Prinsip Sosial dalam Menerapkan Sistem P

TUGAS MANAJEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
“Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Dalam
Penerapan PHT”

Disusun oleh:
Anifatuz Z.

135040200111034

Aprilia Nur Andhini

135040201111047

Isnaini Rahmawati

135040200111372

Ani Nurin Nikmah

135040201111187


Firmanda Rizky H

135040201111009

Lina Wahyu Hapsari

135040201111171

Ahmad Thoriqussalam

135040201111171

Kelas A

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015


1

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

PRINSIP SOSIAL YANG MEMPENGARUHI PENGAMBILAN
KEPUTUSAN DALAM PENERAPAN PHT
PENDAHULUAN
Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu (PHT) atau Integrated Pest
Management (IPM) merupakan komponen integral dari Sistem Pertanian
Berkelanjutan. PHT bertujuan tidak hanya mengendalikan populasi hama tetapi
juga meningkatkan produksi dan kualitas produksi serta meningkatkan
penghasilan dan kesejahteraan petani. Cara dan metode yang digunakan adalah
dengan memadukan teknik-teknik pengendalian hama secara kompatibel serta
tidak membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Pengendalian
Hama dan Penyakit Terpadu merupakan suatu pendekatan ekologi yang bersifat
multidisiplin

untuk


pengelolaan

populasi

hama

dengan

memanfaatkan

beranekaragam teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu kesatuan
koordinasi pengelolaan (Smith, 1978). Sedangkan menurut Bottrell 1979, PHT
adalah pemilihan secara cerdik dari penggunaan tindakan pengendalian hama,
yang dapat menjamain hasil yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi,
ekologi, dan sosiologi.
Konsep PHT tidak tergantung pada teknik pengendalian hama dan
pengelolaan eksosistem tertentu tetapi PHT tergantung pada keberdayaan atau
kemandirian petani dalam mengambil keputusan. Dalam mengembangkan sistem
PHT didasarkan pada keadaan agroekosistem setempat. Sehingga pengembangan
PHT pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan pengembangan di daerah lain.

Sistem PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem dan sosial ekonomi
masyarakat petani setempat. Penerapan dan pengembangan PHT pada suatu jenis
tanaman tertentu di suatu daerah perlu didukung dengan pengembangan tiga
program utama yaitu (Untung, 1993a): (1) Teknologi PHT, (2) Jalinan informasi,
(3) Proses pembuatan keputusan. Teknologi PHT merupakan tehnik yang
diterapkan untuk mengelola agroekosistem agar sasaran PHT tercapai dengan
memperhatikan berbagai kendala yang ada di ekosistem dan sistem sosialekonomi setempat. Teknologi PHT mencakup: (a) Teknologi pengendalian, (b)
Teknologi Informasi, dan (c) Teknologi pengambilan keputusan. Banyak
teknologi, komponen, taktik atau cara pengendalian hama yang tersedia untuk

2

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

digunakan dalam PHT. Sebagian teknologi pengendalian tersebut telah lama
diketahui dan digunakan, akan tetapi ada juga yang relatif baru.semua teknologi
pengendalian tersebut memerlukan penelitian lebih lanjut yang ditujukan kepada
penyempurnaan dan perpaduannya dalam sistem PHT.
PEMBAHASAN

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan Dalam
Penerapan PHT, antara lain adalah sebagai berikut:
1. Pengalaman Petani
Pengendalian hama dan penyakit terpadu (PHT) dapat menjadi
alternatif perlindungan tanaman dari serangan hama dan penyakit tanaman.
PHT

merupakan

sistem

pengendalian

OPT

melalui

manajemen

agroekosistem, sehingga ekosistem tidak mendukung peningkatan populasi

OPT. Sistem PHT dapat diserap petani melalui sistem sosial masyarakat
petani yang mempedulikan kondisi ekologis dalam pengelolaan dan
perawatan tanaman budidaya. Menurut Istiantoro dkk. (2013), secara
bersama-sama atau serentak, faktor-faktor sosial ekonomi yang meliputi
pengalaman

bertani,

pendidikan

formal

dan pendidikan non formal

berpengaruh sangat signifikan terhadap pengendalian hama dan penyakit
padi sawah. Secara parsial, pengalaman bertani berpengaruh signifikan
terhadap pengendalian hama dan penyakit padi sawah.
Pengalaman petani dalam melakukan usahatani berpengaruh terhadap
serapan teknik pengendalian hama dan penyakit dari sistem pengendalian
hama dan penyakit terpadu (PHT). Dimana, pengalaman dalam bertani

mampu meningkatkan pemahaman petani akan karakter dari OPT yang
seringkali menyerang tanaman budidaya.
Menurut Istiantoro dkk. (2013), pengalaman bertani yang lama
cenderung

mempunyai

pengalaman

dan pengetahuan

tentang

pengendalian hama penyakit padi sawah lebih banyak dibandingkan dengan
petani yang belum lama membudidayakan padi sawah.
Disamping itu dalam kursus atau pelatihan di bidang pertanian petani
diberi pengetahuan mengenai pengendalian hama dan penyakit padi
sawah ditambah dengan praktek pengendalian hama dan penyakit padi. Hal

3


Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

ini sesuai

pendapat

Soekartawi

(1988)

yang menyatakan bahwa

pengalaman kursus yang dimiliki seseorang akan ikut

mempengaruhi

kecepatan dalam mengambil keputusan, karena dari kursus atau pelatihan di
bidang pertanian akan diperoleh tambahan pengetahuan dan kecakapan

dalam pengelolaan usaha. Terdapat korelasi antara tingkat pengetahuan,
sikap dan perilaku petani dalam pengendalian hama dimana semakin
tinggi pengetahuan petani cendrung akan bersikap positif dan cendrung
akan

berperilaku

baik

dalam

menerapkan

Konsep

PHT

untuk

mengendalikan hama.

Hasil penelitian Kansrini (2009), Sikap petani terhadap inovasi
teknologi sangat tergantung dari pengetahuan dan pengalaman lapangan
mereka. Sikap petani responden dalam melakukan pengendalian hama
PBK masing-masing bersikap Positif/Setuju (83,33%), Negatif (16,67%).
bahwa , petani tidak ragu-ragu terhadap penerapan pendekatan Konsep
PHT dalam mengendalian hama PBK.
Pengalaman

petani

bukan

merupakan

faktor

tunggal

yang


mempengaruhi penerapan sistem PHT, namun seringkali pengalaman petani
dalam budidaya pertanian berkorelasi dengan faktor internal petani.
Dimana, pengalaman petani juga dipengaruhi oleh sikap petani terhadap
pengetahuan baru. Apabila, petani memiliki keterbukaan terhadap
pengetahuan baru maka akan mempermudah suatu sistem PHT diterapkan
dalam perlindungan tanaman.
Menurut Soekartawi (1988), perilaku penerapan inovasi dipengaruhi
oleh

beberapa faktor dari dalam diri petani maupun faktor dari luar

lingkungan. Faktor dari dalam diri meliputi umur, pendidikan, status sosial,
pola hubungan sikap terhadap pembaharuan, keberanian mengambil resiko,
aspirasi dan dogmatis (sistem kepercayaan tertutup). Pengambilan
keputusan petani untuk menerapkan sistem PHT dilahannya dipengaruhi
pula oleh faktor eksternal meliputi faktor lingkungan sosial, melalui
interaksi sosial petani dengan petani lainnya dalam kelompok tani maupun
pengaruh kerabat dekat dari petani. Sikap tidak selamanya tetap dalam
jangka waktu tertentu tetapi dapat

4

berubah karena pengaruh orang lain

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

melalui interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling
mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lain.
Individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai
objek psikologis yang dihadapi. Diantaranya berbagai faktor yang
mempengaruhi

pembentukan

sikap

adalah

pengalaman

pribadi,

kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media masa, institusi atau
lembaga pendidikan dan lembaga agama serta faktor emosi di dalam diri
individu (Azwar, 2000). Sikap yang diperoleh lewat pengalaman akan
menimbulkan pengaruh langsung terhadap perilaku

berikutnya.

Sikap

petani dapat dilihat dari kekosmopolitan responden yang dicirikan oleh
frekuensi dan jarak perjalanan yang dilakukan serta

pemanfaatan

media massa yang digunakan untuk memperoleh informasi.
2. Kesenjangan Gender dalamTingkat Interaksi Sosial di Dunia
Pertanian
Interaksi sosial merupakan salah satu faktor sosial yang sangat penting
untuk dipertimbangkan dalam penerapan sistem pengendalian hama terpadu
(PHT). Interaksi sosial adalah suatu hubungan antara dua individu atau
lebih, dimana perilaku individu yang satu mempengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki perilaku individu yang lain atau sebaliknya. Semakin tinggi
frekuensi petani berinteraksi dengan lingkungannya, maka akan banyak
informasi yang didapat salah satunya mengenai pengendalian hama terpadu.
Kegiatan interaksi sosial yang dapat mendukung berhasilnya penerapan
sistem pengandalian hama terpadu di kalangan petani salah satunya yaitu
dengan ikut serta dalam kelompok tani ataupun mengikuti sekolah lapang
pengendalian hama terpadu (SL PHT). Dengan ikut serta dalam kelompok
tani ataupun mengikuti sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SL
PHT) maka petani akan dapat saling berinteraksi dan bertukar pikiran
dengan petani lain ataupun dengan penyuluh.
Tingkat interaksi sosial akan mempengaruhi masyarakat petani dalam
hal pengetahuan dan penerapan sistem pengendalian hama terpadu, karena
dalam kegiatan pertemuan kelompok tani ataupun SLPHT maka selain
berinteraksi dengan sesama anggota kelompok tani dan juga anggota

5

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

kelompok tani lain serta penyuluh.Tingkat interaksi sosial petani baik
dengan penyuluh, sesama anggota kelompok tani, tetangga atau sesama
petani akan memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pembentukan
persepsidan pola pikir mengenai suatu sistem dalam kegiatan pertanian
salah satunya yaitu sistem pengendalian hama terpadu. Semakin tinggi
interaksi yang terjadi maka akan semakin banyak informasi dan
pengetahuan yang diperoleh. Begitu juga sebaliknya, apabila seorang petani
memiliki tingkat interaksi sosial yang rendah maka petani tersebut akan sulit
untuk menerima informasi baru ataupun sistem baru sehingga mereka akan
tetap memegang teguh apa yang mereka yakini benar. Namun pada
kenyataannya tingkat interaksi sosial dalam dunia pertanian antara laki-laki
dan perempuan tidaklah sama. Sebagai contohnya yaitu:
a) Pada tingkat masyarakat petani, kegiatan penyuluhan pertanian yang
mengintroduksi IPTEK lebih banyak menjangkau petani laki-laki. Semua
introduksi IPTEK pada program Latihan dan Kunjungan (Sistem LaKu),
pendekatan kelompok hamparannya lebih luas laki-laki. Sementara dalam
Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) pesertanya juga
lebih banyak laki-laki daripada perempuan. Akses perempuan dalam
SLPHT dimungkinkan karena adanya tekanan internasional yang
menghendaki petani perempuan dilibatkan dalam pelaksanaan Sekolah
Lapang Hama Terpadu. Oleh karenanya, masih timbul dugaan kiranya hal
tersebut berjalan karena tuntutan proyek dan bukan karena strategi dalam
menjawab kebutuhan petani perempuan.
b) Di lingkungan kelembagaan pertanian, seperti di lingkungan perguruan
tinggi, lembaga penelitian, dan departemen sektoral keragaan perempuan
dalam IPTEK jauh lebih rendah daripada laki-laki.
c) Di Departemen Pertanian dari total seluruh penyuluh yaitu 37.333 hanya
ada 16,6% penyuluh perempuan.
Kesenjangan gender inilah yang juga akan mempengaruhi tingkat interaksi
sosial yang pada akhirnya juga akan mempengaruhi pola pikir petani. Dengan
interaksi sosial yang terbatas maka informasi yang diterima antara petani
perempuan dan laki-laki tidaklah sama. Perbedaan penerimaan informasi

6

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

inilah yang akan mempengaruhi pola berpikir, di mana petani yang
memperoleh informasi yang terbatas maka pola berpikirnya juga akan tetap
berorientasi pada apa yang mereka anggap benar dan apa yang sering mereka
terapkan. Hal inilah yang dapat mempersulit diterapkannya sistem
pengendalian hama terpadu pada seluruh lapisan petani.
3. Kebudayaan Petani
Kebudayaan adalah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh masyarakat
secara turun temurun dan terus menerus. Menurut Selo Soemardjan
kebudayaan merupakan hasil dari karya, rasa dan cipta. Begitu juga dengan
kebudayaan dan masyarakat adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan nyata yang selamanya merupakan dwi tunggal, yang mana tidak
ada masyarakat tanpa kebudayaan dan tidak ada kebudayaan tanpa
masyarakat.
Sejak diterima dan diterapkannya metode SLPHT tersebut, pengertian
dan cakupan konsep PHT saat ini sudah berkembang sedemikian
komprehensif dan rumit sehingga PHT tidak dapat diartikan hanya sebagai
konsep teknologi pengendalian hama, yang berupaya memadukan berbagai
teknik pengendalian hama. Sebagai teknologi pengendalian hama, PHT harus
dapat dipertanggungjawabkan secara ekologi, ekonomi, sosial budaya,
kemanusiaan, dan juga secara politik, sesuai dengan konsep pembangunan
berkelanjutan. Konsep PHT tidak statistetapi selalu berkembang secara
dinamis sesuai dengan sifat hakiki dinamika ekosistem dan sistem sosial
ekonomi masyarakat. Konsep PHT tidak dapat dibatasi oleh disiplin ilmu,
sektor pembangunan, daerah administrasi, bahkan oleh batas negara. Karena
itu, pelaksanaan konsep PHT mutlak dilakukan secara terpadu dan lintas
disiplin, lintas sektor, serta lintas daerah.
Dari pengalaman dan pengamatan selama ini di Indonesia, pendekatan
SLPHT memperoleh tanggapan dan penerimaan yang sangat positif dari
petani dibandingkan dengan metode alih teknologi konvensional yang
cenderung instruktif, serta kurang memandirikan petani dan kelompoknya.
Berbagai dampak positif secara ekonomi, ekologi, dan sosial budaya telah
dirasakan oleh masyarakat petani yang telah memperoleh kesempatan

7

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

mengikuti SLPHT. Namun untuk terjadinya perubahan nyata perilaku dan
kebiasaan petani dari yang konvensional menjadi perilaku PHT, tidak dapat
dilakukan hanya dengan mengikuti SLPHT yang berlansung selama satu
musim tanam atau sekitar 15 –20 kali pertemuan lapangan. Petani dengan
kelompoknya masih memerlukan pendampingan dalam meningkatkan
profesionalisme mereka sebagai petani PHT, yang mampu memproduksikan
hasil pertanian yang berdaya saing tinggi. Kegiatan tindak lanjut atau pasca
PHT sangat diperlukan agar kelompok petani yang selama SL digunakan
sebagai forum belajar-mengajar dan mengembangkan pola kerjasama antar
anggota kelompok menjadi forum, unit produksi, dan unit usaha/bisnis.
Pada praktek di lapangan pendekatan pemberdayaan petani melalui
penerpan SLPHT sering mengalami hambatan dan tantangan dari sistem
birokrasi administrasi yang ada, serta perbedaan persepsi mengenai
pemberdayaan petani yang diikuti oleh pejabat dan petugas pemerintah, dunia
industri, dan jga para peneliti termasuk akademisis universitas. Para
stakeholders terutama pemerintah, dunia industri, dan para peneliti
seharusnya memfungsikan diri mereka sebagai fasilitator bagi petani bukan
sebagai penentu keputusan. Petani perlu diberi kesempatan dan kepercayaan
untuk mengembangkan kepercayaan diri, kemandirian, serta kemampuan
profesional mereka dalam mengambil keputusan yang terbaik bagi diri
mereka.
4. Bahasa/ Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses dimana seseorang atau beberapa orang,
kelompok organisasi dan masyarakat menciptakan dan menggunakan
informasi agar terhubung dengan lingkungan. Kegiatan komunikasi akan
melibatkan interaksi sosial diantara individu, anggotra masyarakat atau
kelompok masyarakat yang akan menghasilkan suatu pemikiran baru atau ideide baru. Ide-ide baru tersebut selanjutnya akan diadopsi guna mengetahui
layak tidaknya ide-ide tersebut diterapkan pada kondisi dan lingkungan
tertentu. Komunikasi juga melibatkan bahasa, semakin mudah bahasa
dimengerti maka akan semakin mudah ide-ide baru didapatkan.
Apabila indidvidu telah mengadopsi suatu ide-ide baru berarti individu
tersebut mulai menggunakan dan menerapkan inovasi. Dalam hal ini, individu

8

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

harus memilih suatu alternatif baru untuk menggantikan sesuatu yang telah
ada dan dilakukan sebagai suatu kebiasaan.
Adopsi ide-ide baru dalam hal ini adalah adopsi tentang teknik dan konsep
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dikalangan petani.Adopsi PHT ini
didasarkan pada komunikasi antar petani maupun antar kelompok tani yang
menghasilkan interaksi ke arah perubahan pengendalian hama. Semakin sering
terjadi komunikasi atau interaksi diantara petani maka akan semakin
berkembang pemikiran para petani kearah yang lebih baik untuk menciptakan
kondisi pertanian yang semakin sehat yaitu dengan penerapan konsep
PHT.Konsep PHT dibentuk dan dikembangkan dalam bentuk strategi dan
teknik penerapan di lapangan sesuai dengan ekosistem dan sistem masyarakat
setempat.Pengendalian Hama Terpadu (PHT) merupakan pengetahuan yang
harus diterapkan petani agar petani tidak terus menggunakan pestisida yang
dapat merusak lingkungan. Pengendalian ini memiliki dasar ekologis dan
menyandarkan diri pada faktor-faktor mortalitas alami seperti musuh alami
dan cuaca serta mencari taktik pengendalian yang mendatangkan gangguan
sekecil mungkin terhadap faktor-faktor tersebut. Selain komunikasi diantara
petani, bahasa penyuluh dalam memberikan rekomendasi atau saran ke petani
juga sangat berpengaruh pada muncul tidaknya konsep PHT ini dikalangan
petani. Komunikasi tidak hanya antar petani tetapi juga antar kelompok tani
dan antar anggota kelompok tani.
Menurut Mardikanto (1988), Komunikasi antarpribadi yang efektif, akan
dapat

memberikan

peluang

sebesar-besarnya

kepada

anggota

untuk

bekerjasama dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Melalui kerjasama
dan

partisipasi

dari

anggota

kelompok

maka

inovasi-inovasi

yang

diinformasikan pemerintah melalui penyuluh dapat diserap dan diterapkan
dengan baik oleh petani. Informasi akandiperoleh jika efektivitas komunikasi
antarpribadi dapat terpenuhi, sehingga petani dapat ikut berpartisipasi dengan
jelas.
Efektivitas komunikasi antarpribadi sangat dibutuhkan karena dengan itu
dapat menumbuhkan partisipasi petani dalam pemikiran yang baru sehingga
akan muncul perubahan pada kondisi tertentu yang mengarah pada perbaikan
lingkungan hidup. Efektivitas komunikasi dalam kontak-kontak dan interaksi

9

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

sosial sangatlah penting untuk mengadakan tukar menukar pengetahuan dan
mengembangkan kerjasama sehingga mampu mendorong keinginan dan
partisipasi manusia untuk menembangkan diri menuju kehidupan yang lebih
baik (Rachmadi, 1988)
Tujuan komunikasi pada hakikatnya adalah mengubah sikap (to change the
attitude), mengubah opini atau pandangan (to change the opinion) atau
mengubah perilaku (to change the behavior). Komunikasi yang efektif adalah
komunikasi yang menimbulkan efek tertentu sesuai dengan tujuan yang ada
(Liliweri, 1991). Dalam hal ini tujuannya yaitu penerapan teknik pengendalian
hama terpadu guna menurunkan tingkat kerusakan lingkungan hidup.
Sehingga untuk menerapkan teknik PHT diperlukan komunikasi antar pribadi
yang efektif. Kegagalan proyek-proyek pemerintah, menurut Rahardjo (1989)
dalam Hagul (1992), antara lain karena proyek-proyek tersebut tidak
dikomunikasikan kepada masyarakat, padahal komunikasi dapat menciptakan
partisipasi, keikutsertaan, dan rasa memiliki di kalangan masyarakat,
khususnya di pedesaan. Melalui komunikasi, dapat dijelaskan tentang segala
hak dan kewajiban setiap warga masyarakat di dalam proses pembangunan
yang dilaksanakan, serta pada bagian kegiatan apa saja dimana mereka
diharapkan partisipasinya, dan apa bentuk partisipasi yang diharapkan dari
masyarakat, dengan demikian partisipasi dari masyarakat akan tampak
(Mardikanto, 1988).
5. Umur
Menurut Soekartawi (1999), rata-rata petani Indonesia yang cenderung tua
sangat berpengaruh pada produktivitas sektor pertanian Indonesia. Petani
berusia tua biasanya cenderung sangat konservatif dalam menyikapi perubahan
atau inovasi teknologi termasuk dalam penerapan prinsip dan konsep PHT.
Berbeda halnya dengan petani yang berusia muda. Makin muda umur petani
biasanya mempunyai semangat untuk ingin tahu apa yang belum mereka
ketahui, sehingga dengan demikian mereka berusaha untuk lebih cepat
melakukan anjuran dari kegiatan penyuluhan termasuk dalam pengaplikasian
PHT.

10

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

Makin muda petani biasanya lebih semangat untuk ingin tahu apa yang
belum mereka ketahui, sehingga mereka berusaha untuk lebih cepat melakukan
adopsi inovasi (Negara, 2000). Petani yang berusia lanjut sekitar 50 tahun
keatas, biasanya fanatik terhadap tradisi dan sulit untuk diberikan pengertian
yang dapat mengubah cara berfikir, cara kerja dan cara hidupnya. Mereka ini
bersikap apatis terhadap adanya teknologi baru dan inovasi, semakin muda
umur petani, maka semakin tinggi semangatnya mengetahui hal baru, sehingga
dengan demikian mereka berusaha untuk cepat melakukan adopsi walaupun
sebenarnya mereka masih belum berpengalaman soal adopsi tersebut
(Kartasapoetra, 1994).
Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan
kemampuan kerja dalam melaksanakan kegiatan usahatani, umur dapat
dijadikan sebagai tolak ukur dalam melihat aktivitas seseorang dalam bekerja
dimana dengan kondisi umur yang masih produktif maka kemungkinan besar
seseorang dapat bekerja dengan baik dan maksimal (Hasyim, 2006).
6. Pendidikan
Masri Singarimbun dan D.H. Penny dalam Soekartawi (1999)
mengemukakan bahwa banyaknya atau lamanya sekolah/pendidikan yang
diterima seseorang akan berpengaruh terhadap kecakapannya dalam pekerjaan
tertentu. Sudah tentu kecakapan tersebut akan mengakibatkan kemampuan
yang lebih besar dalam menghasilkan pendapatan bagi rumah tangga. Tingkat
tinggi rendahnya pendidikan petani akan menanamkan sikap yang menuju
penggunaan praktek pertanian yang lebih modern. Mereka yang berpendidikan
tinggi relatif lebih cepat dalam melakukan anjuran penyuluh. Tingkat
pendidikan yang rendah pada umumnya kurang menyenangi inovasi sehingga
sikap mental untuk menambah ilmu pengetahuan khususnya ilmu pertanian
kurang (Kusuma, 2006).
Menurut Negara (2000) mengenai tingkat pendidikan petani, dimana
mereka yang berpendidikan tinggi relatif lebih cepat dalam melaksanakan
adopsi inovasi. Tingkat pendidikan manusia umumnya menunjukkan daya
kreativitas manusia dalam berpikir dan bertindak. Pendidikan rendah

11

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

mengakibatkan kurangnya pengetahuan dalam memanfaatkan sumber-sumber
daya alam yang tersedia (Kartasapoetra, 1994).
Tingkat pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat
pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang
diperolehnya untuk peningkatan usahataninya (Hasyim, 2006).
7. Frekuensi Penyuluhan
Menurut Soekartawi (1999) Bahwa agen penyuluhan dapat membantu
petani memahami besarnya pengaruh struktur sosial ekonomi dan teknologi
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, dan menemukan cara mengubah
struktur atau situasi yang menghalangi untuk mencapai tujuan tersebut.
Semakin tinggi frekuensi mengikuti penyuluhan maka keberhasilan
penyuluhan pertanian yang disampaikan semakin tinggi pula. Frekuensi petani
dalam mengikuti penyuluhan yang meningkat disebabkan karena penyampaian
yang menarik dan tidak membosankan serta yang disampaikan benar-benar
bermanfaat bagi petani untuk usahataninya (Hasyim, 2003).
8. Prinsip Agama
Paradigma PHT berbasis ekologi lebih menekankan pengelolaan proses
dan mekanisme ekologi lokal untuk mengendalikan hama daripada intervensi
teknologi. Ekologi lokal yang dikemas ke dalam kearifan lokal (local wisdom)
menjadi eco-farming melalui pemanfaatan mikroorganisme lokal untuk
mendapatkan agen hayati yang sesuai untuk pengendalian hama. Selain itu,
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) diterapkan pada tanaman pangan, sayuran,
dan perkebunan. Seperti halnya perintah-perintah agama bahwa Tuhan
memberikan kenikmatan yang melimpah bagi manusia dalam Firman Allah
dalam surah Abasa ayat 27 – 32 yang bermaksud :
“Lalu Kami tumbuhkan pada bumi biji-bijian (27) Dan buah anggur serta
sayur-sayuran (28) Dan zaitun serta pohon-pohon kurma (29) Dan tamantaman yang menghijau subur (30) Dan berbagai-bagai buah-buahan serta
bermacam-macam rumput. (31) Untuk kegunaan kamu dan binatang-binatang
ternakan kamu(32).”
Sehingga kita sebagai umat manusia senantiasa harus menjaga kelestarian
alam agar semua itu bisa tetap dimanfaatkan sampai dimasa yang akan datang.

12

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

Salah satunya agama islam di dalam kitab Al-Qur’an dikatakan dalam Al
Quran Surat Al A’raf [7], ayat 56, Allah SWT berfirman :
9. ‫حنسننينن‬
‫نول تمحفنسمدوا نفي الحرنض بنحعند نإحصلنحنها نواحد م‬
‫ب نمنن ال حمم ح‬
‫عومه نخحوعفا نونطنمععا نإ لنن نرححنمنة الل ل ننه نقنري ب‬
Artinya : Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah
(Allah) memperbaikinya dan Berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut
(tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya
rahmat Allah Amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.
Namun, sistem PHT tersebut tidak serta merta diterima oleh
masyarakat. Masyarakat berfikir jika tidak menggunakan pestisida maka
tanaman mereka akan habis di makan hama. Mereka tidak berfikir
bagaimana

caranya

mengendalikan

hama

tersebut

tapi

malah

membunuhnya. Masyarakat yang faham dan mengerti tentang ayat diatas
tetap melestarikan alam dengan membiarkan hama tetap hidup tapi
mengendalikannya agar tidak menyerang tanaman budidaya mereka.
Kasus yang dihadapi dunia saat ini khususnya negara-negara
berkembang. Mereka selalu berusaha untuk meningkatkan taraf hidup dan
ekonomi rakyatnya sehingga mereka tidak sadar telah keterlaluan dalam
mengekploitasi sumber alam yang akhirnya berimbas pada lingkungan.
Tidak hanya eksploitasi dibidang pertambangan tetapi juga di bidang
pertanian yang berusaha memaksimalkan keuntungan dengan intensifikasi
maupun

ekstensifikasi.

Sehingga

munculah

krisis

global.

Untuk

menanggulangi krisis global yang terus berlangsung beberapa budayawan
dan pengamat sosial telah menaruh harapan untuk bangkitnya peran agamaagama.
Namun sejalan dengan munculnya optimisme dan harapan terhadap
peran yang bisa dimainkan oleh penganut agama-agama dalam era
modernitas, umat agama pada umumnya juga tidak menutup mata terhadap
musibah yang selalu menimpa, terutama dalam hubungannya dengan
persoalan kelembagaan agama yang terkait langsung dengan kepentingan
politik, ekonomi dan sosial budaya. Konflik intern antar umat beragama
sudah terlalu besar menyita waktu, pemikiran, tenaga, dan dana sehingga

13

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

optimisme akan munculnya peran yang dapat diberikan oleh agama-agama,
surut ke belakang.
Hal tersebut menyebabkan petani yang beragama pun kurang
mengetahui isu-isu lingkungan yang diakibatkan oleh sistem pertanian yang
salah. Seharusnya, mereka tidak hanya membaca informasi atau kondisi
konflik intern tetapi juga permasalahan lingkungan yang ada. Selain itu,
kesadaran agama bagi setiap indivudu juga dibutuhkan karena dengan
sadarnya peran mereka yang dijelaskan pada ajaran agama mereka masingmasing harusnya mereka sadar bahwa hidup tidak hanya mengejar uang dan
untung dengan berbagai jalan apapun tetapi juga perlu memperhatikan
adanya aspek lingkungan yang harus tetap dilestarikan dalam kegiatan
berusaha tani. Al-Qur’an pun telah mengatur tata cara umat islam
berperilaku. Namun, Keberagamaan dan keimanan Islam hampir-hampir
tidak terpengaruh oleh arus ekonomi yang menjadi tuntutan kehidupan. Jadi,
semua berpulang pada corak dan bentuk penghayatan keberagamaan
manusia masing-masing. Bagi mereka yang mengerti aturan agama mereka
maka mereka akan menjaga alam dan menerapkan sistem PHT tersebut.
Berbanding terbalik jika mereka kurang sadar akan perintah agamanya
makan mereka hanya akan berfikir matrealistis dan hanya menuntut
keuntungan semata tanpa berfikir bagaimana kondisi alam saat ini
(Nurcholis Madjid, Ulumul Qur’an: No. 1 vol. IV, 1993).

DAFTAR PUSTAKA

14

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT

Azwar, Saifuddin, 2000. Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya. Edisi ke 2,
Cetakan ke IV. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hagul, P. 1992. Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Yogyakarta: Penerbit Rajawali Jakarta dan Yayasan Dian Desa.
Istiantoro, A. N. Bambang dan T. R. Soeprobowati. 2013. Analisis Faktor-Faktor
Sosial Ekonomi Yang Mempengaruhi Pengendalian Hama Dan Penyakit
Padi Sawah

Ditinjau

Dari

Sistem

Pertanian Berkelanjutan. Jurnal

EKOSAINS, Vol. V, No. 2, Juli 2013.
Kansrini, Yuliana. 2009. Kajian

Pengetahuan Dan Sikap Petani Dalam

Mengendalikan Hama Penggerek Buah Kakao (Pbk) Di Kecamatan BiruBiru Kabupaten Deli Serdang.
Liliweri, Alo. 1991. Komunikasi Antarpribadi. Bandung: Penerbit PT. Citra
Aditya Bakti.
Mardikanto, Totok. 1988. Komunikasi Pembangunan. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Mugniesyah, Siti Sugiah M dan Pamela Fadhilah. 2001. Analisis Gender dalam
Pembangunan Pertanian. Jakarta: Bappenas.
Rachmadi, D. 1988. Informasi dan Komunikasi dalam Percaturan Internasional.
Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.
Robiyan, Rendi,dkk. 2014. Persepsi Petani Terhadap Program SL-PHT dalam
Meningkatkan Produktivitas Dan Pendapatan Usahatani Kakao. (Studi
Kasus Petani Kakao di Desa Sukoharjo 1 Kecamatan Sukoharjo Kabupaten
Pringsewu). Lampung: Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Vol 2, No
3, Hal 301-308.
Soekartawi. 1988. Konsep Dasar Komunikasi

Pertanian. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia (UI-press).

15

Prinsip Sosial yang Mempengaruhi Pengambilan Keputusan
Dalam Penerapan PHT