Pekerja Anak di Perkotaan (Studi Kasus Anak Penyapu Angkot di Terminal Pinang Baris Medan)

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Tulisan ini mendeskripsikan tentang pekerja anak di perkotaan tepatnya Kota
Medan, dalam hal ini kasus Anak penyapu angkot di Pinang Baris. Persoalan
pekerja anak bahkan menjadi kian kompleks dan sulit terpecahkan tatkala krisis
ekonomi melanda sejumlah negara Asia, termasuk Indonesia. Salah salah satu
indikator sebuah negara dikatakan maju dan berkembang dilihat dari
pembangunan yang telah dilakukan oleh sebuah negara tersebut. Pembangunan di
banyak tempat melanda dan merupakan ciri zaman modern, dan pertumbuhan
penduduk semakin bertambah dan sempitnya lapang pekerjaan merupakan
berdampak buruk akan kehidupan masa depan anak. Akibatnya menampilkan
kesenjangan ekonomi dan pendistribusian modal yang tidak adil.
Indonesia merupakan masih dikatakan dalam negara berkembang karena
negara Indonesia dalam tahap mencontoh negara maju. Muhamad Joni dan
Zulchaina (1999:2)1, mengatakan pembangunan ekonomi membuat masalah lain
yang mengejutkan, diantaranya adalah pekerja anak, pekerja seks anak/
trackfiking anak, dan kekerasan serta penyiksaan terhadap anak. Munculnya

pekerja anak dalam berbagai sektor disebabkan sulitnya memenuhi kebutuhan


1

Dikutip dari Skripsi Theresha Meilani (2009:12).

1

Universitas Sumatera Utara

anak dalam keluarga sehingga memaksa anak untuk terjun dalam sektor industri
maupun prostitusi.
Dampak dari kesenjangan ekonomi ini membuat masyarakat tidak dapat
memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari akibat lapangan pekerjaan yang
sempit. Akibat dari kesenjangan ekonomi, orang tua maupun anak-anak terpaksa
mengambil tindakan segala cara untuk menafkahi keluarga maupun diri sendiri.
Ketepurukan dalam perekonomian keluarga, orang tua acap kali menggunakan
anaknya dalam mencari nafkah, anak dianggap bisa membantu memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Biasanya keluarga yang hidup dalam kemiskinan memaksa
anak untuk meringankan kebutuhan keluarga maupun diri sendiri si-anak. Orang
tua mengunakan anak mereka untuk mencari nafkah maupun sekedar membantu

orang tua. Mereka menganggap bahwasanya seorang anak wajib membantu
orangtuanya. Dengan pola fikir orangtua seperti itu memaksa anak bekerja
dibawah umur, justru dianggap sebagai kekerasan terhadap anak dalam bentuk
mengambil hak anak. Mereka akan kehilangan waktu bermain dan belajar
sebagaimana seorang anak yang masih tahap belajar dan bermain serta mengenal
lingkungan sekitarnya.
Di berbagai belahan dunia terdapat undang-undang perlindungan anak seperti
di Amerika Serikat telah dibentuk pengadilan anak sejak tahun 1989 dan
merupakan undang-undang pengadilan anak yang pertama yang berarti bahwa
penguasa

pemerintah

harus

bertindak

apabila

anak-anak


membutuhkan

pertolongan, sedangkan anak yang melakukan kejahatan bukan dipidana,
2

Universitas Sumatera Utara

melainkan harus diberi bantuan dan dilindungi. Karena Anak adalah mahluk
sosial seperti juga orang dewasa, anak membutuhkan orang lain untuk dapat
membantu mengembangkan kemampuannya, karena anak lahir dengan segala
kelemahan sehingga tanpa orang lain anak tidak mungkin dapat mencapai taraf
perkembangan yang penuh dengan perasaan, pikiran, kehendak sendiri,
kesemuanya itu merupakan totalitas psikis dan sifat-sifat serta struktur yang
berlainan pada tiap-tiap fase perkembanganya.
Menurut Bachofen (1861:7), diseluruh dunia keluarga manusia berkembang
melalui empat tingkat evolusi, dalam zaman yang telah jauh lampau dalam
masyarakat manusia ada keadaan promiskuitas, dimana manusia hidup serupa
sekawan binatang berkelompok dan laki-laki serta wanita berhubungan dengan
bebas dan melahirkan keturunan tanpa ikatan. Kelompok keluarga inti sebagai inti

masyarakat belum ada pada waktu itu. Keadan ini dianggap merupakan tingkat
pertama dalam proses perkembangan masyarakat manusia. Lambat laun manusia
sadar akan hubungan antara si ibu dengan anak-anaknya sebagai suatu kelompok
keluarga inti dalam masyarakat, karena anak-anak hanya mengenal ibunya tetapi
tidak mengenal ayahnya. Dalam kelompok keluarga inti serupa itu, ibulah yang
menjadi kepala keluarga2. Keluarga tempat pertama bagi anak untuk mendapatkan
pemenuhan kebutuhan psikologis mereka, berupa perhatian, kasih sayang,
perlindungan dan hubungan yang harmonis antar anggota keluarga.

2

. Koentjaranigrat dalam buku Sejarah Teori Antropologi I.

3

Universitas Sumatera Utara

Menurut Ki Hajar Dewantara (2011:19), memiliki keyakinan bahwa
pendidikan bagi bangsa Indonesia harus dilakukan melalui tiga lingkungan, yaitu
keluarga, sekolah, dan organisasi. Keluarga merupakan pusat pendidikan yang

pertama dan terpenting karena sejak kemunculan adab kemanusiaan sampai
sekarang keluarga selalu berpengaruh besar terhadap perkembangan anak
manusia. Begitupula adanya dengan anak-anak pekerja penyapu angkot, apabila
terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka, maka akan memungkinkan dirinya
memiliki keyakinan yang positif, cara pandang positif terhadap dirinya sendiri,
dan bentuk karakter diri yang positif pula. Karena karakter mencangkup keinginan
seseorang untuk melakukan yang terbaik, kepedulian terhadap kesejahteraan
orang lain, kognisi dari pemikiran kritis dan alasan moral, dan pengembangan
keterampilan interpersonal dan emosional yang menyebabkan kemampuan
individu untuk bekerja secara efektif dengan orang lain dalam situasi setiap saat 3.
Kerakter menurut Thomas Lickona yaitu (dalam Glanzer, 2006:532):
character as “knowing the good, desiring the good, and doing the good
(mengetahui kebaikan, menginginkan kebaikan dan melakukan segala sesuatu
yang baik). Sebaliknya, bila kebutuhan psikologis tidak atau terpenuhi maka anak
akan sulit mengembangkan citra diri dan karakter positif dalam dirinya. Karena
anak merupakan generasi pemegang keberhasilan dunia di masa yang akan
datang, dan anak-anak merupakan harapan untuk memajukan negara di masa
depan. Pendidikan diberikan baik secara formal maupun secara informal, baik
. Diakses dari Muhamad Yaumi M Hum M A “ Pendidikan Karakter Pilar dan Implementasi”
2014: 8


3

4

Universitas Sumatera Utara

pendidikan di keluarga, di sekolah, ataupun di masyarakat, juga pendidikan
akademis, agama maupun moral, merupakan cara-cara mempersiapkan anak
sebagai generasi penerus bangsa.
Banyak sekali fenomena yang menimpa bangsa Indonesia saat ini,
terlebih-lebih anak yang terlantar dan hidup dijalanan. Adapun masalah anak-anak
tersebut antaranya penyalahan narkoba, kekerasan fisik maupun kekerasan nonfisik pada anak-anak, trackfiking anak, eksploitasi anak, hingga anak yang
terpaksa bekerja. Gejala sosial anak jalanan yang merupakan akibat langsung dari
krisis di berbagai bidang masih menjadi fenomena sosial di kota – kota besar.
Badan Pusat Statistik (BPS) melansir data terbaru jumlah penduduk Indonesia, per
September 2014, jumlah penduduk miskin Indonesia tercatat sebesar 2.773 juta
orang atau mencapai 10.96% dari keseluruhan penduduk. Untuk mengukur
kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar
dengan pendekatan kemiskinan di pandang sebagai ketidakmampuan darisisi

ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan.
Perkembangan isu pekerja anak di Indonesia dapat dirunut sejak
dikeluarkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1979
tentang Kesejahteraan Anak, yang berbunyi sebagai berikut:
a. Bahwa anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasardasarnya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya.

5

Universitas Sumatera Utara

b. Bahwa agar setiap anak mampu memikul tanggungjawab tersebut, maka ia
perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan
berkembang dengan wajar baiksecara rohani, jasmani maupun sosial.
c. Bahwa di dalam masyarakat terdapat pula anak-anak yang mengalami
hambatan kesejahteraan rohani, jasmani, sosial dan ekonomi.
d. Bahwa pemeliharaan kesejahteraan anak belum dapat dilaksanakan oleh anak
sendiri.
e. Bahwa kesempatan, pemeliharaan dan usaha menghilangkan hambatan
tersebut hanya akandapat dilaksanakan dan diperoleh bilamana usaha
kesejahteraan anak terjamin.

f. Bahwa untukmencapai maksud tersebut perlu menyusun Undang-undang yang
mengatur kesejahteraan anak4.
Ini merupakan titik awal perhatian pemerintah Indonesia terhadap masalah
anak. Penelitian ini merupakan salah satu bentuk upaya penanganan pekerja anak
yang diletakkan dalam kerangka strategi pengurangan (eliminasi) dengan
melibatkan anak secara langsung sebagai narasumber dan partisipan utama.
Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan anak yang
dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik secara
rohani, jasmani, maupun sosial. Namun masih banyak pekerja anak di perkotaan,
masih jauh dari hidup sejahtera, sering sekali kita lihat anak yang bekerja,
terkhusus di kota-kota besar termasuk kota Medan. Penelitian ini mendeskripsikan

4

. Diakses dari http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_4_79.htm (Pada 25 Juni 2016 9:34).

6

Universitas Sumatera Utara


bagaimana perkembangan anak baik secara fisik dan nonfisik, termasuk sisi
psikologis diri pekerja anak tinjauan budaya. Menurut Kardiner, Linton (James
Danandjaja 1988: 53 ), dan Kawan-kawan, struktur Kepribadian yang dimiliki
oleh kebanyakan anggota masyarakat, sebagai akibat pengalaman mereka pada
masa kanak-kanak yang sama.
Kota Medan bisa dikatakan salah satu kota tak layak anak, dikarenakan
pertumbuhan penduduknya yang semakin hari semakin meningkat, lapang
pekerjan yang terbatas menimbulakan banyaknya penganguran sehingga
mengakibatkan tingginya angka kriminalitas di kota ini. Kriminalitas kota Medan
merupakan salah satu kota tertinggi kriminalitasnnya secara tidak langsung akan
mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak dewasa kelak. Begitu pula dengan
anak-anak yang bekerja di terminal Pinang Baris Medan. Mereka setiap harinya
menghabiskan waktu bekerja dan bermain dengan teman-teman sebayanya di
tempat mereka bekerja sehari-hari.
Mereka berangkat sekolah hingga pulang kembali ke rumah lalu pergi bekerja
menyapu angkot, begitu setiap harinya. Tempat bekerja adalah sekaligus tempat
bermain bagi mereka. Hal ini akan berpengaruh pada petumbuhan dan
perkembangan secara sosial dan psikologis mereka dewasa kelak dan tidak
menutup kemungkinan pengalaman masa kanak-kanak mereka ini akan
menentukan kepribadiannya.

Terminal ini tempat yang rentan kekerasan pada anak

dan terminal ini

merupakan tempat sering diadakan razia pereman yang sering main judi di
7

Universitas Sumatera Utara

terminal tersebut, secara tidak langsung ini dapat mempengaruhi tumbuh kembang
sosial psikologis mereka.
Terminal Pinang Baris merupakan salah satu lokasi strategis di Kota
Medan sebagai tempat aktifitas anak-anak jalanan, terminal ini khusus
menampung bus-bus antar provinsi dan dalam Provinsi Aceh, kota Pangkalan
Brandan, kota Binjai, kota Stabat, Brastagi dan sekitarnya. Kawasan terminal
Pinang Baris juga memiliki status yang sama dengan Amplas yaitu sebagai lokasi
bekerja anak jalanan dan sekaligus tempat tinggal. Di sinilah anak-anak
beraktivitas bekerja sebagai penyapu angkot. Menurut hasil penelitian Misran
Lubis, dkk Pengkajian Ulang tentang Situasi Anak Jalanan Kota Medan 5 .
Terminal Terpadu Pinang Baris (TTPB) adalah salah satu dari 2 terminal terpadu

perhubungan darat terbesar di Kota Medan. Terminal ini khusus menampung busbus antar Provinsi dan dalam Provinsi Aceh, kota Pangkalan Brandan, kota Binjai,
kota Stabat, Brastagi dan sekitarnya. Kawasan terminal Pinang Baris juga
memiliki status yang sama dengan Amplas yaitu sebagai lokasi bekerja anak
jalanan dan sekaligus tempat tinggal. Terminal Pinang Baris kondisi ekonomi
masyarakat di lingkungan ini yakni kelas ekonomi menengah kebawah dan sering
di sebut komunitas Miskin Kota (KMK).
Berdasarkan pendataan Pusat Kajian dan Perlindungan Anak (PKPA) pada
tahun 2010, Sanggar Kreatifitas Anak (SKA) mendampingi 200 anak jalanan,
terdapat 26 anak jalanan yang masuk kategori anak jalanan beresiko tinggi
5

. Menurut hasil penelitian Misran Lubis, dkk tentang Pengkajian Ulang Situasi Anak Jalanan
Kota Medan.(2010:22).

8

Universitas Sumatera Utara

mendapatkan kekerasan, dari 200 anak jalanan dampingan PKPA tersebut terdapat
65 anak jalanan yang bekerja sebagai anak penyapu angkot. Di terminal Pinang
Berdasarkan data Kementrian Sosial Indonesia tercatat dalam tabel di
bawah ini, anak terlantar 3,488,309, anak belita terlantar 1,178,824, anak rawan
terlantar 10,322,674, anak nakal, 193,155 dan anak cacat 367,520 anak.
Tabel. 1.1. Data anak jalanan

Anak jalanan merupakan gejala sosial yang muncul akibat krisis di
berbagai bidang dan menjadi salah contoh nyata dari sekian anak terlantar yang
ada di Indonesia. Mereka adalah anak-anak di bawah umur 16 tahun yang
sebagian besar hidupnya dihabiskan di jalanan untuk mencari uang. Tidak ada
angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI) memperkirakan, pada tahun 2014 lalu terdapat sekitar 150 ribu
anak jalanan Indonesia, dengan konsentrasi di Jakarta. Jumlah anak jalanan dari
tahun ketahun semakin meningkat.
Data yang di keluarkan oleh Dinas Sosial dan Keternagakerjaan Kota Medan
tahun 2014 terlihat bahwa, jumlah anak jalanan di kota Medan menduduki jumlah
yang tertinggi yaitu, mencapai 1.526 jiwa (50.26 %) dari seluruh anak jalanan
yang berada di Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara. Hal ini terjadi karena
kota Medan ibu kota Propinsi yang memiliki daya tarik yang lebih besar jika di
9

Universitas Sumatera Utara

bandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya. Melihat jumlah anak jalanan yang
semakin banyak di Kota Medan dan banyaknya faktor yang menyebabkan anak
menjadi anak jalanan maka penelitian ini ingin melihat Pekerja Anak di Perkotaan
dalam Kasus Anak Penyapu Angkot di terminal Pinang Baris Medan. Pekerja
anak dan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak merupakan masalah
kompleks, berdemensi sosial, ekonomi dan budaya, seperti eksploitasi anak yang
mencakup pemerasan, pelecehan seksual, kerja paksa tanpa upah, perbudakan dan
lainnya. Kasus yang terjadi diatas sering disebabkan oleh factor kemiskinan,
kurangnya akses pada pendidikan, ketersediaan lapangan kerja dan lainnya, dan
eksploitasi anak secara besar-besaran terjadi pada masyarakat kalangan bawah
yang hidup dibawah garis kemiskinan, dengan dalil kemiskinan mereka
melegalkan tindakan eksploitasi seksual dan ekonomi demi memenuhi kebutuhan
mereka.
Deputi Direktur Yayasan Pusat Kajian Perlindungan Anak (PKPA) Medan
Misran Lubis sebagai nara sumber dalam penelitiannya Pengkajian Ulang Situasi
Anak Jalanan di Kota Medan mengatakan, anak jalanan menjadi fenomena klasik

dan keberadaannya tetap eksis, populasinya terus berkembang setiap tahunnya,
data dari Dinas Sosial Provinsi Sumatera Utara tahun 2008 mengedentifikasi
jumlahnya mencapai 2.867 anak, jumlah terbesar ada di lima kota yakni Medan
(663 anak) Dairi (530 anak), Tapanuli Tengah (225 anak), Nias Selatan (224

10

Universitas Sumatera Utara

anak) dan Tanah karo (157 anak). Dikatakannya, pada 2010 PKPA melakukan
pemetaan ulang terhadap situasi anak jalanan di Kota Medan 6.
Catatan kekerasan pada anak di Sumatera Utara juga memiliki oleh
Yayasan Pusaka Indonesia salah satu lembaga perlindungan anak juga yang
letaknya tidak jauh dari PKPA. Dalam laporannya mengenai kasus kekerasan
terhadap anak tahun 2012 mencatat 143 kasus kekerasan pada Januari hingga Juni
di Sumatera Utara adapun yang paling dominan adalah tindak kekerasan fisik dan
seksual yang berjumlah 97 kasus dan panganiayaan 24 kasus, sedangkan kasus
sejenis pembunuhan dan penculikan masih rendah, dan kasus pekerja anak di
bawah umur. Hasil laporan tersebut menunjukan bahwa kekerasan yang terjadi
pada anak kian marak bertambah. Di Medan, kasus kekerasan pada anak
meningkat 55%. Berdasarkan catatan kekerasan pada anak yang ada di LSM,
kepolisian, dan dikejaksaan, menyimpulkan bahwa Kota Medan belum dapat
dikatakan sebagai kota ramah anak atau kota layak anak7.
Perkembangan sosial buadaya, politik, ekonomi, teknologi, dan pertumbuhan
penduduk yang cukup cepat, langsung atau tidak langsung telah mempengaruhi
tatanan nilai dan budaya suatu bangsa. Kemiskinan dan semakin sempitnya akses
ekonomi bagi masyarakat yang tidak memiliki modal sangat berdampak pada
rendahnya pemenuhan hak-hak dasar anak. Akhir-akhir ini sering diberitakan di

6

. Diakses dari http://disosnaker.pemkomedan.go.id/contentkategori-detail-4251(Pada 14 Maret

2015)
7

. Data diperoleh dari Skripsi Theresia Melani (2009:14).

11

Universitas Sumatera Utara

media massa bahwasanya kota merupakan tidak layak anak. Fenomena kasus anak
bekerja yang terus meningkat, terutama di kota-kota besar, persoalan yang di
hadapi semakin kompleks. Menurut Sthepen J. Woodhouse dari UNICEF,
Konvensi isu sentral pekerja anak di Indonesia- termasuk di perkotaan yakni di
kota Medan, bukan terletak pada pekerjaannya, tetapi pada pengaruh negatif
akibat terlalu dini bekerja, termasuk kurangnya kesempatan anak-anak itu untuk
memperoleh pendidikan (Mustain dkk 2001:17). Secara empirik, memang banyak
bukti yang menunjukan bahwa keterlibatan anak-anak dalam aktivitas ekonomibaik di sektor formal maupun informal yang terlalu dini cenderung rawan
eksploitasi, terkadang berbahaya, dan bahkan tidak mustahil dapat menganggu
perkembangan fisik, pisikologis dan sosial anak ( Gootear & Kanbur, 1994)8.
Sedangkan pemerintah sangat jelas menuliskan, Hak dan kewajiban anak
sesuai UU tentang perlindungan anak, Nomor 23 tahun 2002, Pasal 11,
mengatakan bahwa :
“Setiap anak berhak untuk beristirahat dan memfaatkan waktu
luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, berekreasi dan
berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasanya
demi pengembangan diri 1.
Pinang Baris inilah salah satu terminal setelah terminal Amplas banyaknya
terlihat anak-anak yang bekerja, mecari rezeki untuk dirinya dan keluargannya.
Mereka di perkerjakan oleh agen-agen bus dan agen angkot, ataupun anak-anak
tersebut menawarkan jasanya, untuk menyapu dan membersihkan angkot tersebut.
Anak-anak penyapu angkot itu mulai dari Usia 5-18 tahun. Dari total anak yang
8

. Diperoleh dari buku Eksploitasi dan Bahaya Mengancam Pekerja Anak (2001:17).

12

Universitas Sumatera Utara

ada di terminal Pinang Baris berjumlah 118 orang anak, sedangkan anak yang
putus sekolah sebanyak 30 orang anak. Sedangkan anak yang bekerja penyapu
angkot ini berjumlah 22 orang anak. Rata-rata anak yang putus sekolah mereka
bekerja menyapu angkot dan selebihnya mengamen. Selebihnya anak yang masih
aktif sekolah yang merupakan juga di dampingi oleh SKA PKPA yang berada di
Pinang Baris Medan Sunggal. Bagi anak yang bekerja sambil sekolah mereka
berangkat kesekolah hingga pulang kembali kerumah dan pergi lagi bekerja
seperti itu setiap harinya. Waktu mereka banyak dihabiskan di tempat kerja,
tempat kerja mereka sekaligus tempat bermain mereka, sehingga tempat mereka
bekerjalah pengalaman hidup yang mereka peroleh.
Berdasarkan jumlah anak penyapu angkot di terminal Pinang Baris yang telah
disebutkan di atas sebanyak 22 orang dapat menganggu pertumbuhan dan
perkembangan sosial- pskologis mereka, karena ada tiga faktor utama: eksploitasi
yang lahir dari kemiskinan, kurangnya pendidikan yang relevan, serta tradisi dan
pola sosial yang menempatkan anak pada posisi yang rentan. Selain itu dari segi
pendidikan, anak-anak yang bekerja cenderung mudah putus sekolah. Menurut
Maria Fransiska Subagyo (1986), kemelaratan diakui merupakan salah satu
penyebab timbulnya kasus pelajar putus sekolah. Bagi anak-anak sekolah dan
bekerja adalah beban ganda yang acap kali dinilai terlalu berat, sehingga setelah di
tambah tekanan ekonomi dan faktor-faktor lain yang sifatnya struktural, tak pelak
mereka terpaksa memilih putus sekolah di tenggah jalan. Seperti studi yang
dilakukan oleh Suyanto dkk (1997) di Provinsi Jawa Timur tepatnya di Kabupaten
13

Universitas Sumatera Utara

Pacitan, Sampang, Pemekasan dan Tranggalek menemukan bahwa anak-anak
cenderung putus sekolah secara dini karena mereka berfungsi sebagai salah satu
penyangga ekonomi keluarga (dalam Mustain Mashud dkk 2001:17).
Anak-anak di terminal Pinang Baris mereka bekerja untuk memenuhi
kebutuhannya sendiri ataupun untuk keluarganya akibat dari kemiskinan. Mereka
bekerja disebabkan beberapa faktor-faktor di keluarga, ataupun ada faktor-faktor
lain, seperti: faktor sosial-budaya, lingkungan kerja, pendidikan, lingkungan
tempat tinggal dan sekitarnya. Memang, kalau menurut UU Nomor 25/1997
tentang ketenagakerjaan- tepatnya ayat 20- disebutkan bahwa yang dimaksud anak
adalah orang laki-laki atau wanita yang berumur kurang dari 15 tahun. Tetapi
mengacu pada KHA dan Konvensi ILO, maka yang disebut pekerja anak
sesungguhnya adalah mereka yang berusia di bawah 18 tahun. Sesuai dengan UU
tentang perlindungan anak Nomor 23 tahun 2002, Pasal 1 ayat 2 menjelaskan
bahwa “ perlindungan anak” adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh berkembang, dan
berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,
serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Kasus anak penyapu angkot cenderung rawan eksploitasi, terkadang
berbahaya

dari

kecelakaan

bahkan

tidak

mustahil

dapat

menganggu

perkembangan fisik, pisikologis dan sosial anak. Karena mereka bekerja di tempat
berbahaya, yakni tidak jarang agen-agen angkot yang sewaktu-waktu bisa
melakukan kekerasan seksual pada anak-anak yang bekerja di terminal tersebut,
14

Universitas Sumatera Utara

berbahaya dari kecelakaan kendaraan yang beroperasi setiap harinya di jalan.
Selain pekerjaan, lingkungan juga berpengaruh untuk tumbuh kembang anak.
Lingkungan yang tidak kondusif bisa mempengaruhi kepribadian anak dan
kerakter anak kedepannya. Pekerjaan yang setiap hari mereka lihat dan
dikerjakannya sianak berdampak pada masa depanya. Hubungan antar diri itu,
juga amat penting pengaruhnya yang dialami seorang anak penting pengaruhnya
terhadap pembentukan kepribadiannya pada waktu dewasa kelak (Dr. James
Danandjaja 1988:19). Hubungan antar diri anak dengan orangtua, saudara,
lingkungan sekitar, serta masyarakat, teman serta agen-agen angkot dan supir
yang memperkerjakan mereka akan mempengaruhi pembentukan kerakter ataupun
kepribadian anak dewasa kelak.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, penulis tertarik untuk meneliti
tentang Pekerja Anak di Perkotaan (Studi Kasus Anak Penyapu Angkot di
Terminal Pinang Baris Medan).
1.2 Tinjauan Pustaka
1.2.1

Konsep Anak
Anak merupakan seorang yang belum berusia 18 tahun (0-18 tahun),

termasuk anak yang masih dalam kandungan yang harus dijaga, dirawat, dan
dilindungi, anak mempunyai kerentanan hidup selama dalam kandungan hingga
lahir, maupun dalam masa tumbuh kembang anak. Anak merupakan poin penting
dalam kehidupan masa depan suatu bangsa. Baik buruk tumbuh kembang anak
merupakan penentu suatu masadepan bangsa Indonesia. Pemerintah, keluarga dan
15

Universitas Sumatera Utara

masyarakat penyumbang terbesar bagi proses pertumbuhan dan perkembangan
masa depan anak. Beragam kebijakan dan program pembangunan terukur dalam
kerangka perlindungan anak yang harus menjadi agenda terdepan dalam
memberikan kehidupan terbaik bagi anak.
Pembangunan di Indonesia takterlepas dari perkotaan dan masalah sosial
karena setiap perkembangan kota selalu diikuti oleh masyarakat sosial. Semakin
maju suatu negara maka masalah semakin kompleks, masalah sosial tersebut yang
memicu terjadi pekerja anak. Anak yang seharusnya masih dalam proses mencari
jati dirinya, serta masih tahap fase pertumbuhan untuk membentuk kerakter anak.
Yang masih haus dalam kasih sayang dan perhatian penuh dari orangtua serta
masyarakat. Indonesia telah memiliki undang-undang perlindungan anak dibahas
dalam UUD 1945 mengenai bentuk perlindungan anak pada pasal 28G,281,29,
dan 34. UU No.23 Tahun 1992 tentang perlindungan anak, UU No.4 Tahun 1979
tentang kesejahteraan anak, UU No.2 Tahun 1988 tentang usaha kesejahteraan
bagi anak yang mempunyai masalah, Konvensi Hak Anak melalui Keppres No.39
Tahun 1990 dan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga kerjaan. Untuk
menjadi pekerja sosial harus mempunyai latar belakang pendidikan S1
Kesejateraan Sosial.
Malinowski menyatakan bahwa sistem pengendalian sosial yang ada
dalam masyarakat bernegara, karena hanya ada dalam suatu organisasi sosial.
Hukum sendiri bukan semata hanya undang-undang saja tetapi hukum
menyangkut nilai, norma, pranata, aturan yang berkaitan dengan agama, adat,
16

Universitas Sumatera Utara

kebiasaan-kebiasaan lain dan kesepakatan yang telah diakui masyarakat. Undang
–undang itu dibuat merupakan bentuk memberikan perlindungan pada anak dan
perempuan yang membutuhkan perlindungan sampai kepada perlindungan
khusus. Karena wujud dari salah satu kebudayaan itu merupakan sistem sosial
dimana sistem sosial itu adalah sistem berpola dari manusia itu sendiri yang terdiri
dari aktivitas-aktivitas manusia yang berintegrasi, berhubungan, serta bergaul satu
sama lain dari detik kedetik, dari hari kehari, dari tahun ketahun, selalu menurut
dari pola-pola tertentu yang berdasarkan dari norma-norma yang berlaku 9 .
Undang-undang tersebut dibuat oleh pemerintah merupakan suatu bentuk
perhatian pemerintah kepada anak. Namun Undang-undang yang telah dibuat
pemerintah tersebut

tidak berlaku di terminal Pinang Baris pada anak-anak

penyapu angkot.
1.2.2

Konsep Pekerja Anak
Menurut Tjandraningsih (1995), sebagian besar pekerja anak disektor

industri manufaktur hanya mempunyai pendidikan rendah. Dari segi pendidikan,
anak-anak yang bekerja disinyalir cenderung mudah putus sekolah, baik putus
sekolah lantaran bekerja terlebih dahulu atau putus sekolah dahulu baru kemudian
bekerja (Bagong, 1999:17).
Menurut White & Tjandraningsih (1999), di sektor industri formal, pekerja
anak umumnya berada dalam kondisi jam kerja yang panjang, berupah rendah,
menghadapi resiko kecelakaan kerja dan gangguan kesehatan, atau menjadi
9

. Tiga Wujud kebudayaan (Koentjaranigrat 200:186-187) : I) Ide atau gagasan, 2) perilaku atau
tindakan kolektif. Dan 3) artefak atau benda kongret hasil kebudayaan.

17

Universitas Sumatera Utara

sasaran pelecehan dan sewenang-wenang orang dewasa. Secara umum
karakteristik tenaga kerja anak tidak jauh berbeda, kecuali dari segi usia, dengan
karakteristik tenaga kerja dewasa perempuan, bahkan tenaga kerja laki-laki
(Tjandraningsih & Haryadi, 1995).
Asumsi awal yang dimiliki masyarakat bahwa penyebab anak bekerja
adalah kemiskinan. Kemiskinan merupakan faktor Klise yang muncul hampir
pada setiap permasalahan sosial yang ada di dalam masyarakat. Dari kemiskinan
muncul beberapa problem sosial sebagai “efek domino” dimana satu faktor
mempengaruhi faktor lain dan seterusnya. Seperti kartu domino yang disusun
berdiri dan berjajar, ketika disentuh salah satu maka yang lain akan jatuh secara
beruntun. Dari kemiskinan akan menimbulkan pendidikan rendah dan kurangnya
gizi anak, sehingga anak akan putus sekolah dan masuk kedunia kerja menjadi
pekerja anak usia dini. Seperti yang telah dijelskan menurut Stephen J.
Woodhouse (UNICEF), isu sentral pekerja anak di Indonesia- termasuk di
perkotaan- bukan terletak pada pekerjaannya, tetapi pada pengaruh negatif akibat
terlalu dini bekerja, termasuk untuk anak itu memperoleh pendidikan . Anak-anak
yang bekerja di terminal Pinang Baris juga ada berstatus putus sekolah dan tidak
sekolah, mulai dari SD, SMP dan SMA. Penelitian ini akan mendeskripsikan lebih
mendalam mengenai pekerja anak penyapu angkot di terminal Pinang Baris ini.
Baik dalam pendidikannya, sosial-psikologisnya serta ketertarikan mereka
bekerja.

18

Universitas Sumatera Utara

Undang-Undang No. 1 tahun 2000 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No. 182
Tahun 1999 mengenai pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentukbentuk pekerjaan terburuk untuk anak. Anak dilarang bekerja karena 1.) Tidak ada
waktu atau terlalu lelah untuk belajar dan bersekolah, 2.) Hilangnya kesempatan
untuk memasuki dunia sekolah, 3.) Keterlibatan anak-anak dalam pekerjaan
secara dini cenderung rawan disalahgunakan, 4.) Berbahaya dan menganggu
perkembangan fisik, psikologis dan sosial anak 5. Dapat merusak pertumbuhan
fisik dan mental karena lelah, memikul beban yang berat, berada di lingkungan
kerja yang tidak mendukung perkembangan fisik, psikis dan moralnya, 6.)
kehadiran pekerja anak dapat mengakibatkan kemiskinan, tenaga kerja tidak
terampil dan berpendidikan rendah, 7.) Anak mungkin akan mengalami siksaan,
dikucilkan atau di perlakukan buruk di tempat kerja, 8.) Anak akan tumbuh
menjadi seseorang dewasa yang kurang sehat, kurang dapat bersosialisai dan
secara emosional terganggu,9.) Meningkatnya jumlah pekerja anak akan memicu
hambatan dinamika proses pembangunan SDM di masa depan10.
Undang-Undang ini menghimbau adanya pelarangan dan aksi untuk
menghapuskan

segala

bentuk

perbudakan

atau

praktek-praktek

sejenis

perbudakan, seperti penjualan dan perdagangan anak-anak, kerja ijon dan kerja

. Diakses dari http://sulaimanzuhdimanik.blogspot.co.id/2009/01/larangan-mempekerjakananak.html (P ada 2 Mei 2016 10:31).

19

Universitas Sumatera Utara

paksa, termasuk pengerahan anak-anak atau secara paksa atau untuk dimanfaatkan
dalam konflik bersenjata dengan menerapkan undang-undang dan peraturan.
1.2.3. Dampak Psikologis Anak
Dampak secara sederhana bisa diartikan sebagai pengaruh atau akibat. Dalam
setiap keputusan yang diambil oleh seorang biasanya mempunyai dampak
tersendiri, baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Sebagaimana
pengertian dari tinjauan psikologis, yang dirumuskan sebagai hasil meninjau yang
berkenaan dengan psikologi atau bersifat kejiwaan baik positif maupun negatif
dan respon bekerja pada diri seseorang yang muncul karena bekerja. Bentuk
tinjauan psikologis yang negatif saat bekerja sebagai pekerja penyapu angkot.
Mereka bekerja setiap harinya dan melebihi waktu 5 (lima) jam, ini akan
berdampak untuk tumbuh kembang sosial-psikologis mereka. Mereka akan
berperilaku negatif saat telah mengenal dunia kerja di usia terlalu dini, perilaku
mereka akan terbentuk dimana sehari-hari mereka beraktifitas. Karena tempat
mereka bekerja adalah tempat yang rawan konflik, ekspolitasi, pereman, tempat
beredarnya obat-obatan dan hal negatif lainnya.
Dari kesehatan dengan bekerja menyapu angkot akan berdampak untuk
kesehatan mereka, karena mereka bekerja membersihkan angkot yang penuh debu
dapat menganggu pernafasan mereka, dan kecelakaan saat berada di tempat kerja,
karena tempat mereka bekerja di mana banyaknya kendaraan lalu-lalang dengan
ugal-ugalan penuh kecepatan tinggi. Namun dampak positif yang mereka
dapatkan adalah mereka bisa tahu bagaimana susah orang tua mencari uang, bisa
20

Universitas Sumatera Utara

tahu bagaimana apa arti tangung jawab, bisa mandiri dan lain-lain. Itulah bentuk
dampak yang dapat di alami oleh anak-anak pekerja penyapu angkot di terminal
Pinang Baris Medan.
1.3 Rumusan Masalah
Studi ini adalah untuk memperoleh gambaran secara mendalam dan mencapai
pemahaman yang lebih baik tentang kehidupan Pekerja Anak Penyapu Angkot
khususnya yang bekerja di terminal Pinang Baris, maka pertanyaan penelitian
yang diajukan antara lain:
1. Mengapa anak-anak tersebut tertarik untuk bekerja sebagai penyapu
angkot, apa saja faktor pendorongnya?
2. Apakah pekerjaan ini berdampak pada pertumbuhan dan perkembangan
sosial- pskologis pekerja anak penyapu angkot di terminal Pinang Baris?
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
Mendeskripsikan Pekerja Anak dalam Kasus Anak Penyapu Angkot di
terminal Pinang Baris Kota Medan serta mengambarkan pendidikannya akibat
dari bekerja tersebut, serta alasan membuat anak tersebut terjut kedunia kerja.
Dimana masih banyak orang yang menganggap anak yang bekerja merupakan hal
yang biasa, menganggap suatu sistem pola dari manusia itu sendiri yang
merupakan suatu ritualitas pekerjaan yang harus dilakukan oleh anak setiap hari,
selayaknya anak membantu orang tuanya. Penelitian ini akan mengungkap dan
menjelaskan bahwasanya dengan anak bekerja akan berdampak buruk pada
21

Universitas Sumatera Utara

tumbuh kembang sosial psikologisnya seorang anak dan pendidikannya, serta
mengungkap adanya Eksploitasi yang di alami anak-anak pekerja penyapu angkot
ini. Dan kemiskinan akan mempengaruhi terpenuhi hak-hak dan kewajiban
seorang anak. Sehingga orang tua akan mengunakan anak-anak mereka untuk
bekerja. Selain itu apabila kebutuhan tak terpenuhi dan lingkungan yang tidak
layak untuk anak tinggali telah mendekati kehidupan anak maka anak akan merasa
mereka harus bekerja. Hal ini akan berdampak buruk untuk masadepanya,
bahwasanya dengan bekerja menyapu angkot setiap hari akan dapat menganggu
perkembangan fisik, psikologis dan sosial anak serta dengan bekerja
menimbulkan pendidikan rendah dan kurangnya gizi anak, serta kecelakaan kerja
yang dialami oleh anak, sehingga anak akan putus sekolah dan masuk kedunia
kerja menjadi pekerja anak usia dini.
Diharapkan setelah penelitian ini orang tua dan masyarakat luas serta
pemerintah dapat mengetahui bahwasanya pekerja anak akan berdampak buruk
pada pendidikannya, karena pendidikan adalah kunci masadepan anak dan tatanan
nilai budaya adalah suatu masadepan bangsa serta karena hak anak adalah bagian
dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang
tua, keluarga, masyarakat, dan negara. Selain itu agar pemerintah mengetahui
akibat buruk akan tumbuh kembang secara sosial psikologis anak apabila ia
bekerja.
Manfaat penelitian ini adalah :

22

Universitas Sumatera Utara

Bagi masyarakat pada umumnya serta bagi mahasiswa Antropologi
khususnya, untuk mendapatkan informasi dan ilmu pengetahuan tentang pekerja
anak dalam Kasus Anak Penyapu Angkot. Hasil penelitian ini juga diharapkan
bermanfaat khususnya bagi orang tua karena orang tua merupakan orang pertama
untuk anak mendapatkan perlindungan. Selain orang tua, pemerintah supaya lebih
menyadari tentang pekerja anak, termasuk kasus anak penyapu Angkot . Tidak
ketinggalan lembaga-lembaga bergerak dibidang yang peduli terhadap anak. Agar
anak-anak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang semestinya mereka
dapatkan.
1.5 Metodologi Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Etnografi. Metode
ini paling lazim di gunakan dalam berbagai penelitian antropologi. Metode
etnografi suatu strategi pencapaian dalam mendeskripsikan tentang fenomena
suatu sosial budaya yang terjadi di lapangan. Tujuan utama studi ini adalah untuk
memperoleh gambaran secara mendalam dan mencapai pemahaman yang lebih
baik tentang kehidupan sosial- Psikologis Pekerja Anak Penyapu Angkot di
terminal Pinang Baris Medan. Sengaja dalam penelitian ini penulis mengali data
secara mendalam melalu studi kualitatif, karena selain persoalan umum
pendidikan dan pengalaman anak-anak. oleh karenanya dalam penelitian Pekerja
Anak di Perkotaan (Kasus Anak Penyapu Angkot di Terminal Pinang Baris
Medan). Metode yang dilakukan pendekatan langsung dengan anak-anak yang
bekerja sebagai penyapu angkot, selain itu indikator informannya adalah beberapa
23

Universitas Sumatera Utara

orang tua, agen-agen atau supir angkot yang memperkerjakan mereka. Selain itu
peneliti juga mengunakan metode profil pekerja anak, agar lebih mudah untuk
memahami kenapa anak itu bekerja, dan bagaimana pertumbuhan dan
perkembangan sosial psikologis anak pekerja penyapu angkot ini, setelah itu
peneliti mengunakan alat pengumpulan data antara lain:
1.5.1

Observasi

Observasi yaitu suatu jenis alat pengumpulan data yang alami dalam
penelitian etnografi, oleh karenanya alat pengumpulan data ini digunakan untuk
mengumpulkan informasi terkait kasus anak penyapu angkot di terminal Pinang
Baris Medan. Disertai dengan pemahaman, penafsiran, dan pemaknaan yang
terdapat dalam pola-pola hubungan sosial yang terjadi. Berdasarkan Observasi
penulis selama penelitian, penulis melihat bahwasanya anak-anak jalanan yang
bekerja di terminal Pinang Baris ini yang bekerja sebagai penyapu angkot ini
bekerja dengan menawarkan jasanya kepada setiap supir angkutan umum seperi
bus, termasuk disini angkot. Mereka mengaku lebih suka menyapu angkot
ketimbang bus besar antar provinsi, karena dengan alasan bus tersebut terlalu
besar dan membuat mereka cepat lelah. Selain itu dikarenakan tubuh mereka
terlalu kecil membersikhan dan menjangkau kaca bus, sampah di dalam bus
tersebut terlalu banyak, dan dalam bekerja menyita waktu. Sedangkan angkot
menurut mereka tidak terlalu sulit, hanya membersihkan bagian dalam serta kaca
angkot tersebut. Penulis mengamati mereka bekerja tidak hanya di tempat
pangkalan bus atau di terminal saja, justru penulis melihat mereka menunggu
24

Universitas Sumatera Utara

angkot yang lewat kearah terminal yakni di jalan Pinang Baris, sambil memegang
sapu kecil dan botol berbahan plastik berisi solar di tanggannya dan mereka
menawarkan dirinya kepada setiap angkot yang lewat di jalan.
Padahal penulis perhatikan jalan Pinang Baris ini sangatlah banyak kendaraan
bersar yang hilir mudik. Namun mereka tidak memperhatikan dan memperdulikan
keselamatannya sendiri di tepi jalan tersebut. Penulis pernah melihat dua orang
anak pekerja penyapu angkot ini hampir terserempet oleh mobil yang sedang
melaju, namun mereka justru menyorakkan si pengendara tersebut. Selain itu
penulis melihat mereka berjalan serta sambil mencari-cari setiap angkot yang
hendak mereka sapu sambil bertanya kepada supir angkot tersebut. Mereka sering
mencari angkot di Empat titik, yakni di terminal tempat pangkalan bus, di SPBU
yang tidak jauh dari terminal Pinang Baris tersebut, dan di Jalan Gg. Menuju
terminal, selain itu di tepi jalan sepanjang jalan Pinang Baris Kecamatan, Medan
Sunggal. Penulis juga melihat di sekitar terminal Pinang Baris ini juga banyak
terlihat tempat-tempat para supir angkot duduk berkelompok sambil main judi,
main Batu Dam, Main catur, main kartu dan lain-lain. Penulis melihat tempat
terminal Pinang Baris ini tidak layak untuk anak-ank bermain dan berkeliaran
karena tidak baik untuk tumbuh kembang sosial psikologis mereka.
1.5.2

Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam adalah alat pengukuran data yang paling penting dalam
penelitian etnografi, karena dengan alat ini informasi yang diharapkan dapat digali
secara lebih mendalam dan terfokus. Sebagai pedoman dalam pelaksanananya
25

Universitas Sumatera Utara

mengunakan interview guide, informasi yang di harapkan dapat di peroleh yaitu:
berupa data-data terkait antara lain : Faktor-faktor apa sajakah yang mendorong
anak-anak tersebut menjadi bekerja. Faktor-faktor disini adalah lingkungan,
keluarga, pendidikan, dan pengaruh teman, perlakuan apa yang mereka dapatkan
selama bekerja, serta bagaimana perlakuan orang tua mereka terhadap anakanaknya dan bagaimana uang hasil bekerja mereka gunakan. Penulis
mewawancarai anak-anak penyapu angkot tersebut yakni, Muhamad Noki Julio
yang bekerja sambil sekolah dan anak yang pernah sepat putus sekolah, setelah itu
Bagus yakni anak yang tidak sekolah dan yang ketiga Muhamad Reza Ibrahim
anak penyapu angkot yang putus sekolah yang sampai sekarang belum
melanjutkan sekolahnnya, dan yang terakhir Muhamad Riyan Pratama yakni anak
yang sekolah sambil bekerja meyapu angkot. Dan orangtua mereka sebagai
singkronisasi data yang di dapat pada saat di lapangan, yakni ibu Susilawati
orangtua dari Muhamad Noki Julio pekerja anak yang berusia 10 tahun dan ibu
Oni yakni orangtua dari Reza Ibrahim anak yang berumur 13 tahun.
1.5.3

Wawancara Secara Tertutup

Adapun alat pengukur data lain yang digunakan adalah kuesioner yang mana
sebagai alat pengukur data “pendamping” dari observasi dan wawancara
mendalam, hal ini digunakan untuk memperoleh data-data yang lebih cenderung
bersifat kualitatif misalnya data-data ekonomi, pendidikan, jaringan sosial,
Kekerasan dan lain-lain. Selain itu data juga akan diperoleh secara sekunder yakni
dari Pusat Kajian dan Perlindungan Anak ( PKPA), Kelurahan Lalang Kecamatan
26

Universitas Sumatera Utara

Medan Sunggal. Meskipun demikian data-data penelitian tetap bersumber dari alat
mengumpul data observasi dan wawancara mendalam. Informan utama yang akan
diwawancarai adalah anak-anak yang bekerja sebagai penyapu angkot serta
orangtua mereka sebagai pendukung.
1.6 Profil Kehidupan Pekerja Anak Penyapu Angkot
Metode ini digunakan oleh para antropolog psikologi untuk melengkapi dalam
pengumpulan data. Data yang dikumpulkan dalam penelitian dengan metode ini
adalah semua keterangan mengenai apa yang pernah dialami individu-individu
tertentu sebagai warga dari suatu masyarakat yang sedang menjadi obyek
penelitian (Blumer,1939:29 dikutip dari Koentjharanigrat, 1984:156). Dalam
penelitian ini saya menggunakan metode profil kehidupan pekerja anak untuk
mengumpulkan keterangan mengenai kehidupannya serta apa yang pernah di
alami oleh pekerja anak penyapu angkot di Pinang Baris Medan ini. Selain itu
penelitian mengunakan profil kehidupan pekerja anak ini untuk memperdalam
pengertian dari pekerja anak, serta kehidupan mereka dalam keseharian,
pengalaman mereka dan mempertajam hasil penelitian. Dan yang lebih penting
lagi melalui pengakuan berupa profil kehidup mereka, seorang anak penyapu
angkot ini akan banyak mengungkapkan motivasinya, aspirasinya, ambisinya,
mengenai kehidupan masyarakatnya. Dalam penelitian ini, penelitian akan
mengambil Empat Orang anak penyapu angkot yaitu Muhamad Noki Julio (10
tahun), Bagus (13 tahun), Muhamad Reza Ibrahim (13 tahun), Muhamad Riyan
Pratama (13 tahun) untuk menceritakan kisah hidupnya, dan pengalamannya
27

Universitas Sumatera Utara

dalam bekerja menyapu angkot di terminal Pinang Baris Medan. Dengan empat
orang anak pilihan ini akan mewakili 22 orang anak yang berkerja sebagai
penyapu angkot di terminal Pinang Baris Medan.
1.7 Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisa secara
kualitatif. Sejumlah data yang dikumpulkan dianalisa, dikategorisasikan,
dibandingkan dan dihubungkan (dicari hubungan-hubungan terkait satu dengan
yang lainnya), untuk mencapai tujuan yang sesuai dengan masalah penelitian.
Melalui cara penganalisaan data tersebut di harapkan dapat ditemukan konsep dan
kesimpulan yang menjelaskan laporan dan laporan dan hasil penelitian secara
sistematis untuk mendeskripsikan secara objektif mengenai pekerja anak di
perkotaan dalam kasus anak penyapu angkot.
1.8 Bahan Visual (Fotografi)
Penelitian mengunakan dokumentasi visual untuk menguatkan data visual dan
menguatkan data yang diperoleh dari hasil observasi maupun wawancara. Metode
bahan visual yang digunakan berupa fotografi. Bahan fotografi dari bahan visual
sebagai bahan yang menyimpan segala informasi yang diperoleh dari penelitian,
bahan fotografi berupa foto, film, grafis, video, mikrofilm, kartun dan sebagainya.
Bahan fotografi secara visual ini sangat berguna dalam suatu penelitian. Metode
fotografi ini akan mendukung peneliti dalam meneliti pekerja anak di perkotaan
nanti. Dan metode ini akan menjadi bukti dalam kasus anak penyapu angkot di

28

Universitas Sumatera Utara

terminal Pinang Baris di kota Medan tersebut dalam bentuk visual berupa
fotografi.
1.9 Studi Kepustakaan
Literatur dipakai dalam studi kepustakaan. Literatur digunakan untuk
melengkapi data yang berhubungan dengan penelitian ini. Penelusuran literatur
(studi pustaka) yang berhubungan dengan data-data tentang Pekerja Anak di
Perkotaan (Kasus Anak Penyapu Angkot di Pinang Baris) dan literatur mengenai
metode penelitian sosial yang akan menghasilkan keterangan yang dapat
membantu dan mempertajam analisis dan melengkapi data, laporan penelitian:
skripsi, artikel, opini, surat kabar dan perkembangan teknologi yang begitu pesat
juga membantu dalam pencarian informasi melalui metode online, seperti internet.
1.10. Pengalaman Penelitian Selama di Lapangan
Penelitian ini dilakukan di terminal Pinang Baris Kelurahan Lalang
Kecamatan Medan Sunggal, Kabupaten. Deli Serdang. Penulis menganggkat
kasus anak pekerja penyapu angkot untuk Skripsi atau tugas akhir ini, yang
merupakan salah satu sayarat kelulusan memperoleh gelar S1. Sebelumnya
penulis pernah magang di salah satu lembaga yayasan PKPA. Mendapat
penugasan kelapangan oleh salah satu Unit PKPA yakni ke SKA (Sanggar
Kreatifitas Anak) yang terletak di Pinang Baris. Itulah awal mula penulis melihat
di terminal banyak anak-anak yang bekerja setiap harinya menyapu angkot.
Penulis langsung tertarik mengangkat kasus itu sebagai bahan penulisan Skripsi.
Sebelumnya penulis mengakrabkan diri dan mendekatkan diri terlebih dahulu
29

Universitas Sumatera Utara

dengan mereka, agar nantinya penulis lebih leluasa berjumpa dan ngobrol dengan
mereka.
Penulis dikenalkan oleh salah satu karyawan SKA kepada anak-anak pekerja
penyapu angkot ini, dan memperkenalkan diri kepada mereka. Saya dan Kak
Dewi karyawan SKA duduk-duduk dengan mereka dan sambil ngobrol-ngobrol
seputar pekerjaannya dan kehidupannya. Disana pada saat itu terdiri 7 orang anak
pekerja penyapu angkot, karena salah satu temannya memanggil teman-temannya
yang lain ikut bersama kami ngumpul-ngumpul.
Pada saat ngumpul penulis dan kak Dewi menyuruh salah satu anak itu
membeli cemilan, penulis memberikan uang kepadanya senilai Rp.20.000 untuk
membeli cemilan untuk kami makan sambil ngobrol. Penulis melihat mereka
sangat senang melihat kedatangan kami, mereka menyambut kami dengan baik.
Kami duduk-duduk sambil bercerita-certia dan ketawa-ketawa mendengar
candaan dari salah satu mereka. Perasaan penulis pada saat itu sangat senang
sekali karena melihat anak-anak ini tidak seseram seperti yang penulis bayangkan
sebelumnya. Karena anak jalanan biasanya di identik nakal, brandalan, dan suka
memalaki orang baru yang datang menjumpai mereka. Namun berbeda dengan
anak-anak pekerja penyapu angkot ini, mereka sangat baik kepada penulis dan kak
Dewi. Mereka menghargai penulis karena mereka tahu kalau penulis dan kak
Dewi dari SKA, karena SKA merupakan yang pembimbing mereka. Setelah dua
jam penulis duduk dengan mereka penulis kembali pulang dengan mengendarai
sepeda motor, dan anak-anak itu kembali bekerja.
30

Universitas Sumatera Utara

Keesokan harinya penulis kembali kelapangan, yakni terminal Pinang Baris.
Jam 12:30 WIB penulis kembali kesana dengan menggunakan sepeda motor
pribadi penulis sendiri. Penulis sekitar setengah jam mengelilingi terminal sampai
dua kali sambil mencari dan melihat-lihat keberadaan mereka hingga pada
akhirnya Penulis tidak melihat mereka di terminal. Pada saat jam pukul 12:30
WIB, dan penulis terus mencari keberadaan mereka, dan pada akhirnya penulis
melihat mereka sedang bergerombolan di sepanjang jalan Pinang Baris tersebut.
Penulis melihat mereka bergerombolan anak di tepi jalan Pinag Baris tersebut,
tidak memikir panjang penulis langsung menghampiri mereka disana dan
langsung ikut bergabung dengan mereka.
Penulis dilapangan menjumpai mereka dan mereka bertanya kenapa penulis
mencari mereka, dan penulis menjawab penulis ingin melihat mereka bekerja
sambil mengabadikan moment mereka bekerja. Penulis pada saat itu melihat
mereka ada yang duduk dan berdiri di pinggir jalan raya Pinang Baris ini, mereka
terus berdiri di tengah terik matahari menyengat kulit, dan polusi serta debu.
Penulis melihat mereka ada yang sedang bergurau dengan sesama mereka dan ada
yang duduk karena kecapekan.
Penulis melihat mereka terus menggangkat sapu kecil dan botol kecil berisi
solar di setiap angkutan umum melintas dan sambil menawarkan menyapu angkot
tersebut kepada si sang supir pengendara tersebut. Penulis juga melihat apabila si
sang supir menggelengkan kepalanya dan terus melajukan kendaraannya itu
tandanya sang supir tidak bersedia di sapu angkotnya, tetapi apabila si sang supir
31

Universitas Sumatera Utara

menganggukkan kepalanya dan mehentikan angkotnya maka anak tersebut
langsung berlari mengejar angkot itu dan langsung masuk kedalam angkot
tersebut lalu langsung membersihkan angkot sang supir tersebut. Namun penulis
melihat sebagian si supir pengendara angkot ini tidak langsung mengginjak
habiskan remnya, masih dalam keadaan melaju, namun anak-anak ini langsung
masuk dan melompat kedalam angkot tersebut. Dua orang anak pekerja penyapu
angkot ini telah menaiki angkot dan langsung menuju terminal sedangkan anakanak yang lainnya masih menunggu dan terus mencari dan menawarkan jasanya
di tepi jalan Pinang Baris. Penulis melihat dua orang anak ini berdiri tidak di tepi
jalan lagi justru penulis melihat mereka berdiri sudah sampai ketengah jalan,
kebetulan pada saat mereka ketengah kendaraan sudah sepi namun kendaraan
tetap masih ada melintas, namun penulis tidak melihat ada rasa takut dalam diri sianak pekerja penyapu angkot ini pada saat di jalan, mereka bisa-bisa saja
terserempet kendaraan yang melintas, bahkan bisa tertabrak. Ini sangat beresiko
pada keselamatan mereka saat bekerja.
Dihari berikutnya penulis kembali kelapangan, penulis berangkat pukul 14:30
WIB dengan seperti biasa menggendarai sebuah sepeda motor, penulis kelapangan sendiri saja. Sesampainya penulis di terminal penulis kembali memutari
terminal dan di berbagai titik-titik pangkalan angkot, dan mencari keberadaan
anak-anak tersebut. Setelah beberapa kali berkeliling penulis menemukan dua
orang anak pekerja penyapu angkot di SPBU yang tidak jauh dari terminal,
penulis melihat mereka sedang mengisi solar kedalam botolnya dengan sendiri.
32

Universitas Sumatera Utara

Penulis terus mengamati kegiatan mereka, penulis melihat salah satu petugas
SPBU tidak memberikan respon apa-apa kepada mereka, sepertinya sang petugas
telah biasa membiarkan anak-anak ini mengisi dengan sendiri botol kecil milik
anak ini, setelah itu penulis melihat anak itu memberikan uang setelah mengisi
solar ke botol miliknya.
Setelah mereka selesai membeli solar, penulis melihat mereka ada yang
langsung pergi keterminal dan ada yang duduk di SPBU tersebut sambil berjalan
menuju angkot yang singgah di sana mengisi bensin. Namun penulis