Pengaruh Variabel Makroekonomi, Indeks Eido dan Indeks Nikkei 225 terhadap Tingkat Pengembalian dengan Indeks Harga Saham Gabungan sebagai Variabel Intervening pada Reksadana Saham di Bapepam

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Investasi adalah komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang
dilakukan pada saat ini dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa
mendatang. Investor yang melakukan investasi memiliki berbagai alasan, seperti
ingin mendapatkan kehidupan yang layak dimasa mendatang, mengurangi inflasi
serta menghemat pajak (Tandelilin, 2001:3). Salah satu bentuk investasi adalah
investasi keuangan (financial Investment) yang terdiri dari pasar uang (money
market) dan pasar modal. Namun tidak semua orang dapat melakukan investasi
dipasar uang maupun modal karena disebabkan keterbatasan dana, waktu serta
pengetahuan mengenai instrumen investasi.
Oleh karena itu, dengan adanya keterbatasan tersebut diciptakannya suatu
wadah investasi yang dikenal sebagai reksadana. Menurut Undang-Undang Pasar
Modal No.8 Tahun 1995 Pasal 1, reksadana adalah suatu wadah yang digunakan
untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan
dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Dana yang dikelola dalam reksadana
merupakan milik bersama para pemodal. Menurut Darmadji (2006:210), didalam
berinvestasi reksadana, investor akan mendapat beberapa keuntungan, yaitu
investor tidak harus memiliki dana yang cukup besar dalam melakukan diversifikasi
investasi, mempermudah investor untuk melakukan investasi dipasar modal dan

mengefisensi waktu sehingga investor tidak perlu sibuk dalam memantau kinerja
reksadana karena kegiatan tersebut dilakukan manajer investasi.

1
Universitas Sumatera Utara

Menurut Mulyana (2004:2), manajer investasi adalah pihak yang dipercayakan
untuk mengelola dana. Manajer investasi yang membantu investor dalam membuat
pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi pada jenis
reksadana. Salah satu jenis reksadana yang memiliki return dan resiko yang tinggi
adalah reksadana saham. Menurut Simatupang (2010:195), Reksadana saham
adalah reksadana yang melakukan Investasi sekurang-kurangnya 80% dari aktiva
dalam bentuk efek yang bersifat saham. Reksadana saham merupakan jenis
reksadana dengan potensi keuntungan paling tinggi dan resiko yang lebih tinggi
dibandingkan jenis reksadana lain.
Meskipun memiliki resiko yang tinggi, investor lebih tertarik melihat potensi
keuntungan yang dihasilkan oleh reksadana saham. Sasaran didalam reksadana
saham menggunakan sasaran pertumbuhan karena manajer investasi akan membeli
saham-saham yang perusahan yang sedang tumbuh dan cenderung tidak
memberikan dividen tunai. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Bapepam,

pertumbuhan reksadana saham di Indonesia selama 5 (lima) tahun terakhir dapat
dilihat dari perkembangan nilai aktiva bersih (NAB) reksadana saham pada
Tabel 1.1
Komposisi Nilai Aktiva Bersih Reksadana Saham
Akhir Tahun 2011-2015
Komposisi Nilai Aktiva Bersih Reksadana Saham
65.666.268.876.824
2011
70.369.713.120.643
2012
80.257.470.348.420
2013
94.907.595.650.841
2014
97.156.401.353.537
2015
Sumber: www.bapepam.go.id

Berdasarkan Tabel 1.1, komposisi nilai aktiva bersih reksadana saham di
Indonesia dari tahun 2011 sampai 2015 mengalami kenaikan. Reksadana saham


2
Universitas Sumatera Utara

mengalami kenaikan sebesar 34.79% di tahun 2011 dari tahun 2010. Tahun 2012
mengalami kenaikan sebesar 7.16% dan tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar
14.05% dan 18.25% di tahun 2014 serta sedikit kenaikan sebesar 2.36% di tahun
2015 jika dibandingkan dengan jenis reksadana lainnya artinya reksadana saham
sangat diminati oleh para investor dalam berinvestasi di reksadana.
Nilai aktiva bersih dalam reksadana dapat dijadikan sebagai alat ukur kinerja
reksadana karena nilai aktiva bersih tersebut berasal dari nilai portofolio reksadana
yang bersangkutan. Nilai aktiva bersih dalam reksadana menunjukkan seberapa
besar nilai aset dikelola dalam suatu reksadana. Nilai aktiva bersih berkaitan dengan
unit penyertaan karena menunjukkan keuntungan dan kerugian investor terhadap
reksadana yang dipilih. Efek tidak stabilnya pergerakan pasar saham akan membuat
investor dan calon investor menjadi bingung karena naik turunnya nilai aktiva
bersih berkaitan dengan harga pasar dari aset didalam reksadana sehingga tingkat
pengembalian reksadana saham menjadi sulit diprediksi.

Berdasarkan data


informasi yang diperoleh dari Bapepam dapat dilihat perkembangan nilai aktiva
bersih produk reksadana saham pada
Tabel 1.2
Nilai Aktiva Bersih Produk Reksadana Saham Akhir Tahun 2011-2015
Kode Reksadana
Dana Pratama
Panin Dana
Pratama Saham
Ekuitas
Maksima
2011
65.274.172.130,16 556.805.502.390,01 4.757.655.753.602,42
2012
48.415.042.062,22 448.132.248.232,00 4.634.511.565.119,55
2013
41.687.824.697,89 371.534.082.427,97 6.116.656.590.110,18
2014
151.898.867.041,52 621.789.351.590,05 6.603.891.018.514,98
2015

231,156,760,781.59 736,531,458,220.38 5,379,223,453,426.95
Sumber: www.bapepam.go.id (data diolah)
Tahun

Millenium Equity
28.213.712.952,28
114.386.450.033,70
249.576.395.957,97
237.764.539.936,12
204,937,108,665.90

Pada Tabel 1.2 menunjukkan nilai aktiva bersih ke-empat reksadana yang
termasuk dalam reksadana saham terbaik selama 5 tahun berfluktuasi dari tahun ke

3
Universitas Sumatera Utara

tahun. Pada NAB reksadana Dana Pratama Ekuitas dan reksadana Pratama Saham,
mengalami kenaikan dari tahun 2010 sampai 2011, kemudian mengalami
penurunan di tahun 2012 hingga 2013 disebabkan karena harga pasar dari aset

reksadana menurun maka nilai aktiva bersih turun. Namun di tahun 2014 dan 2015,
nilai aktiva bersih reksadana Dana Pratama Ekuitas dan reksadana Pratama Saham
mengalami kenaikan yang sangat drastis. Hal ini terjadi peningkatan pembelian
pada produk reksadana tersebut.
Sedangkan, nilai aktiva bersih reksadana Panin Dana Maksima mengalami
kenaikan dari tahun sebelumnya. Namun pada tahun 2012, reksadana ini mengalami
sedikit penurunan kemudian naik lagi di tahun 2013 hingga 2014 dan pada
Reksadana Millenium Equity turun, dapat disebabkan karena adanya penurunan
dana kelolaan kas dan investasi, kemudian mengalami kenaikan yang cukup dratis
dari tahun 2012 hingga 2013 dan turun sedikit di tahun 2014 dan di tahun 2015. Hal
ini menunjukkan nilai investasi pada reksadana tersebut mengalami fluktuasi setiap
tahunnya yang berarti bahwa berinvestasi direksadana tersebut bisa memberikan
resiko bagi setiap investornya.
Kenaikan dan penurunan nilai aktiva bersih mengakibatkan tingkat
pengembalian reksadana saham menjadi bernilai positif atau negatif karena keadaan
ini. Oleh karena itu, investor harus selalu berjaga-jaga dengan terus memantau
kinerja

reksadana


saham

secara

berkala

untuk

melindungi

dana

yang

diinvestasikannya. Bagi investor yang ingin berinvestasi untuk pertama kali tetapi
belum mengerti tentang dunia investasi, maka mereka akan mudah percaya dengan
informasi-informasi yang belum tentu benar.

4
Universitas Sumatera Utara


Sehingga, investor juga perlu melihat kondisi makro ekonomi karena musuh
utama investasi adalah makro ekonomi. Walaupun kondisi makro ekonomi berada
diluar perusahaan tetapi makro ekonomi merupakan keadaan yang mempengaruhi
operasi perusahaan sehari-hari. Kemampuan investor untuk memahami dan
meramalkan kondisi di masa yang akan datang sangat berguna dalam pembuatan
keputusan investasi (Widoatmodjo, 2015:233). Oleh karena itu, investor juga harus
memperhatikan beberapa indikator makro ekonomi. Hal ini disebabkan kondisi
makro ekonomi secara keseluruhan akan mempengaruhi kegiatan ekonomi
masyarakat, investor dan kinerja perusahaan.
Variabel-variabel makroekonomi ini sering kali dihubungkan dengan pasar
modal adalah inflasi, nilai tukar dan suku bunga BI. Naiknya dan melemahnya
variabel makro ekonomi bisa memberikan dampak pada nilai aktiva bersih
reksadana saham. Apabila inflasi dan suku bunga mengalami kenaikan, investor
akan cenderung beralih melakukan investasi dalam bentuk deposito dengan harapan
resiko yang diterima akan relatif lebih sedikit dan melemahnya nilai tukar suatu
negara terhadap mata uang negara lainnya, seperti rupiah terhadap dollar, membuat
investor cenderung melakukan investasi di pasar valuta asing. Hal ini yang
menyebabkan menurunnya permintaan reksadana saham sehingga nilai aktiva
bersih dalam reksadana saham menurun.

Oleh karena itu, kegiatan makroekonomi menjadi perhatian khusus pemerintah,
investor dan perusahaan karena membuat perekonomian menjadi tak menentu.
Berdasarkan data informasi dari Bank Indonesia dapat dilihat perkembangan dari
makroekonomi tahun 2011 sampai 2015:

5
Universitas Sumatera Utara

Tabel 1.3
Perkembangan Makro Ekonomi di Indonesia dari Tahun 2011-2015
Makro
Ekonomi
Inflasi
Nilai Tukar
BI rate

2011
3,79%
8.779,49
6%


2012
4,30%
9.380,39
5,75%

Tahun
2013
8,38%
10.451,37
7,50%

2014
8,36%
11.878,30
7,75%

2015
3.35%
13391.97

7.50%

Sumber : www.bi.go.id

Pada Tabel 1.3 menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2011 hingga 2015, inflasi,
nilai tukar dan BI rate mengalami fluktuasi. Inflasi di tahun 2013 mulai terjadi pada
Maret 2013 sehingga mengalami kenaikan drastis, hal ini disebabkan karena gejolak
ekonomi global, harga berbagai komoditas naik dan disusul dengan kenaikan harga
bahan bakar minyak bersubsidi pada Juni 2013. Kenaikan harga tersebut tidak
terkendali hingga September 2013. Akibat dari kenaikan inflasi di tahun 2013,
membuat nilai tukar rupiah terhadap dollar semakin melemah.
Hal ini disebabkan karena penawaran terhadap mata uang rupiah tinggi
sementara tidak diikuti dengan permintaan terhadap mata uang tersebut. Selain itu,
keluarnya sejumlah investasi portofolio asing dari Indonesia. Tidak hanya itu, BI
rate juga mengalami kenaikan di tahun 2013, hal ini dilakukan oleh Bank Indonesia
dengan tujuan untuk dapat meredam laju inflasi dan menahan agar tidak merosot
nilai tukar rupiah. Kenaikan variabel makro ekonomi, seperti inflasi, nilai tukar, BI
rate menunjukkan bahwa tidak memiliki peningkatan dan penurunan secara tetap
sehingga kegiatan yang terjadi di makro ekonomi tidak dapat diprediksi sehingga
investor harus memperhatikan secara terus menerus karena bisa berpengaruh
terhadap nilai aktiva bersih pada suatu reksadana saham.
Menurunnya permintaan reksadana saham bisa juga dipengaruhi indeks harga
saham gabungan karena apabila saham-saham didalam indeks harga saham

6
Universitas Sumatera Utara

gabungan mengalami penurunan maka nilai aktiva bersih reksadana saham juga
akan turun. Indeks harga saham gabungan dengan nilai aktiva bersih reksadana
memiliki hubungan linear, dimana jika indeks harga saham gabungan mengalami
kenaikan maka nilai aktiva bersih reksadana saham akan naik begitu juga
sebaliknya. Naik turunnya indeks harga saham gabungan dapat dipengaruhi oleh
Indeks Eido dan indeks Nikkei 225. Indeks Eido merupakan salah satu acuan yang
dijadikan patokan dalam naik turunnya indeks harga saham gabungan sedangkan
indeks Nikkei 225 merupakan indeks perdagangan saham di Jepang, keterkaitan
antara Jepang dan Indonesia sangat kuat karena Jepang merupakan negara tujuan
ekspor terbesar Indonesia selain Tiongkok dan Amerika Serikat.
Berdasarkan data informasi dari Yahoo Finance dapat dilihat dari
perkembangan Indeks Eido dengan Indeks harga saham gabungan (IHSG) tahun
2010 sampai 2014:
Tabel 1.4
Perkembangan Indeks Eido, Indeks Nikkei 225 dan Indeks Harga Saham
Gabungan Tahun 2011-2015
Nama Indeks
Indeks EIDO
Indeks Nikkei 225
IHSG

2011
27,68
8455.35
3.821,99

2012
28,93
10.395,18
4.316,69

Tahun
2013
22,19
16.291, 31
4.274,18

2014
27,04
17.450,77
5.226,95

2015
20.87
19.033,71
4593.01

Sumber : www.finance.yahoo.com

Pada Tabel 1.4 menunjukkan bahwa sepanjang tahun 2011 hingga 2015,
indeks Eido mengalami fluktuasi begitu juga indeks harga saham gabungan (IHSG)
sedangkan indeks Nikkei 225 terus mengalami kenaikan. Hal ini menunjukkan
bahwa indeks harga saham gabungan memiliki hubungan searah dengan indeks
Eido, dapat dilihat dari tahun 2010 ke 2011, indeks Eido mengalami kenaikan
sebesar 0,52 poin dan diikuti juga dengan indeks harga saham gabungan yang

7
Universitas Sumatera Utara

mengalami kenaikan sebesar 118.48 poin. Pada tahun 2012 ke 2013, indeks Eido
mengalami penurunan sebesar 6.74 poin dan juga diikuti dengan penurunan indeks
harga saham gabungan sebesar 42.51 poin. Pada tahun 2015, indeks Eido dan
indeks harga saham gabungan mengalami penurunan. Namun pada indeks Nikkei
225 dari tahun ke tahun tetap mengalami kenaikan.
Hal ini terbukti pada penelitian-penelitian terdahulu, yaitu penelitian
Yuanisa (2013) tentang analisis pengaruh BI rate, kurs, inflasi, indeks Dow Jones
dan indeks Nikkei 225 terhadap indeks harga saham gabungan menunjukkan bahwa
indeks Dow Jones dan indeks Nikkei 225 berpengaruh positif dan signifikan, kurs
berpengaruh negatif sedangkan BI rate dan inflasi berpengaruh tidak signifikan
terhadap IHSG, Panggabean (2015) menyatakan nilai tukar berpengaruh negatif
sedangkan Maurina, dkk (2015) tentang pengaruh tingkat inflasi, kurs rupiah dan
tingkat suku bunga BI rate terhadap IHSG menunjukkan bahwa tingkat inflasi
berpengaruh positif tidak signifikan, kurs berpengaruh positif dan BI rate
berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG.
Sujoko (2009) tentang analisis pengaruh suku bunga, inflasi, kurs mata
uang, IHSG dan dana kelolaan terhadap imbal hasil reksadana saham menunjukkan
suku bunga dan kurs mata uang berpengaruh negatif dan signifikan sedangkan
inflasi, IHSG dan dana kelolaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap imbal
hasil reksadana, Nurlaili (2012) tentang analisis pengaruh indeks harga saham
gabungan dan rate Bank terhadap nilai aktiva bersih reksadana saham menunjukkan
IHSG dan rate Bank berpengaruh positif dan signifikan.

8
Universitas Sumatera Utara

Pasaribu dan Kowanda (2014) tentang pengaruh suku bunga sertifikat bank
Indonesia, tingkat inflasi, indeks harga saham gabungan dan bursa asing terhadap
tingkat pengembalian reksadana saham menunjukkan suku bunga SBI, IHSG dan
bursa asing berpengaruh signifikan sedangkan tingkat inflasi tidak berpengaruh
signifikan. Sholihat, dkk (2015) tentang pengaruh inflasi, tingkat suku bunga
sertifikat Bank Indonesia dan indeks harga saham gabungan terhadap tingkat
pengambalian reksadana menunjukkan inflasi, tingkat suku bunga SBI dan IHSG
berpengaruh signifikan. Berdasarkan latar belakang dan penelitian-penelitian
terdahulu diatas sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Variabel Makroekonomi, Indeks Eido dan Indeks Nikkei 225
terhadap Tingkat pengembalian Reksadana Saham dengan Indeks Harga
Saham Gabungan sebagai Variabel Intervening pada Reksadana Saham di
Bapepam.”

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Apakah variabel makroekonomi, indeks Eido dan indeks Nikkei 225
secara parsial dan simultan terhadap indeks harga saham gabungan
(IHSG)?
2. Apakah indeks harga saham gabungan (IHSG) berpengaruh terhadap
tingkat pengembalian reksadana saham?

9
Universitas Sumatera Utara

1.3 Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh variabel makroekonomi, indeks Eido dan
indeks Nikkei 225 secara parsial dan simultan terhadap indeks harga
saham gabungan (IHSG).
2. Untuk mengetahui pengaruh indeks harga saham gabungan (IHSG)
terhadap tingkat pengembalian reksadana saham?

1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini dilakukan adalah:
1. Bagi Investor
Hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan masukan dan
pertimbangan dalam pengambilan keputusan ketika ingin berinvestasi pada
instrumen reksadana saham.
2. Bagi Manajer investasi
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan alat
preventif perusahaan investasi untuk meningkatkan kinerja reksadana
saham.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil Penelitian ini dapat menjadi acuan dan alat pembanding untuk
penelitian mengenai pengukuran instrument reksadana, khusunya saham.

10
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Kausalitas antara Indeks Harga Saham Asia Tenggara dengan Indeks Harga Saham Gabungan

5 55 74

PENGARUH VARIABEL MAKROEKONOMI DAN INDEKS HARGA SAHAM LUAR NEGERI TERHADAP INDEKS HARGA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

0 7 14

Pengaruh Variabel Makroekonomi, Indeks Eido dan Indeks Nikkei 225 terhadap Tingkat Pengembalian dengan Indeks Harga Saham Gabungan sebagai Variabel Intervening pada Reksadana Saham di Bapepam

33 129 125

Pengaruh Variabel Makroekonomi dan Indeks Harga Saham Pengaruh Variabel Makroekonomi dan Indeks Harga Saham Luar Negeri Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI).

0 1 14

Pengaruh Variabel Makroekonomi dan Harga Komoditas terhadap Indeks Harga Saham Gabungan.

1 15 27

Pengaruh Variabel Makroekonomi, Indeks Eido dan Indeks Nikkei 225 terhadap Tingkat Pengembalian dengan Indeks Harga Saham Gabungan sebagai Variabel Intervening pada Reksadana Saham di Bapepam

0 0 10

Pengaruh Variabel Makroekonomi, Indeks Eido dan Indeks Nikkei 225 terhadap Tingkat Pengembalian dengan Indeks Harga Saham Gabungan sebagai Variabel Intervening pada Reksadana Saham di Bapepam

0 0 2

Pengaruh Variabel Makroekonomi, Indeks Eido dan Indeks Nikkei 225 terhadap Tingkat Pengembalian dengan Indeks Harga Saham Gabungan sebagai Variabel Intervening pada Reksadana Saham di Bapepam

0 0 36

Pengaruh Variabel Makroekonomi, Indeks Eido dan Indeks Nikkei 225 terhadap Tingkat Pengembalian dengan Indeks Harga Saham Gabungan sebagai Variabel Intervening pada Reksadana Saham di Bapepam

0 5 5

Pengaruh Variabel Makroekonomi, Indeks Eido dan Indeks Nikkei 225 terhadap Tingkat Pengembalian dengan Indeks Harga Saham Gabungan sebagai Variabel Intervening pada Reksadana Saham di Bapepam

0 0 25