Keanekaragaman Plankton di Pantai Sujono, Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Sumatera Utara

3

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pantai
Kawasan pantai (coastal zone) merupakan zona transisi yang berhubungan
langsung antara ekosistem laut dan darat (terrestrial). Kawasan pantai dan laut
paparan menyediakan suatu lingkungan alam yang kaya dengan sumber daya
untuk pengembangan ekonomi nasional. Berdasarkan pada kesuburan dan
potensinya maka perairan di sekitar pantai antara lain perairan pantai khususnya
muara dan daerah sekitarnya. Perairan ini kaya akan unsur hara karena bahannya
disuplai secara terus menerus dari darat melalui air sungai. Bahan tanah hasil
erosi, sisa pupuk pertanian, limbah peternakan dan bahan hara lainnya terbawa
oleh aliran sungai ke muara, hal ini dimungkinkan karena pengaruh bahan bawaan
ini akan menyuburkan perairan disekitar muara. Perairan yang dangkal
mempunyai kesempatan yang besar untuk bercampur baur antara air permukaan
dengan air bagian dasar yang biasanya kaya akan unsur hara. Hal ini
dimungkinkan karena adanya pengaruh ombak/ gelombang, arus, angin dan
pasang surut air laut. Oleh karena itu, perairan dangkal dapat mencapai tingkat
kesuburan yang tinggi. Perairan ini pada umumnya terdiri dari pantai yang landai

merupakan daerah pasang surut dengan dasar lumpur pasir yang subur dan iklim
yang relatif tenang sepanjang tahun (anitia Pembangunan dan Teknologi Kelautan
Serta Industri Maritim, 1996).

2.2. Plankton
Plankton adalah biota air yang hidupnya melayang-layang yang tidak dapat dilihat
dengan

mata

telanjang

sehingga

digunakan

mikroskop

untuk


dapat

mengamatinya. Plankton dapat dibedakan menjadi fitoplankton dan zooplankton.
Menurut Suhendar et al. (2006), fitoplankton dan zooplankton merupakan
tumbuhan dan hewan mikroskopik bersel tunggal yang hidupmelayang-layang di
dalam perairan. Keberadaannya sangat diperlukan dalam menjaga kelangsungan

3
Universitas Sumatera Utara

4

hidup ekosistem perairan dan memegang peranan pentingdalam mata rantai
jaringan makanan. Plankton memegang peranan penting sebagai penghasil
oksigen di air karena dapat berfotosintesis. Menurut Rokhim et al. (2009),
fitoplankton dalam ekosistem perairan mempunyai peranan yang sangat penting
terutama dalam rantai makanan di laut, karena fitoplankton merupakan produsen
utama yang memberikan sumbangan pada produksi primer total suatu perairan.
Dalam hal ini fitoplankton mempunyai peranan penting bagi produktivitas primer
perairan, karena fitoplankton dapat melakukan fotosintesis yang menghasilkan

bahan organik yang kaya energi maupun kebutuhan oksigen bagi organisme yang
tingkatannya lebih tinggi.
Peranan fitoplankton dalam ekosistem perairan marin demikian penting,
yakni selain sebagai penyedia energi, beberapa jenis diantaranya Gymnodinium
mikroadriaticum (Dinoflagellata/ Pyrrophyta) membentuk symbiont sebagai zoox
(zooxanthelae). Zoox inilah yang memberi warna-warni exoticpada koral hidup.
Peranan lain dalam ekositem perairan marin adalah pada kasus-kasus kematian
ikan/ udang secara mendadak dalam jumlah besar di tambak-tambak di wilayah
pantai, tidak bisa dijawab hanya dengan analisis fis-kim kualitas air semata. Pada
umumnya perairan yang dalam kualitas kondisi eutrof (jenuh dengan kandungan
bahan organik) merupakan penyebab terjadinya blooming pada jenis-jenis tertentu
sehingga plankton tersebut mampu menghasilkan substansi toksin yang
mematikan ikan/udang (Wibisono, 2005).
Menurut Barus (2004), zooplankton disuatu perairan lebih sedikit
dibandingkan

dengan

kelompok


fitoplankton

karena

zooplankton

tidak

menghasilkan nutrisi sendiri sehingga kandungan nutrisi di perairan akan
mempengaruhi

kepadatan

zooplankton.

Sebagian

besar

zooplankton


menggantungkan sumber nutrisinya pada materi organik, baik berupa fitoplankton
maupun detritus. Pengaruh kecepatan arus terhadap zooplankton jauh lebih kuat
dibandingkan pada fitoplankton oleh karena itu umumnya zooplankton banyak
ditemukan pada perairan yang mempunyai kecepatan arus yang rendah serta
kekeruhan air yang sedikit. Disamping itu temperatur yang relatif hangat sangat
mendukung

keberadaan

fitoplankton.

Kelompok

Rotatoria

merupakan

zooplankton yang umumnya banyak ditemukan dalam sistem perairan.


4
Universitas Sumatera Utara

5

Beberapa dari bentos dan nekton memiliki daur hidup sebagai plankton
pada masa larva. Menurut Romimohtarto dan Juwana (2009), banyak jenis hewan
yang menghabiskan sebagian dari daur hidupnya sebagai plankton, khususnya
pada tingkat larva atau juwana. Plankton kelompok ini disebut meroplankton atau
plankton sementara karena setelah juwana atau dewasa mereka menetap di dasar
laut sebagai bentos atau berenang bebas sebagai nekton.
Keberadaan zooplankton di perairan memiliki manfaat yang berpengaruh
kepada perikanan dan bentos. Menurut Wibisono (2005), peranan plankton
hewani (zooplankton), kelimpahan marga Copepoda (misalnya: Calanus sp.,
Eucalanus sp.) dan jenis-jenis lainnya dari marga Rotatoria serta Chaetognata
dijadikan patokan untuk menilai produktivitas perairan mengingat kelompok
tersebut berperan sebagai penyediaan energi bagi perikanan. Peranan lain dari
zooplankton adalah dapat mempengaruhi daya tahan tubuh beberapa hewan laut
besar seperti zooplankton jenis Euphasia superba (marga Euphasida) yang
mengandung substansi mirip antibiotik terhadap bakteri gram positif.


2.3. Faktor fisika-kimia Perairan yang Mempengaruhi Plankton
Keberadaan plankton dipengaruhi baik secara langsung maupun tidak
langsung oleh variabel-variabel fisik, kimia dan biologi. Pertumbuhan
fitoplankton juga dipengaruhi oleh kimia hara yang berasal dari daratan. Karena
sifatnya yang sangat rentan terhadap perubahan fisika dan kimia, maka kajian
mengenai struktur keanekaragaman plankton sangat penting dalam memantau
kondisi lingkungan di suatu perairan. temperatur, kecerahan, nitrat-nitrit, fosfat
dan silikat memegang peranan penting dalam mendukung pertumbuhan plankton
di perairan (Soedibjo, 2006).

2.3.1. Pasang Surut Air Laut
Menurut Dahuri et al. (2004), dilihat dari pola gerakan muka lautnya,
pasang surut di Indonesia dapat dibagi menjadi empat jenis yaitu pasang surut
harian tunggal (diurnal tide), harian ganda (semidiurnal tide), dan dua jenis
campuran. Pada jenis harian tunggal hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali
surut setiap hari, ini misalnya terdapat di sekitar selat Karimata yaitu antara

5
Universitas Sumatera Utara


6

Kalimantan dan Sumatera. Pasang surut tidak hanya mempengaruhi lapisan
bagian atas saja, melainkan seluruh massa air dan memiliki energi sangat besar.
Menurut Rahayu et al. (2013), kelimpahan total zooplankton saat pasang lebih
tinggi dibandingkan saat surut. Faktor yang sangat berpengaruh terhadap
perbedaan kelimpahan zooplankton saat pasang surut adalah tinggi muka air di
muara. Saat pasang kecepatan arus meningkat sehingga plankton laut akan
terbawa arus masuk ke muara menyebabkan kelimpahan plankton saat pasang
juga meningkat. Saat pasang, tinggi muka air berkisar 1,8-7,49 m dan pada saat
surut 1,1-6,35 m.

2.3.2. Intensitas Cahaya
Menurut Barus (2004), cahaya matahari masuk ke dalam air akan
mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan
diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar permukaan air. Dengan
bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami
perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dengan
demikian kedalaman penetrasi cahaya akan berbeda pada setiap ekosistem air

yang berbeda. Pada batas akhir penetrasi cahaya disebut sebagai titik kompensasi
cahaya, yaitu dimana cahaya matahari mencapai nilai minimum. Menurut Facta et
al. (2006), Dengan adanya cahaya maka fitoplankton cenderung naik ke
permukaan untuk mendapatkan cahaya guna proses fotosintesis sekaligus
menyerap zat-zat nutrien seperti nitrat, sulfat dan fosfat dan mengeluarkan
oksigen.

2.3.3. Suhu dan Densitas Air Laut
Pada permukaan air laut, air murni berada dalam keadaan cair pada suhu
tertinggi 1000C dan suhu terendah 00C. Karena adanya pengaruh salinitas dan
densitas maka air laut dapat tetap cair pada suhu dibawah 00C. Suhu alami air laut
00C sampai 330C. Dipermukaan laut, air laut membeku pada suhu -1,90C.
Perubahan suhu dapat memberi pengaruh besar kepada sifat-sifat air laut lainnya
dan biota laut. Suhu dengan salinitas dapat digunakan untuk mengidentifikasi
massa air tertentu dan tekanan mereka dapat menentukan densitas air laut

6
Universitas Sumatera Utara

7


(Romimohtarto dan Juwana, 2009). Pengaruh suhu secara langsung terhadap
plankton adalah meningkatkan reaksi kimia sehingga laju fotosintesis meningkat
seiring dengan kenaikan suhu (dari 10 ºC – 20 ºC).Pengaruh suhu tidak langsung
adalah berkurangnya kelimpahan plankton akibat suhu semakin menurun dan ke
rapat an air semakin meningkat seiring bertambahnya kedalaman perairan
(Simanjuntak, 2009).

2.3.4. Oksigen Terlarut
Kondisi oksigen terlarut di perairan dipengaruhi antara lain oleh suhu,
salinitas, pergerakan massa air, tekanan atmosfir, konsentrasi fitoplankton dan
tingkat saturasi oksigen sekelilingnya serta adanya pengadukan massa air oleh
angin. Menurunnya kadar oksigenterlarut antara lain disebabkan pelepasan
oksigen ke udara, aliran air tanah ke dalam perairan, adanya zat besi, reduksi yang
disebabkan oleh desakan gas lainnya dalam air, respirasi biota dan dekomposisi
bahan or ganik. Plankton juga memiliki peranan terhadap oksigen terlarut seperti
menurunnya kadar oksigen terlarut pada malam hari karena oksigen terlarut
digunakan untuk respirasi dan bertambahnya oksigen terlarut karena terjadinya
proses fotosintesis pada siang hari. Penurunan kadar oksigen terlarut dalam
jumlah yang sedang akan menurunkan kegiatan fisiologis mahluk hidup dalam air

(Simanjuntak, 2009).

2.3.5. BOD dan COD
Nilai BOD (Biochemical Oxygen demand) menyatakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa
organik yang diukur pada temperatur 200C. Pengukuran BOD didasarkan kepada
kemampuan mikroorganisme untuk menguraikan senyawa organik, artinya hanya
terdapat senyawa yang mudah diuraikan secara biologis seperti senyawa yang
umumnya terdapat dalam limbah rumah tangga. Disamping mengukur nilai BOD
pengukuran terhadap jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi
kimia yang dikenal dengan COD (Chemical Oxygen Demand) yang dinyatakan
dalam mgO2/l. Dengan mengukur nilai COD maka akan diperoleh nilai yang
menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk proses oksidasi terhadap total

7
Universitas Sumatera Utara

8

senyawa organik baik yang mudah diuraikan secara biologis maupun terhadap
yang sukar/tidak bisa diuraikan (Barus, 2004).

2.3.6. Nitrat dan pospat
Zat hara merupakan zat-zat yang diperlukan dan mempunyai pengaruh
terhadap proses dan perkembangan hidup organisme seperti fitoplankton,
terutama zat hara nitrat dan fosfat. Kedua zat hara ini berperan penting terhadap
sel jaringan jasad hidup organisme serta dalam proses fotosintesis. Tinggi
rendahnya kelimpahan fitoplankton di suatu perairan tergantung pada kandungan
zat hara di perairan antara lain nitrat dan fosfat. Senyawa nitrat dan fosfat secara
alamiah berasal dari perairan itu sendiri melalui proses-proses penguraian
pelapukan ataupun dekomposisi tumbuh-tumbuhan, sisa-sisa organisme mati dan
buangan limbah baik limbah daratan seperti domestik, industri, pertanian, dan
limbah peternakan ataupun sisa pakan yang dengan adanya bakteri terurai menjadi
zat hara. Parameter kimia oseanografi lainnya yang berperan penting dalam proses
dan perkembangan hidup organisme adalah oksigen terlarut. Sumber utama
oksigen dalam air laut adalah dari udara melalui proses difusi dari hasil proses
fotosintesis fitoplankton (Ulqodry et al. 2010).

2.4. Distribusi Plankton
Zooplankton

berada di dasar perairan di siang hari dan akan berpindah ke

permukaan perairaan pada saat malam hari, perpindahan ini disebut dengan
migrasi. Tujuan utama oseanografi biologi adalah untuk mengidentifikasi proses
mengendalikan distribusi dan kelimpahan hewan planktonik (Hwang et al. 2010).
Migrasi zooplakton menghabiskan hari di perairan dalam, tapi tinggal di dekat
permukaan pada malam hari. Amplitudo gerakan dan bentuk distribusi vertikal
populasi mungkin sangat berbeda antara spesies dan antara tahap ontogenetic dari
spesies yang sama dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti kekeruhan dan
kelimpahan makanan. Zooplankton dapat bermigrasi secara vertikal (naik/ turun)
dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh kolom air di malam hari (Lampert,
1989).

8
Universitas Sumatera Utara

9

Banyak dari invertebrata laut yang fase awal dari siklus hidupnya sebagai
larva plankton. Penyebaran larva dianggap sebagai proses pasif dan sebagian
besar larva tidak dapat mengatur penyebarannya secara horizontal, dengan
beberapa pengecualian seperti larva crustaceae. Namun kemampuan untuk
mengendalikan distribusi vertikal dalam kolom air telah dikenal dapat memiliki
hasil yang signifikan dalam hal transportasi larva dan distribusi horisontal, karena
kecepatan dan arah arus umumnya bervariasi dengan kedalaman. Migrasi vertikal
pola makan juga dikenal untuk zooplankton, termasuk larva invertebrata. tiga pola
migrasi pola makan (DMV) telah diamati untuk larva planktonik: (i) nokturnal
(normal) DMV, dengan pendakian ke kedalaman minimal di malam hari dan
keturunan untuk kedalaman maksimum siang hari. (ii) Mundur DMV, dengan
pendakian ke kedalaman minimum siang hari dan turun ke kedalaman maksimum
di malam hari. (iii) senja DMV, dengan pendakian ke permukaan saat matahari
terbenam, keturunan ke air yang lebih dalam sekitar tengah malam, pendakian
kedua ke permukaan di pagi hari, diikuti oleh keturunan akhir untuk air yang lebih
dalam saat matahari terbit (Abe et al. 2014).
Heterogenitas spasial dalam distribusi organisme di habitat mereka
dianggap sebagai kunci konsep untuk sejumlah teori ekologi seperti persaingan,
keragaman spesies, suksesi, evolusi, adaptasi, parasitisme, populasi genetika,
pertumbuhan penduduk, predator-mangsa interaksi dan perilaku sosial (Ostos et
al. 2006).
Pola vertikal mencerminkan penurunan ketersediaan pangan karena
produksi primer cahaya terbatas di perairan yang lebih dalam, dan penurunan suhu
dari permukaan ke lapisan meso dan batilpelagik (Bonecker et al. 2014).
Distribusi Vertikal fitoplankton secara fisik dikuasai oleh pergolakan
turbulensi dan iklim ringan dan secara biologis biologis ditentukan oleh
karakteristik

hydromechanical

dari

masing-masing

kelompok

fungsional

mikroalga. Distribusi horizontal fitoplankton adalah hasil dari interaksi antara
angin yang disebabkan transportasi adveksi massa air dan distribusi vertikal
masing-masing kelompok alga (Ostos et al. 2006).

9
Universitas Sumatera Utara