Penataan Permukiman Kumuh Di Dusun Sono Desa Lalang Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara Propinsi Sumatera Utara

(1)

PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI DUSUN SONO DESA LALANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA PROPINSI

SUMATERA UTARA

TESIS

Oleh :

TOMMET SIMBOLON 087004029/PSL

SEKOLAH PACASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011


(2)

PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI DUSUN SONO DESA LALANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA PROPINSI

SUMATERA UTARA

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada

Sekolah Pasacasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh :

TOMMET SIMBOLON 087004029/PSL

SEKOLAH PACASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2011

Judul Tesis : PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI

DUSUN SONO DESA LALANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA


(3)

PROPINSI SUMATERA UTARA Nama Mahasiswa : Tommet Simbolon

Nomor Pokok : 087004029

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Menyetujui Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

Anggota

Prof. Dr. Ir. Sumono, MS

Anggota

Dr. R. Hamdani Harahap, MS

Ketua Program Studi Direktur

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)


(4)

Telah diuji pada Tanggal : 18 Juli 2011

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS Anggota : 1. Prof. Dr. Ir. Sumono, MS

2. Dr. R. Hamdani Harahap, MS 3. Prof. Dr. Badaruddin, MSi 4. Prof. Dr. Erman Munir, MSc


(5)

(6)

PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI DUSUN SONO DESA LALANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA

PROPINSI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Lingkungan permukiman kumuh di perkotaan di Indonesia merupakan permasalahan yang sangat kompleks, diantaranya adalah permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan, tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, kesenjangan serta ketidakdisiplinan masyarakat terhadap lingkungannya maupun yang menyangkut kemampuan lembaga-lembaga pemerintahan kota/kabupaten dalam pengaturan, pengorganisasian tata ruang dan sumberdaya yang dimiliki. Salah satunya di Dusun Sono Desa Lalang Kabupaten Batubara. Permasalahan yang terjadi di lapangan ternyata cukup kompleks. Banyak hal-hal yang mempengaruhi timbul dan prosesnya kawasan menjadi suatu permukiman kumuh dengan berbagai macam karekteristik persoalan. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kondisi lingkungan permukiman kumuh di Dusun Sono Desa Lalang sangat buruk. Hal ini dapat dilihat dari padatnya bangunan di daerah tersebut yang tidak sesuai dengan perencanan tata ruang yang dapat menimbulkan bahaya banjir serta kebakaran. Selain itu juga rendahnya tingkat kebersihan lingkungan serta sarana dan prasarana kebersihan di permukian kumuh di Dusun Sono Desa Lalang. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada dikawasan pemukiman kumuh antara lain mencakup tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang mewarnai kehidupannya yang antara lain tampak dari sikap dan perilaku yang apatis. Kondisi tersebut sering juga mengakibatkan kondisi kesehatan yang buruk, sumber pencemaran, sumber penyebaran penyakit dan perilaku menyimpang, yang berdampak pada kehidupan kota keseluruhannya.


(7)

SLUM SETTLEMENT ARRANGEMENT AT DUSUN SONO LALANG VILLAGE MEDANG DERAS SUB DISTRICT BATUBARA DISTRICT NORTH

SUMATRA PROVINCE

ABSTRACT

Urban slums environment in in Indonesia is a very complex problem, such as problems related to poverty, low levels of public education, inequality and public indiscipline to the environment as well as those concerning the ability of governmental agencies city / county in the settings, the spatial organization of and resources. One of them at Dusun Sono Lalang Village Batubara District. The problems that occurred in the field is quite complex. Many of the things that influence arises and the process becomes a slum area with a variety of characteristics of the problem. From the research results can be seen that the environmental conditions of the slums in Dusun Sono Lalang Village is very bad. It can be seen from the density of buildings in the area that do not correspond to spatial planning that can cause flooding and fire hazards. In addition, low levels of environmental cleanliness and hygiene facilities in slums in the hamlet Dusun Sono Lalang Village Village. Socio-economic condition of the people who are slum region include the low income level, social norms are loose, the culture of poverty that characterizes life among others, appears from an apathetic attitude and behavior. These conditions often lead to poor health conditions, pollution sources, the source of the spread of illness and deviant behavior, which affects the whole city life.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur dipanjatkan Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunia-Nya akhirnya penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan bai yang berjudul: “PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI DUSUN SONO DESA LALANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA PROPINSI SUMATERA UTARA”.

Tulisan ini dibuat dalam rangka penyelesaian tugas akhir (tesis) penulis pada Program Magister S-2 Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Universitas Sumatera Utara.

Di dalam penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat arahan, bimbingan, saran maupun petunjuk dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini secara khusus penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS selaku Ketua Program Studi. 2. Bapak Drs. Chairuddin, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi.

3. Bapak Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, Prof. Dr. Ir. Sumono, MS; dan Bapak Dr. R. Hamdani Harahap, MS selaku Dosen Pembimbing yang senantiasa memberikan arahan, petunjuk dan saran yang membangun kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

4. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, MSi dan Bapak Prof. Dr. Erman Munir, MSc selaku Dosen Penguji yang telah banyak memberikan saran untuk penulisan tesis ini.

5. Seluruh dosen dan pegawai yang telah banyak berjasa selama perkuliahan penulis.

6. Bapak Camat Medang Deras yang telah membantu pelaksanaan penelitian tesis ini di Kecamatan Medang Deras.


(9)

7. Masyarakat Dusun Soni Desa Lalang yang telah banyak memberikan informasi untuk kepentingan penulisan tesis ini.

8. Istri dan anak-anak tercinta yang telah memberikan dukungannya baik semangat, doa dan tentunya materil sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis juga mengucapkan terima kasih atas saran dan masukan dari berbagai pihak yang turut membantu dalam penyelesaian tesis ini. Akhirnya, penulis berharap semoga tesis ini berguna bagi semua pihak terutama bagi perkembangan dunia pendidikan.

Medan, September 2011 Penulis,


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTARCT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 3

1.3. Landasan Teori ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 5

1.5. Hipotesis ... 6

1.6. Manfaat ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 7

2.1. Permukiman Penduduk ... 7

2.1.1. Persyaratan Permukiman ... 7

2.1.2. Karakteristik Permukiman Kumuh ... 8

2.1.3. Tipologi Permukiman Kumuh ... 10

2.2. Faktor yang Menyebabkan Terbentuknya Permukiman Kumuh ... 13 2.3. Permasalahan yang Timbul Akibat Permukiman Kumuh ... 16

2.4. Pengaruh Permukiman Kumuh Terhadap Lingkungan ... 20

2.5. Pengelolaan Permukiman Kumuh ... 23

2.5.1. Penataan Wilayah Permukiman Kumuh ... 24

2.5.2. Kualitas Lingkungan Permukiman yang Ideal ... 27

III. METODE PENELITIAN ... 30

3.1. Tempat dan Waktu ... 30

3.2. Rancangan Penelitian ... 30

3.2.1. Jenis Penelitian ... 30

3.2.2. Teknik Pengumpulan Data ... 30

3.2.3. Teknik Penentuan Sampel ... 31

3.2.4. Analisis Data ... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 33

4.1. Deskripsi Daerah Penelitian Kabupaten Batubara ... 33

4.1.1. Letak Geografis dan Batas ... 33

4.1.2. Keadaan Fisik ... 33


(11)

4.2. Deskripsi Daerah Penelitian Kecamatan Medang Deras ... 35

4.2.1. Keadaan Fisik ... 35

4.2.2. Iklim ... 35

4.2.3. Penduduk dan Tenaga Kerja ... 36

4.2.4. Pendidikan ... 37

4.2.5. Kesehatan ... 38

4.2.6. Perikanan ... 40

4.2.7. Listrik ... 41

4.2.8. Ekonomi ... 41

4.2.9. Pemerintahan ... 42

4.3. Deskripsi Daerah Penelitian Dusun Sono Desa, Kecamatan Medang, Deras Kabupaten Batubara ... 44 4.3.1. Fasilitas Kesehatan Permukiman Kumuh ... 45

4.3.2. Listrik Penduduk Permukiman Kumuh ... 45

4.3.3. Perekonomian Masyarakat Permukiman Kumuh ... 46

4.3.4. Bantuan Pemerintah Terhadap Pembangunan di Dusun Sono, Desa Lalang ... 46 4.3.5. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Permukiman Kumuh ... 47 4.3.6. Penataan Permukiman Kumuh ... 48

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1. Kesimpulan ... 49

5.2. Saran ... 50

DAFTAR PUSTAKA ... 54


(12)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

1. Perkembangan dan Kepadatan Penduduk 1997-2008 ... 36 2. Sepuluh Penyakit Terbesar di Kabupaten Batubara Tahun 2008 40


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Halaman

1. Kuisioner Penelitian ... 56 2. Situasi Perumahan di Dusun Sono Desa Lalang ... 64 3. Fasilitas MCK Warga Dusun Sono Desa Lalang ... 66 4 Situasi Pemukiman Kumuh di Sepanjang Aliran Sungai Padang 67 5. Laporan Penduduk Kecamatan Medan Deras Bulan November


(14)

PENATAAN PERMUKIMAN KUMUH DI DUSUN SONO DESA LALANG KECAMATAN MEDANG DERAS KABUPATEN BATUBARA

PROPINSI SUMATERA UTARA

ABSTRAK

Lingkungan permukiman kumuh di perkotaan di Indonesia merupakan permasalahan yang sangat kompleks, diantaranya adalah permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan, tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, kesenjangan serta ketidakdisiplinan masyarakat terhadap lingkungannya maupun yang menyangkut kemampuan lembaga-lembaga pemerintahan kota/kabupaten dalam pengaturan, pengorganisasian tata ruang dan sumberdaya yang dimiliki. Salah satunya di Dusun Sono Desa Lalang Kabupaten Batubara. Permasalahan yang terjadi di lapangan ternyata cukup kompleks. Banyak hal-hal yang mempengaruhi timbul dan prosesnya kawasan menjadi suatu permukiman kumuh dengan berbagai macam karekteristik persoalan. Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa kondisi lingkungan permukiman kumuh di Dusun Sono Desa Lalang sangat buruk. Hal ini dapat dilihat dari padatnya bangunan di daerah tersebut yang tidak sesuai dengan perencanan tata ruang yang dapat menimbulkan bahaya banjir serta kebakaran. Selain itu juga rendahnya tingkat kebersihan lingkungan serta sarana dan prasarana kebersihan di permukian kumuh di Dusun Sono Desa Lalang. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada dikawasan pemukiman kumuh antara lain mencakup tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang mewarnai kehidupannya yang antara lain tampak dari sikap dan perilaku yang apatis. Kondisi tersebut sering juga mengakibatkan kondisi kesehatan yang buruk, sumber pencemaran, sumber penyebaran penyakit dan perilaku menyimpang, yang berdampak pada kehidupan kota keseluruhannya.


(15)

SLUM SETTLEMENT ARRANGEMENT AT DUSUN SONO LALANG VILLAGE MEDANG DERAS SUB DISTRICT BATUBARA DISTRICT NORTH

SUMATRA PROVINCE

ABSTRACT

Urban slums environment in in Indonesia is a very complex problem, such as problems related to poverty, low levels of public education, inequality and public indiscipline to the environment as well as those concerning the ability of governmental agencies city / county in the settings, the spatial organization of and resources. One of them at Dusun Sono Lalang Village Batubara District. The problems that occurred in the field is quite complex. Many of the things that influence arises and the process becomes a slum area with a variety of characteristics of the problem. From the research results can be seen that the environmental conditions of the slums in Dusun Sono Lalang Village is very bad. It can be seen from the density of buildings in the area that do not correspond to spatial planning that can cause flooding and fire hazards. In addition, low levels of environmental cleanliness and hygiene facilities in slums in the hamlet Dusun Sono Lalang Village Village. Socio-economic condition of the people who are slum region include the low income level, social norms are loose, the culture of poverty that characterizes life among others, appears from an apathetic attitude and behavior. These conditions often lead to poor health conditions, pollution sources, the source of the spread of illness and deviant behavior, which affects the whole city life.


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari pesatnya laju pertumbuhan penduduk perkotaan baik karena faktor pertumbuhan penduduk kota itu sendiri maupun karena faktor urbanisasi. Dampak negatif urbanisasi yang telah berlangsung selama ini lebih disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang untuk mencari nafkah di daerah perdesaan dan perkotaan. Beberapa pengamat meyakini bahwa salah satu penyebab mengalirnya penduduk pedesaan ke kota-kota akibat kekeliruan adopsi paradigma pembangunan yang menekankan pada pembangunan industrialisasi besar-besaran yang ditempatkan di kota-kota besar yang kemudian dikenal dengan istilah AIDS (Accelerated Industrialization Development Strategy), sehigga memunculkan adanya daya tarik yang sangat kuat untuk mengadu nasibnya di kota yang dianggap mampu memberikan masa depan yang lebih baik dengan penghasilan yang lebih tinggi, sementara pendidikan dan ketrampilan yang mereka miliki kurang memadai untuk masuk disektor formal (Yunus, 2005).

Seiring dengan pertumbuhan penduduk di daerah perkotaan, maka kebutuhan penyediaan akan prasarana dan sarana permukiman akan meningkat pula, baik melalui peningkatan maupun pembangunan baru. Selanjutnya pemenuhan akan kebutuhan prasarana dan sarana permukiman baik dari segi perumahan maupun lingkungan permukiman yang terjangkau dan layak huni belum sepenuhnya dapat


(17)

disediakan baik oleh masyarakat sendiri maupun pemerintah, sehingga kapasitas daya dukung prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang ada mulai menurun yang pada gilirannya memeberikan kontribusi terjadinya lingkungan permukiman kumuh. Akibat makin banyaknya permukiman kumuh dan liar yang pada gilirannya akan menjadi berat bagi pemerintah kota untuk menanganinya (Yunus, 2005).

Lingkungan permukiman kumuh di perkotaan di Indonesia merupakan permasalahan yang sangat kompleks, diantaranya adalah permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan, tingkat pendidikan masyarakat yang rendah, kesenjangan serta ketidakdisiplinan masyarakat terhadap lingkungannya maupun yang menyangkut kemampuan lembaga-lembaga pemerintahan kota/kabupaten dalam pengaturan, pengorganisasian tata ruang dan sumberdaya yang dimiliki kota dalam melaksanakan fungsinya sebagai pelayan masyarakat kota (Esmara, 1975).

Lingkungan permukiman kumuh merupakan masalah yang terjadi atau sering dihadapi di kota besar, tidak hanya terjadi di Indonesia tetapi juga berlangsung di kota-kota besar di dunia (Sri, 1988), begitupula di negara-negara berkembang di Asia dan Afrika, menurut publikasi World Bank (1999) lingkungan permukiman kumuh digambarkan sebagai bagian yang terabaikan dari lingkungan perkotaan dimana kondisi kehidupan dan penghidupan masyarakatnya sangat memprihatinkan, yang diantaranya dirunjukkan dengan kondisi lingkungan hunian yang tidak layak huni, tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, sarana dan prasarana lingkungan yang tidak memenuhi syarat, tidak tersedianya fasilitas pendidikan, kesehatan maupun sarana


(18)

dan prasarana sosial budaya kemasyarakatan yang memadai. Kekumuhan lingkungan permukiman cenderang bersifat paradoks, bagi masyarakat yang tinggal di lingkungan tersebut, kekumuhan adalah kenyataan sehari-hari yang tidak mereka masalahkan, sedangkan di pihak lain yang berkeinginan untuk menanganinya, masalah kumuh adalah suatu permasalahan yang harus segera ditanggulangi penanganannya.

Dari fenomena tersebut dapat dipetik pelajaran bahwa penanganan lingkungan permukiman kumuh tidak dapat diselesaikan secara sepihak, tetapi harus secara sinergis melibatkan potensi dan eksistensi dari seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders), baik Pemerintah Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota maupun masyarakat sendiri selaku penerima manfaat, Pelaku dunia usaha, LSM/NGO, cerdik pandai dan pemerhati yang peduli. Apabila hal ini tidak disiapkan penanggulanganya sejak dini, maka masalah pemukiman kumuh akan menjadi masalah ketidakmampuan kota dalam menjalankan perannya sebagai pusat pembangunan sosial, ekonomi dan politik (Sri, 1988).

1.2. Perumusan Masalah

1) Bagaimana kondisi lingkungan permukiman kumuh di Dusun Sono Desa Lalang, Kecamatan Medang, Deras Kabupaten Batubara.


(19)

2) Bagaimana kondisi sosial ekonomi & budaya masyarakat yang terdapat di lingkungan permukiman kumuh di Dusun Sono Desa Lalang, Kecamatan Medan Deras, Kabupaten Batubara.

1.3 Landasan Teori

Permasalahan permukiman kumuh di kota-kota besar Indonesia dinilai sangat kompleks, terutama yang berkaitan dengan permasalahan yang berkaitan dengan kemiskinan dan kesenjangan sosial. Kondisi lingkungan permukiman kumuh cenderung bersifat paradoks, artinya kekumuhan bagi masyarakat yang tinggal di Iingkungan tersebut merupakan kenyataan sehari-hari yang tidak disebut sebagai masalah, sedangkan bagi pihak lain, permukiman kumuh merupakan suatu permasalahan. Oleh karena itu, permukiman kumuh tidak dapat diselesaikan secara sepihak. Akan tetapi harus secara sinergis melibatkan potensi dan eksistensi dari seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders), baik pemerintah maupun masyarakat. Adapun salah satu langkah awal dari perlibatan masyarakat adalah dengan mempertimbangkan pandangan masyarakat yang tinggal di permukiman kumuh terhadap perbaikan permukiman kumuh tersebut.

Banyak kota-kota besar yang kita saksikan saat ini tumbuh dan berkembang pada daerah aliran sungai. Sungai telah memegang peranan yang sangat penting dalam sejarah peradaban dan kebudayaan manusia. Sejak ribuan tahun yang lalu telah dikenal adanya suatu perkembangan peradaban manusia di lembah sungai, yang


(20)

melahirkan kota-kota penting di dunia. Sungai memiliki peranan yang penting dalam perkembangan sistem hubungan aktivitas dan struktur internal suatu kota (Munford, 1961).

Begitu pula yang terjadi di kota-kota di Indonesia yang dilalui aliran sungai. Pada mulanya aktifitas penduduk di daerah aliran sungai adalah bercocok tanam karena penggunaan air yang mudah didapat dan untuk kehidupan sehari-hari mencari ikan, mencuci dan mandi. Tapi peranan sungai dalam kehidupan sehari-hari terus berkembang, yang mendorong pertumbuhan permukiman yang membentuk pola linear sepanjang sungai. Semakin lama peran sungai terus berkembang dan tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kota.

Pada awal pertumbuhannya telah ditandai dengan terbentuknya suatu kosentrasi penduduk dengan membentuk kelompok-kelompok permukiman di sekitar aliran sungai yang kemudian membentuk kota. Kota menurut Wirth, dapat diartikan sebagai suatu permukiman yang relatif besar, padat dan permanen dengan penduduk yang heterogen kedudukan sosialnya. Sebagai permukiman, kota identik sebagai kumpulan dari perumahan yang luas dengan berbagai fasilitas lingkungan di dalamnya (Daljoem, 1987).

Sungai Padang termasuk sungai yang terbesar di Kabupaten Batubara dimana penduduk yang bermukim di sepanjang daerah aliran sungai tersebut mayoritas adalah nelayan. Pada awal mula permukiman di tepi sungai Padang ini dimulai dari,


(21)

konstruksi rumah yang dibuat dari kayu sehingga bisa mengambang di permukaan air sungai yang bisa ditambatkan dimana saja.

Dengan pertumbuhan penduduk sekitar dan sarana serta prasarana umum mulai dibangun, permukiman tersebut mulai naik ke atas, tumbuh di sekitar bantaran aliran sungai. Untuk mengetahui keseluruhan mengenai apa dan bagaimana permukiman kumuh di lingkungan aliran sungai di dusun Sono desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara maka, peneliti mengadakan studi tentang penataan permukiman kumuh di Dusun Sono Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara.

1.4. Tujuan Penelitian

1) Mengetahui kondisi lingkungan permukiman kumuh di Dusun Sono Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara

2) Mengetahui kondisi sosial ekonomi & budaya masyarakat di Dusun Sono Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara.

1.5 Hipotesis

1) Permukiman kumuh berpengaruh tehadap kondisi lingkungan masyarakat di Dusun Sono Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara. 2) Permukiman kumuh berpengaruh terhadap kondisi kehidupan sosial

ekonomi dan budaya masyarakat Dusun Sono Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara.


(22)

1.6. Manfaat

1) Sebagai bahan acuan dalam penataan lingkungan permukiman kumuh di Dusun Sono Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras agar tercipta pengelolaan lingkungan secara berkelanjutan (Sustainable Resources).

2) Sebagai bahan informasi bagi lembaga/organisasi, pemerintah, atau pihak lain untuk meningkatkan kualitas permukiman kumuh masyarakat di Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara.

3) Sebagai bahan informasi untuk membantu terlaksananya perbaikan sarana dan prasarana pada permukiman kumuh di dusun Sono desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara.

4) Sebagai bahan untuk menggerakkan partisipasi pihak akademisi untuk dapat mensosialisasikan penelitian ini.


(23)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Permukiman Penduduk 2.1.1. Persyaratan Permukiman

Suatu bentuk permukiman yang ideal di kota merupakan pertanyaan yang menghendaki jawaban yang bersifat komprehensif, sebab perumahan dan permukiman menyangkut kehidupan manusia termasuk kebutuhan manusia yang terdiri dari berbagai aspek. Sebingga dapat dirumuskan secara sederhana tentang ketentuan yang baik untuk suatu permukiman yaitu harus memenuhi sebagai berikut:

1) Lokasinya sedemikian rupa sehingga tidak terganggu oleh kegiatan lain seperti pabrik, yang umumnya dapat memberikan dampak pada pencemaran udara atau pencemaran lingkungan lainnya

2) Mempunyai akses terhadap pusat-pusat pelayanan seperti pelayanan pendidikan, kesehatan, perdagangan, dan lain-lain

3) Mempunyai fasilitas drainase, yang dapat mengalirkan air hujan dengan cepat dan tidak sampai menimbulkan genangan air walaupun hujan yang lebat sekalipun

4) Mempunyai fasilitas penyediaan air bersih, berupa jaringan distribusi yang siap untuk disalurkan ke masing-masing rumah.


(24)

5) Dilengkapi dengan fasilitas air kotor/tinja yang dapat dibuat dengan sistem individual yakni tangki septik dan lapangan rembesan, ataupun tanki septik komunal.

6) Permukiman harus dilayani oleh fasilitas pembuangan sampah secara teratur agar lingkungan permukiman tetap nyaman.

7) Dilengkapi dengan fasilitas umum seperti taman bermain bagi anak-anak, lapangan atau taman, tempat beribadat, pendidikan dan kesehatan sesuai dengan skala besarnya permukiman itu.

8) Dilayani oleh jaringan listrik dan telepon (Sinulingga, 2005).

2.1.2. Karakteristik Permukiman Kumuh

Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, dapat merupakan kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Menurut UU No.1 Tahun 2011, Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah wilayah budi daya pertanian terutama pada wilayah perdesaan yang memiliki hamparan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan/atau hamparan Lahan Cadangan Pertanian Pangan Berkelanjutan serta unsur penunjangnya dengan fungsi utama untuk mendukung kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.


(25)

Menurut Silas, dkk (1991) Permukiman Kumuh dapat diartikan menjadi dua bagian, yang pertama ialah kawasan yang proses terbentukannya karena keterbatasan kota dalam menampung perkembangan kota sehingga timbul kompetisi dalam menggunakan lahan perkotaan. Sedangkan kawasan permukiman berkepadatan tinggi rnerupakan embrio permukiman kumuh. Dan yang kedua ialah kawasan yang lokasi penyebarannya secara geografis terdesak perkembangan kota yang semula baik, lambat laun menjadi kumuh. Perkembangan kota yang kumuh disebabkan oleh mobilitas sosial perekonomian yang stagnan.

Karakteristik Permukiman Kumuh:

1) Keadaan rumah pada permukiman kumuh terpaksa dibawah standar, rata-rata 6 m2

2) Permukiman ini secara fisik memberi

/orang. Sedangkan fasilitas kekotaan secara langsung tidak terlayani karena tidak tersedia. Namun karena lokasinya dekat dengan permukiman yang ada, maka fasilitas Iingkungantersebut tak sulit mendapatkannya.

3) Manfaat pokok, yaitu dekat tempat mencari nafkah (opportunity value) dan harga rumah juga murah (asas keterjangkauan) baik membeli atau menyewa. Manfaat permukiman disamping pertimbangan lapangan kerja dan harga murah adalah kesempatan mendapatkannya atau aksesibilitas tinggi. Hampir setiap orang tanpa syarat yang bertele-tele pada setiap saat dan tingkat kemampuan membayar apapun, selalu dapat diterima dan berdiam di sana, termasuk masyarakat “residu” seperti residivis dan lain-lain (Silas dkk, 1991).


(26)

Kriteria Umum Permukiman Kumuh:

1) Mandiri dan produktif dalam banyak aspek, namun terletak pada tempat yang perlu dibenahi.

2) Keadaan fisik hunian minim dan perkembangannya lambat. Meskipun terbatas, namum masih dapat ditingkatkan.

3) Para penghuni lingkungan permukiman kumuh pada umumnya bermata pencaharian tidak tetap dalam usaha non formal dengan tingkat pendidikan rendah.

4) Pada umumnya penghuni mengalami kemacetan mobilitas pada tingkat yang paling bawah, meskipun tidak miskin serta tidak menunggu bantuan pemerintah, kecuali dibuka peluang untuk mendorong mobilitas tersebut.

5) Ada kemungkinan dilayani oleh berbagai fasilitas kota dalam kesatuan program pembangunan kota pada umumnya.

6) Kehadirannya perlu dilihat dan diperlukan sebagai bagian sistem kota yang satu, tetapi tidak semua begitu saja dapat dianggap permanent (Anonim, 2009).

Kriteria khusus permukiman kumuh:

1) Berada di lokasi tidak legal

2) Dengan keadaan fisik yang substandar, penghasilan penghuninya amat rendah (miskin)

3) Tidak dapat dilayani berbagai fasilitas kota


(27)

5) Permukiman kumuh selalu menempati lahan dekat pasar kerja (non formal), ada sistem angkutan yang memadai dan dapat dimanfaatkan secara umum walau tidak selalu murah (Anonim, 2009).

2.1.3. Tipologi Permukiman Kumuh

Berdasarkan kondisi dan permasalahan Iingkungan permukiman yang diamati di lapangan, kawasan permukiman kumuh dapat dibedakan dalam 7 (tujuh) tipologi. (Laporan Review Kawasan Permukiman Kumuh Sulawesi Selatan tahun 2002) (Anonim, 2009). Masing-masing tipologi memiliki karakter khas yang memberi corak kehidupan lingkungan permukiman tersebut.

Beberapa tipologi permukiman kumuh tersebut adalah sebagai berikut:

1) Permukiman kumuh nelayan

Merupakan permukiman kumuh yang terletak di luar arena antara garis pasang terthiggi dan terendah, dengan bangunan-bangunan yang langsung bertumpu pada tanah, baik itu bangunan rumah tinggal atau bagunan lainnya. Rata-rata lokasinya ditepi pantai.

2) Permukiman kumuh dekat pusat kegiatan sosial ekonomi.

Merupakan permukiman kumuh yang terletak di sekitar pusat-pusat aktifitas sosial-ekonomi. Seperti halnya lingkungan industri, sekitar pasar tradisional,


(28)

pertokoan, lingkungan pendidikan/kampus, sekitar obyek-obyek wisata dan pusat-pusat pelayanan sosial-ekonomi lainnya.

3) Permukiman kumuh pusat kota

Merupakan permukiman kumuh yang terletak di tengah kota (urban core), yang sebagai permukiman lama atau kuno atau tradisional. Permukiman yang dimaksud disini adalah permukiman yang dahulu merupakan permukiman yang diperuntukkan bagi hunian kalangan menengah ke bawah.

4) Permukiman kumuh pinggiran kota

Merupakan permukiman kumuh yang berada di luar pusat kota (urban fringe), yang ada pada umumnya merupakan permukiman yang tumbuh dan berkembang di pinggiran kota sebagai konsekuensi dari perkembangan kota, perkembangan penduduk yang sangat cepat serta tingkat perpindahan penduduk dari desa ke kota yang sangat tinggi.

5) Permukiman kumuh daerah pasang surut

Merupakan permukiman kumuh yang terletak didaerah antara garis pasang tertinggi dan terendah yang secara berkala selalu terendam air pasang, dengan sebagian besar tipe bangunan yang ada baik itu bagunan rumah tinggal maupun bangunan lainnya adalah tipe panggung. Jalan penghubung antara bangunan yang satu dengan bangunan lainnya adalah jalan titian. Karakter lain yang cukup


(29)

menonjol adalah perletakan dermaga atau tempat menambak perahu yang berdekatan dengan permukiman.

6) Permukiman kumuh daerah rawan bencana 7) Permukiman kumuh tepian sungai

Merupakan permukiman kumuh yang terletak didaerah rawan bencana alam, khususnya tanah longsor, gempa bumi dan banjir.

8) Permukiman kumuh tepian sungai

Merupakan permukiman kumuh yang berada di diluar Garis Sempadan Sungai (GSS). Permukiman kumuh tepian sungai ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua) tipe. Tipe pertama apa bila sungai yang bersangkutan mempunyai tanggul, maka dengan Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, lingkungan permukiman yang dimaksud terletak sekurang-kurangnya 5 (lima) meter sepanjang kaki tanggul sedangkan untuk sungai tidak bertanggul, letak permukiman yang dimaksud berada diluar sempadan sungai yang lebarnya ditetapkan oleh pemerintah setempat. Demikian juga permukiman untuk sungai yang bertanggul dan tidak bertanggul, yang berada diwilayah perkotaan, letak permukiman yang dimaksud berada di luar sempadan garis sempadan sungai yang lebamya ditetapkan oleh pemerintah setempat. Kedua lingkungan permukiman yang kumuh yang berada dikota-kota yang secara histories menetapkan sungai sebagai komponen prasarana yang sangat vital dan masih berlangsung sampai saat ini. Pada umumnya letak permukiman kumuh


(30)

dikota-kota seperti ini berada di koridor tepian sungai. Karakteristik bangunan dan lingkungan ini dapat dibedakan menjadi 3 (tiga) tipe, yaitu tipe rakit, panggung dan bertumpu langsung pada tanah. Unit-unit bangunan tipe panggung pada umumnya merupakan transisi antara bangunan tipe rakit yang bertumpu langsung pada tanah.

Melihat karakteristik sifat dan tipologi yang diuraikan diatas dapat dikatakan bahwa tipologi penelitian yang dilaksanakan adalah kategori penelitan permukiman kumuh pusat kota dan permukiman kumuh nelayan.

2.2Faktor yang Menyebabkan Terbentuknya Permukiman Kumuh

Sungai menurut Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1999 sebagai suatu tempat atau wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta disepanjang pengalirannya oleh garis sepadan. Sungai telah memegang peranan yang sangat penting dalam sejarah perkembangan peradaban dan kebudayaan manusia. Pada awal pertumbuhannya telah ditandai dengan terbentuknya suatu konsentrasi penduduk dengan membentuk kelompok pemukiman tertentu di lembah sungai yang subur. Peranan sungai di dalam kehidupan sehari-hari, dengan adanya air, manusia memanfaatkan untuk minum, mandi dan mencuci.

Kemudian peran sungai berkembang menjadi sarana transportasi, yang mendorong pertumbuhan pennukiman seiring dengan laju pertumbuhan penduduk


(31)

dan aktifitas sosial ekonominya makin lama peranannya makin berkembang dan tidak terpisahkan lagi dari keseluruhan sistem pelayan. Pesatnya pertambahan jumlah penduduk di perkotaan akibat dari jumlah kelahiran dan perpindahan penduduk dari pedesaan ke kota, akan berpengaruh langsung terhadap kebutuhan sarana prasarana kota dalam hal ini menyangkut kebutuhan akan perumahan dan permukiman di perkotaan itu sendiri.

Hingga dewasa ini pembangunan perumahan dan permukiman di perkotaan, baik yang ditangani pemerintah, swasta maupun swadaya masyarakat belum dapat mengimbangi kebutuhan yang terus meningkat di kota. Bahkan terdapat kecenderungan bahwa pembangunan perumahan dan permukiman di kota semakin tertinggal dari cepatnya pertumbuhan penduduknya (Yudohusodo, 1991).

Perkembangan kota dipengaruhi kondisi topografis seperti perbukitan, lautan, sungai dan rintangan alam lainnya yang dapat menghentikan laju perkembangan kota. Daerah yang mempunyai potensi sumber daya alam yang berlimpah dan ditangani dengan baik merupakan daerah yang mempunyai daya tarik kuat untuk berkembang.

Secara historis sungai telah memiliki peranan yang cukup penting dalam perkembangan sistem hubungan aktifitas dan struktur internal suatu kota. Untuk kota- kota di kawasan tepi sungai mempunyai ciri fisik antara lain:


(32)

1) Kondisi Fisik Lingkungan.

 Secara topografi, kawasan tersebut merupakan pertemuan antara darat dan air, dataran rendah dan landai sehingga sering terjadi erosi dan sedimentasi yang menimbulkan pendangkalan sungai.

 Secara hidrologis, kawasan tersebut merapakan daerah pasang surut, mempunyai air tanah tinggi. Kawasannya sebagian besar mempunyai struktur batuan lepas, tanah lembut serta rawan terhadap bencana alam.

 Secara klimatologis, kawasan ini mempunyai dinamika iklim, cuaca, angin, suhu dan kelembaban tinggi.

2) Kondisi Flora dan fauna

 Kondisi flora dan fauna sangat spesifik seperti mangrove, kelapa, ikan, bangau dll.

3) Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya

 Kawasan ini mempunyai keunggulan lokasi sehingga menjadi pusat pertumbuhan kegiatan ekonomi.

 Penduduk kawasan mempunyai kegiatan sosial ekonomi yang khas dan berorientasi ke air.

 Terdapat peninggalan sejarah/budaya serta upacara keagamaan tertentu. 4) Kondisi Prasarana dan sarana

 Drainase kawasan memerlukan pemecahan khusus karena daerah banjir atau genangan air.


(33)

 Air Limbah belum tercukupi karena kondisi air tanah yang buruk (payau/asin)  Memiliki aksessibilitas tinggi, sebab dapat dicapai dari darat maupun air

(sungai, pelabuhan menjadi titik pertumbuhan).

 Permukiman dan perumahan biasanya berkembang sekitar badan sungai, dengan fasilitas spesifik di dalamnya seperti dermaga, pasar terapung atau tempat pelelangan ikan.

2.3Permasalahan yang Timbul Akibat Permukiman Kumuh

Perumahan kumuh dapat mengakibatkan berbagai dampak. Dari segi pemerintahan, pemerintah dianggap dan dipandang tidak cakap dan tidak peduli dalam menangani pelayanan terhadap masyarakat, Sementara pada dampak sosial, dimana sebagian masyarakat kumuh adalah masyarakat berpenghasilan rendah dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah dianggap sebagai sumber ketidakteraturan dan ketidakpatuhan terhadap norma-norma sosial.

Terbentuknya pemukiman kumuh, yang sering disebut sebagai slum area. Daerah ini sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah perkotaan, karena dapat merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang, seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya.

Penduduk di permukiman kumuh tersebut memiliki persamaan, terutama dari segi latar belakang sosial ekonomi-pendidikan yang rendah, keahlian terbatas dan kemampuan adaptasi lingkungan (kota) yang kurang memadai. Kondisi kualitas


(34)

kehidupan yang serba mariginal ini temyata mengakibatkan semakin banyaknya penyimpangan perilaku penduduk penghuninya.

Hal ini dapat diketahui dari tatacara kehidupan sehari-hari, seperti mengemis, berjudi, mencopet dan melakukan berbagai jenis penipuan. Terjadinya perilaku menyimpang ini karena sulitnya mencari atau menciptakan pekerjaan sendiri dengan keahlian dan kemarnpuan yang terbatas, selain itu juga karena menerima kenyataan bahwa impian yang mereka harapkan mengenai kehidupan dikota tidak sesuai dan ternyata tidak dapat memperbaiki kehidupan mereka.

Mereka pada umumnya tidak cukup memiliki kemampuan untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, disebabkan kurangnya keterampilan, tanpa modal usaha, tempat tinggal tak menentu, rendahnya penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, rendahnya daya adaptasi sosial ekonomi dan pola kehidupan kota. Kondisi yang serba terlanjur, kekurangan dan semakin memprihatmkan itu mendorong para pendatang tersebut untuk hidup seadanya, termasuk tempat tinggal yang tidak memenuni syarat kesehatan.

Permukiman kumuh umumnya di pusat-pusat perdagangan, seperti pasar kota, perkampungan pinggir kota, dan disekitar bantaran sungai kota. Kepadatan penduduk di daerah-daerah ini cenderung semakin meningkat dengan berbagai latar belakang sosial, ekonomi, budaya dan asal daerah. Perhatian utama pada penghuni permukiman ini adalah keija keras mencari nafkah atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan sehari-hari agar tetap bertahan hidup, dan bahkan tidak sedikit warga setempat yang


(35)

menjadi pengangguran. Sehingga tanggungjawab terhadap disiplin lingkungan, norma sosial dan hukum, kesehatan, solidaritas sosial, tolong menolong, menjadi terabaikan dan kurang diperhatikan.

Oleh karena para pemukim pada umumnya terdiri dari golongan-golongan yang tidak berhasil mencapai kehidupan yang layak, maka tidak sedikit menjadi pengangguran, gelandangan, pengemis, yang sangat rentan terhadap terjadinya perilaku menyimpang dan berbagai tindak kejahatan, baik antar penghuni itu sendiri maupun terhadap masyarakat lingkungan sekitanya. Kondisi kehidupan yang sedang mengalami benturan antara perkembangan teknologi dengan keterbatasan potensi sumber daya yang tersedia, juga turut membuka celah timbulnya perilaku menyimpang dan tindak kejahatan dari para penghuni pemukiman kumuh tersebut.

Kecenderungan terjadinya perilaku menyimpang (deviant behaviour) ini juga diperkuat oleh pola kehidupan kota yang lebih mementingkan diri sendiri atau kelompoknya yang seringkali bertentangan dengan nilai-nilai moral dan norma-norma sosial dalam masyarakat. Perilaku menyimpang pada umumnya sering dijumpai pada permukiman kumuh adalah perilaku yang bertentangan dengan norma-norma sosial, tradisi dan kelaziman yang berlaku sebagaimana kehendak sebagian besar anggota masyarakat.

Wujud perilaku menyimpang di permukiman kumuh ini berupa perbuatan tidak disiplin lingkungan seperti membuang sampah dan kotoran di sembarang tempat. Kecuali itu, juga termasuk perbuatan menghindari pajak, tidak memiliki KTP


(36)

dan menghindar dari kegiatan-kegiatan kemasyarakatan, seperti gotong-royong dan kegiatan sosial lainnya. Bagi kalangan remaja dan pengangguran, biasanya penyimpangan perilakunya berupa mabuk-mabukan, minum obat terlarang, pelacuran, adu ayam, bercumbu di depan umum, begadang dan berjoget di pinggir jalan dengan musik keras sampai pagi, mencorat-coret dinding/bangunan fasilitas umum, dan lain-lain.

Akibat lebih lanjut perilaku menyunpang tersebut bisa mengarah kepada tindakan kejahatan (kriminal) seperti pencurian, pemerkosaan, penodongan, pembunuhan, pengrusakan fasilitas umum, perkelahian, melakukan pungutan liar, mencopet dan perbuatan kekerasan lainnya. Keadaan seperti itu cenderung menimbulkan masalah-masalah baru yang menyangkut: (a) masalah persediaan ruang yang semakin terbatas terutama masalah permukiman untuk golongan ekonomi lemah dan masalah penyediaan lapangan pekerjaan di daerah perkotaan sebagai salah satu faktor penyebab timbulnya perilaku menyimpang, (b) masalah adanya kekaburan norma pada masyarakat migran di perkotaan dan adaptasi penduduk desa di kota, (c) masalah perilaku menyimpang sebagai akibat dari adanya kekaburan atau ketiadaan norma pada masyarakat migran di perkotaan.

Di samping itu juga pesatnya pertumbuhan penduduk kota dan lapangan pekerjaan di wilayah perkotaan mengakibatkan semakin banyaknya pertumbuhan peffiukiman-permukiman kumuh yang menyertainya dan menghiasi areal perkotaan tanpa penataan yang berarti.


(37)

Masalah yang terjadi akibat adanya perrnukiman kumuh ini, khususnya dikota-kota besar diantaranya wajah perkotaan menjadi memburuk dan kotor, planologi penertiban bangunan sukar dijalankan, banjir, penyakit menular dan kebakaran sering melanda perrnukiman ini. Di sisi lain bahwa kehidupan penghuninya terus merosot baik kesehatannya, maupun sosial kehidupan mereka yang terus terhimpit jauh dibawah garis kemiskinan (Susanto, 1974).

Secara umum permasalahan yang sering terjadi di daerah permukiman kumuh adalah:

1) Ukuran bangunan yang sangat sempit, tidak memenuhi standar untuk bangunan layak huni.

2) Rumah yang berhimpitan satu sama lain membuat wilayah permukiman rawan akan bahaya kebakaran.

3) Sarana jalan yang sempit dan tidak memadai. 4) Tidak tersedianya jaringan drainase.

5) Kurangnya suplai air bersih. 6) Jaringan listrik yang semrawut. 7) Fasilitas MCK yang tidak memadai.

2.4 Pengaruh Permukiman Kumuh Terhadap Lingkungan

Lingkungan permukiman kumuh memberi dampak yang bersifat multi dimensi diantaranya dalam dimensi penyelenggaraan pemerintahan, tatanan sosial


(38)

budaya, lingkungan fisik serta dimensi politis. Di bidang penyelenggaraan pemerintahan, keberadaan lingkungan permukiman kumuh memberikan dampak citra ketidakberdayaan, ketidakmampuan dan bahkan ketidakpedulian pemerintah terhadap pengaturan pelayanan kebutuhan-kebutuhan hidup dan penghidupan warga kota maupun pendatang dan pelayanan untuk mendukung kegiatan sosial budaya, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, dan sebagainya.

Dampak terhadap tatanan sosial budaya kemasyarakatan adalah bahwa komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh yang secara ekonomi pada umumnya termasuk golongan masyarakat miskin dan berpenghasilan rendah, seringkali dianggap sebagai penyebab terjadinya degradasi kedisiplinan dan ketidaktertiban dalam berbagai tatanan sosial kemasyarakatan (Sri, 1988).

Di bidang lingkungan/hunian komunitas penghuni lingkungan permukiman kumuh sebagian besar pekerjaan mereka adalah tergolong sebagai pekerjaan sektor informal yang tidak memerlukan keahlian tertentu, misalnya sebagai buruh kasar/kuli bangunan, sehingga pada umumnya tingkat penghasilan mereka sangat terbatas dan tidak mampu menyisihkan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan permukiman sehingga mendorong terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang pada gilirannya memunculkan terjadinya permukiman kumuh.

Dampak negatif permukiman kumuh daerah terpinggirkan adalah: menjadi penyakit dari keindahan kota dan pemborosan sumber daya kota; sumber berbagai jenis penyakit epidemi; sumber penyakit psikis atau kejiwaan, seperti tidak suka


(39)

tinggal di rumah dan kerawanan sosial. Solusi penataannya membutuhkan peran semua pihak secara timbal balik, khususnya misi dinas terkait, LSM yang paham kompleksitas permasalahan permukiman kumuh, baik dari segi teknis-teknologis ataupun sosial-budaya, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat permukiman kumuh itu sendiri. Faktor-faktor kendala pelaksanaan program: kendala dari pihak penentu kebijaksanaan, dipecahkan dengan perbaikan mental dan pemahaman terhadap kebutuhan dari masyarakat miskin kota. Kendala dari masyarakat sasaran program dan alternatif yang harus dipecahkan, berupa: kepemilikan lahan, semangat menetap, kemiskinan, kepribadian dan sikap fatalistik kelompok sosial ini (Sulistyawati, 2007).

Keberadaan komunitas yang bermukim di lingkungan permukiman kumuh ini akan cenderung menjadi lahan subur bagi kepentingan politis tertentu yang dapat dijadikan sebagai alat negosiasi berbagai kepentingan. Fenomena ini apabila tidak diantisipasi secara lebih dini akan meningkatkan eskalasi permasalahan dan kinerja pelayanan kota. Upaya penanganan permukiman kumuh telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Permukiman, yang menyatakan bahwa “untuk mendukung terwujudnya lingkungan permukiman yang memenuhi persyarakatan keamanan, kesehatan, kenyamanan dan keandalan bangunan, suatu lingkungan permukiman yang tidak sesuai tata ruang, kepadatan bangunan sanggat tinggi, kualitas bangunan sangat rendah, prasaranan lingkungan tidak memenuhi syarat dan rawan, yang dapat membahayakan kehidupan dan penghidupan masyarakat penghuni, dapat ditetapkan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta yang


(40)

bersangkutan sebagai lingkungan permukiman kumuh yang tidak layak huni dan perlu diremajakan”.

Penanganan peremajaan lingkungan permukiman kumuh yang diatur dalam Inpres No. 5 Tahun 1990, tentang pedoman pelaksanaan peremajaan permukiman kumuh di atas tanah negara dinyatakan bahwa “Pertimbangan peremajaan permukirnan kumuh adalah dalam rangka mempercepat peningkatan mutu kehidupan masyarakat terutarna bagi golongan masyarakat berpenghasilan rendah yang bertempat tinggal di kawasan permukiman kumuh yang berada di atas tanah Negara”.

Hal ini disebabkan eksistensi permukiman kumuh tidak dapat dilepaskan dari ekosistim kota, dan justro merupakan potensi ketenagakerjaan yang menunjang tata perekonomian kota (Sri, 1988). Peremajaan permukiman kumuh dalam Inpres No. 5 Tahun 1990 tersebut adalah meliputi pembongkaran sebagian atau seluruh permukiman kumuh yang sebagian besar atau selurahnya berada di atas tanah negara dan kemudian di tempat yang sama dibangun prasarana dan fasilitas rumah susun serta bangunan-bangunan lain sesuai dengan rencana tata ruang kota yang bersangkutan (Koestoer, 1997). Untuk mempereepat pelaksanaan peremajaan permukiman kumuh tersebut, perlu didorong keikutsertaan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Yayasan dan Perusahaan Swasta serta masyarakat luas yang pelaksanaannya perlu dilakukan secara terkoordinasi dengan instansi-instansi terkait.


(41)

Selanjutnya kebijakan penanganan permukiman kumuh sesuai Surat Edaran Menpera No. 04/SE/M/I/93 Tahun 1993, dinyatakan bahwa perumahan dan permukiman kumuh adalah lingkungan hunian dan usaha yang tidak layak huni yang keadaannya tidak memenuhi persyaratan teknis, sosial, kesehatan, keselamatan dan kenyamanan serta tidak memenuhi persyaratan ekologis dan legal administratif yang penanganannya dilaksanakan melalui pola perbaikan/pemugaran, peremajaan maupun relokasi sesuai dengan tingkat/ kondisi permasalahan yang ada.

2.5. Pengelolaan Permukiman Kumuh

Kemiskinan merupakan salah satu penyebab timbulnya pemukiman kumuh di kawasan perkotaan. Pada dasarnya kemiskinan dapat ditanggulangi dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan, peningkatan lapangan pekerjaan dan pendapatan kelompok miskin serta peningkatan pelayanan dasar bagi kelompok miskin dan pengembangan institusi penanggulangan kemiskinan. Peningkatan pelayanan dasar ini dapat diwujudkan dengan peningkatan air bersih, sanitasi, penyediaan serta usaha perbaikan perumahan dan lingkungan pemukiman pada umumnya.

Adapun cara untuk mengatasi permukiman kumuh adalah :

1. Program perbaikan kampung, yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi kesehatan lingkungan dan sarana lingkungan yang ada.


(42)

2. Program uji coba peremajaan lingkungan kumuh, yang dilakukan dengan membongkar lingkungan kumuh dan perumahan kumuh yang ada serta menggantinya dengan rurnah susun yang memenuhi syarat.

2.5.1. Penataan Wilayah Permukiman Kumuh

Kegiatan penataan lingkungan kumuh ini menerapkan konsep dasar Tridaya yang meliputi aspek penyiapan masyarakat melalui pemberdayaan sosial kemasyarakatan, pendayagunaan prasarana dan sarana lingkungan permukiman serta pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi lokal/masyarakat.

Dalam penerapannya, kegiatan ini menggunakan pemberdayaan masyarakat sebagai inti gerakannya, dengan menempatkan komunitas permukiman sebagai pelaku utama pada setiap tahapan, langkah, dan proses kegiatan, yang berarti komunitas pemukim adalah pemilik kegiatan. Pelaku pembangunan di luar komunitas pemukim merupakan mitra kerja sekaligus sebagai pelaku pendukung yang berpartisipasi pada kegiatan komunitas pemukim.

Dengan demikian, strategi program ini menitikberatkan pada transformasi kapasitas manajemen dan teknis kepada komunitas melalui pembelajaran langsung (learning by doing) melalui proses fasilitasi berfungsinya manajemen komunitas. Penerapan strategi ini memungkinkan komunitas pemukim untuk mampu membuat rencana yang rasional, membuat keputusan, melaksanakan rencana dan keputusan


(43)

yang diambil, mengelola dan mempertanggungjawabkan hasil-hasil kegiatannya, serta mampu mengembangkan produk yang telah dihasilkan.

Melalui penerapan strategi ini diharapkan terjadi peningkatan secara bertahap kapasitas sumberdaya manusia dan pranata sosial komunitas pemukim, kualitas lingkungan permukiman, dan kapasitas ekonomi/usaha komunitas. Seluruh rangkaian kegiatan dalam pernberdayaan masyarakat dalam program penataan lingkungan kumuh ini memiliki pola dasar yang secara umum dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok besar kegiatan fasilitasi, yaitu pengorganisasian dan peningkatan kapasitas masyarakat, pelaksanaan pembangunan serta pengembangan kelembagaan komunitas Dalam rangka menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan, masyarakat yang terorganisasi memiliki peluang yang lebih besar dibandmgkan secara individual. Selain itu kemampuan masyarakat dalam mengidentifikasi kebutuhan dan potensinya, serta membuat rencana yang rasional juga menjadi persyaratan keberhasilan kegiatan.

Oleh karenanya, fasilitasi kepada komunitas dalam pengorganisasian dan peningkatan kapasitas masyarakat ini merupakan bagian dari konsep dasar khususnya dalam aspek penyiapan masyarakat dan aspek pemberdayaan kegiatan usaha ekonomi dalam satu kesatuan. Dalam mengaktualkan rencananya, komunitas perlu melakukan pengorganisasian peluang dan sumberdaya kunci yang ada. Dalam kaitannya dengan fasilitasi ini, pemerintah memberikan stimulan dana kepada komunitas untuk


(44)

merealisasikan rencananya terutama dalam penataan lingkungan permukiman kumuh, tanpa menutup kemungkinan adanya bantuan tidak mengikat dari pihak lain.

Selanjutnya fasilitasi terhadap komunitas dilakukan untuk pengelolaan hasil pembangunan yang telah dilaksanakannya. Rangkaian fasilitasi ini merupakan bagian dari konsep dasar Tridaya, khususnya dalam aspek pendayagunaan prasarana dan sarana lingkungan dan aspek penyiapan masyarakat dalam satu kesatuan.

Pengembangan lembaga komunitas merapakan fasilitasi tahap akhir. Dalam rangkaian kegiatannya, fasilitasi ini mengarah kepada pembuatan aturan main lembaga komunitas, formalisasi lembaga komunitas dalam rangka peningkatan kapasitas manajemen dan teknis kepada komunitas maupun lembaga. komunitas, pembentukan jaringan kerja dengan komunitas lain, pemanfaatan akses sumber daya kunci pembangunan dalam rangka kemitraan, dan pembukaan akses terhadap pengabil kebijakan. Rangkaian fasilitas ini merupakan bentuk utuh dari penerapan konsep dasar Tridaya.

Secara ringkas penataan wilayah untuk pengananan masalah permukiman kumuh tersebut adalah:

1) Menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama dalam penataan lingkungan permukiman kumuh.

2) Mendorong usaha produktif masyarakat melami perkuatan jarmgan kerja dengan mitra swasta dan dunia usaha.


(45)

3) Mencari pemecahan terbaik dalam penentuan kelayakan penataan lingkungan permukiman kumuh.

4) Melaksanakan penegakkan dan perlindungan hukum kepada masyarakat yang tinggal di lingkungan permukiman kumuh.

5) Melakukan pemberdayaan kepada para pelaku untuk mencegah terjadinya permasalahan sosial.

6) Menerapkan budaya bersih dan tertib di lingkungan perumahan dan permukiman. Akhirnya, apabila upaya penataan pennukiman kumuh dapat dilaksanakan maka hasil yang dapat diharapkan adalah meningkatnya pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan baru, meningkakan kualitas rumah tinggal bahkan dapat memudahkan perolehan jasa-jasa dari penduduk yang tersedia, meningkatkan kesehatan lingkungan, hal ini dapat berakibat meningkatnya hasrat penduduk untuk berpartisipasi dalam pembangunan dan bahkan dapat meningkatkan nilai tanah yang ada.

2.5.2 Kualitas Lingkungan Permukiman yang Ideal

Sumunar (2000) berhasil mengklasifikasi lingkungan permukiman di Kota

Yogyakarta dalam tiga kelas, yakni pertama kelas permukiman dengan kualitas baik, kedua kelas permukiman dengan kualitas sedang, dan ketiga kelas permukiman

dengan kualitas buruk. Lebih lanjut ia menyatakan kondisi sosial ekonomi penghuni berpengaruh terhadap kualitas lingkungan permukiman. Variabel-variabel kondisi


(46)

sosial ekonomi seperti tahun sukses pendidikan, penghasilan dan besarnya rumah tangga, menunjukkan adanya korelasi dengan kondisi kualitas lingkungan permukiman. Lingkungan permukiman dengan kualitas buruk terutama terdapat di daerah pusat Kota Yogyakarta, sepanjang sungai dan di sekitar jalur kereta api. Biasanya permukiman ini dihuni oleh para penglaju atau commuter yang setiap waktu tertentu pulang kampung.

Hasil penelitian Sumunar (2000) sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Marwasta (2001). Marwasta (2001) menyatakan penambahan agihan permukiman kumuh di Kota Yogyakarta umumnya terjadi pada lahan permukiman di sekitar badan sungai, yakni Sungai Winongo, Sungai Code dan Sungai Gajahwong, meskipun terdapat juga agihan yang berasosiasi dengan jalur rel kereta api dalam luasan yang relatif kecil. Penelitian Marwasta (2001) juga menunjukan proses perkembangan permukiman kumuh di Kota Yogyakarta cenderung berlangsung lambat dan terus menerus. Proses perkembangan permukiman kumuh ini lebih didominasi oleh proses pemadatan bangunan rumah dan proses penuaan bangunan rumah mukim, yang keduanya merupakan penyebab terjadinya deteorisasi Iigkungan permukiman.

Penelitian lain tentang kualitas lingkungan permukiman dilakukan oleh Yusuf (2005). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa satuan lingkungan permukiman kepadatan rapat tidak teratur cenderung memiliki kualitas lingkungan permukiman jelek, sedangkan satuan lingkungan permukiman kepadatan jarang teratur memiliki


(47)

kualitas lingkungan permukiman baik. Keadaan ini membuktikan bahwa faktor kepadatan dan keteraturan bangunan berpengaruh terhadap kualitas lingkungan permukiman.

Permukiman dapat berfungsi sebagaimana mestinya bila memiliki kelengkapan dasar fisik Iingkungan berupa prasarana lingkungan (Pasal 1 Butir 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992). Dalam bagian penjelasan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman, sarana dasar yang utama bagi berfungsinya suatu lingkungan permukiman ialah: 1) jaringan jalan untuk mobilitas manusia dan angkutan barang, mencegah perambatan kebakaran serta untuk menciptakan ruang dan bangunan yang teratur; 2) jaringan saluran pembuangan air limbah dan tempat pembuangan sampan untuk kesehatan lingkungan; dan Ketiga jaringan saluran air hujan untuk pengalusan (drainase) dan pencegahan banjir setempat. Dalam keadaan tidak terdapat air tanah sebagai sumber air bersih, jaringan air bersih merupakan sarana dasar.

Selain prasarana lingkungan, permukiman juga memerlukan sarana lingkungan. Sarana lingkungan diperlukan sebagai fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya (Pasal 1 Butir 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992). Fasilitas penunjang dapat meliputi aspek ekonomi yang antara lain berapa bangunan perniagaan atau perbelajaran yang tidak mencemari lingkungan, sedangkan fasilitas penunjang yang meliputi aspek sosial budaya, antara lain berapa bangunan pelayanan urnum dan


(48)

pemerintahan, pendidikan dan kesehatan, peribadatan, rekreasi dan olah raga, pemakaman, dan pertamanan.

Permukiman juga memerlukan utilitas umum sebagai sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan (Pasal 1 Butir 7 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992). Utilitas umum meliputi antara lain jaringan air bersih, jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan transportasi, dan pemadam kebakaran. Utilitas umum membutuhkan pengelolaan secara berkelanjutan dan profesional oleh badan usaha agar dapat memberikan pelayanan yang memadai kepada masyarakat.


(49)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Dusun Sono, Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten Batubara terletak (± 0-50 meter) diatas permukaan laut. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) disebabkan perlunya penataan permukiman kumuh di Dusun Sono, Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara.

Waktu penelitian bulan Januari 2011 sampai Maret 2011.

3.2Rancangan Penelitian 3.2.1. Jenis Penelitian

Penelitian deskriptif dilakukan untuk mengetahui kondisi lingkungan permukiman kumuh dan kondisi sosial ekonomi & budaya masyarakat di Dusun Sono Desa Lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara.

3.2.2. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data kondisi lingkungan permukiman kumuh dilakukan dengan metode pengumpulan data primer.


(50)

Pengumpulan data kondisi sosial ekonomi & budaya masyarakat permukiman kumuh menggunakan metode pengumpulan data primer dan pengumpulan data aktif dengan wawancara langsung kepada responden.

3.2.3. Teknik Penentuan Sampel

Sampel penelitian untuk mengetahui kondisi lingkungan permukiman kumuh yakni masyarakat yang tinggal di Dusun Sono Desa Lalang, Kabupaten Medang Deras, Kabupaten Batubara.

Sampel penelitian untuk keadaan sosial ekonomi & budaya masyarakat permukiman kumuh diambil dengan cara memilih 50 orang informan dari 70 orang kepala keluarga di Dusun Sono Desa Lalang. Jumlah sampel sebanyak 71% dari jumlah masyarakat yang menghuni permukiman kumuh dan dipilih secara acak (random sampling).

3.2.4. Analisis Data

Analisis yang digunakan untuk mengetahui kondisi lingkungan dan pengaruh kondisi sosial ekonomi masyarakat permukiman kumuh yakni Uji Validitas Kuisioner. Tahapan kegiatan Uji Kuisioner meliputi:

1) Pengukuran respon subyek ke dalam 4 poin skala dengan interval yang sama. Tipe data yang digunakan adalah tipe Interval Skala Likert (Likert Scale).Selanjutnya data responden yang telah diklasifikasikan dalam skala likert, dihitunga frekuensi untuk tiap variable.


(51)

2) Interpretasi hasil. Pengukuran interpretasi hasil penelitian menggunakan uji validitas isi (content validity) dilakukan berdasarkan nilai interval Skala Likert untuk menunjukkan tingkat besaran item-item dari instrument yang mewakili konsep yang diukur. Jika instrumen yang digunakan mencakup topik yang didefinisikan sebagai dimensi dan elemen yang relevan menggambarkan konsepnya, maka dapat dikatakan bahwa instrument tersebut memiliki validitas isi yang baik.


(52)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian Kabupaten Batubara

4.1.1 Letak Geografis dan Batas

Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu Kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang baru terbentuk pada Tahun 2007 dengan letak astronomis 2003’00’’-3026’00’’ LU dan 99.001-100.000 BT, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan. Kabupaten Batu Bara berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang mempunyai batas-batas administratif Kabupaten Batu Bara antara lain:

a. Utara : Kabupaten Serdang Bedagai b. Selatan : Kabupaten Asahan

c. Barat : Kabupaten Simalungun d. Timur : Selat Malaka

(Batubara Dalam Angka, 2009).

4.1.2. Keadaan Fisik

Kabupaten Batu Bara merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang baru terbentuk pada tahun 2007, yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Asahan. Batu Bara berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang berbatasan dengan Selat Malaka. Kabupaten Batu Bara memiliki luas wilayah 90.496


(53)

Ha yang terdiri dari 7 Kecamatan serta 93 desa dan 7 kelurahan yang terdiri dari 1 desa swadaya mula, 25 desa swakarya mula, 6 swakarya madya, 62 desa swasembada mula dan 6 desa swasembada madya yang seluruhnya telah definitif. Dari 100 kepala desa atau lurah, 9 diantaranya dikepalai oleh perempuan atau sekitar 9 %.

Kabupaten Batubara dibagi menjadi 7 Kecamatan sebagai berikut:

1. Kecamatan Sei Balai 2. Kecamatan Tanjung Tiram 3. Kecamatan Talawi

4. Kecamatan Lima Puluh 5. Kecamatan Air Putih 6. Kecamatan Sei Suka 7. Kecamatan Medang Deras

Berdasarkan luas daerah menurut kecamatan, Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batu Bara merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah mencapai 239.55 km² atau 26.47 % dari luas total Kabupaten Batu Bara. Sedangkan Kecamatan Medang Deras merupakan wilayah terkecil dengan luas 65.47 km² atau 7.23% dari luas total Kabupaten Batu Bara (Batubara Dalam Angka, 2009).


(54)

4.1.3. Topografi Kabupaten Batubara

Kabupaten Batu Bara terletak 0-50 meter dpl dengan prosentase kemiringan yakni:

a. 0 – 7 m = 28,56 % b. 7 – 25 m = 22,69 % c. 25 – 100 m = 23,60 % d. 100 – 500 m = 15,89 % e. 500 – 1 000 m = 4,27 %

4.2 Deskripsi Daerah Penelitian Kecamatan Medang Deras

4.2.1 Keadaan Fisik

Kecamatan Medang Deras merupakan bagian Kabupaten Batubara. Deskripsi daerah penelitian Kecamatan Medang Deras adalah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara : Selat Malaka b. Sebelah Timur : Selat Malaka

c. Sebelah Selatan : Kecamatan Sei Suka

d. Sebelah Barat : Kabupaten Serdang Bedagai (Batubara Dalam Angka, 2009).


(55)

4.2.2 Iklim

Seperti umumnya daerah-daerah lainnya yang berada di kawasan Sumatera Utara, Kabupaten Batu Bara termasuk daerah yang beriklim tropis dan memiliki dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan. Menurut catatan Pos Pengukuran Perkebunan Sei Bejangkar, pada Tahun 2008 terdapat 95 hari hujan dengan volume curah hujan sebanyak 1.736 mm. Curah hujan terbesar terjadi pada bulan Nopember yaitu 233 mm dengan hari hujan sebanyak 12 hari. Sedangkan curah hujan paling kecil terjadi pada bulan Pebruari sebesar 18 mm dengan hari hujan 2 hari. Rata-rata curah hujan tahun 2008 mencapai 144,67 mm/bulan.

4.2.3. Penduduk dan Tenaga Kerja

Jumlah penduduk Batu Bara keadaan Bulan Juni Tahun 2008 diperkirakan sebesar 380.570 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 421 jiwa per km2. Sebagian besar penduduk bertempat tinggal di daerah pedesaan yaitu sebesar 77.11 % dan sisanya 22.89 % tinggal di daerah perkotaan. Jumlah rumah tangga sebanyak 85.364 rumah tangga dan setiap rumah tangga rata-rata dihuni oleh sekitar 4.5 jiwa, laju pertumbuhan penduduk dari Tahun 2008 sebesar 1.80 %. Keadaan perkembangan dan kepadatan penduduk Tahun 1997-2008 dapat dilihat pada tabel berikut:


(56)

Tabel 1. Perkembangan dan Kepadatan Penduduk 1997-2008

Tahun Penduduk Pertumbuhan

Kepadatan Populasi

{1} {2} {3} {4}

1998 926.884 0.42 200

1999 931.807 0.53 201

2000 935.855 0.87 202

2001 943.886 0.57 204

2002 961.444 1.08 207

2003 990.230 2.01 214

2004 1.009.856 1.92 218

2005 1.024.369 1.82 222

2006 1.038.554 1.75 225

2007 373.836 1.66 413

2008 380.570 1.80 41

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Asahan, Batubara Dalam Angka, 2009

Bila dilihat per Kecamatan maka, Kecamatan Lima Puluh merupakan Kecamatan dengan jumlah penduduk terbesar dengan tingkat persebaran penduduk sebesar 22.85% sedangkan Kecamatan Sei Balai adalah yang tekecil yaitu 7.63%. Untuk Kecamatan terpadat urutan pertama adalah Kecamatan Medang Deras dengan kepadatan mencapai 705 jiwa per km2 disusul dan yang terjarang adalah Kecamatan Sei Suka mencapai 311 jiwa per km2.


(57)

Penduduk Kabupaten Batubara yang menganut agama Islam pada Tahun 2008 sebesar 85.37%, Katolik sebesar 2.27%, Protestan sebesar 11.59%, Budha sebesar 0.74% dan Hindu sebesar 0.04%. Untuk suku bangsa yang terbanyak adalah Jawa sebesar 39.34%, kedua suku Melayu sebesar 37.99% dan urutan ketiga adalah suku Batak sebesar 18.44% sedangkan sisanya adalah suku Minang, Banjar, Aceh dan lainnya.

Jumlah pencari kerja yang terdaftar pada Tahun 2008 sebanyak 524 orang yang terdiri dari 128 pencari kerja laki-laki dan sisanya 396 adalah pekerja perempuan dan semuanya sudah ditempatkan (Batubara Dalam Angka, 2009).

4.2.4. Pendidikan

Penyediaan sarana fisik pendidikan dan jumlah tenaga guru yang memadai merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi sekolah dan kualitas pendidikan masyarakat. Pada Tahun 2008 di Kabupaten Batubara terdapat 16 buah Taman Kanak-kanak dengan jumlah murid 1.410 orang dan guru sebanyak 97 orang.

Sementara itu untuk tingkat Sekolah Dasar terdapat 239 sekolah dengan jumlah murid dan guru masing-masing 52.381 orang dan 2.383 orang. Untuk tingkat Lanjutan Pertama (SLTP) terdapat 50 sekolah, 14.930 orang murid dan 1.019 orang guru. Untuk SLTA umum terdapat 19 sekolah dengan jumlah murid 6.681 orang dan guru 436 orang, untuk SLTA kejuruan terdapat 10 sekolah, 234 orang guru dan 3.719


(58)

orang murid. Jumlah sekolah menurut jenis dan status sekolah (Batubara Dalam Angka, 2009).

Hasil wawancara dengan Kepala Sekolah tentang kondisi sekolah yang ada di Desa Long Uro, tidak ada perubahan sejak dulu hanya satu sekolah dasar. Sedangkan kondisi bangunannya berkurang. Adapun proyek rehabilitasi yang masuk, hanya menambal bukan diganti bahannya. Untuk alat dan buku, menurut Kepala Sekolah, ada peningkatan dengan adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah. Jumlah staf pengajar ada penambahan dan honor guru juga ada peningkatan.

Selain itu tingkat pendidikan guru menurut Kepala Sekolah, belum ada peningkatan, tapi dari diskusi informal dengan guru lain terjawab bahwa mereka ada yang mengikuti kuliah di Universitas Terbuka dengan bantuan biaya dari pemerintah daerah. Keaktifan guru dikatakan oleh Kepala Sekolah, menurun. Namun persentase kelulusan meningkat. Jumlah orang yang bisa baca tulis juga ada peningkatan.

Menurut Kepala Sekolah, masih ada juga anak sekolah yang meninggalkan sekolah dengan alasan ikut orang tua ke ladang namun jumlahnya berkurang. Mengenai anak yang putus sekolah dalam tahun terakhir ada dua orang tapi alasannya masih umum karena masalah ekonomi.


(59)

4.2.5. Kesehatan

Kesehatan merupakan salah satu hal terpenting dalam kehidupan manusia. Dengan tersedianya sarana dan prasarana kesehatan yang memadai sangat membantu dalam upaya meningkatkan kesehatan masyarakat sekaligus meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Di Kabupaten Batubara hanya terdapat satu buah Rumah Sakit milik swasta yaitu milik PT. Inalum di Kecamatan Sei Suka. Sedangkan Puskesmas yang ada berjumlah 9 buah juga terdapat Puskesmas Pembantu dan Posyandu masing-masing berjumlah 64 dan 496 buah semuanya tersebar di tiap Kecamatan. Sedangkan jumlah klinik mencapai 145 unit.

Fasilitas kesehatan yang ada di Desa Long Uro adalah Puskesmas Pembantu dan baru dibangun tahun 2000. Sumber dana untuk operasional selama ini diberikan oleh Pemerintah Kabupaten. Keterjangkauan terhadap perawatan kesehatan telah berubah selama 5 tahun terakhir. Jumlah fasilitas kesehatan menurut hasil wawancara bertambah karena dulu kalau mau berobat harus ke Long Ampung atau Long Nawang. Namun jumlah staf masih kurang, juga mengenai alat dan ketersediaan obat masih diharapkan ada penambahan oleh pemerintah. Kalau gaji/honor staf kesehatan dikatakan sama saja belum ada perubahan.

Tenaga Medis yang tersedia di Kabupaten Batubara baik negeri maupun swasta ada 24 orang dokter umum, 8 orang dokter gigi dan tidak ada dokter spesialis. Sementara itu tenaga medis pemerintah lainnya seperti bidan ada 133 orang, perawat dan pembantu perawat ada 94 orang, juga terdapat 21 orang bidan swasta dan 101


(60)

perawat swasta (Data Tahun 2006). Keadaan penyebaran penyakit di Kabupaten Batubara Tahun 2008 dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2. Sepuluh Penyakit Terbesar di Kabupaten Batubara Tahun 2008

Jenis Penyakit Jumlah Kasus

(1) (2)

1. Infeksi akut lain pada saluran

pernafasan bagian atas 14.167

2. Rematik 5.996

3. Penyakit tekanan darah tinggi 5.328 4. Penyakit kulit infeksi 4.52

5. Diare 3.959

6. Gastritis 3.312

7. Penyakit gigi dan mulut 3.215

8. Demam tinggi 2.448

9. Penyakit kulit alergi 2.041

10. Asma 1.998

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Batubara, Batubara Dalam Angka, 2009

4.2.6. Perikanan

Produksi ikan laut di Batubara pada Tahun 2008 sebesar 17.800 ton sedangkan produksi ikan darat sebesar 401 ton. Produksi terbesar dihasilkan oleh Kecamatan Tanjung Tiram yaitu sebesar 10.866 ton disusul Kecamatan Medang Deras dengan produksi sebesar 7.111 ton. Jumlah nelayan di Kabupaten Batubara


(61)

Tahun 2008 adalah 15.538 orang yang terdiri dari 10.989 orang nelayan penuh, 3.128 orang nelayan sambilan utama dan 1.421 orang nelayan sambilan tambahan.

Jumlah rumah tangga budidaya perikanan darat ada sebanyak 709 rumah tangga, terdiri dari 553 rumah tangga petambak dan 156 rumah tangga budidaya kolam. Jumlah alat penangkap ikan menurut jenis yang terdapat di Kecamatan Medang Deras yaitu menggunakan alat jenis sero sebesar 10, jenis pancing rawai hanyut 8, jenis pancing rawai tetap 7, jenis insang hanyut 140, jenis bubu 20 dan alat pengumpul kerang sebanyak 40 (Batubara Dalam Angka, 2009).

4.2.7. Listrik

Kebutuhan listrik penduduk Kabupaten Batubara sebagian besar dipasok oleh PLN Ranting Tanjung Tiram. Pada tahun 2008 pada PLN Ranting Tanjung Tiram terdapat 45.288 pelanggan. Sedangkan untuk penjualan listriknya sebesar 24,01 miliar rupiah. Karena sulit untuk memisahkan data, pada cabang Tanjung Tiram mencakup sebagian data daerah Kabupaten Simalungun.

4.2.8. Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran dari hasil pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan rangkuman laju pertumbuhan dari berbagai sektor ekonomi yang menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Untuk melihat fluktuasi pertumbuhan ekonomi tersebut secara riil dari tahun ke tahun, disajikan melalui


(62)

PDRB atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha secara berkala. Pertumbuhan yang positif menunjukkan adanya peningkatan perekonomian, sebaliknya apabila negatif menunjukkan terjadinya penurunan.

Masyarakat Kabupten Batu Bara sebahagian besar memiliki mata pencaharian antara lain nelayan, petani, PNS (Pegawai Negeri Sipil), Pekerja Pabrik. Produk yang dihasilkan juga merupakan komoditi ekspor melalui pelabuhan yang ada di Kabupaten Batu Bara, selain itu juga Kabupaten Batu Bara memiliki pelabuhan yang dikelola oleh pihak swasta yaitu Pelabuhan Kuala Tanjung (PT. Inalum), Pelabuhan PT. Multimas Nabati, Pelabuhan PT. Domba Mas dan Pelabuhan penumpang di Tanjung Tiram (Rute Prt Klang – Tanjung Tiram).

Struktur ekonomi suatu daerah sangat ditentukan oleh besarnya peranan sektor-sektor ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Struktur yang terbentuk dari nilai tambah yang diciptakan oleh masing-masing sektor menggambarkan ketergantungan suatu daerah terhadap kemampuan berproduksi dari masing - masing sektor. Struktur perekonomian Kabupaten Batu Bara didominasi oleh sektor industri pengolahan. Hal ini berkaitan dengan adanya perusahaan pengolahan biji aluminium, serta pengolahan hasil-hasil perkebunan seperti pengolahan minyak kelapa sawit dan karet (Crumb Rubber).

Konstribusi persektor terhadap total nilai PDRB Kabupaten Batu Bara berturut-turut sebagai berikut: industri pengolahan; pertanian; perdagangan, hotel dan restoran; jasa-jasa; bangunan; pengangkutan dan komunikasi; keuangan, persewaan


(63)

dan jasa perusahaan; listrik, gas dan air minum serta penggalian (Batubara dalam Angka, 2009).

4.2.9. Pemerintahan

Pemerintah Kabupaten Batu Bara telah mengupayakan pemberdayaan potensi daerah dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia untuk meningkatkan produksi dan produktifitasnya, dengan melaksanakan pembangunan dan merehabilitasi sarana dan prasarana pada segala sektor pembangunan seperti jalan dan jembatan, sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana pemukiman, sarana pelayanan masyarakat dan sarana pada sektor lainnya guna mewujudkan visi dan misi Pemerintah Kabupaten Batu Bara yaitu: “Sejahtera Berjaya”.

Kabupaten Batu Bara yang terletak di Sebelah Timur Pulau Sumatera, mempunyai jarak tempuh + 100 Km dari Kota Medan Ibu Kota Provinsi Sumatera Utara, memiliki satu kawasan strategis untuk dijadikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang terletak di Dua Kecamatan yaitu Sei Suka dengan luas wilayah 17.147 Ha dan Kecamatan Medang Deras dengan luas wilayah 6.547 Ha sehingga jumlah luas wilayah kedua kecamatan yang terletak di kawasan strategis tersebut adalah 23.694 Ha, dan lahan yang dapat dimanfaatkan sebagai Kawasa Ekonomi Khusus (KEK) adalah seluas ± 1000 Ha, disebabkan di daerah tersebut telah berdiri perusahaan–perusahaan industri berskala besar seperti PT. Inalum, PT. Multi Mas Nabati, PT. Domba Mas dan masing-masing perusahaan tersebut telah memiliki pelabuhan khusus yang dapat digunakan untuk eksport/import hasil-hasil produknya.


(64)

Disamping perusahaan-perusahaan yang sudah eksis beroperasional ada juga perusahaan-perusahaan yang sedang melakukan pembangunan di Kawasan strategis tersebut, antara lain: PT. Citra Raya Perkasa Abadi bergerak di bidang Pengolahan Aspal, PT. Gunung Pantasa Barisan bergerak di bidang Pengolahan Semen dan PT. Ranyza energi bergerak di bidang Pembangkit Listrik Tenaga Uap, sementara yang sudah mengajukan permohonan untuk mendirikan perusahaan di kawasan strategis tersebut sudah ada beberapa perusahaan, antara lain: Japan Cilicon Ltd, Kawashima Group, Sungai Lang Marine and Supply Sdn. Bhn. Bhd dan Sungai Pulai Construction and Trading (Batubara dalam Angka, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa, bantuan pemerintah Kabupaten Batubara masih tergolong minim dalam hal fasilitas kesehatan. Sedangkan pihak swasta/perusahan penanam modal asing (PMA) telah memberikan bantuan dalam bentuk pengobatan gratis sekali dalam 1 tahun dan pelaksanaannya hanya 1 hari di Dusun Sono, Desa Lalang, Kabupaten Batubara. Pemberian bantuan fasilitas kesehatan oleh pihak swasta merupakan penyaluran dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungan di sekitar perusahaan yang dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR) yang harus diberikan oleh setiap perusahaan setiap tahun kepada masyarakat sekitar.


(65)

4.3 Deskripsi Daerah Penelitian Dusun Sono Desa, Kecamatan Medang, Deras Kabupaten Batubara

Dusun Sono Desa Lalang termasuk di dalam wilayah Kecamatan Medang Deras. Jarak dari Dusun Sono ke Kecamatan Medang Deras sekitar 20 menit dengan alat transportasi angkutan umum. Desa ini terletak di pinggiran Sungai Padang. Pada umumnya mata pencaharian masyarakat Dusun Sono adalah nelayan sebesar 80%, bertani padi sebesar 15% dan pegawai sebesar 5%. Luas Desa Lalang sebesar 697 Ha.

Dari 50 orang Kepala Keluarga yang diwawancarai, hampir seluruhnya tergolong usia produktif.

4.3.1. Fasilitas Kesehatan Permukiman Kumuh

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, penyakit Malaria, diare dan TBC merupakan penyakit umum yang diderita oleh masyarakat permukiman kumuh di lokasi penelitian, dan perkembangan penyakit ini berfluktuasi dari hari-ke hari. Hal ini disebabkan karena kurangnya kebersihan di sekitar areal permukiman, sehingga penyakit dapat menyebar secara luas di tempat yang kotor. Penyakit malaria dan diare umumnya menyerang anak-anak, sedangkan penyakit TBC umumnya menyerang orang dewasa/lanjut usia.

Perkembangan penyakit tersebut dapat disebabkan karena keterbatasan sulitnya mendapatkan air bersih oleh warga, minimnya fasilitas MCK warga permukiman kumuh di lokasi penelitian. Berdasarkan hasil penelitian kondisi


(66)

fasilitas posyandu yang ada di Dusun Sono, Desa Lalang masih sangat minim terbukti karena hanya ada tempat posyandu namun, staf, obat-obatan dan fasilitas lainnya tidak tersedia, posyandu ini aktif hanya pada saat ada bantuan dari pihak pemerintah dan swasta dalam hal pengobatan gratis untuk warga permukiman kumuh.

4.3.2. Listrik Penduduk Permukiman Kumuh

Penduduk memperoleh listrik kampung sebanyak 37 orang, listrik kelompok sebanyak 5 orang, listrik milik pribadi sebanyak 6 orang dan listrik yang berasal dari PLN sebesar 2 orang. Berdasarkan hasil penelitian listrik PLN semakin sulit dijangkau oleh masyarakat, hal ini dapat disebabkan oleh rendahnya tingkat pendapatan masyarakat permukiman kumuh di dusun sono, desa lalang, Kecamatan Medang Deras, Kabupaten Batubara.

4.3.3. Perekonomian Masyarakat Permukiman Kumuh

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, sekitar 40% warga masyarakat tidak mengalami perubahan perekonomian, sekitar 26% masyarakat menyatakan bahwa perekonomiannya semakin membaik dan 34% masyarakat mengalami penurunan perekonomian dalam kurun waktu 5 tahun terakhir. Dari hasil survei diperoleh bahwa pendapatan penduduk rata-rata berkisar antara Rp. 500.000 – Rp. 1.000.000,- per bulan.

Namun berdasarkan hasil penelitian kondisi kesehatan masyarakat di Dusun Sono, Desa Lalang, banyak masyarakat yang masih terserang penyakit malaria, TBC,


(67)

dan diare. Berdasarkan hal tersebut diperoleh bahwa penyaluran CSR oleh pihak swasta dinilai kurang efektif untuk daerah permukiman kumuh di lokasi penelitian.

4.3.4. Bantuan Pemerintah Terhadap Pembangunan di Dusun Sono, Desa Lalang

Berdasarkan hasil kuisioner kepada masyarakat, dalam kurun waktu selama 5 tahun terakhir, pemerintah Kabupaten Medang Deras dinilai tidak ada memberikan bantuan ke masyarakat dalam bentuk apapun. Sedangkan bantuan fasilitas pengobatan gratis selama 2 kali dalam satu tahun diberikan oleh perusahaan swasta seperti PT. Inalum, PT. Domba Mas dan PT. Multi Nabati Asahan.

4.3.5. Kondisi Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Permukiman Kumuh

Berdasarkan hasil penelitian kondisi sosial ekonomi masyarakat yang berada dikawasan pemukiman kumuh antara lain mencakup tingkat pendapatan rendah, norma sosial yang longgar, budaya kemiskinan yang mewarnai kehidupannya yang antara lain tampak dari sikap dan perilaku yang apatis. Kondisi tersebut sering juga mengakibatkan kondisi kesehatan yang buruk, sumber pencemaran, sumber penyebaran penyakit dan perilaku menyimpang, yang berdampak pada kehidupan kota keseluruhannya.

Oleh karena itu kawasan pemukiman kumuh dianggap sebagai penyakit kota yang harus diatasi. Pertumbuhan penduduk merupakan faktor utama yang mendorong pertumbuhan permukiman, sedang kondisi sosial ekonomi masyarakat dan


(68)

kemampuan pengelola kota akan menentukan kualitas pemukiman yang terwujud. Permukiman kumuh adalah produk pertumbuhan penduduk kemiskinan dan kurangnya pemerintah dalam mengendalikan pertumbuhan dan menyediakan pelayanan kota yang memadai.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, terdapat beberapa konflik sosial antar keluarga yang terjadi di masyarakat permukiman kumuh, dan konflik tersebut disebabkan karena pengaruh faktor ekonomi sehingga warga permukiman kumuh sulit untuk mendapat kesejahteraan dalam hal ekonomi keluarga. Banyak anak yang mengalami putus sekolah karena keterbatasan ekonomi dan anak tersebut harus bekerja untuk membantu perekonomian keluarga mereka masing-masing.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa, kerjasama masyarakat dalam hal gotong-royong di lading dan acara adat mengalami penurunan selama 5 tahun terakhir. Hal ini merupakan dampak kompleks yang terjadi karena situasi kemiskinan yang dialami masyarakat permukiman kumuh.

4.3.6. Penataan Permukiman Kumuh

Solusi penataan permukiman kumuh membutuhkan peran semua pihak secara timbal balik, khususnya misi dinas terkait, LSM yang paham kompleksitas permasalahan permukiman kumuh, baik dari segi teknis-teknologis ataupun sosial-budaya, dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat permukiman kumuh itu sendiri. Faktor-faktor kendala pelaksanaan program: kendala dari pihak penentu kebijaksanaan, dipecahkan dengan perbaikan mental dan pemahaman terhadap


(69)

kebutuhan dari masyarakat miskin kota. Kendala dari masyarakat sasaran program dan alternatif yang harus dipecahkan, berupa perbaikan ekonomi, pelayanan kesehatan bagi masyarakat permukiman kumuh di Dusun Sono, Desa Lalang, kemiskinan, kepribadian dan sikap fatalistik kelompok sosial ini, hal ini sesuai dengan literatur yang dikemukakan oleh Sulistyawati (2007).


(70)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari berbagai masalah yang terjadi pada permukiman kumuh di Dusun Sono, Desa Lalang, Kabupaten Batubara, sejak lima tahun terakhir yaitu bahwa hanya dua faktor yang bisa dientaskan yaitu masalah ekonomi dan kesehatan. Penanganan pemukiman kumuh tersebut merupakan program pemerintah yang membutuhkan kerjasama antara pemerintah tingkat pusat, Kabupaten dan pihak swasta di Kabupaten Batubara. Pemerintah Kabupaten hanya sebagai pelaksana, atau paling jauh menanggapi prakarsa pemerintah pusat dan pihak swasta/LSM. Namun bila kedua masalah tersebut tidak dientaskan, maka akan dapat terjadi penurunan kualitas hidup masyarakat permukiman kumuh, meningkatnya wabah penyakit menular di daerah tersebut, dan dampak yang lebih jauh, maka kualitas sumber daya manusia di permukiman kumuh akan mengalami penurunan pada tingkat pendidikan.

Harusnya permukiman kumuh di Desa Lalang, harus dilakukan penataan bentuk bangunan penduduk agar terlihat lebih rapi. Perumahan penduduk harus dilengkapi dengan listrik yang memadai di setiap rumah sehingga penduduk permukiman kumuh dapat penerangan/lampu. Penyaluran CSR harusnya dilakukan melalui berbagai bentuk tindakan yaitu; menyalurkan air bersih melalui pembuatan sumur bor di lokasi permukiman kumuh sehingga kesehatan penduduk dapat lebih sejahtera dan terhindar dari berbagai penyakit malaria, diare, TBC dan beberapa


(71)

penyakit kronis lainnya, pemberian beasiswa bagi anak yang putus sekolah agar dapat memperoleh pendidikan sehingga sumber daya masyarakat permukiman kumuh dapat meningkat dengan demikian juga akan meningkatkan kualitas hidup masyarakat permukiman kumuh tersebut di masa depan. Penyaluran CSR ini tidak dapat terlaksana bila tidak didukung oleh pemerintah Kabupaten Batubara selaku pengambil keputusan dalam pembangunan bersama dengan seluruh perusahaan yang ada di seputaran desa lalang Dusun Sono untuk membangun rumah penduduk dan menata permukiman dengan tertib dan teratur serta PERBUP (Peraturan Bupati) dalam membangun perumahan di Dusun Sono harus dilaksanakan tegas oleh Pemkab Batubara.

Oleh sebab itu maka, untuk mencapai tujuan dalam mensejahterakan masyarakat permukiman kumuh maka permukiman kumuh tersebut harus ditata sebaik-baiknya berdasarkan beberapa faktor dari hasil penelitian ini. Penulis mengharapkan agar pemerintah Kabupaten Batubara dapat menindaklanjuti hasil penelitian ini sehingga terwujud pembangunan dan penataan permukiman kumuh yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.

5.2 Saran

Permasalahan yang terjadi di lapangan ternyata cukup kompleks. Banyak hal-hal yang mempengaruhi timbul dan prosesnya kawasan menjadi suatu permukiman kumuh dengan berbagai macam karakteristik persoalan. Berbagai usaha telah


(72)

dilakukan pemerintah dalam menangani hal ini namun masih banyak kita jumpai kawasan kawasan kumuh seperti ini di Dusun Sono, Desa Lalang, saat ini.

1. Aspek Lokasi.

Melihat kondisi permukiman kumuh yang ada suatu tempat akan berbeda pula karakteristik permasalahannya dengan di tempat lainnya. Ini dapat disebabkan oleh banyak hal yang cukup kompleks. Dari hasil kajian yang telah ada sebelumnya, beberapa karekter fisik yang muncul pada kawasan permukiman kumuh ini antara lain adalah adanya kerawanan terhadap kemiskinan.

2. Aspek Bangunan.

Penataan pembangunan permukiman di Dusun Sono, Desa Lalang, Kabupaten Batubara yakni:

a. Menyiapkan hidran air dan MCK yang memadai sehingga dapat dimanfaatkan untuk keamanan lingkungan. Dengan padatnya bangunan, resiko kebakaran sangat tinggi maka akan sulit pemadaman kebakaran untuk menjangkau kawasan kumuh ini, sehingga perlu sumber air yang siap dimanfaatkan setiap saat.

b. Pemberlakuan peraturan secara lebih ketat pada daerah yang sudah dilakukan perencanaan tata ruangnya. Adanya upaya penegakan hukum dan instrumen pengendalian pembangunan.


(73)

3. Aspek Ekonomi.

Memberikan pelatihan kepada masyarakat yang memang ingin meningkatkan pekerjaan sambilan. Dengan meningkatnya ekonomi maka dengan sendirinya mereka mampu meningkatkan kualitas lingkungan tempat tinggalnya. Lapangan pekerjaan yang dapat dikaitkan dengan kondisi kualitas lingkungan adalah aspek pariwisata yang ada di Kabupaten Batubara. Untuk mendukung pariwisata itu tentu sungai di sekitar Dusun Sono, Desa Lalang, Kabupaten Batubara harus bersih dari sampah dan kotoran-kotoran rumah tangga. Untuk itu dalam penataan permukiman kumuh maka harus melibatkan warga masyarakat permukiman kumuh yang ada sekitar sungai tersebut.

4. Aspek Kesehatan

Membangun posyandu dengan peralatan kesehatan, ketersediaan obat-obatan dalam jumlah besar dan staf kesehatan yang lengkap di Dusun Sono, Desa Lalang, sehingga warga dapat terhindar dari wabah penyakit menular, sehingga kualitas hidup masyarakat permukiman kumuh dapat tertata dengan baik, serta memberikan penyuluhan kesehatan yang intensif dan terpadu kepada masyarakat permukiman kumuh melalui Lembaga Kesehatan yang ada di Kabupaten Batubara. Hal ini tentunya membutuhkan kerjasama antara pemerintah Kabupaten Batubara dan beberapa pihak swasta yakni perusahaan yang berdomisili di sekitar Dusun Sono, Desa Lalang.


(74)

5. Perlu ada ketegasan dari pihak Pemkab Batubara setiap membangun rumah harus memenuhi aturan yang berlaku. Dalam membangun perlu ada arahan dari Desa supaya masyarakat Batubara membangun permukiman kumuh dengan tertib dan teratur serta berwawasan lingkungan.

6. Perlu ada pengawasan dari pihak pemerintah bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) agar supaya dari pihak perusahaan benar-benar menyalurkan dana CSR kepada masyarakat permukiman kumuh yang berada di Dusun Sono, Desa Lalang, Kabupaten Batubara.


(1)

7. Apakah Bapak/Ibu membuka kedai di rumah? a. Ya

b. Tidak c. Pernah

8. Adakah Halaman/pekarangan di rumah Bapak/Ibu? a. Ada

b.Tidak Ada

9. Merasa nyaman dan betahkah Bapak Ibu tinggal di rumah? a. Betah

b. Tidak Betah c. Tidak Tahu

Saran dan Pendapat Bapak/Ibu :

……… ……… ……… ……… ……… ………...

Terima Kasih Atas Partisipasi bapak/Ibu dalam Pengisian Kuisioner ini.Atas Bantuannya Saya ucapkan banyak terimakasih.

Penulis.

TOMMET SIMBOLON


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)