Wisata Berbasis Masyarakat Studi Kasus Desa Simonis Kabupaten Labuhanbatu Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pariwisata dan Dampaknya
Warpani S.P & Warpani I.P (2007) dalam bukunya yang berjudul

“Pariwisata dalam tata ruang wilayah”, mengatakan bahwa Indonesia dalam
menata ruang wilayah sebagai tempat kehidupan dan penghidupan yang menganut
konsep ruang wilayah, terditi atas beberapa elemen diantara: wisma (ruang
wilayah permukiman), karya (ruang wilayah pekerjaan), marga (ruang wilayah
pergerakan/mobilitas), suka (ruang wilayah yang mencakup fasilitas rekreasi dan
pariwisata, penyempurnaan (ruang wilayah yang mencakup fasilitas sosial
budaya, termasuk juga tempat ibadah). Pariwisata dalam perkembangannya
memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap perubahan-perubahan yang
terjadi pada tiga aspek, yaitu: ekonomi, fisik dan sosial (Marpaung, 2002). Selain
itu, pariwisata menjadi sektor prioritas dalam pembangunan daerah-daerah di
Indonesia. Pertumbuhan dan perkembangan pariwisata yang cukup signifikan,
menjadi salah satu sumber pendapatan terbesar bagi suatu negara (Wahab, 1975).
Jika ditinjau sebagai bentuk industri, pariwisata merupakan salah satu jenis

industri baru yang mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan penyedia
lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta mendorong sektorsektor produktif lainnya (Pendit, 2003). Dengan demikian sektor pariwisata dapat
menjadi potensi terhadap kemajuan suatu daerah maupun negara, baik ditingkat
nasional bahkan internasional.

6

Universitas Sumatera Utara

7

Menurut Warpani S.P & Warpani I.P (2007), seseorang maupun
sekelompok orang yang melakukan perjalanan mengunjungi suatu tempat tertentu
dengan suka rela sementara waktu untuk berlibur maupun tujuan lainnya serta
tidak untuk mencari nafkah adalah pengertian dari wisata. Sedangkan defenisi dari
pariwisata merupakan bentuk kegiatan wisata yang menjadi kebutuhan dasar
manusia, diwujudkan dalam beragam kegiatan yang dilakukan wisatawan yang
datang, didukung dengan fasilitas-fasilitas serta pelayanan yang disediakan oleh
masyarakat, pengusaha dan pemerintah (Warpani S.P & Warpani I.P, 2007).
Defenisi lain Pariwisata merupakan kegiatan rekreasi yang dilakukan orang-orang

diluar dari tempat tinggalnya untuk melepaskan diri dari rutinitas pekerjaan atau
mencari suasana yang berbeda dari rutinitas yang biasa dilakukan (Damanik &
Weber, 2006). Pada umumnya masyarakat akan mengisi waktu luang atau libur
kerjanya untuk berkumpul dengan keluarga atau pergi mengunjungi tempat wisata
untuk merasakan lingkungan dan suasana yang berbeda dari tempat biasa dia
bekerja. Disamping itu meningkatnya taraf kehidupan masyarakat juga berdampak
pada peningkatan kebutuhan dan permintaan akan berwisata, dengan berbagai
tujuan, baik secara individu maupun kelompok.
Di sisi lain, pariwisata menurut Ross, G.F (1998) bahwa dilihat dari sudut
ilmu psikologi, bahwa salah satu komponen dasar dalam kajian pariwisata, yaitu:
memahami

pariwisata

dari

sisi

latar


belakang

sosial,

organisasi

dan

masyarakatnya, yang membahas pengembangan konsep pariwisata dari sisi
berbagai latar belakang kemasyarakatan seperti pasar, organisasi kerja dan
pengelolaan sumber daya manusia, penilaian fasilitas pariwisata dan dampak

Universitas Sumatera Utara

8

sosial pariwisata pada masyarakat setempat. Latar belakang sosial dan budaya
masyarakat yang beragam, akan menimbulkan beragam sikap serta cara
masyarakat dalam menyikapi keberadaan pariwisata di kehidupan mereka.
Pengembangan potensi sumber daya yang ada di Desa Simonis untuk menjadi

objek

wisata,

semestinya

dengan

perencanaan

yang

matang

dan

mempertimbangkan aspek kemasyarakatan, sehingga dalam konsep maupun arah
pengembangannya masyarakat akan menjadi penggerak dari kepariwisataan itu
sendiri dan sesuai dengan keinginan pasar yang potensial.
2.2


Daya Tarik Orang Berwisata
Perkembangan pariwisata harus memiliki sesuatu yang dapat dinikmati

bagi pengunjung yang datang, yang menjadikan daya tarik bagi orang-orang untuk
mengunjungi suatu tempat, merupakan salah satu aspek pembentuk pariwisata
(Yoeti, 1985). Motivasi perjalanan wisata yang dilakukan seseorang tentu
berbeda-beda, begitu juga dengan motivasi mengapa berkunjung pada suatu
daerah, dan diantaranya dengan tujuan untuk menyaksikan hasil kebudayaan,
kesenian, adat istiadat atau kebiasaan hidup masyarakat, menikmati keindahan
alam atau untuk melakukan kegiatan olahraga (Yoeti, 2005). Salah satu yang
menarik minat wisatawan untuk berwisata yaitu adanya objek wisata yang
terdapat pada suatu tempat, serta sumber daya potensial baik itu dari aspek sosial
budaya maupun sumber daya alamnya.
Menurut Yoeti (1985) bahwa segala sesuatu yang dapat menarik minat
orang untuk mengunjungi suatu daerah tertentu merupakan daya tarik wisata.
Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 10 tahun 2009, daya

Universitas Sumatera Utara


9

tarik wisata merupakan segala sesuatu yang memiliki keunikan, kemudahan, dan
nilai yang berupa keanekaragaman, kekayaan alam, budaya, dan hasil buatan
manusia yang menjadi sasaran atau kunjungan wisatawan. Pendapat serupa juga
disampaikan oleh Pendit (1999) bahwa objek wisata yang menarik adalah sesuatu
yang dihubungkan dengan keindahan alam, kebudayaan dan sejarah. Sedangkan
Hakim (2004) berpendapat bahwa sumber daya alam merupakan bagian dari
atraksi dalam dimensi unsur wisata, dimana atraksi alam berupa bentangan pantai
berpasir putih, air terjun, padang rumput dan pegunungan, hutan, sungai, gua,
fauna, dan lainnya merupakan objek utama yang menjadi andalan sebagai
destinasi tujuan wisata. Adanya potensi keindahan alam serta sumber daya
potensial dari sektor pertanian/perkebunan yang melimpah di Desa Simonis,
menjadi potensi yang apa bila dikelola dengan tepat dan program yang jelas akan
dapat dikembangkan menjadi daerah tujuan wisata dengan pengembangan sektor
pertanian menjadi ekowisata.
Bagi kepariwisataan, objek dan daya tarik wisata merupakan hal yang
mendasar, yang memiliki hubungan sangat erat terhadap adanya motivasi dan cara
perjalanan, karena pada dasarnya wisatawan ingin mengunjungi serta memperoleh
suatu pengalaman tertentu ketika melakukan kunjungan pada suatu daerah

(Marpaung,2002). Adanya suatu bentuk kegiatan yang ditawarkan bagi
pengunjung yang datang sehingga dapat melakukan suatu aktivitas saat
mengunjungi suatu tempat, juga merupakan aspek pembentuk pariwisata (Yoeti,
1985). Menurut Marpaung (2002) bahwa adanya daya tarik wisata merupakan
aktifitas dan fasilitas yang saling berhubungan, serta dapat menimbulkan minat

Universitas Sumatera Utara

10

pengunjung untuk datang pada suatu daerah tertentu, dan daya tarik yang belum
dikembangkan hanya akan menjadi sumber daya potensial dan belum dapat
dikatakan sebagai sumber daya tarik wisata, sampai adanya upaya tertentu yang
dilakukan untuk mengembangkan daya tarik tersebut. Dengan demikian, potensi
yang tidak dikelola dengan tepat dan terencana belum dapat dikatakan sebagai
daya tarik wisata. Daya tarik wisata memiliki banyak jenis dan sistem klasifikasi
daya tarik yang digunakan juga terbagi dalam berbagai macam. Klasifikasi daya
tarik wisata secara garis besar terbagi menjadi tiga yaitu: 1) Daya tarik alam, 2)
Daya tarik budaya, dan 3) Daya tarik buatan manusia (Marpaung, H. 2002). Jenis
objek dan daya tarik tersebut kemudian dibagi kedalam dua kategori saja, yaitu: 1.

Objek dan daya tarik wisata alam; 2. Objek dan daya tarik wisata sosial budaya
(Marpaung, H. 2002). Objek dan daya tarik wisata alam yang juga disebut sebagai
ekowisata, merupakan kegiatan wisata yang memperhatikan sumber daya
pariwisata, yang kemudian dapat dilihat dari tiga perspektif, yaitu: pertama,
ekowisata sebagai produk; kedua, ekowisata sebagai pasar; dan ketiga, ekowisata
sebagai pendekatan pengembangan (Damanik dan Weber, 2006).
Dilihat dari potensi terbesar yang terdapat di Kabupaten Labuhanbatu
Utara dan Desa Simonis khususnya, sumber daya alam merupakan sumber daya
yang potensial untuk dikembangkan. Upaya masyarakat selama ini untuk
mengembangkan objek daya tarik wisata yang terdapat di Desa Simonis yang
salah satunya adalah pengelolaan sungai sebagai objek daya tarik yang dapat
menarik minat wisatawan untuk mengunjungi wisata tersebut, dapat dikategorikan
sebagai bentuk objek wisata alam, yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat

Universitas Sumatera Utara

11

desa setempat. Pemanfaatan sumber daya potensial yang terdapat di Desa, dengan
melibatkan masyarakat setempat sebagai pengelola yang memiliki dan

memperoleh hasilnya, merupakan upaya positif agar masyarakat juga turut peduli
dengan lingkungan dan kelestarian sumber daya alam yang ada. Selain itu, sumber
daya yang dikelola dengan tepat akan menjadi daya tarik orang-orang untuk
datang. Sehingga adanya suatu objek daya tarik pada suatu tempat, merupakan
modal yang paling penting terhadap pengembangan kawasan tersebut.
2.3

Rencana Pengembangan Wisata
Adanya kegiatan masyarakat Desa Simonis dalam mengelola dan

mengembangkan objek daya tarik wisata yang terdapat di daerah mereka dengan
memanfaatkan potensi sungai sebagai objek wisata, merupakan suatu bentuk
upaya yang dilakukan untuk dapat mengembangkan wisata di desa. Hal tersebut
memiliki potensi yang cukup baik sebagai langkah untuk dapat melaksanakan
rencana pengembangan pariwisata, dengan strategi dan perencanaan yang lebih
terencana dan terarah dengan melibatkan partisipasi masyarakat. Dalam
mengembangkan suatu perancangan, masyarakat akan turut berpartisipasi jika
mereka

diikutsertakan


dalam

proses

perancangan.

Partisipasi

harus

memberdayakan masyarakat sebagai penentu dalam tahapan-tahapan proyek,
sekaligus membelajarkan masyarakat untuk memiliki tanggungjawab, komitmen
dan hasil maupun resiko yang mungkin dicapai melalui proyek (Damanik dan
Weber, 2006). Jika masyarakat desa setempat dilibatkan dalam suatu perencanaan
pengembangan, hal tersebut tentu akan memperoleh respon yang positif dari
masyarakat, bila program yang direncanakan dalam pengembangan desa memiliki

Universitas Sumatera Utara


12

keuntungan yang dapat dirasakan secara nyata dan langsung oleh masyarakat desa
setempat.
Menurut Devarani & Basau (2009), terdapat dua penentu kebijakan yang
akan mempengaruhi perkembangan suatu daerah, yaitu penentu kebijakan primer,
merupakan masayarakat yang memiliki pengaruh besar dan berhubungan
langsung dengan program yang dikembangkan, serta penentu kebijakan sekunder,
merupakan pemerintah dan organisasi terkait. Antara penentu kebijakan primer
dan penentu kebijakan sekunder, memiliki perbedaan persepsi dan peranan dalam
mengelola pengembangan suatu kawasan. Perencanaan pengembangan desa
simonis menjadi tujuan wisata, yang mengarah pada pengembangan ekowisata,
dengan cara konservasi dan budidaya yang bertujuan untuk pelestarian
lingkungan, masyarakat desa tentu lebih memahami terkait kondisi lingkungan
tempat mereka tinggal, sehingga keterlibatan masyarakat sangat penting.
Perencanaan, pengembangan, serta pemasaran suatu destinasi atau kawasan yang
menjadi daerah tujuan wisata, yang mana kawasan tersebut dapat merupakan
suatu provinsi, kabupaten, kecamatan bahkan suatu desa, memerlukan kerjasama
yang erat dari pihak pemerintah, perencana fisik, arsitek, analisis finansial, dan
investor, juga dapat membutuhkan pakar ekonomi, sosiologi, purbakala, dan
banyak

professional

lainnya

(Hadinoto,

1996).

Dalam

perencanaan,

pengembangan, serta pemasaran suatu destinasi wisata sangat mebutuhkan
kerjasama maupun dukungan yang baik dengan berbagai pihak. Jika masyarakat
secara bersama-sama mulai menimbulkan kesadaran diri untuk ikut berpartisipasi

Universitas Sumatera Utara

13

dalam pengembangan desa, hal tersebut tentu akan memudahkan dalam
pengelolaan dan pengembangan potensi desa.
Menurut Hadinoto (1996), ada lima komponen dalam sistem pariwisata,
yaitu: Atraksi Wisata; Promosi dan Pemasaran; Pasar Wisata (masyarakat
pengirim wisata); Transportasi; dan Masyarakat Penerima Wisatawan yang
menyediakan keperluan serta pelayanan jasa yang dapat mendukung wisata.
Berikut adalah diagram alur sistem perencanaan pariwisata menurut Hadinoto
(1996),
3. Masyarakat pasar
- perhatian terhadap perjalanan wisata
- kemampuan untuk melakukan perjalanan wisata

2. Informasi Promosi

2. Transportasi
Volume dan kualitas semua media

1. Atraksi
Pengembangan sumber daya wisata untuk
kepuasan pengunjung berkualitas

5. Pelayanan
Variasi dan Kualitas Makanan,
Akomodasi, Dan Produksi
Gambar 2.1 Diagram Sistem Perencanaan Wisata
(Sumber: Hadinoto, 1996)

Ketersediaan fasilitas dan aksesbilitas yang memadai juga menjadi bagian
dari aspek pembentuk pariwisata. Menurut Pendit (1999), segala sesuatu sarana
dan prasarana yang disediakan oleh tempat wisata merupakan bentuk fasilitas,
sedangkan aksesbilitas mencakup bagaimana fasilitas transportasi yang tersedia

Universitas Sumatera Utara

14

untuk membawa wisatawan pada daerah wisata yang akan dikunjungi, serta
kemudahan wisatawan untuk menuju tempat wisata.
Ekowisata merupakan salah satu bentuk wisata yang sangat erat kaitannya
terhadap prinsip konservasi, yang dalam pengembangannya juga menggunakan
strategi konservasi, sehingga ekowisata sangat tepat dan berdayaguna dalam
mempertahankan kelestarian ekosistem pada areal yang masih alami (Fandeli &
Mukhlison, 2000). Sedangkan Yoeti (1996) berpendapat bahwa ekowisata
merupakan kegiatan pariwisata yang berwawasan lingkungan. Penerapan
ekowisata sebagai konsep pengembangan pariwisata pada suatu daerah
merupakan bentuk kepedulian terhadap kelestarian lingkungan, sehingga dengan
pengembangan yang dilakukan tidak akan merusak kelestarian ekosistem pada
lokasi yang dikembangkan.
Hal yang penting untuk diperhatikan bahwa pada pengembangan suatu
daya tarik wisata yang potensial, terlebih dahulu harus melakukan penelitian,
inventarisasi, serta evaluasi sebelum dikembangkan suatu area tertentu sebagai
fasilitas wisata. Pentingnya hal tersebut dilakukan agar perkembangan daya tarik
wisata yang ada dapat disesuaikan, serta menentukan pengembangan yang tepat
juga sesuai dengan keinginan pasar potensial (Marpaung, 2002). Dengan
demikian perkembangan pariwisata pada suatu daerah akan berjalan berkelanjutan
jika pengunjung yang datang merasa puas dengan wisata yang disuguhkan serta
fasilitas yang disediakan.

Universitas Sumatera Utara

15

2.4

Pemanfaatan Desa Sebagai Tujuan Wisata
Dalam perencanaan dan pengelolaan objek dan daya tarik wisata alam

maupun sosial budaya harus berdasarkan pada kebijakan rencana pembangunan
nasional maupun regional, sehingga bila kedua kebijakan rencana tersebut belum
tersusun, maka tim perencana pengembangan objek daya tarik wisata yang ada
harus mampu membuat asumsi rencana kebijakan yang sesuai dengan kawasan
yang akan dikembangkan (Marpaung, H. 2002). Belum adanya kebijakan maupun
rencana yang disusun pihak pemerintah daerah untuk mengembangkan potensi
objek daya tarik wisata yang ada di Desa Simonis, sehingga dalam perencanaan
untuk mengembangkan pariwisata di Desa Simonis dibutuhkan kemampuan untuk
menentukan strategi yang sesuai dengan kawasan yang akan di kembangkan serta
pemahaman terhadap kondisi lingkungan desa.
Dalam perancangan untuk pengembangan suatu desa, masyarakat akan
turut berpartisipasi jika dalam proses perancangan masyarakat diikutsertakan.
Masyarakat akan berinisiatif untuk ikut membantu jika program yang dijalankan
memiliki keuntungan yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat.
Pendekatan secara partisipatif memungkinkan kinerja dari prinsip-prinsip di
bidang pariwisata dapat membuka peluang-peluang yang akan diterima oleh
penduduk lokal. Sehingga, akan didapatkan manfaat yang lebih besar dan
seimbang dari bidang pariwisata dan tentunya memanfaatkan potensi dan ciri khas
dari daerah mereka. Hal tersebut selanjutnya akan membuat tindakan positif dari
masyarakat lokal dalam melestarikan sumber daya lokal dan menjaga sumber
daya alam masyarakat desa setempat. Kebijakan maupun kegiatan-kegiatan yang

Universitas Sumatera Utara

16

mendukung dalam perkembangan pariwisata juga dapat diartikan sebagai
kelembagaan, dan dalam hal ini masyarakat juga turut menjadi bagian dari
kelembagaan pariwisata (Damanik & Weber,2006). Masyarakat menjadi bagian
dari kelembagaan pariwisata hal tersebut dapat dilihat dari organisasi yang
dibentuk oleh masyarakat dalam menangani kegiatan wisata, baik dalam
penyediaan produk maupun informasi dan promosi wisata.
Dalam perencanaan pengelolaan wisata yang dalam hal ini ekowisata
Damanik & Weber (2006) memaparkan kerangka dasar dalam perencanaan
pariwisata yang terbagi menjadi lima yang akan menopang bangunan perencanaan
wisata, yaitu: 1) pembangunan pariwisata berkelanjutan, 2) struktur administrasi
pariwisata yang mencakup pemerintah lokal, 3) peraturan perundang-undangan, 4)
otonomi daerah dan 5) keberagaman potensi wisata. Jika kelima poin dalam
perencanaan wisata tersebut dilaksanakan dalam proses pengelolaan dan
pengembangan objek daya tarik wisata yang ada, tidak menutup kemungkinan
objek daya tarik wisata yang ada di Desa Simonis dapat berkembang dan menjadi
daerah referensi tujuan wisata, tidak hanya bagi masyarakat lokal tetapi juga
mancanegara.
2.5

Pariwisata Berbasis Masyarakat
Salah satu bentuk pendekatan dalam perencanaan pengembangan

pariwisata adalah dengan penerapan pariwisata berbasis masyarakat (Community
Based Tourism) atau juga disebut Community Based Development, dimana
masyarakat akan membangun, memiliki dan mengelola, secara langsung fasilitas
wisata serta pelayanannya (Marpaung, H. 2002). Pariwisata berbasis masyarakat

Universitas Sumatera Utara

17

merupakan bentuk pariwisata yang mengacu pada peran masyarakat dalam
pelaksanaan dan pengelolaannya, dimana masyarakat ikut serta dalam setiap
fasenya. Sehingga, dapat dikatakan bahwa penerapan pengembangan pariwisata
berbasis masyarakat akan menarik keterlibatan masyarakat yang tinggi.
Selain itu, Pariwisata berbasis masyarakat dapat digambarkan sebagai
kegiatan wisata yang melibatkan partisipasi dari masyarakat setempat yang akan
menguntungkan bagi mereka sendiri (Said, 2011). Dalam penelitian yang
dilakukan Said tentang partisipasi masyarakat dalam upaya pengembangan wisata
yang berbasis masyarakat dilihat dari empat aspek yaitu: Sosial budaya; Penilaian
masyarakat; Potensi produk pariwisata dan Penilaian dampak potensial.
Pemahaman dan pandangan secara menyeluruh dari masyarakat lokal terhadap
dampak pariwisata sangat penting dalam perencanaan dan pengembangan suatu
daerah menjadi tujuan wisata. Hal tersebut dilakukan agar masyarakat lokal dapat
memahami manfaat bagi suatu desa apabila dijadikan tujuan wisata. Penduduk
lokal harus terlibat melestarikan, memperbaiki dan menjaga daerahnya agar
manfaat dari pembangunan desa dapat terus dirasakan. Masyarakat lokal dapat
mengetahui dampak positif dari pengembangan pariwisata, yaitu menciptakan
kesempatan dalam bisnis baru, mempromosikan kewirausahaan dan meningkatkan
pendapatan keluarga, serta pembangunan infrastuktur seperti adanya perbaikan
jalan, dan lainnya. Untuk itu, penting pula mengetahui potensi partisipasi
masyarakat desa dalam upaya pengembangan desanya menjadi tujuan wisata,
sehingga dapat diambil kesimpulan akhir terkait potensi pengembangan desa
sebagai tujuan wisata yang sesuai dengan potensi sumber daya yang ada serta

Universitas Sumatera Utara

18

partisipasi masyarakat baik dalam proses perencanaan maupun jalannya
pengembangan pariwisata.
2.6

Literatur Sejenis

2.6.1

Promoting Community Based Tourism In Bajau Laut Community In
Kampung Pulau Gaya, Sabah, oleh Haliza Mohd Said
Salah satu tantangan yang dihadapi wisata budaya didunia adalah masalah

promosi dan konservasi dari warisan budaya yang ada. Menciptakan keberlanjutan
dalam

pengembangan

pariwisata

pedesaan

dapat

dilakukan

dengan

mengggunakan sumber daya lokal dan kegiatan-kegiatan dari daerah pariwisata
yang berbasis masyarakat.
Kawasan kampung pulau gaya memiliki karakter yang unik, disamping itu
sumber daya alam dan masyarakat setempat adalah sumber daya yang penting
bagi pengembangan daerah. Selain itu, pelaksanaan pariwisata tidak akan berhasil
tanpa adanya partisipasi masyarakat lokal dan daerah. dibutuhkan adanya
pemahaman yang menyeluruh tentang masyarakat dan persepsi mereka tentang
dampak pariwisata dalam perencanaan wisata dan pengembangannya.
Pariwisata berbasis masyarakat dapat digambarkan sebagai kegiatan
wisata yang melibatkan partisipasi dari masyarakat setempat untuk keuntungan
mereka sendiri. Selain itu, pariwisata berbasis masyarakat yang merupakan sarana
pengembangan dimana kebutuhan sosial lingkungan dan ekonomi masyarakat
terpenuhi melalui penawaran produk pariwisata.

Universitas Sumatera Utara

19

Hasil dari penelitian yang dilakukan, ditemukan bahwa Kampung Pulau
Gaya memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai daerah tujuan wisata berbasis
masyarakat, hal tersebut dinilai dari kesadaran dan persepsi positif dari
masyarakat terhadap rencana pengembangan pariwisata di desa mereka. Selain
itu, suatu daerah dapat berkembang menjadi daerah tujuan wisata budaya melalui
program homestay, dimana wisatawan akan merasakan pengalaman untuk ikut
serta dalam budaya lokal masyarakat dengan tinggal bersama masyarakat.
Dalam pengembangan daerah menjadi tujuan wisata juga harus disertai
dengan pembangunan infrastruktur yang lebih baik, serta fasilitas yang diperlukan
dalam memfasilitasi proses pembangunan. Kebijakan dan tindakan rencana serta
program pendidikan dan pelatihan harus direncanakan untuk memastikan rencana
pengembangan wisata yang lebih baik. Kemudian juga dibutuhkan dukungan dari
sektor swasta sehingga masyarakat dapat mempromosikan lingkungan dengan
kesadaran akan budaya warisan yang dimiliki.

2.6.2

Analisis Nilai Ekonomi dan Sosial Ekowisata Tangkahan, oleh Yessy
Mei Nina Simanjuntak
Salah satu daerah yang mulai di kembangkan di Sumatera Utara adalah

Tangkahan yang berada di Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat yang
terletak di ujung dua desa yaitu Desa Sialang dan Desa Serdang. Masyarakat dari
dua desa tersebut membuat kesepatan secara bersama untuk mengembangkan
pariwisata desa yang selanjutnya disebut Kawasan Ekowisata Tangkahan.
Kesepakatan tersebut kemudian melahirkan Lembaga Pariwisata Tangkahan

Universitas Sumatera Utara

20

(LPT). Kesepakatan masyarakat untuk mengembangkan daerah mereka menjadi
kawasan wisata adalah berawal dari kesadaran akan kesalahan dan kerusakan
hutan yang terjadi akibat dari kegiatan pembalakan kayu ilegal dari dalam
kawasan Leuser hutan yang dilakukan oleh masyarakat. Aktivitas tersebut
merupakan bagian dari usaha masyarakat untuk memperoleh penghasilan.
Pengembangan Ekowisata Tangkahan merupakan partisipasi aktif
masyarakat dalam pengupayaan dan pengelolaannya. Rencana pengembangan
ekowisata akan berdampak terhadap ekonomi dan sosial masyarakat maupun
pengunjung. Dengan dikembangkannya kawasan wisata tangkahan, hal tersebut
memberikan dampak yang signifikan terhadap bertambahnya sumber pencaharian
masyarakat, sehingga hal tersebut juga berdampak terhadap peningkatan
kesejahteraan masyarakat serta peningkatan kondisi sosial ekonomi masyarakat.
Keberadaan Ekowisata Tangkahan bagi masyarakat memberikan manfaat yang
positif berupa peluang usaha bagi masyarakat sekitar kawasan, serta menambah
penghasilan.
Berdasarkan teori yang dipaparkan oleh para ahli sebelumnya, peneliti
kemudian menarik dua variabel dalam penelitian, yaitu :
a. Adanya sumber daya potensial desa merupakan potensi yang dapat
dikembangkan menjadi tujuan wisata.
b. Penerapan pengembangan wisata berbasis masyarakat akan menarik
partisipasi masyarakat setempat.

Universitas Sumatera Utara

21

Hipotesa yang disimpulkan oleh peneliti, bahwa adanya sumber daya
potensial desa dapat dikembangkan menjadi objek daya tarik wisata yang akan
menarik dukungan masyarakat setempat untuk turut berpartisipasi. Sehingga
dalam proses melakukan penelitian, peneliti akan melakukan analisis yang dibagi
menjadi dua bagian yaitu :
a. Analisis objek daya tarik potensial desa yang berpeluang untuk dikembangkan
menjadi objek wisata
b. Analisis gambaran pemikiran masyarakat dalam upaya pengembangan
pariwisata di desa.

Universitas Sumatera Utara