidak dilarang. Lisensi digunakan untuk kepentingan- kepentingan tertentu.

  4. Kontrak, digunakan pemerintah sebagai dasar unutk pengendalian ekonomi khusus, misalnya perusahaan yang menyuplai barang-barang atau jasa pada pemerintah harus tunduk pada peraturan dasar seperti gaji, jam kerja, dan kondisi kerja.