ANALISIS NARATIF PEMBERITAAN MAJALAH TEM

ANALISIS NARATIF PEMBERITAAN MAJALAH TEMPO TENTANG KASUS KORUPSI DAHLAN ISKAN SKRIPSI

  Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Komunikasi (S.I.Kom.)

  Syanne Ayuresta PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI KONSENTRASI MULTIMEDIA JOURNALISM FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS MULTIMEDIA NUSANTARA TANGERANG 2016

PERNYATAAN

  Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya ilmiah saya sendiri, bukan plagiat dari karya ilmiah yang ditulis oleh orang lain atau lembaga lain, dan semua karya ilmiah orang lain atau lembaga lain yang dirujuk dalam skripsi ini telah disebutkan sumber kutipannya serta dicantumkan di Daftar Pustaka.

  Jika dikemudian hari terbukti ditemukan kecuranganpenyimpangan, baik dalam pelaksanaan skripsi maupun dalam penulisan laporan skripsi, saya bersedia menerima konsekuensi dinyatakan TIDAK LULUS untuk mata kuliah Skripsi yang telah saya tempuh dan gelar kesarjanaan yang telah saya peroleh siap DICABUT.

  Tangerang, 25 Juli 2016

  SYANNE AYURESTA

HALAMAN PERSETUJUAN

  Skripsi dengan judul

  “Analisis Naratif Pemberitaan Majalah Tempo Tentang Kasus Korupsi Dahlan

  Iskan” oleh Syanne Ayuresta Telah disetujui untuk diajukan pada Sidang Ujian Skripsi Universitas Multimedia Nusantara HAN Tangerang, 25 Juli 2016

  Dosen Pembimbing

  Rony Agustino Siahaan, M. Si.

  Mengetahui: Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi

  Dr. Bertha Sri Eko M., M.Si.

KATA PENGANTAR

  Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT , karena berkat rahmat dan kuasa-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Naratif Pemberitaan Majalah Tempo Tentang Kasus Korupsi Dahlan

  Iskan” ini dengan tepat waktu.

  Skripsi merupakan tugas akhir yang harus di tempuh mahasiswa Fakultas Ilmu Komunikasi Jurusan Jurnalistik Universitas Multimedia Nusantara sebagai syarat kelulusan untuk mendapat gelar Strata 1 atau S1. Dalam proses penyusubab, penulis mendapat banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Maka peneliti mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan kepada peneliti. Maka dari itu penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

  1. Ibu Dr. Bertha Sri Eko M., M.Si., selaku Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara.

  2. Rony Agustino Siahaan, M. Si., selaku pembimbing skripsi penulis yang telah sabar, membantu membimbing dan memberikan waktunya untuk berkonsultasi hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

  3. Orangtua penulis yang terus mendukung, dan mendoakan penulis selama proses penyusunan skripsi ini.

  4. Sahabat-sahabat penulis Sarah Nafisah, Danielisa, Crisma, Rara, Ria, Vina, Ousty dan Intan. Terima kasih untuk semangat dan dukungan, juga kesediaannya mendengarkan keluh kesah penulis.

  5. Keluarga penulis, Dela, Rico Arfan, dan Redo Pariansah yang turut memberi dukungan dan semangat serta hiburan kepada penulis. Sekaligus menjadi tempat keluh kesah penulis.

  6. Terima kasih kepada teman dan kerabat yang tak bisa disebutkan satu per satu. Baik dukungan secara langsung mau pun tidak langsung.

  Penyusunan skripsi ini tentu masih jauh dari sempurna. Dengan

  keterbatasan kemampuan yang dimiliki, penulis tetap berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca tulisan ini.

  Tangerang, 25 Juli 2016 Penulis

  Syanne Ayuresta

ANALISIS NARATIF PEMBERITAAN MAJALAH TEMPO TENTANG KASUS KORUPSI DAHLAN ISKAN ABSTRAK

  Oleh : Syanne Ayuresta

  Awal bulan Juni 2015, santer diberitakan media massa berupa kasus

  korupsi yang menyeret nama Dahlan Iskan dalam kasus proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara. Kasus ini juga diberitakan oleh majalah Tempo.

  Penelitian berjudul “Analisis Naratif Pemberitaan Majalah Tempo

  Tentang Kasus Korupsi Dahlan Iskan” ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana narasi dalam pemberitaan mengkarakterkan Dahlan pada majalah Tempo. Demi mencapai tujuan tersebut maka penelitian ini menggunakan metode analisis naratif. Penelitian berikut merupakan jenis kualitatif dengan sifat deskriptif. Dalam unit analisis memaparkan berita dari artikel berjudul Sandungan Dahlan yang merupakan berita utama pada Majalah Tempo edisi 15-22 Juni 2015 dengan judul sampul Dahlan Riskan.

  Hasil penelitian terhadap artikel tersebut adalah bahwa majalah Tempo

  menarasikan Dahlan sebagai seorang penjahat, berambisi, ingin cepat menyelesaikan masalah, dan pendobrak.

  Kata kunci: konstruksi, analisis naratif, korupsi, majalah Tempo.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

  Data Transparency International (TI) memaparkan Corruption Perception Index (CPI), menempatkan Indonesia dalam urutan ke-88 dari 167 pada tahun 2015. Dalam wilayah ASEAN peringkat Indonesia lebih baik diatara Vietnam (112). Indonesia tertinggal jauh dengan negara-negara seperti Selandia Baru (7), Singapura (8) dan Hong Kong (18). CPI adalah data penggabungan dari 12 data korupsi dari berbagai lembaga independen. Data tersebut digunakan untuk membandingkan tingkat korupsi di sektor publik pada beberapa negara.

  Menurut Azhar (2003, h. 28), korupsi berasal dari bahasa latin corruptus. Artinya, perubahan signifikan kondisi keadilan, kejujuran, dan kebenaran yang terpelihara dalam suatu masyarakat. Korupsi dijelaskan dalam Undang-Undang No. 31 tahu 1999, Undang-Undang No. 20 tahun 2001. Korupsi dirumuskan dalam 30 jenis tindak pidana dirangkum dalam 13 pasal komisi pemberantasan koupsi

  Satu dari sekian banyak kasus korupsi yang menarik adalah tingginya keikut sertaan pejabat publik. ICW mengidentifikasi terdapat 10 aktor yang melakukan tindak pidana korupsi dan 2.112 aktor dilakukan oleh pejabat, pegawai kementerian, dan pemerintah daerah.

  Paat (2015, para. 2) menuliskan menurut data ICW sebanyak 10 orang direktur, pejabat, pegawai Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Badan Usaha milik Daerah (BUMD) terjerat kasus korupsi. Sementara aktor lainnya mulai dari direktur, komisaris, konsultan dan pegawai swasta sebanyak 97 orang melakukan tindakan korupsi. Data tersebut telah dikategorikan atas modus-modus yang sering digunakan oleh tersangka korupsi, terdapat 11 modus yang dilakukan tersangka korupsi diantaranya modus penyalahgunaan wewenang 60 kasus, laporan fiktif 12 kasus, dan kegiatan fiktif 9 kasus (Paat, 2015, para. 7).

  Awal Juni 2015, masyarakat Indonesia dikagetkan dengan adanya pemberitaan mengenai status tersangka Dahlan Iskan seorang Mantan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menerima status tersangka yang ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta terhadap dirinya dalam kasus korupsi proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara PT PLN senilai Rp 1,063 triliun. Dahlan mengambil tanggung jawab karena dirinya sebagai kuasa pengguna anggaran proyek yang dimulai 2011 itu.

  “Profil Dahlan Iskan” ( 2013, para. 3) menuliskan bahwa sosok Dahlan Iskan merupakan seorang pejabat publik yang memiliki rekam jejak karir yang cukup baik. Memulai dari menjadi seorang reporter surat kabar lokal di Samarinda, Kalimantan Selatan. Satu tahun kemudian menjadi wartawan majalah Tempo. Pada 2012, Dahlan ditunjuk sebagai pemimpin surat kabar Jawa Pos. Dahlan merupakan seorang yang tidak lepas dari keberhasilan Jawa

  Pos. Dahlan mampu membangkitkan kembali media tersebut dan menjadikan Jawa Pos sebagai salah sau dari 200 perusahaan teratas di Indonesia ( Hill dan Sen, 2000, hal. 58). Dahlan sempat mengikuti konvensi calon presiden Partai Demokrat dan menyatakan tidak akan menggunakan Jawa Pos untuk kepentingan pribadi. Dahlan Iskan juga dikenal sebagai sosok yang sederhana dan sering melakukan gebrakan dimasyarakat. Salah satunya ketika Dahlan Iskan dengan sengaja membuka gardu tol karena mengakibatkan kemacetan di pintu masuk tol (Antara News, 2012). Kini Dahlan Iskan selaku mantan Menteri BUMN dan mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) ikut terseret dalam kasus dugaan korupsi. (Wicaksono, 2015, para. 1).

  Dahlan sebelumnya telah diperiksa penyidik Kejati DKI Jakarta sebagai saksi. Dahlan sudah dicegah untuk bepergian ke luar negeri setelah ditetapkan sebagai tersangka. Namun tim penasihat hukum Dahlan selaku pemohon yakin salinan kesimpulan praperadilam yang diajukan sudah benar. Penetapan tersangka kepada Dahlan dianggap terburu-buru, sewenang- wenang, dan mengabaikan hak tersangka sebab Kejati lebih dahulu menetapkan status tersangka kepada Dahlan, baru melakukan pemeriksaan dan pencarian alat bukti. Oleh sebab itu sprindik dinyatakan tidak sah, tidak berkekuatan hukum, dan penetapan tersangka dinyatakan tidak sah (Qodar, 2015, para. 3).

  Kejati DKI Jakarta yakin akan menjerat Dahlan Iskan dalam kasus dugaan proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan NTT. Sebab dari seluruh gardu yang akan dibangun baru satu gardu bisa beroperasi, Kejati DKI Jakarta yakin akan menjerat Dahlan Iskan dalam kasus dugaan proyek pembangunan 21 gardu induk Jawa, Bali, dan NTT. Sebab dari seluruh gardu yang akan dibangun baru satu gardu bisa beroperasi,

  Setelah ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi PLN, Dahlan Iskan membuat pernyataan melalui website pribadinya gardudahlan.com yang menyatakan dirinya tidak akan menjadikan Jawa Pos Group sebagai corong atas dirinya. Terdapat enam artikel yang memuat keterangan sudut pandang Dahlan, salah satunya berjudul “Soal Corong” dalam kasus yang menyeret namanya. "Saya hanya akan menggunakannya untuk menjelaskan duduk persoalan. Tentu subyektif, hanya dari sudut saya," (Iskan, 2015, para. 12).

  Dalam artikel lain berjudul Saya Ambil Tanggung Jawab Ini, Dahlan menandatangani dokumen sebagai pejabat yang memperoleh kuasa untuk menjalankan anggaran dan membenarkan adanya peraturan yang dilanggar “Saya jawab bahwa itu karena saya ingin semua proyek bisa berjalan. Saya kemukakan kepada pemeriksa bahwa saya tidak tahan menghadapi keluhan rakyat atas kondisi listrik saat itu. Bahkan, beberapa kali saya mengemukakan

  bahwa saya siap masuk penjara karena itu,” (Iskan, 2015, para. 3).

  Masyarakat dapat menilai media seperti apa. Dengan adanya internet, baik opini pribadi, kepentingan pribadi, aspirasi pribadi, dapat disalurkan Masyarakat dapat menilai media seperti apa. Dengan adanya internet, baik opini pribadi, kepentingan pribadi, aspirasi pribadi, dapat disalurkan

  Salah satu media yang menginformasikan kasus ini adalah Majalah Tempo, sebuah majalah yang terbit dalam versi digital serta fisik. Majalah yang menyajikan artikel dengan investigasi rinci tersebut menempatkan kasus korupsi Dahlan sebagai laporan utama pada edisi 15-21 Juni 2015 terbit dengan judul “Dahlan Riskan”, dilengkapi dengan animasi gambar Dahlan Iskan melompat di samping tiang listrik, serta uraian runtutan kasus korupsi tersebut dari awal hingga yang berkaitan dengan dugaan kasus lain yang menjerat Dahlan.

  Dalam pemberitaannya menyebutkan, Dahlan Iskan diduga melakukan pelanggar aturan administrasi salah satunya mengerjakan proyek gardu induk bersamaan dengan pembebasan lahan. Dalam edisi sebelumnya, terdapat dua artikel membahas proyek mangkrak cetak sawah yang menjadi tanggungjawab Dahlan Iskan. Selain itu, pada rubrik ringkasan terdapat rangkuman kasus dugaan korupsi Dahlan perkara proyek gardu listrik. Sedangkan dalam edisi khusus Dahlan Riskan terdapat satu artikel di rubrik laporan utama. Dalam edisi ini terdapat sembilan halaman membahas kasus Dalam pemberitaannya menyebutkan, Dahlan Iskan diduga melakukan pelanggar aturan administrasi salah satunya mengerjakan proyek gardu induk bersamaan dengan pembebasan lahan. Dalam edisi sebelumnya, terdapat dua artikel membahas proyek mangkrak cetak sawah yang menjadi tanggungjawab Dahlan Iskan. Selain itu, pada rubrik ringkasan terdapat rangkuman kasus dugaan korupsi Dahlan perkara proyek gardu listrik. Sedangkan dalam edisi khusus Dahlan Riskan terdapat satu artikel di rubrik laporan utama. Dalam edisi ini terdapat sembilan halaman membahas kasus

  Oleh karena itu, untuk meneliti suatu teks berita berbentuk narasi digunakan teknik analisis naratif. Analisis naratif adalah analisis mengenai narasi, baik fiksi maupun fakta. Cara ini kuat dan bermanfaat untuk menjelajahi teks media (Stokes, 2006, h. 73). Tempo memiliki gaya jurnalisme sastrawi dengan teknik narasi. Penulis ingin melihat bagaimana Majalah Tempo memberitakan mengenai kasus ini. Menurut artikel metrobali, “Jurnalisme Sastrawi Ada Sejak Abad ke-16” (2013, para. 7) Tempo dikenal dengan penulisan jurnalisme sastrawi dengan ciri khas cerita dibalik berita. Peneliti tidak bertujuan membandingkan pemberitaan satu media dengan media lainnya. Penelitian ini hanya fokus pada pemberitaan dalam Majalah Tempo dengan analisis naratif.

  Analisis naratif merujuk pada konstruksi realitas. Alat penggambarannya menggunakan bahasa, bagaimana wartawan memilih kata dan tata bahas yang berpengaruh pada makna tersembunyi dalam berita yang muncul. Bahasa juga digunakan sebagai strategi untuk menampilkan karakter, citra, menonjolkan sesuatu, dan menyembunyikan yang lain. Inilah yang disebut sebagai usaha mengkonstruksi realitas.

1.2 Rumusan Masalah

  Permasalahan yang akan diteliti dalam skripsi “Analisis Naratif Pemberitaan Majalah Tempo Tentang Kasus Korupsi Dahlan Iskan” yaitu dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana penggambaran karakter Dahlan Iskan tentang kasus korupsi dalam pemberitaan Majalah Tempo?

1.3 Tujuan Penelitian

  Berdasarkan penjabaran di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakter Dahlan Iskan dalam kasus korupsi proyek gardu induk Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara pada teks berita majalah Tempo.

1.4 Kegunaan Penelitian

  1.4.1 Signifikansi Akademis

  Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan serta ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu jurnalistik yang berkaitan dengan narasi berita dan kosntruksi realitas yang dibentuk. Penelitian ini juga berharap bahwa penelitian ini dapat berguna untuk penelitian selanjutnya yang terkait analisis naratif.

  1.4.2 Signifikansi Praktis

  Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan pembaca mengenai narasi, bahwa dalam setiap narasi ada nilai yang ingin disampaikan. Diharapkan pula pembaca dapat semakin kritis dalam menerima informasi.

BAB II KERANGKA TEORI

2.1 Penelitian Terdahulu

  Peneliti bukanlah orang pertama yang meneliti menggunakan teknik analisis naratif maupun meneliti mengenai kasus korupsi, tetapi penelitiannya cukup sulit untuk ditemukan.Penelitian-penelitian terdahulu ini bermanfaat sebagai referensi bagi peneliti. Adapun penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

  1. Skripsi karya Sepdian Anindyajati, mahasiswi Universitas Multimedia Nusantara yang berjudul “Analisis Naratif Pengungkapan Kasus Pembunuhan Sisca Yofie di Majalah Tempo dan Majalah Detik”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakter Fransisca Yofie dalam peristiwa pembunuhan Sisca di Majalah Tempo dan Majalah Detik yang disampaikan melalui narasi beritanya. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis naratif Vladmir Propp. Unit analisis ini adalah keseluruhan teks berita mengenai kasus Sisca Yofie dalam Majalah Tempo “Setelah Rudi Siapa Terciprat” dan Majalah Detik versi digital “Tanda Tanya Pembunuhan Sisca”. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 ini, dapat disimpulkan bahwa narasi pemberitaan kasus pembunuhan Sisca Yofie pada Majalah Tempo dan Majalah Detik memiliki fungsi yang berbeda. Dalam Majalah Tempo, Sisca masuk dalam karakter putri, sedangkan 1. Skripsi karya Sepdian Anindyajati, mahasiswi Universitas Multimedia Nusantara yang berjudul “Analisis Naratif Pengungkapan Kasus Pembunuhan Sisca Yofie di Majalah Tempo dan Majalah Detik”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana karakter Fransisca Yofie dalam peristiwa pembunuhan Sisca di Majalah Tempo dan Majalah Detik yang disampaikan melalui narasi beritanya. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis naratif Vladmir Propp. Unit analisis ini adalah keseluruhan teks berita mengenai kasus Sisca Yofie dalam Majalah Tempo “Setelah Rudi Siapa Terciprat” dan Majalah Detik versi digital “Tanda Tanya Pembunuhan Sisca”. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2014 ini, dapat disimpulkan bahwa narasi pemberitaan kasus pembunuhan Sisca Yofie pada Majalah Tempo dan Majalah Detik memiliki fungsi yang berbeda. Dalam Majalah Tempo, Sisca masuk dalam karakter putri, sedangkan

  

  2. Jurnal karya Sinung Utami Hasri Habsari, dosen Universitas Padjajaran yang berjudul “Analisa Framing Pemberitaan Media Terhadap Perempuan Koruptor (Analisa Pembingkaian Kasus Korupsi Angelina Sondakh) Pada Sampul Majalah Tempo”. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui sejauh mana majalah Tempo membingkai kasus korupsi yang melibatkan seorang perempuan, pelanggaran privasi apa yang terjadi, dan kaitannya dengan etika dan regulasi media. Penelitian ini bersifat deskripstif kualitatif. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa framing. Kesimpulan yang diberikan menunjukan bahwa majalah Tempo mendefinisikan korupsi sebagai masalah serius yang dihadapi masyarakat Indonesia. Pada pesan moral, majalah Tempo merepresentasikan Angelina Sondakh dengan gaya metaphor sebagaimana sosok Catherine Tramella sebagai perempuan cantik dan pintar dalam artia sebenarnya, juga pintar berbohong.

  3. Skripsi karya Nindyta Devianty, mahasiswi Universitas Multimedia nusantara yang berjudul “Narasi Transgender Dalam Pemberitaan Kasus Pembunuhan Mayang Prasetyp Pada Majalah Detik”. Tujuan penelitian ini adalh mengetahui bagaimana narasi trasngender dalam pemberitaan kasus pembunuhan Mayang Prasetyo pada majalah digital Detik. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis penelitian

  kualitatif. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis isi merujuk pada analisis naratif. Kesimpulan yang diberikan jika dikaitkan dengan konstruksi realitas maka ditemukan majalah Detik tidak fokus pada kasus pembunuhan saja tetapi juga kepada sosok Mayang Prasetyo. Majalah Detik berusaha mengajak pembaca melihat usaha Mayang berusaha menjadi transgender disaat masyarakat Indonesia masih belum menerima perubahan nilai tentang diskriminasi kaum lesbian, gay, biseks, dan transgender (LGBT). Majalah Detik tidak hanya menampilkan narasi tetapi juga penambahan video dan animasi. Dalam beritanya, pembunuhan Mayang hanya diungkap sedikit, lalu menginformasikan Marcus, dan sisanya membahas kehidupan Mayang saat kecil. Dalam durasi untuk menggambarkan Mayang informasi didapat dari berbagai sumber sedangkan Marcus digambarkan hanya pada berita pertama.

  4. Skripsi Ignatius Fajar Santoso, mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara yang berjudul “Analisis Isi Naratif Kasus Rekening Gendut Komisaris Jenderal Budi Gunawan Dalam Majalah Tempo Edisi 19-25 Januari 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggambaran karakter tokoh-tokoh dalam kasus rekening gendut Budi Gunawan pada majalah Tempo. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis penelitian kualitatif. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah struktur narasi Tzvetan Todorov dan analisis naratif Vladimir Propp. Kesimpulan yang diberikan 4. Skripsi Ignatius Fajar Santoso, mahasiswa Universitas Multimedia Nusantara yang berjudul “Analisis Isi Naratif Kasus Rekening Gendut Komisaris Jenderal Budi Gunawan Dalam Majalah Tempo Edisi 19-25 Januari 2015. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggambaran karakter tokoh-tokoh dalam kasus rekening gendut Budi Gunawan pada majalah Tempo. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan jenis penelitian kualitatif. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah struktur narasi Tzvetan Todorov dan analisis naratif Vladimir Propp. Kesimpulan yang diberikan

  pejabat publik yang memiliki citra baik lalu terseret kasus korupsi yang dibahas dalam majalah Tempo belum pernah diteliti sebelumnya. Karakter yang memiliki citra dan rekam jejak baik sebagai pekerja media kemudian dipercaya menjadi pejabat publik. Penelitian sejenis tentang analisis naratif yang paling mendekati adalah skripsi analisis naratif kasus rekening gendut komisaris jenderal Budi Gunawan dalam majalah Tempo edisi 19-25 Januari 2015 oleh Ignatius Fajar Santoso menggunakan analisis struktur narasi Tzvetan Todorov dan analisis naratif Vladimir Propp. Objek penelitian Ignatius Fajar adalah media komunikasi massa majalah Tempo.

2.2 Konstruksi Realitas

  Konstruksi realitas sosial lekat dengan dua tokoh ini, yaitu Peter L. Berger dan Thomas Luckmann. Keduanya menggambarkan suatu proses sosial berdasarkan tindakan serta interaksinya (Bungin, 2011, h. 13).

  Realitas sosial merupakan pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana public, sebagaia hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial menurut dan Luckmann terdiri atas realitas objektif, realitas simbolis, dan realitas Realitas sosial merupakan pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana public, sebagaia hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial menurut dan Luckmann terdiri atas realitas objektif, realitas simbolis, dan realitas

  2.2.1 Konstruksi Sosial Media Massa

  Burhan Bungin (2011) dan Apriadi Tamburaka (2012) menyatakan bahwa preses lahirnya konstruksi sosial media massa melalui beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:

  1. Tahap menyiapkan materi konstruksi

  Merupakan tugas redaksi media massa. Isu-isu penting setiap hari menjadi fokus media massa. Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi realitas soisal yaitu keberpihakan media massa pada kapitalisme, keberpihakan semu kepada masyarakat, keberpihakan pada kepentingan umum.

  2. Tahap Sebaran Konstruksi

  Tahap sebaran ini dilakukan melalui strategi media massa. Konsep kongkret strategi media massa berbeda-beda, tetapi satu prinsip utamanya adalah real time. Konsep ini berbeda antara media elektronik dan cetak. Untuk media elektronik, real time adalah penyampaian berita pada saat itu juga, langsung disiarkan. Untuk media cetak, real time Tahap sebaran ini dilakukan melalui strategi media massa. Konsep kongkret strategi media massa berbeda-beda, tetapi satu prinsip utamanya adalah real time. Konsep ini berbeda antara media elektronik dan cetak. Untuk media elektronik, real time adalah penyampaian berita pada saat itu juga, langsung disiarkan. Untuk media cetak, real time

  3. Tahap Pembentukan Konstruksi

  Setelah pemberitaan sampai pada pemirsa dan pembaca, terjadilah pembentukan konstruksi di masyarakat. Tahap ini melalui dua proses yaitu:

  a) Pembentukan Konstruksi Realitas

  Pembentukan yang terjadi di masyarakat telah melalui tiga tahapan yang berlangsung generik. Tahap pertama adalah konstruksi realitas pembenaran, di mana masyarakat lebih membenarkan apapun yang ditampilkan oleh media massa. Oleh sebab itu informasi di media massa dianggap sebagai otoritas sikap untuk membenarkan sebuah kajian. Tahap selanjutnya adalah kesediaan dikonstruksi oleh media massa. Ini merupakan pilihan seseorang yang pikirannya mau dikonstruksi sebagai pembaca atau konsumen media massa. Tahap terakhir adalah mengkonsumsi media massa sebagai pilihan konsumtif yaitu posisi seseorang yang tergantung pada media massa.

  b) Pembentukan Konstruksi Citra

  Terbentuk kedalam dua model yakni model good news dan bad news. Model pertama yaitu good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Model kedia yaitu bad news adalah konstruksi yang Terbentuk kedalam dua model yakni model good news dan bad news. Model pertama yaitu good news adalah sebuah konstruksi yang cenderung mengkonstruksi pemberitaan sebagai pemberitaan yang baik. Model kedia yaitu bad news adalah konstruksi yang

  4. Tahap Konfirmasi

  Tahapan ketika media massa maupun masyarakat memberi informasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Untuk media, hal ini penting sebagai bagian untuk memberi argument terhadap alasan-alasannya konstruksi sosial. Untuk masyarakat, tahap ini sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dalam proses konstruksi sosial.

  5. Tahap Perilaku Keputusan Konsumen

  Pada tahap ini konsumen dipengaruhi oleh lingkungan yang lebih luas. Tahap ini sifatnya sesaat tetapi memiliki pengaruh yang besar terhadap keputusan konsumen.

  Nilai yang dikonstruksi oleh media massa bersumber dari pada redakturnya. Redaktur dianggap menjadi perwakilan masyarakat. Budaya suatu media akan menampilkan suatu nilai pada media itu sendiri. Nilai lain yang menjadi acuan kosntruksi sosial media massa adalah perubahan sosial yang terjadi pada masyarakat. Pesan yang disampaikan media juga memiliki tujuan dengan motif tertentu di baliknya yaitu menanamkan nilai-nilai tertentu pada masyarakat.

  Konstruksi realitas itu bekerja pada dua tahap, pertama adalah dari wartawan itu sendiri, kedua adalah para eksekutif media massa, pihak pemilik Konstruksi realitas itu bekerja pada dua tahap, pertama adalah dari wartawan itu sendiri, kedua adalah para eksekutif media massa, pihak pemilik

  Tugas utama media adalah mengkonstruksikan atau dengan kata lain menggambarkan ulang apa yang terjadi ke dalam teks yang kemudian akan dikonsumsi oleh masyarakat. Dengan kata lain, media berfungsi tersebut menggunakan bahasa sebagai alatnya, bagaimana wartawan memilih kata dan tata bahasa tertentu sangat berpengaruh pada makna berita yang ditimpilkannya. Bahasa tidak sekedar digunakan sebagai alat, tetapi juga sebagai strategi untuk menampilkan citra, menonjolkan sesuatu, dan menyembunyikan yang lain. Tindakan inilah yang disebut sebagai usaha untuk mengkonstruksi realitas.

  2.2.2 Narasi

  Menurut Semi (1990, h. 32) narasi adalah bentuk percakapan atau sebuah tulisan yang memiliki tujuan menyampaikan atau menceritakan serangkaian peristiwa atau pengalaman manusia berdasarkan perkembangan dari waktu ke waktu. Keraf (2010, h. 136) menjelaskan bahwa narasi dapat dibatasi sesuatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak tanduk yang dijalankan dan dirangkai menjadi kesatuan sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu waktu.

  Prince (2013, h. 58) menuliskan bahwa narasi adalah representasi dari banyak peristiwa fiktif atau nyata yang dikonsumsi oleh banyak narrator Prince (2013, h. 58) menuliskan bahwa narasi adalah representasi dari banyak peristiwa fiktif atau nyata yang dikonsumsi oleh banyak narrator

  Tzeveton Todorov (dikutip dalam Eriyanto, 2013, h. 46) menyatakan bahwa narasi adalah apa yang dikatakan, karena mempunyai urutan kronologis, motif, dan plot, dan hubungan sebab akibat dari suatu peristiwa. Narasi memiliki struktur dari awal hingga akhir cerita. Narasi dimulai dengan adanya keseimbangan yang kemudian terganggu oleh adanya kekuatan jahat. Narasi diakhiri oleh upaya untuk menghentikan gangguan sehingga keseimbangan tercipta kembali.

  2.2.3 Narasi dan Jurnalisme

  Menurut Eriyanto struktur narasi terdiri atas ekuilibrium  gangguan  ekuilibrium, tidak hanya ditemukan dalam narasi fiksi, tetapi juga dapat

  ditemukan dalam teks berita. Narasi menjadi bagian penting yang masuk dalam kaidah jurnalistik. Narasi adalah penggabungan berbagai peristiwa menjadi satu jalan cerita. Aspek ini dapat ditemukan pada semua teks, bukan hanya fiksi namun berita media. Bagian penting dalam narasi salah satunya adalah alur cerita (plot). Plot adalah teks yang disajikan secara tegas, jelas, dan gamblang. Melalui plot peristiwa ditulis dan ditampilkan secara eksplisit, selain itu urutan peristiwa dapat dibolak-balik (Eriyanto, 2013, h. 17).

  Narasi memiliki karakteristik berikut:

  1. Terdapat satu rangkaian peristiwa. Narasi terdiri dari dua peristiwa

  yang kemudian digabung menjadi satu rangkaian.

  2. Rangkaian peristiwa tersebut tidak acak, mengikuti urutan

  berdasarkan logika tertentu. Meski tidak berurutan berdasarkan waktu, tetapi peristiwa satu sama lain memiliki keterkaitan.

  3. Narasi bukan hanya memindahkan peristiwa ke dalam teks. Ada

  bagian yang di tonjolkan, ada pula bagian yang dibuang. Hal tersebut berkaitan dengan makna apa yang ingin disampaikan pembuat narasi.

  2.2.4 Analisis Naratif

  Menurut Brophy (dikutip dalam Santana, 2010, h. 87), istilah “narrative” berasal dari kata Latin, yaitu narrare (menceritakan). Narasi berkaitan dengan memberitahukan peristiwa atau sesuatu. Menurut Girrard Ganette, narasi adalah representasi dari sebuah peristiwa atau rangkaian peristiwa. Dapat disimpulkan bahwa narasi adalah representasi dari rangkaian peristiwa. Beberapa bentuk budaya paling tua berbentuk kisah atau narasi, contohnya injil-injil dalam kitab suci umat Kristiani yaitu Alkitab (Stokes, 2006, h. 72). Pesan-pesan Tuhan dituliskan melalui narasi. Selain itu ada pula mitos dan cerita rakyat yang semuanya berbentuk narasi. Kerap kali narasi dikaitkan dengan cerita fiksi, padahal narasi juga bisa dikaitkan dengan cerita berdasarkan fakta seperti berita.

  Jane Stokes menyatakan bahwa analisis naratif menggunakan keseluruhan teks sebagai objek analisis, berfokus pada struktur kisah atau narasi (2006, h. 72).

  Analisis naratif memiliki beberapa kelebihan, diantaranya:

  1. Analisis naratif membantu kita untuk memahami bagaimana

  makna, pengetahuan, dan nilai di produksi kemudian disebarkan pada msyarakat.

  2. Memahami bagaimana dunia politik dan sosial diceritakan melalui

  pandangan tertentu yang dapat membantu kita untuk mengetahui kekuatan dan nilai sosial yang dominan dalam masyarakat.

  3. Memungkinkan kita untuk menyelidiki hal-hal tersembunyi dari

  suatu teks media.

  4. Merefleksikan kontinuitas dan perubahan komunikasi.

  2.2.5 Berita

  Struktur berita tidak jauh berbeda dengan narasi. Dalam berita terdapat, tokoh, karakter, konflik, drama, dan sebagainnya. Satu hal yang membedakan adalah asal cerita. Kalau novel atau komik berupa cerita fiktif, maka berita berdasarkan fakta. Seorang jurnalis tak ubahnya seorang pencerita (storyteller) (Eriyanto, 2013, h. 7). Jurnalis menggunakan kemampuan berceritanya untuk menyampaikan peristiwa. Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, jurnalisme adalah mendongeng dengan tujuan, yaitu memberikan informasi yang dibutuhkan di masyarakat. Tanggung jawab seorang wartawan bukan hanya menyediakan informasi, tetapi menghadirkannya sedemikian rupa sehingga khalayak tertarik untuk menyimaknya (2006, h. 192). Perbedaannya, unsur subjektif dalam sebuah cerita fiksi sangat kuat, berbeda denga berita di mana jurnalis harus sesubjektif mungkin dalam Struktur berita tidak jauh berbeda dengan narasi. Dalam berita terdapat, tokoh, karakter, konflik, drama, dan sebagainnya. Satu hal yang membedakan adalah asal cerita. Kalau novel atau komik berupa cerita fiktif, maka berita berdasarkan fakta. Seorang jurnalis tak ubahnya seorang pencerita (storyteller) (Eriyanto, 2013, h. 7). Jurnalis menggunakan kemampuan berceritanya untuk menyampaikan peristiwa. Menurut Bill Kovach dan Tom Rosenstiel, jurnalisme adalah mendongeng dengan tujuan, yaitu memberikan informasi yang dibutuhkan di masyarakat. Tanggung jawab seorang wartawan bukan hanya menyediakan informasi, tetapi menghadirkannya sedemikian rupa sehingga khalayak tertarik untuk menyimaknya (2006, h. 192). Perbedaannya, unsur subjektif dalam sebuah cerita fiksi sangat kuat, berbeda denga berita di mana jurnalis harus sesubjektif mungkin dalam

  Sudah disebutkan di atas bahwa teks berita sering disajikan dalam bentuk narasi. Oleh karena itu, untuk meneliti suatu teks berita berbentuk narasi digunakan teknik analisis naratif. Analisis naratif adalah analisis mengenai narasi, baik fiksi maupun fakta. Cara ini kuat dan bermanfaat untuk menjelajah teks media (Stokes, 2006, h. 73). Analisis isi melihat teks berita sebagai sebuah berita, yang mengandung plot, karakter, tokoh, dan adegan (Eriyanto, 2013, h. 8).

  Tidak ada satu definisi pasti mengenai berita karena makna tersebut bisa jadi berbeda pada setiap negara yang menganut sistem pers yang berbeda. Meskipun demikian, beberapa tokoh menyatakan bahwa tetap harus ada definisi berita untuk memudahkan dalam mempelajarinnya karena bagaimana bisa kita mempelajari berita tanpa mengetahui definisinya. Berita bersumber dari peristiwa. Ragam kejadian dapat dijadikan berita.

  Seperti yang disebutkan Wiliard C. Bleyer (dikutip dalam Sumadiria, 2005, h. 64) berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar, karena dia menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut. Berita merupakan laporan mengenai suatu fakta, peristiwa, maupun akibat dari peristiwa tersebut yang menarik minat Seperti yang disebutkan Wiliard C. Bleyer (dikutip dalam Sumadiria, 2005, h. 64) berita adalah sesuatu yang termasa yang dipilih oleh wartawan untuk dimuat dalam surat kabar, karena dia menarik minat atau mempunyai makna bagi pembaca surat kabar, atau karena dia dapat menarik para pembaca untuk membaca berita tersebut. Berita merupakan laporan mengenai suatu fakta, peristiwa, maupun akibat dari peristiwa tersebut yang menarik minat

  Seorang tokoh lain mengartikan berita sebagai laporan tercepat atas fakta atau ide terbaru yang benar, menarik dan atau penting bagi sebagian besar khalayak, melalui media berkala seperti surat kabar, radio, televisi, atau media online yaitu internet (Sumadiria, 2005, h. 65).

  Sesuatu yang menjadi berita haruslah memiliki unsur-unsur layak berita, yaitu diantaranya akurat, lengkap, adil, dan berimbang, objektif, ringkas, jelas dan hangat (Kusumaningrat, 2009, h. 48).

  1. Akurat: Tingkat akurasi suatu berita sangat penting, mulai dari

  pengejaan nama, tanggal, angka, serta disiplin untuk kembali memeriksa atas keterangan yang didapatkan wartawan tersebut. Kredibilitas suatu media sangat ditentukan oleh akurasi beritanya.

  2. Lengkap, adilm dan berimbang. Seorang wartawan harus

  melaporkan apa yang bnar-benar terjadi. Berimbang berarti pihak wartawan memberikan kesempatan yang sama bagi pihak lawan atau seberang untuk memberi keterangan. Mau atau tidaknya pihak lain memberi keterangan bukanlah tanggung jawab wartawan, yang terpenting wartawan telah memberikan kesempatan itu.

  3. Objektif: Berita yang dibuat harus sesuai dengan kenyataan dan

  bebas dari segala prasangka (dugaan tanpa disertai bukti).

  4. Ringkas dan jelasnya: berita tidak harus memiliki banyak kata,

  apalagi kata-kata yang sangat ilmiah dan kurang dipahami masyarakat. Berita harus mudah dipahami dan dicerna oleh pembacanya.

  5. Hangat: Konsumen berita menginginkan sesuatu yang segar dan

  baru karena informasi hari ini belum tentu sama dengan berita hari esok. Perkembangan suatu kejadian bergerak sangat cepat.

  2.2.6 Media dan Korupsi

  Korupsi merupakan gejala masyarakat yang dapat dijumpai dimana- mana. Sejarah membuktikan bahwa hampir tiap Negara dihadapkan pada masalah korupsi. Tidak berlebihan jika pengertian korupsi selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perubahan zaman (Prodjohamidjojo, 2001, h. 7).

  Kemudian arti korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, disimpulkan oleh Poerwadarminta bahwa korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya (Djaja, 2008, h. 6-8). Pengertian korupsi dan koruptor dalam masyarakat Indonesia agaknya berbeda dengan pengertian yang asli, yaitu orang yang dirusak, yang dipikat, atau yang disuap itulah yang disebut koruptor. Padahal tidak mungkin ada orang yang disuap apabila tidak ada orang lain yang menyuap. Demikian ada dua kategori yang harus dibedakan: pertama, koruptor yang berbuat korupsi karena dipikat oleh orang lain agar melakukannya. Kedua, koruptor yang berbuat korupsi karena memikat orang Kemudian arti korupsi yang telah diterima dalam perbendaharaan kata bahasa Indonesia, disimpulkan oleh Poerwadarminta bahwa korupsi ialah perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok dan sebagainya (Djaja, 2008, h. 6-8). Pengertian korupsi dan koruptor dalam masyarakat Indonesia agaknya berbeda dengan pengertian yang asli, yaitu orang yang dirusak, yang dipikat, atau yang disuap itulah yang disebut koruptor. Padahal tidak mungkin ada orang yang disuap apabila tidak ada orang lain yang menyuap. Demikian ada dua kategori yang harus dibedakan: pertama, koruptor yang berbuat korupsi karena dipikat oleh orang lain agar melakukannya. Kedua, koruptor yang berbuat korupsi karena memikat orang

  Pemerasan dengan permintaan pemberian barang atau hadiah yang berkaitan dalam pelaksanaan tugas melayani masyarakat, juga bisa dipandang sebagai korupsi. Sesungguhnya istilah itu berlaku juga pada pejabat-pejabat yang menggunakan dana masyarakat umum yang mereka urus bagi keuntungan mereka sendiri. Dengan kata lain, melakukan penggelapan diatas harga yang harus dibayar oleh publik.

  Faktor-faktor penyebab korupsi antara lain:

  a. Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi

  kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.

  b. Kelemahan ajaran-ajaran agama dan etika.

  c. Akibat kolonialisme atau suatu pengaruh pemerintah asing tidak

  menggugah kesetiaan dan kepatuhan yang diperlukan untuk membendung korupsi.

  d. Kurang dan lemahnya pengaruh pendidikan.

  e. Kemiskinan yang bersifat struktural.

  f. Sanksi hukum yang lemah.

  g. Kurang dan terbatasnya lingkungan yang antikorupsi.

  h. Struktur pemerintah yang lunak.

  i. Perubahan radikal, sehingga terganggunya kestabilan mental.

  Ketika suatu sistem nilai mengalami perubahan radikal, korupsi muncul sebagai suatu penyakit tradisional.

  j. Kondisi masyarakat, karena korupsi dalam suatu birokrasi bisa

  memberikan cerminan keadaan masyarakat secara keseluruhan

  Menurut website pengertian pakar, Fockema Andrea “Pengertian dan ciri Korupsi menurut Pakar” (2015, para. 6) kata korupsi berasal dari bahasa Latin corruption atau corruptus. Selanjutnya disebutkan bahwa corruption itu berasal pula dari kata asal corrumpere, suatu kata Latin yang lebih tua.

  Dari bahasa Latin itulah turun ke banyak bahasa Eropa seperti Inggris, yaitu corruption, corrupt; Prancis, yaitu corruption: Belanda, yaitu corruptive (korruptie) dan dari bahasa Belanda inilah kita itu turun ke bahasa Indonesia, yaitu “korupsi”. Gejala dimana para pejabat, badan-badan Negara menyalahgunakan wewenang dengan terjadinya penyuapan, pemalsuan serta ketidak beresan lainnya. Adapun arti harafiah dari korupsi dapat berupa:

  a. Kebusukan, dapat disuap, tidak bermoral, kebejatan, dan ketidakjujuran

  b. Perbuatan yang buruk seperti penggelapan uang, penerimaan uang

  sogok, dan sebagainya

  c. Korup (busuk: suka menerima uang suapuang sogok: memaki

  kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya) kekuasaan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya)

  uang sogok, dan sebagainya)

  e. Koruptor (orang yang korupsi) Dalam pemberitaan kasus korupsi ini, media memaparkan segala fakta yang ditemukan mulai dari auditor BPK, informasi yang diberikan pihak PLN, Menteri Keuangan, proyek apa saja yang mangkrak, anggaran yang digunakan dan apa saja anggaran yang merugikan negara. Pers berperan pentih dalam masyarakat. Beberapa peran pers diantaranya sebagai pelapor (Cohen dikutip dalam Ishwara, 2001, h. 18). Selain itu pers juga bertugas sebagai wakil dari publik. Pers sekaligus berperan sebagai pengkritik pemerintahan yang disebut watchdog. penyelidikan watchdog berupa kegiatan pemerintah, bisnis dan lembaga publik (Lih dikutip dalam Ishwara, 2011, h. 19).

  2.2.7 Majalah

  Dalam arti luas pers meliputi berbagai media massa seperti radio, film, televisi, dan alat-alat yang dapat dipergunakan dalam menyampaikan suatu pesan atau berita, baik yang bersifat penerangan ataupun hiburan, dari suatu organisasi ataupun perorangan yang ditujukan kepada suatu kelompok masyarakat.

  Surat kabar dan majalah digolongkan sebagai pers dalam arti sempit. Majalah adalah salah satu media yang dalam penerbitannya berlangsung secara periodik, dan ini merupakan salah satu syarat penerbitan sebuah majalah (Wahjuwibowo, 2015, h. 2).

  2.2.8 Jurnalisme Sastrawi

  Yayasan pantau (2016) menjelaskan bahwa genre ini berbeda dari reportase sehari-hari karena dalam bertutur menggunakan adegan demi adegan (scene by scene construction), reportase yang menyeluruh (immersion reporting), menggunakan sudut pandang orang ketiga (third person point of view), serta penuh dengan detail. Indonesia belum pernah punya majalah atau harian yang secara sadar menggunakan narasi sebagai tulang punggung cerita-ceritanya.

  Terdapat beberapa pertimbangan hendak menulis narasi:

  1. Jurnalisme berdasarkan fakta. Walaupun terdapat dasar kata “sastra”

  namun tetap mengandung jurnalisme didalamnya dan mengandung detail fakta yang sebenar-benarnya. Jurnalisme Sastrawi bukan reportase yang ditulis dengan kata-kata puitis. Tidak semua prosa yang puitis adalah narasi. Seperti John Hersey menuliskan Hiroshima layaknya laporan suratkabar. Verifikasi adalah esensi jurnalisme, maka apa yang disebut jurnalisme sastrawi berdasar pada verifikasi.

  2. Konflik merupakan unsur penting dalam narasi. Sebuah tulisan panjang

  akan tetap memiliki banyak pembaca bila terdapat konflik di dalamnya, misalnya berupa berita besar pertikaian satu dengan orang lain atau kelompok. Bisa juga pertentangan seseorang dengan hati nuraninya. Selain itu pertentangan dapat muncul pada diri seseorang dengan nilai- nilai di masyarakatnya. Dalam fiksi, cerita terkenal di atas gugusan atau lapisan-lapisan konflik.

  3. Narasi membutuhkan karakter di dalamnya untuk lebih menyatukan cerita. Terdapat karakter utama yaitu orang yang terlibat dalam pertikaian dan memiliki kepribadian menarik biasanya tidak datar dan tidak pantang menyerah. Selain itu juga terdapat karakter pembantu.

  4. Emosi menjadikan narasi lebih hidup. Bisa cinta, benci, pengkhianatan, kekaguman, kesetiaan, penjilat, dan sebagainya. Emosi juga dapat di bolak-balik, antara cinta dan benci lalu pergulatan batin,dan perdebatan pemikiran.

  5. Perjalanan waktu diibaratkan laporan panjang adalah sebuah film yang berputar dimana ranah waktu menjadi penting. Dalam penyusunan struktur karangan bisa bersifat kronologis yaitu dari awal hingga akhir, flashback, atau keduanya menjadi satu, tergantung kebutuhan.

  6. Lebih mudah mengungkap unsur kebaruan dari sudut pandang orang

  biasa yang menjadi saksi mata peristiwa.

2.3 Kerangka Pemikiran

  Kasus Dugaan Korupsi Dahlan Iskan

  Pemberitaan Majalah Tempo “Dahlan

  Riskan” Edisi 15-21 Juni 2015 berupa laporan utama

  Teknik Analisis Naratif

  Cerita dan Plot

  Struktur

  Durasi

  Konstruksi Narasi Kasus Korupsi Dahlan Iskan Pada Majalah Tempo “Dahlan Riskan” Edisi 15-21 Juni 2015

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sifat Penelitian

  Jenis penelitian ini adalah kualitatif. Penelitian kualitatif didefinisikan sebagai penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena yang dialami subjek penelitian, misalnya persepsri, perilaku, dan tindakan dalam bentuk kata-kata. Penelitian ini akan menghasilkan analisis tanpa menggunakan prosedur statistik atau cara kuantifikasi lainnya (Moleong, 2010, h. 6).

  Pada jenis penelitian kualitatif, kedudukan peneliti cukup rumit. Peneliti adalah instrumen utama dalam penelitian, yaitu sebagai perencana, analisis, dan akhirnya menjadi pelapor hasil penelitian. Peneliti masuk dan hadir dalam uraian tulisannya, berbeda dengan kuantitatif di mana peneliti berjarak dengan tulisannya (Santana, 2010, h. 49).

  Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perilaku terhadap objek yang diteliti (Kountur, 2007, h. 105). Menurut Bungin (2007, h. 68) penelitian dengan sifat deskriptif memiliki tujuan mengkritik penelitian kuantitatif yang terlalu positivism sekaligus menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada menjadi objek penelitian, berupa Sifat penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan jenis penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan sejelas mungkin tanpa ada perilaku terhadap objek yang diteliti (Kountur, 2007, h. 105). Menurut Bungin (2007, h. 68) penelitian dengan sifat deskriptif memiliki tujuan mengkritik penelitian kuantitatif yang terlalu positivism sekaligus menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai fenomena realitas sosial yang ada menjadi objek penelitian, berupa

  Data yang dihasilkan dari penelitian kualitatif bersifat deskriptif, artinya data berupa kata-kata lisan atau tertulis, bukan angka. Laporan nantinya akan berisi kutipan-kutipan data untuk menggambarkan penyajian laporan tersebut (Moleong, 2010, h. 11). Penelitian sosial dengan format deskriptif bertujuan untuk menggambarkan dan meringkas berbagai situasi serta kondisi yang timbul dari hasil penelitian. Menurut Nyoman Dantes, penelitian yang bersifat deskriptif berusaha untuk mendeskripsikan suatu fenomena secara sistematis melalui uraian fakta (Dantes, 2012, h. 51). Penelitian ini juga tidak diarahkan menguji hipotesis.

  Dalam penelitian ini paradigma yang digunakan adalah konstruktivis. Paradigma konstruktivis memberikan asumsi bahwa individu menemukan pemahaman akan dunia dari lingkungan sekitar mereka. Individu tersebut membangun pemahaman subjektif dari pengalaman yang mereka alami (Cresswell, 2009, h. 8)

  Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri atas media dan teks berita yang hasilkan. Sosiologi interpretif Peter Berger (dikutip dalam Eriyanto, 2002, h. 54) memperkenalkan konsep ini. Menurutnya, realitas tidak dibentuk secara ilmiah, dan bukan sesuatu yang diturunkan oleh tuhan tetapi dibentuk dan dikonstruksi.

  Konstruktivis yaitu pandangan bahwa suatu realitas tidak terjadi begitu saja, tetapi merupakan sebuah konstruksi. Paradigma sendiri diartikan sebagai landasan dari suatu sistem keyakinan atau pandangan yang mengarahkan seorang peneliti (Pambayun, 2013, h. 22). Secara ontologi, paradigma ini bersifat transaksional dan subjektif.Secara metodologi bersifat hermeneutis dan dialektis (Pambayun, 2013, h. 23-26). Paradigma ini dianggap sesuai dengan penelitian karena peneliti ingin mengkaji bagaimana sebuah media mengkonstruksi ulang sebuah kejadian melalui tulisan.

3.2 Metode Penelitian

  Penelitian menggunakan metode analisis isi (content analysis), yaitu penelitian yang menggunakan konten sebagai materi untuk dianalisis (Suryabrata, 2012, h. 40). Menurut Berger dalam Pambayun (2013, h. 369), analisis isi merupakan penelitian khusus yang diterapkan pada analisis tekstual. Metode ini bersifat penelitian mendalam dan detail terhadap informasi yang tercetak atau tertulis di media massa, kemudian menghubungkan dengan konteks sosial atau realitas yang terjadi saat teks dibuat karena semua pesan tersebut adalah produk budaya dan sosial masyarakat. Konten (isi-makna) merupakan klimaks dari seluruh rangkaian analisisnya (Bungin, 2007, h. 67).